Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku masyarakat Indonesia sehat adalah perilaku proaktif untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan,mencegah resiko terjadinya

penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta partisipasi aktif dalam

gerakan kesehatan masyarakat. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan

manusia (Notoatmodjo,2010).

Salah satu upaya penting untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah

pengadaan lingkungan fisik yang sehat bagi masyarakat, jamban pada

umumnya dan khususnya jamban keluarga merupakan salah satu sarana yang

diperlukan untuk mewujudkan lingkungan bersih dan sehat. Dengan

tersedianya jamban yang memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat

terhindar dari penyebaran penyakit. Pengaruh jamban yang tidak sehat

terhadap penyakit diare sehingga membawa efek terhadap penurunan tingkat

kesehatan (Arito, 2011).

Pemerintah menargetkan pada 2019 seluruh penduduk Indonesia

memiliki akses sanitasi dan air bersih. Akses sanitasi itu termasuk memiliki

sarana untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK) yang memadai. Saat ini masih ada

lebih dari 51 juta orang yang buang air besar sembarangan (BABS).

Kementerian kesehatan menyatakan puluhan juta warga Indonesia masih

1
tidak memiliki akses MCK, dan berperilaku buang air besar sembarangan

(Eko Saputro dalam majalah Sanitasi, 2015)

Untuk masalah akses terhadap sanitasi, khususnya akses masyarakat

terhadap penggunaan jamban,  belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan

yang signifikan , padahal sanitasi merupakan salah satu unsur penting bagi

peningkatan kesehatan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat pula. Bahkan bisa jadi para pihak yang

berkepentingan terhadap persoalan sanitasi ini masih terbatas dalam

melakukan kegiatannya guna mesukseskan capaian terhadap akses sanitasi ini.

Selama ini capaian-capaian yang menjadi prioritas utama hanyalah

pembangunan-pembangunan yang bersifat fisik material. Sementara

pembangunan yang mengarah pada perubahan mindset masyarakat, terutama

yang berkaitan dengan penciptaan kultur hidup bersih dan sehat, masih belum

berjalan secara optimal (Astuti Delza dalam Kompasiana.com, 2016)

Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada

pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang

perlu mendapatkan prioritas. Pencemaran lingkungan salah satunya

pengelolaan lingkungan itu sendiri tidak memenuhi syarat sehat,seperti

pengelolaan jamban, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia.

Lingkungan yang bersih dan sehat adalah lingkungan yang didambakan

oleh manusia dan dapat bermanfaat terhadap peningkatan hidup

sehat(Otayya,G.Lian, 2012).

2
Menurut Depkes RI (2005) salah satu fasilitas kesehatan yang sangat

penting adalah jamban keluarga. Jamban keluarga adalah suatu bangunan

yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia atau najis

bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus/WC. Jamban keluarga

merupakan sarana sanitasi dasar untuk menjaga kesehatan lingkungan dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Masalah penyakit

lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah

satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas.

Penyediaan sarana pembuangan tinja terutama dalam pelaksanaan tidaklah

mudah,karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat

kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.

Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan

salah satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang

kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, muntaber,

disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran

lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika (Otayya,G.Lian,

2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam

pemeliharaan jamban keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat (Notoatmodjo, 2012)

Derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu lingkungan,

perilaku, pelayanan kesehatan,dan keturunan. Hasil penelitian Bloom yang

sudah sering diangkat oleh para pakar kesehatan,mengungkapkan bahwa

3
aspek lingkungan memiliki kontrsibusi 45%, perilaku 30%, pelayanan

kesehatan 20%, dan genetik atau keturunan sebesar 5% (Notoatmodjo,2010).

Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Simpang Kanan bahwa

penyakit diare termasuk urutan kedua dari 10 (sepuluh) terbanyak. Dari hasil

studi pendahuluan yang penulis lakukan pada bulan Maret di desa Tuhtuhan

Kecamatan Simpang Kanan Aceh Singkil dengan 5 responden. Tiga

responden menyatakan tidak memiliki akses jamban, mereka melakukan

aktifitas buang air besar pada jamban cemplung yang dibuat di pinggir jalan

desa. Dua responden lainnya yang memiliki jamban memiliki perilaku yang

masih kurang dalam pemeliharaan jamban, dari hasil observasi penulis

kebersihan jamban yang masih kurang dan tidak tersedianya alat pembersih

untuk membersihkan jamban. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari 113

kepala keluarga hanya 20 kepala keluarga yang memiliki jamban keluarga.

Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan dan kebiasaan masyarakat. Tujuan program JAGA (jamban

keluarga) yaitu tidak membuang tinja ditempat terbuka melainkan

membangun jamban untuk diri sendiri dan keluarga.Kepemilikan jamban bagi

keluarga merupakan salah satu indikator rumah sehat selain pintu ventilasi,

jendela, air bersih, tempat pembuangan sampah, saluran air limbah, ruang

tidur, ruang tamu, dan dapur.

Status ekonomi berkontribusi terhadap rendahnya cakupan dan akses

terhadap jamban terutama jamban sehat. Hal inilahyang menyebabkan jumlah

penduduk dengan cakupan kepemilikan dan pemanfaatan jamban rendah.

4
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada beberapa alternatif kebijakan

yang bisa diterapkan antara lain dengan pemberdayaan masyarakat, promosi

kesehatan yang lebih intensif, meningkatkan dukungan pemerintah dan

pemangku kepentingan lainnya dalam meningkatkan perilaku higienis.

Pemberdayaan bertujuan agar masyarakat merasa lebih terpicu untuk

merubah perilaku mereka dalam memelihara jamban dengan baik dan sehat.

Karena prinsip pemberdayaan adalah dari, oleh dan untuk masyarakat.

Kegiatan pemberdayaan yang saat ini sedang gencar dilakukan adalah

SanitasiTotal Berbasis Masyarakat (STBM). Upaya promosi kesehatan

juga merupakan alternatif kebijakan yang bisa dijalankan.Upaya–upaya

promosi yang bisa dilakukan antara lain mengadakan penyuluhan tentang

Stop BuangAir Besar Sembarangan (BABS), kampanye Stop Buang AirBesar

Sembarangan, pemutaran film ke desa–desa terpencil yang diselingi

pesan–pesan kesehatan, dan sebagainya.Dengan upaya promotif ini

masyarakat diharapkan meningkat perilakunya, khususnya perilaku mengenai

Stop BABS(wordpress.com, 2012).

Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang

“Gambaran Aksesibilitas Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan

Jamban di Desa Tuhtuhan Kecamatan Simpang Kanan kabupaten Aceh

Singkil tahun 2018”.

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Aksesibilitas perilaku

masyarakat dalam pemanfaatan jamban di DesaTuhtuhan Kecamatan

Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran aksesibilitas perilaku

masyarakat dalam pemanfaatan jamban di Desa Tuhtuhan Kecamatan

Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat dalam

pemanfaatan jamban

b. Untuk mengetahui gambaran sikap masyarakat dalam pemanfaatan

jamban

c. Untuk mengetahui gambaran tindakan masyarakat dalam pemanfaatan

jamban

d. Untuk mengetahui gambaran peran petugas kesehatan terhadap

masyarakat dalam pemanfaatan jamban

6
D. Manfaat Penelitian

1. Peneliti

Sebagai bahan kajian tentang gambaran aksesibilitas perilaku

masyarakat dalam pemanfaatan jamban sehingga dengan penelitian ini

dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan serta

pengalaman dalam penulisan karya tulis ilmiah

2. Petugas Kesehatan

Sebagai bahan evaluasi dalam memberikan informasi, konseling

kepada masyarakat dalam pemanfatan jamban, serta digunakan sebagai

acuan untuk meningkatkan profesionalisme petugas kesehatan

lingkungan dalam komunitas sanitasi.

3. Institusi

Sebagai kajian keilmuan dalam meningkatkan pengetahuan

peserta didik serta sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

4. Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan kondisi sehat di

masyarakat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat

menjadi perilaku sehat, dan menciptakan lingkungan sehat dimulai dari

rumah tangga.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Aksesibilitas 

Aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang terhadap suatu

objek, pelayanan ataupun Dalam Kamus Bahasa Inggris Echols M John dan

Hasan Shadily (2015) mengatakan bahwa accessibility adalah hal yang

mudah dicapai. Artinya aksesibilitas tidak hanya sekedar kesediaan segala

sesuatu, namun juga kesediaan yang mudah dicapai.

Aksesibilitas adalah konsep yang luas dan fleksibel. Apa peluang yang

akan dicapai atau sumber daya (termasuk orang-orang) yang memungkinkan

orang itu memenuhi kebutuhan mereka. Bagaimana faktor-faktor lain yang

bertindak sebagai pencegah atau hambatan untuk mengakses suatu tempat.

Salah satu upaya untuk mencegah berkembangnya penyakit dan menjaga

lingkungan menjadi bersih dan sehat dengan cara membangun jamban di

setiap rumah. Karena jamban merupakan salah satu kebutuhan pokok

manusia. Maka diharapkan tiap individu untuk memanfaatkan fasilitas jamban

untuk buang air besar. Aksesibilitas masyarakat terhadap jamban akan

bermanfaat untuk menjaga lingkungan tetap bersih, nyaman dan tidak

berbau (Dedi dan Ratna, 2013).

8
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Terdapat beberapa teori tentang faktor penentu (determinan) dalam bidang

perilaku kesehatan atau faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku

yang sering digunakan sebagai acuan program-program kesehatan masyarakat

(Maulana, 2009).

Berdasarkan teori Lawrence Green, ada tiga faktor yang menentukan

perilaku seseorang yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara

lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan

sebagainya

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud

dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu, rumah

sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, tempat olah

raga, makanan bergizi, uang dan sebagainya.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadangkadang,

meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak

melakukannya (Notoadmodjo, 2012).

9
Dalam penelitian ini penulis mengangkat 4 variabel, untuk lebih jelasnya

akan dibahas berikut ini:

1. Tingkat Pengetahuan

Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan dan kebiasaan masyarakat.Pemanfaatan jamban keluarga

oleh masyarakat belum sesuai dengan harapan karena masih ada yang

buang hajat di tempat-tempat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan,

misalnya sungai, kebun atau sawah. Hal ini karena kebiasaan (pola

hidup) atau fasilitas yang kurang terpenuhi serta pengetahuan, sikap dan

perilaku dari masyarakat itu sendiri maupun kurang informasi yang

mendukung terhadap pemanfaatan jamban keluarga, (Otayya, G.Lian,

2012)

Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan

perilaku, pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting

sebelum suatu tindakan kesehatan pribadi terjadi, tetapi tindakan

kesehatan yang diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila

seseorang mendapat isyarat yang cukup kuat untuk memotivasinya

bertindak atas dasar pengetahuan yang dimilikinya. Yakni

pengetahuan merupakan faktor yang penting namun tidak memadai

dalam perubahan perilaku kesehatanberkembang dengan baik.

10
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagaimana mengingat materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Misalnya masyarakat mengingat materi yang

disampaikan penyeluhan tentang pentingnya pembuangan tinja dalam

menurunkan kejadian diare.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan menginterpretasikan materi

tersebut dengan benar.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

Misalnya masyarakat bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari

tidak hanya pada dirinya tapi juga untuk keluarganya tentang

penerapan pembuangan tinja dalam kehidupan sehari-hari.

d. Analisa (analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan atau suatu

objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu

struktur organisme dan masih ada kaitannya satu sama lain.

11
e. Sintesis (syinthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkanatau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi.

Notoadmodjo dalam Ali (2010), mengungkapkan bahwa sebelum

seseorang mengadopsi tahapan pengetahuan dalam diri orang tersebut,

yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. Knowledge (pengetahuan), yakni orang tersebut mengetahui dan

memahami akan adanya perubahan baru.

b. Persuasion (kepercayaan), yakni orang mulai percaya dan membentuk

sikap terhadap perubahan tersebut.

c. Decision (keputusan), yakni orang mulai membuat suatu pilihan untuk

mengadopsi atau menolak perubahan tersebut.

d. Implementation (pelaksanaan), orang mulai menerapkan perubahan

tersebut dalam dirinya.

e. Confirmation (penegasan), orang tersebut mencari penegasan kembali

terhadap perubahan yang telah diterapkannya, dan boleh merubah

keputusannya apabila perubahan tersebut belawanan dengan hal yang

diinginkannya.

12
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Ali menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melalui tahapan-tahapan yang telah

disebutkan sebelumnya. Apabila penerima perilaku baru atau adopsi

perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan yang baik,

kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat

langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh

pengetahuan yang baik dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama

(Ali, 2010).

2. Peran Petugas Kesehatan

Green (2000) dalam Andrias, H dan Laksmono, W (2014)

menyatakan bahwa faktor yang menentukan terjadinya perubahan perilaku

adalah faktor reinforcing atau faktor penguat. Dimana yang termasuk

dalam faktor tersebut salah satunya adalah dukungan tenaga

kesehatan.Dukungan tenaga kesehatan dalam melakukan suatu tindakan

akan memperkuat terjadinya seseorang untuk melakukan sebagaimana yang

diinginkan oleh petugas kesehatan. Terjadinya perubahan perilaku tersebut

juga bisa terjadi karena adanya dukungan masyarakat, dukungan praktisi

promosi kesehatan dan pendidik kesehatan. Petugas kesehatan

merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam pembentukan persepsi

seseorang. Petugas kesehatan dapat membentuk persepsi seseorang dalam

hal ini membentuk persepsi kepala keluarga tentang penggunaan jamban

menuju perdepsi yang positif lewat pendidikan kesehatan.

13
Penyuluhan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan

merupakan salah satu tugass pokok puskesmas. Keluarga merupakan

satuan unit terkecil yang memiliki kewenangan mendapatkan arahan

dari pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas tersebut

Petugas kesehatan juga bertanggung jawab dalam meningkatkan

pengetahuan kesehatan masyarakat. Tujuan pendidikan terhadap

masyarakat yang dilakukan petugas kesehatan adalah :

a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dalam arti

luas Pengetahuan tentang penyakit yang diakibatkan oleh lingkungan

b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya

memiliki jamban keluarga

c. Meningkatnya partisipasi masyarakat untuk ikut

memperhatikan kesehatannya.

d. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hubungan penyakit

berbasis lingkungan dengan berbagai lingkungan fisik dan biologis

yang dapat saling mempengaruhi.

Notoatmojo (2010) berpendapat bahwa perilaku manusia

adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan

pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restining

forces). Perilaku dapat berubah apabila terjadi ketidak seimbangan

antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga

kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang yakni :

14
a. Kekuatan – kekuatan pendorong peningkat.

Hal ini terjadi adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk

terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa

penyuluhan-penyuluhan atau informasi-informasi sehubungan dengan

perilaku yang bersangkutan.

b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun

Hal ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang memperlemah

kekuatan penahan tersebut. Misalnya pada contoh diatas. Dengan

pemberian pengertian kepada orang tersebut, maka kekuatan penahan

tersebut melemah dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang

tersebut

c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun

Dengan keadaan semacam ini jelas akan terjadi perubahan perilaku

sehingga meningkatkan kekuatan pendorong dan sekaligus

menurunkan kekuatan penahan.

Berdasarkan kepemilikan jamban keluarga sangat tergantung juga

pada petugas kesehatan yang merupakan ujung tombak dalam

mempromosikan dan memberikan penyuluhan tentang pentingnya

memiliki jamban keluarga.

Meningkatkan peran petugas dalam memberikan penyuluhan

tentang kepemilikan jamban yaitu : perlu diberikan pelatihan yang

terpadu (pengetahuan dan keterampilan) mengenai jamban keluarga yang

memenuhi syarat kesehatan yang baik.

15
3. Sikap

Sikap merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu

objek dengan cara-cara tertentu. Menurut (Notoatmodjo, 2010)

mendefinisikan sikap sebagai pola perilaku, tendensi atau kesiapan

antisipasif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial. Atau

secara sederhana sikap diartikan sebagai suatu respon terhadap stimuli

sosial yang telah dikondisikan. Sikap seseorang terhadap suatu objek

selalu berperan sebagai perantara antara responnya dan objek yang

bersangkutan. Respon diklasifikasikan tiga macam yaitu :

a. Respon kognitif yaitu respon perceptual dan pernyataan mengenai apa

yang diyakini

b. Respon afektif yaitu respon saraf simpatetik dan pernyataan afeksi

c. Respon konatif yaitu respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai

perilaku

Konsep perubahan suatu perilaku merupakan proses belajar yang

memerlukan informasi yang akurat, pemahaman yang baik dan

pengalaman. Proses perubahan perilaku bukanlah proses yang dapat terjadi

dalam waktu singkat, tidak berdiri sendiri serta membutuhkan waktu dan

tempat. terdapat tiga hal yang membuat seseorang dapat mempertahankan

perilaku baru yaitu : komitmen pribadi untuk melakukan serta

mempertahankan perilaku baru, keterampilan yang diperoleh untuk

mempraktekkan perilaku baru,serta mempertahankan perilaku baru, serta

16
menciptakan lingkungan yang mendukung kearah dukungan terhadap

perilaku baru (Azwar, 2007).

Sikap dapat diukur dengan skala likert yaitu suatu pendapat atau

persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial.

Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang diukur dapat

dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel

kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang

dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat

dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa

pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap

jawaban responden selanjutnya dihubungkan dengan bentuk pertanyan

atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut

(Ridwan, 2009).

4. Tindakan/perbuatan

Tindakan/ perbuatan adalah apa yang dikerjakan oleh organisme,

baik yang diamati secara langsung ataupun tidak langsung. Tindakan dari

pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme

yang bersangkutan. Jadi tindakan/ perbuatan manusia pada hakekatnya

adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri, oleh karena itu perilaku

manusia mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan,

berbicara, berekreasi, berpakaian dan lain- lain. (Soekidjo Notoatmodjo,

2010).

17
Menurut (Azwar, 2007) suatu sikap belum tentu dapat terwujud

dalam tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang

nyata maka diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang

memungkinkan hal itu terjadi. Praktek ini mempunyai beberapa tingkatan

yaitu :

a. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek yang berhubungan dengan

tindakan yang akan diambil merupakan tingkat praktek pertama.

b. Respon terpimpin

Dapat melakukan sesuati harus sesuai dengan urutan yang benar

berdasarkan contoh merupakan indikator praktek tingkat kedua.

c. Mekanisme

Apabila seseorang telah mampu melakukan atau melaksanakan sesuatu

dengan benar secara otomatis sudah merupakan kebiasaan maka sudah

mencapai tingkat ke tiga.

d. Adaptasi

Merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik, artinya tindakan sudah dimodifikasi sendiri tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

C. Pemanfaatan Jamban

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata pemanfaatan diperoleh

dari kata manfaat yang artinya proses, cara, perbuatan, memanfaatkan.

18
Menurut Hamzah (2012) Pemanfaatan jamban berarti penggunaan atau

memakai jamban dalam hal buang air besar yang dilakukan oleh masyarakat

untuk memperoleh lingkungan yang sehat. Dimulai dari bagaimana

masyarakat mengetahui pengertian jamban, syarat jamban sehat hingga cara

pemeliharaan jamban serta partisipasi aktif masyarakat untuk

memanfaatkannya .

Menurut Tarigan (2008) upaya pemanfaatan jaman yang dilakukan

oleh keluarga akan berdampak besar pada penurunan penyakit, karena setiap

anggota keluarga sudah buang air besar di jamban. Maka dari itu perlu

diperhatikan oleh kepala keluarga dan setiap anggota keluarga yaitu:

a. Jamban keluarga layak digunakan oleh setiap anggota keluarga

b. Membiasakan diri untuk menyiram menggunakan air bersih

setelah menggunakan jamban.

c. Membersihkan jamban dengan alat pembersih minimal 2-3 kali seminggu

Tindakan atau praktik merupakan suatu sikap yang sudah terwujud

(overt behaviour). Untuk mewujudkan tindakan nyata dari sebuah sikap

maka diperlukan faktor pendukung yang memungkingkan yaitu fasilitas

(Sutedjo,2013).

Pemanfaatan jamban disertai partisipasi keluarga akan lebih baik,

jika didukung oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu

tersebut (faktor internal) antara lain pendidikan, pengetahuan, sikap,

tindakan, kebiassaan, pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, umur, suku,

dan sebagainya. Kemudian faktor dari luar individu (faktor eksternal)

19
seperti kondisi jamban, sarana air bersih, pengaruh lingkungan (peran

petugas kesehatan termasuk tokoh adat dan tokoh agama (Ridwan, 2012).

Sejalan dengan penelitian Andreas (2014) yang menyebutkan

pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan dan kebiasaan masyarakat. Pemanfaatan jamban di

masyarakat belum sesuai dengan harapan pemerintah, karena masih ada

masyarakat yang buang hajat /air besar di tempat- tempat yang tidak

sesuai dengan kaidah kesehatan, misalnya di sungai, kolam, pinggir laut,

ladang. Selain dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan kebiasaan

masyarakat, fasilitas yang kurang terpenuhi serta sikap dan perilaku

masyarakat sendiri ataupun kurangnya informasi yang mendukung

pemanfaatan jamban dalam keluarga.

Sanitasi serta pemanfaatan jamban yang buruk erat kaitannya

dengan penyakit yang disebabkan oleh kotoran tinja manusia akibat

dari perilaku seseorang dalam memanfaatan atau tidak memanfaatkan

jamban. Menurut Maryunani (2013) penyakit Cholera, Hepatitis A,

Polio adalah satu dari diantara penyakit menular yang dapat menyebar

apabila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam sumber air yang di

gunakan setiap keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari hari. Tinja

yang tidak tertampung dapat mengakibatkan penyakit menular tersebut.

Maka diharapkan masyarakat mengurangi kebiasaan buang air

besar (BAB) di sembarang tempat dengan upaya pemanfaatan jamban,

karena menurut Candra (2007) tinja yang dibuang di sembarang tempat

20
dapat menimbulkan kontaminasi pada air, tanah, dan mendatangkan

penyakit yang mudah terjangkit seperti waterborne disease antara lain

tifoid, diare, paratifoid, disentri, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral,

dan sebagainya.

Sedangkan menurut Azwar (2000) membangun dan menggunakan

jamban dapat memberikan manfaat antara lain:

a. Lingkungan lebih bersih

b. Bau berkurang, sanitasi dan kesehatan meningkat.

c. Peningkatan martabat dan hak pribadi.

d. Keselamatan pemakai jamban lebih baik (tidak perlu pergi ke ladang

di malam hari).

e. Memutus siklus penyebaran penyakit yang berhubungan dengan

sanitasi.

D. Syarat Jamban Sehat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Jamban sehat efektif

untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat harus dibangun,

dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam rumah

atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah. Standar dan

persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :

a. Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

21
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari

gangguan cuaca dan gangguan lainnya.

b. Bangunan tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

1) Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang

saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi

sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher

angsa, tetapi harus diberi tutup.

2) Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan

mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem

Pembuangan Air Limbah (SPAL).

c. Bangunan Bawah

Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai

kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau

kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa penyakit, baik secara

langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

1) Tangki Septik

Suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan limbah

kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari kotoran manusia

akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya akan

keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur resapan.

22
Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter

untuk mengelola cairan tersebut.

2) Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah

padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan

meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak

mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah tersebut

akan diuraikan secara biologis. Bentuk cubluk dapat dibuat bundar

atau segi empat, dindingnya harus aman dari longsoran, jika

diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan bata, batu

kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya.

E. Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia

Tinja manusia adalah buangan atau kotoran manusia yang bau dan

dapat menimbulkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh kotoran

manusia digolongkan menjadi :

a. Penyakit enterik atau saluran pencernaan dan kontaminasi zat racun.

b. Penyakit infeksi oleh virus seperti hepatitis dan infektiosa.

c. Infeksi cacing seperti schitomiasis, ascariasis

Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan bisa

langsung yaitu mengurangi kejadian penyakit yang diakibatkan karena

kontaminasi dengan tinja (kolera, disentri, typus), efek tak langsung biasanya

berhubungan dengan komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya

23
kondisi hygiene lingkungan. pencemaran akibat pembuangan tinja

berpengaruh pada sumber air minum penduduk.

Menurut Depkes RI (2009) dilihat dari segi kesehatan masyarakat,

masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok untuk

sedini mungkin diatasi, karena kotoran manusia adalah salah satu sumber

penularan penyakit yang multi kompleks.

Perlu diketahui pola penyakit yang bersumber dari tinja guna

untuk memutus rantai penularannya. Lingkungan merupakan komponen

utamanya Proses perpindahan kuman penyakit dari tinja sampai ke

inang baru yaitu dari anus seseorang ke tubuh orang lain melalui

perantara air, tanah, tangan, serangga, makanan minuman dan sayuran

(Sholeh, 2012).

Penyakit yang ditularkan melalui tinja menyebabkan kelemahan

karena manusia diibaratkan sebagai reservoir sehingga menyebabkan

menurunnya produktifitas kerja. Kurangnya pemanfaatan jamban yang baik

serta laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akan mempercepat

penyebaran penyakit oleh tinja.

Apapun rantai penularan penyakit yang ditempuh hingga

mendapatkan sumber baru, hal yang terpenting yang harus dilakukan

adalah tindakan pencegahan sedini mungkin agar penularan penyakit

terhenti. Hal ini dapat dilakukan dengan mengisolasi tinja sebagai sumber

infeksi, sehingga agent tidak mungkin menemukan atau mencapai sumber

baru ( Sutedjo,2013)

24
F. Penentuan Letak Jamban

Dalam penentuan letak jamban menurut Mubarak (2010), ada dua hal

yang perlu diperhatikan yaitu jarak jamban dengan sumber air. Faktor

faktor yang mempengaruhi daya resapan tanah:

a. Keadaan daerah datar atau lereng.

Bila daerahnya lereng maka jamban dibuat di sebelah bawah

dari letak sumber air atau jarak tidak boleh kurang dari 15 meter dan

letak jamban agak ke kanan atau kiri sumur. Jika tanahnya datar

sebaiknya lokasi jamban harus diluar daerah rawan banjir.

b. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam.

c. Sifat, macam, dan susunan tanah berpori, padat, pasir, tanah liat atau

kapur.

d. Arah aliran air tanah.

Di Indonesia umumnya jarak ideal antara sumber air bersih dengan

lokasi jamban berkisar antara 8 meter sampai 15 meter atau rata rata 10

meter

G. Pemeliharaan jamban

Menurut Dedi (2013) pemeliharaan jamban yang baik dengan cara:

a. Lantai jamban hendaknya selalu kering dan bersih.

b. Tidak ada sampah berserakan dan tersedia alat pembersih

c. Tidak ada genangan air di lantai jamban

d. Tidak ada hewan dan serangga dalam rumah jamban

e. Tempat duduk dalam keadaan bersih.

25
f. Tersedia air bersih dalam rumah jamban.

g. Jika ada bagian jamban yang rusak segera diperbaiki.

h. Hindarkan pemasukan sampah padat yang sulit diuraikan (kain bekas,

pembalut, logam, gelas, dan sebagainya) serta bahan kimia beracun bagi

bakteri (karbol, lysol) kedalam lubang jamban

H. Kerangka Teoritis

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan

seseorang yang akan berdampak secara langsung kepada status kesehatannya.

Pendidikan kesehatan dapat diperoleh melalui pelatihan maupun informasi

yang disampaikan melalui kelompok maupun individu dimana akibat yang

dihasilkan adalah peningkatan pengetahuan, perubahan sikap ke arah yang

positif, perubahan tradisi yang tentu saja hal ini tidak terlepas dari

ketersediaan fasilitas kesehatan serta sikap dan perilaku petugas kesehatan

yang menjadi contoh. Jika faktor-faktor tersebut terpenuhi dan memiliki nilai

yang positif maka individu maupun kelompok yang menjadi sasaran

perubahan akan mengalami proses perubahan yang pada akhirnya akan

membentuk prilaku kesehatan yang baik. Perilaku kesehatan yang baik akan

berdampak pada status kesehatan.

Berdasarkan teori Lawrence Green, ada tiga faktor yang menentukan

perilaku seseorang yaitu faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai, norma social, budaya, dan faktor sosio-

demografi); faktor pendorong (lingkungan fisik, saran petugas kesehatan dan

26
keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan); serta faktor penguat

(lingkungan), berdasarkan tinjauan pustaka maka dapat dibuat sebuah

kerangka teori sebagai berikut:

Predisposisi faktor
(pengetahuan, sikap,
tindakan/perbuatan,
nilai-nilai, tradisi)

Perilaku Kesehatan
Enabling Faktor
Ketersediaan
Sumber-Sumber

Reinforcing faktor
(sikap dan peran
petugas kesehatan)

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Notoatmodjo (2012)

27
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat

diukur dan diamati secara langsung. Agar dapatdiamati dan dapat diukur,

maka konsep tersebut harus dijabarkan kedalam variabel-variabel. Kerangka

konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep

atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang

dimaksud (Notoatmodjo, 2010).

Variabel Independen Variabel

Dependent

Pengetahuan

Perilaku Masyarakat
Sikap Dalam Pemanfaatan
jamban
Tindakan

Peran petugas
kesehatan

Gambar 3.2. Kerangka Konsep

28
B. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran
Terhadap beberapa Variabel Penelitian.

Definisi Alat Skala


No Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
Variabel Dependent ( terikat )
1. Perilaku aktifitas dari Membagikan Kuesioner - Memanfaatkan Ordinal
masyarakat masyarakat kuesioner - tidak
dalam dalam berisi 10 memanfaatkan
pemanfaatan pertanyaan:
pemanfaatan
jamban memanfaatkan
jamban : jika x ≥ 5,38
tidak
memanfaatkan :
jika x <5,38

Variable Independen (tidak terikat)


1. Pengetahuan kemampuan Membagikan Kuesioner - Tinggi Ordinal
intelektual kuesioner - Rendah
responden berisi
tentang aspek 10pertanyaan:
kesehatan Tinggi: jika x
yang ≥ 5,62
berhubungan Rendah :
dengan
pemanfaatan jika x < 5,62
jamban
2 Peran petugas Pernyataan Membagikan Kuesioner -Berperan Ordinal
kesehatan responden kuesioner berisi -Tidak berperan
mengenai 5 pertanyaan
Informasi dengan kriteria
yang mendukung
disampaikan jika x ≥ 2,68
oleh petugas dan tidak
kesehatan mendukung
tentang Jika x ≥ 2,68
pemanfaatan
jamban.

3. Sikap Respon Membagikan Kuesioner - Positif Ordinal


responden Kuesioner - Negatif

29
yang tentangsikap
menggambar sebanyak 7
kan pertanyaan
bagaimana
dalam dengan
pemanfaatan kriteria:
jamban
- Positif jika x
≥ 2,6

- Negatif jika
x < 2,6

4 Tindakan Perbuatan kriteria: Kuesioner - Positif Ordinal


/kebiasaan - Negatif
tempat buang - Positif jika x
air besar ≥ 6,26
responden
- Negatif jika
x < 6,26

30
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif dengan pendekatan

crosssectional merupakan suatu penelitian dimana pengumpulan data

dilakukan secara bersamaan atau sekaligus. Penelitian ini bertujuan untuk

melihat gambaran perilaku masyarakat dalam pemanfaatan jamban di Desa

Tuhtuhan Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

Kepala Keluarga (KK) di Desa Tuhtuhan Kecamatan Simpang Kanan

Kabupaten Aceh Singkil yaitu sebanyak 113 KK

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2010).

Teknik pengambilan sampel dengan Purposive sampling yaitu pemilihan

sampel dengan menetapkan subyek yang memenuhi kriteria penelitian

dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga

jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Kriteria sampel dalam

penelitian ini adalah responden yang dapat membaca dan menulis dan

31
bersedia menjadi responden yaitu sebanyak 50 orang.Perhitungan besar

sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Notoadmodjo,

2010), sebagai berikut :

N
n = 1+N ( d 2 )

Keterangan:

N= besar populasi

n = besar sampel

d = tingkat kepercayaan / ketetapan yang di inginkan (0,1%).

Maka berdasarkan rumus Slovin di atas, didapat jumlah sampel untuk

penelitian ini berjumlah :

113
n = 1+113(0 , 012 )

n = 50.05

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang responden.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Tuhtuhan Kecamatan Simpang

Kanan Kabupaten Aceh Singkil. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 23

sampai dengan 28 Juli 2018

32
D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah

kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang perilaku masyarakat dalam

pemanfaatan jamban dengan kriteria memanfaatkan jika x ≥ 5,38, tidak

memanfaatkan jika x < 5,38 , 10 pertanyaan tentang pengetahuan dengan

option jawaban pilihan a, b, c dan d, untuk jawaban benar diberi skor 1, jika

tidak diberi skor 0. Dengan kriteria Tinggi apabila x ≥ 5,62, rendah apabila x

< 5,62 . 5 pertanyaan tentang peran petugas dengan kriteria mendukung jika x

≥ 2,68 dan tidak mendukung Jika x ≥ 2,68, 7 pertanyaan tentang sikap dengan

kriteria: Positif jika x ≥ 2,6, Negatif jika x < 2,6 dan 5 pertanyaan tentang

tindakan dengan kriteria: Positif jika x ≥ 6,26, Negatif jika x < 6,26.

E. Tehnik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh dari peninjauan langsung dilapangan melalui

wawancara langsung dengan responden

2. Data Sekunder

Data-data yang didapatkan dari Puskesmas

33
F. Teknik Pengolahan Data

Data yang didapat akan dilakukan pengolahan secara manual dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Editing : Mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam pengambilan dan

pengisian data, langkah ini bertujuan agar data yang diperoleh dapat di

olah dengan baik untuk mendapatkan informasi yang cepat.

b. Coding : Usaha mengklarifikasikan jawaban-jawaban yang ada menurut

macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda kode atas

jawaban dari pertanyaan yang diajukan didalam kuesioner.

c. Transfering : Memindahkan jawaban responden kedalam bentuk tabel.

d. Tabulasi Data : Mentabulasi data dalam bentuk tabel frekuensi dan tabel

silang.

G. Rencana Jalannya Penelitian

1. Penulis akan menyerahkan lembar kuesioner kepada responden dengan

terlebih dahulu meminta persetujuan (informed consent) apakah bersedia

untuk dijadikan sebagai responden dengan menanda tangani surat

persetujuan penelitian.

2. Selanjutnya penulis akan menjelaskan cara pengisian kuesioner tersebut.

3. Agar pengumpulan data berjalan dengan cermat dan teliti penulisakan

mengawasi dan mendampingi responden saat mengisi kuesioner.

34
4. Setelah responden selesai menjawab kuesioner yang dibagikan,

selanjutnya penulis mengumpulkan kuesioner kembali dengan terlebih

dahulu memeriksakan jawaban responden apakah sudah terisi seluruhnya

sehingga dalam pengolahan data tidak terjadi kesalahan.

H. Analisa Data

Analisa data dilkukan dengan cara deskriftif dengan melihat persentasi

data yang terkumpul dan disajikan dalam bentuk-bentuk tabel-tabel frekuansi,

kemudian dicari besarnya presentasi untuk jawaban masing-masing responden,

kemudian dilakukan pembahasan dengan menggunakan teori pustaka yang ada

(Natoadmodjo, 2012).

Menurut Budiarto (2010) Menggambarkan distribusi frekuensi dan

persentase masing - masing variabel yang diteliti. Selanjutnya data yang

ditampilkan dalam bentuk tabel dan narasi.

f
P= × 100%
n

Keterangan:

P : Persentase

f : Frekwensi Teramati

n : Jumlah Responden Yang Menjadi Sampel .

Sedangkan Untuk menghitung rata-rata digunakan rumus :

Σ x Σx
x = n n

Keterangan :

35
x = Mean (rata-rata)

∑ = Jumlah

n = Jumlah responden

x = Nilai responden

36
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Desa Tuhtuhan terletak di kecamatan Simpang Kanan terdiri dari 2 (dua)

dusun yaitu, Dusun Tuhtuhan dan Dusun pangkohan Luas Desa Tuhtuhan

sebesar 1720 Ha, yang terdiri dari perkampungan penduduk dan sebagian kecil

daerah pertanian dan perkebunan. Wilayah Desa Tuhtuhan mempunyai

batasan sebagai berikut:

1. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Siatas

2. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kuta Tinggi

3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Pertabas

4. Sebelaah timur berbatasan dengan Desa Lae Gecih

Jumlah penduduk desa Tuhtuhan sebanyak 633 jiwa, terdiri dari 321 laki-

laki dan 312 perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga 113 KK. Sesuai

hasil penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa perilaku buang

air besar pada keluarga yang tidak mempunyai jamban keluarga sebagian

besar dilakukan di sungai dan kolam, persawahan atau kebun. Terdapat

sebagian kecil masyarakat yang memiliki kesadaran dalam membuang

kotoran di jamban. Hal ini dapat dilihat dari 113 kepala keluarga hanya 20

kepala keluarga yang memiliki jamban keluarga.

37
B. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari tanggal 23

sampai dengan 28 Juli tahun 2018 di Desa Tuhtuhan Kecamatan Simpang

Kanan Kabupaten Aceh Singkil terhadap 50 orang responden, maka

diperoleh hasil sebagai berikut:

a. Perilaku Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jamban

Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Perilaku Masyarakat Dalam Pemanfaatan Jamban di
Desa Tuhtuhan Kecamatan Simpang Kanan
Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018

No Perilaku Masyarakat
Dalam Pemanfaatan Frekuensi (f) Persentase (%)
Jamban
1 Memanfaatkan 17 34
2 Tidak Memanfaatkan 33 66
Total 50 100
Sumber: Data primer tahun 2018

Berdasarkan table 5.1 dapat dilihat bahwa dari 50 responden yang

tidak memanfaatkan jamban yaitu sebanyak 33 responden (33%).

38
b. Gambaran Pengetahuan Masyarakat Terhadap Perilaku Dalam

Pemanfaatan Jamban

Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Masyarakat Terhadap Perilaku
Pemanfaatan Jamban di Desa Tuhtuhan Kecamatan Simpang Kanan
Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018

Pemanfaatan Jamban
Pengetahuan Memanfaatkan Tidak Jumlah
Memanfaatkan
F % F % F %
Tinggi 11 47.8 12 52.2 23 100
Rendah 6 22.2 21 77.8 27 100
Jumlah 17 34 33 66 50 100
Sumber: Data primer tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa persentase responden

yang memanfaatkan jamban lebih tinggi pada responden yang

berpengetahuan tinggi sebanyak 11 (47.8%) Sedangkan dari 27

responden yang berpengetahuan rendah ada sebanyak 6 (22.2%)

responden yang memanfaatkan jamban

c. Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Perilaku Dalam

Pemanfaatan Jamban

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Sikap Masyarakat Terhadap Perilaku Dalam
Pemanfaatan Jamban di Desa Tuhtuhan Kecamatan Simpang Kanan
Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018

Pemanfaatan Jamban
Sikap Memanfaatkan Tidak Jumlah
Memanfaatkan
F % F % F %
Positif 15 78.9 4 21,1 19 100
Negatif 2 6.5 29 93.5 31 100
Jumlah 17 34 33 66 50 100
Sumber: Data primer tahun 2018

39
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa diantara 19 responden

dengan katagori sikap positif ada sebanyak 15 (78.9%) responden yang

memanfaatkan jamban dan 4 (21,1%) lainnya tidak memanfaatkan

jamban, Sedangkan diantara 31 responden dengan katagori sikap negatif

ada sebanyak 29 (93.5%) responden yang tidak memanfaatkan jamban

dan 2 (6.5%) responden yang memanfaatkan jamban.

d. Gambaran Tindakan Masyarakat Terhadap Perilaku Dalam

Pemanfaatan Jamban

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Tindakan Masyarakat Terhadap Perilaku
Dalam Pemanfaatan Jamban di Desa Tuhtuhan Kecamatan Simpang
Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018

Pemanfaatan Jamban
Tindakan Memanfaatkan Tidak Jumlah
Memanfaatkan
F % F % F %
Positif 13 65 7 35 20 100
Negatif 4 13.3 26 86.7 30 100
Jumlah 17 34 33 66 50 100
Sumber: Data primer tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa diantara 20 responden

dengan katagori tindakan positif ada sebanyak 13 (65%) responden yang

memanfaatkan jamban Sedangkan diantara 30 responden dengan katagori

tindakan negatif ada sebanyak 4 (13.3%) responden yang memanfaatkan

jamban

40
e. Gambaran Peran Petugas Kesehatan Terhadap Perilaku Dalam

Pemanfaatan Jamban

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Peran Petugas Kesehatan Terhadap Masyarakat
Dalam Perilaku Pemanfaatan Jamban di Desa Tuhtuhan Kecamatan
Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018

Pemanfaatan Jamban
Peran Petugas Memanfaatkan Tidak Jumlah
Kesehatan Memanfaatkan
F % F % F %
Berperan 12 40 18 60 30 100
Tidak Berperan 5 25 15 75 20 100
Jumlah 17 34 33 66 50 100
Sumber: Data primer tahun 2018

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari 30 responden yang

mendapatkan peran petugas kesehatan ada sebanyak 12 (40%) responden

yang memanfaatkan jamban dan 18 (60%) lainnya mendapatkan peran

petugas kesehatan namun tidak memanfaatkan jamban Sedangkan

diantara 20 responden dengan katagori tidak berperan tenaga kesehatan

ada sebanyak 15(75%) responden yang tidak memanfaatkan jamban dan 5

(25%) lainnya tidak mendapatkan peran petugas kesehatan namun

memanfaatkan jamban

41
C. Pembahasan

1. Gambaran Pengetahuan Masyarakat Terhadap Perilaku Dalam

Pemanfaatan Jamban

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persentase

responden yang memanfaatkan jamban lebih tinggi pada responden yang

berpengetahuan tinggi sebanyak 11 (47.8%) Sedangkan dari 27

responden yang berpengetahuan rendah ada sebanyak 6 (22.2%)

responden yang memanfaatkan jamban.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pemanfaatan

jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan

kebiasaan masyarakat.Pemanfaatan jamban keluarga oleh masyarakat

belum sesuai dengan harapan karena masih ada yang buang hajat di

tempat-tempat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan, misalnya

sungai, kebun atau sawah. Hal ini karena kebiasaan (pola hidup) atau

fasilitas yang kurang terpenuhi serta pengetahuan, sikap dan perilaku dari

masyarakat itu sendiri maupun kurang informasi yang mendukung

terhadap pemanfaatan jamban keluarga, (Otayya, G.Lian, 2012)

Apabila penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini didasari oleh pengetahuan yang baik, kesadaran, dan

sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long

lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan

yang baik dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Ali, 2010).

42
Berdasarkan hasil penelitian masih banyak masyarakat yang

berpengetahuan rendah tentang pemanfaatan jamban maka peneliti

berasumsi bahwa masih kurangnya kemauan untuk mencari tahu tentang

pemanfaatan jamban dikarenakan sebagian besar responden bekerja di

kebun dan diladang dari pagi hingga menjelang malam sehingga hanya

sedikit waktu untuk mencari informasi tentang pemanfaatan jamban.

Walaupun dari hasil penelitian dari 23 responden yang

berpengetahuan tinggi ada sebanyak 12 (36,4%) responden yang tidak

memanfaatkan jamban hal ini diasumsikan bahwa responden tersebut

sudah mengetahui tentang pentingnya pemanfaatan jamban akan tetapi

hanya sebatas tahu dan belum melaksanakannya hal ini bisa disebabkan

karena akses terhadap jamban belum bisa diwujudkan dan bisa juga

disebabkan karena sering buang air besar disembarangan tempat yang

sudah menjadi kebiasaan sehari-hari yang sulit untuk dirubah.

2. Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Perilaku Dalam

Pemanfaatan Jamban

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa diantara 19

responden dengan katagori sikap positif ada sebanyak 15 (78.9%)

responden yang memanfaatkan jamban dan 4 (21,1%) lainnya tidak

memanfaatkan jamban, Sedangkan diantara 31 responden dengan katagori

sikap negatif ada sebanyak 29 (93.5%) responden yang tidak

43
memanfaatkan jamban dan 2 (6.5%) responden yang memanfaatkan

jamban.

Menurut Notoatmodjo (2010) sikap belum merupakan tindakan

atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku,

sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan suatau reaksi

atau tindakan yang terbuka.

Hasil penelitian Hartini dan Kukuh Munandar (2016) yang berjudul

“Sikap dan Perilaku Keluarga Tentang Manfaat Jamban dengan Kejadian

Diare di Bondowoso” menyebutkan bahwa responden yang menderita

diare lebih banyak terjadi pada responden yang memiliki sikap dan

perilaku yang kurang baik terhadap manfaat jamban. Sikap dan perilaku

mempunyai peranan penting terhadap timbulnya suatu penyakit.

Kebiasaan yang buruk yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit

diare, seperti kebiasaan makan yang belum dimasak, makan yang kotor

atau makanan yang sudah terkontaminasi. Selain itu perilaku yang

berhubungan seperti kebiasaan buang tinja di sembarang tempat bukan

pada jamban dan sebagainya.

Nislawaty (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-

Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan jamban Keluarga Dalam

Program Pamsimas di Wilayah Kerja Puskesmas Baruah Gunuang”

menyebutkan bahwa sikap positif masyarakat terhadap masalah kesehatan

sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku masyarakat dalam

pemanfaatan jamban karena sikap yang positif akan mendorong

44
terwujudnya suatu tindakan dan praktek berupa respon terhadap

munculnya suatu inisiatif untuk memanfaatkan jamban.

Dari hasil penelitian peneliti berasumsi bahwa sikap positif

dalam penelitian ini ternyata tidak begitu mempengaruhi tindakan

seluruh masyarakat untuk ikut serta memanfaatkan jamban. Sebagian

besar masyarakat masih memiliki sikap yang negatif dalam

pemanfaatan jamban. Hal ini tidak terlepas dari pengetahuan yang

masih rendah artinya pengetahuan atau sikap yang baik belum tentu

mewujudkan suatu tindakan yang baik.

3. Gambaran Tindakan Masyarakat Terhadap Perilaku Dalam

Pemanfaatan Jamban

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa diantara 20 responden

dengan katagori tindakan positif ada sebanyak 13 (65%) responden yang

memanfaatkan jamban. Sedangkan diantara 30 responden dengan katagori

tindakan negatif ada sebanyak 4 (13.3%) responden yang memanfaatkan

jamban sedangkan 26 (86.7%) lainnya tidak memanfaatkan jamban.

Tindakan dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi tindakan/ perbuatan manusia

pada hakekatnya adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri, oleh karena itu

perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup

berjalan, berbicara, berekreasi, berpakaian dan lain- lain. (Soekidjo

Notoatmodjo, 2010).

45
Penelitian ini tidak sama dengan hasil penelitian Lian G Otaya

(2012) yang berjudul “Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Masyarakat

Terhadap Penggunaan Jamban Keluarga di desa Ilimongga Kecamatan

Tabongo Kabupaten Gorontalo” menunjukkan bahwa secara umum

tindakan masyarakat dalam menggunakan jamban di Desa Ilomangga

Kecamatan Tabongo berada pada kategori ”tinggi” dengan persentase 75

%, dengan kata lain masyarakat selalu bertindak positif dalam

penggunaan jamban. Namun walaupun sebagian besar responden

memiliki tindakan yang positif dalam menggunakan jamban, tetapi masih

ada sebagian responden yang netral bahkan negatif untuk melakukan

tindakan tersebut. Hal ini dikarenakan tidak memiliki jamban keluarga

dan tidak tersedia sumur air yang bersih.

Dari hasil penelitian menunjukkan masih banyak masyarakat

dengan tindakan negatif dalam pemanfaatan jamban dikarenakan masih

banyak warga yang belum memiliki jamban keluarga dan masih banyak

masyarakat yang sudah terbiasa buang air besar disembarangan tempat

seperti di kebun, sawah dan di sungai juga masih kurangnya kesadaran dari

masyarakat sendiri akan pentingnya kebersihan lingkungan.

4. Gambaran Peran Petugas Kesehatan Terhadap Perilaku Dalam

Pemanfaatan Jamban

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 30

responden yang mendapatkan peran petugas kesehatan ada sebanyak 12

46
(40%) responden yang memanfaatkan jamban dan 18 (60%) lainnya

mendapatkan peran petugas kesehatan namun tidak memanfaatkan jamban

Sedangkan diantara 20 responden dengan katagori tidak berperan tenaga

kesehatan ada sebanyak 15(75%) responden yang tidak memanfaatkan

jamban dan 5 (25%) lainnya tidak mendapatkan peran petugas kesehatan

namun memanfaatkan jamban.

Hal ini sejalan dengan teori Green (2000) dalam Andrias, H dan

Laksmono, W (2014) menyatakan bahwa faktor yang menentukan

terjadinya perubahan perilaku adalah faktor reinforcing atau faktor penguat

Dukungan tenaga kesehatan dalam melakukan suatu tindakan akan

memperkuat terjadinya seseorang untuk melakukan sebagaimana yang

diinginkan oleh petugas kesehatan. Terjadinya perubahan perilaku tersebut

juga bisa terjadi karena adanya dukungan masyarakat, dukungan praktisi

promosi kesehatan dan pendidik kesehatan. Petugas kesehatan merupakan

orang yang sangat berpengaruh dalam pembentukan persepsi seseorang.

Petugas kesehatan dapat membentuk persepsi seseorang dalam hal ini

membentuk persepsi kepala keluarga tentang penggunaan jamban menuju

perdepsi yang positif lewat pendidikan kesehatan.

Penyuluhan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan

merupakan salah satu tugas pokok puskesmas. Keluarga merupakan

satuan unit terkecil yang memiliki kewenangan mendapatkan arahan

dari pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas tersebut (Notoatmojo,

2010)

47
Dari hasil penelitian informasi yang peneliti dapatkan dari responden

bahwa promosi tentang penggunaan dan pemanfaatan jamban baik yang

sudah memiliki atau yang belum memiliki jamban tidak dilakukan

dengan optimal oleh petugas kesehatan, motivasi untuk memanfaatkan

jamban hanya dirasakan oleh beberapa responden saja. Selain itu

tidak ada kegiatan atau pertemuan yang diadakan di desa atau

puskesmas yang membahas mengenai pemanfaatan jamban. Promosi

kesehatan hanya sebatas pada pengenalan saja serta pemberian bantuan

jamban umum tanpa memberikan pengetahuan kepada masyarakat

mengenai jamban sehat serta pemanfaatannya.

Dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Pemanfaatan jamban Keluarga Dalam Program

Pamsimas di Wilayah Kerja Puskesmas Baruah Gunuang” Nislawaty

(2015) menyebutkan bahwa pemanfaatan jamban sangat tergantung juga

pada petugas kesehatan yang merupakan ujung tombak dalam

mempromosikan dan memberikan penyuluhan tentang pentingnya

memanfaatkan jamban keluarga dirumah. Untuk meningkatkan peran

petugas kesehatan dalam memberikan penyuluan tentang pemanfaatan

jamban yaitu perlu diberikan pelatihan yang terpadu (pengetahuan dan

keterampilan) mengenai jamban keluarga yang memenuhi syarat

kesahatan yang baik, serta perlu juga dilakukan observasi oleh petugas

kesehatan kerumah – rumah untuk memantau apakah jamban yang

48
dimiliki oleh responden memenuhi syarat-syarat kesehatan dan

dimanfaatkan untuk buang air besar atau tidak.

Dari hasil penelitian masih ada responden sebanyak 18 (54,5%) yang

mendapatkan peran petugas kesehatan namun tidak memanfaatkan

jamban peneliti berasumsi hal ini dikarenakan kebiasaan buang air besar

di kebun, halaman dan di sungai sudah menjadi kegiatan yang rutin

dilakukan sehari-hari yang sulit untuk dirubah walaupun petugas

kesehatan telah memberikan informasi dan edukasi mengenai

pemanfaatan jamban. Dan sudah seharusnya menjadi tugas dari

pemerintah dan petugas kesehatan untuk lebih memotivasi masyarakat

dalam meningkatkan akses terhadap pemanfaatan jamban.

49
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Gambaran Aksesibilitas

perilaku masyarakat dalam pemanfaatan jamban di DesaTuhtuhan

Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil tahun 2018, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari 23 responden berpengetahuan tinggi ada sebanyak 11 (47.8%)

yang memanfaatkan jamban Sedangkan dari 27 responden yang

berpengetahuan rendah ada sebanyak 6 (22.8%) responden yang

memanfaatkan jamban.

2. Dari 19 responden dengan katagori sikap positif ada sebanyak 15

(78.9%) responden yang memanfaatkan jamban, Sedangkan diantara

31 responden dengan katagori sikap negatif hanya 2 (6.5%) responden

yang memanfaatkan jamban.

3. Dari 20 responden dengan katagori tindakan positif ada sebanyak 13

(65%) responden yang memanfaatkan jamban. Sedangkan diantara 30

responden dengan katagori tindakan negatif ada sebanyak 4 (13.3%)

responden yang memanfaatkan jamban.

4. Dari 30 responden yang mendapatkan peran petugas kesehatan ada

sebanyak 12 (40%) responden yang memanfaatkan jamban Sedangkan

diantara 20 responden dengan katagori tidak berperan tenaga kesehatan

50
ada sebanyak 5 (25%) tidak mendapatkan peran petugas kesehatan

namun memanfaatkan jamban.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

Diharapkan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat bermanfaat untuk

mengetahui lebih dalam tentang perilaku masyarakat dalam

pemanfaatan jamban serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan

dalam pembuatan KTI

2. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan kepada petugas kesehatan pada umumnya dan petugas

kesehatan lingkungan khususnya untuk lebih meningkatkan lagi dalam

memberikan penyuluhan ataupun konseling tentang pemanfaatan

jamban.

3. Bagi Responden

Perlu adanya peningkatan sikap masyarakat dalam penggunaan

jamban serta meningkatkan kesadaran untuk menerapkan pola hidup

sehat, keluarga diharapkan menyadari arti pentingnya mempunyai

jamban sendiri di rumah.

4. Bagi Tempat Penelitian

Hendaknya hasil penelitian ini dapat menjadi masukan Kepada instansi

terkait dan Pemerintah desa setempat untuk lebih meningkatkan

pengetahuan masyarakat melalui kegiatan penyuluhan, himbauan

51
tentang penggunaan jamban keluarga yang baik dan sehat untuk lebih

meningkatkan peran serta masyarakat dalam meningkatkan derajat

hidup sehat serta kebersihan lingkungan.

52
53
54
55
56
57
58
59
60

Anda mungkin juga menyukai