Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan derajat kesehatan

dapat terwujud melalui terciptanya masyarakat Indonesia yang ditandai dengan perilaku

masyarakat di lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil serta merata.1

Permasalahan pembangunan sanitasi di Indonesia merupakan masalah tantangan

social-budaya, salah satunya adalah perilaku penduduk yang terbiasa Buang Air Besar

(BAB) di sembarangan tempat, khususnya ke badan air yang juga digunakan untuk

mencuci, mandi dan kebutuhan higienis lainnya.2

Perilaku merupakan perbuatan / tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya

dapat diamati, di gambarkan dan di catat oleh orang lain ataupun orang yang

melakukannya, sedangkan perilaku sehat merupakan pengetahuan, sikap dan tindakan

proaktif untuk melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam gerakan

kesehatan masyarakat.3

Menurut L Green, untuk merubah perilaku hidup bersih dan sehat pada

masyarakat diperlukan beberapa faktor seperti faktor predisposisi (predisposing factor)

seperti pengetahuan masyarakat tentang arti dan mamfaat jamban yang sehat juga sikap

masyarakat terhadap pembangunan jamban keluarga yang sehat tersebut, tindakan dan

sosial ekonomi. Kemudian juga faktor lain yang mendukung adalah faktor pemungkin

(enabling factor) seperti penyediaan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadi
perilaku kesehatan misalnya tempat pembuangan tinja dan sebaginya. Serta faktor

penguat (reinforcing factor) meliputi sikap dan perilaku petugas yang mendukung.4

Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan tinja manusia

merupakan masalah yang pokok sedini mungkin diatasi, hal ini dikarenakan tinja

merupakan media penyebaran penyakit yang membawa dampak negatif bagi kesehatan

manusia baik individu maupun lingkungan, dan untuk mengatasi hal tersebut maka perlu

diterapkan perilaku hidup bersih dan sehat yakni salah satunya adalah penggunaan

fasilitas jamban. Fasilitas jamban menjadi sangat penting dan harus dimiliki oleh sebuah

rumah sehat.1

Jamban merupakan tempat yang digunakan untuk membuang tinja atau kotoran

manusia. Sebuah rumah yang sehat harus dilengkapi dengan fasilitas jamban sehingga

dapat menjamin kesehatan bagi setiap individu maupun keluarga serta lingkungan

masyarakat. Jika dalam sebuah rumah tidak memiliki jamban tentu saja dapat

memungkinkan anggota keluarga untuk tidak menggunakan jamban serta membuang

tinja di sembarang tempat. Tinja yang dibuang sembarang tempat dapat membawa

dampak negatif bagi kesehatan manusia terutama dalam penyebaran penyakit. Kurangnya

perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan meningkatnya produksi tinja akibat

kepadatan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit – penyakit yang

ditularkan melalui tinja.5

Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan

dengan membuat lingkungan tempat hidup sehat. Dalam pembuatan jamban sedapat

mungkin harus diusahakan agar jamban tidak menimbulkan bau yang tidak sedap.

Menurut studi menunjukkan bahwa penggunaan jamban sehat dapat mencegah penyakit
diare sebesar 28% demikian penegasan Menteri Kesehatan dr. Achmad Sujudi,

September 2004.1

Secara nasional terdapat 62,14% rumah tangga yang memiliki jamban. Provinsi

dengan persentase rumah tangga yang memiliki jamban terbanyak yaitu DKI Jakarta

sebesar 89,28%. Di Yogyakarta sebesar 86,31% dan Bali sebesar 85,46%. Sedangkan

provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki jamban paling sedikit adalah

Nusa Tenggara Timur (23,90%), Papua (28,04%) dan Kalimantan Tengah (35,88%). 6

Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia

menggunakan fasilitas BAB milik sendiri (76,2%), milik bersama (6,7%) dan fasilitas

umum (4,2%), tidak memiliki fasilitas BAB sehingga melakukan BAB sembarangan,

yaitu sebesar (12,9%).7

Berdasarkan data sanitasi dasar kesehatan Provinsi Sumatera Barat pada tahun

2012, jumlah keluarga yang memiliki jamban sehat sebanyak 69,8% dan 30,2 % yang

belum memiliki jamban sehat dan itu tersebar di seluruh kabupaten/kota. 8

Kabupaten Dharmasraya adalah salah satu kabupaten yang sedang berkembang.

Terdiri dari 11 kecamatan, 52 nagari dan 262 jorong. Jumlah Puskesmas di Kabupaten

Dharmasraya ini adalah 13 Puskesmas. Berdasarkan data sanitasi dasar kesehatan

Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2014, jumlah keluarga yang memiliki jamban sehat

sebanyak 84,34% dan 15,66% yang belum memiliki jamban. 9

Berdasarkan data dinas kesehatan Kabupaten Dharmasraya, diantara 11

kecamatan yang ada di Kabupaten Dharmasraya kecamatan yang memiliki jumlah

penduduk yang paling banyak adalah Kecamatan Pulau Punjung yaitu sebanyak 38.610

jiwa. Kecamatan Pulau Punjung memiliki 2 Puskesmas yaitu Puskesmas Sungai Dareh
dan Puskesmas Sialang, dimana wilayah kerja Puskesmas Sungai Dareh lebih luas

dibandingkan dengan wilayah kerja Puskesmas Sialang, dengan jumlah penduduk di

wilayah kerja Puskesmas Sungai Dareh 26.532 jiwa dan jumlah penduduk di wilayah

kerja Puskesmas Sialang 12.078 jiwa. Pada tahun 2014 Jumlah sarana jamban pada

kecamatan Pulau punjung ini adalah 6435, dimana pada wilayah kerja Puskesmas Sungai

Dareh ada 4712 sarana jamban dan pada wilayah kerja Puskesmas Sialang ada 1723

sarana jamban.9

Banyaknya jumlah penyebaran penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai

Dareh, wilayah kerja Puskesmas Sungai Dareh ini terdiri dari 21 jorong, yaitu jorong

Padang Candi, Koto Gadang, Ranah, Sungai Sangkir, Sungai Kilangan, Pulau Punjung,

Pasar Lama PLP, Simpang Pogang, Kubang Panjang, Parik Tarajak, Koto Sikabau,

Tanjung Salilok, Bukit Barangan, Kampung Baru, Bukit Mindawa, Tabek Pamatang,

Koto Tebing Tinggi, Ranah Lintas, Padang Sari, Sidomulyo dan Batang Tabek. Diantara

21 Jorong yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Sungai Dareh ini, Jorong yang

kepemilikan jambannya paling rendah adalah Jorong Ranah.10

Jorong Ranah adalah jorong yang lokasinya berada dekat dengan Sungai Batang

Hari. Berdasarkan data sanitasi dasar Puskesmas Sungai Dareh pada tahun 2015,

kepemilikan jamban di Jorong Ranah paling rendah dibandingkan jorong lainnya, dimana

terdapat 99 sarana jamban dari 165 KK. 88 merupakan jamban septik tank permanen dan

11 merupakan jamban septik tank semi permanen. 10

Angka buang air besar sembarangan di Jorong Ranah ini juga paling tinggi

dibandingkan jorong lainnya, dimana OD (Open Defecation) nya adalah 66. Rendahnya
kepemilikan jamban menjadi salah satu faktor penyebab kejadian diare, pada Jorong

Ranah ini kejadian diare cendrung meningkat tiap tahunnya, dimana pada tahun 2013

angka kejadian diare adalah 42 kasus, pada tahun 2014 adalah 56 kasus dan pada tahun

2015 adalah 79 kasus.10

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada 10 Desember 2016, dengan

mewawancarai 10 orang masyarakat Jorong Ranah, 5 dari 10 masyarakat yang

diwawancarai tidak memiliki jamban dan biasanya memanfaatkan Sungai Batang Hari

untuk membuang kotoran / tinja, hal ini dikarenakan lokasi Jorong Ranah dekat dengan

Sungai Batang Hari. Sedangkan dilihat dari segi pengetahuan, 3 dari 10 responden yang

diwawancarai pengetahuannya masih rendah tentang pentingnya memiliki jamban dan

memanfaatan jamban untuk tempat buang air besar dan mengatakan jamban di dalam

rumah itu kotor, sehingga mereka lebih memilih untuk BAB di Sungai Batang Hari.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan jamban keluarga di

Jorong Ranah Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai