Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SOSIOLOGI

“PERAN MODAL SOSIAL PADA KOMODITI TERNAK SAPI POTONG”

DISUSUN OLEH
NAMA : IRDAYANTI
NIM : I011 21 1056
MATA KULIAH : SOSIOLOGI PETERNAKAN B2

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga Makalah “PERAN MODAL SOSIAL PADA KOMODITI
TERNAK SAPI POTONG” dapat diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan
salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya,
sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini saya buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Sosiologi Peternakan.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
Makalah ini. Dan saya juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi
internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
sehingga saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini. Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik yang maha kuasa
yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Gowa, 19 Mei 2022

Irdayanti
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3


A. Peran Modal Sosial Pada Komoditi Sapi Potong.................................................. 3
B. Strategi Kebijakan Pengembangan Pemasaran Sapi Potong ................................ 5
C. Sistem Bagi Hasil Ternak Sapi Potong ................................................................. 5
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 6
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 6
B. Saran ..................................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 7


BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang memiliki potensi
cukup besar sebagai ternak penghasil daging dan menjadi prioritas dalam pembangunan
peternakan dengan adanya wacana Swasembada Daging yang dicanangkan oleh
pemerintah. Namun, pertumbuhan populasi sapi secara nasional tidak mampu
mengimbangi peningkatan konsumsi, sehingga kebutuhan daging sapi tidak dapat
tercukupi.
Selama ini keberhasilan usaha ternak selalu dikaitkan dengan investasi atau
modal ekonomi yang ditunjukkan dengan besarnya uang atau pendapatan peternak.
Modal ekonomi ialah sejumlah uang yang dapat dipergunakan untuk membeli fasilitas
dan alat produksi perusahaan yang dibutuhkan (Suharto, 2011). Sebenarnya, selain
modal ekonomi, terdapat modal utama yang ada didalam diri peternak yang turut
mempengaruhi keberhasilan usaha ternak, yaitu modal sosial. Masyarakat Indonesia
sejak dulu sudah mengenal dan memegang modal kejujuran atau amanah sebagai nilai
tradisional, yang tanpa mereka sadari, merupakan salah satu konsep modal sosial yang
selalu dijadikan rujukan untuk memilih tokoh atau pemimpinnya, terutama pada
masyarakat pedesaan. Modal sosial adalah aspek-aspek dari struktur hubungan antar
individu yang memungkinkan mereka menciptakan nilai-nilai baru, modal sosial juga
sebagai total sumber daya baik yang actual maupun yang terkait dengan kepemilikan
jaringan hubungan kelembagaan yang didasarkan pada saling kenal dan saling
mengakui, dari beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa modal sosial adalah
suatu nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota
suatu masyarakat yang saling terkait dengan nilai-nilai norma dan jaringan sosial. Modal
Sosial merupakan gambaran organisasi sosial sebagai jaringan-jaringan, norma- norma,
dan kepercayaan yang dapat berkoordinasi dan bekerjasama dalam mencapai suatu
keuntungan bersama seperti yang dilakukan dalam usaha peternakan sapi.
Rumusan Masalah
1. Bagaimna peran modal sosial pada komoditi ternak sapi potong?
2. Bagaimana modal sosial pada strategi kebijakan pengembangan
pemasaran sapi potong?
3. Bagaimana modal sosial sistem bagi hasil dalam berternak sapi potong?
Tujuan
1. Untuk mengetahui peran modal sosial pada komoditi ternak sapi potong.
2. Untuk mengetahui modal sosial pada strategi kebijakan pengembangan pemasaran
sapi potong
3. Untuk mengetahui modal sosial sistem bagi hasil dalam berternak sapi potong.
BAB II

PEMBAHASAN
Peran Modal Sosial Pada Komoditi Sapi Potong
Konteks sosial usaha peternakan sapi potong
Modal sosial adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kerja sama dalam
masyarakat atau bangsa untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik, ditopang oleh
nilai-nilai dan norma yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti trust (rasa saling
mempercayai), partisipasi masyarakat, proses timbal balik, aturanaturan kolektif dalam
suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya (Hasbullah, 2006).
Empat unsur utama dalam modal sosial adalah trust ( kepercayaan ), norms (
norma), network (jejaring), reciprocity (hubungan timbal balik).
1. Trust (kepercayaan) merupakan komponen penting dari adanya masyarakat. Trust
dapat mendorong seseorang untuk bekerja sama dengan orang lain untuk
memunculkan aktivitas ataupun tindakan bersama yang produktif. Trust merupakan
produk dari normanorma sosial kooperatif yang sangat penting yang kemudian
memunculkan modal sosial. Fukuyama (2002) menyatakan:
“Trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku
koperatif yang muncul dari dalam diri sebuah komunitas yang didasarkan pada
norma-norma yang dianut bersama anggota komunitas tersebut”.
2. Reciprocity (hubungan timbal balik) yang merupakan tindakan bersama yang
ditujukan dengan saling memberi respon. Reciprocity dapat dijumpai dalam bentuk
memberi, saling menerima, saling membantu, yang dapat muncul dari interaksi
sosial (Soetomo, 2006:87).
3. Seperangkat norma dan tata nilai sosial dalam bertindak. Norma merupakan satu
identitas khusus yang mampu membentuk modal sosial (social capital). Norma
merupakan pedoman berprilaku bagi antar individu dan apa yang mesti mereka
lakukan. Selain itu, norma merupakan sebuah alat penjaga keutuhan eksistensi
masyarakt tertentu. Suatu masyarakat akan disebut eksistensinya tinggi jika mereka
memiliki norma yang berlaku dan disepakati bersama. Apabila tidak ada maka
tidak ada masyarakat melainkan hanya sekumpulan benda. Sedangkan nilai
merupakan sesuatu yang dihargai, dibanggakan, dijunjung tinggi dan ingin
diperoleh manusia dalam hidupnya yang dapat berkembang sewaktu-waktu
(Prof.Dr.Notonegoro).
4. Network atau jaringan sosial yang merupakan hubungan diantara para pelaku
anggota masyarakat atau organisasi sosial. Jaringan sekelompok orang yang
dihubungkan oleh perasaan simpati dan kewajiban serta norma pertukaran dan
civic engagement. Jaringan ini bisa dibentuk karena berasal dari daerah yang sama,
kesamaan kepercayaan politik atau agama, hubungan geneologis, dan lain-lain.
Jaringan sosial tersebut diorganisasikan menjadi sebuah institusional yang
memberikan perlakuan khusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk
mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut ( Pratikno dkk:8 ).
Keempat unsur utama modal sosial dapat dilihat secara aktual dalam berbagai
bentuk kehidupan dengan menggunakan konsep modal sosial seperti yang
dinyatakan oleh (Soetomo, 2006:90):
“Dalam pandangan modal social dapat dilihat dalam dua kategori, fenomena
struktural, dan kognitif. Kategori struktural merupakan modal sosial yang terkait
dengan beberapa bentuk organisasi sosial khusus peranan, aturan, precedent, dan
prosedur yang dapat membentuk jaringan yang luas bagi kerjasama dalam bentuk
tindakan bersama yang saling menguntungkan”
Modal sosial pun juga berperan dalam pembangunan peternakan. Salah satu
bentuk modal sosial peternak adalah modal sosial yang dibangun oleh komunitas yaitu
kelompok tani ternak. Kelompok tani ternak adalah kelompok masyarakat yang ada di
perdesaan. Kempok ini dibangun “dari, oleh dan untuk peternak “. (Fitrimawati, dan
Ismet Iskandar. 2018)
Peranan modal sosial kelompok ternak diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan atau kemandirian peternak dengan menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan peternak untuk dapat berkembang. Disamping itu peningkatan
kemampuan peternak dalam membangun termasuk kelembagaan peternak (kelompok
ternak) dan melakukan perlindungan melalui pemihakan kepada yang lemah dengan
mencegah persaingan yang tidak seimbang serta menciptakan kemitraan yang saling
menguntungkan. Peran kelompok ternak sangat strategis sebagai wadah peternak untuk
melakukan hubungan atau kerjasama dengan menjalin kemitraan usaha dengan lembaga-
lembaga terkait dan sebagai media dalam proses transfer teknologi dan informasi. Dilain
pihak, secara internal kelompok ternak sebagai wadah antar peternak ataupun antar
kelompok tani dalam mengembangkan usahatani ternaknya (Ditjen Bina Produksi
Peternakan, 2002).
Ternak sapi potong dibudidayakan petani dengan tujuan sebagai tabungan yang
dapat dijual sewaktu-waktu saat dibutuhkan. Pengembangan sapi potong membantu
petani memenuhi kebutuhan keluarganya dalam jumlah yang relative besar seperti untuk
membuat atau memperbaiki rumah, menyekolahkan anak, membeli tanah, membeli
perhiasan emas ataupun membeli alatransportasi.
Budidaya sapi potong awalnya dikembang petani melalui pola penggaduhan
dengan pemilik ternak yang bersifat individu. Sistem penggaduhan ternak dengan
pemilik ternak ini dilakukan petani dengan pembagian proporsi keuntungan antara petani
dengan pemilik ternak setelah ternak dijual dan modal awal pengadaan ternak
dikeluarkan. Pola penggaduhan ini merupakan cara peternak membudidayakan sapi
potong tanpa mengeluarkan biaya untuk pembelian bibit yang relatif cukup mahal.
Sistem bagi hasil ini merupakan modal sosial dalam penggaduhan ternak yang terbentuk
karena kebiasaan melalui interaksi yang terus-menerus antara pemilik ternak dengan
penggaduh. Fukuyama (2001) menyatakan bahwa interaksi sosial yang terus berulang
dalam waktu yang relatif lama membutuhkan kejujuran dan kehandalan para aktor. Hal
tersebut akan semakin memperkuat modal sosial.
Secara garis besar, ada tiga pola budidaya ternak sapi potong yaitu: pola
pembibitan, pola penggemukan dan pola campuran. Dalam pola pembibitan,
karakteristik yang cukup menonjol adalah penguasaan ternak yang lebih besar dari pada
kereman yaitu secara rata-rata kurang dari 3 ekor/KK, disamping itu jumlah jam kerja
penggembalaan ternak yang lebih tinggi, mengingat pada pola ini ternak lebih banyak
digembalakan. Sebaliknya pola kereman/penggemukan, pada pola ini dicirikan oleh sapi
yang digemukkan umumnya sapi jantan dan jam kerja lebih banyak pada pengelolaan
pakan ternak, mengingat ternak lebih banyak dikandangkan, dan cenderung lebih
intensif pakan. (Ardhani, Fikri., 2006)
Norma penggaduhan dengan sistem bagi hasil dalam pengembangan sapi potong
Keberadaan kelompok tani memungkinkan petani mendapatkan bantuan ternak
dari pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan populasi sapi potong.
Pengembangan populasi tersebut memerlukan kerjasama antara anggota kelompok tani.
Kerjasama tersebut dibangun berdasarkan kesepakatan seluruh anggota kelompok sesuai
dengan hasil keputusan musyawarah sebelum ternak dibagikan kepada anggota. Terdapat
tiga pola yang dikembangkan oleh kelompok yaitu:
(1) pola penggaduhan sapi potong dengan perguliran pedet kepada anggota,
(2) pola penggaduhan dengan sistem bagi hasil, dan
(3) pengembangan ternak tanpa pola penggaduhan (bantuan ternak langsung dibagikan
kepada petani).
Ketiga pola pengembangan tersebut berpengaruh terhadap populasi ternak milik
kelompok tani.
Faktor pendorong kepercayaan di dalam kelompok tani
Kepercayaan merupakan dasar seseorang dalam bertindak dengan berlandaskan
normanorma yang dianut di lingkungannya (Lawang dan Robert, 2004; Mahamit et al.,
2016; Fukuyama, 2007). Kepercayaan yang tumbuh dalam kelompok merupakan perekat
untuk terjalinnya kerjasama antar anggota kelompok. Sehingga dengan adanya rasa
percaya yang tumbuh antar anggota dalam suatu kelompok dapat menjadikan anggota
tersebut bekerjasama lebih efektif. Kepercayaan antar aktor memberikan kontribusi di
dalam peningkatan modal sosial (Fukuyama, 2001). Kepercayaan seorang individu
(aktor) adalah kesiapan mengambil risiko dalam interaksisosialnya didasari oleh
kepercayaan bahwa aktor lain akan melakukan tindakan untuk kepentingan bersama
(Putnam, 1995). Kepercayaan yang dibangun di dalam kelompok tani penerima bantuan
ternak terlihat pada saat distribusi ternak diawal bantuan pada ketiga kelompok tani yang
didasarkan pada hasil musyawarah. Bagi kelompok tani yang mendapatkan bantuan
ternak lebih sedikit dari jumlah anggota kelompoknya (Kelompok tani Krida Utama dan
Tunas Harapan), tidak seluruh anggota akan langsung menerima sapi gaduhan. Anggota
yang belum menerima sapi bantuan akan menunggu perguliran atau pengadaan sapi
kelompok dari bagi hasil. Ini menandakan bahwa kepercayaan antar anggota kelompok
tani cukup tinggi. Modal sosial berupa kepercayaan dalam suatu sistem sosial peternak
berpengaruh positif terhadap perkembangan usaha ternak sapi (Hadi et al.,2018).
Tingginya modal sosial ini karena lingkungan sosial budaya yang mengikat kelompok
tani.
Kepercayaan ini menurut Sztomka (1992) meliputi tindakan manusiawi bukan
kejadian alamiah, penuh keyakinan, tindakan bersama, komitmen terhadap tindakannya
dan harapan dengan peluang yang pasti. Nampak bahwa modal sosial berkaitan dengan
keharusan untuk bertindak secara rasional, dengan motivasi yang kuat dan pertimbangan
matang. Tujuan dari kepercayaan adalah keteraturan sosial secara demokratis, mengacu
kepada bagian-bagian kelembagaan sosial dalam masyarakat. menempatkan kepercayaan
pada keahlian, menempatkan kepercayaan pada organisasi yang kongkrit, menempatkan
kepercayaan dalam produk, menenpatkan kepercayaan pada peran-peran sosial dan
menempatkan kepercayaan dalam kepribadian Sztomka (1992).
Strategi Kebijakan Pengembangan Pemasaran Sapi Potong
Strategi S-O, membangun kerjasama dengan peternak besar yang memiliki
manajemen teknis pemeliharaan sapi potong yang sudah baik dan tingkat produktifitas
usaha tinggi. Strategi W-O, memperbaiki hubungan peternak dengan lembaga pemerintah
pusat melalui peningkatan aparatur dari modal sosial dengan memberikan bantuan ternak,
teknis pemeliharaan sesuai dengan yang dibutuhkan peternak. Strategi S-T, bergabung
dengan kelompok ternak feedloting sebagai pemasok sapi yang akan di feedlot sehingga
mampu menjual ternak tanpa blantik (peternak sekaligus blantik). Strategi W-T,
bekerjasama dengan peternak feedlot dengan produktifitas tinggi untuk meningkatkan
trust.
Sistem Bagi Hasil Ternak Sapi Potong
Sistem bagi hasil (gaduhan) adalah sistem kerja sama yang paling banyak
digunakan oleh peternakan rakyat. Dimana, tradisi gaduh merupakan sistem yang
menguntungkan dan akan memberikan kemakmuran kepada kedua belah pihak. Pada
dasarnya, pemilik hewan ternak dapat membeli sendiri ternaknya kemudian memberikan
serta mengawasi sendiri pemeliharaaan ternaknya kepada penggaduh hewan ternak.
Apabila pemilik hewan ternak dan penggaduh berada dalam wilayah yang sama atau
memiliki jarak yang memungkinkan untuk melakukan pengawasan secara langsung dan
berkala, pemilik hewan ternak dapat melakukan sendiri sistem gaduh tersebut.
Sistem maro anak
Dalam sistem ini pemilik sapi menyerahkan sapinya kepada orang
kepercayaannya dengan maksud sapi tersebut untuk dikembangbiakkan, sedangkan
sebagai imbalan penggaduh mendapatkan setengah dari anak ± anak sapi yang dilahirkan.
Hak pemilik sapi adalah indukan dan setengah dari nilai anak ± anak sapi yang
digaduhkan, kewajiban pemilik sapi adalah menyediakan sapi indukan untuk
dikembangbiakkan. Sedangkan hak penggaduh adalah setengah dari nilai anak dan
kotoran sapi yang dapat diolah menjadi pupuk untuk tanaman pertanian yang dimiliki
oleh pemelihara. Sedangkan kewajiban penggaduh adalah memelihara ternak dengan baik
agar hubungan kerjasama dapat berjalan dengan baik. (Rifki, Wilda., 2018)
Sistem maro bathi
Yaitu pemilik sapi menyerahkan sapi yang masih dalam keadaan kurus kepada
penggaduh untuk dipelihara agar menjadi besar dan gemuk. Sete
la sapi besar dan gemuk kemudian sapi dijual, keuntungan dari hasil penjualan
dibagi dua untuk pemilik dan penggaduh sapi. Hak pemilik sapi adalah setengah dari
keuntungan sapi yang dijual dan modal yang ia keluarkan, sedangkan kewajibannya
pemilik sapi adalah menyediakan sapi bakalan yang dibesarkan. Hak penggaduh sapi
separuh dari keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan sapi yang telah digemukan.
Sementara kewajiban penggaduh sapi bertugas untuk merawat sapi hingga gemuk dan
besar dengan catatan terkadang sapi tidak diliarkan diperkebunan tapi dikandangkan
dirumah dan dirawat dengan baik.
Sistem maro pro sepuluh
Sapi yang dipelihara digemukan, dan dibesarkan, sekaligus dikembangbiakkan.
Hak pemilik sapi adalah sisa dari sepersepuluh harga jual sapi indukan menjadi miliknya,
dan setengah dari harga jual anak ± anak sapi yang ia miliki menjadi haknya. Sedangkan
kewajiban pemilik sapi adalah menyediakan sapi indukan yang bakal digaduhkan. Hak
penggaduh sapi adalah sepersepuluh dari harga jual sapi indukan dan setengah harga jual
anak ± anak sapi yang dipeliharanya. sementara itu kewajiban pemelihara sapi
memelihara sapi dengan baik dan tidak mengecewakan pemilik sapi.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Modal sosial (norma, kepercayaan, dan jaringan sosial) memfasilitasi hubungan
timbal balik (reciprocity) dalam kohesi sosial yang dapat bersifat mengikat (bonding),
menyambung (bridging), dan mengait (linking). .Modal sosial mengikat dan
menyambung terjadi di dalam kelompok/komunitas, sementara modal sosial mengait
melibatkan jaringan sosial di luar komunitas. Modal sosial mengikat akan memperkuat
eksklusifitas kelompok untuk mempertahankan homogenitas, modal sosial mengikat
lebih ditekankan pada tindakan kolektif untuk tujuan bersama yang dapat digunakan
untuk membangun modal sosial mengait dengan pihak-pihak di luar kelompok untuk
kepentingan kelompok.
Modal sosial digunakan oleh individu atau kelompok di dalam komunitas atau
masyarakat untuk mencapai keuntungan bersama (mutual benefit). Manfaat tersebut
dapat dinikmati oleh individu maupun oleh kelompok. Kelompok afinitas seperti
kelompok tani penerima bantuan ternak yang mampu memanfaatkan modal sosial akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan mereka
Saran
Dalam penulisan makalah tersebut, penyusun menyadari masih banyak kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini. Maka sangat diharapkan kritik serta saran para pembaca
demi perbaikan makalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, Fadila Nur., Siwi Gayatri dan Tutik Dalmiyatun. 2020. Pengaruh
Kepercayaan Anggota Terhadap Kohesivitas Kelompok Tani Sumber
Rejeki Di Kelurahan Purwosari Kecamatan Mijen Kota Semarang. Jurnal
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 4(1): 176-191.
Ardhani, Fikri. 2006. Prospek dan Analisa Usaha Penggemukan Sapi Potong di
Kalimantan Timur Ditinjau Dari Sosial Ekonomi. EPP, 3(1): 21-30.
Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2002. Pengembangan Kelembagaan Peternak di
Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan. Direktorat Pengembangan
Peternakan, Di-rektorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen
Pertanian, Jakarta.
Fitrimawati, dan Ismet Iskandar. 2018. Adopsi Teknologi Dan Modal Sosial
Peternak Sapi Rakyat Dalam Kelompok Terhadap Perkembangan Usaha.
SEMNAS Persepsi III Manado, ISBN 978-602-0752-26-6.
Fukuyama, F. (2001). Social capital, civil society and development. Third World
Quarterly, 22(1), 7– 20. https://doi.org/10.1080/713701144
Fukuyama, Francis. 2002. Kebajikan Sosial dan Pencapaian Kemakmuran Jakarta:
Qalam.
Fukuyama, F. 2007. Trust Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran.
Yogyakarta. CV Qalam.
Hadi, S., Firmansyah, Afriani, H., Islamiati, & Salindra, S. (2018). Pengembangan
kelompok tani ternak sapi berdasarkan modal sosial dan ekonomi di
Provinsi Jambi. In A. H. S. Salendu, Lidya S. Kalangi, E. Wantasen,
Ingriet D.R. Lumenta, J. S. Mandey, U. Paputungan, F. H. Elly, J.
Hellywar, B. Guntoro, M. Sugiarto, A. Asnawi, S. O. B. Lombogia, S. I.
Santoso, F. Oley, & T. D. F. Lumyi (Eds.), Prosiding Seminar Nasional
PERSEPSI III (pp. 427–433). Unsrat Press.
Hasbullah, J. 2006. Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia). Jakarta: MR-United Press.
Ishak, Andi., Ramon. Erpan., Efendi Z., Wulandari. A. W., Firison. J., Kudnadi.
Harwi., Fuzi. E., dan Sastro. Y. 2020. Peran Modal Sosial dalam
Pengembangan Ternak Sapi Potong Rakyat di Bengkulu. Jurnal Sosiologi
Pedesaan, 8(03): 194-204.
Lawang dan M. Z. Robert. 2004. Kapita Sosial Dalam Perspektif Sosiologi : Suatu
Pengantar. FISIP UI Press. Depok.
Mahamit, Y., W. M. Wangke dan N. M. Benu. 2016. Kajian modal sosial pada
kelompok tani di Desa Tumani, Kecamatan Maesaan, Kabupaten
Minahasa Selatan. J. AgriSosioEkonomi Unsrat 12 (2) : 125-136.
Pratikno,dkk. 2000. Merajut Modal Sosial Untuk Perdamaian dan Integrasi Sosial.
Yogyakarta: FISIPOL UGM.
Pratisthita, Raisya Nur., Mumun Munandar dan Siti Homzah. 2014. Peran Modal
Sosial dalam Menunjang Dinamika Kelompok Peternak Sapi Perah (Studi
Kasus di Kelompok 3 TPK Pulosari Pangalengan). Jurnal Ilmu Ternak,
1(10): 52-57.
Putnam, R. D. (1995). Tuning in, tuning out: the strange disappearance of social
capital in America. PS: Political Science and Politics, 28(4), 664–683.
https://doi.org/10.2307/420517
Putritamara. A., Hariyono. B., Sariz. P. N., dan Fanani. 2021. Strategi Kebijakan
Pengembangan Sapi Potong Rakyat di Kecamatan Ringinrejo Kabupaten
Kediri. Jurnal Peternakan, 18(2): 137-146.
Rifki, Wilda. 2018. Analisis Sistem Bagi Hasil Usaha Peternakan Sapi Potong Di
Desa Klambir V Kebun Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli
Serdang. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Pertanian. Universitas
Sumatera Utara: Sumatra Utara.
Sanjaya, Syamsul., dan Sudarwati. Lina. 2015. Modal Sosial Sistem Bagi Hasil
Dalam Beternakn Sapi Pada Masyarakat Desa Purwosari Atas, Kecamatan
Dolok Batu Nanggar Kabupaten Simalungun. Perspektif Sosiologi, 3(1):
18-32.
Suharto, Edi. 2011. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta.
Sulamain, M. Munandar. 2014. Permasalahan Usaha Sapi Potong Kaitannya
dengan Potensi Sumber Daya Lokal Modal Sosial dan Posisi Tawar
peternak dalam Perspektif Sosiologis. Unpad, Fak.Peternakan Unpad
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai