Anda di halaman 1dari 286

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 1 ayat 1:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
1. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi
untuk melakukan: (a) penerbitan Ciptaan; (b) penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; (c)
penerjemahan Ciptaan; (d) pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
(e) pendistribusian Ciptaan atau salinannya; (f) pertunjukkan Ciptaan; (g) pengumuman Ciptaan;
(h) komunikasi Ciptaan; dan (i) penyewaan Ciptaan.

Ketentuan Pidana
Pasal 113:
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus
juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja
dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta
dan/atau HakTerkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
SUARA MUHAMMADIYAH
KEMUHAMMADIYAHAN

Tim Penyusun:
Penanggungjawab: Prof. Dr. Suyatno, M. Pd.
Pengarah: Prof. Dr. H. Gunawan Suryoputro, M. Hum.
Dr. H. Muchdie, M. S.
Ketua: Zamah Sari, M. Ag.
Sekretaris: Muhammad Dwi Fadjri, M. Pd. I.
Bendahara: Mufidah, S. E.
Penulis: Andri Gunawan, Fakhrurrozi, Farihen, Ilham,
Mundzir, Kusen, M. Abdul Halim Sani, Mufid,
Nur Achmad, Yusrizal, Zamah Sari, Zulpikor
Pembaca ahli: Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf, M. A.
Drs. H. Husni Thoyar, M. Ag.
Dr. Rohimi Zamzami, M. A.
Faiz Rafdhi, S. T., M. T.
Kesekretariatan: Muhib Rosyidi, MA. Hum. dan Khadirin
Pemeriksa aksara: Febriyani Dwi Putri Ramadhan
Desain Sampul: Amin Mubarok
Tata Letak: bong_bong@2018 dan desain651@gmail.com

Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Suara Muhammadiyah bekerjasama


dengan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Jl. kha. Dahlan No. 43 Yogyakarta 55173


Telp.: (0274) 376 955, Fax. 411306
SMS/WA: 0812 1738 0308
Facebook: Penerbit Suara Muhammadiyah
Email: penerbitsm@gmail.com (Redaksi)
Adm2015penerbitansm@gmail.com (Admin)
Homepage: www.suaramuhammadiyah.id

Cetakan I, Juni 2018


xii + 292 hlm., 14 x 21 cm

Hak Cipta © Penerbit Suara Muhammadiyah, 2018


Hak Cipta dilindungi undang-undang

ISBN: 978-602-6268-54-9
Senarai Isi

Pengantar Penyusun — vii

1 Pengantar Perkuliahan Kemuhammadiyahan:


Memberdayakan Umat dengan Filantropi — 1

2 Teologi Al-Maun dalam Praksis Sosial Kehidupan


Warga Muhammadiyah — 17

3 Dakwah Pencerahan dan Membangun Keluarga


Indonesia — 41

4 Strategi dan Teknik Menemukan Keluarga Duafa — 63

5 Teknik Penyusunan Proposal Dakwah Lapangan


Pemberdayaan Keluarga Duafa — 83

6 Menghimpun Dana untuk Pemberdayaan Keluarga


Duafa — 103

7 Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga


Duafa — 129

[v]
K E M U H A M M A D I YA H A N

8 Islam Berkemajuan Menuju Indonesia Berkemajuan


— 147
9 Ideologi Muhammadiyah — 175

10 Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah; Pendidikan,


Kesehatan, dan Ekonomi — 203

11 Peran Strategis dan Tantangan Muhammadiyah — 241

Senarai Pustaka — 267

[ vi ]
Pengantar PENYUSUN

A lhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah


SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga buku Kemuhammadiyahan
untuk perguruan tinggi Muhammadiyah telah selesai sehingga berada di
tangan pembaca yang budiman. Salam serta salawat tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah dalam menjalankan
kehidupan dan beraktivitas sebagai tenaga pendidik. Semoga nilai-
nilai Kemuhammadiyahan yang mencontoh Nabi Muhammad SAW
memberikan inspirasi dan motivasi untuk mewarnai dalam kehidupan
berbangsa Negara untuk menciptakan yang lebih baik.
Buku Kemuhammadiyahan ini ditulis berdasarkan kurikulum KKNI
yang disahkan oleh Kemenristek Dikti sehingga layak dipakai oleh
seluruh kampus Perguruan Tinggi Muhammadiyah seluruh Indonesia.
Cikal bakal berdirinya organisasi Islam modern di Indonesia dika-
renakan pertemuan antara Muslim pribumi yang berinteraksi dengan
gerakan pembaharuan Islam di Timur Tengah serta budaya Barat yang
dibawa oleh pemerintah kolonial. Khususnya Muhammadiyah lahir
dikarenakan aktor intelektual KH Ahmad Dahlan terinspirasi gerakan
pembaharuan Islam Muhammad Abduh tokoh asal Mesir. Interaksi
tersebut dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan ketika belajar di tanah suci
Mekah dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi ula-
ma asal Indonesia yang menjadi imam di Masjid Haram. Perjumpaan
KH Ahmad Dahlan tidak secara langsung dengan tokoh pembaharuan
tersebut, tetapi dari literatur yang menjadi bahan bacaan dan kajiannya

[ vii ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

selama di Timur Tengah seperti majalah Almanar yang langsung dip-


impin oleh Muhammad Abduh.
Gerakan pembaharuan yang digagas oleh KH Ahmad Dahlan
dilakukan secara terorganisir dengan membentuk Muhammadiyah se-
bagai sarana dakwah dengan pemikiran utamanya agar agama menja-
di sumber pencerahan dalam menyelesaikan persoalan keumatan atau
popular dengan Islam Berkemajuan. Upaya yang dilakukan oleh KH
Ahmad Dahlan menjadikan ajaran agama bersentuhan dengan realitas
masyarakat sehingga penganutnya memiliki kesadaran agama sebagai
semangat melakukan perubahan sosial yang lebih baik dalam rangka
mendekatkan diri pada-Nya. Gerakan pencerahan yang dilakukan
Muhammadiyah berdampak pada Muhammadiyah itu sendiri dan
masyarakat, misalkan perguruan Muhammadiyah khususnya PTM
sebagai wahana publik dan kaderisasi untuk pelangsung perjuangan
mengembangkan gagasan utama pendiri sehingga masyarakat utama
dapat tercapai.
Buku Kemuhammadiyahan ini merupakan hasil refleksi yang men-
dalam dari stakeholder perguruan tinggi Muhammadiyah untuk men-
yamakan persepsi tentang pembelajaran Kemuhammadiyahan di kelas
sehingga mahasiswa dapat menginternalisasi nilai-nilai Kemuhammadi-
yahan dengan baik. Buku ini hadir sebagai tawaran terhadap pembela-
jaran Kemuhammadiyahan yang kurang efektif, “membosankan” dan
kurang terintegrasinya pembelajaran Kemuhammadiyahan dengan real-
itas sehingga sering di kenal dengan ilmu yang di menara gading. Inter-
nalisasi tersebut dapat memberikan kesan yang positif pada mahasiswa
sehingga berdampak bagi perkembangan kampus dan masyarakat seki-
tar khususnya tentang pemberdayaan keluarga duafa sebagai ciri khas
sikap Muhammadiyah pada mustadafin.
Buku ini terdiri dari sepuluh bagian yang terdiri dari tiga bagian
utama, pertama, ideologi Muhammadiyah yang memuat tentang teolo-
gi Al-Maun, Islam Berkemajuan. Kedua, tentang kontektualisasi ideologi
Muhammadiyah yang tertuang dalam tiga pilar atau trisula Muham-

[ viii ]
Pengantar PENYUSUN

madiyah dalam bersentuhan realitas, perjalanan Muhammadiyah melin-


tasi satu abad lebih, dan dakwah pencerahan untuk keluarga duafa.
Ketiga, praksis pemberdayaan dan strategi penggalangan dana, yang
tertuang dalam menemukan keluarga duafa, teknik penulisan proposal,
serta penggalan dana pada masyarakat dan perusahaan sekitar, strategi
penyaluran bantuan pada keluarga duafa tersebut.
Secara sepintas judul buku Kemuhammadiyahan ini sama den-
gan yang lain, namun jika ditinjau secara lebih mendalam akan me-
nemukan “oase keilmuan” tentang ideologi Muhammadiyah dalam
melakukan transformasi sosial dalam masyarakat khususnya kelu-
arga yang kurang mampu. Selain itu, buku ini ditulis oleh penulis
profesional yang menekuni organisasi Muhammadiyah dengan latar
belakang sebagai penggerak organisasi sehingga merupakan penge-
jawantahan segenap perjalanan intelektual dan praksis gerakan un-
tuk mewujudkan cita-cita gerakan Muhammadiyah.
Buku Kemuhammadiyahan ini, merupakan salah satu bentuk kar-
ya intelektual dari PTM yang ada di wilayah Jakarta sebagai karya
dan sumbangsih dari perwakilan dosen di PTM seperti Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Universitas Muham-
madiyah Jakarta (UMJ), Universitas Muhammadiyah Tangerang
(UMT), Sekolah Tinggi Manajemen Ilmu Komputer (STMIK), Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah (STIEM), Institut Bisnis Mu-
hammadiyah Bekasi (IBM) dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ahmad
Dahlan (STIEAD). Sebagai hasil kerja intelektual, buku Kemuhammadi-
yahan ini tentulah tidak sempurna oleh karena itu perlu masukan dan
kritikan dari semua pihak terutama pembaca yang budiman. Buku
Kemuhammadiyahan untuk perguruan tinggi ini dapat tersaji berkat
dukungan dari semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persa-
tu dan semoga menjadi amal jariah yang akan diterima di sisi-Nya. •

[ ix ]
1
Pengantar Perkuliahan Kemuhammadiyahan
Memberdayakan Umat dengan Filantropi

M uhammadiyah, menurut Prof. William Liddle, sebagaimana


diung­kapkan kembali oleh Din Syamsudin, merupakan “The
Largest Islamic Organisation”, organisasi terbesar Islam.1 Dari sisi
amal usaha, baik dari segi jumlah maupun mutu, Muhammadiyah
adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Tidak hanya sekedar
tersebar di seluruh nusantara, tapi juga mampu melayani seluruh
umat beragama. Sekolah-sekolah Muhammadiyah hingga Perguruan
Tinggi, terutama di Wilayah Timur Indonesia, di beberapa Propinsi
seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, lebih banyak melayani
non-muslim, ketimbang muslim. Sebuah bukti inklusivitas dan
penghargaan otentik Muham­ madiyah terhadap kebhinekaan di
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1
MPK Muhammadiyah, Gerakan Muhammadiyah Berbasis Masjid dan
Jamaah, 2009 (Yogyakarta: MPK-SDI PP Muhammadiyah), hlm. ix.

[1]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Seabad lebih melintasi gerak zaman (sejak 18 Nopember 1912),


Muhammadiyah tidak hanya mampu bertahan dari perubahan zam-
an, namun yang menakjubkan adalah, organisasi ini terus berkem-
bang dan memberi makna dan pengaruh yang kuat terhadap wajah
Keislaman dan keindonesiaan hingga saat ini. Hasilnya, di samping
bermunculan puluhan ribu amal usaha di bidang pendidikan, kese-
hatan dan ekonomi, Muhammadiyah juga turut membangun format
Islam moderat yang berkembang dan menjadi mainstream di wilayah
Nusantara secara konsisten selama seabad lebih. Di awal abad kedua
kehadiran Muhammadiyah ini, Muhammadiyah menatap peran dan
tanggung jawab yang lebih luas, peran internasional. Bagaimana ga-
gasan, gerakan dan peran Muhammadiyah tidak hanya sekedar ber-
makna bagi Islam di Indonesia, tapi juga mampu memberi warna baru
dan segar bagi wajah Islam yang lebih toleran, moderat dan rahmatan
lil-’alamin dalam percaturan masyarakat global saat ini dan ke depan.
Nah, mata kuliah Kemuhammadiyahan ini, pada dasarnya adalah
sebuah ikhtiar akademik untuk memperkenalkan gerakan Islam mod-
ern yang disebut dengan Muhammadiyah. Hal ini penting, karena:
1. Muhammadiyah adalah satu di antara sedikit gerakan modern
Islam di Indonesia yang telah menjadi role model dakwah Islam
yang puritan sekaligus modern dan berkemajuan. Perjalanan
panjang dan keberhasilan Muhammadiyah merawat keiindone-
siaan dan kemodernan dalam fondasi keislaman yang kuat, mer-
upakan referensi yang sangat kaya sebagai titik tolak melihat dan
membangun Indonesia dan masyarakat dunia ke depan.
2. Cita-cita Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya, tidak akan pernah bisa diraih jika tidak
diupayakan dengan cara merangkul semua pihak dan semua
komponen umat Islam bergerak kearah capaian yang sama. Ma-
hasiswa yang datang dari berbagai komponen umat Islam mer-
upakan komponen strategis untuk melengkapi langkah Muham-
madiyah.

[2]
Memberdayakan Umat dengan Filantropi

3. Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan yang memiliki jaringan


organisasi di seluruh Indonesia mulai dari tingkat pusat hingga
tingkat ranting serta memiliki puluhan ribu lembaga pendidikan,
kesehatan dan ekonomi, merupakan laboratorium besar tentang
Islam dan Indonesia, sekaligus juga merupakan lahan dan ladang
yang subur bagi pengimplementasian nilai-nilai, sains, dan teknolo-
gi untuk mengembangkan dan memberdayakan masyarakat.

Namun, upaya memperkenalkan Muhammadiyah secara akade-


mik ini tentu menjadi tidak sederhana dan mudah, justru karena Mu-
hammadiyah sudah menjadi “The Largest Islamic Organisation”. Artin-
ya, Muhammadiyah tumbuh dan berkembang menjadi gerakan Islam
yang hadir dengan sisi-sisi, dimensi, wajah, aspek, bidang garap
yang tidak tunggal dan tidak pula sedikit. Wajah Muhammadiyah
juga nyaris sekomplit wajah Indonesia. Oleh karena itu, perkuliahan
Kemuhammadiyahan di perguruan Tinggi Muhammadiyah, biasanya
paling tidak memperkenalkan gerakan ini dari 3 (tiga) dimensi, yak-
ni dimensi ideologis, dimensi historis dan dimensi organisasi. Tentu
masih banyak dimensi lainnya yang bisa diungkap dari ekspresi dak-
wah Muhammadiyah, seperti dimensi politik, dimensi kebudayaan,
dimensi ekonomi, dan dimensi-dimensi lainnya.
Oleh karena itu, memperkenalkan Muhammadiyah harus memi-
lih di antara beberapa pendekatan dari dimensi kehadiran dan kon-
tribusi Muhammadiyah. Mata Kuliah ini ingin memperkenalkan
melalui salah satu di antara nilai-nilai dan tradisi yang berkembang
sangat kuat dalam tubuh Muhammadiyah. Di samping nilai-nilai kei-
hklasan, kesederhanaan, etos keilmuan, maka filantropi merupakan
salah satu nilai yang berkembang kuat dan menjadi nilai utama yang
menggerakkan jamaah Muhammadiyah dari seluruh Indonesia.
Sejak awal mula beridiri, KH Ahmad Dahlan sudah memprak-
tikkan nilai kehidupan yang luhur, bahwa “hidup itu memberi”.
Dibangun diatas landasan teologi sosial surat Al-Maun, Dahlan mem-

[3]
K E M U H A M M A D I YA H A N

belajarkan kepada santri-santrinya, bahwa berislam itu tidak hanya


sekedar paham dan mengerti tentang Islam, tapi yang penting ada-
lah sampai pada kemampuan “memberi” untuk membangun praktik
hidup yang Islami. Bahwa bukti dari sikap beragama yang lurus dan
benar itu adalah diindikasikan oleh kepedulian terhadap sesame ter-
utama yang tertindas dan yang terpinggirkan.
Nilai inilah, yakni nilai filantropi, yang akan menjadi basis strate-
gi bagi mata kuliah Kemuhammadiyahan untuk memperkenalkan
dan menjelaskan tentang Muhammadiyah. Bukan semata dengan cara
menceramahkan tentang cerita-cerita dan sejarah filantropi dalam
Muhammadiyah, tetapi justru mahasiswa dikondisikan untuk men-
galami secara terstruktur pengalaman filantropi dilapangan. Melalui
mata kuiah ini, mahasiswa mencari dan menemukan keluarga duafa
dengan pendekatan akademik, membangun hubungan yang cukup
dalam dengan keluarga-keluarga duafa, mengidentifikasi masalah
mereka, merencanakan strategi pemberdayaan untuk mereka, meng-
gerakkan dan memberdayakan keluarga duafa untuk mengalami
transformasi ke arah kemandirian dan perbaikan kualitas kehidupan.
Di sisi lainnya, mahasiswa melalui mata kuliah ini juga membangun
hubungan dengan keluarga-keluarga aghniya’ dan lembaga-lembaga
ekonomi, sosial, dan pemerintahan yang potensial menjadi calon do-
nasi dan membantu pemberdayaan keluarga duafa. Sederhananya,
mahasiswa mengalami untuk menjadi ‘Amil, peran yang menjembat-
ani keluarga duafa dengan para aghniya’. Mahasiswa mendatangi
kedua kelompok sosial-ekonomi tersebut untuk bisa belajar tentang
hidup, belajar tentang Muhammadiyah.
Dengan demikian, mahasiswa belajar tentang Muhammadiyah
langsung dari lapangan. Nilai dan tradisi “memberi” itulah yang
menghidupi dan membesarkan Muhammadiyah. Melalui mata kuli-
ah ini, nilai dan tradisi itu dirasakan dan dialami langsung oleh maha-
siswa. Seabad lebih Muhammadiyah melintasi gerak zaman, memiliki
puluhan ribu amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial,

[4]
Memberdayakan Umat dengan Filantropi

semua tumbuh, bergerak dan terus berkembang hingga saat ini, sela-
lu dimulai dari gerakan filantropi. Maka menjadi mudah menjelaskan
Muhammadiyah karena mahasiswa sudah mengalami bermuham-
madiyah secara praksis. Nilai dan tradisi filantropi dijadikan satu
pintu masuk untuk mengalami cara berdakwah yang lebih kompl-
eks. Melalui nilai dan tradisi ini, mahasiswa melihat dimensi-dimensi
dakwah dalam perspektif yang lebih luas dan lebih menantang.

Tujuan Pembelajaran Mata Kuliah Kemuhammadiyahan


1. Tujuan Pembelajaran mata kuliah ini adalah:
a. Mahasiswa dapat belajar tentang hidup dari dunia riil yang
dialami oleh keluarga duafa.
b. Mahasiswa memiliki pengalaman dalam mendisain dakwah
dengan pendekatan pemberdayaan yang sistematis, pro-
gramatis tetapi juga beradab dan mengedepankan marwah
ajaran Islam.
c. Mahasiswa memahami Muhammadiyah berdasarkan reflek-
si atas pengalaman mereka sendiri yang didialogkan dengan
pengalaman seabad lebih gerak dakwah Muhammadiyah
mempengaruhi Indonesia hingga saat ini.
d. Mahasiswa mampu membantu keluarga duafa

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Kemuhammadiyahan


Capaian Pembelajaran mata Kuliah Kemuhammadiyahan diru-
muskan sebagai berikut:
1. Mampu menerapkan model dakwah pencerahan untuk keluarga
duafa.
2. Mampu memahami dimensi-dimensi dan hasil gerakan Muham-
madiyah.
3. Mampu menginternalisasi nilai-nilai dasar Muslim Berkemajuan.

[5]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Model dan Strategi Perkuliahan


Untuk dapat meraih capaian pembelajaran di atas, maka mata
kuliah Kemuhammadiyahan dikelola dengan model pembelajaran
experiential learning. Sebuah model pembelajaran yang didefinisikan
sebagai “proses bagaimana pengetahuan diciptakan melalui peruba-
han bentuk pengalaman. Pengetahuan diakibatkan oleh kombinasi
pemahaman dan mentransformasikan pengalaman.”2. Melalui model
pembelajaran experiential learning, mahasiswa didorong untuk belajar
dan mengkontruksikan pemahaman tentang dakwah pemberdayaan
keluarga duafa dari pengalaman berkomunikasi dan berinteraksi
dengan keluarga duafa tersebut. Tujuannya adalah agar terjadi pe-
rubahan struktur kognitif, sikap dan keterampilan mahasiswa terkait
dengan pendekatan dakwah yang efektif dan bermartabat.
Dimulai dengan dorongan teologis Al-Maun dan dibekali den-
gan strategi dakwah pencerahan hasil keputusan Muktamar ke 47
yang lalu serta instrumen-instrumen yang dibutuhkan untuk turun
ke lapangan, mahasiswa kemudian melakukan observasi, merumus-
kan rencana dakwah untuk memberdayakan keluarga duafa. Di lap-
angan, mahasiswa berinteraksi dan berkomunikasi dengan 1 (satu)
keluarga duafa untuk bisa mengidentifikasi masalah yang mereka
hadapi, mencari solusi bersama dan mendampingi proses transfor-
masi selama lebih kurang 2 (dua) bulan.

Alur Perkuliahan Kemuhammadiyahan


Alur perkuliahan Kemuhammadiyahan disusun secara bertahap
tapi saling beririsan dalam poin-poin sebagai berikut:
1. Pengantar Perkuliahan Kemuhammadiyahan
2. Pembekalan teologis dan teoritik
3. Pembekalan teknis dan pelaksanaan dakwah lapangan

2
David Kolb, Experiential Learning (New Jersey: Prentice Hall, 1984), hlm. 41.

[6]
Memberdayakan Umat dengan Filantropi

4. Ceramah dan Diskusi


5. Presentasi Laporan hasil pemberdayaan
6. Ceramah dan Diskusi

Berdasarkan alur perkuliahan di atas, pengelolaan perkuliahan


dilakukan sebagai berikut:

A. PENGANTAR PERKULIAHAN (Perkuliahan Minggu ke-I)


Perkuliahan Minggu pertama ini membahas tentang:
1. Taaruf Dosen dengan mahasiswa
2. Rencana perkuliahan
a. Memperkenalkan Muhammadiyah
b. Urgensi MK Kemuhammadiyahan
c. Model dan Strategi Perkuliahan
d. Jadwal Perkuliahan
3. Evaluasi
4. Pembagian tugas
5. Kontrak belajar

B. PEMBEKALAN TEOLOGIS DAN PENDEKATAN DAKWAH


(Perkuliahan Minggu II dan III)
Pada Minggu ke II dan ke-III, perkuliahan didisain untuk mem-
berikan pembekalan kepada mahasiswa untuk kegiatan dakwah
lapangan. Pada Minggu ke-II, bahan kajiannya terkait dengan
memberikan dasar pijakan teologis tentang filantropi. Bahwa
kepedulian sosial dalam Islam bukan hanya semata karena dor-
ongan kemanusiaan atau motif-­motif lain, tetapi karena memang
Islam memerintahkan, dan Islam juga menegaskan bahwa buk-
ti keberimanan seseorang ditunjukkan dengan kepeduliannya
terhadap sesama. Kesalehan ritual yang tidak berkorelasi den-
gan kesalehan sosial, bagi Islam itu adalah sebuah kebohongan.
Membantu, menolong dan memberdayakan sesama merupakan

[7]
K E M U H A M M A D I YA H A N

perwujudan dari keimanan terhadap Allah SWT. Pada Minggu


ke-II ini, bahan kajian akan difokuskan pada Surat Al-Maun ayat
1-7, yang memberi dasar teologis bagi filantropi Islam.
Pada Minggu ke-III, bahan kajian yang dibelajarkan terkait
dengan model dakwah yang dipergunakan dan dikembangkan
dalam dakwah lapangan. Model Dakwah yang dipraktikkan ada-
lah Model Dakwah Pencerahan, hasil keputusan Muktamar Mu-
hammadiyah ke-47 Tahun 2015 yang lalu.

C. PEMBEKALAN TEKNIS DAN PELAKSANAAN DAKWAH


LAPANGAN (Perkuliahan Minggu ke-IV – VII)
Perkuliahan pada Minggu ke-IV sampai dengan Minggu ke-VII
merupakan pembekalan teknis bagi mahasiswa dan kelompok
sebelum terjun ke lapangan. Namun pada Minggu ke-IV sampai
Minggu ke VII ini secara bersamaan juga sudah mulai dilakukan
kegiatan dakwah lapangan, yang dikelola dalam bentuk tugas
kelompok. Pengelolaan Perkuliahan pada Minggu ke-IV sampai
dengan ke VII dilakukan dengan perincian sebagai berikut:
1. Minggu ke IV, pembekalan dimulai dengan mendiskusikan
teknik mencari dan menemukan keluarga duafa. Bahan ka-
jian ini membahas tentang indikator keluarga duafa untuk
menuntun mahasiswa mencari dan menemukan keluarga du-
afa dengan ukuran-ukuran yang dapat dipertanggungjawab-
kan secara akademik. Indikator inilah yang dipergunakan un-
tuk mencari dan menemukan keluarga duafa di lapangan.
Tugas Kelompok: setelah perkuliahan Minggu ke-IV, ma-
hasiswa ditugasi untuk mencari dan menemukan keluarga
duafa berdasarkan indikator yang disepakati. Out-put dari
tugas ini adalah kelompok menemukan 1 (satu) keluarga
duafa, disertai dengan data profile dan identifikasi masalah
keluarga duafa tersebut yang dilaporkan di awal perkulia-
han Minggu ke-V.

[8]
Memberdayakan Umat dengan Filantropi

2. Minggu ke-V, pembekalan tentang teknis penyusunan Pro-


posal. Bahan kajian ini membekali mahasiswa akan sikap,
pemahaman dan skill menyusun proposal. Pada level sikap,
mahasiswa dibekali dengan pandangan bahwa penghim-
punan dana dan pemberdayaan keluarga duafa, akan lebih
efektif dan lebih bermartabat jika dilakukan dengan mana-
jemen yang baik, dengan perencanaan yang matang dan
dituangkan dalam sebuah dokumen yang bisa dipertanggu-
ngjawabkan. Pada level pemahaman, mahasiswa mema-
hami logical framework sebuah proposal. Dan pada level skill,
mahasiswa mampu menyusun sebuah proposal yang akan
dipergunakan untuk dakwah lapangan.
Tugas Kelompok: Atas dasar kemampuan yang diperoleh
dari bahan kajian Menyusun proposal dan data-data yang
diperoleh dari observasi keluarga duafa, maka kelompok
ditugasi untuk menyusun proposal sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Out put dari tugas ini adalah, pada
Minggu ke-V kelompok sudah menyerahkan proposal yang
kemudian baru bisa dipakai dan dipergunakan untuk fund-
raising jika sudah disetujui oleh Dosen.

3. Minggu ke-VI, mahasiswa dan kelompok dibekali tentang strate-


gi penghimpunan dana sosial. Pembekalan tentang fundraising
ini sangat diperlukan, karena saat dakwah lapangan, mahasiswa
dan kelompok harus melakukan penghimpunan dana dengan
pendekatan yang efektif, modern dan bermartabat.
Tugas Kelompok, Minggu ke-VII ini, setelah mendapatkan
bahan kajian tentang strategi fundraising, maka mahasiswa
dengan instrumen proposal, power point dan video sing-
kat tentang profile keluarga duafa, sudah mulai melakukan
penghimpunan dana kepada calon donatur yang sudah di-
inventaris.

[9]
K E M U H A M M A D I YA H A N

4. Minggu ke-VII, perkuliahan diisi dengan pembahasan bahan


kajian tentang Penyaluran Bantuan dengan pendekatan pem-
berdayaan. Pembekalan tentang pendekatan penyaluran berba-
sis pemberdayaan ini, juga sangat penting agar mahasiswa dan
kelompok tidak sekedar memindahkan dana yang dihimpun
kemudian diberikan kepada keluarga duafa, tanpa mempertim-
bangkan ketepatan dan kegunaan bagi keluarga tersebut. Mel-
alui bahan kajian ini, kelompok dakwah lapangan dapat meren-
canakan model pemberdayaan apa yang akan dilakukan sesuai
dengan temuan dan pembatasan masalah keluarga duafa.
Tugas kelompok: Melanjutkan penghimpunan dana.

D. EVALUASI (Minggu ke-VIII).


Pada Minggu ke-VIII dilaksanakan ujian Mid-Test.

E. CERAMAH DAN DISKUSI KEMUHAMMADIYAHAN (Minggu


ke-IX – XI)
Perkuliahan pada Minggu ke IX sampai dengan Minggu ke-­XI ini di-
isi dengan bahan kajian tentang Islam dan Indonesia Yang Berkema-
juan, ideologi Muhammadiyah dan 3 Pilar Utama Muhammadiyah.
1. Minggu ke-IX, dosen bersama mahasiswa melakukan pem-
bahasan tentang bahan kajian Islam Berkemajuan dan Indo-
nesia Berkemajuan. Bahan Kajian ini penting untuk menarik
hubungan antara wajah Islam dan Indonesia yang tampil se-
cara mikro dalam dakwah lapangan (melalui bingkai keluar-
ga duafa) dengan Islam dan Indonesia yang makro (melalui
bingkai keindonesiaan). Dengan demikian, pembahasan dan
diskusi tentang Islam dan Indonesia berkemajuan dilakukan
dalam bentuk dialog antara konsep Islam dan Indonesia
Berkemajuan dengan pengalaman empiris mahasiswa men-
dampingi dan memberdayakan keluarga duafa.
Tugas Kelompok: melanjutkan penghimpunan dana.

[ 10 ]
Memberdayakan Umat dengan Filantropi

2. Minggu ke-X, perkuliahan dilakukan dengan membahas ba-


han kajian Ideologi Muhammadiyah. Bahan kajian ini diba-
has dan didiskusikan oleh dosen dan mahasiswa dengan
membawa kepada satu cita-cita besar “terwujudnya mas-
yarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Jika dalam dakwah
lapangan, mahasiswa dan kelompoknya merumuskan dan
mampu mencapai target pemberdayaan terhadap 1 (satu)
keluarga duafa, maka bahan kajian ini mengajak mahasiswa
melihat kegiatan dakwah lapangan itu dalam skenario be-
sar, dalam cita-cita besar bersama mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
Tugas Kelompok: Melanjutkan penghimpunan dana.
Catatan: Sejak Minggu ke-X ini, secara optional dan dengan
mempertimbangkan jumlah kelompok yang melakukan pre-
sentasi, maka Dosen Pengampu bisa menyepakati dengan
mahasiswa, bahwa presentasi pertama sudah bisa dimulai
pada pertemuan ini dengan mengambil jatah waktu lebih
kurang 30 – 35 menit pertama perkuliahan untuk 1 (satu)
kelompok. Jika ini dilakukan, maka:
a. Kelompok menyerahkan laporan minimal 3 hari sebe-
lum perkuliahan dimulai kepada dosen pengampu.
b. Kelompok yang presentasi bertugas memperbaiki lapo-
rannya sesuai dengan arahan dosen pengampu.
c. Hasil perbaikan dilakukan dalam perkuliahan minggu
ke XI.

3. Minggu ke-XI, perkuliahan diisi dengan pembahasan bahan ka-


jian tentang 3 (tiga ) Pilar Dakwah Muhammadiyah. Jika dalam
dakwah lapangan mahasiswa dalam kelompok merumuskan
bentuk pemberdayaan dengan memilih atau mengkombinasi-
kan antara pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan SDM dan
Karitas, maka ketiga Pilar ini juga memiliki kompatibilitas den-

[ 11 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

gan ketiga bentuk pemberdayaan itu, yakni; pilar ekonomi, pilar


pendidikan dan pilar kesehatan. Dengan demikian, perkuliahan
ini dilakukan dengan saling mengkonfirmasi antara pengala-
man Muhammadiyah seabad lebih dengan pengalaman maha-
siswa di lapangan selama lebih kurang 2 (dua) bulan.
Tugas Kelompok: Melanjutkan penghimpunan dana.
Catatan: Sejak Minggu ke-XI ini, secara optional dan dengan
mempertimbangkan jumlah kelompok yang melakukan pre-
sentasi, maka Dosen Pengampu bisa menyepakati dengan
mahasiswa, bahwa presentasi pertama sudah bisa dimulai
pada pertemuan ini dengan mengambil jatah waktu lebih
kurang 30 – 35 menit pertama perkuliahan untuk 1 (satu)
kelompok. Jika ini dilakukan, maka:
a. Kelompok menyerahkan laporan minimal 3 hari sebe-
lum perkuliahan dimulai kepada dosen pengampu.
b. Kelompok yang presentasi bertugas memperbaiki lapo-
rannya sesuai dengan arahan dosen pengampu.
c. Hasil perbaikan diserahkan dalam perkuliahan minggu
ke XII.

F. LAPORAN DAN PRESENTASI DAKWAH LAPANGAN (Ming-


gu ke-XII – Minggu ke-XIV)
Pada Minggu ke-XII hingga Minggu ke-XIV ini mahasiswa di-
fasilitasi untuk menyampaikan laporan dan mempresentasi-
kan laporan dakwah lapangan dengan mengelola komponen-­
komponen sebagai berikut:
1. Persiapan mahasiswa :
a. Laporan yang disertai dengan perbandingan foto kon-
disi keluarga duafa sebelum dan sesudah dakwah lapa-
ngan.
b. Video singkat tentang profile dan penyerahan bantuan.
c. Power Point

[ 12 ]
Memberdayakan Umat dengan Filantropi

2. Media yang disiapkan: LCD dan soundsystem.


3. Run-down Presentasi:
a. Pemaparan Kelompok (8 menit)
b. Penayangan video (2 menit)
c. Tanggapan mahasiswa dan dosen (15 menit)
d. Catatan akhir dari Dosen (5 menit)
4. Fokus Diskusi­:
a. Apa alasan kelompok memilih keluarga duafa ini dari 9
calon keluarga duafa
b. Bagaimana caranya kelompok mampu menghimpun
dana dengan cara yang efektif dan sukses.
c. Apa alasan kelompok memilih bentuk pemberdayaan
tertentu terhadap keluarga duafa ini?
d. Bagaimana perubahan yang terjadi dalam keluarga
tersebut setelah dilakukan pemberdayaan?
e. Pengalaman apa yang paling menarik dan tidak bisa di-
lupakan selama berhubungan dengan keluarga duafa.

5. Catatan Dosen­:
a. Catatan tentang Isi dan redaksional Laporan
b. Catatan tentang power point dan video
c. Catatan tentang point-point penting dalam diskusi
d. Catatan tentang nilai-nilai kehidupan yang bisa dijadi-
kan bahan pembelajaran dari pemberdayaan keluarga
duafa ini.

Catatan untuk Pengelolaan perkuliahan Minggu ke-XII hingga


Minggu ke XIV:
1. Presentasi dari seluruh kelompok disediakan dalam waktu 3
kali tatap muka (3 minggu). Untuk 1 (satu) kali tatap muka,
maksimal bisa difasilitas 3 (tiga) kelompok saja. Dengan de-
mikian, jika jumlah kelompok lebih dari 9 (Sembilan), maka
dosen bersama mahasiswa perlu menyepakati untuk mem-

[ 13 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

ulai presentasi sejak pertemuan Minggu ke-X dan Minggu


ke-XI. Sedangkan jika jumlah kelompok kurang dari 9 (Sem-
bilan), Dosen Pengampu dapat menyesuaikan penggunaan
waktu secara lebih produktif dan lebih panjang untuk disku-
si tentang hasil presentasi kelompok.
2. Jadwal presentasi untuk 3 kali tatap muka ini sudah disepakati
dengan mahasiswa sejak pertemuan pertama perkuliahan.
3. Untuk pengelolaan presentasi selama 3 kali tatap muka ini,
maka setiap kelompok harus sudah menyampaikan laporan
tertulisnya kepada Dosen Pengampu seminggu sebelum pre-
sentasi dilakukan. Sedangkan perbaikan yang diminta oleh
Dosen Pengampu dilakukan selambat-lambatnya 1 minggu
setelah presentasi.
4. Dosen pengampu mengumpulkan dan menghimpun seluruh
proposal, laporan, power poin dan video dakwah lapangan
ini dalam satu folder untuk setiap kelas yang diampu.
5. Dosen Pengampu dapat melakukan pemilihan video terbaik
bersama-sama dengan mahasiswa.

G. CERAMAH DAN DISKUSI KEMUHAMMADIYAHAN (Minggu


ke-XV)
Minggu ke-XV ini adalah minggu terakhir perkuliahan Kemu-
hammadiyahan. Bahan kajian yang dibahas dan didiskusikan
dengan mahasiswa adalah tentang Seabad Perjalanan Sejarah
Muhammadiyah Melintasi Gerak Zaman. Karena ini pertemuan
terakhir, maka Dosen bersama mahasiswa dapat mengkonstruksi
perjalanan sejarah Muhammadiyah yang dibangun dan dikem-
bangkan salah satunya dari spirit filantropi.
Selain dari pada itu, pada pertemuan terakhir ini dimintakan
kepada dosen untuk:
1. Dapat membangun komitmen mahasiswa untuk menjaga
terus spirit filantropi.

[ 14 ]
Memberdayakan Umat dengan Filantropi

2. Memberikan dorongan agar mahasiswa dapat juga menjaga


silaturahim dan memberikan bantuan kepada keluarga dua-
fa secara berkesinambungan.
3. Mendorong mahasiswa untuk melakukan dakwah di ling-
kungan dan tempat profesi nanti dengan pendekatan-pen-
dekatan pemberdayaan ini, yang lebih modern, efektif dan
bermartabat.

H. EVALUASI (Minggu ke-XVI)


Pada Minggu ke-XVI dilaksanakan evaluasi final test.

[ 15 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Jadwal Perkuliahan
Jadwal perkuliahan Kemuhammadiyahan sebagai berikut:

Minggu Ke Bahan Kajian Tanggal

I Pengantar Perkuliahan
II Makna surat Al-Maun secara Teologis dan
praksis sosialnya.
III Dakwah pencerahan dan tanggungjawab
membangun keluarga Indonesia
berkemajuan
IV Strategi dan implementasi menemukan
keluarga duafa sesuai dengan indikator
yang dikembangkan
V Proposal untuk pemberdayaan keluarga
duafa
VI Menghimpun dana untuk pemberdayaan
keluarga duafa.
VII Penyaluran bantuan pemberdayaan untuk
keluarga duafa
VIII Mid test
IX Konsep Islam Berkemajuan untuk
membangun Indonesia berkemajuan.
X Ideologi Muhammadiyah
XI Tiga pilar Dakwah Muhammadiyah:
pendidikan, kesehatan dan ekonomi
XII Presentasi dakwah pemberdayaan keluarga
duafa
XIII Presentasi dakwah pemberdayaan keluarga
duafa
XIV Presentasi dakwah pemberdayaan keluarga
duafa
XV Perjalanan sejarah Muhammadiyah selama
seabad lebih
XVI

[ 16 ]
2
Teologi Al-Maun dalam Praksis
Sosial Kehidupan Warga Muhammadiyah

Pendahuluan
Jamak diketahui bahwa Muhammadiyah muncul di panggung
sejarah saat kondisi masyarakat mengalami empat penyakit, yaitu;
1). kerusakan dalam bidang kepercayaan, 2). kebekuan dalam bidang
hukum fikih, 3). kemunduran dalam bidang pendidikan, dan 4). kem-
iskinan rakyat dan hilangnya rasa gotong royong. Dalam perkemban-
gannya, Muhammadiyah dikenal sebagai sebuah organisasi Islam
pembaharuan yang bercorak modern. Meyakini Al-Qur’an dan Sun-
nah al-maqbullah sebagai sumbernya, Muhammadiyah melakukan taf-
sir atas Al-Qur’an yang kemudian diturunkan pada tataran praksis,
dan diterjemahkan menjadi gerakan nyata.
Pada hakikatnya, salah satu yang menjadi landasan pokok perger-
akan Muhammadiyah adanya kekuatan teologis surat al-Ma’un yang
diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah. Dahlan
mengajarkan kepada murid-muridnya pada dekade awal abad ke-20

[ 17 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

tentang pemahaman Surat al-­Ma‘un, yang inti surat ini mengajarkan


bahwa ibadah ritual tidak ada artinya jika pelakunya tidak melaku-
kan amal sosial. Surat ini bahkan menyebut mereka yang mengab-
aikan anak yatim dan tak berusaha mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan sebagai ‘pendusta agama’.
Teologi ini didasarkan pada Al-Qur’an yang diterjemahkan
dalam tiga pilar kerja, yaitu: healing  (pelayanan kesehatan), school-
ing  (pendidikan), dan feeding (pelayanan sosial). Teologi ini pulalah
yang diklaim mampu membuat organisasi ini bertahan hingga 100
tahun lebih dengan memiliki ribuan sekolah, rumah sakit, panti asu-
han, dan layanan kesejahteraan sosial yang lain.
Ahmad Dahlan dengan menafsirkan Al-Ma’un ke dalam tiga ke-
giatan utama: pendidikan, kesehatan dan penyantunan orang miskin
juga melakukan transformasi pemahaman keagamaan dari sekadar
doktrin-doktrin sakral dan “kurang berbunyi” secara sosial menjadi
kerjasama atau koperasi untuk pembebasan manusia. Dalam konteks
inilah teologi Islam menjadi sangat konsen pada usaha mengentaskan
masalah kemiskinan sebagai manifestasi ta`awun `ala al-birri wa at-taq-
wa.Pedoman utamanya adalah konsep tauhid yang menuntut ditega-
kkannya keadilan sosial, karena dilihat dari kacamata tauhid, setiap
gejala eksploitasi manusia atas manusia merupakan pengingkaran
terhadap persamaan derajat manusia di depan Allah. Dengan de-
mikian, jurang yang menganga lebar antara lapisan kaya dan lapisan
miskin yang selalu disertai kehidupan yang eksploitatif merupakan
fenomena yang tidak tauhid, bahkan anti-tauhid.
Untuk mengatasi ketidakadilan sosial yang terjadi saat ini, maka
Muhammadiyah sebagai persyarikatan perlu menghidupkan lagi
spirit al-Ma’un, guna kemajuan hidup berbangsa dan bernegara, se-
bagaimana yang telah dilakukan oleh Kiai Dahlan di awal-­awal pen-
dirian Muhammadiyah.

[ 18 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

Setidaknya ada beberapa pesan yang dapat ditangkap dari surat


al-Ma’un, di antaranya adalah; pertama, orang yang menelantarkan
kaum duafa (mustadh’afiin) ter­golong ke dalam orang yang mendu-
stakan agama. Kedua, ibadah salat memiliki dimensi sosial, dalam
arti tidak ada faedah salat sese­orang jika tidak dikerjakan dimensi so-
sialnya. Ketiga, mengerjakan amal saleh tidak boleh diiringi dengan
sikap ria. Keempat, orang yang tidak mau memberikan pertolongan
kepada orang lain, bersikap egois dan egosentris termasuk ke dalam
orang yang mendustakan agama.
Bila ingin dipadatkan lagi, empat buah pesan yang terkandung
dalam surat al-Ma’un inilah yang menjadi cita-cita sosial Muham-
madiyah, yaitu ukhuwah (persaudaraan), hurriah (kemerdekaan),
musawah (persamaan), dan ‘adaalah (keadilan). Spirit inilah yang di-
tangkap oleh Kiai Dahlan dan diimplementasikannya dalam kehidu-
pan sosial melalui persyarikatan Muhammadiyah. Nilai-nilai ini se-
jalan dengan misi Islam di muka bumi sebagai agama yang rahmatan
lil ’alamiin.
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang Tauhid Al-Ma’un bagi
Muhammadiyah ibarat senjata untuk mengabdikan diri kepada
bangsa Indonesia. Karena Tauhid Al-Ma’un merupakan gerakan so-
sial kemasyarakatan yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan.
Muhammadiyah berpandangan bahwa gerakan kemanusiaan mer-
upakan kiprah dalam kehidupan bangsa dan negara dan salah satu
perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan dakwah amar makruf
nahi mungkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak
zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indo-
nesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujud-
kan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian,
keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai
acuan gerakan, sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam
mewujudkan masyarakat utama”Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun
Ghafur”.

[ 19 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Metodologi Penafsiran KH. Ahmad Dahlan



KH. Ahmad Dahlan dalam menyampaikan pokok pikiran dan
ajarannya salah satunya dengan menggunakan model pembelaja-
ran Al-Qur’an. KH. Ahmad Dahlan menggunakan metode lima jalan
dalam memahami Al-Qur’an, yaitu: 1). Mengenai artinya; 2). Mema-
hami tafsir dan maksudnya; 3). Jika mendapatkan larangan dalam
Al-Qur’an bertanyalah kepada diri sendiri,apakah larangan tersebut
sudah ditinggalkan; 4). Jika mendapat amar atau perintah perbuatan
dalam Al-Qur’an bertanyalah kepada diri sendiri,apakah amar atau
perintah tersebut sudah diamalkan; 5). Jika amar atau perintah terse-
but belum diamalkan jangan membaca ayat yang lain.
Pola pengajaran KH. Ahmad Dahlan ini dinilai unik, karena men-
gupas mulai dari pertanyaan-pertanyaan. Sebagaimana ungkapan
Haedar Nashir sebagai berikut:

Kiai Ahmad Dahlan memang tergolong unik dalam memahami


dan mempelajari Al-Qur’an. Cara mempelajarinya dengan
selalu di mulai dari mengupas melalui pertanyaan-pertanyaan:
Bagaimana artinya? Bagaimana tafsir keterangannya? Apakah itu
perintah yang wajib dikerjakan? Sudahkah kita menjalankannya?
JIka belum menjalankannya secara sesungguhnya maka jangan
membaca ayat-ayat lainnya. Inilah pendekatan yang dilakukan
oleh Kiai Ahmad Dahlan dalam memahami Islam, bukan hanya
sekadar dipahami, tetapi juga harus diamalkan secara konsisten.
Dari telaah yang tajam dan mendasar itu lahir pikiran-pikiran
inovatif dalam memahami dan mengamalkan Islam sebagai
ajaran yang membawa pada kemaslahatan hidup umat manusia
pada umumnya.

Metodologi penafsiran yang digunakan Kiai Ahmad Dahlan terh-


adap surat al-Ma’un ataupun surat-surat Al-Qur’an lainnya tidak ber-
dasarkan pemahaman normatif tekstual semata, melainkan berani kel-
uar dari mainstream pemikiran demi pencapaian tujuan dakwah Islam
yang beliau cita-citakan dalam bentuk tafsir aksi atau praksis sosial.

[ 20 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

Kiai Ahmad Dahlan memiliki pemahaman teologis yang kom-


prehensif,tidak hanya dalam akal pikirnya, melainkan paham teologi
yang harus dipraksiskan dalam amal nyata sesuai kebutuhan dan ke-
maslahatan masyarakat (umat). Kondisi ini bisa dimengerti jika me-
lihat bahwa kiai sebagai seorang priayi Jawa memiliki sifat dan sikap
(etos) welas asih sebagai kultur dari etika Jawa. Dr. Soetomo, seorang
dokter priayi Jawa tertarik dan terlibat aktif dalam Muhammadiyah,
karena melihat kewelas-asihan Kiai Dahlan. Dalam sambutan pem-
bukaan rumah sakit PKU Muhammadiyah Surabaya di tahun 1924,
Soetomo meyakini bahwa etika welas asih itu sebagai antitesis etika
Darwinisme (struggle for the fittest) yang menjadi kekuatan gerakan
Muhammadiyah.
Kenyataannya Kiai Dahlan mendirikan rumah sakit, bekerjasama
dengan dokter-dokter berkebangsaan Belanda dan beragama Nasrani
yang bekerja secara sukarela. Kesediaan dokter-dokter Belanda bek-
erja di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan Surabaya
tanpa dibayar, bukan bagian dari politik kolonial, melainkan didasari
komitmen kemanusiaan dokter Belanda ketika melihat kegiatan kes-
ehatan yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan itu diperuntukkan bagi
kaum duafa dan fakir miskin secara cuma-cuma. Nilai profetik kema-
nusiaan dalam etika welas asih lah yang menjadi titik temu pandan-
gan tersebut.
Pemahaman Kiai Ahmad Dahlan dalam pengajaran surat Al-
Maun semakna dengan penafsirannya mengenai QS. al-Taubah/9: 34-
35 yang memiliki penekanan berbeda dengan ulama-­ulama lain. Kiai
Ahmad Dahlan memahami al-Taubah/9: 34-35 bukan hanya dasar ke-
wajiban zakat.

َ ۡ ُّ َ َ ۡ َ ۡ َ ّ ٗ َ َّ ْ ٓ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ ٰٓ َ
‫ان‬
ِ ‫ٱلرهب‬ ‫َي ۡأيها ُٱلِينَ ء َامنوا إِن كثِرياۡ مِن ٱلحبار و‬
َ َ ُّ ِ ُ َ َ َ ُ َ
‫اس بِٱل َبٰ ِط ِل ويص ۡدون ع َن‬ ِ َّ‫كلون أ ۡم َّ َوٰل ٱنل‬ ‫لأ‬
َ َ َّ َ َ َ َّ َ ُ ۡ َ َ َ َّ َ
‫يل ٱللِۗ وٱلِين يك ِنون ٱذلهب وٱلفِضة ول‬ ِ ِ ‫سب‬
[ 21 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

َ َ َ ُ ۡ ّ َ َ َّ َ ‫ون َها ف‬ َ ُ ُ
٣٤ ‫اب أ ِل ٖم‬ ٍ ‫ذ‬ ‫ع‬ ِ ‫ب‬ ۡ ‫م‬‫ه‬ ‫ش‬ِ ‫ب‬ ‫ف‬ ِ ‫ٱلل‬ ‫يل‬
ِ ِ ‫ب‬ ‫س‬ َ ِ ‫ين ِفق‬
ُ َ َّ َ َ ۡ ُ
‫ج َباه ُه ۡم‬ِ ‫ى ب ِ َه َا‬ٰ ‫م عل ۡي َها ِف نار َج َهن َم ف ُتك َو‬
ِ ٰ َ ‫يَ ۡو َم ي‬
ُ ُ ُ َۡ َ َ َ َٰ ۡ ُ ُ ُ ُ َ ۡ ُ ُ ُ ُ َ
‫سك ۡم‬ ِ ‫نت ۡم ِلنف‬ ‫وجنوب ْهم ُوظهورهمۖ هذا ما ك‬
َ ُ ۡ َ ُۡ
‫نون‬ َ ُ َُ
ِ ‫فذوقوا ما كنتم تك‬
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar mema-
kan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka berita-
hukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam,
lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mere-
ka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu.

Menurut Dahlan, ayat itu tidak saja mengancam orang yang tidak
mengeluarkan zakat, akan tetapi juga bagi siapa saja yang menyim-
pan harta hanya untuk kepentingan diri sendiri dan tidak mender-
makan di jalan Allah. Lebih lanjut Dahlan juga mengajarkan “carilah
sekuat tenaga harta yang halal, jangan malas. Setelah mendapat, pa-
kailah untuk kepentingan dirimu sendiri dan anak istrimu secukupn-
ya, jangan terlalu mewah. Kelebihannya didermakan di jalan Allah”.
Pemahaman Kiai Ahmad Dahlan yang demikian semakna den-
gan pandangan beliau mengenai konsep beragama. Baginya berag-
ama itu adalah beramal, artinya berkarya dan berbuat sesuatu, mel-
akukan tindakan sesuai dengan isi pedoman Al-Qur’an dan Sunah.
Orang yang beragama ialah orang yang menghadapkan jiwanya dan
hidupnya hanya kepada Allah SWT yang dibuktikan dengan tinda-
kan dan perbuatan seperti rela berkurban baik harta benda miliknya
dan dirinya, serta bekerja dalam kehidupannya untuk Allah. Itu pula

[ 22 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

mengapa Dahlan menyebut bahwa rakyat kecil, kaum fakir miskin,


para hartawan dan para intelektual adalah medan dan sasaran gera-
kan dakwah Muhammadiyah.
Secara lebih mendalam dapat ditelusuri pemikiran penting
Kiai lainnya yang didokumentasikan dengan judul “Tali Pengikat
Hidup Manusia” Almanak 1923 yang sudah diterjemahkan dengan
judul “The Humanity of Human Life” oleh Charles Kurzman (2002)
dalam bukunya “Modernis Islam: A Sourcebook”. Kemudian tulisan
Kiai “Peringatan bagi Setiap Muslimin (Muhammadiyyin)”, prasaran
Muhammadiyah dalam Kongres Islam di Cirebon tahun 1921. Dalam
tulisan tersebut Kiai menekankan bahwa: 

…kebanyakan pemimpin belum menuju baik dan enaknya segala


manusia, baru memerlukan kaumnya (golongannya) sendiri. Lebih-
lebih ada yang hanya memerlukan badannya sendiri saja, kaumnya pun
tiada diperdulikan. Jika badannya sendiri sudah mendapat kesenangan,
pada perasaannya sudah berpahala, sudah dapat sampai maksudnya….

Selanjutnya Kiai juga menegaskan: 

Hidupnya akal yang sempurna, dan agar supaya dapat tetap namanya
akal, itu harus ada kumpulnya perkara enam… (antara lain). Pertama,
memilih perkara apa-apa harus dengan belas kasihan. Manusia tidak
sampai pada keutamaan, bila tidak dengan belas kasihannya itu.
Segala perbuatannya bisanya kejadian melainkan dengan kejadiannya
kesenangan, yang akhirnya lalu bosan dan terus sia-sia. Kedua,
harus bersungguh-sungguh akan mencari. Sebab sembarang yang
dimaksudkan kepada keutamaan dunia dan akhirat, itu tidak sekali-
kali dapat tercapai bila tidak dicari dengan daya upaya ikhtiar, dengan
pembelaan harta benda, kekuataan dan fikir.

Pemahaman tafsir Al-Maun tersebut mengkristal dalam bentuk


teologi sosial Muhammadiyah dan tauhid sosial. Dari tafsir ke teologi
kemudian kepada  fikih Al-Maun. Amanat Muktamar Muhammadi-
yah ke 45 di Malang tahun 2005 yang meminta Majelis Tarjih meny-

[ 23 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

usun konsep Teologi Al-Maun diterima dan disahkan menjadi kepu-


tusan Munas Tarjih ke 27 di Malang pada tanggal 3 April 2010 dengan
perubahan nama menjadi Fikih Al-Maun. Perdebatan penamaan
tersebut mengingat istilah fikih yang terkesan kaku dan formal. Teta-
pi yang terpenting substansi utama konsepsi Fikih Al-Maun tidak
bergeser dari pemikiran Kiai Ahmad Dahlan ataupun amanat Muk-
tamar, yakni dengan melihat kenyataan bahwa umat Islam sampai
sekarang masih mengalami ketertinggalan peradaban dan banyak di
antara warganya yang menjadi penyandang masalah sosial. Penye-
lesaian masalah ini secara mendasar harus diawali dari perumusan
sistem ajaran yang memadai sebagai basis teologi (tauhid sosial dan
teologi Al-Maun).
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi
mungkar bertanggung jawab ambil bagian dalam penyelesaian
masalah tersebut dengan menjabarkan tafsir surat Al-Maun ke da-
lam keyakinan teologis dan amal (praksis) sosial. Secara umum Mu-
nas Tarjih ke-27 menyepakati bahwa sistematika Fikih Al-Maun ada
dalam “Kerangka Amal al-Ma’un” yang berupa penguatan dan
pemberdayaan kekayaan fisik, moral, spiritual, ekonomi, sosial dan
lingkungan. Kemudian “Pilar Amal al-­Ma’un” terdiri atas rangkaian
berkhidmah kepada yang yatim, berkhidmah kepada yang miskin,
mewujudkan nilai-nilai salat, memurnikan niat, menjauhi ria, dan
membangun kemitraan yang berdayaguna. Sementara “Bangunan
Amal al-Ma’un” yang disepakati adalah untuk kesejahteraan indi-
vidu yang bermartabat, kesejahteraan keluarga (Keluarga Sakinah),
kesejahteraan masyarakat yang berjiwa besar, kesejahteraan bangsa
dan negara.
Dengan demikian, pemahaman tentang tafsir Surat Al-Maun, Te-
ologi Al-Maun ataupun Fikih Al-Maun di atas tidak boleh berhenti
hanya pada konsepsi pemikiran belaka, melainkan harus dapat di-
jabarkan dalam realisasi amal sosial yang terus dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan umat dan perkembangan zamannya. Dengan begi-

[ 24 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

tu, baik penafsiran ayat al-­Qur’an, penghayatannya dalam hati sebagai


keyakinan hidup (teologi) maupun pengamalannya dalam kehidupan
sehari-hari (fikih) sesuai dengan pemikiran Kiai Ahmad Dahlan yang
menekankan “siapa menanam akan mengetam”, dan “pemimpin itu
sedikit bicara banyak bekerja.”
Penafsiran yang bermuara pada hasil amal sosial berarti pula ter-
us menumbuhkan gerak dakwah Muhammadiyah sebagai gerakan
dakwah dan gerakan sosial kemasyarakatan yang bercita-cita untuk
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yaitu masyar-
akat utama adil makmur yang diridhai Allah SWT. Masyarakat yang
mengedepankan rasa solidaritas, kebersamaan, dan toleransi terh-
adap sesama. Sehingga tercipta persaudaraan (ukhuwah) yang utuh
antar sesama umat muslim.

Tafsir Surat Al-Maun

1. Ragam Perspektif Tafsir


Surat Al-Maun merupakan surat ke 107 yang terdiri atas 7 ayat
dan termasuk golongan surat-surat Makiyah. Surat Al-Maun diturun-
kan sesudah surat at-Takatsur yakni surat ke 16 dan sebelum surat
al-Kafirun yakni surat ke 18. Nama Al-Maun diambil dari kata Al-
Maun yang terdapat pada akhir ayat. Secara etimologi, Al-Maun be-
rarti banyak harta, berguna dan bermanfaat, kebaikan dan ketaatan,
dan zakat.
Kata al-Ma’un berdasarkan tafsir klasik dapat dipahami sebagai
hal-hal kecil yang diperlukan orang dalam penggunaan sehari-hari,
perbuatan kebaikan berupa pemberian bantuan kepada sesama ma-
nusia dalam hal-hal kecil. Dalam maknanya yang lebih luas, kata Al-
Maun berarti “bantuan” atau “pertolongan” dalam setiap,kesulitan.
Surat ini berdasarkan asbabun nuzulnya sebagaimana diriwayat-
kan oleh Ibnu Mundzir berkenaan dengan orang-orang munafik yang
memamerkan salat kepada orang yang beriman. Mereka melakukan

[ 25 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

salat dengan ria dan meninggalkan apabila tidak ada yang melihat-
nya, serta menolak memberikan bantuan kepada orang miskin dan

َّ َ َ َ َّ َ ۡ َ َ َ
anak yatim.
ُّ ُ َ ٰ ّ ُ ّ َ ُ
‫ ۡ فذل ِك ٱلِي يدع‬١ ‫ِين‬ ِ َ ‫كُ ِذُّب َب ِ َٱدل‬ ‫أ ۡرءيت ٱلِي َي‬
ََٞۡ ۡ َ ٰ ‫ َول يض‬٢ ‫يم‬ َ َ ِ ‫ٱلَت‬
‫ فويل‬٣ ‫ِني‬ ِ ِ ‫ع طع‬
‫ام ٱل َ ِمسك‬ َّ
َ ُ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ َ ّ َ ُ ّۡ
٥ ‫ ٱلِين هم عن ص ۡلت ِ ِهم ساهون‬٤ ‫ل ِلمصلِني‬
َ ُ َ َ َََُۡ َ ُ ٓ َ ُ ۡ ُ َ َّ
٧ ‫ ويمنعون ٱلماعون‬٦ ‫ٱلِين هم يراءون‬
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang
menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yai-
tu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat
ria, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Allah SWT. berfirman, bahwa tahukah engkau, hai Muhammad,


orang yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang meng-
hardik anak yatim. (Al-Ma’un: 2). Yakni dialah orang yang berlaku se-
wenang-wenang terhadap anak yatim, menganiaya haknya dan tidak
memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan per-
lakuan yang baik. “dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin” (Al-Ma’un: 3).
Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
َ َ َ ُّ َ َ َ َ
ٰ‫ع‬ َ َ ۡ َ ُ ۡ ُ َّ َ َّ َ
ٰٓ
‫ ول تحضون‬١٧ ‫ك ۖ بل ۡ ل تك ِرمون ٱلتِيم‬
١٨ ‫ِني‬ ۡ ِ ‫َط َع‬
ِ ‫ام ٱل ِمسك‬
Sekali-kali tidak (demikian). sebenarnya kalian tidak memuliakan anak
yatim, dan kalian tidak saling mengajak memberi makan orang mi-
skin(Al-Fajr: 17-18). Makna yang dimaksud ialah orang fakir yang tidak
mempunyai sesuatu pun untuk menutupi kebutuhan dan kecukupannya.

[ 26 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:

َ ُ َ ُ َ َّ َ ِ ‫ل ّل ِۡل ُم َص ّل‬ٞ ‫فَ َو ۡي‬


٥ ‫ِين ه ۡم َعن َصلت ِ ِه ۡم َساهون‬
‫ ٱل‬٤ ‫ني‬
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang
yang lalai dari salatnya (Al-Ma’un: 4–5).

Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang


dimaksud ialah orang-orang munafik yang mengerjakan salatnya
terang-terangan, sedangkan dalam kesendiriannya mereka tidak salat.
Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: bagi orang-orang yang salat.
(Al-Ma’un: 4) Yaitu mereka yang sudah berkewajiban mengerjakan
salat dan menetapinya, kemudian mereka melalaikannya.
Hal ini adakalanya mengandung pengertian tidak mengerjakan-
nya sama sekali, menurut pendapat Ibnu Abbas, atau mengerjakann-
ya bukan pada waktu yang telah ditetapkan baginya menurut syara’;
bahkan mengerjakannya di luar waktunya, sebagaimana yang dikata-
kan oleh Masruq dan Abud Duha.
Ibnu Dinar mengatakan bahwa segala puji bagi Allah yang telah
mengatakan dalam firman-Nya: “yang lalai dari salatnya. (Al-Ma’un:
5) Dan tidak disebutkan “yang lalai dalam salatnya”. Adakalanya pula
karena tidak menunaikannya di awal waktunya, melainkan menang-
guhkannya sampai akhir waktunya secara terus-menerus atau seba-
gian besar kebiasaannya. Adakalanya karena dalam menunaikannya
tidak memenuhi rukun-rukun dan persyaratannya sesuai dengan apa
yang diperintahkan. Adakalanya saat mengerjakannya tidak khusyuk
dan tidak merenungkan maknanya. Maka pengertian ayat mencakup
semuanya itu. Tetapi orang yang menyandang sesuatu dari sifat-sifat
tersebut berarti dia mendapat bagian dari apa yang diancamkan oleh
ayat ini. Barang siapa yang menyandang semua sifat tersebut, berarti
telah sempurnalah baginya bagiannya dan jadilah dia seorang mu-
nafik dalam amal perbuatannya.

[ 27 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah


SAW. pernah bersabda:
ُ‫ك َص َلة‬ َ ْ ْ َ َ ْ ْ َ َ ْ
‫ ت ِل‬.‫ ت ِلك َصلةُ ال ُم َناف ِِق‬.‫ت ِْلك َصلةُ ال ُم َناف ِِق‬
‫ي‬ ْ َ‫الش ْم َس َح َّت إ َذا َكن‬
َ ْ ‫ت َب‬ َّ ُ ُ ْ َ ُ ْ َ
‫ب‬ ‫ق‬‫ر‬ ‫ي‬ ‫س‬ ‫ل‬‫ي‬ ‫ِق‬ ‫ف‬ ‫ا‬ َ ‫ال ُم‬
‫ن‬
ِ
َّ َ ُ َّ ُ ُ ْ َ َ ً َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َّ ِ َ ْ َ ِ .
‫ان قام فنقر أربعا ل يذكر الل فِيها إِل‬ ِ ‫ن الشيط‬ ِ ً ‫َقر‬
‫قلِيل‬
Itu adalah salat orang munafik, itu adalah salat orang munafik, itu
adalah salat orang munafik. Dia duduk menunggu matahari; dan
manakala matahari telah berada di antara kedua tanduk setan (yakni
akan tenggelam), maka bangkitlah ia (untuk salat) dan mematuk (salat
dengan cepat) sebanyak empat kali, tanpa menyebut Allah di dalamnya
melainkan hanya sedikit.

Ini merupakan gambaran salat Asar di waktu yang terakhirnya,


salat Asar sebagaimana yang disebutkan dalam nash hadis lain dise-
but salat wusta, dan yang digambarkan oleh hadis adalah batas tera-
khir waktunya, yaitu waktu yang dimakruhkan. Kemudian seseorang
mengerjakan salatnya di waktu itu dan mematuk sebagaimana burung
gagak mematuk, maksudnya ia mengerjakan salatnya tanpa tumakninah
dan tanpa khusyuk. Karena itulah maka dikecam oleh Nabi SAW. bahwa
orang tersebut tidak menyebut Allah dalam salatnya, melainkan hanya
sedikit (sebentar). Barangkali hal yang mendorongnya melakukan salat
tiada lain pamer kepada orang lain, dan bukan karena mengharap ridha
Allah. Orang yang seperti itu sama kedudukannya dengan orang yang
tidak mengerjakan salat sama sekali. Allah SWT. telah berfirman:

َ ۡ ُ ُ ٰ َ َ ُ َ َ َّ َ ُ ٰ َ ُ َ ٰ َ ُ ۡ َّ
‫ِإَوذا‬
َ َ ‫خ ِد َّعه َم‬ ‫إن ٱلمنفِقِني يخ ِدعون ٱلل وهو‬
َ ُ ٓ َ ُ ٰ َ َ ُ ْ ُ َ ٰ َ َّ َ ْ ٓ ُ َ ِ
‫قام ُوا إِل ٱلصل َّوة ِ قام ٗوا كسال يراءون ٱنلاس ول‬
َ َ ُ َۡ
َ َّ ‫ون‬
١٤٢ ‫ٱلل إِل قلِيل‬ ‫يذكر‬

[ 28 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah


akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk
salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud ria (dengan
salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah ke-
cuali sedikit sekali (An-Nisa: 142). Dalam surat ini disebutkan oleh
firman-Nya: Orang-orang yang berbuat ria (Al-­Ma’un: 6).

ُ َّ َ َْ َ
ِ‫ َح َّدث َ َنا ي َي بْ ُن عبْ ِد ْاللِ ب ْ ِن عبْ َد َويْه‬.‫ان‬ َّ ‫قَ َال‬
َ َ ‫الط‬
ُِّ ِ ‫ب‬
َ َّ َ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ َّ َ ُّ َ ْ َ ْ
‫اب بْ ُن ع َطا ٍء‬ ‫ه‬
ِ َ ْ َ ‫و‬‫ال‬ ‫د‬ ‫ب‬‫ع‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ث‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫ب‬ ِ ْ ‫أ‬ ‫ن‬ ِ ‫الغداد ُِي حدث‬
‫ب‬ َ
ّ َّ‫اس عن انل‬ ٍ
َّ ‫ال َسن عن ابن ع‬
‫ب‬ َ ‫َع ْن يُون َس َعن‬
ُ ِ ِ َ ْ ِ َ ً َ َ َ َّ َ َ ِ ِ َّ َ ِ َ َ َّ َ َ ِ ْ َ َ ُ َّ َّ َ
‫صل الل عليهِ و ْسلم قال إ ِ ُ ّن ِف ج َهنم لوادِيا تست ُعِيذ‬
َ
‫ك يَ ْو ٍم أ ْر َب َع ِمائةِ َم َّر ٍة أع َِّد‬ ‫ف‬ ‫ِي‬ ‫د‬ ‫ا‬ َ ‫َج َه َّن ُم م ِْن َذل َِك ال‬
‫و‬
َ َ َّ َ ُ َّ ُِ ْ ِ َ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ
‫اب‬ ِ ‫ذل َِّك ال ْواد َِّي ّ ل ِلمرائ ِ َني ْ م َِن أمةِ َّمم ٍد ْ َ ِلا ّم ِِل َ كِت‬
‫ت‬ ِ ْ‫اج إِل َبي‬ِ ‫ات اللِ َول ِلح‬ ِ ‫يذ‬ ِ ‫اللِ َول ِْل ُمص ِد ِق ِف غ‬
َّ َ ‫خار ِج ف‬ َ َ َّ
ِ‫يل الل‬ ِ ِ ‫ب‬ ‫س‬ ِ ِ ‫اللِ ول ِل‬
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya
ibnu Abdullah ibnu Abdu Rabbih Al-Bagdadi, telah menceritakan ke-
padaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu
Ata; dari Yunus, dari Al-Hasan, dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW.
yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam be-
nar-benar terdapat sebuah lembah yang neraka Jahanam sendiri me-
minta perlindungan kepada Allah dari (keganasan) lembah itu setiap
harinya sebanyak empat ratus kali. Lembah itu disediakan bagi orang-
orang yang ria (pamer)dari kalangan umat Muhammad yang hafal
Kitabullah dan suka bersedekah, tetapi bukan karena Zat Allah, dan
juga bagi orang yang berhaji ke Baitullah dan orang yang keluar untuk
berjihad(tetapi bukan karena Allah SWT.).

Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Gundar dan Yahya


Al-Qattan, dari Syu’bah, dari Amr ibnu Murrah, dari seorang lelaki, dari
Abdullah ibnu Amr, dari Nabi SAW., lalu disebutkan hal yang semisal.

[ 29 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Dan termasuk hal yang berkaitan dengan makna firman-­Nya:


orang-orang yang berbuat ria. (Al-Ma’un: 6) ialah bahwa barang siapa
yang melakukan suatu perbuatan karena Allah, lalu orang lain meli-
hatnya dan membuatnya merasa takjub dengan perbuatannya, maka
sesungguhnya hal ini bukan termasuk perbuatan ria. Dalil yang mem-
buktikan hal ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu
Ya’la Al-Mausuli di dalam kitab musnadnya, bahwa:
َ‫ل بْ ُن يَزيد‬ ُ َ ْ‫وف َح َّد َث َنا َم‬ٍ ‫ر‬ ُ ‫ون بْ ُن َم ْع‬ ُ ُ َ َ َ َّ َ
‫حدثنا هار‬
َ ِ ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ ُ َ ‫َح َّد َث َنا‬
‫ري َح ُدثنا َالعمش عن أ ِ َب‬ ‫ش‬
ِ ‫ب‬ ‫ن‬ُ ‫ب‬ ‫يد‬‫ع‬
ِ ‫س‬
َّ‫ت أ َص ّل فَ َد َخ َل َع‬ ُ ْ‫َصال ِح َع ْن أَب ُه َريْ َرةَ ٍقَال كن‬
ٍ
ُ‫الل‬َّ َّ َ َّ ِ ُ َ ُ ُ ْ َ َ َ َ َ ِ َ َ ْ َ َ ٌ ُ َ
‫جل فأع َّجب ِن َذل ِك فذَكرت َه ل ِرسو َ ِل اللِ صل‬ ‫ر‬
ْ‫الس َوأَج ُر‬ ّّ ِ ‫ج ُر‬ ْ ‫ج َران أ‬ ْ ‫كأ‬ َ َ ََ َ َ َ َْ َ
ِ ِ ‫ْعليَهِ وسلم فقال ُت ِب ل‬
ِ‫ال َعلن َِية‬
Telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Makruf, telah mencer-
itakan kepada kami Makhlad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada
kami Sa’id ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy;
dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa ke-
tika aku sedang salat, tiba-tiba masuklah seorang lelaki menemuiku,
maka aku merasa kagum dengan perbuatanku. Lalu akuceritakan hal
tersebut kepada Rasulullah SAW., maka beliau SAW. bersabda: Di-
catatkan bagimu dua pahala, pahala sembunyi-sembunyi dan pahala
terang-terangan.

Imam Turmuzi telah meriwayatkannya dari Muhammad ibnul


Musanna dan Ibnu Majah, dari Bandar, keduanya dari Abu Daud
At-Tayalisi, dari Abu Sinan Asy-Syaibani yang namanya Dirar ibnu
Murrah. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib. Al-
A’masy telah meriwayatkannya dan juga yang lainnya, dari Habib,
dari Abu Saleh secara mursal.

[ 30 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

َ‫قَ َال َأبُو َج ْع َفر بْ ُن َجرير َح َّدثَن َأبُو ُك َريْب َح َّد َثنا‬
َ ْ َ ّ ْ َّ ِ َ َ ْ َ ٍ ْ ِ َ َِ ُْ َُ َ ُ
‫ي عن َجاب ِ َ ٍر‬ ‫معاوية بن هِشام عن شيبان انلحو‬
َ َ ّ َ ِ ْ ِ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ٌ ُ ٍ َ َ َّ َ ّ ِ ْ ُ ْ
‫م قال ْقال‬ ‫ف حدث ِن رجل َعن أ ِب برزة السل‬ ‫الع‬
َُ َ ِ ِْ َ َ َ ْ َ ُ َّ َّ َ َّ ِ ِ ُ ُ َ
‫ت ه ِذه ِ الية‬ ‫رَّسول اللِ صل الل عليهِ وسلم لما نزل‬
َ َ ُ َ ْ َ ُ َّ َ َ َ ُ َ ْ َ ‫ِين ُه ْم َع ْن‬
َ ‫ال‬
‫ون ُّ قال الل أكب هذا‬ ‫اه‬ ‫س‬ ‫م‬
ُ ‫ه‬ ِ ِ
ُ َ ْ َْ ْ ْ ْ ُ َ ٌْ َ ‫ت‬ ‫ال‬ ‫ص‬
َ
َْ ُ ْ
‫ك َر ُج ٍل مِنك ْم َمِثل‬ َ ‫خي لكم مِن أ َّن لو أع ِطي‬
ْ َ ُ َّ
َ ‫ادلنْ َيا ُه َو الِي إ ْن َصل ل ْم يَ ْرج خ‬ ُّ ِ‫َجِيع‬
ِ‫صلتِه‬ ِ ‫ي‬ ِ ََْ َ َ َ ْ
‫ِإَون ت َرك َها ل ْم يف َر َّب ُه‬
Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, “Telah menceritakan kepadaku Abu
Kuraib, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah ibnu Hisyam, dari
Syaiban An-Nahwi, dari Jabir Al-Ju’fi, telah menceritakan kepadaku se-
orang lelaki, dari Abu Barzah Al-Aslami yang mengatakan bahwa ketika
diturunkan firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya.”
(Al-Ma’un: 5) Maka Rasulullah SAW. bersabda: “Allahu Akbar (Al-
lah Maha Besar), ini lebih baik bagi kalian daripada sekiranya tiap-tiap
orang dari kalian diberi hal yang semisal dengan dunia dan seisinya.
Dia adalah orang yang jika salat tidak dapat diharapkan kebaikan dari
salatnya, dan jika meninggalkannya dia tidak takut kepada Tuhannya”.

ُّ‫صي‬ ْ ‫قَ َال ابْ ُن َجرير َأي ْ ًضا َح َّدثَن َز َكر َّيا بْ ُن َأبَان الْم‬
ِ ِ ٍ ْ ِ َ َ َّ َِ ٍ ُِ ْ َ َ َ َّ َ
َ‫ِكرمِة بْ ُن إب ْ َراهِيم‬ َ ُ
‫حدثنا عمرو ْبن طارِ ٍق حدثنا ع‬ْ
ِ
ْ‫ن ُع َم ْي َع ْن ُم ْص َعب بْن َسعد‬ ُ ْ‫ك ب‬ ِ ِ ‫ل‬ َ ‫َح َّدثَن َعبْ ُد ال‬
‫م‬
ٍ َّ ِ ِ َ َ
ْ ٍَ َ َ َّ َ َ ْ ْ َ ِ ْ َ
َ َّ ُ َ ُ
‫اص قال سألت رسول اللِ صل‬ ٍ ‫عن سع ِد بن أب وق‬
َ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ُ َ َّ ْ َ َِ َّ َِ َ ْ َ َ ُ َّ
‫الل عليهَِّ وسلم عن الِين ه َم عن صالت ِ ِهم ساهون‬
ْ َ َ ُ ّ َُ َ ُ َ َ
‫الصلةَ ع ْن َوقت ِ َها‬ َّ ‫ون‬ ‫خر‬ ِ ‫قال ه ُم الِين يؤ‬

[ 31 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Ibnu Jarir mengatakan pula, “Telah menceritakan kepadaku Zakaria


ibnu Aban Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Tariq,
telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ibrahim, telah menceri-
takan kepadaku Abdul Malik ibnu Umair, dari Mus’ab ibnu Sa’d, dari
Sa’d ibnu Abu Waqqas yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya
kepada Rasulullah SAW. tentang orang-­orang yang lalai dari salat-
nya. Maka beliau SAW. menjawab: Mereka adalah orang-orang yang
mengakhirkan salat dari waktunya”.

Menurut hemat penulis, pengertian mengakhirkan salat dari


waktunya mengandung makna meninggalkan salat secara keseluru-
han, juga mengandung makna mengerjakannya di luar waktu syar’i-
nya, atau mengakhirkannya dari awal waktunya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya’la, dari Syai-
ban ibnu Farukh, dari Ikrimah ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama.
Kemudian ia meriwayatkannya dari Ar-Rabi’, dari Jabir, dari Asim, dari
Mus’ab, dari ayahnya secara mauquf, bahwa karena lalai dari salatnya
hingga waktunya terbuang. Hal ini lebih sahih sanadnya. Imam Baih-
aqi menilai daif predikat marfu’-nya dan menilai sahih predikat mau-
quf-nya, demikian pula yang dikatakan oleh Imam Hakim.
Firman Allah SWT.: “dan enggan (menolong dengan) barang
berguna.” (Al-Ma’un: 7). Yakni mereka tidak menyembah Tuhan
mereka dengan baik dan tidak pula mau berbuat baik dengan ses-
ama makhluk-Nya, hingga tidak pula memperkenankan dipinjam
sesuatunya yang bermanfaat dan tidak mau menolong orang lain
dengannya, padahal barangnya masih utuh; setelah selesai, dikem-
balikan lagi kepada mereka. Dan orang-orang yang bersifat demiki-
an benar-benar lebih menolak untuk menunaikan zakat dan berbagai
macam amal kebajikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

2. Makna Kata al-Ma’un


Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ali per-
nah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-ma’un ialah zakat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Saddi, dari Abu Saleh, dari

[ 32 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

Ali. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari
Ibnu Umar. Hal yang sama dikatakan oleh Muhammad ibnul Hana-
fiah, Sa’id ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid, Atha, Atiyyah Al-­Aufi, Az-
Zuhri, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.
Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa jika dia salat pamer dan
jika terlewatkan dari salatnya, ia tidak menyesal dan tidak mau memberi
zakat hartanya; demikianlah makna yang dimaksud. Menurut riwayat
yang lain, ia tidak mau memberi sedekah hartanya. Zaid ibnu Aslam men-
gatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik; mengingat salat ada-
lah hal yang kelihatan, maka mereka mengerjakannya; sedangkan zakat
adalah hal yang tersembunyi, maka mereka tidak menunaikannya.
Al-A’masy dan Syu’bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, dari
Yahya ibnul Kharraz, bahwa Abul Abidin pernah bertanya kepada
Abdullah ibnu Mas’ud tentang makna al-ma’un, maka ia menjawab
bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu yang biasa dipinjam-­
meminjamkan di antara orang-orang, seperti kapak dan panci.
Al-Mas’udi telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari
Abul Abidin, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas’ud tentang
makna al-ma’un, maka ia menjawab bahwa makna yang dimaksud
ialah sesuatu yang biasa dipinjam-meminjamkan di antara sesama
orang, seperti kapak, panci, timba, dan lain sebagainya yang serupa.
Ibnu jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad
ibnu Ubaid Al-Muharibi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas,
dari Abu Ishaq, dari Abul Abidin dan Sa’d ibnu Iyad, dari Abdullah yang
mengatakan bahwa dahulu kami para sahabat Nabi Muhammad SAW.
membicarakan makna al-ma’un, bahwa yang dimaksud adalah timba,
kapak, dan panci yang biasa digunakan. Telah menceritakan pula kepa-
da kami Khallad ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadr
ibnu Syamil, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Ishaq
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa’d ibnu Iyad menceri-
takan hal yang sama dari sahabat-sahabat Nabi SAW.

[ 33 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Al-A’masy telah meriwayatkan dari ibrahim, dari Al-Haris ibnu


Suwaid, dari Abdullah, bahwa ia pernah ditanya tentang makna al-­
ma’un. Maka ia menjawab, bahwa yang dimaksud adalah sesuatu
yang biasa saling dipinjamkan di antara orang-­orang, seperti kapak,
timba, dan lain sebagainya yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr
ibnul Ala Al-Fallas, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-­
Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Asim
ibnu Bahdalah, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang mengatakan bah-
wa kami di masa Nabi SAW. mengatakan bahwa yang dimaksud den-
gan al-ma’un ialah timba dan lain sebagainya yang sejenis.
Abu Daud dan Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal dari
Qutaibah, dari Abu Uwwanah berikut sanadnya. Menurut lafaz Imam
Nasai, dari Abdullah, setiap kebajikan adalah sedekah. Dan kami di
masa Rasulullah SAW. menganggap bahwa al-­ma’un artinya mem-
injamkan timba dan panci.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Asim, dari Zurr, dari Ab-
dullah yang mengatakan bahwa al-ma’un artinya barang-barang yang
dapat dipinjam-pinjamkan, seperti panci, timbangan, dan timba.
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Ab-
bas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolo-
ng dengan) barang berguna. (Al-Ma’un: 7) Yakni peralatan rumah
tangga. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ibrahim An-­
Nakha’i, Sai’id ibnu Jubair, Abu Malik, dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud ialah
meminjamkan peralatan rumah tangga (dapur).
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, dari
Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan
(menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma’un:7) Bahwa orang-­

[ 34 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

orang yang disebutkan dalam ayat ini masih belum tiba masanya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna
(Al-Ma’un:7).
Ulama berbeda pendapat mengenai maknanya; di antara mereka
ada yang mengatakan enggan mengeluarkan zakat, ada yang men-
gatakan enggan mengerjakan ketaatan, dan ada yang mengatakan
enggan memberi pinjaman. Demikianlah menurut apa yang telah di-
riwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ya’qub ibnu Ibrahim,
dari Ibnu Aliyyah, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abu Ishaq, dari
Al-Haris ibnu Ali, bahwa makna yang dimaksud dengan ayat ini ia-
lah enggan meminjamkan kapak, panci, dan timba kepada orang lain
yang memerlukannya.
Ikrimah mengatakan bahwa puncak al-Ma’un ialah zakat mal,
sedangkan yang paling rendahnya ialah tidak mau meminjamkan ay-
akan, timba, dan jarum. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan
oleh Ibnu Abu Hatim. Pendapat yang dikemukakan oleh Ikrimah ini
baik, karena sesungguhnya pendapatnya ini mencakup semua pen-
dapat yang sebelumnya, dan semuanya bertitik tolak dari suatu hal,
yaitu tidak mau bantu-membantu baik dengan materi maupun jasa
(manfaat). Karena itulah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ka’b se-
hubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong den-
gan) barang berguna. (Al-Ma’un: 7) Bahwa makna yang dimaksud
ialah tidak mau mengulurkan kebajikan atau hal yang makruf.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Ibnu
Abu Zi-b, dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-­Nya: dan
enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma’un: 7) Al-ma’un
menurut dialek orang-orang Quraisy artinya materi (harta).

[ 35 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Sehubungan dengan hal ini telah diriwayatkan sebuah hadis


yang garib lagi aneh sanad dan matannya. Untuk itu Ibnu Abu Ha-
tim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku dan Abu
Zar’ah, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami Qais ibnu Hafs, Ad-Darimi, telah menceritakan kepada kami
Dalham ibnu Dahim Al-Ajali, telah menceritakan kepada kami Ali
ibnu Rabi’ah An-Numairi, telah menceritakan kepadaku Qurrah ibnu
Damus An-Numairi, bahwa mereka menjadi delegasi kaumnya kepa-
da Rasulullah SAW., lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apakah
yang akan engkau wasiatkan kepada kami?” Rasulullah SAW. men-
jawab, “Janganlah kamu enggan menolong dengan al-­ma’un.”
Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud
dengan al-ma’un itu?” Rasulullah SAW. menjawab, “Dengan batu,
besi, dan air.” Mereka bertanya, “Besi yang manakah?” Rasulullah
SAW. menjawab, “Panci kalian yang terbuat dari tembaga, kapak yang
terbuat dari besi yang kamu gunakan sebagai sarana bekerjamu.”
Mereka bertanya, “Lalu apakah yang dimaksud dengan batu?”
Rasulullah SAW. menjawab, “Kendil kalian yang terbuat dari batu.”
Hadis ini garib sekali dan predikat marfu‘-nya mungkar, dan di dalam
sanadnya terhadap nama perawi yang tidak dikenal; hanya Allah-lah
Yang Maha Mengetahui.
Ibnul Asir di dalam kitab As-Sahabah telah menyebutkan dalam
biografi Ali An-Numairi; untuk itu ia mengatakan bahwa Ibnu Mani’
telah meriwayatkan berikut sanadnya sampai kepada Amir ibnu Ra-
bi’ah ibnu Qais An-Numairi, dari Ali ibnu Fulan An-Nuamairi, bahwa
ia pernah mendengar Rasulullah SAW. bersabda:

ُّ ُ َ َ ِ َ َّ ُ َّ َ ُ َ َ َ ْ ُ ْ ُ َ ُ ْ ُْ
‫الم َسلِم أخو المسل ِ ِم َإِذا لقِيه ْحياه بِالسلم ويرد‬
َ ُ َ ُ َْ َ ُْ ٌْ َ َ ُ َ ْ َ
‫اعون‬ ‫عليهِ ما هو خي مِنه ل يمنع الم‬
Orang muslim adalah saudara orang muslim lainnya; apabila mangu-
capkan salam, maka yang disalami harus menjawabnya dengan salam

[ 36 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

yang lebih baik darinya, ia tidak boleh mencegah al-ma’un. Aku ber-

ُ َ َْ
tanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan al-ma’un?’’
Rasulullah SAW. Menjawab: "‫( الجر واحلديد وأشباه ذلك‬Pera-
botan yang terbuat dari) batu dan besi dan lain sebagainya”.

3. Empat Pokok Penting Dalam Tafsir Surat al-Ma’un


Adapun komponen pokok terpenting yang menjadi inspirasi
Pergerakan Muhammadiyah dari Surat Al-Maun yaitu:
1) Perintah berbuat kebaikan kepada sesama manusia. Terutama ke-
pada anak-anak yatim dan fakir miskin yang merupakan kelom-
pok orang-orang yang tertindas (mustad’afin).
2) Jangan lupa atau lalai mendirikan salat.
3) Jangan ria (pamer) dalam beribadah.
4) Jangan kikir (pelit) untuk beramal dan berbagi dengan sesama.

Keempat hal pokok ini tidak disukai oleh orang-orang kafir


Quraisy dan orang-orang munafik. Di mana mereka cenderung ber-
megah-megahan dan berfoya-foya dengan harta benda, lupa dengan
ibadah karena sibuk mencari harta semata, suka memamerkan kebai-
kan kepada orang lain atau tidak ikhlas dalam beribadah, dan tidak
mau berbagi dengan fakir miskin. Itulah kenapa kaum muslimin
diperintahkan menjauhi keempat perbuatan tidak baik tersebut.
Pelanggaran terhadap keempat larangan tersebut disebut sebagai
pendusta agama dan menutup hati kita atas kebenaran dan ketundu-
kan semata karena Allah padahal sebelumnya telah menyatakan iman
dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah.

Implementasi Surat Al-Maun dalam Kehidupan Warga


Muhammadiyah
Dalam konteks Muhammadiyah, surat Al-Maun memiliki arti
yang sangat penting sebab menjadi landasan dasar dan spirit bagi
lahirnya gerakan dakwah Muhammadiyah dengan berbagai amal so-

[ 37 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

sialnya berupa rumah sakit, panti asuhan, panti jompo lembaga pen-
didikan dan lainnya.
Teologi al-Ma’un—dalam payung teologi Islam- yang di-
gagas dan dikembangkan oleh KH. Ahmad Dahlan, pendi-
ri Muhammadiyah, dipandang oleh warga Muhammadi-
yah dan dinilai oleh sebagian peneliti, seperti Deliar Noer
dan Achmad Jainuri, berhasil membawa warga gerakan modern ini gigih
dan bersemangat untuk membebaskan mustad’afin dari ketertindasann-
ya. Wujud konkret dari gerakan mereka adalah pendirian beberapa panti
asuhan, rumah sakit, dan lembaga pendidikan. Dengan demikian, pada
dataran konsep, teologi Mustad’afin sesungguhnya merupakan istilah
baru, bukan konsep baru, yang dikembangkan dari sumbernya, yakni
teologi al-­Ma’un sebagai identitas yang diambil dari spirit QS. al-Ma’un.

Teologi al-Ma’un memberikan kesadaran kepada umat


Islam, terutama warga Muhammadiyah, bahwa ibadah ritual
kepada Allah itu tidak ada artinya bila ternyata kita tidak bisa
merefleksikan dalam wujud kesadaran kemanusiaan, seperti
menolong fakir-miskin dan anak yatim. Hanya saja, teologi ini
tak bisa menghalangi umat Islam dari berasyik-masyuk dalam
ibadah ritual. Baru dengan fiqh TBC, seperti larangan untuk
menciptakan ritual-ritual baru, maka umat Islam mengalihkan
minat ibadah ritualnya ke aksi sosial. Hukum selamatan
adalah contoh lain bagaimana fiqh TBC mampu mengubah
bantuan sosial karikatif dalam selamatan menuju bantuan
yang lebih konkret kepada orang-orang yang membutuhkan.

Pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang Tauhid Al-Ma’un bagi


Muhammadiyah ibarat senjata untuk mengabdikan diri kepada
bangsa Indonesia. Karena Tauhid Al-Ma’un merupakan gerakan so-
sial kemasyarakatan yang berorientasi pada nilai-nilai kemanusiaan.
Muhammadiyah berpandangan bahwa gerakan kemanusiaan mer-
upakan kiprah dalam kehidupan bangsa dan negara dan salah satu
perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan dakwah amar makruf

[ 38 ]
Teologi Al-Maun dalam Praksis

nahi mungkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak


zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indo-
nesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujud-
kan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian,
keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai
acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam
mewujudkan Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur.
Gerakan praksis Al-Ma’un dalam wacana kontemporer terutama
yang menyangkut ranah metodologi gerakan, dapat dikaitkan pula
dengan “teologi transformatif”, yakni pandangan keagamaan (Islam)
yang berbasis pada tauhid dan melakukan praksis pembebasan dan
pemberdayaan manusia. Muhammadiyah merujuk gerakan transfor-
matif tersebut dengan pandangan Islam yang berkemajuan. Dalam
bagian “Pernyataan pikiran Muhammadiyah abad kedua” (2010)
dinyatakan bahwa “Secara ideologis Islam yang berkemajuan untuk
pencerahan merupakan bentuk transformasi al-Ma’un untuk meng-
hadirkan dakwah dan tajdid secara actual dalam pergulatan hidup
keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan secara universal. Transfor-
masi Islam bercorak kemajuan dan pencerahan itu merupakan wujud
dari ikhtiar meneguhkan dan memperluas pandangan keagamaan
yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan mengem-
bangkan ijtihad di tengah tantangan kehidupan modern abad ke-21
yang sangat kompleks”. Dalam pandangan Islam yang bersifat trans-
formative itu ajaran Islam tidak hanya sekedar mengandung sep-
erangkat ritual ibadah dan hablun min Allah(hubungan dengan Allah)
semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masa-
lah-masalah konkret yang dihadapi manusia hablun min annaas. Inilah
“teologi amal” yang bercorak praksis, yang menghadirkan Islam se-
bagai agama amaliah yang membawa pada pencerahan yaitu mem-
bebaskan, memberdayakan,dan memajukan kehidupan khususnya
kaum duafa dan mustadafin. •

[ 39 ]
3
Dakwah Pencerahan
dan Membangun Keluarga Indonesia

Deskripsi Singkat
Mata Kuliah ini mengantarkan mahasiswa untuk memiliki pen-
galaman terstruktur dalam berdakwah yang mencerahkan bagi kel-
uarga Indonesia. Pengalaman terstruktur tersebut merujuk pada pen-
galaman historis Muhammadiyah dan dikontekstualisasikan dengan
dinamika terakhir melalui sebuah unit sosial terkecil, yaitu keluarga
duafa. Melalui mata kuliah ini juga mahasiswa akan mendapatkan
gambaran tentang dimensi-dimensi dakwah pencerahan seperti kon-
versi agama karena miskin, persoalan akut bangsa Indonesia, akar
persoalan bangsa Indonesia, konsep keluarga ideal, potret keluarga
Indonesia, strategi dakwah pencerahan, dakwah pencerahan untuk
keluarga Indonesia yang berkemajuan, potret keluarga duafa dan
pendekatan dakwah pencerahan untuk keluarga duafa.

[ 41 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Relevansi Pokok Bahasan Dengan Perkembangan Masyarakat


dan Ilmu Pengetahuan
Bagaimana rencana jangka panjang pemerintah Indonesia dalam
membangun keluarga Indonesia? Apa lembaga atau instansi yang
fokus bekerja untuk membangun keluarga Indonesia? Kemana dia-
rahkan pembangunan keluarga Indonesia? Berdasarkan hasil kajian
sementara penulis, bahwa ada 4 lembaga negara yang mengurusi
masalah keluarga di Indonesia, yaitu Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementrian Sosial, Kementerian
Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun kesemua
lembaga tersebut tidak bekerja secara komprehensif mengenai masa-
lah keluarga akan tetapi mereka bekerja secara parsial.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) hanya
fokus dalam pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Sehingga,
terkadang kelihatan ada kontradiktif antara satu program dengan
program lainnya. Seperti program bagi-bagi kondom di sekolah me-
nengah, program ini tentu tidak sejalan dengan pendidikan karakter
dan pendidikan moral serta pendidikan agama. Ajaran agama mela-
rang perbuatan zina, baik pakai kondom ataupun tidak. Karena Zina
itu hukumnya adalah haram.
Kementerian sosial sibuk bagi-bagi kartu bantuan sosial, yang tidak
mempengaruhi sendi-sendi ekonomi keluarga. Ada kecenderungan pro-
gram ini tidak mendidik dan menjurus kepada keluarga pemalas. Semen-
tara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lebih fokus kepada pen-
didikan keluarga. Di sisi lain Kementerian Agama hanya sibuk dengan
keluarga sakinah, yang enak didengar namun susah membuktikan sudah
berapa persen keluarga muslim yang menjadi sakinah.
Kesimpulan sementara penulis, bahwa semua instansi yang men-
gurus masalah keluarga di Indonesia belum sama visi, misi dan tu-
juan dalam pembinaan keluarga. Dan bahkan sering kelihatan adan-
ya perebutan program, terutama yang banyak dananya. Sementara
program yang tidak banyak dananya saling berlepas diri.

[ 42 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

Relevansi “Dakwah Muhammadiyah untuk Membina Keluarga di


Indonesia” dengan kemajuan masyarakat dan ilmu pengetahuan ada-
lah bahwa dakwah Muhammadiyah seyogianya dapat berkontribusi
dalam mencerahkan kehidupan masyarakat dan mencerahkan ilmu
pengetahuan. Karena masih ada ditemukan bentuk-bentuk dakwah Is-
lamiyah yang membelenggu perkembangan masyarakat dan memati-
kan rasionalitas keberagamaan. Hal inilah yang perlu dicerahkan den-
gan dakwah Islamiyah.
Dengan adanya pokok bahasan pembelajaran “Dakwah Muham-
madiyah” ini diharapkan terwujudnya sinergisitas antara dakwah
pencerahan dengan kemajuan masyarakat dan ilmu pengetahuan.
Dakwah pencerahan dilaksanakan bertujuan untuk mengusir kabut
hitam yang menutupi hati dan akal manusia. Dakwah pencerahan
dilakukan untuk membangun masyarakat Indonesia yang berkema-
juan dan sejahtera lahir bathin.1

Capaian Pembelajaran
1. Mampu memahami konsep dakwah pencerahan dan tanggung-
jawab membangun keluarga Indonesia berkemajuan
2. Mampu mengantisipasi permasalahan konversi agama kaitan
dengan kemiskinan
3. Mampu memahami persoalan akut bangsa Indonesia saat ini.
4. Mampu memahami akar persoalan bangsa Indonesia adalah per-
soalan keluarga.
5. Mampu memahami konsep keluarga ideal (sakinah) menurut Is-
lam (‘Aisyiyah)
6. Mampu memahami potret keluarga Indonesia.
7. Konsep dan strategi dakwah pencerahan

1
https://media.neliti.com/media/publication/652-id-kemiskinan-
melonjak-jurang-kesenjangan-melebar-kekayaan-40-orang-terkaya-setara.pdf

[ 43 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

8. Mampu menjadikan dakwah pencerahan sebagai solusi strategis


untuk keluarga Indonesia yang berkemajuan.
9. Mampu analisa potret dan masalah keluarga duafa.
10. Mampu melakukan pendekatan dakwah pencerahan untuk kelu-
arga duafa.

Dakwah Pencerahan untuk Membangun Keluarga Indonesia


1. Konversi Agama Karena Kemiskinan
Desa Tonasa merupakan salah satu desa yang terdapat di Kec.
Tombolo Pao Kab. Gowa, Sulawesi Selatan, sekitar 97 km dari Kota
Makassar. Di desa tersebut, ada sebuah kampung Balangbuki. Ting-
kat pendidikan masyarakat Balangbuki masih tertinggal, di mana
masyarakatnya kebanyakan hanya menamatkan sekolahnya hingga
tingkat SD. Meski pada awalnya, desa tersebut hanya dihuni pen-
duduk Muslim, namun telah berdiri Gereja Bala Keselamatan sejak
tahun 1978.
Kristen yang berada di Balangbuki lebih banyak memperguna-
kan bidang ekonomi untuk mempengaruhi umat Islam supaya ter-
tarik pada agamanya, dan selanjutnya meninggalkan agama Islam.
Jumlah jemaat Gereja Bala Keselamatan adalah 35 orang, 10 di an-
taranya merupakan pelaku konversi agama. Hal ini disebabkan ka-
rena pada saat itu kondisi masyarakat di Balangbuki mengalami kes-
ulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan akhirnya agama
Kristen datang dan memberikan beberapa bantuan berupa makanan,
pakaian, jalan pengerasan dan pipa air. Adapun bantuan tersebut be-
rasal dari CWS (charismatic worship service) melalui gereja Sion dari
Makassar. Selain bantuan dari geraja Sion, masyarakat di Balangbuki
khususnya para penganut agama Kristen sering mendapat bantuan
dari Yayasan Mateppe berupa pemberian sembako setiap natal, paka-
ian bekas, dan bantuan peralatan sekolah, bantuan untuk membuka
usaha, pertanian yang pengembaliannya dicicil dan berbunga 10%,
tetapi bunga tersebut akan disimpan sebagai dana kas kelompok.

[ 44 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

Salah seorang tokoh agama yaitu bapak M. Syukur mengemuka-


kan bahwa: ”Kemiskinan memang menjadi salah satu penyebab mas-
yarakat di Balangbuki pindah agama, karena pada saat itu masyar-
akat sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bagaimana
tidak, dahulu masyarakat hanya menkonsumsi karoti bahkan ter-
kadang mencampur beras dengan biji nangka yang dicincang dan
dimasak. Kemudian Kristen masuk dan membagi-bagikan bantuan
berupa pakaian dan makanan sehingga masyarakat lebih memilih ag-
ama Kristen.” Paka Haping (Ketua RK I Balangbuki): “Orang-orang
Kristen selalu membagi-bagikan bantuan berupa bahan pangan sep-
erti: berasa gandong (gandum), susu, mi”i roko” (mie istant), kaeng
robe” (pakaian bekas), bingkung (cangkul) dan bahan pokok lainnya.”2
Diskusikan dan berikan analisa terhadap contoh kasus dia-
tas.! Miskin secara bahasa dipahamai sebagai tidak berharta; serba
kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).3 Tidak dapat dipung-
kiri bahwa kemiskinan merupakan penyakit yang amat berbahaya
bukan hanya bagi negara tetapi juga bagi keselamatan dan keutuhan
akidah. Bagi negara, kemiskinan menjadi musuh. Selama kemiskinan
masih menjamur, sebuah negara sulit meraih kemajuan. Harga diri
dan konfidensinya turun dihadapan bangsa-bangsa lain. Bagi agama,
kemiskinan menjadi musuh yang mendehumanisasi manusia. Kem-
iskinan menyebabkan kekufuran. Terutama jika si miskin hidup di
lingkungan orang-orang kaya yang sama sekali tidak peduli dengan
nasib mereka. Terlebih jika si miskin termasuk orang yang sudah ma-
ti-matian bekerja keras (tetapi nasibnya juga tidak berubah), semen-
tara si kaya nampaknya hanya duduk-duduk saja. Dalam keadaan
itu, si miskin cenderung menawarkan semacam keragu-raguan un-

2
Juwita Armini S. Kemiskinan dan Konversi Agama (Studi Kasus Masyarakat
Balangbuku Desa Tinasa, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa. Skripsi
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar (2011).
3
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/miskin

[ 45 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

tuk mempertanyakan kebijaksanaan dan keadilan Allah SWT dalam


mendistribusikan harta kepada umat manusia.4
Doktrin pemihakan terhadap pembedayaan fakir miskin, dalam
Muhammadiyah dikenal dengan istilah Teologi Almaun. Apa itu Te-
ologi Almaun? Dikisahkan bahwa Kiai Haji Ahmad Dahlan (1868-
1923), pendiri Muhammadiyah pada 8 Dzulhijjah 1330/18 November
1912, pernah membuat murid-muridnya bertanya-tanya keheranan
saat memberi pelajaran tafsir. Ketika menafsirkan surah al-Ma’un (Al-
Qur’an surah 107) secara berulang-ulang tanpa diteruskan dengan su-
rah surah lain, Dahlan sebenarnya sedang menguji kepekaan batin
para muridnya dalam memahami Al-Qur’an , apakah sekadar untuk
dibaca atau langsung diamalkan.
Baru para murid itu paham bahwa Al-Qur’an tidak saja menyang-
kut dimensi kognitif, tetapi sekaligus sebagai pedoman bagi aksi sosial.
Mulailah para murid itu mencari orang-orang miskin dan anak yatim
di sekitar Yogyakarta untuk disantuni dan diperhatikan. Maka, pada
tahun-tahun berikutnya berdirinya Panti-Panti Asuhan dan Rumah
Sakit PKU tahun 1923 adalah salah satu perwujudan dari aksi sosial ini.
Teologi Al-Maun berawal dari bentuk pengamalan surah al-­
Ma’un oleh KH. Ahmad Dahlan dan para muridnya. Mula-mula mere-
ka mengajinya berkali-kali, dan akhirnya mengamalkannya. Ahmad
Dahlan berprinsip bahwa agama tidak sekadar dihafal, dilagu-lagu-
kan, akan tetapi untuk mengubah nasib manusia itu sendiri. Beliau
mernjelaskan tentang pelajaran terbagi atas 2 bagian: yaitu belajar
ilmu (pengetahuan/teori) secara bertahap, kemudian belajar amal
(mempraktikkan/ mengamalkan) juga secara bertahap.5

4
HM Harry Mulya Zein, Dr., Kemiskinan yang Dapat Gelincirkan Iman,
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/06/m6p3vd-­
kemiskinan-yang-dapat-gelincirkan-iman
5
KRH Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan: 7 Falsafah Ajaran & 17 Kelompok Ayat
Al-Qur’an (Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi, 2008).

[ 46 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

2. Keluarga Sebagai Pondasi Bangsa Indonesia


Mukti Ali mengatakan, kalau ada orang bertanya kepada saya
bagaimana cara membangun negara yang kuat, maka pertanyaan itu
akan saya jawab bahwa untuk membangun negara yang kuat maka
bangunlah keluarga yang kuat. Kalau orang bertanya kepada saya
bagaimana cara membangun negara yang makmur, maka pertanyaan
itu akan saya jawab bahwa untuk membangun negara yang makmur
maka bangunlah keluarga yang makmur. Kalau orang bertanya kepa-
da saya bagaimana cara membangun negara yang bahagia maka saya
akan jawab bahwa untuk membangun negara yang bahagia maka
bangunlah keluarga yang bahagia. Rumah tangga adalah merupakan
unit terkecil dari negara. Oleh karena itu dalam pembangunan negara
itu, rumah tangga harus mendapat perhatian yang istimewa.6
Ungkapan Mukti Ali sebagaimana tertera diatas, dapat dipahami
begitu pentingnya posisi keluarga dalam bernegara. Keluarga bagai-
kan miniatur sebuah negara. Pada keluarga ada kepala keluarga, ada
anggota dan ada aturan yang disepakati, bahkan ada tujuan yang
akan di capai. Bedanya kalau negara semuanya lebih formal, teren-
cana, dan aturannya tertulis. Sementara dalam keluarga tentu bukan
seperi demikian, lebih bersifat kekeluargaan.
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) di-
jelaskan bahwa keluarga merupakan tiang utama kehidupan umat
dan bangsa, tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif untuk
mewujudkan keluarga sakinah. Mewujudkan keluarga sakinah untuk
membentuk gerakan jamaah dan dakwah jamaah. Sedangkan fugsi
keluarga adalah untuk tempat sosialisasi nilai-nilai, kaderisasi, ket-
eladanan kehidupan Islami.

6
Mukti Ali, Rumah Tangga Sejahtera Bahagia dan Pembangunan Negara,
dalam buku Membina Keluarga Bahagia, (Jakarta: Pustaka Antara, 1993), hlm.
52–56.

[ 47 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Untuk itu PHIWM memberikan pedoman bahwa aktivitas kel-


uarga agar diarahkan untuk mendidik anak, menciptakan suasana
yang harmonis, menunjukkan penghormatan dan perlakuan yang ih-
san, memiliki kepedulian sosial, membangun hubungan sosial pelak-
sanaan salat dalam kehidupan keluarga.7

3. Konsep Keluarga Ideal Menurut Islam


Keluarga ideal biasa disebut dengan istilah keluarga sakinah.
Keluarga Sakinah dapat didefinisikan sebagai “Bangunan keluarga
yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di Kan-
tor Urusan Agama yang dilandasi rasa saling menyayangi dan meng-
hargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan sua-
sana kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat yang diridlai Allah SWT”.8
Adapun landasan pembentukan Keluarga Sakinah, menurut
Aisyiyah adalah berlandaskan pada tauhid, yaitu adanya kesadaran
bahwa semua proses dan keadaan kehidupan kekeluargaan harus
berpusat pada Allah SWT. Semua kepemilikan berasal dari Allah dan
kembali kepada Allah. Oleh karena itu semua kegiatan harus dilaku-
kan karena Allah SWT. Allah berfirman dalam surah al-Baqarah (2):
284 yang artinya “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam
hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitun-
gan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa
yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

7
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammaddiyah adalah suatu pedoman
resmi yang di terbitkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tujuan agar
warga Muhammadiyah dapat lebih terarah dalam mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. PHIWM berisi pedoman yang menyeluruh
mulai dari masalah pribadi sampai masalah negara dan bangsa.
8
Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, Satu
Abad Aisyiyah Muktamar ke-47, Makasar 2 sd 7 Agustus 2015, 2015, hal 29-30

[ 48 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

Dalam membangun keluarga sakinah perlu dilandaskan pada


lima asas yaitu: ”Asas karamah insaniyyah, asas pola hubungan ke-
setaraan, asas keadilan, asas mawaddah wa rahmah, serta asas pe-
menuhan kebutuhan hidup sejahtera dunia akhirat (al-falah). Ada-
pun tujuan Pembentukan Keluarga Sakinah menurut Aisyiyah adalah
pada prinsipnya terdapat dua tujuan utama pembentukan keluarga
sakinah yang terkait dengan eksistensi kemanusiaan dan kemasyar-
akatan. Kedua tujuan tersebut merupakan sarana terealisasinya misi
utama kehadiran manusia di dunia yaitu misi ubudiyyah dan kekhal-
ifahan. Kedua tujuan utama itu adalah mewujudkan insan bertakwa
dan masyarakat berkemajuan.
Keluarga Sakinah sebagai suatu keluarga terpilih menjadi lahan
yang subur untuk tumbuh kembang anak agar menjadi insan bertak-
wa. Ini merupakan amanah Allah yang dilimpahkan kepada orangtua.
Insan bertakwa adalah manusia yang terkembang semua potensi-po-
tensi kemanusiaannya secara optimal, sehingga menjadi pribadi mus-
lim yang kaffah (utuh) seluruh potensinya. Yaitu potensi tauhidiyyah,
ubudiyyah, kekhalifahan, jasadiyyah, dan ‘aqliyyah. Pribadi tersebut
akan menjadi karakter setiap anggota keluarga dan tercermin dalam
semua perilakunya di seluruh aspek kehidupan. Takwa adalah nilai
hidup yang tertinggi bagi manusia di hadirat Allah SWT sebagaimana
firman-Nya dalam surah al-Hujurat (49): 13.
Untuk mewujudkan masyarakat yang berkemajuan, memerlu-
kan kehadiran satuan-satuan keluarga sakinah sebagai modal terwu-
judnya qaryah thayyibah. Yang dimaksud qaryah thayyibah adalah suatu
perkampungan atau desa atau kelompok di mana warganya yang be-
ragama Islam menjalankan ajaran Islam secara baik dalam hubungan
dengan Allah SWT (hablun minallah) maupun dalam hubungan den-
gan sesama manusia (hablun minannas) dalam segala aspek sehingga
terwujud masyarakat Islam yang maju dan bermartabat. Qaryah thayy-
ibah memiliki karakteristik:

[ 49 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

1) Masjid/Tempat ibadah berfungsi sebagai pusat ibadah, pelayanan


sosial dan menjadi pusat kegiatan masyarakat.
2) Masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang maju.
3) Masyarakat memiliki berbagai usaha untuk meningkatkan kese-
jahteraan ekonomi warganya.
4) Masyarakat memiliki derajat kesehatan yang tinggi, baik kese-
hatan fisik, psikis maupun lingkungan.
5) Masyarakat memiliki hubungan sosial yang harmonis.
6) Masyarakat memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
7) Masyarakat memiliki kesadaran hukum dan politik yang tinggi.
8) Masyarakat memiliki kehidupan kesenian dan kebudayaan yang
Islami yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
9) Masyarakat mampu memanfaatkan teknologi dan informasi
yang ada untuk kemajuan dan kemakmuran masyarakat.9
4. Potret Keluarga Indonesia
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Maret 2017 jum-
lah  penduduk miskin, yakni penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di lndonesia mencapai
27,77 juta orang (10,64% dari jumlah total penduduk).  Ditenggarai
bahwa angka tersebut bertambah 690 ribu orang dibandingkan den-
gan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70%).
Meski secara presentase angka kemiskinan mengalami penurunan,
namun secara jumlah angka tersebut mengalami kenaikan.10 
Di samping kemiskinan yang makin tinggi kesenjanganpun turut
melebar ekstrim.Penguasaan kue ekonomi kini makin terkonsentrasi
pada kelompok super kaya, yang jumlahnya sangat kecil. Pada tahun
2010 kekayaan 40 orang terkaya sebesar 680 triliun (US$ 71,3 miliar)

9
Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, Satu
Abad Aisyiyah Muktamar ke-47, Makasar 2 sd 7 Agustus 2015, 2015, hal 29-30
10
Lihat https://bisnis.tempo.co/read/news/2017/07/17/090892130/maret-
2017-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-capai-27-77-juta

[ 50 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

atau setara dengan 10,3% PDB Indonesia. Jumlah kekayaan 40 orang


itu setara dengan kekayaan sekitar 15 juta keluarga atau 60 juta jiwa
yang paling miskin.11

Ini sebagai contoh dari kemiskinan di Tasikmalaya

Keluarga yang Tinggal di Gubuk Reyot

Keluarga dari pasangan Entis Sutisna (51 tahun) dan Rustimi,


warga Kampung Astana, Kelurahan Tamansari, Kecamatan
Tamansari, Kota Tasikmalaya, merupakan potret kemiskinan di
Kota Tasikmalaya. Pasangan Entis dan Rustimi bersama keempat
anaknya yang masih kecil terpaksa harus tinggal bersama dalam
gubuk reyot seukuran kamar yang sempit, kumuh, bocor dan
reyot.

11
Setiyanto Budiono, Kemiskinan Melonjak, Jurang Kesenjangan
Melebar Kekayaan 40 orang terkaya, setara kekayaan 60 juta penduduk,
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/652-Id-Kemiskinan-Melonjak-
Jurang-Kesenjangan-Melebar-Kekayaan-40-Orang-Terkaya-Setara.Pdf

[ 51 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

“Anak-anak saya kasihan, kalau mereka mau tidur, belajar


susah karena tempatnya segini,” kata Entis dengan nada suara
yang lemah. Sehari-hari Entis berjualan es keliling dengan
penghasilan rata-rata Rp 30 ribu per hari.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Tasikmalaya, kemiskinan di Kota Tasikmalaya mencapai 17,19%
dari jumlah penduduk 651.676 jiwa. Kemudian, di 2014 catatan
BPS menunjukkan angka kemiskinan menurun dari 17,19%
menjadi 15,95% dari 654.794 jiwa. Selain itu, rata-rata lama
sekolah (RLS) masyarakat Kota Tasikmalaya hanya 8.89 tahun
pada 2013, 8.90 tahun pada 2014 dan 8.93 tahun pada 2015.12
5. Konsep dan Strategi Dakwah Pencerahan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, dakwah diartikan sebagai
penyiaran agama dan pengembangannya di kalangan masyarakat; se-
ruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.13
Muhammadiyah memahami kata dakwah sebagai panggilan atau se-
ruan bagi umat manusia menuju jalan Allah, yaitu jalan menuju Islam.
Dakwah juga dimaknai sebagai upaya tiap muslim untuk merealisasi-
kan (aktualisasi) fungsi kerisalahan dan fungsi kerahmatan. Fungsi ker-
isalahan dari dakwah ialah “meneruskan tugas Rasulullah, menyam-
paikan dinul-Islam kepada seluruh umat manusia. Sedangkan fungsi
kerahmatan berarti “upaya menjadikan (mengejewantahkan, menga-
ktualkan, mengoperasionalkan) Islam sebagai rahmat (penyejahtera,
pembahagia, pemecah persoalan) bagi seluruh manusia.”
Dalam konsepsi Muhammadiyah, secara sosiologis, objek dak-
wah bisa diklasifikasikan menjadi empat kelas masyarakat: kelas elit,
kelas menengah, kelas bawah, dan kelompok marjinal. Dalam kon-
sepsinya tentang dakwah pencerahan dikatakan bahwa kelompok
kelas bawah merujuk kepada kelompok yang masih memiliki pek-

12
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/inpicture/nasional
inpicture/16/07/29/ob2gjq283-potret-keluarga-miskin-yang-tinggal-di-
gubuk-reyot. Diakses 7 Februari 2018
13
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/dakwah

[ 52 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

erjaan atau sumber penghasilan yang rutin namun karena minimnya


penghasilan yang didapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup se-
hari-hari, jadi secara ekonomi sangat rentan. Setiap saat kelompok ini
bisa jatuh menjadi miskin. Termasuk dalam kategori ini antara lain:
buruh, buruh tani, nelayan, pedagang kecil, pengrajin dan juga peg-
awai rendahan. Penghasilan kelompok ini umumnya terbatas untuk
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sekunder.
Terhadap segmentasi atau kelompok ini, Muhammadiyah an-
tara lain mengajukan konsep dakwah sosial. Dakwah sosial adalah
kegiatan dakwah dalam bentuk kegiatan-kegiatan sosial keagamaan
yang tidak hanya berupaya memperkuat pemahaman keagamaan
masyarakat terkait dengan hal-hal ibadah mahdlah, melainkan juga
kegiatan yang memberikan ruang bagi mereka untuk memperkuat
kohesi sosialnya, mengembangkan diri dan kepercayaan diri, men-
ingkatkan optimisme, serta kegiatan keagamaan yang dirasakan
dampak sosial dan ekonominya secara lebih nyata.14
Lebih lanjut dijelaskan bahwa salah satu bentuk kegiatan sosial
untuk masyarakat bawah adalah pendistribusian dana-­dana zakat,
infak dan sedekah (ZIS) secara tepat sasaran, Islam tidak hanya dil-
ihat secara idealis, melainkan juga praksis-fungsional. Karena itulah,
lembaga ZIS (Lazismu), AUM di bidang sosial dan kesehatan serta
majelis yang ada dalam Muhammadiyah berperan signifikan dalam
mendukung dakwah sosial ini, antar lain melalui kegiatan santunan,
beasiswa, pendampingan, serta advokasi.
Samping dakwah sosial, penting pula melakukan dakwah
ekonomi. Maksudnya adalah dakwah yang berorientasi melakukan
pendampingan di bidang ekonomi dengan tujuan meningkatkan kes-
ejahteraan masyarakat miskin atau kelompok bawah. Bentuknya dap-

14
Lihat Tanfidz Muhammadiyah terkait Model Dakwah Pencerahan
Berbasis Komunitas (2015).

[ 53 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

at bermacam-macam seperti memberikan pelatihan, pendampingan


kegiatan ekonomi, dan pengembangan teknologi tepat guna.15
Selain terhadap kelompok miskin, Muhammadiyah juga mem-
berikan perhatian terhadap masyarakat marjinal. Masyarakat marjinal
adalah istilah untuk mengidentifikasi kelompok-­kelompok masyar-
akat yang secara sosial, ekonomi dan politik “terpinggirkan”. Artinya,
kelompok-kelompok tersebut dianggap tidak mendapatkan tempat
yang selayaknya dalam kehidupan bermasyarakat. Pada hakikatnya,
kaum marjinal adalah masyarakat yang terpinggirkan dari kebija-
kan-kebijakan pembangunan, baik yang tinggal di pedesaan maupun
perkotaan. Ketidak-berpihakan negara dan pembangunan tersebut
semakin memperlemah posisi kelompok ini sehingga berdampak
pada ketertinggalan pendidikan, ekonomi, sosial, dan politik secara
luas. Kelompok ini tidak mendapatkan hak-haknya sebagaimana
warga negara yang lain dalam mengakses, mendapatkan manfaat,
dan terlibat dalam pembanguan yang menguntungkan mereka.16
Salah satu bentuk dakwah sosial yang dapat dilakukan untuk
kelompok marjinal ini adalah menjadikan atau memasukkan mere-
ka sebagai bagian dari program-program sosial lembaga keagamaan,
seperti dalam pendistribusian zakat infak dan sedekah (ZIS), san-
tunan untuk keluarga dari kelompok marjinal dan beasiswa khusus
anak-anak jalanan atau anggota keluarga dari kelompok marjinal
tersebut.17 Dakwah model ini sangat penting, mengingat sebagaimana
sabda Rasulullah bahwa kefakiran atau kemiskinan berpotensi besar
menjerumuskan seseorang untuk melakukan kekufuran.
Selain itu, Muhammadiyah juga mengajukan tawaran dakwah
advokasi. Dakwah dalam bentuk advokasi adalah bentuk yang paling
penting untuk dilakukan bagi kelompok marjinal. Sebagaimana di-

15
Ibid.
16
Ibid.
17
Ibid.

[ 54 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

jelaskan sebelumnya, kelompok marjinal adalah kelompok yang dip-


inggirkan oleh sistem. Oleh karena itu, dakwah advokasi dilakukan
untuk memperbaiki sistem yang ada, khususnya dalam menggugah
perhatian pemerintah dan membangun kesadaran di kalangan kelom-
pok marjinal akan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan.18
Menurut M. Din Syamsuddin, bahwa dakwah Muhammadiyah
disebut sebagai dakwah pencerahan. Hal ini dikarenakan Muham-
madiyah membawa konsep Islam Berkemajuan melalui tiga tahap
yaitu membebaskan manusia, memberdayakan, dan memajukan.
Masyarakat yang masih memiliki keyakinan menyimpang dari tau-
hid, masyarakat berada di bawah garis kemiskinan dan berpendidi-
kan rendah, akan segera dibebaskan.
Setelah membebaskan, mencerdaskan dan mengentaskan ma-
nusia dari kegelapan menuju hal yang terang benderang. Berusaha
mencerahkan dan membawa kepada kemajuan. Dakwah pencerahan
ini telah dilakukan Muhammadiyah semenjak sebelum berdirinya
NKRI. Muhammadiyah berperan aktif membebaskan bangsa Indone-
sia dari penjajahan bangsa asing, kemudian turut serta membangun
masyarakatnya, baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan
bidang keagamaan.
Muhammadiyah dalam memasuki abad kedua berkomitmen
untuk melakukan dakwah pencerahan yang bersifat membebaskan,
memberdayakan, dan memajukan. Dakwah pencerahan kepada
kelompok-kelompok komunitas lama maupun baru sangat penting
bagi Muhammadiyah untuk menyebarluaskan dan mewujudkan
nilai-nilai pencerahan berdasarkan pandangan Islam yang berkema-
juan bagi masyarakat luas yang heterogen.
Hal itu didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu: (1) Mem-
pertahankan, melangsungkan, dan mentransformasikan gerakan
pencerahan di abad kedua dengan menjadikan komunitas atau ja-

18
Ibid.

[ 55 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

maah sebagai basis gerakan; (2) Perubahan sosial akibat globalisasi


dan dinamika sosial baru yang terjadi dalam masyarakat Indonesia
di abad ke-21 yang memerlukan kekuatan penyangga nilai yang me-
neguhkan sekaligus mencerahkan; (3) Dinamika ekonomi, politik,
dan budaya pasca reformasi cenderung serba liberal serta memerlu-
kan bimbingan dan arahan nilai-nilai ajaran Islam yang membentuk
karakter akhlak mulia dan menjadi rahmat bagi semesta; (4) Penetrasi
ideologi-ideologi dan misi agama lain yang semakin meluas dalam
kehidupan masyarakat Indonesia khususnya di berbagai lingkun-
gan komunitas yang memerlukan dakwah fastabiq al-khairat yang
menampilkan keunggulan alternatif; dan (5) Dalam konteks situ-
asi yang dihadapi, seiring dengan perkembangan masyarakat yang
makin berubah cepat, heterogen, dan kompleks maka diperlukan pe-
mikiran, pendekatan, strategi, dan aktivitas baru yang lebih aktual
dalam model gerakan komunitas dalam sistem Gerakan Jamaah yang
meluas dan mengakar di masyarakat.

6. 
Dakwah Pencerahan sebagai Solusi Strategis Keluarga
Indonesia Berkemajuan
Asep Purnama Bakhtiar menjelaskan bahwa dalam perspektif
teologis, dakwah adalah panggilan atau seruan bagi umat manusia
menuju jalan Allah (QS. Yusuf: 108), yaitu jalan menuju Islam (QS.
Ali `Imran: 19). Strategi dan implementasi dakwah mesti mempertim-
bangkan tiga dimensi yang saling berkaitan, yaitu: dimensi kerisala-
han (QS. Al-Maidah: 67); dimensi kerahmatan (QS. Al-Anbiya: 107);
dan dimensi kesejarahan (QS. Al-­Hasyr: 18).
Dengan tiga dimensi tersebut, dakwah merupakan upaya untuk
menyampaikan ajaran Islam dan menyebarkan nilai kebajikannya un-
tuk kelayakan hidup manusia hingga bisa menyejarah, kini dan kelak.
Karena itu, selain mengajak seseorang atau sekelompok orang (mas-
yarakat) agar merespons Risalah Islamiyyah, dakwah juga bermakna
kontinu agar mengamalkan ajaran Islam atau merealisasikan pesan-pe-

[ 56 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

san dan nilai-nilai Islam ke dalam kehidupan yang bisa dirasakan oleh
masyarakat luas. 19
Dakwah dalam konteks ini juga dapat bermakna pembangunan
kualitas sumberdaya manusia, pengentasan kemiskinan, memerangi
kebodohan dan keterbelakangan. Dakwah juga bisa berarti penye-
barluasan rahmat Allah (rahmatan lil-`alamin). Dengan pembebasan,
pembangunan dan penyebarluasan ajaran Islam, berarti dakwah
merupakan proses untuk mengubah kehidupan manusia atau mas-
yarakat dari kehidupan yang tidak Islami menjadi suatu kehidupan
yang Islami.
Dakwah Pencerahan untuk keluarga Indonesia berkemajuan ada-
lah dakwah yang seimbang antara aspek lahir dan aspek bathin, aspek
duniawi dan ukhrawi. Dalam hal ini, Muhammadiyah mengelom-
pokkan materi dakwah kepada empat kelompok ajaran Islam. Yaitu:
aspek Akidah, Ibadah, Akhlak dan muamalah. Dakwah pencerahan
bertujuan untuk mencerahkan akidah Islamiyah, diharapkan akidah-
nya bersih dari kekufuran, kemusyrikan, tahayyul dan khurafat serta
terhindar dari taklid dan fanatisme. Dakwah pencerahan juga untuk
mencerahkan peribadatan, sehingga ibadah seorang muslim henda-
knya sesuai dengan syariat Allah dan Rasulnya, dan terhindar dari
praktik bidah. Di samping dakwah pencerahan juga mesti berdampak
kepada perbaikan akhlak dalam skala pribadi, keluarga, masyarakat,
dan negara. Lebih dari itu dakwah pencerahan juga seyogianya dapat
mencerahkan kehidupan keduniaan. Yaitu kehidupan yang berkema-
juan dalam aspek sosial, ekonomi, pendidikan dll.

19
Asep Purnama Bakhtiar, “Dakwah Pencerahan dalam Mengembang-
kan Kehidupan yang Berkemajuan di Basis Masyarakat.” Makalah, Disampai-
kan dalam Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kampus
Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta, 4-6 Ramadhan 1435 H/1-3 Juli 2014.

[ 57 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

7. Potret dan Masalah Keluarga Duafa


Pada 22 Juli 2016, Wartawan BeritaJateng.net mengunjungi sebuah
rumah keluarga miskin di Dukuh Buret Sawangan, Desa Tanalum
Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga. Dari hasil kunjungan
itu ditemukan kondisi keluarga duafa yang memprihatinkan. Rumah
duafa ini berdindingkan potongan asbes bekas dan kayu bekas dan
lantai rumahnya hanya berupa tanah bahkan tidak ada halaman un-
tuk bemain,
Ukuran rumahnya hanya 4 x 5 meter, tinggal disana cipto bersa-
ma isteri dan lima orang anak yaitu Rindi (15), Puput (13), Dani (11),
Rical (6) dan Bela (4). Tidak ada kamar khusus untuk anak-anaknya,
apalagi kamar untuk orang tua mereka, hanya disekat dengan kain
yang sudah lusuh, tidak ada perabot yang berharga kecuali sebuah
televisi usang, dua lemari plastik, kursi kayu rusak dan di dapur juga
tidak alat-alat masak yang layak.
Cipto mengaku, karena himpitan ekonomi yang berat, maka
anak-anak harus putus sekolah, anak sulung perempuan putus se-
kolah kelas 5 SD, kemudian bekerja di tempat salon di kota Tegal.
Anak kedua dan ketiga juga putus sekolah sewaktu kelas 3 SD, kemu-
dian keduanya juga mulai mencari uang untuk jajannya sendiri. Se-
dangkan anak keempat baru kelas 1 Sd dan anak kelima belum se-
kolah.
Lain lagi halnya di Semarang, ada manusia kotak. Manusia kotak
adalah orang yang rumahnya hanyalah kotak-kotak yang berukuran 1
X 2 meter, di pinggir-pinggir jalan (kaki 5). Di Jakarta juga ada istilah
manusia gerobak. Keluarga yang tinggalnya hanyalah di gerobak yang
sehari-hari digunakan untuk memulung. Kalau malam hari berubah
fungsi jadi rumah tempat tinggal. Manusia gerobak di Jakarta banyak
sekali yang bisa ditemukan, terutama pada malam hari. Mereka juga
banyak yang berkeluarga, dan juga punya anak.

[ 58 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

Keluarga miskin seperti ini tentu mengalami masalah besar


dalam mencapai tujuan pembentukan keluarga. Dan bahkan fung-
si-fungsi normal keluarga, bagi mereka adalah sesuatu yang nyaris
tidak terlaksana. Misalnya terjadinya kesulitan dalam menjalankan
fungsi sosial, fungsi pendidikan dan fungsi keagamaan. Disinilah per-
an dakwah pencerahan dapat mengambil peran yang lebih strategis.

8. Pendekatan Dakwah Pencerahan untuk Keluarga Duafa


Sebagaimana akan diungkapkan dalam bab berikutnya, strate-
gi dakwah pemberdayaan bisa dilakukan melalui tiga cara: melalui
pengembangan sumber daya manusia, pengembangan ekonomi dan
karitas dalam artian terpenuhinya kebutuhan pokok. Dakwah Pencer-
ahan berbasis keluarga duafa sebenarnya dalam khazanah dakwah
Islam bukan hal baru, karena ada beberapa konsep teologis yang telah
mendorong dan memotivasi dakwah pencerahan ini. Misalnya se-
mangat pembebasan belenggu kemiskinan terhadap keluarga digam-
barkan dalam surah almaun ayat 1-7. Ayat ini menyetir suatu klausul
bahwa mereka yang membentak anak yatim dan tidak menggerakkan
masyarakat dalam memberi makan orang miskin dianggap sebagai
orang yang mendustakan agama. Ayat ini juga menjelaskan bahwa
orang yang tidak memberikan kepada orang miskin barang yang ber-
manfaat, atau orang yang suka memberikan barang yang tidak ber-
manfaat dianggap sebagai orang yang telah melalaikan salat. Pada hal
dalam Islam, salat adalah tiang agama.
Kemudian semangat dalam berbagi rezeki yang dalam ekonomi
Islam biasa disebut distribusi kekayaan kepada golongan yang ter-
marginalkan, telah diuraikan dengan jelas dalam Al-Qur’an . Misalnya
dalam surah al-Taubah ayat 60 digambarkan bahwa dakwah pencer-
ahan dalam aspek ekonomi yaitu mendisribuskan kekayaan kepada
keluarga miskin, bukan kepada keluarga kaya. Dalam hal ini fikih Is-
lam mengkategorikan bahwa orang yang tidak termasuk kelompok
asnaf delapan, maka tidak dibolehkan menerima zakat atau sedekah.

[ 59 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Pembebasan keluarga dari segala aspek yang akan membawa kel-


uarga kepada suatu kondisi kemunduran, kegelapan dan keterting-
galan adalah suatu kewajiban. Sebaliknya, menjerumuskan keluarga
kedalam kondisi yang memprihatinkan, seperti malas belajar, malas
bekerja dan merekayasa penguasaan sumber daya ekonomi masar-
akat oleh pengusaha (asing) adalah suatu dosa. Semangat dakwah
pencerahan seyogianya dapat mencerahkan pemikiran, masyarakat,
serta mencerahkan ekonomi, sosial dan budayanya. Sehingga dapat
segera membawa masyarakat menuju kepada suatu kondisi ideal,
yang sesuai dengan nilai-nilai keislaman dan peraturan perundang-­
undangan negara Republik Indonesia.
Dalam pandangan Muhammadiyah kelompok masyarakat duafa
sebetulnya mengalami deprivation trap, yaitu perangkap kemiskinan
yang terdiri dari lima unsur yaitu kemiskinan itu sendiri, kelemahan
fisik, keterasingan atau isolasi, kerentanan, dan ketidakberdayaan.
Kelima unsur ini sering saling berkaitan sehingga merupakan perang-
kap kemiskinan yang benar-benar mematikan peluang hidup orang,
dan akhir-akhirnya menimbulkan proses marjinalisasi. Mereka ter-
masuk kelompok masyarakat miskin dalam berbagai aspeknya, se-
hingga masuk dalam kategori duafa dan mustadafin, yakni lemah dan
dilemahkan atau tertindas oleh sistem yang memarjinalkan dirinya.
Ketika kesenjangan sosial-ekonomi makin melebar akibat kesalahan
kebijakan pembangunan maupun faktor lainnya, maka kaum mar-
jinal makin meluas. Penduduk terbesar memperoleh hasil pembangu-
nan yang sedikit, sementara sebagian kecil penduduk yang mengua-
sai akses sosial-ekonomi dan politik yang tinggi menguasai bagian
terbesar hasil pembangunan.
Masyarakat marjinal secara ekonomi tergolong masyarakat mi-
skin atau tingkat kesejahteraannya rendah. Masyarakat yang terp-
inggirkan dari proses pembangunan, seperti kelompok migran yang
datang ke kota untuk mengais kehidupan, pada umumnya tidak
memiliki keterampilan (unskilled labour). Sebagian besar mereka bek-

[ 60 ]
Dakwah Pencerahandan Membangun Keluarga Indonesia

erja pada sektor informal atau berprofesi sebagai buruh, seperti ped-
agang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, anak jalanan, buruh
termasuk buruh perempuan, kelompok masyarakat yang tergusur
oleh pembangunan, pengemis, gelandangan, dan lain sebagainya.20

Rangkuman
Dakwah pencerahan untuk keluarga Indonesia berkemajuan
adalah dakwah Islam untuk bangsa dan negara. Islam sebagai aga-
ma mayoritas bangsa Indonesia adalah penaggungjawab terbesar di
republik ini dalam melakukan pemberdayaan ekonomi sosial dan
politik seluruh masyarakat Indonesia dan seluruh keluarga Indonesia
agar dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.

Umpan Balik Dan Tindak Lanjut (Sesuai Kebutuhan)


1. Anda diminta untuk menemukan satu kasus konversi agama
(murtad dari Islam) yang dilatarbelakangi kemiskinan
2. Kemudian anda di tugaskan untuk memberikan solusi dari per-
masalahan tersebut, agar kasus serupa tidak terjadi lagi berikut-
nya.
3. Kemukakanlah dali-dalil Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW.
Tentang dakwah pencerahan dalam penaggulangan kemiskinan. •

20
Lihat Tanfidz Muhammadiyah terkait Model Dakwah Pencerahan
Berbasis Komunitas (2015).

[ 61 ]
4
Strategi dan Teknik Menemukan
Keluarga Duafa

Pendahuluan
Dalam KBBI, keluarga diartikan sebagai ibu dan bapak beserta
anak-anaknya; seisi rumah, orang seisi rumah yang menjadi tanggu-
ngan; batih, sanak saudara; kaum kerabat, atau satuan kekerabatan
yang sangat mendasar dalam masyarakat.1 Dari pengertian tersebut,
tampak bahwa definisi keluarga memuat pengertian yang secara
umum bisa mencakup keluarga dalam arti sempit yakni orang seisi
rumah ataupun dalam arti luas mencakup keseluruhan orang yang
masih berada dalam hubungan kekeluargaan.
Sementara itu, kata duafa diartikan sebagai orang-orang lemah
(ekonominya dan sebagainya).2 Kata duafa juga didekatkan dengan
kata miskin dalam artian mengacu kepada orang yang tidak berharta,
tidak memiliki harta dan serba kekurangan (karena berpenghasilan

1
https://kbbi.web.id/keluarga. Diakses pada 19 Desember 2017
2
­https://kbbi.web.id/duafa. Diakses pada 19 Desember 2017

[ 63 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

sangat rendah). Dengan demikian, keluarga duafa bisa didefinisi-


kan sebagai kumpulan sanak saudara seisi rumah atau dalam satu
tanggungan yang secara ekonomi lemah sehingga tidak mampu me-
menuhi kebutuhan dasar sehari-harinya secara layak. Keluarga duafa
dengan kata lain bisa disebut juga sebagai keluarga miskin. Sebab,
kata miskin menurut kamus besar bahasa Indonesia online juga ber-
makna orang yang sangat kekurangan.3
Dalam khazanah Islam, menurut Hilman Latief, terminologi
kemiskinan terdapat dalam kata faqr dan miskin yang berarti orang
yang membutuhkan dan berhak mendapatkan santunan serta mener-
ima zakat dan sedekah. Selain dua terminologi tersebut, juga terdapat
terminologi duafa atau mustah’afin yang bisa dimaknai sebagai kaum
lemah dan tertindas di mana ketidakberdayaan dan kelemahan yang
dialaminya lebih disebabkan karena faktor yang bersifat struktural
dan politik yang tidak berkeadilan.4
Berbicara tentang masalah kemiskinan, sesungguhnya fenom-
ena setua peradaban manusia itu sendiri. Saat ini, di tengah kema-
juan peradaban umat manusia, kemiskinan adalah sebentuk anomali
peradaban dan kemanusiaan. Kemajuan ekonomi, ilmu pengetahuan
dan teknologi serta meningkatnya konsumerisme di berbagai wilayah
dunia, namun nyatanya jumlah penduduk atau keluarga miskin di
tingkat gobal semakin banyak. Menurut Jeffrey D Sach, meskipun di
negara-negara maju, jumlah keluarga miskin berhasil ditekan jumlah-
nya namun cerita berbeda terjadi di negara-negara berkembang dan
negara terbelakang. Para penduduk dan keluarga miskin menjadi se-
makin ekstrem kemiskinannya di negara-negara tersebut.5

3
­https://kbbi.web.id/miskin. Diakses pada 19 Desember 2017
4
Lihat Hilman Latief, Melayani Umat: Filantropi Islam dan Ideologi
Kesejahteraan Kaum Modernis (Jakarta: Maarif Institute dan Gramedia, 2010),
hal 117–118.
5
Lihat lebih lanjut dalam Jeffrey D Sach, The End of Poverty: The Possibilities
For Our Time (New York: The Penguin Press, 2005), hlm. 23.

[ 64 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

Indonesia merupakan salah satu negara besar di Asia Tengga-


ra. Negara ini diberkahi dengan sumber daya alam yang melimpah
di darat maupun di laut. Di samping wilayah geografisnya begitu
luas, jumlah penduduknya juga sangat banyak, mencapai 254, 9 juta
berdasarkan data dari BPS pada tahun 2016, memungkinkan negara
ini menjadi bangsa yang besar dan kuat. Sayangnya, sebagian wajah
bangsa ini adalah wajah kemiskinan. Fenomena kemiskinan mudah
ditemukan di sekitar masyarakat. Pengangguran, pengemis, anak-
anak jalanan merupakan fenomena lazim di kota-­kota besar seperti
Jakarta sekalipun.
Survei nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik men-
gungkapkan bahwa secara keseluruhan jumlah penduduk miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis
Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (10,70%) hingga
September 2016. Kemiskinan di Indonesia melanda kawasan perko-
taan maupun pedesaan. Data BPS mengungkap bahwa persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2016 sebesar 7,79%
(10,49 juta) pada September 2016. Di kota metropolitan Jakarta, jumlah
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan berada pada kisaran
400 ribu orang. Di sisi lainnya, pula persentase penduduk miskin di
daerah perdesaan sekitar 13,96% (17,28 juta) pada September 2016.6
Baik dalam tradisi agama maupun tradisi ideologi kesejahter-
aan modern—di luar kebijakan-kebijakan negara— muncul apa yang
kemudian dinamakan sebagai filantropi yang secara umum mengacu
kepada etika tentang memberi dan membantu orang yang berada di
luar lingkungan atau garis silsilah keluarganya.7 Filantropi adalah us-
aha untuk membantu mengentaskan kemiskinan, memeratakan kese-
jahteraan, dan mengadvokasi perubahan sosial dengan memberdaya-

6
https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1378. Diakses pada tanggal 24
­
Agustus 2017
7
Lihat antara lain Amelia Fauzia dan Dick van Der Meij, Filantropi Di
Berbagai Tradisi Dunia (Jakarta: CSRC, 1998), hlm. ix.

[ 65 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

kan kelompok masyarakat yang tidak beruntung dengan membangun


relasi yang lebih dekat antara pemberi (giver) dengan penerima (receiv-
er). Usaha ini didorong oleh semangat untuk melayani dan membantu
orang lain, sehingga kaum miskin bisa lebih berdaya atau bisa berubah
untuk tidak selamanya menjadi pihak yang menerima bantuan.8
Terhadap persoalan kemiskinan tersebut, di luar persoalan kem-
iskinan faktual yang perlu dilayani, terdapat pula sebagian kalangan
yang mengkapitalisasi kemiskinan. Artinya, sebagaian orang ini men-
cari keuntungan finansial dengan mengubah penampilan layaknya
orang miskin atau perlu dikasihani. Termasuk dalam kategori ini adalah
pengemis jalanan, pengamen, pedagang asongan dan sebagainya. Untuk
mengatasi persoalan ini, sejumlah wilayah di Indonesia seperti pemerin-
tah DKI Jakarta umpamanya melarang orang untuk memberikan uang
atau barang kepada orang-orang tersebut melalui Perda DKI Jakarta No.
8 tahun 2007. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan dikenakan pida-
na kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 20 hari atau denda
sedikitnya Rp. 100 ribu rupiah dan maksimal Rp. 20 juta.
Peraturan dari pemerintah DKI ini bukan sedang melarang infak
dan sedekah untuk orang miskin, tetapi mengingatkan kepada beber-
apa hal penting. Pertama, sebagian orang mengkapitalisasikan kemi-
skinan atau menjadikan kemiskinan sebagai mata pencaharian. Den-
gan berpenampilan yang memancing rasa iba dari penderma, banyak
orang menjadikan kegiatan pengemis itu sebagai pekerjaan. Sehing-
ga, tindakan karitatif dari penderma bukan menyelesaikan masalah
melainkan semakin membuka peluang bagi merebaknya pengorgan-
isasian atas “tindakan kriminalitas” tersebut.
Kedua, bisa jadi, terdapat pula sebagian di antaranya yang be-
nar-benar fakir, miskin dan duafa, namun kegiatan karitatif di jalanan
membuat usaha penyantunan dan pengentasan kemiskinan menjadi
program yang tidak terencana dan karenanya hasilnya tidak terukur.

8
Lihat Hilman Latief, Melayani Umat..., hlm. 117–118.

[ 66 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

Di satu sisi, penderma sudah merasa menjadi orang yang “baik” yang
sudah menunaikan kewajiban-­kewajibannya terhadap orang miskin.
Ia sudah merasa berjiwa sosial. Di sisi lainnya, kemiskinan tetap ek-
sis dan lestari. Kelompok orang miskin menjadi bergantung kepada
pemberian orang.
Terhadap masalah ini, ada baiknya pendapat Herbert Spencer
direnungkan. “Ada banyak orang-orang yang berjiwa sosial, (namun)
tidak punya nyali untuk melihat hal ini secara terbuka. Walaupun
mereka memiliki rasa simpati terhadap penderitaan-penderitaan
tersebut, mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Alih-alih mempertim-
bangkan resiko, mereka mengambil tindakan yang sangat ceroboh,
bahkan pada akhirnya bertindak sangat kejam. Kami tidak men-
ganggapnya sebagai kebaikan sejati, tindakan seperti ini sama den-
gan kebaikan seorang ibu yang berbaik hati dengan anaknya dengan
memberikannya permen yang justru akan membuatnya sakit. Kita
seharusnya justru menganggapnya sebagai tindakan yang sangat
bodoh seperti dokter bedah yang membiarkan penyakit pasiennya
semakin parah, ketimbang melakukan operasi. Sama halnya, kita ha-
rus menyebut orang-orang ini sebagai dermawan palsu, yakni orang-
orang yang berusaha mencegah penderitaan ini, tetapi akan meng-
hasilkan penderitaan yang lebih dahsyat bagi generasi berikutnya.”9
Ketiga, hendaknya kepedulian untuk mengatasi kemiskinan itu
disalurkan melalui kegiatan-kegiatan yang terorganisir, terencana atau
melalui lembaga-lembaga amil zakat yang profesional. Kegiatan seper-
ti ini penting bukan hanya untuk memilahkan mana kemiskinan yang
sesungguhnya dengan fenomena kemiskinan “jadi-jadian”, namun juga
agar kegiatan penyantunan itu bisa berdampak secara maksimal bagi
transformasi sosial. Menurut penelitian PIRAC, potensi dana zakat, infak
dan sedekah di Indonesia sangat besar dan potensial untuk menduku-

9
Dikutip dalam Michael Sherraden, Asset untuk Orang Miskin: Perspektif
Baru Usaha Pengentasan Kemiskinan (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hal 106.

[ 67 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

ng program-program pengentasan kemiskinan. Hanya saja, umumnya


masyarakat masih belum menunaikan pembayaran zakat, infak dan
sedekahnya melalui lembaga-lembaga amil modern tersebut.10
Menurut Didin Hafiduddin (2002) menunaikan zakat infak dan
sedekah melalui lembaga amil professional lebih utama dengan sejumlah
alasan. Pertama, lebih sesuai dengan tuntunan syariah, shirah nabawi-
yyah dan shirah para sahabat serta generasi sesudahnya. Kedua, menja-
min kepastian dan disiplin pembayar zakat. Ketiga, untuk menghindari
perasaan rendah diri dari para mustahik apabila mereka berhubungan
langsung dengan muzakki. Keempat, untuk mencapai efisiensi dan efek-
tivitas pengelolaan dan pendayagunaan zakat, dan terakhir sebagai syiar
Islam dalam semangat pemerintahan yang Islami.

Indikator Kemiskinan
Para sarjana maupun lembaga-lembaga sosial memiliki sejumlah
pandangan dalam menyikapi akar-akar apa saja yang menyebabkan
fenomena kemiskinan. Namun secara umum bisa dikategorikan ke
dalam dua narasi besar. Pertama adalah penjelasan yang berpusat
pada aspek politik, dan kedua upaya melihat kemiskinan dari pers-
pektif kebudayaan.
Pertama, kemiskinan sebagai dampak dari politik. Jefrey D Sach
misalnya mengatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ab-
sennya negara dalam menyediakan infrastruktur dasar seperti akses
yang buruk terhadap kesehatan dan pendidikan bagi setiap warga
negaranya.
Intinya, gagasan seperti ini berupaya melihat kemiskinan dari
perspektif politik, bukan ekonomi semata, di mana kemiskinan di-
anggap muncul karena ketidakberhasilan pemerintah sebuah negara
dalam menyediakan, membuka lapangan pekerjaan, kegagalan dalam

10
Hamid Abidin dan Kurniawati, Mensejahterakan Umat dengan Zakat:
Potensi dan Realita Zakat Masyarakat Indonesia (Depok: Piramedia, 2008).

[ 68 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

memberikan fasilitas serta layanan dasar manusia seperti kesehatan


dan pendidikan. Karena keterbatasan-keterbatasan itulah, hak-hak
masyarakat untuk hidup layak dan terbebas dari kemiskinan menjadi
jauh panggang dari api.
Karena itu, penting untuk membantu para keluarga miskin
mendapatkan kebutuhan standar pangan, kesehatan dan sebagainya
yang memungkinan mereka tidak hanya surive belaka namun juga
mampu tumbuh-kembang secara maksimal sehingga dapat terlibat
aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua, membantu para kel-
uarga miskin tersebut memiliki akses dan peluang untuk menaiki
tangga pembangunan yang memang menjadi hak setiap orang.11
Perspektif lain dalam memandang kemiskinan adalah dengan
menggunakan pendekatan kebudayaan yang kemudian memunculkan
konsep poverty of culture. Konsep ini melihat kemiskinan sebagai has-
il dari kebudayaan. Sebuah kelompok atau keluarga miskin memiliki
sistem nilai yang unik yang membuatnya tetap miskin. Pola pikir dan
perilakunya memungkinkan mereka tidak mampu beradaptasi atau
keluar dari lembah kemiskinan. Mereka memelihara mentalitas kem-
iskinan seperti perasaan sebagai orang yang termarjinal (marginality),
tidak berdaya (helplessness), mudah menyerah pada nasib, serta peras-
aan tidak mampu menyelesaikan beban hidupnya sendiri bila tanpa
bantuan dari orang lain (dependency). Oscar Lewis melalui bukunya On
Five Families merupakan antropolog yang mempopulerkan gagasan
tentang pendekatan kebudayaan dalam melihat kemiskinan.
Siapakah yang dimaksud dengan orang miskin itu? Apa param-
eter atau indikatornya? Di Indonesia terdapat beberap kriteria kem-
iskinan yang dikembangkan oleh pemerintah dan organisasi sosial
kemasyarakatan yang bisa membantu melihat dan mengukur kemi-
skinan.

11
Lihat lebih lanjut dalam Jeffrey D Sach, The End of Poverty, hlm. 24–26.

[ 69 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

1. Badan Pusat Statistik (BPSMenurut BPS, indikator kemiskinan


adalah sebagai berikut:
a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per
orang
b. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu
murahan
c. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu
berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama den-
gan rumah tangga lain.
e. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan lis-
trik.
f. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak ter-
lindung/ sungai/ air hujan.
g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/
arang/ minyak tanah
h. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali
seminggu.
i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/
poliklinik
l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani
dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangu-
nan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/
tidak tamat SD/ tamat SD.
n. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan
minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit,
emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
 

[ 70 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

Menurut BPS, jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu


rumah tangga dikatakan miskin.

2. BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional)


BKKBN menggunakan kriteria kesejahteraan keluarga un-
tuk mengukur kemiskinan. Lima pengelompokkan tahapan kel-
uarga sejahtera menurut BKKBN adalah sebagai berikut:
a. Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi ke-
butuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan
pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan.
b. Keluarga Sejahtera I
Keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang san-
gat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebu­ tuhan
yang lebih tinggi. Indikator yang digunakan, yaitu:
(1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut aga-
ma yang dianut.
(2) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua
kali sehari atau lebih.
(3) Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbe-
da untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
(4) Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
(5) Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit diba-
wa ke sarana/ petugas kesehatan.
c. Keluarga Sejahtera II
Keluarga selain dapat memenuhi kebutuhan dasar min-
imumnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikolo-
gisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengem-
bangannya. Indikator yang digunakan terdiri dari lima
indikator pada Keluarga Sejahtera I ditambah dengan sem-
bilan indikator sebagai berikut:

[ 71 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

(1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur


menurut agama yang dianut masing-masing.
(2) Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menye-
diakan daging atau ikan atau telur sebagai lauk pauk.
(3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang
satu stel pakaian baru setahun terakhir.
(4) Luas lantai rumah paling kurang 8,0 m2 untuk tiap pen-
ghuni rumah.
(5) Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir be-
rada dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksana-
kan tugas/fungsi masing-masing.
(6) Paling kurang satu orang anggota keluarga yang beru-
mur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.
(7) Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun
bisa membaca tulisan latin.
(8) Seluruh anak berusia 6-15 tahun saat ini (waktu penda-
taan) bersekolah.
(9) Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga
yang masih PUS, saat ini mereka memakai kontrasepsi
(kecuali bila sedang hamil).
d. Keluarga Sejahtera III
Keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan dasar min-
imum dan kebutuhan sosial psikologisnya serta sekaligus
dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi be-
lum aktif dalam usaha kemasyarakatan di lingkungan desa
atau wilayahnya. Mereka harus memenuhi persyaratan in-
dikator pada Keluarga Sejahtera I dan II serta memenuhi
syarat indikator sebagai berikut:
(1) Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan
agama.
(2) Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan
untuk tabungan keluarga.

[ 72 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

(3) Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari


dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk berkomunika-
si antar-anggota keluarga.
(4) Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan
tempat tinggalnya.
(5) Mengadakan rekreasi bersama di luar rumahpaling
kurang sekali dalam enam bulan.
(6) Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, maja-
lah, mendengarkan radio atau menonton televisi.
(7) Anggota keluarga mampu mempergunakan sarana
transportasi.
e. Keluarga Sejahtera III Plus
Keluarga selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimumnya dan kebutuhan sosial psikologisnya, dapat
pula memenuhi kebutuhan pengembangannya, serta seka-
ligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial
dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu dalam mas-
yarakat. Keluarga-keluarga tersebut memenuhi syarat-syarat
indikator pada Keluarga Sejahtera I sampai III dan ditambah
dua syarat berikut:
(1) Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberi-
kan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam
bentuk materi.
(2) Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai
pengurus perkumpulan, yayasan, atau institusi masyar-
akat lainnya.
Di atas adalah beberapa indikator kemiskinan yang ber-
manfaat dalam membantu kita secara lebih jernih melihat
kemiskinan yang begitu kompleks. Di luar kedua indikator
tersebut di atas, terdapat lembaga dan organisasi lain yang
mengembangkan indikator dalam meninjau kemiskinan.
Dompet Dhuafa misalnya juga mengembangkan indikator

[ 73 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

kemiskinan, sementara Aisyiyah mengembangkan indikator


keluarga sakinah.
Terlebih pada wilayah perkotaan, karena kemiskinan mer-
upakan fenomena yang begitu kompleks, berikut adalah ciri-ci-
ri tambahan yang sangat krusial dalam melihat kaum duafa.
1. Memelihara kesadaran fatalisme, sehingga bersikap
pasrah menerima keadaan
2. Berhenti mencari kerja
3. Karena terlalu lama berhenti bekerja, ia kehilangan kon-
tak dan jaringan
4. Dan sebagai implikasinya berharap pada program-pro-
gram kesejahteraan dari pemerintah dan bantuan dari
organisasi-organisasi kemasyarakatan
5. Terkait dengan persepsi terhadap waktu. Ia memiliki
banyak waktu luang, namun tidak mau memanfaatkan
waktunya untuk hal-hal yang produktif. Sebaliknya, ia
akan menggunakan banyak waktunya bersama dengan
kerabat, keluarga serta orang-orang di sekitarnya
6. Mencari hutang sebagai jalan keluar untuk mencukupi
kebutuhan hidup standar
7. Tidak memiliki gambaran terhadap masa depan.12

Menemukan Keluarga Duafa


Ada banyak cara atau metode untuk menemukan keluarga du-
afa atau keluarga miskin. Salah satu metodenya adalah mengguna-
kan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) yang diinisiasi dan
dikembangkan oleh Robert Chambers. PRA adalah teknik kajian
masyarakat dengan cara mengembangkan partisipasi masyarakat itu

12
Lihat Godfried Engbersen, Keey Schuyt, Jaap Timmer, and Frans
van Waarden, Culture of Unemployment: A Comparative Look at Long Term
Unemployment and Urban Poverty (Amsterdam: Amsterdam University Press,
2006), hlm. 167.

[ 74 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

sendiri untuk meningkatkan dan menganalisa pengetahuan mereka


mengenai hidup dan kondisinya agar mereka dapat membuat renca-
na dan tindakan. Salah satu nama lain dari PRA adalah Participatory
Learning and Action (PLA) untuk memberikan pengertian bahwa
penekanan dai pendekatan partisiatif adalah proses belajar masyar-
akat melalui pengembangan kegiatan.
Prinsip-Prinsip PRA
1. Prinsip mengutamakan atau keberpihakan terhadap kelompok
yang terabaikan, tersisihkan
2. Menguatkan atau memberdayakan masyarakat
3. Masyarakat sebagai pelaku, sementara orang luar hanya sebagai
fasilitator
4. Prinsip saling belajar dan menghargai
5. Santai dan informal, sehingga menimbulkan suasana akrab an-
tara masyarakat dengan fasilitator, serta tidak mengganggu ke-
giatan sehari-hari masyarakat
6. Terakhir, mengumpulkan dan menyerap informasi sebanyak-­
banyaknya

Berikut adalah langkah-langkah umum pencarian keluarga duafa.

1. Menyepakati Indikator Keluarga Duafa


Dari sekian banyak indikator keluarga duafa yang dijelaskan
di atas dan dari beberapa referensi lainnya, setiap kelompok ha-
rus memutuskan dan menyepakati minimal 5 indikator keluarga
duafa. Hal ini penting dilakukan, karena indikator yang disepa-
kati inilah yang akan dipergunakan sebagai instrumen untuk me-
nemukan keluarga duafa di lapangan.

2. Pencarian dan Penelusuran lokasi


Berdasarkan indikator keluarga duafa yang sudah disepa-
kati (minimal 5 indikator), maka dalam kelompok yang terdiri

[ 75 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

dari 3 orang; masing-masing anggota kelompok mencari 3 calon


keluarga duafa di sekitar lingkungan terdekatnya. Hal ini dimak-
sudkan untuk alasan keamanan dan keselamatan, juga untuk
mengembangkan nilai kemanfaatan mahasiwa bagi lingkungan
masyarakat di mana ia tinggal. Dalam pencarian ini, perlu mem-
pertimbangkan diversifikasi keluarga duafa; misalnya ada kelu-
arga duafa yang masih lengkap suami dan istri, keluarga duafa
dengan istri sebagai keluarga duafa, atau keluarga tanpa ada
ayah/ibu sebagai penanggung jawab dan sebagainya
Pengamatan terhadap lokasi dilakukan sambil berjalan
melalui pemukiman yang bersangkutan guna mengamati dan
mendiskusikan berbagai keadaan seperti kondisi permukiman
dan perumahan warga, ketersediaan sarana umum seperti se-
kolah, puskesmas, masjid/musholla. Termasuk dalam tujuan dari
tracking ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang
sumber daya alam yang tersedia, tata guna lahan, usaha yang
berkembang dan potensial, serta kajian terhadap mata pencah-
arian masyarakat.
Tiap mahasiswa mencari 3 keluarga duafa, sehingga dalam satu
kelompok terkumpul 9 keluarga duafa. Dari kesembilan keluarga
duafa, dipilih satu keluarga yang paling layak mendapatkan san-
tunan berdasarkan indikator yang disepakati di dalam kelompok.

3. Observasi untuk Penjajagan atau Pengenalan Kebutuhan


Dilakukan dengan melakukan wawancara dan pengamatan
terhadap keluarga duafa yang sudah dipilih. Wawancara tidak ha-
nya kepada kepala keluarga, namun juga anggota keluarga lainn-
ya. Wawancara dilakukan semi struktur. Artinya, sebelum wawan-
cara dilakukan, mahasiswa terlebih dahulu merencanakan outline
pertanyaan, lalu dikembangkan pada saat wawancara. Tujuan dari
wawancara ini adalah untuk mengkaji sejumlah topik informasi
mengenai aspek-aspek kehidupan keluarga duafa

[ 76 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

Pengamatan kelompok terhadap keluarga dilakukan dengan


memperhatikan lingkungan tempat tinggal, kondisi rumah, kon-
disi ruangan dalam rumah atau sesala sesuatu yang tekait den-
gan keluarga tersebut.

Contoh Pedoman Wawancara (Dapat dikembangkan sesuai ke-


butuhan
Nama:………………………………….
Jenis kelamin: ……………..
Umur: ……………….
Pendidikan terakhir:
Suami: ………………………………… Istri:
Pekerjaan:
Suami: ………………………………. Istri:…………………………….
Aktivitas sehari-hari (bagi yang tidak/belum bekerja):
………………………..
Jumlah anak:
Jumlah tanggungan keluarga: ……………
Keadaan rumah: ……………….
Perabot rumah tangga: …………………….
Utang: ……………………….
Aktivitas dalam kegiatan keagamaan:……………..
Aktivitas dalam kegiatan lingkungan sosial: …………………….
Harta yang terlihat (seperti motor dll): ………………………

4. Pelaksanaan wawancara dan pengamatan


a. Pada awal wawancara, mahasiswa menjelaskan maksud ke-
datangannya dengan jelas dan sederhana
b. Mengamati keadaan sekitar seperti kondisi rumah untuk
membantu kita memahami taraf kesejahteraannya
c. Melakukan obrolan tentang berbagai kegiatan keluarga
d. Lanjutkan wawancara dari satu topik kepada topik lain
dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah
disiapkan, sehingga pembahasan atau penggalian informasi

[ 77 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

tidak begitu terasa menonjol dan keluarga yang diwawan-


carai tidak merasa sedang diselidiki
e. Pergunakan jawaban keluarga duafa untuk mengembang-
kan topik pembicaraan selanjutnya. Biarkan keluarga duafa
melanjutkan penjelasan mengenai hal-hal yang dianggapnya
penting mengenai kehidupan sehari-harinya
f. Gunakanlah pertanyaan-pertanyaan yang terbuka (bukan
pertanyaan yang jawabannya hanya berupa iya atau tidak),
sehingga memancing pendapat mereka tentang berbagai hal.
Dari sini kita bisa mendapatkan gambaran tentang pandan-
gan mereka apakah memiliki keinginan berubah, seberapa
besar optimismenya terhadap masa depan dan sebagainya.
g. Untuk pengamatan, lihat dan catat seluruh detail tempat ke-
diaman keluarga dan lingkungannya.

5. Menyusun Profile keluarga Duafa


Observasi yang dilakukan melalui wawancara dan pengamatan
di atas menjadi sangat penting agar kelompok mampu menyusun
profile keluarga duafa, sesuai dengan form yang telah disediakan.

6. Identifikasi dan Pembatasan Masalah


Hasil observasi, di samping dipergunakan untuk menyusun
profile keluarga duafa, juga sangat penting untuk mengidenti-
fikasi masalah yang dialami serta kemudian membatasi permasa-
lahan yang akan diberdayakan. Identifikasi masalah dan pembat-
asan masalah ini meruapakan salah satu bahan penting dalam
menyusun Proposal pemberdayaan keluarga Duafa.

7. Persiapan Perencanaan Kegiatan


Adalah lanjutan dari kegiatan wawancara dan pengamatan di
atas. Dalam rencana ini, yang diformulasikan dalam bentuk propos-
al, dicantumkan dengan jelas kegiatan atau program apa yang akan
dilakukan, siapa yang akan melakukannya, serta kapan pelaksan-

[ 78 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

aannya. Semakin konkret dan jelas rencana yang dihasilkan, makin


besar peluang bahwa kegiatan itu akan sungguh-sungguh dilaku-
kan. Termasuk dalam tahap perencanaan ini adalah fund rising atau
pengumpulan dana. Dalam masalah pengumpulan dana ini tidak
boleh dilakukan dengan cara meminta-minta di jalan (mengamen).

Menuju Keluarga Sakinah


Tujuan dari program menemukan dan membantu keluarga du-
afa sebagaimana digambarkan di atas adalah membantu keluarga
tersebut bertransformasi menuju, menjadi sebuah keluarga sakinah.
Sebab, Islam pada hakikatnya menganjurkan terwujudnya keluarga
sakinah, sementara keluarga duafa dalam sejumlah aspeknya justru
bertentangan dengan konsep keluarga sakinah.
Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah merupakan salah satu pro-
gram utama Aisyiyah yang telah disahkan dalam Musyawarah Na-
sional Tarjih ke-28 di Palembang dan ditetapkan oleh Majelis Tarjih
pada Sabtu, 1 Maret 2014 bertepatan dengan 29 Rabiul Akhir 2014,
dan kemudian ditetapkan oleh melalui Surat Keputusan PP Muham-
madiyah Nomor 101/KEP/1.0/B/2015.
Secara bahasa, sakinah bermakna tenang, senang. Sementara as-sak-
inah bermakna ketenangan, kemuliaan dan kehormatan. Keluarga sak-
inah didefinisikan sebagai bangunan keluarga yang dibentuk berdasar-
kan perkawinan yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama yang
dilandasi rasa saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa
tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketentera-
man, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT.13
Di dalam buku tersebut dikemukakan bahwa globalisasi dengan
segala konsekuensi yang dibawanya, menjadi tantangan tersendiri

13
Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah. Dokumen
Satu Abad Aisyiyah, Muktamar ke-47 di Makassar, 18-22 Syawal 1436 H/ 3-7
Agustus 2015.

[ 79 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

bagi bangunan keluarga mulai dari kemiskinan, kebodohan, seksual-


itas, ancaman kesehatan dan berbagai jenis kekerasan dalam rumah
tangga terhadap anak dan perempuan yang dapat menimbulkan kek-
acauan dan ketidakharmonisan bagi lingkungan keluarga.14
Dalam Islam, misalnya, tersebut dalam Al-Qur’an bahwa “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka” (QS at-Tahrim: 6), sementara pada penjelasan lain, Rasulullah
juga bersabda, “Wahai Allah, aku mohon perlindungan kepada-Mu dari
kefakiran dan kekafiran” (Hadis Abud Said Al-Khudri). Penjelasan di
atas merefleksikan satu hal bahwa kefakiran dan keduafaan dalam aspek
ekonomi berpotensi besar kepada hal-hal yang dilarang dalam agama.
Konsep keluarga sakinah mengandaikan berjalannya fungsi-­
fungsi keluarga dalam bidang-bidang sebagai berikut. Pertama, fungsi
keagamaan, yakni keluarga dapat menjadi wahana pembinaan ke-
hidupan beragama, menanamkan keyakinan agama, sebagai pem-
binaan dalam masalah ibadah dan menanamkan akhlak karimah.
Kedua, fungsi biologis dan reproduksi, yakni keluarga sebagai tem-
pat pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan pa-
pan sehingga setiap anggota keluarga dapat mempertahankan dan
mengembangkan hidupnya. Termasuk di dalamnya adalah kebutu-
han biologis, fungsi reproduksi sehingga menghasilkan cara hidup
sehat yang sesuai dengan pedoman agama.
Fungsi lainnya, ketiga, adalah peradaban. Keluarga adalah pengem-
bang peradaban, yakni keluarga sebagai wahana pembinaan dan perse-
maian nilai budaya yang luhur yang dijiwai spirit keislaman. Keempat,
fungsi cinta kasih, keluarga sebagai wahana interaksi dan membangun
ikatan batin sebagai manifestasi cinta kasih di antara anggota keluarga.
Kelima, fungsi perlindungan. Maksudnya, keluarga menjadi wahana
untuk memberikan perlindungan fisik, mental dan moral bagi segenap
anggotanya. Perlindungan fisik dimaksudkan agar anggota keluar-

14
Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, hlm. 20.

[ 80 ]
Strategi dan Teknik MenemukanKeluarga Duafa

ga tidak merasakan lapar, haus, dingin dan panas, rasa sakit dan se-
bagainya. Perlindungan mental dimaksudkan agar terhindar dari keke-
cewaan, frustasi, ketakutan, sementara perlindungan moral bermakna
bahwa setiap unit keluarga hendaknya menjaga seluruh anggota kelu-
arga dari perilaku buruk dan tidak patut lainnya.
Keenam, fungsi kemasyarakatan. Di mana setiap keluarga men-
gantarkan anggotanya agar hidup harmonis dan aktif dalam kehidu-
pan sosial secara ihsan, islah dan makruf. Ketujuh adalah fungsi pen-
didikan, yakni sebagai tempat melakukan pendidikan yang holistik
secara intelektual, emosional, sosial dan spiritual. Kedelapan, fung-
si ekonomi, yakni menempatkan keluarga sebagai wahana untuk
mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya dalam mengelola
sumber-sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara efektif dan efisien.15
Dengan terbentuknya keluarga sakinah, maka sebuah unit kelu-
arga bisa mewujudkan, sebagai berikut:
1. Mewujudkan insan yang bertaqwa, yakni semua anggota kelu-
arga dapat mengembangkan semua potensi kemanusiaannya se-
cara optimal, menjadi muslim yang kaffah, yakni potensi tauhid-
iyyah, ubudiyyah, kekhalifahan, jasadiyah serta aqliyahnya yang
tercermin dalam sikap sehari-hari.
2. Mewujudkan masyarakat yang berkemajuan, berdaya dan ba-
hagia lahir maupun batin. Yakni masyarakat yang anggota-an-
ggotanya merasa aman dan tenteram dalam seluruh kehidupan
baik perseorangan maupun kelompok yang di dalam Al-Qur’an
disebut dengan istilah baldatun tayyibatun wa Rabbun ghofur, neg-
eri yang baik yang mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Se-
hingga, terjamin rasa persaudaraan, keadilan, ketertiban dalam
seluruh bidang kehidupan masyarakat.16

15
Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, hlm. 43–55
16
Pimpinan Pusat Aisyiyah, Tuntunan menuju Keluarga Sakinah..., hlm. 50–51.

[ 81 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Keluarga Duafa sebagai Sasaran Dakwah Lapangan


Kegiatan dakwah lapangan mata kuliah Kemuhammadiyahan
menjadikan keluarga duafa sebagai sasaran pemberdayaan. Tentu
muncul pertanyaan, kenapa unit sosial ini yang dijadikan sasaran?
Kenapa bukan komunitas, lembaga sosial, atau kelompok-kelompok
termarginalkan lainnya? Menetapkan keluarga duafa sebagai sasaran
pemberdayaan didasarkan pada beberapa pertimbangan:
1. Dalam ajaran Islam, unit sosial yang paling banyak mendapat per-
hatian adalah keluarga. Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits sangat ban-
yak sekali membicarakan dan menuntun umatnya dalam kehidupan
keluarga, mulai dari bagaimana cara membentuknya, visi keluarga,
mengelola keluarga, mengelola konflik dalam keluarga, mendidik
anak, hingga persoalan harta warisan. Kiranya tidak ada unit sosial
yang lebih lengkap dibahas dalam doktrin Islam seperti keluarga.
2. Pada dasarnya, keluarga sebagai unit sosial terkecil merupa-
kan potret kehidupan sosial yang lebih luas, hatta sekalipun itu
sebuah Negara bangsa. Berbagai persoalan negara-bangsa pada
dasarnya bisa dilihat dan tercermin pada kehidupan keluarga,
apalagi keluarga duafa.
3. Dengan beberapa keterbatasan yang melekat pada disain ke-
giatan ini, seperti waktu, pembekalan, resource dan jaringan yang
dimiliki mahasiswa, maka pilihan keluarga duafa sebagai sasa-
ran pemberdayaan menjadi sesuai dengan keterbatasan kegiatan
ini. Paling tidak, keluarga tidak lebih rumit dibandingkan komu-
nitas, lembaga sosial atau kelompok termarginalkan lainnya.
4. Dalam waktu yang terbatas, kelompok mahasiswa bisa memban-
gun hubungan yang cepat dan mendalam dengan keluarga dua-
fa. Hal ini memudahkan pemetaan masalah, menemukan bentuk
pemberdayaan yang tepat, serta memudahkan mahasiswa/kelom-
pok untuk membangun hubungan berkelanjutan pasca kegiatan. •

[ 82 ]
5
Teknik Penyusunan Proposal
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN
KELUARGA DUAFA

A lkisah, suatu saat KH Ahmad Dahlan meminjam uang kepada


para sahabatnya beberapa ratus gulden. Semula sahabatnya menduga
bahwa pinjaman uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi.
Di belakang hari para sahabatnya baru mengerti jika pinjaman KH
Ahmad Dahlan digunakan untuk biaya membangun gedung sekolah
di atas tanahnya yang diwakafkan. Melihat itu, sebagian sahabatnya
lalu menginfakkan uang yang dipinjam KH Ahmad Dahlan dan
bahkan sahabat yang lain menambahkan dana infak yang baru.1 Saat
ini penghimpunan dana untuk kegiatan sosial dinamakan sebagai
fund-raising, sementara budaya berderma sering disebut sebagai
filantropi.

1
Abdul Munir Mulkhan, Jejak Pembaharuan Sosial dan Kemanusiaan Kiai
Ahmad Dahlan, (Jakarta; Kompas Media Nusantara,2010) hal 197

[ 83 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Penghimpunan Dana Secara Konvensional dan Filantropi


Muhammadiyah
Philanthropy berasal dari bahasa Yunani yang bermakna phillen
berarti menyintai (to love) dan anthropos manusia, sehingga filantropi
diartikan ungkapan cinta kasih terhadap sesama manusia.2 Filantro-
pi adalah kecintaan seseorang atau secara kolektif kepada orang lain
berdasarkan cinta sesama manusia. Filantropi kerapkali digunakan
untuk mengekspresikan menolong orang-orang yang membutuh-
kan.3 Oleh karena itu, makna filantropi memiliki kedekatan dengan
kedermawanan dan kesetiakawanan, dikarenakan dalam filantropi
esensi yang utama adalah saling memberikan perhatian dan berbagi
dengan sesama.4
Filantropi merupakan suatu kebaikan yang universal, di mana
dapat ditemukan landasan teologis dan filosofis etis dari setiap tra-
disi agama. Hal ini terlihat dari setiap agama menganjurkan untuk
melakukan kebaikan dalam masyarakat dan senantiasa mendorong
umatnya untuk melakukan kebaikan.5 Sebagaimana dalam tradisi
peradaban besar seperti Cina, Yunani, Persia India dan Arab adanya
tradisi untuk berbuat baik sehinga menjadi landasan etis untuk mel-
akukan kebaikan yang dilakukan secara individual ataupun secara
institusional. Dalam dalam ajaran agama Islam, Allah adalah Ma-
hakasih dan Mahasayang atas semua makhluk-Nya. Seorang hamba
karenanya juga dituntut memiliki sikap kasih sayang dan menunjuk-
kan kelembutan hati terhadap sesama manusia lainnya. Kasih sayang
adalah tindakan terhormat yang dibawa melalui perbuatan aktif ter-

2
Irdham Huri, Filantropi Kaum Perantau; Studi Kasus Kedermawanan Sosial
Organisasi Perantau Sulit Air Sepakat (SAS), (Kabupaten Solok, Sumatra Barat,
Depok: Piramedia, 2006), hlm. 10
3
Hilman Latief, Melayani Umat; Filantropi Islam dan Ideologi Kesejahteraan
Kaum Modernis (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 2010), hlm. 34
4
Irdham Huri, Filantropi Kaum Perantau..., hlm. 10.
5
Hilman Latief, Melayani Umat..., hlm. 36

[ 84 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

hadap orang lain. Kedermawanan adalah membumikan welas asih


Allah SWT bagi kehidupan dunia. Perwujudan welas asih itu akan
berdampak eskatologis bagi pelakunya di hari akhir. Dua sifat Allah
yang termaktub dalam al-asma’ al-husna yang berhubungan langsung
dengan kedermawanan ialah al-Rahman dan al-Rahim. KH Ahmad
Dahlan mengistilahkannya dengan teologi “welas asih”6
Gerakan filantropi dalam sejarahnya terbagi menjadi beberapa
tahapan gerakan tersebut mengalami evolusi agar menjadi yang leb-
ih baik dalam mewujudkan keadilan sosial. Evolusi gerakan filantropi
tersebut sebagai berikut; pertama, pendekatan charitas atau layanan,
dalam perkembanganya pendekatan ini kurang efektif dikarenakan ha-
nya menyembuhkan gejala-gejala dalam problem sosial sehingga tidak
menyentuh akarnya. Pendekatan tersebut tidak mengurangi permasala-
han sosial dikarenakan hanya memberikan materi saja dan setelah itu
tanpa adanya pendampingan. Kedua, filantropi ilmiah gerakan ini beru-
saha menghilangkan penyebab kemiskinan dan ketidakadilan. Gerakan
ini terfokus dalam melakukan pendidikan dan penelitian tentang kemi-
skinan dan ketidak adilan, namun melupakan pelayanan sebagai bentuk
yang real dalam melakukan pemberdayaan. Ketiga, neo filantropi ilmi-
ah, gerakan ini serupa dengan gerakan filantropi ilmiah, namun cend-
erung pada proses dan menafikan keunikan dari masing-masing lemba-
ga filantropi dalam mengatasi permasalahan sosial dengan programnya.
Keempat, filantropi kreatif, gerakan ini menggunakan gerakan filantropi
pelayanan, ilmiah, neo ilmiah dengan menambahkan formula baru seh-
ingga memperluas lingkup dan berkelanjutan dampak yang luas bersifat
institusional, memberikan peran yang khusus pada lembaga filantropi
dengan melihat keunikan dari masing-masing masyarakat.7

6
Zakiyuddin Baidhawy, Muhammadiyah dan Kedermawanan, dalam
Republika co.id, tanggal 17 Agustus 2017.
7
Helmut K Anheier, dan Diana Leat, Creative Philanthropy Toward a
New Philanthropy For The Twenty-First Century (Los Angeles: University of
California, 2006).

[ 85 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Masyarakat sebagai kesatuan kehidupan swasta memiliki tanggu-


ng jawab dan peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan
dan menghilangkan kemiskinan.8 Pengentasan masalah itu, dilaku-
kan dengan cara melakukan keadilan. Keadilan terbagi menjadi dua
macam yaitu keadilan distributive dan keadilan produktif. Keadilan
distributive merupakan keadilan dalam melakukan distribusi sesuai
dengan kebutuhannya sehingga memunculkan demokrasi sosial di
mana pelaku utamanya Negara, sedangkan keadilan produktif mer-
upakan lembaga-lembaga ekonomi dari kolektif masyarakat ataupun
perusahaan yang memiliki profit sehingga menampilkan demokrasi
ekonomi dengan pelaku utamanya adalah masyarakat.
Muhammadiyah sebagai bagian organisasi sosial kemasyarakatan
memiliki peran dalam mengurangi kemiskinan dengan mewujudkan
kesejahteraan dengan menyantuni fakir miskin dan mendidiknya seh-
ingga menjadi mandiri dengan mendirikan Amal Usaha Muhammadi-
yah Sosial seperti panti asuhan dan lembaga kesejahteraan sosial yang
lain. Gerakan yang dilakukan oleh Muhammadiyah merupakan cermin
dari pemahaman teologi yang dimilikinya sehingga menjadi ideologi da-
lam organisasi tersebut. Ideologi Muhammad diambil dari penerjema-
han terhadap Al-Qur’an dan as Sunnah yang termanifestasikan dalam
Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan
Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, dan Kepribadian Muhammadiyah.
Paham keagamaan Muhammadiyah sebagaimana dalam Muqa-
dimah Anggaran Dasar Muhammadiyah menjelaskan bahwa Tauhid
yang baik dalam seorang muslim akan membentuk dua macam kesa-
daran yaitu; (a) kesadaran adanya hari akhir sehingga manusia untuk
mempertanggungjawabkannya (b) kesadaran hidup didunia sema-
ta-mata untuk beramal sholeh.9 Tauhid dalam perfektif Muhammadiyah

Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Bandung: Mizan,1997), hlm. 127


8

9
Haedar Nashir, Manhaj Gerakan Muhammadiyah; Ideologi, Khitah dan
Langkah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Majelis Pendidikan Kader
Pimpinan Pusat Muhammadiyah,2009), hlm. 10.

[ 86 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

bukan hanya meyakini bahwa Allah SWT. adalah Esa, namun implikasi
dari mengesakan Allah SWT maka manusia harus berbuat baik dalam
rangka untuk beribadah kepadaNya. Mengesakan Allah SWT saja tanpa
adanya amal sholeh berdampak pada pemahaman tauhid yang kurang
sempurna, begitu pula sebaliknya. Tauhid sebagaimana dijelaskan da-
lam Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah tersebut dinamakan
Tauhid Sosial sebagaimana di ungkapkan oleh Amien Rais.
Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah melakukan program
prioritas untuk mengatasi persoalan kemanusiaan yang tertuang da-
lam keputusan hasil Mukatamar ke 47 di Makasar di antaranya ada-
lah perlindungan kelompok minoritas.10 Kelompok minoritas dalam
keputusan muktamar di antaranya adalah kaum difabel, para buruh,
gelandangan dan keluarga miskin. Kelompok minoritas dalam men-
jalankan kehidupannya seringkali kurang mendapatkan keadilan ka-
rena mendapatkan pelakukan subordinasi dari hasil kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Perlindungan dan pemberdayaan pada
kelompok itu, merupakan tugas yang utama agar mereka dapat man-
diri dengan program yang relevan.
Menurut Mitsuo Nakamura dalam Hilman Latief, mengungkap
bahwa Muhammadiyah tidak memiliki ideologi tertentu selain Islam dan
kandungan ajarannya sebagai sumber kebenaran abadi. Namun Muham-
madiyah memiliki sifat yang unik dalam pendirian dan sifat gaya aktivis-
menya. Pendirian dan gaya aktivismenya yang dilakukan oleh Muham-
madiyah adalah sifat praksis sosial dalam pengaplikasian keagamaan
dalam kehidupan sosial masyarakat. Sifat tersebut yang menjadi dasar
bahwa pendiri Muhammadiyah dikenal dengan man of action, dikarena-
kan KH Ahmad Dahlan dalam pelaksanaannya kehidupan sebagai pen-
gaplikasian Al-Qur’an dalam mengatasi permasalahan sosial. 11 Pelaksan-

10
Keputusan Muktamar 47, Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis
Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal, (Yogyakarta; Pimpinan Pusat
Muhammadiyah,2015).
11
Hilman Latief, Melayani Umat..., hlm. 125.

[ 87 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

aan ajaran agama dalam aksi sosial yang dilakukan oleh Muhammadiyah
merupakan ikhtiar kolektif umat untuk terciptanya keadilan sosial dan
kesejahteraan masyarakat, inilah yang dinamakan ideologi kesejahteraan.
Ideologi kesejahteraan Muhammadiyah sebagai cerminan pelak-
sanaan nilai-nilai keagamaan yang dianutnya diaktualkan dengan
mendirikan lembaga filantropi yang modern, mandiri dan profes-
sional sehingga dakwah Muhammadiyah berdampak luas bagi mas-
yarakat. Lembaga filantropi Muhammadiyah melaksanakan program
sesuai dengan yang dilakukan oleh Muhammadiyah bersifat pem-
berdayaan dan pengembangan masyarakat. Penerjemahan ideologi
kesejahteraan Muhammadiyah tertuang secara institusionalisasi den-
gan seluruh kegiatan dan amal usaha Muhammadiyah dibiayai dari
dana infak, zakat dan sedekah serta jariah lainnya. Sedekah dan amal
sholeh merupakan kedermawanan sosial atau filantropi yang dilaku-
kan oleh publik sebagai relasi ajaran amal sholeh. Kegiatan ini dikelo-
la oleh persyarikatan menjadi amal usaha dalam berbagai bentuk sep-
erti sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan tempat ibadah.12
Biaya program pemberdayaan dilakukan dengan cara menejemen
fundraising secara modern, terarah, transparan, dan profesional. Dalam
melakukan fundraising misalkan Muhammadiyah memiliki Lazismu
sebagai lembaga filantropi Islam sebagai penerus perpanjangan tangan
dakwah Muhammadiyah. Lazismu sudah berdiri di setiap pimpinan
wilayah, daerah dan cabang se-Indonesia. Proses fundraising dilaku-
kan pada seluruh lapisan masyarakat dengan program yang bersifat
universal dengan keterlibatan pemberi dana dalam melaksanakan pro-
gram. Proses pemberian dana yang dilakukan oleh Muhammadiyah
dengan keterlibatan langsung kepada sasaran program sehingga men-
jadi jelas program dan tepat sasaran, bukanya penerima sasaran pro-
gram datang kantor untuk menerima bantuan. Hal ini penting, dika-

12
Abdul Munir Mulkan, Jejak Pembaharuan Sosial ..., hlm. 153.

[ 88 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

renakan agar fundraising dilakukan secara maksimal sehingga mampu


membiayai program agar berjalan dengan maksimal.
Menurut Helmut K Anhenier dan Diana Leat filantropi dalam
pelaksanaanya terdapat dua macam yaitu secara modern dan tradision-
al. Berikut ini merupakan kriteria lembaga filantropi yang modern;
1. Peran. Lembaga filantropi dikatakan kreatif dalam perannya
melakukan program yang kreasi, inovasi memberikan konstribu-
si dalam membangun kreasi dengan pihak luar untuk menggali
permasalahan sosial sehingga dapat dipecahkan bersama, dalam
penyusunan program strategis dan relevan
2. Asset dan sumber daya. Memiliki modal bukan hanya dana yang
dihimpun oleh pengurus, namun memiliki materi serta kapital
sosial untuk kelancaran lembaga.
3. Perubahan paradigma program. Program disusun tidak kaku
seperti top down ataupun button up, namun bersifat fleksibel ses-
uai dengan kebutuhan subjek program, serta bisa juga bersifat
kolaberasi dengan model yang lain.
4. Kekuatan jaringan. Lembaga filantropi kreatif menghargai
kekebasan yang dimiliki, namun menghargai jaringan sebagai
kekuatan mereka untuk bergerak bersama. Jaringan terbagun
melalui kerjasama, dari berbagai pihak lembaga yang profit atau-
pun non profit, dan pemerintah.
5. Perencanaan program. Program yang disusun adalah program
yang kreatif sehingga tepat sasaran dan mampu menyelesaikan
permasalahan subjek sehingga dapat mandiri, sesuai dengan po-
tensi yang dimiliki oleh masyarakat.
6. Publikasi, menjadi penting dalam rangka kampanye program
serta untuk melakukan penggalangan dana, melalui media cetak,
elektronik ataupun dengan media sosial.
7. Praktik dan implementasi program, adanya kerjasama dan
strategi dalam melaksanakan program sehingga berdampak luas

[ 89 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

untuk masyarakat, sehingga mempengaruhi keberlangsungan


lembaga filantropi tersebut.
8. Evaluasi dan pengukuran kinerja dilakukan sesuai dengan pro-
gram yang dilakukan dalam jangka panjang ataupun pendek, se-
hingga berdampak bagi masyarakat untuk kebaikan bersama.13

Kegiatan lembaga filantropi yang dikelola secara modern bu-


kan hanya bersifat pemberian charity/santunan saja, namun melibat-
kan masyarakat secara aktif sesuai dengan potensi. Lembaga filant-
ropi mengembangkan potensi sehingga membantu dalam proses
kemandirian, dan berdampak mewujudkan keadilan sosial pada
masyarakat. Gerakan kedermawanan dalam filnatropi bukan hanya
bersifat materi, namun sekarang berkembang lebih luas seperti mem-
berikan waktu, relawan, gagasan, ilmu pengetahuan untuk kepentin-
gan sosial bersama guna mewujudkan keadilan sosial.

Berikut ini merupakan tabel fundraising tradisional dan modern;


Fundraising Tradisional Fundraising Modern
Hanya bersandar kepada Bersandar kepada masyarakat luas
anggota dalam fundraising dan memiliki kapital sosial
Teknologi dengan seadanya Memanfaatkan teknologi modern
bahkan media sosial
Keterlibataan yang rendah Keterlibatan dengan kelompok sasaran
pada kelompok sasaran
Manajemen yang sederhana Menggunakan manajemen modern
Program yang kaku top down Program yang fleksibel sesuai dengan
dan buttom up kebutuhan masyarakat

13
Helmut K Anheier, dan Diana Leat, Creative Philanthropy ...

[ 90 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

Urgensi Proposal dalam Kegiatan Pemberdayaan


Mengelola kegiatan Pemberdayaan, hampir sama dengan men-
gelola lembaga-lembaga modern lainnya, meski motivnya berbeda.
Pemberdayaan masyarakat atau keluarga, harus dilakukan dengan
manajemen modern, di mana siklus perencanaan, persiapan, pelak-
sanaan, pemantauan dan evaluasi merupakan cara yang sangat efe-
ktif untuk memastikan kegiatan terlaksana, dan mengembangkan
kegiatan setelah belajar dari pelaksanaan kegiatan melalui evaluasi.
Kegiatan pemberdayaan keluarga Duafa juga dikelola dengan pen-
dekatan yang modern dan terukur seperti ini.
Satu di antara langkah yang paling penting, bahkan sangat me-
nentukan sukses atau tidaknya sebuah kegiatan adalah aspek peren-
canaan. Dalam proses ini, setiap kelompok akan melakukan refleksi
mendalam tentang kenapa harus melakukan kegiatan ini, apa man-
faat, tujuan dan targetnya, bagaimana cara melakukannya, pembagi-
an tugas di antara anggota kelompok, sampai pada berapa biaya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan ini. Seluruh komponen itu
kemudian dirangkai dalam satu dokumen perencanaan yang disebut
dengan Proposal.
Proposal berasal dari kata to propose yang artinya mengajukan,
bermaksud, berniat mengemukakan, menganjurkan, menawarkan. 14
Proposal, menurut Hariwijaya dalam buku Panduan lengkap Meny-
usun proposal karangan Happy Susanto, merupakan suatu bentuk
pengajuan penawaran, baik berupa ide, gagasan, pemikiran, maupun
rencana kepada pihak lain untuk mendapatkan dukungan, izin, per-
setujuan, dana dan lain sebagainya.15

14
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta,
Gramedia, Cet. XXIII, 1996, hlm. 425
15
Happy Susanto, Panduan Lengkap Menyusun Proposal, Jakarta, Visi
Media, 2010, hlm. 1

[ 91 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Dari rumusan pengertian Proposal tersebut di atas, bisa diru-


muskan pentingnya sebuah proposal bagi kegiatan Pemberdayaan
keluarga Duafa sebagai berikut:
1. Bisa meyakinkan para pihak untuk memberikan dukungan ter-
utama dari calon donatur.
2. Mendapat izin dan persetujuan para pihak yang berkepentingan
3. Memberikan kejelasan tentang apa yang menjadi target, bagaima-
na cara mencapainya, serta siapa atau lembaga mana yang beker-
ja untuk mencapai target tersebut.
4. Menjadi instrumen untuk melakukan monitoring dan evaluasi
kegiatan.

Kaidah dalam Penyusunan Proposal Pemberdayaan Keluarga


Duafa
Proposal pemberdayaan ekonomi keluarga duafa merupakan
tugas dari mahasiswa yang mengambil mata kuliah Kemuhammadi-
yahan disusun secara berkelompok dengan jumlah tiap kelompok
maksimal 3 mahasiswa. Tujuan dakwah lapangan pemberdayaan
ekonomi keluarga duafa adalah mensyiarkan kampus dan dakwah
Muhammadiyah melalui program pemberdayaan masyarakat. Setiap
kelompok membuat program pemberdayaan sesuai dengan kebutu-
han masing-masing keluarga sebagai sasaran dakwah. Setiap kelom-
pok membuat proposal pemberdayaan ekonomi keluarga duafa dan
melakukan fundraising sehingga terhimpun dana untuk melaksana-
kan program pemberdayaan tersebut.
Proposal pemberdayaan ekonomi keluarga duafa terdiri dari tiga
bagian yang di antaranya bagian awal, bagian utama, dan bagian akh-
ir. Proposal pemberdayaan ekonomi keluarga duafa ditulis dengan
menggunakan font 12 Time New Roman, dengan menggunakan ker-
tas HVS A4 dengan berat 75 gram, dengan spasi 1,5 dan margin kiri
3cm kanan, atas dan bawah 2 cm. berikut ini merupakan bagian dalam
proposal pemberdayaan ekonomi keluarga duafa sebagai berikut:

[ 92 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

1. Bagian awal
Bagian awal merupakan kesan pertama dari proposal sehingga
harus kelihatan menarik dan memberikan kesan positif bagi para
donatur program tersebut. Bagian ini berisi tentang; sampul depan
(cover), halaman judul, lembar pengesahan, kata pengantar, daftar
isi, daftar tabel, daftar gambar dan lampiran.

1.1. Sampul depan


Sampul depan memuat tentang judul proposal, lambang
universitas/perguruan tinggi, nama mahasiswa, nomor induk
mahasiswa, fakultas dan program studi kelompok penyusun
proposal, nama universitas/perguruan tinggi, serta tahun pem-
buatan proposal.
a. Judul proposal dengan kriteria jelas, singkat, padat dan ring-
kas yang dapat menggambarkan program pemberdayaan
dan tidak menimbulkan tafsiran yang ganda. Diatas judul
proposal ditulis PROPOSAL PERMBERDAYAAN KELUAR-
GA DUAFA
b. Lambang universitas/ perguruan tinggi dengan ukuran
maksimal 6 cm
c. Nama mahasiswa dituliskan dengan lengkap dengan di
sampingnya menuliskan nomor induk mahasiswa
d. Nama fakultas dengan runtutan yang pertama program stu-
di/departemen/jurusan, kedua fakultas dan yang terakhir
universitas/perguruan tinggi.
e. Setelah penulisan perguruan tinggi yang terakhir penulisan
tahun dalam pembuatan proposal
f. Kesemua tulisan di halaman depan ditulis dengan huruf
capital dengan font 14 dengan menggunakan huruf tebal.
g. Cover menggunakan kertas buffalo dengan ukuran kertas
sama dengan A4

[ 93 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

1.2. Halaman judul


Halaman judul sama dengan cover, namun yang membeda-
kan menggunakan kertas hvs putih A4 dengan berat 75 gram.

1.3. Lembar pengesahan


Lembar pengesahan memuat tulisan LEMBAR PENGESA-
HAN PROPOSAL, judul proposal, nama penyususun proposal,
nomor induk mahasiswa, diketahui oleh dosen pembimbing dan
disyahkan oleh ketua program studi/departemen/jurusan.

1.4. Kata pengantar


Kata pengantar memuat uraian secara singkat maksud dari
proposal, serta ucapan terimakasih pada pihak yang telah berjasa
dalam menyusun proposal. Serta di pojok kanan bawah memuat
tempat penyusunan proposal, tanggal, bulan dan tahun, serta
pada baris kedua memuat hormat kami dan yang terakhir menu-
liskan kelompoknya.

1.5. Daftar isi


Daftar isi memberikan informasi secara menyeluruh menge-
nai isi proposal mulai dari halaman depan sampai dengan lam-
piran. Daftar ini disertai dengan nomor halaman agar memudah-
kan untuk mencarinya.

1.6. Daftar tabel


Daftar tabel memberikan informasi tentang urutan tabel
yang ada dalam proposal. Urutan tabel dibuat dengan angka
dengan urutan masing-masing bab. Setelah nomor tabel ditulis
judul tabel dan disertai pada halaman berapa dalam proposal.

1.7. Daftar gambar


Daftar gambar/bagan memberikan informasi tentang urutan
gambar/bagan yang ada dalam proposal. Urutan gambar/bagan
dibuat dengan angka dengan urutan masing-masing bab. Setelah

[ 94 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

nomor gambar/bagan ditulis judul gambar/bagan dan disertai


pada halaman berapa dalam proposal.

1.8. Lampiran
Lampiran berisi tetang informasi lampiran yang diperlukan
dalam proposal yang dianggap penting. Lampiran dituliskan
berdasarkan nomor urut yang ditulis dalam lampiran, dalam
daftar lampiran tidak disertai nomor halaman, namun hanya
judul lampiran.

2. Bagian utama
Pada bagian utama dari proposal ini berisi tentang; latar be-
lakang, profil keluarga duafa, tujuan dakwah lapangan, manfaat da-
lam melakukan dakwah lapangan, rencana program dan kegiatan
pemberdayaan, sistematika laporan dakwah lapangan. Berikut ini
merupakan rincian dari bagian utama dalam proposal dakwah lap-
angan

2.1. Latar belakang


Latar belakang masalah memuat uraian secara jelas alasan
dan dasar pemikiran kelompok penyusun melakukan kegiatan
ini. Dasar pemikiran ini bisa dijelaskan dengan menggunakan
beberapa pendekatan:
1. Pendekatan teologi, bahwa ikhtiar pemberdayaan ini adalah
perintah agama.
2. Pendekatan kemanusiaan, bahwa kegiatan pemberdayaan
ini adalah salah satu cara untuk menunjukkan bahwa antar
sesama manusia harus saling peduli dan membantu.
3. Pendekatan sosiologis, bahwa permasalahan kemiskinan
merupakan satu di antara beberapa masalah yang sangat
akut dan bersifat emergency. Oleh karena itu harus menjadi
concern semua warga negara. Jika tidak, persoalan ini akan
menjadi akar masalah problematika sosial lainnya.

[ 95 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

4. Pendekatan spesifik dari masalah yang ada dalam keluarga


yang akan diberdayakan.

Bagian ini harus sangat kuat, disertai dengan ayat-ayat suci


Al-Qur’an, Hadits, serta data-data empiris tentang kemiskinan
dan spesifik tentang keluarga yang akan diberdayakan.

2.2. Profil keluarga duafa


Profil keluarga menguraikan dengan jelas profil keluarga
duafa seperti:
1. Nama seluruh anggota keluarga
2. Usia
3. Alamat
4. Pekerjaaan dan pendapatan
5. Pendidikan anggota keluarga
6. Kondisi tempat tinggal
7. Catatan penting dan menarik
Form profile ada di lampiran.
2.3. Permasalahan Keluarga Duafa
Masalah adalah penjelasan tentang kesenjangan antara kon-
disi ideal sebuah keluarga dengan kenyataan yang dialami oleh
keluarga duafa yang akan diberdayakan. Setiap keluarga duafa,
pasti memiliki sejuta permasalahan. Maka menjadi tugas kelom-
pok untuk melakukan 2 (dua) langkah kegiatan. Yakni, pertama,
mengidentifikasi masalah yang dialami oleh keluarga tersebut.
Misalnya, permasalahan ekonomi (pendapatan kecil, tanggun-
gan banyak, pengangguran, anak usia sekolah turut melakukan
kegiatan ekonomi), permasalahan sumberdaya manusia (keter-
ampilan, pendidikan anak, kondisi kesehatan, usia renta) dan
kondisi tempat tinggal (bedeng, rumah sewa, rumah bocor, tidak
ada toilet, tempat tidur tidak layak, rumah berlantai tanah).

[ 96 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

Langkah kedua, membatasi permasalahan keluarga yang


akan diberdayakan. Tidak mungkin semua permasalahan kelu-
arga duafa bisa diselesaikan melalui kegiatan dakwah lapangan
ini. Dengan beberapa keterbatasan yang dimiliki, terutama dur-
asi waktu yang terbatas, maka kelompok harus memutuskan 1
(satu) saja di antara puluhan permasalahan yang dialami oleh
keluarga duafa tersebut. Dalam pembatasan masalah ini, kelom-
pok memutuskan dengan mempertimbangkan:
1. Masalah yang sifatnya paling urgen, bahkan mungkin ter-
kategori darurat harus didahulukan.
2. Masalah yang akan memberi efek domino bagi penyelesaian
masalah-masalah yang lainnya.
3. Masalah yang paling mungkin diselesaikan dalam jangkau-
an kemampuan kelompok.
2.4. Tujuan dan target pemberdayaan keluarga duafa
Tujuan pemberdayaan keluarga duafa merupakan arah yang
ingin dicapai dalam kegiatan pemberdayaan keluarga duafa. Bi-
asanya dirumuskan dalam narasi yang bersifat umum dan kuali-
tatif. Sedangkan target merupakan sasaran akhir yang ingin dica-
pai dari tujuan pemberdayaan keluarga duafa. Target biasanya
dirumuskan dalam kalimat yang lebih terukur dan kuantitatif.

2.5. Manfaat pemberdayaan ekonomi keluarga duafa


Manfaat pemberdayaan ekonomi keluarga duafa merupa-
kan manfaat yang diperoleh setelah melakukan pemberdayaan
ekonomi keluarga duafa bagi:
1. Individu atapun kelompok setelah melakukan program
pemberdayaan.
2. Manfaat bagi subjek penerima program pemberdayaan
ekonomi keluarga duafa yaitu keluarga duafa.
3. Manfaat bagi Fakultas dan Program Studi.

[ 97 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

2.6. Pendekatan pemberdayaan keluarga Duafa


Berdasarkan kondisi objektif keluarga duafa yang akan
diberdayakan, kelompok harus memutuskan untuk melakukan
kegiatan pemberdayaannya dengan pendekatan yang paling pas
dan sesuai. Terdapat 3 (tiga) pendekatan pemberdayaan yang
bisa dipilih oleh kelompok:
1. Pemberdayaan Ekonomi, yaitu melakukan pemberdayaan
terhadap kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh keluarga
tersebut, sehingga diharapkan terjadi peningkatan pendap-
atan dan kualitas kehidupan keluarga. Pendekatan ini bisa
dilakukan jika keluarga tersebut memiliki usaha ekonomi
atau berpotensi mengelola kegiatan ekonomi produktif se-
cara mandiri.
2. Pemberdayaan SDM, yaitu melakukan pemberdayaan ter-
hadap kemampuan keterampilan dan pendidikan anggota
keluarga. Pendekatan ini juga hanya bisa dilakukan jika kel-
uarga tersebut memiliki usaha ekonomi atau bekerja dengan
pihak lain, tetapi memiliki keterampilan yang sangat terba-
tas, maka kegiatan pemberdayaan bisa dilakukan dengan
membiayai peningkatan keterampilan yang bersangkutan
melalui kursus-kursus dan pengadaan moda produksinya.
Atau juga bisa, keluarga ini memiliki usaha ekonomi, tetapi
terbebani oleh pendidikan anak-anak yang jumlah banyak
dan besar. Kelompok juga bisa memutuskan untuk mem-
berikan pemberdayaan SDM terhadap pendidikan anaknya,
sehingga keluarga tersebut bisa teringankan beban hidupn-
ya.
3. Pendekatan karitas, yaitu memberikan bantuan sandang,
pangan dan papan terhadap keluarga duafa yang tidak lagi
mampu berusaha secara ekonomi, mungkin karena usia atau
kesehatan. Kelompok bisa merencanakan memberikan ban-
tuan sandang, pangan atau papan untuk memastikan kelu-

[ 98 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

arga ini dapat memenuhi kebtuhan primernya. Akan sangat


bermanfaat jika kelompok bisa membantu keluarga dengan
membuka akses lembaga sosial atau pemerintah untuk mel-
akukan program bantuan yang berkesinambungan.
Ketiga pendekatan itu bisa dipilih salah satunya, namun
kelompok juga bisa menggabungkan dua atau ketiga-tiganya.

2.7. Rencana program pemberdayaan keluarga duafa


Perencana program dilakukan setelah melakukan kajian
yang mendalam tentang sasaran program pemberdayaan seh-
ingga tepat sasaran. Rencana program merupakan rangkaian
kegiatan yang terukur, terjadwal, lokasinya jelas, dan ada pen-
anggungjawab setiap kegiatan. Menyusun program kerja dan
kegiatan ini sangat penting, agar memudahkan kendali kerja
kelompok, memudahkan koordinasi, monitoring dan evaluasi,
serta pembagian tugas yang jelas.

2.8. Menyusun Anggaran Pemberdayaan Keluarga Duafa


……………………………………

3. Bagian akhir
Bagian akhir merupakan yang terakhir dari penyusunan propos-
al dakwah lapangan yang terdiri dari rencana melakukan dakwah
lapangan, daftar pustaka dan lampiran

3.1. Rencana dakwah lapangan


Rencana dakwah lapangan merupakan matrik yang meng-
gambarkan program dakwah lapangan dan target yang diper-
oleh dalam melakukannya.

[ 99 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

No Kegiatan Waktu Tempat PJ


Kampus &
1 Menyusun Proposal 2-5 Oktober Rizki
rumah
Membuat dokumentasi Kediaman kel
2 2-4 Oktober Aditya
profile keluarga duafa
Menginventarisir
3 3-5 Oktober Di kampus Maya
Calon Donatur
Presentasi di Frisian Flag
4 10 Oktober Tim
Perusahaan….. Ps Rebo

3.2. Daftar pustaka


Daftar pustaka merupakan referensi yang digunakan dalam
menyusun proposal dakwah lapangan baik secara pustaka atau-
pun melalui wawancara dengan pakar.

3.3. Lampiran
Lampiran berisi dokumen-dokumen yang diperlukan dalam
menyusun proposal dakwah lapangan sehingga menjadi jelas saran
program pemberdayaan ekonomi keluarga duafa.

Program Pemberdayaan Keluarga Duafa dan Budget Anggaran


Pemberdayaan
Kelompok dakwah lapangan harus menyusun anggaran, teruta-
ma untuk memastikan target penyaluran yang akan diserahkan kepa-
da keluarga duafa. Rencana anggaran ini berisi rencana pengeluaran
dan rencana penerimaan anggaran.
Untuk kegiatan dakwah lapangan, rencana pengeluaran terdiri
dari:
1. Barang dan jasa yang diserahkan kepada keluarga duafa, dengan
nilai minimal 95% dari total penghimpunan dana.
2. Kebutuhan kesekretariatan kelompok dakwah lapangan, dengan
nilai maksimal 5% dari total penghimpunan dana.

[ 100 ]
DAKWAH LAPANGAN PEMBERDAYAAN KELUARGA DUAFA

Sedangkan untuk rencana penerimaan, bisa terdiri dari:


1. Dunia Bisnis/Industri
2. Lembaga Filantropi
3. Instansi pemerintah
4. Perseorangan

Dengan menyebutkan rincian masing-masing nama dan besar


donasi yang diberikan.

Sistematika laporan pemberdayaan ekonomi keluarga duafa


Sistematika laporan dakwah lapangan pemberdayaan ekonomi
keluarga duafa merupakan uraian secara terperinci dalam melaksan-
akan dakwah lapangan sehingga dapat dipahami oleh yang membaca
laporan tersebut. Dalam penulisan laporan dakwah lapangan pem-
berdayaan ekonomi keluarga duafa terdiri dari beberapa bab yang di
antaranya. Bab pertama menguraikan latar belakang dakwah lapan-
gan pemberdayaan ekonomi keluarga duafa dengan jelas. Pada bab
kedua menjelaskan profil keluarga duafa secara detail sehingga ter-
gambarkan potensi yang dimiliki. Bagian tiga berisi rancangan pro-
gram pemberdayaan dari observasi sampai bentuk program pember-
daaayaan yang akan dilaksanakan.
Bagian empat menggambarkan pelaksanaan program pember-
dayaan dari tahapan awal sampai dengan terakhir sehingga dapat
membandingkan sebelum pemberdayaan dan setelah menjadi subjek
pemberdayaan ekonomi keluarga duafa. Dalam Bab ini tergambar
perbedaan kondisi keluarga duafa sebelum dengan sesudah dilaku-
kan kegiatan pemberdayaan. Bagian ini disertai dan diperkuat den-
gan gambar foto keluarga tersebut. Bagian lima berisikan laporan
keuangan sehingga mengetahui sirkulasi keungan secara jelas dan
transparan dengan mengetahui sumber dana yang di peroleh dengan
cara fundraising yang modern.

[ 101 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Bagian enam berisi tentang penutup dalam melakukan dakwah


lapangan pemberdayaan ekonomi keluarga duafa yang terdiri dari
kesimpulan, kritik dalam melakukan dakwah lapangan dan kesan
dalam melakukan dakwah lapangan. •

[ 102 ]
6
Menghimpun Dana
untuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

M engumpulkan dana sering juga disebut dengan Istilah


fundraising, pertemuan para donatur dalam mempersiapkan kegiatan
tertentu atau memenuhi kebutuhan tertentu yang akan dibiayai
oleh lembaga. Istilah lain adalah filantropi yaitu sifat kedermawanan
yang dimiliki oleh anak manusia untuk saling berbagi, saling peduli
terhadap permasalahan yang menimpa makhluk hidup ciptaan Allah
SWT.
Perhatikan kasus di bawah ini:

Dalam pembangunan masjid, banyak di antara saudara kita yang


menghimpun dana di jalan raya untuk pembangunan masjid.
Mereka merekrut relawan pada umumnya pemuda, bapak-bapak
dan ibu-ibu dengan membawa “tangguk” untuk menampung
lembaran uang dari donatur.

Pertanyaan besarnya, bagaimana efektivitas kegiatan fundraising


tersebut? Apakah kegiatan itu efektif? Bagaimana opini donatur dan

[ 103 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

masyarakat yang terlibat langsung dengan aktivitas tersebut? Dan


bagaimana akuntabilitas hasil fundraising yang di himpun?
Mari kita diskusikan !

Arti Penting dan Komponen Fundraising

1. Arti Penting Fundraising


Kata fundraising, diambil dari kata fund, artinya ‘uang’ dan raising
artinya ‘pengumpulan’.1 Maka fundraising adalah kegiatan yang dilaku-
kan untuk pengumpulan uang. Fundraising dapat diartikan sebagai ke-
giatan dalam rangka menghimpun dana dan sumber daya lainnya
dari masyarakat (baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan
ataupun pemerintah) yang akan digunakan untuk membiayai pro-
gram dan kegiatan operasional lembaga menjalankan visi, misi dan
tujuan lembaga tersebut.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Taubah: 103

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Susungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Rasulullah juga bersabda, “Barangsiapa mengajak pada petun-


juk (amal sholeh), maka baginya pahala seperti pahala orang yang
mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sama sekali, dan ba-
rang siapa mengajak pada kesesatan, maka atasnya dosa seperti dosa
orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sama seka-
li “(HR. Muslim).
Fundraising dengan mengajak orang lain untuk mendistribusikan
hartanya untuk disalurkan kepada yang berhak menerimanya adalah

1
­WJS Poerwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1998), hlm. Tt.

[ 104 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

merupakan aktivitas yang menawarkan manfaat kehidupan yang leb-


ih baik di akherat kelak.
Dalam Islam sangat akrab kita mendengar istilah, zakat, infak,
dan sedekah. Tiga istilah ini di singkat dengan ZIS. Masing-masing
memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah memberi-
kan bantuan dari seorang kepada orang lain atau kepada lembaga
tertentu. Perbedaannya terletak pada kaifiyat dan waktu melaksan-
akannya. Lebih lanjut tentang ini, akan kita bahas khusus pada bab
perihal zakat, infak, dan sedekah.
Pertanyaan mendasar yang perlu kita jawab adalah mengapa
lembaga perlu melakukan penghimpunan dana? Sepintas dapat kita
jawab bahwa dana bagi sebuah lembaga bagaikan darah bagi tubuh
manusia. Manusia tanpa darah tidak akan bisa melangsungkan ke-
hidupannya, demikian juga halnya dana bagi lembaga. Lembaga
yang tidak mempunyai dana, tidak akan bisa bergerak menjalankan
operasional kelembagaan dan program-program kerja. Dana kunci
dari kesuksesan sebuah lembaga dalam menjalankan operasionalisasi
kelembagaan dan program-program yang akan dijalankannya.
Muhsin Kalida dalam penelitiannya Pengembangan Lembaga Kemas-
yarakatan mengutip buku Michael Norton, yang menyebutkan beber-
apa arti penting sebuah lembaga menghimpun dana, di antaranya ada-
lah pertama, setiap komunitas membutuhkan dana untuk membiayai
operasional lembaganya agar dapat terus menerus hidup.Dana sangat
penting bagi lembaga, ibarat tanpa dana lembaga akan mati (tanpa ak-
tivitas). Karena seluruh kegiatan yang ada dalam sebuah lembaga tidak
bisa bergerak dinamis kalau tidak ada dana. Perawatan lembaga, gaji
karyawan, pembelian peralatan kantor dan masih banyak kebutuhan
lain yang semuanya membutuhkan biaya yang disebut dana.2

2
Muhsin Kalida, Fundraising Dalam Studi Pengembangan Lemabaga
­
Kemasyarakatan (Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, 2004),
hlm. 3–4.

[ 105 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Kedua, setiap lembaga sosial-kemasyarakatan membutuh kan dana


untuk melakukan pengembangan dan memperbesar skala organisasi
dan programnya. Lembaga yang bermutu adalah lembaga yang sen-
antiasa ingin menangkap tantangan-tantangan masa depan, sehingga
perlu memperluas dan senantiasa mengembangkan kegiatan, misalnya
meningkatkan layanan-­layanan yang bermutu, memperluas aktivitas
secara territorial ke daerah-daerah lain, melakukan riset-riset, kam-
panye, mengadakan eksperimen dan mencari terobosan-terobosan,
semua ini membutuhkan dana yang sangat besar.
Ketiga, membangun landasan pendukung dan mengurangi hidup
tergantung. Mengadakan program fundraising bukanlah semata-mata
mencari dana (uang), tetapi juga untuk mendapatkan sumber daya
non-dana, menggalang dukungan publik, menciptakan image, dan
mencari simpati dari masyarakat. Sehingga yang kita dapatkan dari
sumber donor tidak hanya uang, tetapi bisa jadi relawan, mengajak
seseorang untuk ikut mensuport kegiatan organisasi. Banyak juga or-
ganisasi yang dibiayai oleh donor besar, tetapi ini menciptakan ket-
ergantungan kepada sumber donor tesebut. Apabila terjadi pember-
hentian bantuan dari sumber donor, maka hal ini akan menimbulkan
krisis keuangan. Sehingga lembaga akan kesulitan melakukan agen-
da kegiatannya. Oleh karena itu landasan untuk menggalang dana
(fundraising) dengan cara mencari donor-­donor lain dan menciptakan
sumber penghasilan lain dapat mengurangi ketergantungan kepada
satu pihak.
Keempat, dana bagi lembaga sosial-kemasyarakatan sangat pent-
ing karena untuk memperkuat posisi tawar, menciptakan organisasi/
lembaga yang efektif dan kokoh yang mampu hidup terus menerus
dari tahun ke tahun dimasa depan. Lembaga sosial-kemasyarakatan
akan berdiri kokoh apabila bisa membangun jaringan, menciptakan
kelompok donor yang besar dan aktif, mencari mitra kerjasama seban-
yak mungkin untuk bersedia memberi dukungan selama jangka waktu
yang panjang. Misalnya mengadakan malam dana, menghimpun mod-

[ 106 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

al organisasi, menciptakan dana abadi (corpusfund), serta menyusun


program-program kegiatan dalam rangka penggalangan dana.3
Penelitian Kalida terkait dengan arti pentingnya dana fundrais-
ing pada lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan telah
jelas dan terang. Bahwa dana sumber energi operasional dan kegiatan
lembaga. Dana dihimpun oleh lembaga terutama dari anggota dalam
bentuk iuran wajib dan sukarela, dari simpatisan, lembaga mitra (cor-
porate) yang memiliki kewajiban CSR (Corporate Social Responsibility).
Semua dana yang terhimpun dibukukan dengan rapi, dibelanjakan
dengan menyusun rencana anggaran yang matang, semua pemasu-
kan dan pengeluaran keuangan dapat dipertanggungjawab-kan.

2. Komponen Fundraising
Dalam melakukan kegiatan fundraising, banyak elemen-elemen
yang bergerak, di antaranya adalah (a) pengelola fundraising (fund-
raising managerial); (b) lembaga fundraising (fundraising institution);
(c) program fundraising (fundraising pragrame); (d) media fundraising
(fundraising media); (e) teknik fundraising (tecnic fundraising).

a. Pengelolaan fundraising (fundraising managerial)


Menggali, menghimpun, dan memungut dana dari masyarakat
tidak bisa dilakukan dengan konvensional. Banyak kita saksikan pe-
mungutan dana pembangunan masjid dengan melibatkan beberapa
personil membawa nampan ke tengah jalan dan satu orang berpidato
dengan pengeras suara. Pengelolaan seperti ini cukup efektif untuk
menghimpun dana masyarakat, tetapi banyak di antara masyarakat
yang mengeluh kurang baik. Kegiatan ini menimbulkan kemacetan
dan membawa citra negatif terhadap lembaga penghimpun dana
tersebut.

3
Michael Norton, The Worldwide Fundraiser’s Handbook. A Guide to
­
Fundraising for NGOs and Voluntary Organisations (London: International
Fundraising Group dan Directory of Social Change, 1996), hlm. 4.

[ 107 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Pengelolaan fundraising, tidak hanya perlu memperhatikan efe-


ktivitas, tetapi juga penting mempertimbangkan akuntabilitas dan
image public terhdap pendekatan yang dilakukan, sehingga meski-
pun kegiatannya yang cukup simple tetapi dapat menghimpun
pendanaan yang relatif banyak, serta kesan di antara pemberi dan
penerima saling positif. Secara sederhana, pengelolaan fundraising
setidaknya memenuhi beberapa aspek manajemen sederhana, peren-
canaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
Pada aspek perencanaan di antara kegiatan yang diperlukan ada-
lah merencanakan bentuk dan format fundraising, membuat agenda ke-
giatan fundraising, mempersiapkan personil yang terlibat dalam fundrais-
ing, mempersiapkan media yang diperlukan dalam kegiatan fundraising,
menentukan tempat dan orang yang akan diajak dalam fundraising. Bila
beberapa hal tersebut dilaksanakan dengan benar dan runtut, kegiatan
fundraising akan berjalan lancar dengan hasil yang optimal.

b. Lembaga fundraising (fundraising institution)


Lembaga fundraising merupakan badan hukum yang memayungi
kegiatan fundraising, bisa dalam bentuk Organisasi Sosial Kemasyar-
akatan (ORMAS), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi
Karang Taruna. Masyarakat tidak boleh menghimpun dana dari mas-
yarakat secara serampangan, tanpa memiliki Badan Hukum (BH),
jika itu terjadi gerakannya disebut dengan pungutan liar (pungli),
perbuatan ini bisa berhadapan dengan para penegak hukum.
Lembaga yang bergerak menghimpun dana masyarakat dalam
bentuk gerakan fundraising, haruslah melengkapi diri dengan atribut
kelembagaan secara formal sesuai dengan tata aturan (regulasi) yang
ada di negara Republik Indonesia, di antaranya memiliki Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, memiliki Akte Notaris, Memi-
liki Izin Menkumdangham, memiliki Izin Kementerian Dalam Neg-
eri, memiliki Keterangan Domisili Kantor dari Kelurahan setempat,
memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dari Dirjen Pajak,

[ 108 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

c. Program fundraising (fundraising program)


Dana yang dihimpun dari masyarakat adalah untuk menjalan-
kan program lembaga di antaranya program sosial, kesehatan, kema-
nusian dan lingkungan hidup. Kegiatan penghimpunan dana (fund-
raising) tersebut juga perlu di programkan dalam bentuk jenis-jenis
kegiatan penghimpunan (fundraising) yang akan dilakukan, sasaran
yang akan dituju (dana yang dihimpun).
Jenis kegiatan fundraising dimaksud adalah beberapa bentuk kegiatan
penghimpunan dana yang lebih menarik dan meyakinkan. Kegiatan
penghimpunan yang tidak meresahkan, tetapi memberikan nuansa peng-
hormatan, kesukarelaan, simpatik, dan ketertarikan. Suasana yang mem-
buat para donatur merasa nyaman bersama lembaga penghimpun.
Di samping bentuk kegiatan tersebut, yang tidak kalah penting-
nya adalah membidik, mempetakan, dan menentukan sejumlah sasa-
ran calon donor yang akan di datangi. Dengan demikian calon donor
tidak terganggu aktivitasnya, dan kegiatan yang di berikan kepada
donatur juga menyenangkan mereka.

d. Media fundraising (fundraising media)


Media merupakan sebuah alat, instrumen yang di gunakan oleh
para petugas, relawan fundraising untuk diberikan kepada para dona-
tur, bisa dalam bentuk lifleat, brosure, spanduk, dan baliho, sesuai den-
gan keputusan lembaga penghimpun dana (lembaga fundraising).
Media memiliki konstribusi yang sangat efektif dalam memberikan
pengetahuan, pemahaman terhadap donatur, serta dapat meyakinkan
para donatur untuk ikut terlibat dalam memberikan sesuatu dari dirin-
ya kepada lembaga yang menghimpun dana. Media menyajikan profile
ringkas lembaga, sehingga mudah di pahami dengan cepat dan mem-
berikan informasi terkait penggunaan dana yang dikumpulkan. Dana
yang tengah dan sedang dikumpulkan biasanya untuk sesuatu hal yang
terjadi di tengah masyarakat; banjir, gempa bumi, tsunami, gunung me-
letus, longsor, angin puting beliung, kebakaran, dan lain-lain.

[ 109 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Sebelum melakukan fundraising, media perlu dipersiapkan den-


gan matang, sehingga presentasi petugas bisa lebih ringan. Media
juga mengurangi bias informasi dari seseorang petugas kepada calon
donatur. Informasi dari media lebih valid, ketimbang informasi lisan
dari seorang petugas. Informasi dari seorang petugas, terlalu domi-
nan faktor personalnya. Jika personalnya memiliki keunggulan dalam
penyampaian pesan, otomatis pesan yang disampaikan lebih efektif,
tetapi apabila personilnya agak minim kompetensi penyampaian pe-
san, maka pesannya akan dapat menghasilkan bias informasi.

e. Teknik fundraising (technic fundraising)


Fundraising dengan turun ke jalan membawa pengeras suara,
agak efektif, tetapi kurang elok, untuk masa sekarang. Citranya yang
agak minim, juga banyak keluhan dari berbagai pihak. Maka teknik
fundraising yang efektif perlu dirumuskan sebagai berikut: korespon-
densi, website, pemberian brosure, silaturahim.
Korespondensi dan website agaknya satu jalan, korespondensi
langsung dengan mengirimkan proposal kegiatan, surat permohonan
bantuan kepada calon donatur sekaligus mencatatkan nomor rek-
ening lembaga. Website, alamat website lembaga yang sudah online
dengan menyampaikan beberapa informasi kelembagaan dan hajat
kelembagaan serta himbauan untuk bisa berpartisipasi dalam ke-
giatan lembaga dimaksud.
Bentuk penggalangan yang lain adalah mendistribusikan bro-
sure, kepada masyarakat untuk bisa secara sukarela berpartisipasi
dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga. Dan yang sangat
elegan dan terhormat adalah mendatangi personil donatur, bersilatur-
rahim, menyampaikan tentang hal ihwal kelembagaan, mengenalkan
personil leader lembaga, menyampaikan track record lembaga dan
tujuan serta program lembaga, sehingga dengan itu diharapkan do-
natur tertarik, bersedia memberikan sesuatu yang ada pada dirinya
untuk perjalanan lembaga dimaksud.

[ 110 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

Calon Prospek Donatur


Dalam dunia fundraising, donatur adalah sosok personil yang
harus didatangi, diyakinkan dan diajak terlibat dalam kegiatan yang
tengah di laksanakan. Donatur tidak harus orang kaya, tetapi adalah
orang yang memiliki kepedulian sosial (social care), membuka diri, ber-
sedia berkomunikasi. Orang yang demikian harus di dekati dengan
jalan: fokus pada pengembangan teknologi informasi, rekrut donatur
secara bulanan, pengembangan relawan, pengembangan jejaring.

1. Pengembangan Teknologi Informasi


Perangkat mobile dengan cepat berkembang menjadi kebutuhan
utama manusia untuk mengakses internet. Misalnya saat ini Google
mulai mengembangkan jumlah halaman website yang dapat diguna-
kan pada peranti mobile. Kemudahan seperti ini sangat disukai oleh
pengguna. Hampir 66% email saat ini dibaca pada peranti mobile sep-
erti smartphone. Gaya hidup semacam ini yang akan semakin membu-
daya di masa depan.
Organisasi nonprofit, lembaga fundraising perlu melihat peluang
ini. Mereka harus mengembangkan website dan cara berinteraksi den-
gan donatur potensial dengan cara yang lebih memudahkan penggu-
na peranti mobile. Di tahun-tahun mendatang para pengguna peranti
mobile sebagian besar adalah para generasi muda. Gunakan desain
website yang responsif untuk memastikan website dan email Anda bisa
diadaptasi pada semua ukuran layar peranti mobile. Website dan hala-
man donasi Anda harus siap digunakan secara mobile sehingga para
donatur dapat dengan mudah memberi pendanaan melalui smart-
phone mereka

2. Rekrut donatur secara bulanan


Walaupun generasi muda belum mampu memberikan donasi da-
lam jumlah yang banyak, jadikan mereka donatur bulanan. Jika saat
muda saja mereka sudah bersedia menjadi donatur tetap setiap bu-

[ 111 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

lan, maka di masa ke depan, organisasi nonprofit Anda bisa meneri-


ma pendapatan tetap dan stabil untuk waktu yang lebih lama, sesuai
jangkauan usia donatur. Jika dari beberapa donatur bulanan dikum-
pulkan selama setahun, maka pendapatan tahunan organisasi non-
profit Anda akan tinggi. Dengan metode ini, “menerima yang sedikit
untuk sesuatu yang besar,” juga akan menjadi salah satu cara untuk
mempertahankan donatur. Lagi pula, selalu ada kemungkinan bahwa
pendapatan donatur muda akan semakin meningkat pada beberapa
tahun mendatang, sehingga kemampuan mereka dalam berdonasi
juga akan meningkat.

3. Pengembangan Relawan
Langkah selanjutnya untuk mendapatkan donatur di masa de-
pan adalah meminta para suporter organisasi nonprofit menjadi
relawan. Para relawan ini akan memberikan waktu, ide, dan tenaga
untuk mendukung kegiatan organisasi secara sukarela. Tentu saja
secara ekonomi, hal ini dapat menekan biaya. Setelah para relawan
ini aktif dalam kegiatan organisasi, mereka akan lebih mempunyai
keinginan untuk berdonasi, karena merasa ikut memiliki organisasi
dan menyukai kegiatannya. Melibatkan generasi muda menjadi rela-
wan bisa dilakukan dengan menempatkan mereka pada pos-pos ke-
giatan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Tunjukkan
pada mereka bahwa Anda ingin memberikan pengalaman yang be-
rarti. Jadikan mereka umpan balik. Dengan menjaga hubungan yang
kuat dan langgeng dengan para relawan ini, Anda akan memiliki pen-
dukung tetap yang berada pada posisi yang dibutuhkan organisasi.

4. Pengembangan Jejaring
Organisasi nonprofit, lembaga penghimpun dana (fundraising)
perlu mengamankan dukungan lintas generasi, hal ini bisa dilakukan
dengan cara memberi perhatian atau melibatkan anggota keluarga
donatur dengan menggunakan teknologi informasi. Saat ada acara
pengumpulan dana atau sosialisasi, bisa sekaligus mengundang kel-

[ 112 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

uarga, anak-anak, dan kerabat donatur, untuk sekaligus mengadakan


acara ramah-tamah keluarga.
Organisasi nonprofit harus memikirkan langkah kreatif untuk
meningkatkan dampak yang lebih besar. Berpikirlah untuk 5-10 tahun
mendatang ketika konsumen dan donatur potensial Anda adalah para
generasi muda dan anak-anak saat ini. Dengan merangkul mereka sejak
dini, Anda akan mendapatkan pendukung yang loyal di masa depan.

Target Fundraising
Target Fundraising itu di antaranya menghimpun dana dari berb-
agai donatur, mengadministrasikan dengan transparan, menyalur-
kankannya dengan tepat sasaran, serta mempertanggungjawabkan-
nya secara akuntabilitas.

1. Menghimpun Dana
Target utama fundraising adalah menghimpun dana dari masyar-
akat. Tetapi pertanyaan yang menggelitik adalah mengapa menghim-
pun dana? untuk apa menghimpun dana? Dan bagaimana menghim-
pun dana?
Dalam bagian terdahulu telah diterangkan bahwa lembaga ke-
masyarakatan melakukan kegiatan penghimpunan dana adalah ka-
rena dana merupakan sumber kekuatan pada kelembagaan untuk
kegiatan operasional dan pengembangan program.
Permasalahan utamanya adalah bagaimana lembaga tersebut
menghimpun dana. Teknik dan kreativitas lembaga menghimpun dana
akan menjadi keunggulan tersendiri pada lembaga tersebut. Lembaga
yang kreatif, akan dapat menghimpun dana sebanyak-­banyaknya.
Di era informasi dan digital sekarang, lembaga yang mampu
mempengaruhi opini publik, akan mendapatkan simpati, dukungan
dan kepercayaan publik. Lembaga fundraising yang mengintegrasikan
kegiatannya dengan dunia teknologi informasi, akan mendapatkan
dukungan publik yang besar.

[ 113 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

2. Administrasi Dana
Dana yang terhimpun dengan berbagai teknik pendekatan kepa-
da masyarakat, haruslah di catat, diadministrasikan dengan sebaik
mungkin. Tidak ada jumlah nominal yang diberikan oleh donatur
yang terlupakan dalam catatan pihak administrator lembaga fundrais-
ing.
Adminsitrasi dana yang baik akan berkaitan secara linier dengan
kepercayaan publik (public trust). Lembaga yang memiliki administra-
si yang rapi, akan dipercaya oleh donatur menitipkan sebagian dari
harta yang ia miliki. Sebaliknya lembaga yang administrasinya jelek,
akan mengurangi bahkan kehilangan kepercayaan donatur.

3. Penyaluran Dana
Kelanjutan dari administrasi fundraising, melakukan penyaluran
dari dana yang telah dihimpun, tentu disesuaikan dengan program
yang telah diajukan kepada donatur. Kalau dana yang dihimpun un-
tuk bantuan korban banjir, haruslah disalurkan kepada korban banjir,
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, jangan sampai dana dona-
tur lama mengendap di rekening lembaga.
Dana yang mengendap lama di rekening lembaga membuat lem-
baga kehilangan kepercayaan. Tetapi sebaliknya dana yang cepat dis-
alurkan, di dokumentasi dengan rapi, di kemas dalam annual report
(laporan singkat), niscaya akan mendapatkan kepercayaan tinggi dari
donatur.
Pihak lembaga dapat menyisihkan untuk operasional lembaga
dan kegiatan penyaluran, jangan sampai lebih dari 20% (dua puluh
persen), hal ini dijelaskan dalam laporan keuangan lembaga.

4. Pertanggungjawaban
Target yang sangat penting dalam kegiatan fundraising, per-
tanggungjawaban. Pertanggungjawaban merupakan yang sangat es-
ensial dalam kegiatan. Lembaga fundraising harus melakukan audite

[ 114 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

internal dan eksternal. Internal audite dilakukan dalam setiap bulan


pada biaya opersional dan setiap kegiatan. Semua pengeluaran har-
us di buktikan sesuai dengan aturan keuangan internal lembaga dan
aturan umum keuangan.
Setiap tahun lembaga harus mendatangkan akuntan publik untuk
memeriksa seluruh keuangan lembaga. Sehingga dapat dinyatakan
bahwa seluruh keuangan lembaga adalah wajar tanpa pengecualian
(WTP). Hal ini adalah bagian integral dari mewujudkan lembaga
fundraising yang bersih, sehingga donatur memiliki kepercayaan yang
tinggi menitipkan uangnya kepada lembaga dimaksud.

Segmentasi Calon Prospek Donatur


Pada umunya semua orang memiliki kesempatan untuk mendo-
nasikan sebagian dari rejeki yang diberikan oleh Allah SWT untuk
kemaslahan orang lain, sebagai wujud dari kepedulian dan berbagi
antar sesama ciptaan Allah SWT. Tetapi ada segmen-segmen khusus
yang perlu di bidik oleh lembaga fundraising untuk di prospek menja-
di donatur tetap, di antaranya adalah pengusaha, profesional, politi-
sis, eksekutif, dan pegawai.

1. Pengusaha
Pengusaha, saudagar, pedagang adalah orang yang berusaha
maksimal dalam mengelola unit atau jenis tertentu dari usaha, seh-
ingga telah membentuk sebuah organisasi usaha. Usaha yang sudah
tertata dan tersistem tersebut telah memiliki manajemen dan infra-
struktur. Usaha tersebut telah memiliki sistem akuntansi yang baik
dan benar, dapat dideteksi laba bersih dan kewajiban corporate social
responsibility-nya.
Pimpinan perusahaan tersebutlah yang kita beri nama pengu-
saha, beliau dapat memberikan uang pribadinya sebagai pemegang
deviden perusahaan, dan juga uang perusahaan sebagai kewajiban
CSR nya. Ini perlu di data dan di inventarisasi oleh lembaga fund-

[ 115 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

raising, dihubungi, ditemui dan di ajak bersama-sama untuk kegiatan


kemanusian, sosial, kesehatan, pendidikan dan lingkungan hidup.

2. Profesional
Profesional adalah istilah bagi seseorang yang menawarkan jasa
atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang
yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang
tersebut juga merupakan anggota suatu entitas atau organisasi yang
didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah.4
Meskipun begitu, seringkali seseorang yang merupakan ahli dalam
suatu bidang juga disebut “profesional” dalam bidangnya meskipun
bukan merupakan anggota sebuah entitas yang didirikan dengan sah.
Sebagai contoh, dalam dunia olahraga terdapat olahragawan profe-
sional yang merupakan kebalikan dari olahragawan amatir yang bu-
kan berpartisipasi dalam sebuah turnamen/kompetisi demi uang.
Karyawan profesional adalah seorang karyawan yang digaji dan
melaksanakan tugas sesuai juklak (Petunjuk Pelaksanaan) dan juknis
(Petunjuk Teknis) yang dibebankan kepada dia. Sangat wajar jika dia
mengerjakan tugas di luar Juklak dan Juknis dan meminta upah atas
pekerjaannya tersebut. Karena profesional adalah terkait dengan pen-
dapatan, tidak hanya terkait dengan keahlian

3. Politisi
Politisi adalah seseorang yang terlibat dalam politik, dan kadang
juga termasuk para ahli politik. Politikus juga termasuk figur poli-
tik yang ikut serta dalam pemerintahan.Politisi memiliki penghasi-
lan yang cukup besar sebagai penghargaan terhadap tanggungjawab
mereka dalam mengelola negara.
Banyak para politis yang memiliki kepedulian dalam berbagai
kegiatan sosial dan kemanusian (social and humanity), mereka telah

4
­https://id.wikipedia.org/wiki/Profesional

[ 116 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

terbiasa menyisihkan sebagian dari penghasilan yang mereka miliki


untuk kegiatan sosial.
Para politisi tersebut memberikan uang pribadinya, dan juga
dapat menghimbau dan mengajak yang lain untuk terlibat dalam
kegiatan sosial, kemanusiaan, pendidikan, dan lingkungan. Ini per-
lu di data dan di inventarisasi oleh lembaga fundraising, dihubungi,
ditemui dan di ajak bersama-sama untuk kegiatan.

4. Eksekutif
Eksekutif adalah salah satu cabang pemerintahan yang memiliki
kekuasaan dan bertanggungjawab untuk menerapkan hukum. Ek-
sekutif dapat merujuk kepada administrasi, dalam sistem presiden,
atau sebagai pemerintah, dalam sistem parlementer.Eksekutif berasal
dari bahasa Latin, execure yang berarti melakukan atau melaksana-
kan. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di
negara demokrasi, badan eksekutif biasanya terdiri atas ketua negara
seperti raja atau presiden. Badan eksekutif dalam arti luas juga men-
cakup para pegawai negeri polisi dan tentara.
Di antara para eksekutif ada yang berjabatan presiden, menteri,
dirjen, deputi, direktur, asisten deputi dan tak kalah pentingnya juga
eksekutif perusahaan-perusahaan swasta. Eksekutif pada umumnya
memiliki gaji, tunjangan yang lumayan besar, kebanyakan di antara
mereka memiliki kepedulian terhadap permasalahan sosial, kemanu-
siaan, kesehatan, pendidikan dan lingkungan hidup.
Banyak para eksekutif tersebut memberikan uang pribadinya,
dan juga dapat menghimbau dan mengajak yang lain untuk terlibat
dalam kegiatan sosial, kemanusiaan, pendidikan, dan lingkungan. Ini
perlu di data dan di inventarisasi oleh lembaga fundraising, dihubun-
gi, ditemui dan di ajak bersama-sama untuk kegiatan.

[ 117 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

5. Pegawai
Pegawai Negeri Sipil berkumpul di dalam organisasi Pegawai
Negeri Sipil atau Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). Tu-
juan organisasi ini adalah memperjuangkan kesejahteraan dan ke-
mandirian Pegawai Negeri Sipil.5 Terwujudnya KORPRI sebagai or-
ganisasi yang kuat, netral, mandiri, profesional dan terdepan dalam
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mensejahterakan anggota,
masyarakat, dan melindungi kepentingan para anggota agar lebih
profesional di dalam membangun pemerintahan yang baik.
Selain Pegawai negeri tersebut, juga ada pegawai swasta yang
bekerja di profit dan non profit. Lembaga profit perusahaan dan per-
tokoan, lembaga non profit di sekolah, rumah sakit dan kegiatan so-
sial lainnya.
Banyak di antara mereka memberikan uang pribadinya untuk
kegiatan sosial, kemanusiaan, pendidikan, dan lingkungan. Ini per-
lu di data dan di inventarisasi oleh lembaga fundraising, dihubungi,
ditemui dan di ajak bersama-sama untuk kegiatan.

Presentasi di Depan Donatur


Donatur yang seperti kita kategorikan diatas, pengusaha, profe-
sional, politisi, eksekutif, dan pegawai, perlu dilakukan kunjungan
silaturahim, presentasi berkaitan dengan profile kelembagaan fund-
raising, mengajak keikut sertaan mereka dalam kegiatan baik dalam
bentuk partisipasi langsung, maupun membantu gerakan fundraising.
Diharapkan para donatur terlibat secara langsung dalam pen-
gelolaan fundraising, ikut dalam kegiatan yang dilakukan lembaga,
ikut mempertanggungjawabkan kegiatan yang diselenggarakan oleh
lembaga fundraising.

5
­www.korpri.or.id

[ 118 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

Dalam kegiatan presentasi yang diperlukan adalah profile lem-


baga, deskripsi dan dokumentasi kegiatan yang sudah dilaksanakan
serta rencana kegiatan yang akan dilakukan.

1. Profile Lembaga
Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan,
maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berben-
tuk yayasan.Secara garis besar dari sekian banyak organisasi non pe-
merintah yang ada dapat di kategorikan sbb :
• Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang mem-
berikan dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
• Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah
yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah
dalam menjalankan kegiatannya.
· Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang
melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tert-
entu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop ju-
rnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.
• Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang mel-
akukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang
dari kebijakan pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik
dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah

Untuk mengenalkan kepada berbagai pihak terkait dengan hal


ikhwal lembaga kita diperlukanlah profile lembaga yang mencerita-
kan berkaitan dengan visi, misi, strategi dan program serta kegiatan
lembaga fundraising tersebut.
Hal ini disampaikan kepada donatur baik dengan menggunakan
perangkat teknologi komunikasi, maupun secara konvensional den-
gan brosure dan liflet, ditambah dengan penjelasan lisan dari kader
lembaga tersebut.

[ 119 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

2. Deskripsi dan Dokumentasi kegiatan yang sudah dilaksanakan


Mendeskripsikan dan mempresentasikan dokumentasi lembaga
fundraising merupakan bagian dari track record lembaga. Rekam jejak
lembaga akan terlihat dari berbagai kisah sukses yang telah dilakukan
oleh lembaga tersebut. Lebih menarik lagi di samping dokumentasi
dibuat juga sukses story di tokoh masyarakat berkaitan dengan ke-
giatan yang sudah dilaksanakan lembaga.
Presentasi hal tersebut di depan donatur akan dapat menambah
kepercayaannya kepada lembaga yang tengah kita tawarkan kepada
donatur.

3. Rencana kegiatan yang akan dilakukan


Isu, permasalahan dan kemasan program yang kita sajikan mem-
buat donatur lebih yakin terhadap institusi yang tengah kita tawar-
kan. Kegiatan yang tengah di tawarkan perlu di kemas dalam bentuk
audio visual dengan pengembangan teknologi informasi. Visual yang
menarik dengan pola FOR G akan lebih meyakinkan ketimbang han-
ya disampaikan melalui selebaran kertas.
Pressenter yang menyampaikan dengan penguasaan yang tinggi
dan performa yang menarik akan membuat donatur lebih yakin. Ket-
imbang hanya dijelaskan secara sepintas lalu. Presentasi di depan do-
natur perlu perhatian serius oleh para pemimpin lembaga fundraising,
agar aliran dananya lebih kencang lagi.

Penghimpunan Dana Sesuai Target Pemberdayaan


Menghimpun dana yang dilakukan oleh lembaga fundraising bi-
asanya sesuai dengan program yang ditawarkan. Program ditawar-
kan sesuai dengan isu yang berkembang di tengah masyarakat. Isu
terjadi disebabkan oleh peristiwa alam dan permasalahan sosial.
Lembaga fundraising pada umumnya melakukan kegiatan peng-
himpunan, pencatatan, pendistribusian dan pelaporan. Tetapi tidak
sedikit juga lembaga fundraising, bekerja sama dengan ormas lainnya

[ 120 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

bergandengan tangan dalam penyaluran dana yang telah dihimpun.


Lembaga fundraising hanya melakukan kegiatan penghimpunan dan
pencatatan serta pelaporan saja, sementara penyaluran dilakukan
oleh lembaga lain. Jenis kegiatan ini sangat baik, menjalin kerja sama
di antara sesama para socio entrepreuner. Semua komponen anak bang-
sa ikut dalam kegiatan, tidak ada di antara mereka yang tertinggal
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Lembaga fundraising lebih fokus pada manajemen penggalian
dan penghimpunan dana, sementara lembaga lain lebih fokus pada
pendistribusian bantuan kepada yang berhak, dengan melakukan
proses selektif yang profesional, terukur dan terjamin kebenarannya.
Lembaga ormas yang menjadi mitra lembaga fundraising lebih fokus
kepada target pemberdayaan: pendidikan dan pelatihan, santunan
anak yatim piatu/duafa, santunan orang cacat, santunan jompo.

1. Pendidikan dan Pelatihan


Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan po-
tensi Sumber Daya Manusia (SDM) adalah dengan cara pendidikan
dan pelatihan. Kedua istilah tersebut ada terdapat berbagai pendapat,
pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan ma-
nusia unggulan, sedangkan pelatihan berkaitan dengan peningkatan
kemampuan atau keterampilan karyawan yang sudah menduduki
suatu jabatan. pendidikan dihubungkan dengan peningkatan peng-
etahuan umum dan pemahaman akan seluruh lingkungan disekitar
kita, sedangkan pelatihan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan pegawai dalam pekerjaan yang
biasa dilakukan sehari-hari.
Kualitas SDM bangsa Indonesia ke depan ditentukan oleh kualitas
pendidikan dan pelatihan sekarang, untuk meningkatkan potensi SDM
ke depan diperlukan peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan.
Potensi umat harus di kerahkan untuk meningkatkan kualitas pendidi-
kan dan pelatihan. Tanggungjawab kebangsaan kita meminta, mengun-

[ 121 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

dang dan menyeru kita untuk mengerjakan pendidikan yang berkuali-


tas. Maka dana fundraising diperlukan untuk pengembangan itu.

2. Santunan Anak Yatim Piatu/Duafa


Anak yatim di tinggalkan oleh ayah, masih memiliki ibu. Piatu
di tinggalkan oleh ibu masih memiliki ayah. Yatim piatu ditinggalkan
oleh ayah dan ibu, hanya memiliki mungkin beberapa orang karib
kerabat. Tetapi ada yang lebih dahsyat anak duafa, punya bapak dan
ibu tetapi tidak mampu mengurus anaknya tersebut.
Anak-anak tersebut adalah anak bangsa yang punya masa depan,
tetapi tidak memiliki fasilitas untuk mengembangkan diri secara wa-
jar dan benar. Justru itu diperlukan intervensi negara dan bagian dari
komunitas sosial untuk menangani hal tersebut. Gerakan fundraising
perlu diarahkan untuk menjawab permasalahan di atas sebagai target
pemberdayaan.

3. Santunan Orang Cacat


Istilah disabilitas mungkin kurang akrab  di sebagian masyarakat
Indonesia berbeda dengan penyandang cacat, istilah ini banyak yang
mengetahui atau sering digunakan di tengah masyarakat.  Istilah dis-
abilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata
bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti ‘cacat’ atau
‘ketidakmampuan’. Namun, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata disabilitas belum tercantum. Disabilitas adalah istilah baru peng-
ganti penyandang cacat.  Penyandang disabilitas dapat diartikan in-
dividu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental/intelektual.
Mereka ini adalah anak bangsa yang tidak menghendaki nasib
mereka seperti itu, tetapi karena kodrat ilahi, mereka menerimanya
dengan ikhlas, mereka jelas mengalmi kurang kemampuan diband-
ingkan dengan manusia yang normal. Justru itu diperlukan keber-
pihakan kebijakan untuk mereka. Pemerintah telah berusaha mem-
bangun dan menyediakan fasilitas umum berpihak kepada mereka.

[ 122 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

Tetapi lebih jauh dari itu mereka memerlukan santunan baik dalam
bentuk pendidikan, pengembangkan kemampuan dalam bentuk
pelatihan, dan pemenuhan kebutuhan hidup. Lembaga fundraising
haruslah menjadikan ini sebagai target pemberdayaan dalam pro-
gram fundraising oleh lembaga sosial kemasyarakatan.

4. Santunan Jompo
Orang tua (senior) menjadi kewajiban anak, tetapi banyak di an-
tara orang tua yang tidak mempunyai anak dan kaum kerabat. Mere-
ka hidup sebatang kara yang tidak punya apa-apa dan tidak mampu
berbuat apa-apa.
Mereka memerlukan uluran tangan dari pemerintah dan kelom-
pok sosial yang peduli di tengah masyarakat. Fundraising harus men-
jadikan ini target layanan dan pemberdayaan.

Kekuatan Filantropi Muhammadiyah


Muhammadiyah, organisasi masyarakat sipil Islam tertua dan
terbesar di Indonesia yang telah melewati usia satu abad. Sejak
awal berdirinya, organisasi ini tampil sebagai sebuah gerakan yang
mengimplementasikan nilai-nilai keislaman dalam pelbagai bentuk
kegiatan kemasyarakatan. KHA Dahlan secara operasional menjadi-
kan pendidikan dan pengajaran, tabligh dan tarjih, social reform dan
community empowerment sebagai pilar gerakan Muhammadiyah.6
Muhammadiyah memiliki berbagai amal usaha dalam ukuran dan
kapasitas yang berbeda-beda, rumah sakit, perguruan tinggi, sekolah/
madrasah, panti asuhan dan lembaga keuangan. Organisasi filantropi
seperti Muhammadiyah ini besar karena memiliki kepercayaan masyar-
akat yang cukup tinggi. Dengan modal ini, sekarang Muhammadiyah
mengembangkan Lembaga Amil Zakat yang disingkat dengan Lazis-

6
­Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), Jihad Keberdayaan Model-
Model Pemberdayaan Masyarakat (Jakarta: Lazismu, 2015), hlm. 1.

[ 123 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

mu.7 Lazismu menawarkan beberapa gagasan baru, model pengelolaan


dana filantropi dan membangun jejaringan dari berbagai daerah.
Dari informasi diatas kita dapat lihat bahwa kekuatan filantropi
Muhammadiyah ada dua: External dan Internal. External, Muham-
madiyah telah memiliki kepercayaan publik dalam mengelola dana
masyarakat, telah terbukti usaha nyatanya dalam melakukan kegiatan
pendidikan, tabligh, tarjih, kesehatan, sosial dan usaha keuangan. Den-
gan modal itu pihak corporate lebih yakin menitipkan dana sosial so-
sial responsibility perusahaan kepada Muhammadiyah, demikian juga
halnya pemerintah. Pemerintah lebih yakin memberikan bantuan ke-
pada Muhammadiyah ketimbang kepada Ormas, LSM, dan Yayasan.
Pada internal Muhammadiyah telah memiliki infrastruktur yang
kuat, jaringan kelembagaan secara nasional dan internasional. Dengan
kekuatan itu maka penghimpunan, pengadministrasian, penyaluran
dan pertanggungjawaban lebih cepat dan maksimal.8 Selain meng-
himpun dana masyarakat, Muhammadiyah berpotensi menghimpun
dana mandiri dari Dokter dan karyawan Rumah sakit, Dosen, Guru
dan Bankir Muhammadiyah.
Kekuatan utama basis fundraising Muhammadiyah adalah di se-
kolah, Perguruan Tinggi, Rumah Sakit dan Lembaga Keuangan Mu-
hammadiyah.

1. Sekolah
Dalam bidang pendidikan Muhammadiyah memiliki 4.623
taman kanak-kanak, 33 taman pendidikan Al-Qur’an, 71 sekolah luar
biasa, 2.604 sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah, 1.772 sekolah lanju-
tan tingkat pertama (SMP dan MTs), 1.143 sekolah lanjutan tingkat
atas (SMA, MA, SMK), serta 67 pesantren.

7
­Lazismu, Aksi Bersama Untuk Sesama Perilaku dan Potensi Filantropi
Warga Muhammadiyah (Jakarta: Lazis-Mu, 2015), hlm. 1.
8
­Majelis Pustaka & Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Profile
Amal Usaha Muhammadiyah (Yogyakarta: MPIPPM, 2015).

[ 124 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

Guru dan pegawai sekolah potensial sekali di himpun zakat, infak,


dan sedekahnya dalam kegiatan fundraising persyarikatan. Di samping
potensi ini dapat dikelola sendiri oleh persyarikatan dalam berbagai
jenis amal persyarikatan pada Panti Asuhan, Bea siswa Miskin pada
sekolah Muhammadiyah, dan Panti Jompo Muhammadiyah.

2. Perguruan Tinggi
Dalam bidang pendidikan tinggi, hingga tahun ini Muhammadi-
yah memiliki 172 perguruan tinggi Muhammadiyah (yang mencakup
universitas, sekolah tinggi, akademi, dan politeknik), 159 di antaran-
ya dikelola oleh Muhammadiyah, dan 13 lainnya dikelola oleh ‘Aisy-
iyah. Di dalam universitas dan sekolah tinggi ada pimpinan univer-
sitas rektor, wakil rektor, dekan wakil dekan, ketua jurusan/program
studi, dosen dan karyawan.
Pada umumnya mereka mendapatkan gaji dan tunjangan sudah
sejahtera, hal ini akan dapat dikelola menjadi potensi ZIS. ZIS ini akan
dapat membantu permasalahan berkaitan dengan kemanusian, so-
sial, pendidikan, dan lingkungan hidup.

3. Rumah Sakit
Sementara itu, dalam bidang kesehatan, Muhammadiyah memi-
liki 457 fasilitas kesehatan, yang meliputi rumah sakit umum, rumah
bersalin, balai kesehatan ibu dan anak (BKIA), balai pengobatan, po-
liklinik, balai kesehatan masyarakat, dan layanan kesehatan yang lain.
Rumah sakit kita mempunyai pimpinan, dokter, perawat dan
pegawai, pada umumnya mereka telah memiliki penghasilan cukup
sejahtera. Hal ini potensi ZIS yang cukup luar biasa yang perlu pen-
gelolaan dengan basis manajemen terbuka.

4. Lembaga Keuangan Muhammadiyah


Dalam bidang ekonomi, Muhammadiyah memiliki 5 bank per-
kreditan rakyat (BPR). Selain BPR Muhammadiyah juga mempunyai
banyak Baitul Mall Wat Tamwil di seluruh Indonesia.

[ 125 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Dalam BPR dan BMT itu juga terdapat pimpinan dan para peg-
awai yang telah memiliki penghasilan lumayan, sangat potensial
dikelola dana ZIS-nya.
Dari gambaran umum tersebut terlihatlah bahwa organisasi yang
didirikan oleh KH Ahmad Dahlan ini telah memiliki kontribusi dan
perhatian yang besar dalam dinamika kehidupan masyarakat Indone-
sia. Dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah untuk ‘’menega-
kkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyar-
akat Islam yang sebenar-benarnya’’, organisasi sosial keagamaan itu
telah menempuh berbagai usaha, seperti dakwah, sosial, pendidikan,
ekonomi, dan politik yang secara operasional dilaksanakan melalui
struktur organisasi berbentuk majelis, badan, dan lembaga.
Sebagai sebuah organisasi yang telah berusia lebih satu abad,
kekuatan Muhammadiyah terletak pada, pertama, reputasinya sebagai
gerakan Islam modern yang dikenal luas secara nasional ataupun in-
ternasional. Hal ini berdampak pada berbagai kemudahan dan duku-
ngan yang didapat oleh Muhammadiyah dalam menyelenggarakan
kegiatan pada tingkat lokal ataupun nasional. Kedua, jaringan organ-
isasi yang sudah tersebar di seluruh penjuru Tanah Air dan beber-
apa negara di dunia membuat Muhammadiyah lebih mudah dalam
mengembangkan aktivitas pada akar rumput yang membutuhkan
koordinasi berjenjang dan melibatkan partisipasi masyarakat di berb-
agai daerah. Ketiga, perkembangan amal usaha yang sangat besar,
secara kuantitatif juga menjadi aset sumber daya yang sangat berhar-
ga bagi persyarikatan untuk terus dapat bertahan di tengah-tengah
badai krisis yang telah melanda bangsa ini. Keempat, perkembangan
kehidupan nasional menempatkan Muhammadiyah sebagai modal
sosial dan modal moral bagi bangsa dan semua partai politik teru-
tama partai yang berbasis komunitas Islam. Di samping kekuatan,
organisasi ini masih diwarnai beberapa kelemahan, antara lain, ke-
cenderungannya sebagai gerakan aksi membuat gerakan pemikiran
kurang berkembang dengan baik.

[ 126 ]
Menghimpun Danauntuk Pemberdayaan Keluarga Duafa

Fundraising untuk Dakwah Lapangan


Konsep dan strategi fundraising di atas, jika diimplementasikan
dalam kegiatan dakwah lapangan, maka beberapa poin di bawah ini
akan memandu kegiatan fundraising kelompok-­ kelompok dakwah
lapangan.

1. Target Fundraising
Target fundraising untuk setiap kelompok dalam kegiatan Dak-
wah lapangan ini adalah minimal sebesar Rp. 1.000.000,-. Dalam
proses mengambil kesepakatan tentang target fundraising, kelompok
harus mempertimbangkan kebutuhan yang tergambarkan dalam
budget kelompok.

2. Komponen-komponen Fundraising Dakwah Lapangan

No Komponen Kegiatan Ket


Pendekatan manajemen
professional dengan program
1 Pengelolaan
yang jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Kelompok mahasiswa Mata Dibekali surat
2 Lembaga Kuliah Kemuhammadiyahan keterangan dari
UHAMKA Fakultas
Video berdurasi
Proposal, video, power point,
3 Media maksimal 2
brosur, dan media sosial.
menit
4 Program Pemberdayaan keluarga duafa
Silaturahim, presentasi, List
5 Teknik
Donatur.

3. Strategi Menemukan Calon Donatur


Dengan mempertimbangkan waktu yang sangat singkat untuk
proses fundraising, maka strategi menemukan calon donatur dibawah
ini bisa dijadikan pedoman kerja kelompok:

[ 127 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

a. Cari calon donatur yang punya kedekatan dengan setiap anggota


kelompok; kedekatan kekerabatan, kedekatan domisili, kedeka-
tan persahabatan, dst.
b. Setiap anggota kelompok diberikan tanggungjawab mengiventarisir:
(1) Setiap anggota kelompok mencari, menemukan dan meng-
umpulkan dana dari 3 lembaga bisnis/industri, sehingga set-
iap kelompok akan memiliki minimal 9 lembaga bisnis/indus-
tri calon donatur
(2) Minimal setiap anggota menemukan 3 calon donatur dari
lembaga filantropi, sehingga setiap kelompok akan memiliki
minimal 9 lembaga filantropi.
(3) Minimal setiap anggota menemukan dan mengumpulkan dana
dari 3 calon donatur dari Pemerintah, sehingga setiap kelompok
akan memiliki minimal 9 calon donatur dari lembaga filantropi.
(4) Minimal setiap anggota mencari dan menghimpun dana
dari 30 orang donatur peseorangan; 10 dari kerabat, 10 dari
tetangga dan 10 dari hubungan pertemanan. Sehingga setiap
kelompok akan memliki 90 calon donatur perseorangan.

Target
No Calon Donatur
Perorangan Kelompok
1 Lembaga Bisnis/Industri 3 9
2 Lembaga Filantropi 3 9
3 Instansi pemerintah 3 3
4 Perseorangan 30 90

4. Laporan Hasil Fundraising


Laporan fundraising disusun merupakan bagian dari keseluruhan
laporan kegiatan dakwah lapangan. Laporan kegiatan harus disam-
paikan disertai dengan ungkapan terimakasih dan doa untuk para
donatur. Hal ini penting, sebagai bentuk pertanggungjawaban, mem-
bangun trust, serta merawat silaturahim yang diharapkan bisa berlan-
jut terus pasca kegiatan dakwah lapangan. •

[ 128 ]
7
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan
untuk Keluarga Duafa

B eberapa pesan KH Ahmad Dahlan;


a. Janganlah seseorang berteriak penuh semangat akan membela ag-
ama Allah dengan nyawa dan jiwanya. Nyawa dan jiwa tak perlu
ditawarkan karena seseorang akan mati dengan sakit atau tidak
kapan saja Tuhan menghendaki. Paling yang diperlukan dalam
berjuang adalah keberanian mengorbankan harta benda untuk
kepentingan agama.
b. Maut adalah bahaya yang besar, tapi lupa dengan kematian ada-
lah bahaya yang lebih besar. Oleh karena itu, KH Ahmad Dahlan
berpesan mengingat kematian dan menyegerakan urusan den-
gan Tuhan dan sesama sebelum kematian datang.
c. Hendaklah kalian membelanjakan harta benda dan kekayaan
yang masih dikuasinya bagi kepentingan umat, sebelum mereka
kehilangan kekuasaan atas harta benda dan kekayaannya.1

1
Abdul Munir Mulkhan, Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah
Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2010), hlm. 196–197.

[ 129 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Dengan mempelajari penyaluran pemberdayaan untuk keluarga


duafa mahasiswa dapat;
a. Menjelaskan: penyaluran bantuan langsung tunai dan zakat
b. Mempersiapkan penyaluran bantuan pada keluarga duafa
c. Menjelaskan bentuk-bentuk penyaluran bantuan pada keluarga
duafa.
d. Menjelaskan pendekatan pemberdayaan keluarga duafa.
e. Menguraikan pendampingan proses pemanfaatan bantuan.
f. Menceritakan interaksi KH Ahmad Dahlan dengan anak jalanan
dalam melakukan proses pemberdayaan.
g. Menjelaskan struktur organisasi Muhammadiyah dalam pember-
dayaan masyarakat.

Pada bagain ini submateri yang akan dibahas sebagai berikut;


bantuan langsung tunai dan zakat, mempersiapkan penyaluran dan
bentuk penyaluran bantuan keluarga duafa, pendekatan pember-
dayaan serta pendampingan dalam bantuam, interaksi KH Ahmad
Dahlan dengan anak jalanan dan struktur dalam melakukan pember-
dayaan.

Bantuan Tunai Langsung dan Zakat


Setelah kenaikan harga bbm pada era kepemimpinan Susilo
Bambang Yudoyono pemerintah mengeluarkan kebijakan Bantu-
an Langsung Tunai, dalam rangka penghilangan subsidi bbm itu,
pemerintah memberikan kompensasi kenaikan harga bbm dengan
pemberian BLT pada keluarga yang duafa. Kebijakan program BLT
yang dilakukan oleh pemerintah dinilai kurang efektif dengan beber-
apa alasan; pertama program itu tidak dapat mengurangi kemiskinan,
namun merusak mental masyarakat miskin, menghilangkan kapital
sosialnya, membuat mental menjadi malas. Hal ini dikarenakan mas-
yarakat akan memiliki kebudayaan meminta bantuan dalam rangka
mememuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan kejadian yang ekstrim

[ 130 ]
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga Duafa

dalam pemberian BLT memakan korban jiwa karena berdesakan da-


lam antrian penerima bantuan.2
Kedua, kebijakan ini memicu naiknya harga kebutuhan hidup. Ketiga,
kebijakan ini memicu kurang keharmonisan antar warga dalam masyar-
akat dikarenakan pembagian BLT yang kurang proporsional dengan con-
toh kasus yang menerima BLT adalah keluarga yang mampu sedangkan
keluarga duafa tidak menerimanya. Ketiga, dalam perfektif filantropi yang
dilakukan oleh pemerintah adalah bentuk dari filantropi yang kurang
mendidik dikarenakan pemerintah memilih program bukan meningkat-
kan skill untuk kemandiriaan, namun program yang bersifat konsumtif.
Dalam ajaran Islam, amal sholeh merupakan penyempurna dari
keimanan dikarenakan keimanan kepada Tuhan harus termanifestasi
dalam kebaikan pada sesama. Konsep ini sesuai dengan nilai yang ada
dalam Muhammadiyah tentang kehidupan manusia di dunia sema-
ta-mata untuk beramal sholeh untuk kepentingannya di akherat yang
akan dimintai pertanggung jawaban kepada Allah.3 Hal sama dengan
yang diajarkan oleh KH Ahmad Dahlan tentang renungan surat Al-
A’la 16-17 yang berarti “bukankah kamu masih memililih kehidupan dunia,
padahal akherat itu lebih baik dan juga lebih kekal”. Menurut KH Ahmad
Dahlan manusia yang masih memiliki terpautan hati dengan dunia
dengan tanda lebih mencintai harta dari pada Allah seperti kurang
membelanjakan hartanya untuk jalan dakwah, enggan menolong fa-
kir miskin dan membedakan orang yang kaya dan miskin. Merekalah
yang harus diberantas dengan membersihkan hati kepada Allah den-
gan cara tafakur, mawas diri dan meneliti sehingga tidak lagi cinta
terhadap dunia khususnya harta, kedudukan dan nafsunya.4

2
Kompas.Com, ICW; Hentikan BLT, Senin 29 Juni 2009.
3
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah;
Ideologi, Khitah dan Langkah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Majelis
Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2009), hlm.10.
4
KRH Hadjid, Pelajaran KH Ahmad Dahlan; Tujuh Falsafah dan Tujuh
Belas Kelompok Ayat Al-Qur'an (Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi

[ 131 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Realitas yang real dalam masyarakat Islam membandingkan


zakat dan bantuan langsung tunai yang sama bersifat langsung pada
masyarakat yang membutuhkan. BLT diberikan oleh pemerintah ke-
pada warganya dengan cara mengunjungi kantor pemerintahan atau-
pun lembaga yang terkait. Dalam proses pencairannya banyak warga
kurang mampu berdatangan dengan kondisi tempat yang kurang
representative, kondisi yang ‘kacau’, antrian yang sesak. Dalam ken-
yataannya, model penyaluran bantuan seperti ini, bahkan terkadang
yang disalurkan itu adalah zakat, tidak jarang memakan korban, mu-
lai dari pingsan sampai kehilangan jiwa/memakan korban. Sedang-
kan dalam zakat seorang petugas zakat atau amil tidak memberi-
kan pengumuman atau pemberitahuan tentang pembagian zakat.
Pemberian zakat dengan cara memanusiakan mustahik dengan cara
dikunjungi secara langsung oleh petugas, sehingga mustahik dim-
uliakan karena diantarkan zakat secara langsung kepada keluarga
duafa. Pengantaran zakat secara langsung memiliki nilai yang positif
secara psikologis bagi penerima dan pemberi zakat. Bagi penerima
zakat sebagai bentuk penghargaan kemanusian dikarenakan meneri-
ma zakat secara psikologis diberikan label sebagai orang yang lemah
sehingga tidak elok diumumkan secara terbuka. Selanjutnya dampak
yang lain seperti dalam distribusi zakat tidak memakan korban dan
tertib, kebalikan dari BLT. Sedangkan dampak yang lain bagi pemberi
meningkatkan hubungan silaturahim dengan mustahik dikarenakan
mengenal secara mendalam mustahik serta melakukan kunjungan
secara langsung sehingga memberikan kesan yang mendalam bagi
penerima. Oleh karena itu dalam pendistribusikan zakat meningkat-
kan kohesi sosial masyarakat sehingga timbulnya rasa kasih sayang
sesama anggota masyarakat dan menjaga ukhuwah Islamiah dalam
rangka beribadah kepada Allah SWT.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2013), hlm. 58–59

[ 132 ]
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga Duafa

Perbedaan bantuan tunai langsung dengan zakat

Bantuan Tunai Langsung Zakat


Dasar pemberian dan penerima Pemberian dan penerimaan
dari hukum negara berdasarkan ajaran agama Islam
Pengelolaan dilakuka oleh aparat Dikelola oleh masyarakat dan
negara organisasi sosial keagamaan
Menekankan aspek pemberian Mempertimbangkan aspek
dari pada melihat kondisi psikologis penerima sehingga
psikologis penerima dalam pendistribusiannya
manusiawi
Sasaran penerima berdasarkan Sasaran penerima bersifat jelas ada
keputusan aparat Negara yang dalam Al-Qur'an dan as Sunnah
bersifat relative sehingga bersifat objektif dan tepat
(Sumber; diolah dari berbagai referansi)

 empersiapkan Penyaluran dan Bentuk Penyaluran Bantuan


M
Ekonomi Duafa
Sistem Negara Indonesia menganut faham ideologi kesejahter-
aan dikarenakan tertera dalam dasar negara seperti di UUD 1945
pasal 34 “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Ne-
gara”, oleh karena itu merupakan tugas dan kewajiban Negara untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Program peningkatan kese-
jahteraan yang dilakukan oleh pemerintah dengan program pemban-
gunan, pembiayaan pembangunan diperoleh dari perpajakan dalam
semua sektor. Namun dalam pelaksanaan pembangunannya tidak
bisa dilaksanakan sendiri tetapi bekerjasama dengan mitra pemerin-
tah dari berbagai pihak swasta serta masyarakat. Peran masyarakat
membantu pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraann-
ya dilakukan secara individu atau secara kolektif dengan sistem or-
ganisasi. Organisasi/lembaga yang melakasanakan program tersebut
bergerak dalam sektor profit dan non profit. Lembaga dalam sektor
non profit bergerak melakukan aktivitas dari kedermawanan masyar-

[ 133 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

akat dengan cara mengelola dana masyarakat dalam rangka pening-


katan kesejahteraan masyarakat.
Lembaga filantropi merupakan lembaga yang bersifat non prof-
it dalam melakukan programnya. Pelaksanaan program sesuai den-
gan anggaran yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Oleh karena
itu, lembaga filantropi melakukan fundraising dengan tujuan untuk
mempengaruhi masyarakat agar menyalurkan dananya pada sebuah
organisasi. Kegiatan fundraising memiliki tujuan ganda yang perta-
ma, memasyarakatkan zakat, infak, sedekah dan wakaf. Bentuk fund-
raising ini seperti, dengan melakukan sosialisasi dari berbagai media
dan pelatihan yang berkaitan dengan tema-tema tersebut. Kedua,
menghimpun dana zakat, infak, sedekah dan wakaf yang ada dalam
masyarakat, sehingga masyarakat menyalurkan dana tersebut secara
modern dan transparan.5
Penyaluran bantuan dilakukan secara profesional oleh amil den-
gan bersumber pada kebutuhan mustahik. Dengan dasar itu, dihara-
pakan muncul peningkatan kapasitas kemandirian untuk kehidupan
mendatang. Pengembangan program yang dilakukan oleh amil da-
lam mengelola mengunakan prinsip “sebagaima seharusnya” bukan
“sebagaimana baiknya,” sehingga amil akan berdialog dengan pihak
lain untuk mematangkan program. Jika berhasil dan lebih baik maka
amil mengubahnya dan meninggalkan pendapatnya. Pengembangan
sebagaimana seharusnya merupakan suatu program yang bersifat
objektif dikarenakan berdasarkan keputusan bersama, sedangkan
pengembangan program sebagaimana sebaiknya bersifat subjektif
tergantung menurut siapa.6

5
Buhanuddin (peny.), Revitalisasi Lembaga Zakat dalam Titik Temu Zakat
dan Pajak (Jakarta: Peduli Ummat, 2011), hlm. 88–89.
6
Eri Sudewo, Manajemen Zakat; Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip
Dasar (Ciputat: Institut Manajemen Zakat, 2010), hlm. 222–223.

[ 134 ]
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga Duafa

Model pemberdayaan ZIS dalam meningkatkan kapasitas so-


sial umat dengam program pemberdayaan. Pemberdayaan dilaku-
kan secara langsung dan tidak langsung, pemberdayaan yang bersi-
fat langsung di mana mustahik menerima secara langsung finansial
dari ZIS melalui lembaga penerimaan ZIS, bersifat temporer seper-
ti bantuan finansial keuangan, kegiatan dakwah, pendidikan, kese-
hatan, konsumtif, dan kegiatan kemanusiaan yang lain. Sedangkan
bantuan tidak langsung mustahik tidak memperoleh bantuan secara
langsung, namun merasakan manfaat program yang dilakukan oleh
lembaga filantropi. Bentuk bantuan secara tidak langsung tertuang
dalam bantuan investasi untuk usaha produktif, sekolah peningkatan
skill untuk kemandirian, membangun kemitraan dengan lembaga ke-
uangan untuk lingkungan masyarakat sekitar, dan mendirikan usaha
produktif untuk masyarakat sekitar.7


Pendekatan Pemberdayaan dan Pendampingan dalam
Menyalurkan Bantuan
Lembaga filantropi memiliki dua pijakan dalam konsentrasi yang
diambil, yakni pengimpunan sebagai komando atau pendayagunaan
sebagai komando. Penghimpunan sebagai komando program pem-
berdayaan karena tujuan utamanya adalah menghimpun dana. Bagi-
an yang aktif adalah devisi penghimpunan dan yang lain menunggu
keberhasilan devisi ini. Sedangkan yang menempatkan pendayagu-
naan sebagai komando maka perolehan dana ZIS akan disesuaikan
dengan anggaran dari divisi pendayagunaan. Oleh karena itu, devisi
penghimpunan dana bertanggung jawab terhadap jalannya program.8
Pelaksanaan lembaga filantropi dalam mengelola program lebih
bersifat charitas, di mana program ini tidak memerlukan pendampin-
gan karena pemberian yang sifatnya konsumtif. Pemberdayaan yang

7
­ ihat dalam Buhanuddin (peny.), Revitalisasi Lembaga Zakat..., hlm. 91–92.
L
8
Eri Sudewo, Manajemen Zakat..., hlm. 216–217.

[ 135 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

bersifat konsumtif menjadi pertanyaan buat apa muzaki menginfa-


kan hartanya karena akan habis oleh penerima ZIS. Oleh karena itu,
program pemberdayaan yang dibuat sesuai dengan konsep akar so-
sial dalam masyarakat. Yang dilakukan oleh amil sebagai pengelola
dana ZIS dalam hanya sebagai mediator melakukan pemberdayaan
untuk mustahik. Mediator yang diperankan oleh amil mengemas pro-
gram sesungguhnya menahan hak mustahik segera sampai. Lembaga
filantropi dalam melaksanakan tugasnya melakukan penghimpunan
dana dari masyarakat dengan mengelola dan mendistribusikannya
secara profesional dan transparan untuk masyarakat yang membu-
tuhkan.
Pendistribusian ZIS pada mustahik tertuang dalam program
pemberdayaan masyarakat/mustahik. Dalam kamus besar bahasa In-
donesia pemberdayaan berarti proses, cara, perbuatan memberdaya-
kan. 9 Sedangkan menurut Shardlow dalam Adi (2001) pemberdayaan
merupakan suatu individu ataupun kelompok mengontrol kehidu-
pannya dan mengusahakan masa depan sesuai dengan keinginann-
ya.10 Program dalam filantropi yang utama menjadikan mustahik se-
bagai penerima zakat menjadi pemberi zakat.
Pendekatan program pendayagunaan dana ZIS menggunakan
tiga macam kegiatan besar yaitu; pengembangan ekonomi, pengem-
bangan SDM, dan bantuan sosial. Kegiatan ini menjadi ikon bagi lem-
baga filantropi yang ada di Indonesia seperti Dompet Dhuafa, Rumah
Zakat, dan dilakukan oleh Muhammadiyah dengan Lazismunya.
Berikut ini merupakan bentuk kegiatan dalam pendayagunaan dana
ZIS,11 sebagai berikut.

9
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,2013) hlm. 242.
10
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan
Intervensi Komunitas: Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, (Jakarta:
Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), hlm. 33.
11
Eri Sudewo, Manajemen Zakat..., hlm. 227–235.

[ 136 ]
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga Duafa

1. Pengembangan Ekonomi
Pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh lembaga filantropi
terbagi menjadi beberapa program seperti penyaluran modal, pemben-
tukan lembaga keuangan, pembangunan industri, peningkatan lapan-
gan kerja, peningkatan usaha pelatihan dan pembentukan organisasi.
Penyaluran modal dilakukan secara individual ataupun berkelompok,
penyalurannya bisa modal untuk kerja ataupun investasi.
Pengelola dana ZIS harus mengenal mustahiknya agar tepat sasa-
ran dan pengelola memberikan persyaratan agar dapat melibatkan
masyarakat sekitar orang yang miskin sebagai tenaga kerja. Namun
bila dana zakat disalurkan pada lembaga komersial maka bekerjasama
dilakukan dengan sistem mudharabah, yang dananya bisa diambil dari
pihak ketiga. Sedangkan penyaluran dana lewat kelompok dilakukan
dengan cara meminta kelompok untuk membentuk organisasi. Organ-
isasi tersebut dapat mengelola dana bantuan, dan organisasi ini juga
mendayagunakan anggotanya secara partisipatif dalam mengatasi per-
soalan usaha pada anggota kelompoknya. Organisasi melakukan pem-
binaan rohani anggotanya melalui pengajian rutin dan berkala dengan
dai dari lembaga yang melakukan pencarian.
Pembentukan lembaga keuangan, dilakukan dalam penyaluran
bantuan untuk pengusaha mikro pada akar rumput, dengan mendirikan
Lembaga Keuangan Mikro Syariat. Di sini, lembaga filantropi bersentu-
han dengan pengusaha gurem, namun tidak secara langsung. Perkem-
bangan masyarakat dapat terlihat dari berkembangnya LKMS yang
besar dan banyak memberikan manfaat pada masyarakat kecil. Melalui
LKMS ini, lembaga filantropi berperan sebagai agent of development.
Pembangunan industri, merupakan penyaluran modal usaha un-
tuk industri dan investasi dalam kisaran nominal yang besar sampai
dengan beberapa juta rupiah. Modal dan investasi disalurkan lewat
lembaga zakat sebagai contoh pengembangan Unit Usaha Tani di
Lamongan, Pati, Mojokerto dengan investasi lebih dari 1 milyar, hal

[ 137 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

yang sama juga dengan usaha yang produktif pada BTM dan toko
swalayan yang dikembangkan oleh lembaga filantropi seperti Dom-
pet Dhuafa.
Penciptaan Lapangan kerja, modal yang diberikan, dalam sektor
usaha dengan mempertahankan tenaga kerja yang sudah ada. Na-
mun, jika lebih baik menambah tenaga kerja yang baru dari kalan-
gan yang kurang mampu. Sedangkan peningkatan usaha, pemberian
modal untuk menyelamatkan usaha yang dalam masalah sehingga
dapat berkembang lebih baik lagi. Hal ini, dikarenakan dengan pen-
ingkatan usaha maka selaras dengan peningkatan ekonomi masyar-
akat di mana perputaran uang terjadi secara dinamis.
Pelatihan yang dilakukan dengan cara pengembangan usaha
sehingga masyarakat secara tidak langsung memberikan kemepatan
pada masyarakat untuk berlatih. Dampak yang dihasilkan seiring den-
gan berjalannya waktu maka suatu daerah menjadi sentral industri
dikarenakan kebiasaan yang ada dalam masyarakat dalam mengem-
bangkan usaha rumah tangganya, seperti di daerah Ciamis sebagai in-
dustri kerupuk. Sedangkan pembentukan organisasi dilakukan agar
mustahik menerima bantuan modal usaha dari lembaga pengelola
ZIS. Tujuan dibentuk organisasi untuk mustahik memperkuat posisi
dan memperkuat keungan dan tempat berdiskusi dalam menyelesai-
kan persoalan pengembangan usaha serta kerohanian.

2. Pembinaan SDM
Pembinaan SDM adalah program yang mudah dengan memberi-
kan beasiswa pada yang miskin, namun seorang pengelola zakat ha-
rus memperhatikan penerima beasiswa tersebut, tidak boleh semba-
rangan dengan pertimbangan yang matang dan serius. Pengelola juga
memberikan sekolah yang baik untuk penerima zakat masa depan
menjadi gemilang. Berikut ini merupakan program pendidikan yang
dapat diberikan pada penerima zakat di antaranya; beasiswa, diklat
dan kursus keterampilan, dan sekolah. Keterampilan diberikan pada

[ 138 ]
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga Duafa

penerima zakat dikarenakan putus sekolah, kerjasama dengan lemba-


ga diklat pemerintah, ataupun perusahaan, dengan kriteria anak yang
mau bekerja keras untuk maju serta memegang nilai kejujuran.
Keterampilan yang diberikan diklasifikasikan sesuai dengan ke-
butuhan anak seperti keterampilan las, mekanik mesin, pertukangan
dan elektronika. Sedangkan untuk perempuan dengan keterampilan
menjahit, memasak/tata boga dan rias busana. Setelah program ter-
laksana yang dilakukan oleh pengelola zakat melakukan kampanye
tentang hasil dan kualitas peserta kursus sehingga mampu ditempat-
kan sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Sekolah bagi penerima
zakat dilakukan dengan dua macam pendekatan yang bersifat formal
dan non formal seperti kursus, diklat. Memberikan pendidikan se-
kolah formal pada anak penerima zakat dilakukan dengan cara dua
macam yaitu memberikan beasiswa atau dengan bekerjasama den-
gan lembaga pendidikan agar diterima dan selesai menyelesaikan
sekolahnya.

3. Layanan Sosial
Layanan sosial merupakan bentuk layanan yang diberikan oleh
pengelola zakat kepada mustahik untuk memenuhi kebutuhan mere-
ka. Kebutuhan dalam kontek ini yang bersifat darurat, dan mendasar
agar bertahan hidup seperti untuk melakukan pengobatan, memba-
yar SPP tunggakan dalam mengambil ijazah, dan yang lain. Layanan
sosial juga memberikan modal usaha yang bersifat mikro untuk mem-
bantu masyarakat yang tidak bisa mengakses keuangan
Program pemberdayaan yang dilakukan dilakukan oleh lembaga
filantropi menekankan aspek mustahik yang berorientasi pada tiga besar
program yaitu; pengembangan sumberdaya manusia, layanan sosial dan
pengembangan ekonomi. Program itu disesuaikan dengan kebutuhan dan
potensi dari masing-masing mustahik yang dapat dikembangkan sehing-
ga dapat berkembang dan mandiri. Proses pemberdayaan yang dilakukan
untuk mustahik pemberdayaan dengan mensinergikan pemberdayaan

[ 139 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

ekologi, sosial, agama, ekonomi dan budaya.12 Sinergi menjadi hal yang
sangat penting dalam proses pemberdayaan dikarenakan setiap elemen
berkorelasi dengan yang lain dengan kerjasama yang menguntungkan.
Program pemberdayaan itu bersinergi dengan aspek yang lain sehingga
memperhatikan mustahik dan lingkungan sekitar agar potensi mustahik
dapat berkembang secara maksimal dapat mandiri dan memberikan man-
faat pada lingkungan sekitar.
Pemberdayaan yang dilakukan pada masyarakat/mustahik diarti-
kan sebagai proses dan hasil. Pemberdayaan sebagai proses merupakan
aktivitas yang dilakukan peningkatan kemampuan, kapasitas masyar-
akat dalam rangka memperbaiki kehidupannya. Sedangakan pember-
dayaan sebagai hasil adalah sebuah keadaan mustahik berdaya mengon-
trol kehidupannya dalam realitas sosial masyarakat.
Program yang diterima mustahik harus sesuai dengan kebutuhan
dan potensinya. Program ini mengembangan kemampuan, skill musta-
hik dari berbagai sisi agar program berjalan dengan baik. Agar menca-
pai tujuan diperlukan kesabaran dan keseriusan bagi lembaga filantropi.
Program tersebut dikerjakan secara professional dengan melibatkan se-
seorang yang ahli dan maupun praktisi dalam pengembangan masyar-
akat. Mustahik dalam melakukan perubahan dirinya perlu pendamping
dalam rangka menemani untuk mencapai tujuan. Para pendamping
tersebut sering dikenal sebagai relawan. Relawan dipilih sesuai dengan
kemapuannya dengan tugas khusus melakukan pendampingan untuk
mustahik. Skill yang dimiliki oleh relawan dalam rangka melakukan
pemberdayaan di antaranya pengetahuan untuk mempercepat peruba-
han, mampu menjembatani mustahik dengan yang lain, memiliki sifat
pendidik, mampu merencanakan perubahan sesuai dengan kebutuhan,
aktif dan melakukan pembelaan pada mustahik.
Pendampingan yang dilakukan oleh relawan sesuai dengan
pelaksanaan program pada masyarakat ataupun mustahik. Relawan

12
Isbandi Rukminto Adi, Intervensi Komunitas ..., hlm. 81.

[ 140 ]
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga Duafa

dalam menjalankan tugasnya mengenal dan memahami masyarakat


sehingga seorang relawan hidup bersamanya. Hidup bersama den-
gan melakukan aktivitas bersama masyarakat ini, diharapkan relawan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat. Relawan
masuk dalam masyarakat dan diterima, sehingga membantu tercapa-
inya tujuan dikarenakan relawan tersebut mengenal dan mengetahui
secara mendalam subjek dalam melakukan perubahan.

Interaksi KH Ahmad Dahlan dalam Memberdayakan Anak


Jalanan dan Institusionalisasi Pemberdayaan yang Dilakukan
oleh Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan yang bersifat reformis
dan pembaharuan merupakan pelaksanaan langsung dari Al-Qur'an da-
lam rangka memberikan warna dalam proses beragama dan berbangsa.
Gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammadiyah tidak bisa
dilepaskan dengan sosok KH Ahmad Dahlan, dikarenakan sikapnya yang
berorientasi pada masa yang akan datang. Hal ini terdeskripsikan pada
pengajaran agamanya untuk diamalkan bukan hanya dipelajari, sehingga
ajaran agama aplikatif menyelesaikan persoalan kemanusiaan. Pengajaran
Al-Qur'an yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan dengan pendekatan
lima unsur; mengerti artinya, mamahami tafsir dan maksudnya, apakah
sudah meninggalkan larangan, apakah sudah menjalankan perintah. Jika
belum dilakukan, jangan mempelajari ayat yang lain.13
Pengajaran Islam dengan basis realitas empiris dilakukan sampai
muridnya benar-benar melaksanakannya. Hal tergali dari ‘legenda’
pengajaran Al-Maun yang berkali-kali sehingga muridnya menanya-
kan, dan jawaban KH Ahmad Dahlan memerintahkan pada santrinya
untuk memelihara, memberikan makan, dan pengajaran pada fakir
miskin. Berikut ini merupakan kisah Al-Maun;

13
­Abdul Munir Mulkhan, Warisan Intelektual KH Ahmad Dahlan dan Awal
Muhammadiyah (Yogyakarta: PT Percetakan Persatuan,1990), hlm. 193–194.

[ 141 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

KH Ahmad Dahlan dalam pengajian rutin subuh mengajarkan


Al-Maun secara berulang-ulang selama beberapa waktu lamanya
tanpa diganti ataupun ditambah dengan surat yang lain. Hal
ini menjadikan salah sorang muridnya Soedja’ bertanya kepada
KH Ahmad Dahlan tentang mengapa materi pengajian hanya
membahas surat Al-Maun, kemudian KH Ahmad Dahlan balik
bertanya pada muridnya apakah kalian semua mengerti maksud
dari surat Al-Maun. Mereka menjawab sudah mengerti Kiai, namun
juga sudah hafal karena dipakai untuk sholat. Kiai kemudian balik
bertanya, apakah arti ayat yang hafal sudah diamalkan, dipraktikan
dan dikerjakan. Maka setelah itu, Kiai menyuruh mereka untuk
mencari anak yatim, dan orang miskin, pengemis dan gelandangan
untuk dibawa pulang, dimandikan dengan sabun, sikat gigi dan
diberi pakaian yang baik serta diberikan makan dan minum, dan
tempat tidur yang layak. Untuk kali ini pelajaran kita tutup, dan
laksanakan apa yang saya perintahkan pada kalian 14.

Oleh karena itu, pengajian tersebut bubar dengan santrinya be-


ralih pada aktivitas sosial pemberdayaan fakir miskin. KH Ahmad
Dahlan dan santrinya melakukan pemiliharaan dan pendidikan pada
kaum duafa tersebut, sehingga KH Ahmad Dahlan dikenal oleh mas-
yarakat sekitar dengan Kiai Al-Maun. Pemberdayaan ini dilakukan
dengan menggunakan dua macam pendekatan secara jasmani dan
rohani. Secara jasmani fakir miskin diberikan makanan dan pakaian
yang layak sedangkan dalam ruhani diberikan ilmu pengetahuan,
ilmu keagamaan dan ilmu keduniawian berupa peningkatan skill.
Pemberdayaan yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan dalam
memobilisasi santrinya menjadikan Kiai dekat dengan masyarakat
khususnya kaum duafa, dan menjadikan ciri khas corak keberagamaan
yang diamalkan oleh KH Ahmad Dahlan. Surat Al-Maun merupakan
salah satu pokok ajaran Islam terhadap adanya balasan amal memberi
makan kepada orang yang kesulitan hidup. Memberikan makan den-

14
Abdul Munir Mulkhan, Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan Hikmah
Muhammadiyah (Yogyakarta: PT Percetakan Persatuan, 2010), hlm. 193–194.

[ 142 ]
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga Duafa

gan penuh ketulusan untuk mencari ridha Allah. Ia tidak mengharap-


kan balasan dari mahluk. Mereka tidak ingin mendapatkan kesulitan
hidup di akhirat, karena itu di dunia ini ia rajin menolong makhluk
hidup yang tengah kesulitan. 15
Pengajaran Al-Maun yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan ini,
menjadi inspirasi bagi para penerus Muhammadiyah sehingga lahir
amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan dengan me-
nafsirkan makna kemiskinan dengan miskin ilmu. Dalam bidang kese-
hatan, kemiskinan ditafsirkan dengan miskin kesehatan. Didirikannya
panti asuhan dan orang tua asuh karena sesungguhnya mereka miskin
kasih sayang. Oleh karena itu, Muhammadiyah termashur dalam ger-
akan schooling, dan feeding, dengan menafsirkan kata miskin dari surat
Al-Maun. AUM yang dikelola merupakan suatu bentuk institusionalis-
asi amal sholeh dengan tujuan utama melakukan pemberdayaan bagi
masyarakat duafa dalam rangka melakukan gerakan dakwah Islam.
Selain AUM adalah yang dilakukan oleh Muhammadiyah dengan cara
membuat majelis untuk melakukan pemberdayaan agar dapat tersen-
tuh langsung dengan masyarakat yaitu Majelis Pemberdayaan Masyar-
akat dan Majelis Pelayanan Sosial. Program yang disusun oleh majelis
tersebut diorientasikan pada pengentasan masalah kaum duafa agar
mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Penyaluran Bantuan dalam Dakwah Lapangan


Penyaluran bantuan dalam dakwah lapangan dikelola sesuai den-
gan karakteristik kegiatannya yang sangat sederhana dan dilakukan da-
lam jangka waktu yang relative terbatas. Beberapa hal yang bisa dijadi-
kan pedoman kerja penyaluran bantuan dakwah lapangan adalah:

15
Izza Rohman, Tafsir Al-Maun dengan Metode Tujuh Tafsir (Ciputat: Al-
Wasat Publishing House dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok
Cabe Hilir, 2016), hlm. 9–10.

[ 143 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

1. Target Penyaluran
Target penyaluran setiap kelompok dakwah lapangan adalah:
a. Dari total dana yang terhimpun untuk keluarga duafa, mini-
mal yang sampai kepada keluarga duafa sebesar 95%.
b. Mampu mempengaruhi dan mengubah kondisi keluarga
duafa menjadi lebih baik dari kondisi semula
c. Mahasiswa mampu menangkap dan menyikapi nilai-nilai
kehidupan filantropi dari proses penyaluran ini.
2. Pendekatan Penyaluran
Penyaluran bantuan oleh kelompok dakwah lapangan
dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan, sebuah pendeka-
tan yang mengacu pada keberdayaan dan proses pemandirian
keluarga duafa. Pilihan pendekatan pemberdayaannya, sesuai
dengan yang sudah dirumuskan dalam proposal; pemberdayaan
ekonomi, pemberdayaan SD, atau Karitas.
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian penting dalam
penyaluran dengan pendekatan pemberdayaan ini adalah:
a. Tidak ada dana cash yang diberikan kepada keluarga duafa.
b. Menghindari pola komunikasi yang memberi harapan ter-
hadap munculnya ketergantungan kepada kelompok dan/
atau anggota kelompok.
c. Akan sangat baik jika kelompok mampu mendatangkan be-
berapa donatur untuk melihat langsung kondisi keluarga
duafa saat penyerahan bantuan. Hal ini akan membuat terja-
linnya hubungan yang lebih panjang antara keluarga duafa
dengan para donatur, dan terus berlanjut setelah kegiatan
pemberdayaan oleh Kelompok ini selesai.
d. Karena durasi waktu kegiatan dakwah lapangan ini terbatas,
sementara persoalan keluarga yang diberdayakan mungkin
membutuhkan bantuan yang lebih besar dan berkesinam-
bungan, maka kelompok diharapkan untuk membuka akses

[ 144 ]
Penyaluran Bantuan Pemberdayaan untuk Keluarga Duafa

keluarga tersebut kepada lembaga-lembaga filantropi sosial


atau pemerintahan, sehingga terpelihara kesinambungan
pemberdayaan keluarga tersebut.
3. Proses Penyaluran
Proses penyaluran bantuan kegiatan dakwah lapangan, dilaku-
kan dengan:
a. Menyiapkan barang atau jasa bantuan sesuai dengan yang
tertera dalam perencanaan (proposal)
b. Pilih dan tetapkan waktu yang pas dan tepat dalam proses
penyerahan bantuan yang akan dilakukan di kediaman kel-
uarga duafa. Seluruh anggota kelompok wajib hadir dalam
waktu yang telah ditetapkan.
c. Kelola proses penyerahan bantuan dalam bentuk silatura-
him informal antara kelompok dengan keluarga duafa. Be-
berapa bagian penting yang perlu disampaikan:
(1) Ungkapkan rasa syukur dan terima kasih, karena kelom-
pok bisa belajar banyak dari keteguhan dan kekuatan
keluarga duafa dalam mengeluti kehidupannya.
(2) Sampaikan bahwa bantuan ini bukan dari kelompok
atau keluarga kelompok, tapi dari kaum aghniya’ yang
berhasil dihimpun oleh kelompok.
(3) Berikan motivasi kuat agar keluarga bisa tetap sabar
dan terus berikhtiar keluar dari keterbatasannya.
(4) Dalam hal bantuan dilakukan dengan pendekatan ka-
ritas, maka pada saat penyaluran, hanya sepertiga dari
total bantuan yang diserahkan. Sisanya diberikan dalam
2 kali pertemuan berikutnya.
(5) Ajak keluarga untuk berdoakan bersama, berdoakan
untuk kesabaran dan kesuksesan keluarga, berdoa un-
tuk pelajaran hidup yang bisa diambil mahasiswa dan
berdoa untuk kesuksesan para donatur.

[ 145 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

4. Pendampingan dalam Penyaluran


Setelah proses penyaluran selesai, tugas pemberdayaan belum
selesai. Kelompok harus melakukan tugas pendampingan dan moni-
toring agar pendayagunaan dan pemanfaatan bantuan sesuai dengan
rencana dan berdampak terhadap kehidupan keluarga duafa. Beber-
apa hal yang perlu menjadi acuan kerja kelompok dalam pendampin-
gan ini adalah:
a. Setelah proses penyaluran, kelompok harus mendatangi kel-
uarga duafa minimal 2 kali untuk memastikan bahwa bantu-
an dimanfaatkan sesuai rencana.
b. Kelompok dakwah lapangan dapat memberikan solusi da-
lam hal terjadi masalah dalam pengelolaan bantuan, atau
memberikan ide-ide dan saran kreatif dan realistik untuk
pengembangan pengelolaan bantuan.
c. Kelompok dakwah lapangan mencatat progress pengelolaan
bantuan selama 2 tersebut.
5. Laporan Penyaluran
Laporan penyaluran merupakan bagian dari laporan kelompok
terhadap keseluruhan proses pemberdayaan keluarga duafa. Hal
yang paling penting dalam laporan penyaluran ini adalah dokumen-
tasi proses penyaluran serta data perubahan kondisi keluarga duafa
setelah dilakukan kegiatan pemberdayaan ini. •

[ 146 ]
8
Islam Berkemajuan
Menuju Indonesia Berkemajuan

Studi Kasus (Untuk Didiskusikan)


Dalam buku Indonesia Berkemajuan1 dinyatakan bahwa hampir
70 tahun merdeka, Indonesia masih mengalami kejumudan (stagna-
si), penyimpangan (deviasi), dan peluruhan (distorsi) dalam berbagai
bidang kehidupan kebangsaan. Akibatnya nasionalisme kita mulai
dipertanyakan. Meminjam istilah Haedar Nashir 2 “Benarkah kita
mencintai Indonesia sepenuh jiwa-raga tatkala kehidupan kebang-
saan saat ini sarat tarikan yang serba niscaya?”.

Catatan:
Benarkah kita mencintai Indonesia sepenuh jiwa-raga tatkala
kehidupan kebangsaan saat ini sarat tarikan yang serba niscaya?

1
PP Muhammadiyah, Indonesia Berkemajuan: Rekonstruksi Kehidupan
Kebangsaan yang Bermakna (Yogyakarta: Cetakan ketiga, 2015), hlm.1.
2
Republika, 14 Agustus 2017.

[ 147 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Diskusikanlah jawaban Saudara secara berkelompok. Kelompok


I (Bertugas membuktikan bahwa saat ini Indonesia mengalami
kejumudan (stagnasi), penyimpangan (deviasi), dan peluruhan
(distorsi) dalam berbagai bidang kehidupan kebangsaan).
Kelompok II (Bertugas membuktikan bahwa saat ini terjadi
penururan nasionalisme). Kelompok III (Bertugas menunjukkan
peran nyata persyarikatan Muhammadiyah dalam memberikan
solusi atas problem di atas).

Berbagai Isu Persoalan Kebangsaan


Harus diakui sudah banyak kemajuan yang dirasakan oleh
rakyat dari hasil pembangunan. Namun, beberapa persoalan besar
dan strategis masih menjadi agenda yang membutuhkan keseriusan
semua anak bangsa untuk mencari solusinya. Hasil tanwir Muham-
madiyah tahun 2014 di Samarinda, Muhammadiyah menenggarai
ada 3 (tiga) persoalan besar yang masih dihadapi bangsa ini:

1. Problem Sosial Politik


Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia (setelah
Amerika Serikat dan India), Indonesia terus berikhtiar untuk melaku-
kan konsolidasi yang damai, sehingga tidak hanya sekedar mampu
menjalankan demokrasi pada level prosedural. Hal ini membutuhkan
identifikasi yang tajam dan jujur terhadap beberapa persoalan yang
masih menunjukkan adanya distorsi dan deviasi dalam kehidupan
sosial-politik. Beberapa di antara persoalan sosial-politik Indonesia
saat ini adalah:
a. Paradoks amandemen UUD 1945
b. Kualitas demokrasi dan pemilu
c. Lemahnya etika dan budaya politik
d. Otonomi daerah
e. Lemahnya penegakan hukum

[ 148 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

2. Problem Sosial-ekonomi
Kehidupan sosial-ekonomi pun harus diakui bahwa Indonesia
mengalami kemajuan yang cukup berarti. Itu terlihat dari pertumbu-
han ekonomi 5,8% dalam kurun waktu sepeuluh tahun terakhir. Na-
mun, sekali lagi, pertumbuhan ekonomi yang baik itu tidak mampu
menutup beberapa persoalan yang sangat serius dan bisa menjadi an-
caman bagi ketahanan Negara Republik Indonesia saat ini dan ke de-
pan. Beberapa di antara persoalan sosial-ekonomi itu adalah:
a. Pembangunan ekonomi yang tidak selaras nilai-nilai UUD 1945
b. Ketimpangan struktural
c. Kebijakan moneter dan fiskal yang tidak mandiri dan memihak
d. Liberalisasi perdagangan dan industri

3. Problem Sosial Budaya


Di samping telah meraih beberapa prestasi dan perbaikan mutu
bangsa dalam bidang Sosial-budaya dan pendidikan, bangsa Indone-
sia masih menyisakan beberapa problematika mendasar yang harus
sesegera mungkin diselesaikan. Pertanyaan yang paling fundamen-
tal yang bisa diajukan saat ini adalah, apakah kebudayaan maupun
pendidikan nasional semakin menuju pada arah dan kondisi yang
“mencerdaskan kehidupan bangsa” dan “memajukan kesejahteraan
umum”, seperti yang diamanahkan dalam Pembukaan Konstitusi
UUD 1945?.Dengan jujur harus dijawab bahwa capaian pembangu-
an Bidang Sosial Budaya dan pendidikan masih menyisakan banyak
problematika kebangsaan, antara lain:
a. Ketiadaan strategi budaya
b. Memudarnya kohesi dan integrasi sosial
c. Lemahnya masyarakat kewargaan
d. Lemahnya institusi keluarga3

3
PP Muhammadiyah. Indonesia Berkemajuan..., hlm. 6.

[ 149 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Hakikat Islam Berkemajuan

1. Akar Historis Islam Berkemajuan


Pada Bab II pasal 4 ayat 1 Anggaran Dasar Muhammadiyah yang
sekarang, tampak jelas identitas Muhammadiyah sebagai Gerakan Is-
lam, Gerakan Dakwah, dan Gerakan Tajdid. Dalam banyak literatur,
istilah “Tajdid” dimaknai sebagai pembaruan. Akar spirit pembaruan
yang diusung Muhammadiyah, kiranya dapat ditemukan jejaknya
dari Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama kali dirumuskan
pada tahun 1912. Di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah tahun
1912 dinyatakan bahwa perhimpunan Muhammadiyah mempunyai
maksud:
a. Menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad
Shallahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di da-
lam residensi Yogyakarta.
b. Memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya”.
Pada point “b” sebagaimana tersebut di atas, terdapat kata “me-
majukan”. Kata “memajukan” merupakan isyarat kuat dari semangat
“Tajdid” (pembaruan) terhadap ajaran Islam. Adapun pengertian is-
tilah “pembaruan” terhadap ajaran Islam bukanlah “ajarannya” yang
diperbarui, tetapi yang diperbarui adalah pemahamannya. Ajaran
Islam bersifat tetap, tetapi pemahaman terhadap ajaran bersifat dina-
mis. Contoh kasus gerakan pembaruan yang dilakukan K.H. Ahmad
Dahlan terkait kiblat shalat. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

ْ َ ْ َّ ُ َ ُ ُ ْ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ ُ َ
‫إ ِ ْذا َقمت َ إِل الصالة ِ فأسبِغِ الوضوء ثم استقب ِ ِل‬
ْ ّ ‫القبْل َة فَك‬
‫ب‬ ِ ِ
Jika engkau hendak mengerjakan shalat, maka sempurnakanlah wud-
humu lalu menghadaplah ke kiblat, kemudian bertakbirlah (HR.
Bukhari dan Muslim).

[ 150 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

Berdasarkan hadits di atas tampak sangat jelas bahwa shalat 5 wak-


tu menghadap kiblat (bukan menghadap Barat). Dan umat Indonesia
secara turun temurun shalatnya menghadap Barat. Berdasar penelitian
K.H. Ahmad Dahlan, arah shalat umat Islam berkisar antara 290 - 295
derajat (bukan lurus menghadap barat, tapi miring sedikit ke arah Barat
Laut). Karena itu ketika K.H. Ahmad Dahlan mendirikan masjid mengh-
adap kiblat sesuai hasil penelitiannya, para pemuka agama marah. Mas-
jid-nya dibakar, dan K.H. Ahmad Dahlan dituduh membuat ajaran baru.4
Jika kita cermati secara seksama, apa yang dilakukan K.H. Ahmad
Dahlan bukanlah memperbarui ajaran, karena ajaran soal arah shalat
mengacu pada ketentuan yang telah digariskan oleh Nabi. Dan ajaran
Nabi terkait arah shalat mesti menghadap kiblat (bukan menghadap
Barat). K.H. Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional pernah berpe-
san kepada para muridnya agar menjadi manusia yang berkemajuan,
yaitu manusia yang senantiasa mengikuti ajaran agama, dan sejalan
dengan kehendak zaman.5 Koreksi KH. Ahmad Dahlan terhadap pe-
mahaman arah kiblat sebagaimana tersebut di atas adalah wujud dari
Islam Berkemajuan, yaitu manusia yang senantiasa mengikuti ajaran
agama, dan sejalan dengan kehendak zaman. Kehendak zaman yang
dimaksud dalam konteks ini adalah ilmu pengetahuan dan teknologi.
Atas dasar pemaparan tersebut di atas, kiranya dapat diambil pema-
haman bahwa Islam yang berkemajuan adalah mereka yang senantiasa
mengikuti ajaran agama, dan sejalan dengan kehendak zaman. Dan ke-
hendak zaman pada masa itu adalah umat Islam mesti punya pemerin-
tahan sendiri. Karena itu tokoh-tokoh nasionalis yang berlatar-belakang
Muhammadiyah (1912), Sarekat Islam (1911), Al-Irsyad (1914), Persis,
(1923), dan NU, bersepakat untuk membentuk satu negara.

4
­Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan. (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2010), hlm. 5.
5
PP Muhammadiyah. Indonesia Berkemajuan..., hlm.10.

[ 151 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Perjuangan mereka akhirnya mengerucut dalam satu wadah


Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUP-
KI) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Tokoh-to-
koh nasionalis yang berlatar-belakang Muhammadiyah di BPUPKI
maupun PPKI itu antaranya: Ir. Soekarno, K.H. Agus Salim, K.H.
Mas Mansur, Prof.Dr. Kahar Muzakkir, Ki Bagus Hadikusumo, dan
Kasman Singodimedjo. Berkat Rahmat Allah dan perjuangan gigih
mereka, maka berdirilah NKRI. Itu artinya NKRI adalah karya-cipta
‘ulamâ yang diilhami semangat Islam Berkemajuan yang digaungkan
oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Sejak digaungkannya semangat berkemajuan di dalam ber-­
Islam oleh K.H. Ahmad Dahlan, maka sejak itu pesan Islam yang
berkemajuan terus bergulir. Bahkan oleh K.H. Mas Mansur (Ketua
Umum PP Muhammadiyah 1938-1942), pesan-pesan semangat Islam
yang berkemajuan getol disosialisasikan, sehingga pada Muktamar
Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta dinyatakan bahwa
salah satu ciri dari masyarakat Islam yakni “berkemajuan.”6 Seiring
dengan perjalanan waktu, istilah “berkemajuan” pun tenggelam dari
wacana Muhammadiyah. Gaung istilah “Islam Berkemajuan” muncul
kembali dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua has-
il Muktamar ke-46 (Muktamar Satu Abad) tahun 2010 di Yogyakarta
dinyatakan “Muhammadiyah memandang bahwa Islam merupakan agama
yang mengandung nilai-nilai ajaran tentang kemajuan untuk mewujudkan
peradaban umat manusia yang utama”.7 Puncaknya terjadi pada Muk-
tamar ke 47 di Makassar dengan mengangkat tema “Gerakan Pencer-
ahan Menuju Indonesia Berkemajuan”.  Melalui tema tersebut Mu-
hammadiyah menawarkan gagasan “Islam Berkemajuan”.
Menurut Prof. Dr. Dien Syamsuddin, Islam Indonesia saat ini
tidak cukup memiliki infrastruktur untuk mencapai kemajuan, sehing-

6
Haedar Nashir, Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, hlm.6.
7
PP Muhammadiyah. Indonesia Berkemajuan..., hlm. 10.

[ 152 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

ga mudah terkalahkan kelompok lain. Islam Indonesia, menurut Din,


adalah kelompok mayoritas dengan mental minoritas. Karenanya hal
itu harus diubah dengan visi berkemajuan. Visi berkemajuan harus
diterjemahkan dalam berbagai sektor, dengan proses manajemen yang
modern dan baik. Inilah yang bisa memajukan Indonesia. Menurutnya,
Islam berkemajuan berjalan beriringan dengan konsep cita-cita nega-
ra Indonesia “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan
kehidupan bangsa”, sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD
1945, adalah hal-hal yang dicita-citakan oleh Islam berkemajuan. Ber-
dasarkan pemaparan tersebut di atas, kiranya dapat diambil pemaha-
man bahwa istilah “Islam Berkemajuan” yang digaungkan oleh Prof.
Dr. Dien Syamsuddin pada 2010-2015, hakikatnya istilah tersebut boleh
dikata bertitik-tolak dari pemikiran K.H. Ahmad Dahlan. Dengan kata
lain, apa yang dilakukan Prof. Dr. Dien Syamsudin adalah meng-
hidup-hidupkan kembali istilah “Islam Berkemajuan”, setelah sekian
puluhan tahun hilang dari khazanah Muhammadiyah.

2. Definisi Islam Berkemajuan


a. Islam Berkemajuan Dalam Perspektif Ideologis
Secara ideologis, Islam Berkemajuan merupakan bentuk transfor-
masi Al-Ma’un.8 Oleh karena itu di dalam Pernyataan Pikiran Mu-
hammadiyah Abad Kedua dinyatakan secara eksplisit bahwa Islam
yang berkemajuan adalah jalan Islam yang membebaskan, member-
dayakan, dan memajukan kehidupan kehidupan dari segala ben-
tuk keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan, dan ketidakadilan
hidup manusia. Pertanyaannya adalah contoh konkret seperti apakah
transformasi Al-Mau’un ke dalam Islam Berkemajuan yang membe-
baskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan kehidupan dari
segala bentuk keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan, dan ket-
idakadilan hidup manusia itu?

8
PP Muhammadiyah. Indonesia Berkemajuan..., hlm. 6.

[ 153 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Menurut kami, setiap muslim yang memiliki PRT (Pembantu


Rumah Tangga) wajib memberdayakan/membebaskan pembantunya
dalam kurun waktu maksimal 5 tahun. PRT pada tahun ke I wajib
dioreintasikan mengenali diri dan cita-citanya. Tahun ke II, PRT di-
fasilitasi untuk diberi pendidikan kecakapan hidup (kursus menjahit,
kursus komputer, kursus bahasa Inggris, kursus Salon, dll). Tahun ke
III, diasumsikan PRT sudah tamat dari pendidikannya, maka majikan
mesti membantu akses marketingnya. Tahun ke IV, PRT sudah terla-
tih dan sudah punya jaringan/akses bagi dunianya. Tahun ke V, PRT
diasumsikan sudah bisa hidup mandiri, sehingga wajib dilepas. Maji-
kan kembali mencari PRT baru dan melakukan gerakan pembebasan/
pemberdayaan terus menerus secara periodik per 5 tahun.
Contoh kasus di atas adalah wujud nyata pembebasan/pember-
dayaan terhadap kaum mustadafin. PRT selama ini tidak berdaya.
Gaji rendah, tetapi tenaga dan waktu dieksplotiasi oleh majikan, se-
hingga puluhan tahun lamanya mereka bekerja; tetap saja menjadi
kaum duafa dan mustadafin. Menurut hemat kami, PRT adalah ben-
tuk perbudakan di zaman modern. Dan Islam hadir untuk membe-
baskan perbudakan:

َ ‫ح َم الْ َع َق َب َة َو َما أَ ْد َر‬


َ‫اك ما‬ ْ َ َ ْ َ ْ َّ ُ َ ْ َ َ َ
َ ‫اق َت‬ ‫و ْهديناه انلجدين فال‬
َ‫ام ف يَ ْوم ذِي َم ْس َغبة‬ ٌ ‫ك َر َق َبة ِ أَ ْو إ ْط َع‬
ُّ َ ُ َ َ َ
‫العقبة ف‬
ٍ ٍ ِ ِ ٍ
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Tetapi dia tiada
menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan
yang mendaki lagi sukar itu?, (yaitu) melepaskan budak dari perbuda-
kan, Atau memberi makan pada hari kelaparan (QS. 90:12–14).

Memberdayakan PRT sebagaimana yang kami contohkan di


atas adalah selaras dengan seruan pesan Al-Maun ataupun Al-Bal-
ad. Diandaikan para majikan melakukannya, maka Insyaallah hal
itu sangat membantu mengurangi angka kemiskinan. Dengan kata
lain, Islam Berkemajuan dihadirkan untuk memberikan jawaban atas

[ 154 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

problem-problem kemanusiaan, seperti: kebodohan, ketertinggalan,


kemiskinan dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struk-
tural dan kultural.
Contoh pemberdayaan PRT sebagaimana tersebut di atas, juga
selaras dengan model pengembangan strategi Muhammadiyah. Mu-
hammadiyah dalam melakukan gerakan pencerahan menempuh
strategi dari revitalisasi ke transformasi.9 Mengkontekskan Al-Ma’un
dan Al-Balad ke dalam permasalahan yang kekinian adalah wujud
dari revitalisai dan transformasi ayat-ayat Quran pada kehidupan
nyata. Atas dasar pemaparan tersebut di atas, kiranya dapat ditarik
pemahaman bahwa:
• Secara ideologis, Islam Berkemajuan merupakan bentuk revitalis-
asi dan transformasi Al-Ma’un ataupun Al-Balad.
• Secara ideologis, Islam Berkemajuan ditandai dengan gerakan
pembebasan/pemberdayaan terhadap kaum duafa/al-Mustadaf-
in.
• Secara ideologis, pandangan Islam Berkemajuan telah melahir-
kan ideologi kemajuan yang dikenal sebagai: ideologi reformisme
dan ideologi modernisme Islam.10
b. Islam Berkemajuan dalam Perspektif Teologis
Secara teologis, Islam Berkemajuan merupakan refleksi dari nilai-
nilai transendensi, liberasi, emansipasi dan humanisasi sebagaimana ter-
kandung dalam pesan QS.3:104 dan 110.11 Menurut hemat kami, rumu-
san teologis tersebut bertitik-tolak dari pertanyaan mengapa kita harus
maju? Secara teologis jawabannya ada pada QS. Ali Imran ayat 110:

9
PP Muhammadiyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), hlm. 3.
10
PP Muhammadiyah. Indonesia Berkemajuan..., hlm. 7.
11
PP Muhammadiyah. Indonesia Berkemajuan..., hlm. 6.

[ 155 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

ُ ۡ َ ۡ َ ُ َُۡ َّ ۡ َ ۡ ُ َّ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ُ
‫وف‬ ِ ‫اس تأمرون بٱلمعر‬ ِ ‫كنتم خي أمة أخرجت ل ِلن‬
ُ ۡ َ َ َ َ ِ ۡ َ َ َّ َ ُ ۡ ُ َ ِ َ ُ ۡ ٍ َ َ ۡ َ ۡ َ َ
‫و ۡتنهون َع ِن ٱلمنك ِر َّوتؤمِنون بِۡٱللِۗ ولو ء َامن َأهل‬
ُ ُ ۡ َ َ ُ ۡ ُ ُ ُ ۡ ّ ُ ٗۡ َ َ َ ٰ‫ٱلك َِت‬
‫ثه ُم‬ ‫ب لكن خيا له ۚم مِنهم ٱلمؤمِنون وأك‬ ِ
َ ُ َٰ ۡ
‫سقون‬ ِ ‫ٱلف‬
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan keban-
yakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Berdasarkan informasi QS.3:110 tampak jelas bahwa kita ada-


lah umat yang terbaik (terunggul). Dalam Tafsir Ibn Katsir, terdapat
penyebutan istilah “al-Ummat al-Muhammadiyah” ketika menjelas-
kan QS.3:110. Redaksi lengkapnya sebagai berikut: “Yahbaru ta’âla an
Hadzihi al-ummât al-Muhammadiyâh bi anna-hum khairâ al-Ummaâm”.12
Berdasarkan penuturan Ibn Katsir tersebut tampak jelas bahwa umat
Nabi Muhammad adalah umat yang terbaik. Karena itu tugas kita
adalah menjaga dan merawatnya agar kita tetap menjadi yang terbaik.
Adapun cara menjaga dan merawatnya adalah kita mesti melakukan
gerakan Islam, gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar melalui
berjamaah atau organisasi (QS.3:104). Menurut Djarnawi Hadikusu-
mo,13 gagasan untuk mendirikan Muhammadiyah timbul dalam hati
sanubari Kiai Dahlan sendiri karena didorong oleh sebuah ayat dalam
Al-Qur'an , yaitu QS. Ali Imran 104:

12
Ibn Katsir. Tafsir Al-Qur'an Al-‘Adzim. (Juz I) hlm. 391.
13
Djarnawi Hadikusumo adalah anak dari Ki Bagus Hadikusumo.
Dan Ki Bagus Hadikusomo sendiri adalah murid dari K.H. Ahmad Dahlan.
Djarnawi Hadikusumo dikenal sebagai pendiri Tapak Suci.

[ 156 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

َ ُ ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ُ ۡ َ ٞ َّ ُ ۡ ُ ّ ُ َ ۡ َ
‫ي َ ويأمرون‬ ‫و ۡلكن مِنكم أمة يدعون إِل ٱل‬
ُُ َ ٰٓ ِ ْ ُ َ َ ُ ۡ َ
‫وف َو َي ۡن َه ۡون َع ِن ٱلمنك ِرۚ وأولئِك هم‬ ۡ
ِ ‫ب ِ ۡٱل َمع ُر‬
َ ُ ُۡ
١٠٤ ‫حون‬ ِ ‫ٱلمفل‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari
yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung

Kata “segolongan umat” berarti kumpulan lebih dari 1 orang den-


gan maksud dan tujuan yang sama, yaitu berdakwah (menyeru kepada
keislaman dan menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar),
bukankah redaksi tersebut sejalan dengan pengertian organisasi? Den-
gan kata lain, K.H. Ahmad Dahlan memaknai bahwa QS.3:104 berisi
pesan agar kita di dalam berdakwah mesti berorganisasi. Dilihat dari
konteks zamannya, pandangan K.H. Ahmad Dahlan yang demikian
itu tergolong luar biasa (sangat maju). Menurut Nurcholish Madjid,14
pembaruan yang dilakukan Ahmad Dahlan bersifat break-trought atau
suatu lompatan dan terobosan yang pembaruannya tidak mengalami
pra-kondisi sebelumnya. Hal itu terjadi karena Dahlan adalah sosok
pencari kebenaran sejati yang mampu menangkap jiwa tafsir al-Manar
dan mengkontekstualkan dengan zaman.
Dampak dari pemikiran K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al-­Ma’un
dan Ali Imron ialah hadirnya organisasi Muhammadiyah diser-
tai amal usaha: Sekolah, Panti Yatim dan Panti Keselamatan Umat
(semacam puskesmas)15. Atas prestasi K.H. Ahmad Dahlan mampu
mengintegrasikan aspek “iman” dan “kemajuan” sehingga generasi
berikutnya mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepriba-

14
Nurcholish Madjid merupakan tokoh utama gerakan neo-modernisme
Islam.
15
Bisa disimak lebih lanjut dalam KRH Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan
(Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, 2008).

[ 157 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

diannya, maka Kuntowijoyo menyebutnya hal itu sebagai pembaha-


ruan. Dengan kata lain K.H. Ahmad Dahlan adalah Sang Pembaru
(Bapak Modernis Indonesia).

c. Islam Berkemajuan Dalam Perspektif Sosiologis


Mengapa saat ini umat Islam mundur atau kalah dengan bangsa
Barat? Menurut Muhammad Abduh, umat Islam mundur karena ke-
bodohannya sendiri “Al-Islamu Mahjubun bi al-­Muslimin”. Adapun
bentuk-bentuk kebodohan umat Islam itu alah TBC (Taklid, Bidah,
Churafat). Taklid adalah ikut-ikutan suatu pendapat/tindakan, na-
mun tidak tahu dasarnya. Contoh yang paling kongrit dan terus-me-
nerus terjadi sepanjang tahun adalah menyangkut penentuan awal
Ramadlan dan awal Idul Fitri. Sebagian besar masyarakat Indonesia,
jika ditanya kapan mereka memulai Ramadhan? Mereka menjawab
ikut pemerintah saja. Ketika ditanya apa alasannya? Mereka tidak
tahu, yang penting ikut saja.
Perilaku masyarakat yang demikian itu adalah cermin masyar-
akat yang bodoh. Anehnya hal itu sudah berlangsung puluhan bah-
kan ratusan tahun. Mengapa hal itu terjadi? Jawabannya adalah para
tokoh agama tidak melakukan pencerahan. Dalam konteks inilah Mu-
hammadiyah hadir membawa misi melakukan pencerahan. Di dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyah (Bab II, Pasal 4 dan ayat 1) dinyata-
kan bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Gerakan Dakwah
Amar Makruf Nahi Mungkar, dan Tajdid.
Prof.Dr. Quraisy Shihab mengartikan “Tajdid” sebagai pembaru-
an dan pencerahan. Dan pencerahan itu sendiri adalah wujud dari
Islam yang berkemajuan.16 Atas dasar pemaparan tersebut di atas,
kiranya secara sosiologis “Islam Berkemajuan” bisa dimaknai sebagai
gerakan pencerahan untuk memberikan jawaban atas problem-prob-
lem masyarakat; seperti kebodohan, ketertinggalan, kemiskinan (baik

16
PP Muhammadiyah. Indonesia Berkemajuan..., hlm. 7.

[ 158 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

secara kultural ataupun struktural). Pertanyaannya adalah gerakan


pencerahan (Islam Berkemajuan) seperti apakah sehingga bisa dijadi-
kan landasan mengatasi problem-problem kemasyarakatan?
Setidak-tidaknya ada tiga dimensi perubahan sosial, yaitu; (1).
Adanya social movement atau LSM, (2). Adanya great individual atau orang
kuat, (3). Adanya cita-cita atau idea. Terkait cita-­cita dalam konteks In-
donesia misalnya, ketika Indonesia masih dikuasai Belanda, para ‘ula-
ma kita (HOS Cokro Aminoto, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Agus Salim,
Kiai Haji Mas Mansur, dll) bercita-cita memiliki pemerintahan sendiri.
Cita-cita atau idea ingin punya pemerintahan sendiri inilah yang meng-
gerakkan perubahan sosial. Demi mewujudkan cita-cita memiliki pe-
merintahan sendiri, segenap lapisan masyarakat bergerak sesuai bidang-
nya masing-masing, hingga semuanya itu bermuara ke dalam BPUPKI/
PPKI. Ditangan BPUPKI/PPKI akhirnya cita-cita para ‘ulama terwujud.
Setelah pemerintahan sendiri terbentuk dan berjalan, rezim Orde Baru
mengusung perubahan sosial melalui idea ”Masyarakat Tinggal Lan-
das” di tahun 1997. Dicanangkannya angka tahun 1997 karena diasum-
sikan pada tahun tersebut telah dilewatinya masa 25 tahun, yang mana
masa itu merupakan target jangka panjang REPELITA (Rencana Pem-
bangunan Lima Tahun). Sungguh ironis, kenyataan Indonesia pada ta-
hun 1997 hancur karena diterpa krisis multidimensi. Tumbangnya rezim
Orde Baru menyebabkan idea-pun berubah. Oleh Amien Rais, idea di era
reformasi disebutnya Civil Society (Masyarakat Madani).
Berangkat dari pemaparan tersebut di atas kiranya dapat ditarik
pemahaman bahwa ide atau cita-cita merupakan salah satu pokok
dari dimensi perubahan sosial. Pertanyaannya adalah seperti apakah
idea persyarikatan kita sehingga dengannya dapat dikatakan sebagai
dimensi perubahan sosial dan pengejawantahan Islam Berkemajuan?
Idea atau cita-cita persyarikatan kita tertuang di dalam Anggaran
Dasar Bab III Pasal 6 “Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah meneg-
akkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya”.

[ 159 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Menurut Haedar Nashir, rumusan tujuan Muhammadiyah sejak


berdiri hingga sekarang telah mengalami 7 kali perubahan redaksi.
Kendati demikian terdapat konsistensi yakni ruh atau spirit gerakan
yang tetap konsisten untuk mengemban risalah Islam dan orientasi
pada usaha menyebarluaskan dan memajukan kehidupan sepanjang
kemauan ajaran Islam melalui lapangan kemasyarakatan, dan tidak
melalui jalur kekuasaan-negara. Perubahan-perubahan redaksional
tujuan persyarikatan, juga mencerminkan dinamika perubahan sosial
yang berlangsung di Indonesia. Demi “menegakkan dan menjunjung ting-
gi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarn-
ya”, puluhan juta orang (+ 22,46 juta)17 mulai dari tingkat ranting hing-
ga tingkat pusat bergerak bersama. Dari Sabang – Merauke, bergerak
mengadakan perubahan menuju masyarakat Islam yang sebenar-be-
narnya. Atas dasar pemaparan sebagaimana tersebut di atas, kiranya
dapat diambil pemahaman bahwa secara sosiologis, idea kita untuk
mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya telah terbukti
membawa dampak bagi perubahan sosial. Itu artinya, secara sosiologis
Islam Berkemajuan dapat diartikan sebagai gerakan perubahan sosial
untuk mewujudkan Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.18

3. Lima Pilar Islam Berkemajuan


Menurut Abdul Mu’ti19 dalam Syuja’,20 ada 5 pilar Islam Berke-
majuan. Pertama, Tauhid yang murni. Dengan Tauhid yang murni,
maka manusia bisa mendapatkan kekuatan dalam hidup. Tauhid

17
Pada 2016, Alvara Research melakukan penelitian jumlang muslim
yang berafiliasi ke ormas Islam. Hasilnya 79,04 juta jiwa ke NU dan 22,46
juta jiwa ke Muhammadiyah. Sisanya tersebar ke ormas lainnya dan tidak
berafiliasi ke ormas manapun.
18
Haedar Nashir, Pembaruan (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2010)
hlm. 314–315.
19
Dr. Abdul Mu’ti adalah Sekretaris PP Muhammadiyah periode 2015–
2020
20
Kiai Syuja’ adalah murid langsung dari K.H. Ahmad Dahlan

[ 160 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

membentuk manusia berjiwa merdeka. Tidak ada yang perlu ditakuti


kecuali Allah. Kesadaran tauhid inilah yang melandasi perlawanan
Muhammadiyah kepada kolonialisme Belanda. Kolonialisme adalah
perbuatan yang bertentangan dengan tauhid. Prinsip ini sekaligus
menjelaskan bahwa sikap keras Muhammadiyah kepada Belanda bu-
kan disebabkan mereka beragama Kristen, tetapi karena mereka men-
jajah dan mengeksploitasi sesama manusia.
Pilar berikutnya atau fondasi yang kedua adalah memahami Al-
Qur'an dan Sunnah secara mendalam21. Menurut K.H. Mas Mansur
dengan pemahaman yang luas, maka kehidupan beragama menjadi
mudah, lapang, dan terbuka. Menurut Syamsul Anwar22 dalam maka-
lah “Pemikiran dan Strategi Dakwah Pencerahan Menuju Indonesia
Berkemajuan” yang disampaikan pada Pengajian Ramadlan 1435 PP
Muhammadiyah di Yogyakarta dinyatakan bahwa ciri masyarakat
maju antara lain ditandai dengan menghargai ilmu pengetahuan.
Memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah secara mendalam adalah bukti
terhadap penghargaan ilmu pengetahuan.
Pilar ketiga ialah Melembagakan amal shalih yang fungsional dan
solutif. Di dalam penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar Muham-
madiyah, terkandungi 7 pokok pikiran pendirian Muhammadiyah.
Pada pokok pikiran pertama dinyatakan bahwa hidup manusia harus
bertauhid (meng-Esakan) Allah. Dan kepercayaan pada Tauhid dapat
membentuk dua kepercayaan/kesadaran, satu di antaranya adalah sa-
dar bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata untuk amal shaleh.
Jika kita cermati literatur-literatur tentang tauhid, maka isinya gam-
baran eksistensi Tuhan. Hampir tidak ada yang mensinkronkan tauhid
dengan amal shaleh. Kalau toh ada, amal shaleh hanya dibahas dalam
pengertian yang sempit. Bagi Muhammadiyah seperti dinyatakan Ab-

21
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, ada 5 jalan untuk memahami Al-Qur'an
. Uraian tentang ini lihat Abdul Munir Mulkhan (1990, hlm. 8).
22
Prof.Dr. Syamsul Anwar merupakan Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid
PP Muhammadiyah periode 2010–2020.

[ 161 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

dul Mu’ti bahwa amal shaleh bukanlah eskapisme, yaitu menunaikan


ibadah dengan mengasingkan diri dari manusia dan berbagai permasa-
lahan hidup dengan asyik masyuk ritual dan dzikir spiritual. Contoh
kasus pada masa musim haji tiba. Dalam kesempatan beristirahat di
penginapan, K.H. Ahmad Dahlan berkata kepada kiai Syuja’ “Kalau
sedemikian besar kongsi-kongsi pelayaran angkut jamaah Indonesia mengga-
ruk keuntungan dari kaum muslimin yang pergi haji, maka Muhammadiyah
harus dapat menegakkan pelayaran sendiri” Syuja. Mengintegralkan kon-
sep tauhid dengan amal shaleh, terlebih melembagakan amal shalih
yang fungsional dan solutif adalah sungguh-sungguh gagasan yang
sangat Berkemajuan.
Pilar keempat adalah berorientasi kekinian dan masa depan. Da-
lam kesimpulan akhir dari visi Muhammadiyah tentang “Indonesia
Berkemajuan” dikutip ayat:

َّ‫س ما‬ ُ َ ۡ َ َ َّ ْ ُ َّ ْ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ ٰٓ َ
ٞ ‫نظ ۡر َن ۡف‬ ‫يأيها ٱلِين ءامنوا ٱتقوا ٱلل ول‬
َ ُ َ ۡ َ َ ۢ ُ َ َ َّ َّ َ َّ ْ ُ َّ َ َ ۡ َ َّ َ
١٨ ‫قدمت ل ِغدٖۖ وٱتقوا ٱللۚ إِن ٱلل خبِري بِما تعملون‬
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hen-
daklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Al-
lah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Jika kita cermati ayat QS.59:18 tersebut di atas, maka tampak


bahwa salah satu pandangan pokok hidup Islam yaitu pentingnya
hari depan. Dalam khazanah Islam, hari depan itu ada 2: Hari depan
yang dekat digunakan istilah lighad, dan hari depan jauh digunakan
istilah al-akhir. Dan ayat di atas menggunakan istilah lighad, yang be-
rarti perintah agar kita menyiapkan hari depan di dunia ini. Menurut
Syamsul Anwar, ciri masyarakat modern (maju) adalah beroreintasi
ke hari depan. Dan Muhammadiyah jauh-jauh hari telah merumus-
kan orientasi ke depannya untuk mewujudkan masyarakat Islam

[ 162 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

yang sebenar-benarnya. Itu artinya sama saja Muhammadiyah telah


merumuskan konsep Indonesia Berkemajuan.
Pilar kelima Bersikap toleran, moderat dan suka bekerjasama.
Menurut kami, ciri masyarakat yang terbelakang atau kurang be-
radab adalah intoleran dan egois. Di manapun negara yang sudah
maju, pastilah masyarakatnya toleran, moderat dan suka bekerjasama
dengan pihak lain. K.H. Ahmad Dahlan dalam hidupnya telah mem-
buktikan sikap bijak dalam menyikapi perbedaan, moderat, dan suka
bekerjasama dengan pihak lain.
Catatan: Tulislah contoh-contoh pemikiran dan sikap hidup K.H.
Ahmad Dahlan yang mencerminkan toleran, moderat ataupun
suka bekerjasama.

 ubungan Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya dengan


H
Konsep Islam Berkemajuan maupun Indonesia Berkemajuan

1. Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya.


Maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah “Menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya”. Menurut Haedar Nashir,23 Istilah kata “masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya” baru dirumuskan di dalam Anggaran
Dasar Muhammadiyah tahun 1946. Sekalipun demikian secara tersir-
at substansi isi pesannya dapat disimpulkan satu nafas, yaitu idealis-
asi tentang cita-cita Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, Dakwah
dan Tajdid, sehingga terwujudnya masyarakat yang sejalan dengan
kamauan ajaran Islam. Pertanyaanya adalah apa maksud tambahan
kata “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”? Menurut hemat
kami setidak-­tidaknya ada 7 jawaban.
Pertama, penambahan kata “sebenar-benarnya” sesudah kata
“masyarakat Islam” diperlukan karena ada golongan masyarakat yang

23
Haedar Nashir, Pembaruan, hlm. 310–311.

[ 163 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

mengatasnamakan Islam, akan tetapi tidak menegakkan dan menjun-


jung tinggi agama Islam, dan tidak berusaha dengan segala kebijaksan-
aanya agar kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat.
Itu artinya “Islam” hanya digunakan sebagai simbol semata. Misalnya
di banyak daerah kita jumpai penggunaan penamaan istilah “Islamic
Village”, tetapi apakah pihak manajemen berjuang keras dengan sega-
la kebijaksanaanya agar kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam
masyarakat? Fakta dilapangan penggunaan kata “Islam” hanya dijadi-
kan komoditas bisnis. Dan Muhammadiyah tidak ingin penggunaan
kata “Islam” berhenti pada simbolis semata. Karena itu penggunaan
kata “sebenar-benarnya” sesudah kata “masyarakat Islam” di dalam
rumusan Anggaran Dasar, di dimaksudkan sebagai penegas segaligus
pembeda bahwa rumusan cita-cita kita bukan seperti pada umumnya
orang/institusi Islam lainnya.
Kedua, menurut Djarnawi Hadikusumo, “masyarakat Islam yang sebe-
nar-benarnya” merupakan pengejawantahan dari baldatun thayyibatun
wa Rabbun ghafur yang disebut di dalam QS.34:15. Redaksi cita-cita Mu-
hammadiyah “Baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur” tercantum
dalam Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah pada perioden-
ya Ki Bagus Hadikusumo. Ketiga, menurut Djarnawi Hadikusumo bah-
wa konsep “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” sebagai masyarakat
di mana hukum Allah berlaku dan dijunjung tinggi menjadi sumber
dari segala sumber hukum. Itu artinya ketika terwujud masyarakat di
mana hukum Allah berlaku dan dijunjung tinggi menjadi sumber dari
segala sumber hukum, maka itulah yang dimaksud “masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya”.
Keempat, bermula dari pandangan Farid Ma’ruf didepan forum
Muktamar ke-37 Palembang tahun 1956,24 beliau presentasi tentang
kriteria masyarakat Islam. Adapun naskah secara rinci ukuran kual-
itatif masyarakat Islam: (1) Masyarakat yang ber-Tuhan, dan beragama,

24
Ibid., hlm. 338–341.

[ 164 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

ditandai dengan 5 hal: (a) ketauhidan adalah jiwa dan semangat bagi
dan dalam suatu masyarakat Islam; (b) beragama merupakan perwu-
judan dari jiwa ke-tuhanan itu sendiri; (c) setiap orang muslim se-
laku anggota masyarakat hendaknya menempatkan dirinya sebagai
hamba Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pencipta dan Maha Kuasa,
tada sekutu bagi-Nya dan tiada yang menyamainya; (d) keyakinan
yang demikian itu harus mewujud jelas; (e) Petunjuk Ilahi menjadi pe-
gangan yang utama dari masyarakat tersebut.
(2) Masyarakat Persaudaraan. Tentang ini diurai lagi menjadi 3 hal; (a)
masyarakat Islam terikat oleh suatu ikatan batin yang kuat berdasarkan
persamaan dan kasih sayang; (b) mewujudkan ukhuwah Islamiyah ser-
ta memupuk dan memelihara persaudaraan adalah kewajiban, menceg-
ah perpecahan, menghilangkan perbedaan paham yang menyebabkan
perpecahan itu dilarang; (c) kesamaan keyakinan adalah pokok pangkal
terwujudnya ukhuwah. (3) Masyarakat yang berkhlaq dan beradab, di-
uraikan dan dirinci lagi menjadi 5 hal: (a) semua anggota masyarakat be-
rakhlak luhur, sesuai dengan kesucian dan martabat manusia; (b) setiap
orang tahu akan kebaikan dan mau memperbuat kebaikan itu; (c) setiap
anggota masyarakat tahu akan kemungkaran dan mau meninggalkann-
ya, sehubungan dengan itu fitrah manusia senantiasa mendorong untuk
berbuat yang baik dan meninggalkan yang mungkar; (d) setiap anggota
masyarakat mengutamakan kewajiban daripada hak, dan mengutamakan
kepentingan umum dari kepentingan pribadi; (e) ditinjau dari segi-segi
kemasyarakatan, maka norma-norma masyarakat Islam itu adalah: sal-
ing hormat menghormati sesuai dengan martabat kemanusiaan, menja-
ga kemaslahatan dan keselamatan orang, baik sebagai individu maupun
sebagai kelompok, saling cinta mencintai dan adanya saling pengertian,
saling nasihat menasihati; kesemuanya itu menuju pada pertumbuhan
dan perkembangan hari depan masyarakat yang lebih baik. (4) Masyarakat
yang berhukum syar’i, dirinci lagi menjadi 4 hal: (a) di dalam masyarakat
berlakulah hukum syar’i yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Hadis;
(b) masyarakat yang anggota-anggotanya mempunyai rasa keadilan ter-

[ 165 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

hadap hukum Allah; (c) masyarakat yang anggota-anggotanya ta’at ke-


pada pimpinan dalam batas-batas ketentuan Islam; (d) masyarakat yang
mengutamakan hukum Allah. (5) Masyarakat Kesejahteraan, soal dirinci lagi
menjadi 7 hal: (a) masyarakat Islam adalah masyarakat yang anggota-an-
ggotanya terjamin kemungkaran, keamanan, dan keadilannya; (b) harta
benda merupakan amanat Allah kepada manusia untuk dipergunakan
lagi sebesar-besarnya kemaslahatan umum; (c) keekonomian dalam mas-
yarakat Islam disebut ekonomi kesejahteraan; (d) tiap-tiap individu diakui
haknya mencari rizki dan memiliki barang dengan jalan yang halal, seba-
liknya dilarang memperoleh barang-barang dengan jalan haram; (e) peng-
gunaan benda tidak boleh semena-mena dan berlebih-lebihan, pengelu-
aran diatur dengan perinsip “berbelanja dengan tepat”; (f) keekonomian
Islam itu terwujud diatas dasar perimbangan yang harmonis antara hak
kepentingan perseorangan dengan hak kepentingan umum (masyarakat)
sehingga tercapai suatu peradaban kemanusiaan sejati; (g) keekonomian
Islam perpangkal pada kewajiban bekerja bagi setiap anggota masyar-
akat, yang mendapatkan kelapangan wajib memberi bantuan kepada
yang kesempitan menuju ke arah peningkatan kemampuan bekerja, se-
dang mereka yang tidak mampu bekerja sama sekali manjadi tanggungan
masyarakat atau pemerintah. (6) Masyarakat Musyawarah, ditandai dengan
2 hal: (a) masyarakat Islam adalah masyarakat musyawarah; (b) musy-
awarah dalam Islam bukan untuk mencari kemenangan, melainkan un-
tuk mencari kebenaran dan kemaslahatan sesuai dengan ajaran Islam. (7)
Masyarakat yang Berpemimpin dan tertib. (8) Masyarakat Ihsan, ditandai 4 hal:
(a) masyarakat ihsan adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya
menginginkan segala sesuatu itu baik dan berwatak peka terhadap segala
keadaan yang tidak baik, (b). keimanan bukanlah suatu khasanah batin,
tetapi menuntut suatu perwujudan dalam amal, yang menuruti syarat-
syarat ataupun rukun tertentu (syari’at), jadi mukmin adalah muhsin; (c)
untuk mewujudkan amal shaleh: seseorang wajib mengerti hakikat agama
itu sendiri, diperlukan kemauan dan kegairahan, diperlukan kesanggupan
atau kemampuan untuk memilih pendapat yang tepat; (d) untuk mewu-

[ 166 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

judkan dan memelihara masyarakat ihsan, diperlukan ulama’/zu’ama,.


(9) Masyarakat Berkemajuan, ditandai 3 hal: (a) masyarakat yang maju dan
dinamis; (b) membina semua sektor kehidupan secara serempak, teratur/
terkoordinir; (c) mengenal pentahapan dan pembagian pekerjaan
Kelima, Orde Baru pada tahun 1985 sangat phobia terhadap Islam.
Karena itu seluruh ormas Islam dipaksa menggunakan asaz tunggal,
yaitu Pancasila. Mereka yang tidak menggunakan asaz Islam, ormasn-
ya dibubarkan. Orde Baru sangat represif terhadap gerakan-gerakan
Islam. Menghadapi situasi yang sedemikian tidak bersahabat itu, Buya
Malik Ahmad memberikan solusi melalui metafora “Makan Salak jan-
gan sekaligus dengan bijinya.”25 Metafora Buya Malik Ahmad akhirn-
ya menjadi titik-temu mereka yang pro-kontra atas perubahan redaksi
maksud dan tujuan Muhammadiyah. Redaksi idea Muhammadiyah
diubah menjadi Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah Subhanu
Wata’ala”. Sekalipun terjadi perubahan redaksi dalam rumusan idea
Muhammadiyah, tetapi secara substansi sama. Sebagaimana disinggu-
ng di atas bahwa konsep masyarakat Islam yang sebenar-benarnya mer-
upakan pengejawantahan dari baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur.
Dan bukankah konsep tersebut masih sejalan dengan masyarakat utama,
adil, dan makmur yang diridlai Allah Subhanu Wata’ala? Perbedaanya han-
ya ada tambahan frasa “masyarakat utama”.26
Keenam, Menurut Ahmad Azhar Basyir,27 bahwa “masyarakat Is-
lam” memiliki 10 karakterteristik: (1). Menjunjung tinggi kehormatan

25
Ibid., hlm. 320.
26
Istilah “Masyarakat Utama” mengingatkan kita pada Al-Farabi
tentang konsep “Al-Madinah Al-Fadhilah”, atau konsep Aristoteles tentang
konsep “Negara Kota”. Keterangan tentang Masyarakat Utama, bisa disimak
lebih lanjut dalam Zamah Sari, dkk., Menuju Peradaban Utama, (Tangerang:
Al_wasat, 2011).
27
K.H. Ahmad Azhar Basyir merupakan Ketua Umum Muhammadiyah
periode 1990-1995. Belum sempat genap memimpin selama 5 tahun, beliau
dipanggil Allah, sehingga kepemimpinan Ketua Umum digantikan oleh Prof.

[ 167 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

manusia, (2). Memupuk rasa persatuan dan kekeluargaan manusia,


(3). Mewujudkan kerjasama umat manusia, (4). Memupuk jiwa toler-
ansi, (5). Menghormati kebebasan orang lain, (6). Menegakkan budi
baik, (7). Menegakkan Keadilan, (8). Perlakuan sama, (9). Memenu-
hi janji, (10). Menanamkan kasih sayang dan mencegah kerusakan.
Ke-10 karakteristik sebagaimana tersebut di atas, tampak terdapat
benang merahnya dengan subjek (pelaku) dari “masyarakat utama”
yang diperkenalkan oleh Farid Muhammad.
Ketujuh, pada Muktamar 34 di Palembang tahun 1959, Muham-
madiyah mengundang Prof. Dr. Ahmad Shalaby (Guru Besar Uni-
versitas Al-Azhar, Mesir). Beliau diminta memaparkan seluk-beluk
masyarakat Islam. Kemudian beliau menyusun buku Al-Mujtama’
Al-Islami, diterjemahkan oleh Prof. Muchtar Yahya menjadi “Mas-
yarakat Islam”. Menurutnya, masyarakat Madinah dibawah kepem-
impinan Nabi Muhammad SAW itulah masyarakat Islam yang sebe-
nar-benarnya. Adapun masyarakat Islam di Madinah ditandai ciri-ciri
perubahan dari masyarakat jahiliah menjadi: (1). Dari jalan pedang ke
damai, (2). Dari kekuasaan ke konstitusi, (3).Dari tindakan serba halal
ke kesucian, (4). Dari penyembahan berhala ke tauhid, (5). Dari mer-
endahkan wanita ke pemulyaan, (6). Dari sistem kasta ke persamaan.

2. Indonesia Berkemajuan
Sebagaimana disinggung di muka bahwa kehadiran Muhammadi-
yah melalui gerakan tajdid (pembaruan) tidak lain sebagai wujud gera-
kan pencerahan. Menurut Haedar Nashir, salah satu agenda gerakan
pencerahan yang harus terus menerus diikhtiarkan ialah mengembang-
kan kualitas manusia Indonesia agar menjadi insan yang berkemajuan.
Bertitik-tolak dari wacana “insan Indonesia yang berkemajuan” itulah
kiranya kemudian dapat dikembangkan wacana “Indonesia Berkema-

Dr. Amien Rais. Sejak itu kepemimpinan Muhammadiyah lebih menonjol


berlatar belakang akademik. Setelah pak Amien, Ketua Umum digantikan
Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif, Prof. Dr. Dien Syamsuddin, dan Dr. Haedar Nashir.

[ 168 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

juan”. Terlebih dalam Tanwir Muhammadiyah di Samarinda (23-25 Mei


2014), wacana “Indonesia Berkemajuan” termasuk topik utama yang diba-
has dalam forum tersebut. Puncaknya adalah dengan disahkannya buku
Indonesia Berkemajuan: Rekonstruksi Kehidupan Kebangsaan yang Bermakna.28
Pertanyaannya adalah dari manakah konsep Indonesia Berkemajuan?
Dalam buku Indonesia Berkemajuan29 dinyatakan bahwa Indonesia
Berkemajuan berakar pada gagasan-gagasan para tokoh pergerakan
dan pendiri bangsa, seperti: K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Mas Mansur,
Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, Ki Bagus Hadikusumo, Sutan
Takdir Alisjahbana, Armin Pane, Sanusi Pane, Amir Hamzah, dll.
Berikut ini sekedar contoh dari mereka yang diindikasikan mengand-
ung gagasan Indonesia Berkemajuan:
• K.H. Ahmad Dahlan, pernah berpesan kepada muridnya agar
menjadi manusia yang berkemajuan, yaitu manusia yang senantia-
sa mengikuti ajaran agama dan sejalan dengan kehendak zaman.
• Ki bagus Hadikusumo, dalam persidangan penyusunan UUD
1945 mengemukan konsep bangsa yang “maju dan berkemajuan”.
• Ir. Soerkarno, menurutnya umat Islam akan tumbuh akan menjadi
golongan yang maju apabila bersedia berpikir rasional, bersikap tidak
kolot, serta mampu menangkap api Islam yang sebenar-benarnya.30
Dalam perspektif politik, Indonesia Berkemajuan adalah negara
demokrasi yang dijiwai oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusy-
awaratan/perwakilan, berdasarkan hukum yang berkeadilan, dan men-
junjung tinggi nilai-nilai keberadaban.31 Indonesia Berkemajuan dalam
kehidupan mensyaratkan tegaknya negara hukum yang melindungi
hak dan kewajiban warga negara, memajukan kesejahteraan rakyat se-
cara merata, serta menjamin kepastian dan keadilan hukum.32

28
PP Muhammadiyah. Indonesia Berkemajuan...
29
Ibid., hlm.10–11.
30
Ibid.
31
Ibid., hlm. 12.
32
Ibid., hlm. 12–13

[ 169 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Menurut PP Muhammadiyah, dalam perspektif ekonomi “Indo-


nesia Berkemajuan” dicirikan oleh terciptanya sistem ekonomi berba-
sis ilmu pengetahuan yang berkedaulatan, berkeadilan, dan berkelan-
jutan dengan keseimbangan pendayagunaan potensi darat, laut, dan
udara. Dalam mewujudkan ekonomi yang berkemajuan, negara wajib:
(1) memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi warga
negara; (2) memenuhi kebutuhan dan pelayanan dasar; (3) Menjamin
setiap hak warga negara untuk memperoleh pendidikan dan mening-
katkan kualitas sumber daya manusia; (4) memberikan perlindungan
kepada warga miskin melalui jaring pengaman sosial; (5) menyusun
sistem perekonomian yang mengatur peran negara, swasta, dan pela-
ku dunia usaha, dengan tetap cabang-cabang produksi dan kekayaan
alam dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
(6) menyelenggarakan perekonomian nasional berdasarkan demokra-
si ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.33
Indonesia Berkemajuan dalam perspektif sosial-budaya ditandai
oleh berkembangnya budaya nasional yang merupakan puncak-puncak
budaya daerah, dan terbuka terhadap budaya baru yang sesuai kepriba-
dian bangsa?34 Indonesia Berkemjauan dalam perspektif budaya memili-
ki sistem relegi, nilai, pengetahuan, teknologi, karya seni, dan model per-
ilaku yang mencerminkan peradaban unggul. Dan untuk bisa mencapai
peradaban yang unggul diperlukan gerakan pencerahan.35
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, menarik untuk disimak
“semacam kesimpulan PP Muhammadiyah36 bahwa Indonesia Berke-
majuan mengandung banyak dimensi:

33
Ibid., hlm. 13–14.
34
­ eperti apakah kepribadian bangsa Indonesia? Bandingkan pandangan
S
Muchtar Lubis dengan Farid Ma’ruf
35
PP Muhammadiyah, Indonesia Berkemajuan..., hlm. 14.
36
Ibid., hlm. 11–12.

[ 170 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

• Berkemajuan dalam pengertian; semangat, alam pikir, perilaku,


dan senantiasa berorientasi ke masa depan.
• Berkemajuan untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik dalam
kehidupan material dan spiritual.
• Berkemajuan untuk menjadi unggul diberbagai bidang dalam
pergaulan dengan bangsa-bangsa lain.

Menurut PP Muhammadiyah37 Indonesia berkemajuan dapat


dimaknai sebagai negara utama (Al-Madinah Al-Fadhilah). Seperti
disinggung di muka (sub tema 3.1. point kelima) bahwa konsep “Al-
Madinah Al-Fadhilah” itu sendiri tidak lain secara substansi sama
dengan konsep masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yang itu semua
merupakan pengejawantahan dari baldatun thayyibatun wa Rabbun
ghafur. Atas dasar hal di atas kiranya dapat diambil pemahaman bahwa:
• Antara cita-cita Indonesia dengan cita-cita Muhammadiyah ter-
dapat kesamaan. Sama-sama ingin mewujudkan Indonesia yang
berkemajuan.
• Hubungan antara Islam Berkemajuan dengan Indonesia Berkema-
juan bisa diibaratkan struktur kalimat “S-P-O” (subjek, predikat
dan objek). Subjeknya adalah Persyarikatan Muhammadiyah,
Predikatnya Islam Berkemajuan, Objeknya adalah masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya atau membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
• Antara Islam Berkemajuan dengan Indonesia Berkemajuan, keduan-
ya kadang bisa diposisikan sebagai “predikat”, dan terkadang bisa
diposisikan sebagai objek, tergantung sudut mana memandangnya.

37
PP Muhammadiyah, Indonesia Berkemajuan..., hlm. 15.

[ 171 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

3. Solusi Membangun Indonesia Berkemajuan


Di atas sudah dijelaskan bahwa bangsa dan Negara Indonesia
saat ini mengalami 3 problematika yang akut, maka solusinya, sesuai
dengan konsep Indonesia Berkemajuan menurut Muhammadiyah,
juga akan dijelaskan melalui ketiga pendekatan tersebut.

1. Solusi Sosial Politik


Dalam bidang sosial-politik, beberapa solusi yang harus segera
dan serius dilakukan adalah beberapa agenda penting di bawah ini:
a. Menata ulang konstitusi dan perundang-undangan
b. Pelurusan peran partai politik
c. Evaluasi otonomi daerah
d. Penguatan civil society
e. Penegakan hukum

2. Solusi Sosial-ekonomi
Dalam bidang Sosial-ekonomi, beberapa langkah strategis yang
harus dilakukan dan menjadi prioritas bangsa dan negara Indonesia
adalah sebagai berikut:
a. Memperkuat sistem ekonomi berbasis UUD 1945
b. Pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan
c. Menciptakan sruktur ekonomi yang lebih sehat dan adil
d. Melaksanakan reformasi agraria
e. Membangun kekuatan pangan dan energi
f. Melaksanakan kebijakan fiskal dan keuangan yang mandiri
g. Menciptakan kebijakan perdagangan yang berdaya saing

3. Solusi Sosial Budaya


Untuk bidang sosial budaya, ikhtiar kolektif yang harus dilaku-
kan bangsa dan negara Indonesia menuju Indonesia Berkemajuan
adalah beberapa hal berikut dibawah ini:
a. Menyusun strategi kebudayaan nasional
b. Penguatan integrasi sosial

[ 172 ]
Islam BerkemajuanMenuju Indonesia Berkemajuan

c. Penguatan organisasi masyarakat kewargaan


d. Penguatan kualitas kehidupan keluarga38

Tugas. (tontonlah film Sang Pencerah dan film Nyai Ahmad


Dahlan), lalu jawablah pertanyaan berikut ini:
1. Tunjukkan pada bagian mana terdapat adegan-adegan yang
menunjukkan Islam Berkemajuan pada kedua film tersebut dan
catat pula dialog-dialog pembicaraan mereka!
2. Tunjukkan pada bagian mana terdapat adegan-adegan yang
menunjukkan Indonesia Berkemajuan pada kedua film tersebut,
dan catat pula dialog-dialog pembicaraan mereka!
3. Bandingkan kelebihan dan kekurangan dari kedua film tersebut !
4. Bagaimana respon saudara terhadap kedua film tersebut? •

38
Ibid.

[ 173 ]
9
Ideologi Muhammadiyah
Relevansi Ideologi Muhammadiyah di Tengah
Perkembangan Masyarakat dan Ilmu Pengetahuan

I deologi berasal dari gabungan dua kata yakni idea yang


berarti cara berpikir dan logos yang artinya ilmu. Sehingga secara 
sederhana ideologi dapat diartikan sebagai cara berpikir untuk
dijadikan pedoman hidup. Dalam konteks politik sebagaimana
terjadi di Eropa Barat, sejak abad ke-19 maupun di Amerika Serikat
pada awal abad ke-20, berkembang secara pesat ilmu-ilmu sosial
Behavioral,; ideologi sebagai paham politik tidak lagi menarik,
bahkan dianggap menyebalkan dan tumbuh proses deideologisasi.1
Runtuhnya komunisme di Uni Soviet dan Berlin, Jerman Timur serta
melemahnya negara-negara yang menganut ideologi kapitalisme,
menandai melemah dan runtuhnya ideologi-ideologi besar dunia.

1
Haedar Nashir, Ideologi Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2001) h.33.

[ 175 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Di Indonesia, pada tahun 1985 pemerintah Orde Baru memberlaku-


kan Pancasila sebagai asas tunggal (UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organ-
isasi Kemasyarakatan). Implikasi dari UU ini, setiap Organisasi Kemas-
yarakatan (Ormas) menganut ideologi tunngal, yakni ideologi Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi dimaknai sebagai tatanan nilai yang didapat-
kan melalui proses panjang dan kristalisasi nilai dasar yang tercermin dari
kehidupan berbangsa. Pancasila yang dijadikan ideologi berarti 5 (lima)
dasar hidup yang dijadikan pedoman di dalam kehidupan bernegara. Ke-
lima dasar hidup tersebut meliputi (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Ke-
manusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaraatan per-
wakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagi Orde
Baru, kelima dasar tersebut harus diresapi maknanya secara utuh dan
diimplementasikan dengan benar dalam kehidupan berbangsa dan berne-
gara, khususnya bagi Ormas.
Sekalipun demikian, ideologi awal yang dipegang ormas-ormas
tetap bertahan, termasuk ideologi Muhammadiyah. Sebab, pada awal
negara Indonesia didirikan, Pancasila sudah disusun dan dikon-
sep sebagai common platform atau platform bersama untuk berbagai
macam ideologi yang ada saat itu. Pancasila merupakan hasil yang
didapatkan dari penyelenggaraan sidang BPUPKI pertama yang di-
maksudkan sebagai asas bersama yang dapat menjembatani adanya
perbedaan ideologis yang berkembang saat itu. Jadi meski dalam
praktinya, Orde Baru mewajibkan asas tunggal, ideologi awal yang
dianut ormas-ormas tidak sirna sama sekali.
Hubungannya dengan ilmu, ideologi merupakan kumpulan
konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan
arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, sedangkan ilmu mer-
upakan pengetahuan tentang suatu bidang atau suatu objek yang
disusun sistematis. Jadi dalam ideologi terdapat ilmu yang tersusun
secara sistematis yang berisi tentang ajaran, aliran, haluan atau pa-
ham. Ilmu pengetahuan tidak lahir dari ruang hampa, Manusialah

[ 176 ]
Ideologi Muhammadiyah

yang menangkap gagasan dan realita serta melakukan rasionalisasi


atas hal tersebut, Oleh karenanya seorang ilmuwan, pemikir maupun
pandangan penggerak organisasi kemasyarakatan, tidak mungkin
melepaskan diri dari kaitan nilai ideologis yang mengikat dirinya.
Begitupun dalam sejarah perkembangan Muhammadiyah tidak dap-
at dilepaskan dari rumusan-rumusan ideologi. Hal ini, dipengaruhi
oleh situasi dan pandangan agama pucuk pimpinannya.
Misalkan, pada tahun 1935, pada awal-awal Muhammadiyah ber-
diri, di saat pentingnya pemahaman tentang agama bagi anggota-ang-
gotanya, muncul rumusan masai (mabadi) khamsah atau dikenal masa-
lah lima. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan faham atau pandangan
pimpinan Muhammadiyah saat itu. Pada tahun 1940, saat Muham-
madiyah mulai berkembang, ke berbagai karesidenan di Jawa mau-
pun Sumatera, muncul rumusan 12 Tafsir Langkah Muhammadiyah
atau dikenal Langkah Mas Mansur, karena diprakarsai oleh KH. Mas
Mansur. Rumusan ini memberikan panduan bagi anggota-anggotanya
bagaimana menjalankan persyarikatan. Pada tahun 1950, terbit rumu-
san Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah (MADM) yang di-
pengaruhi oleh kondisi awal perjalanan bangsa, dengan dirumuskan
ideologi atau pandangan negara.
Rumusan MADM tidak dapat dilepaskan dari sosok Ki Bagus Had-
ikusumo, selaku Ketua PP Muhammadiyah yang juga anggota Panitia
9 (sembilan), - diambil dari anggota Badan Penyelidik Usaha Persia-
pan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI (dibentuk pada tanggal 29
April 1945) -, bertugas merumuskan Pembukaan UUD. Tentu saja ru-
musan Pembukaan UUD, menginspirasi Ki Bagus dalam menyusun
MADM. Kemudian pada tahun 1959 – 1960, tersusun rumusan ideolo-
gi Kepribadian Muhammadiyah, hal ini juga tidak dapat dilepaskan
dengan perkembangan dan situasi politik saat itu, di mana PKI (Partai
Komunis Indonesia) sedang di atas angin, partai-partai yang berideolo-
gi Islam menjadi musuh. Muhammadiyah, sebagai pendukung utama
partai Masyumi, turut menjadi sasaran PKI.

[ 177 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Pada tahun 1969, awal pemerintahan Orde Baru, saat sidang Tan-
wir tahun 1969, dilahirkan rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah (MKCH). MKCH merupakan pernyataan misi
Muhammadiyah dalam kehidupan, khususnya misi dan peran di ten-
gah kehidupan bangsa dan negara Indonesia, dan pada tahun 2015,
pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, muncul rumu-
san Darul Ahdi wa Syahadah, sebuah rumusan yang meneguhkan diri
bahwa Muhammadiyah terikat ke dalam satu perjanjian dan komitmen
berbangsa dan bernegara melalui Ideologi Pancasila (Darul Ahdi), pada
saat yang sama Muhammadiyah menjadi saksi sekaligus membangun
dan membantu pemerintah dalam mengisi kemerdekaan melalui bi-
dang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain-lain (Darul Syahadah).
Inilah yang dimaksud, bahwa ideologi tidak dapat dipisahkan dengan
perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan.

Perjuangan Intelektual dengan atau Tanpa Ideologi?


Ideologi menurut Sanderson, adalah seperangkat kepercayaan,
nilai, perasaan, dan simbol-simbol yang terorganisasi dan dianut se-
cara bersama oleh para anggota suatu sistem sosial-kultural.2 Karena
itu, bagi Muhammadiyah, ideologi dalam pengertian di atas bahwa
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, baik secara substansial yang
merujuk pada ajaran Islam sendiri maupun aspek kesejarahan Islam,
maka dimensi ideologis tidak dapat dipisahkan atau dinegasikan,
bahkan hingga batas tertentu Muhammadiyah memerlukan aspek
ideologis dalam gerakannya. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
tidak bisa melepaskan diri dari misi dan kepentingan ideologis yang
melekat dengan risalah Islam ketika Islam itu sendiri diadopsi dan
masuk ke dalam sistem gerakan dan kelembagaan kolektivitas umat Is-
lam sebagaimana telah dijelaskan dalam perkembangan rumusan-ru-
musan ideologis Muhammadiyah.

2
Ibid., hlm. 11.

[ 178 ]
Ideologi Muhammadiyah

Konsep dan Urgensi Ideologi bagi Muhammadiyah


Konsep dan ideologi ini sangat penting, karena kita tidak bisa
lepas dari paham, pola pikir dan kepentingan ideologis. Bagi Mu-
hammadiyah ideologi menjadi tuntutan untuk menumbuhkan se-
mangat dan kohesivitas dalam upaya membangun kekuatan jamaah
(anggota), jam’iyyah (organisasi), dan imamah (kepemimpinan) dalam
menghadapi persoalan-persoalan sosial-politik yang terus menerus
dihadapi oleh Muhammadiyah dalam sejarah perjalanannya.
Karena itu, dimensi ideologis dari gerakan Muhammadiyah yang
terkait dengan pengembangan aspek keyakinan dan paham Muham-
madiyah, perlu terus menerus direaktualisasikan sehingga dapat
lebih mengikat secara kolektif dan menjadi acuan bertindak dalam
menghadapi perubahan-perubahan serta problematika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.3

T ujuan Muhammadiyah, Makna dan Implikasinya pada Strategi


Perjuangan Muhammadiyah
Walaupun secara substantif rumusan maksud dan tujuan Mu-
hammadiyah, tidak mengalami perubahan, tetapi secara redaksional
dan konteksnya, sejak K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadi-
yah sampai Muktamar ke-44 di Jakarta tahun 2000, rumusan maksud
dan tujuan Muhammadiyah mengalami tujuh kali perubahan.
Ketika pertama kali Muhammadiyah berdiri, rumusan maksud
dan tujuan Muhammadiyah sebagai berikut:
1. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad SAW kepa-
da penduduk bumi putra, di dalam residen Yogyakarta.
2. Memajukan hal agama Islam kepada lid-lid (anggota-ang-
gota)-nya.

3
Ibid., hlm. 10.

[ 179 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Rumusan kedua terjadi ketika cabang Muhammadiyah mengala-


mi perkembangan meluas ke pelbagai daerah di luar Yogyakarta, seh-
ingga rumusan tujuan dimaksud tidak lagi memadai.
Ketika Budi Utomo mengadakan kongresnya tahun 1917 di ru-
mah K.H. Ahmad Dahlan, Yogyakarta, tabligh beliau telah dapat
mempesona anggota kongres yang datang dari berbagai daerah, seh-
ingga pengurus menerima permintaan dari berbagai tempat di Jawa
untuk mendirikan cabang-cabangnya.4 Dengan demikian, maksud
dan tujuan Muhammadiyah perlu direvisi sesuai dengan kenyataan
riil di lapangan. Pada tahun 1920 bidang kegiatan Muhammadiyah
kemudian diluaskan meliputi seluruh Jawa. Pada tahun berikutnya
(1921) meluas ke seluruh Indonesia, sehingga Maksud dan Tujuan
Muhammadiyah mengalami perubahan redaksi, yaitu:
1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran aga-
ma Islam di seluruh Hindia Belanda.
2. Memajukan dan menggembirakan hidup menurut sepanjang ke-
mauan agama Islam kepada lid-lid (anggota-anggota)nya.

Ketika Jepang menduduki Indonesia tahun 1942, terjadi peruba-


han untuk yang ketiga kalinya, karena pemerintahan Jepang mengha-
ruskan mengubah redaksi rumusan maksud dan tujuan Muhammadi-
yah, sesuai dengan keinginan Jepang yang bercita-­cita mendirikan
kemakmuran bersama seluruh Asia Timur Raya di bawah pimpinan
Dai Nippon, sehingga rumusannya mengalami perubahan lagi, yaitu:
1. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang
selaras dengan tuntunannya,
2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum,
3. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi
pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.

4
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia (Oxford: Oxford
University Press, 1973) h.87

[ 180 ]
Ideologi Muhammadiyah

Rumusan keempat terjadi setelah Muktamar Muhammadiyah ke-


31 di Yogyakarta tahun 1950. Perumusan kembali ini diharapkan akan
mengembalikan substansi dari rumusan tujuan Muhammadiyah yang
terdahulu agar sesuai dengan jiwa dan gerak Muhammadiyah yang
sebenarnya. Adapun rumusannya berubah menjadi, sebagai berikut:

Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat


mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-34 di Yogyakarta tahun 1959


terjadi penyempurnaan rumusan tujuan Muhammadiyah yang keli-
ma kalinya. Perubahan tersebut lebih pada redaksionalnya semata
terhadap rumusan hasil Muktamar ke- 31, dari kata “dapat mewu-
judkan” menjadi “terwujud”, sehingga secara resmi rumusan tujuan
Muhammadiyah berbunyi sebagai berikut:

Menegakkan dan menjujung tinggi agama Islam sehingga


terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta tahun 1985


terjadi lagi perubahan rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah.
Hal ini karena Muhammadiyah harus menyesuaikan dengan asas
Pancasila karena kehadiran Undang-undang nomor 8 tahun 1985 ten-
tang kewajiban setiap ormas, baik agama maupun non-agama untuk
mencantumkan asas Pancasila. Adapun rumusan maksud dan tujuan
Muhammadiyah hasil Muktamar ke 41 itu kemudian mengalami
pergeseran, sebagai berikut:

Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga


terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai
Allah SWT.

Pada Muktamar ke-44 di Jakarta tahun 2000, terjadi perubahan


lagi. Muktamar ini mengembalikan Islam sebagai asas persyarikatan

[ 181 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Muhammadiyah, seperti rumusan sebelumnya. Hal ini terjadi kare-


na dicabutnya Undang-Undang nomor 8 tahun 1985 oleh MPR yang
mengembalikan fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indo-
nesia, sehingga ormas diperbolehkan untuk memilih asasnya sendiri
yang sesuai dengan yang dikehendakinya, dengan catatan tidak bert-
entangan dengan dasar negara. Hanya saja perubahan tersebut tidak
dalam satu pasal tersendiri dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah,
melainkan dimasukkan dalam pasal 1 ayat 2, yang berbunyi sebagai
berikut: “Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf
Nahi Mungkar, berasaskan Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan
al-Sunnah”. Adapun rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah
dalam rumusan terakhir ini sama persis dengan rumusan yang dihasil-
kan dalam rumusan Muktamar ke-34 di Yogyakarta, sebagai berikut:

Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga


terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Secara ringkas dapat dikemukakan, bahwa maksud dan tujuan


Muhammadiyah ialah membangun, memelihara dan memegang
teguh agama Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan fa-
ham-faham lainnya, untuk mendapatkan suatu kehidupan dalam
diri, keluarga dan masyarakat yang sungguh adil, makmur, aman,
bahagia-sejahtera lahir-batin dalam naungan dan ridla Allah SWT.
Perubahan substansi dan formulasi tujuan Muhammadiyah ters-
esbut tampaknya menggambarkan perkembangan cara berpikir dan
konteks yang dihadapi Muhammadiyah pada setiap babakan sejarah
tertentu. Menurut Prof. KH. Farid Ma’ruf dalam buku Penjelasan Ten-
tang Maksud dan Tudjuan Muhammadijah 5 bahwa “perubahan yang
bertingkat-tingkat seperti tersebut di atas itu membayangkan dengan
jelas, kemajuan hasil yang telah dicapai oleh Muhammadiyah dengan

5
­ Farid Ma’ruf, Pendjelasan Tentang Maksud dan Tudjuan Muhammadijah
(Jakarta: Penerbit Yayasan Santakam, 1966), hlm. 8.

[ 182 ]
Ideologi Muhammadiyah

bertingkat-tingkat, dan juga menggambarkan dengan nyata perkem-


bangan berpikir dari para pemimpin dan anggauta-anggautanya
yang tambah lama semakin maju juga.” Jadi, terdapat sistematisasi
pemikiran yang lebih maju dari perubahan formulasi tujuan Muham-
madiyah sebagaimana dalam pemikiran-pemikiran formal lainnya.
Namun, kendati terjadi perubahan formulasi tujuan, terdapat
konsistensi yakni ruh atau spirit gerakan yang tetap konsisten untuk
mengemban risalah Islam dan orientasi pada usaha menyebarluaskan
dan memajukan kehidupan sepanjang kemauan ajaran Islam melalui
lapangan kemasyarakatan dan tidak melalui jalur kekuasaan-negara.
Dalam penjelasan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tafsir Anggaran
Dasar Muhammadijah Lengkap dengan Muqaddimahnya.6 menge-
nai perubahan redaksional maksud dan tujuan Muhammadiyah itu
dikemukakan sebagai berikut: “Kalau orang mengikuti perkembangan
Muhammadiyah melalui berbagai aman yang berlainan coraknya, adalah
memang sedemikian harusnya mencantumkan maksud dan tujuannya. Akan
tetapi, intinya tetap, mewujudkan ISLAM bagaimana dan apa mestinya.”
Jika dilihat pada rumusan tujuan Muhammadiyah terkini7 se-
bagaimana disebutkan dalam Angaran Dasar, Bab III pasal 6 yaitu
“Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” memiliki makna:
- Menegakkan berarti membuat dan mengupayakan agar tetap tegak,
tidak condong, dan tidak doyong apalagi roboh. Semua itu dapat te-
realisasikan manakala sesuatu yang ditegakkan tersebut diletakkan di
atas fondasi, landasan atau asas yg kokoh dan solid, dipegang erat-erat,
dipertahankan, dibela serta diperjuangkan dengan penuh konsekuen.
Menurut Prof. KH. Farid Ma’ruf, menegakkan berarti mendi-
rikan, membangun membuat, menjadikan dan menyebabkan

6
PP Muhammadiyah, Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiah
(Yogyakarta: 1954), hlm. 16.
7
Muktamar ke-45 tahun 2005.

[ 183 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

tegak, mempertahankan (negeri, keadilan, keyakinan), memper-


juangkan (cita-cita), memeliharakan (kemerdekaan, hukum, tata
tertib), memegang teguh (pendapat, pendirian) dan memperta-
hankan atau memperkukuh (hati, semangat, perlawanan). Dari
sekian arti yang bermacam-macam tersebut, menurutnya arti
yang sesuai dengan menegakkan ialah membangun, memelihara,
memegang teguh. Sebab, agama Islam adalah agama Tuhan yang
telah cukup sempurna, hanya karena penyelewengan para pe-
meluk-pemeluknya keindahan dan kesucian agama Islam agak
suram, maka perlu dibangun kembali, dipelihara dan dipegang
dengan teguh.

- Menjunjung tinggi berarti membawa atau menjunjung di atas se-


gala-galanya, yaitu dengan cara mengamalkan, mengindahkan
serta menghormatinya. Menurut Prof. KH. Farid Ma’ruf, men-
junjung tinggi berarti membawa di atas kepala, mengindahkan
(menurut) perintah, menghormati, seperti kita menghormati
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW atau isteri menghor-
mati kepada suaminya. Dari ketiga arti tersebut, arti yang sesuai
adalah menghormati karena mengandung makna ada kelebihannya,
rasa cinta, dan rasa ta’at serta ikhlas

- Agama Islam yaitu agama yang diwahyukan kepada para Ra-


sul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa sampai kepa-
da Nabi Muhammad SAW sebagai nabi penutup merupakan hi-
dayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang zaman,
serta menjamin kesejahteraan hakiki duniawi/ ukhrawi. Segenap
isi dan ajaran agama yang dibawa oleh para Rasul tersebut, su-
dah tercakup dalam syari’at Islam yang dibawah oleh Nabi Mu-
hammad SAW, berupa Al-Qur’an dan Hadis
Kata agama berasal dari bahasa Hindu yang berarti kepercayaan
kepada Tuhan, serta dengan cara menghormati dan kewajiban-kewa-
jiban terhadap kepada kepercayaan itu atau dapat berarti kebaktian
orang yang menyembah Tuhannya. Menurut pengertiannya yang

[ 184 ]
Ideologi Muhammadiyah

umum, bahwa manusia mengakui dalam agama adanya Yang Suci:


manusia itu insaf, bahwa ada sesuatu kekuasaan yang memungkin-
kan dan melebihi segala yang ada. Kekuasaan inilah yang dianggap
sebagai asal atau Khalik segala yang ada. Tentang kekuasaan ini ber-
macam-macam bayangan yang terdapat pada manusia, demikian
pula cara membayangkannya. Demikianlah Tuhan dianggap oleh
manusia sebagai tenaga ghaib di seluruh dunia dan dalam unsur-un-
surnya atau sebagai Khalik rohani.
Sedangkan dalam bahasa Arab, agama berarti al-Din.
Menurut kitab “Masalah Lima”, himpunan dari KH. Mas Mansur
kata agama mempunyai beberapa arti yaitu pembalasan, ibadah,
kesetiaan, peraturan dari Tuhan, peraturan dunia, mengesakan
dan menyerah, nasehat, menghitung-­hitung serta budi utama.
Di dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) dikemukakan
bahwa agama memiliki rumusan sebagai berikut:

ٌ‫م َّمد‬ َُ َ ْ َّ ُّ َ ْ ْ ُ ْ ّ َ ْ َ ُ ْ ّ َ
ِ
ِ‫ادلِين أي ادلِين اإلسال ِم الِي جاء بِه‬
ْ ُ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ ُ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ
‫آن‬ِ ‫صل اهلل عليهِ وسلم هو ما أنز َل اهلل ِف القر‬
َ‫لم ْق ُب ْولَ ُة مِن‬َ ْ ‫ح ُة أي ا‬ َّ ‫الس َّن ُة‬
َ ْ‫الصحي‬ ُّ ِ‫ت به‬ ْ َ َ َ َ
ِ ِ ِ ‫و َما جاء‬
َ ْ َ َ َ ْ ْ
ِ‫ت ل َِصال ِح العِباد‬ ِ ‫اه َوا ِإل ْرشادا‬ ِ ‫األ َوام ِِر َوانلَّ َو‬
ُ َ ْ َُ ْ ُ َ ُْ
ْ‫اهم‬ ‫دنياهم وأخر‬
Agama (yaitu agama Islam) yang dibawa Nabi Muhammad
SAW, ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Al-Qur’an dan
yang tersebut dalam Sunnah yang shahih (maksudnya maqbu-
lah), berupa perintah-perintah dan larangan-larangan berupa
petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia & Akhirat.

Dalam rumusan kedua dinyatakan:

[ 185 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

ّ
‫ادلين هو ما رشعه اهلل ىلع لسان أنبيائه من األوامر‬
ُ
‫ُو انلّواىه و اإلشادات لصالح العِباد دنياهم و‬
ُ
‫أخراهم‬
Agama: apa yang disyariatkan Allah dengan perantaraan nabi-
nabiNya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan beru-
pa petunjuk untuk kebaikan manusia di Dunia dan Akhirat.

Maka, rumusan Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Is-


lam seringkali disebut dengan sebuah persamaan ayat (QS. Al-­
Taubah [9]: 40):

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesung-


guhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir
(musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia
salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua,
di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka
cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan
keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan
tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Qur’an menjadikan
orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah
yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Pada QS. Al-Taubah [9]: 40 tersebut terdapat kalimat:

َ‫ه الْ ُعلْيا‬ َّ ُ َ َ َ


َ ِ ِ‫الل‬ ‫وك ِمة‬
Untuk menjunjung Kalimah Allah di atas segala-galanya.

- Terwujud berasal dari kata wujud berarti adanya sesuatu, rupa,


apa yang kelihatan, benda (yang nyata). Maka, terwujud berarti
sudah diwujudkan, terlaksanakan, serta menjadi satu kenyataan
akan adanya atau akan wujudnya.

[ 186 ]
Ideologi Muhammadiyah

- Masyarakat Islam terdiri dari kata yaitu masyarakat dan Islam.


Masyarakat berasal dari bahasa Arab musyarakah yang berarti
serikat, sekutu atau pergaulan hidup. Masyarakat juga berarti
pergaulan hidup manusia untuk mencakup keperluan bersa-
ma, keamanan bersama, keselamatan bersama dan kebahagiaan
bersama. Dalam Dictionary A Sociology (Henry P. Fairchild)
dikemukakan bahwa masyarakat (society) berarti “A group of hu-
man beings cooperating is the pursuit of several of their major interest,
invariably including self-maintenance and self perpetuation”. (Satuan
manusia yang bekerja sama dalam mengikuti atau mengejar berbagai
macam kepentingan umum, juga termasuk kepentingan diri dan kea-
badian pribadi). Sedangkan Hassan Shadily merumuskan masyar-
akat berarti “golongan besar atau kecil dari beberapa manusia
yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan
dan mempunyai pengaruh kebathinan satu sama lain.

Dari berbagai pengertian tentang masyarakat di atas, Prof. KH.


Farid Ma’ruf menyimpulkan bahwa masyarakat Islam itu ialah:
1. Pergaulan hidup manusia muslim untuk mencakup keperluan
bersama, keamanan bersama, keselamatan bersama dan kebaha-
giaan bersama
2. Satuan manusia muslim yang dengan sendirinya bertalian secara
golongan dan mempunyai pengaruh kebathinan satu sama lain,
dan bekerja sama untuk mengejar kepentingan bersama pula.

- Sebenar-benarnya berasal dari kata benar yang berarti betul (tidak


salah, lurus, adil), sungguh (sah, tidak bohong, sejati), memang
demikian halnya dan amat sangat. Jadi, sebenar-benarnya berarti
sebetulnya, sesungguhnya atau memang demikian halnya. Dap-
at berarti yang sungguh-sungguh benar, tidak palsu atau semu,
bahwa demikianlah keadaan yang sebenar-benarnya.

[ 187 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Kata “sebenar-benarnya” dicantumkan sesudah kata “masyarakat


Islam” untuk menghindari adanya anggapan umum yang salah ter-
hadap beberapa praktik dan kenyataan yang semula dianggap se-
bagai masyarakat Islam, hanya karena semata-mata masyarakatnya
beragama Islam. Padahal memang pada kenyataannya ada golon-
gan masyarakat yang hanya bernama Islam, akan tetapi tidak me-
negakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, dan tidak berusaha
dengan segala kebijaksanaan dan kemampuannya agar kehendak
dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat. Artinya belum
menjadi jaminan yang nyata kalau masyarakat itu seluruhnya be-
ragama Islam kemudian menjadi masyarakat Islam, disebabkan
mereka belum dengan sungguh-sungguh menegakkan dan men-
junjung tinggi agama Islam.
Dengan demikian masyarakat Islam yang sebenar-­benarnya
dapat berarti “masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur,
dan bahagia yang diwujudkan di atas dasar keadilan, kejujuran,
persaudaraan, dan gotong-royong bertolong-tolongan dengan
bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari
pengaruh syaithan dan hawa nafsu”. Dan di dalam Kepribadian
Muhammadiyah digambarkan secara singkat bahwa masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya ialah suatu masyarakat di mana
kesejahteraan, kebaikan, dan kebahagiaan luas merata”.

Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya secara


bertingkat dimulai dari:
1. Terwujudnya pribadi yang diridlai Allah, yakni pribadi muslim
yang paripurna, memiliki moralitas iman, Islam, taqwa, dan ih-
san (QS Al-Baqarah [2]: 177Bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-ma-
laikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya ke-

[ 188 ]
Ideologi Muhammadiyah

pada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang


memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam pep-
erangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
Itulah orang-orang yang bertakwa.
2. Terwujudnya rumah tangga yang diridlai Allah, yaitu rumah-­
tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah dan memperoleh
ridla Allah (QS Al-Rum [30]: 21Dan di antara tanda-tanda kekua-
saan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-­benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang ber-
fikir.
3. Terwujudnya qaryah yang marhamah karena warganya beriman
dan bertaqwa kepada Allah (QS Al-A’raf [7]: 96Jikalau Sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.
4. Terwujudnya negeri yang diridlai Allah, yaitu Baldatun thayyi-
batun wa rabbun ghafur (QS Saba’ [34]: 15Sesungguhnya bagi kaum
Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu
dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka
dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuh-
anmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri
yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.

Menurut Prof. KH. Farid Ma’ruf, rumusan maksud dan tujuan di


atas dapat dipahami bahwa Muhammadiyah memiliki cita-cita:

[ 189 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

1. Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur dan baha-


gia disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah
dan yang diwujudkan di atas dasar keadilan, kejujuran, persau-
daraan, gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan
hukum Allah yang sebenar-benarnya lepas dari pengaruh syetan
dan hawa nafsu.
2. Surga “Jannatu al-Na’im” dengan keridlaan Allah yang Rahman
dan Rahim

Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang berlandaskan Al-


Qur’an dan Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa
istiqamah dan aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar makruf
nahi mungkar di segala bidang sehingga menjadi rahmatan lil-‘alamin
bagi umat, bangsa dan dunia kemanusiaan menuju terciptanya mas-
yarakat utama yang diridhai Allah SWT. dalam kehidupan ini.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam amar makruf nahi mung-
kar dan tajdid memiliki misi yang mulia dalam kehidupan ini, yaitu:
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai sesuai dengan
ajaran Allah SWT yang dibawa Rasulullah SAW.
2. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul.
3. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran yang ses-
uai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesai-
kan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi,
keluarga dan masyarakat.

Tujuan Muhammadiyah dalam mewujudkan masyarakat Islam


yang sebenar-benarnya, tersebut tentulah berimplikasi dan memer-
lukan strategi dan usaha bagaimana jalan dan cara mewujudkannya.
Untuk mencapai maksud dan tujuan, strategi atau usaha Muham-

[ 190 ]
Ideologi Muhammadiyah

madiyah yaitu: pertama, melaksanakan dakwah Amar Makruf Nahi


Mungkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang
kehidupan. Menurut Prof. Dr. Syamsul Anwar, tajdid Muhammadi-
yah dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek, yaitu (1) aspek keag-
amaan, (2) aspek pendidikan, dan (3) aspek sosial kemasyarakatan.
Kedua, usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal us-
aha, program dan kegiatan, yang macam dan penyelenggaraannya
diatur dalam Anggaran Rumah Tangga, dan ketiga, penentu kebijakan
dan penanggung jawab amal usaha program dan kegiatan adalah
Pimpinan Muhammadiyah (Bab III pasal 7 tentang Usaha). Kebija-
kan dan regulasi tentang pengaturan Amal Usaha Muhammadiyah
diatur oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, baik dalam hal pendi-
rian, pengelolaan, pengawasan maupun pelaporannya.
Terkait usaha sebagaimana dijelaskan pada ayat 2 (dua) Ang-
garan Dasar di atas, pada Anggaran Rumah Tangga pasal 3 (usaha)
Muhammadiyah meliputi:
1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pe-
mahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan
ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan
2. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam da-
lam berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian
dan kebenarannya
3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf,
shadaqah, hibah dan amal shalih lainnya
4. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya ma-
nusia agar berkemampuan tinggi serta berakhlak mulia
5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan,
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta
meningkatkan penelitian
6. Memajukan perekonomian dan kewirausahan ke arah perbai-
kan hidup yang berkualitas

[ 191 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyar-


akat
8. Memelihara, mengembangkan dan mendayagunakan sumber
daya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan
9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah dan kerjasama dalam
berbagai bidang dan kalangan masyarakat dalam dan luar neg-
eri
10. Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidu-
pan berbangsa dan bernegara
11. Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota
sebagai pelaku gerakan
12. Mengembangkan sarana, prasarana dan sumberdana untuk
mensukseskan gerakan
13. Mengupayakan penegakkan hukum, keadilan dan kebenaran
serta meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat
14. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Mu-
hammadiyah

 oktrin Ideologi Muhammadiyah dalam Muqaddimah Anggaran


D
Dasar Muhammadiyah
Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh K. H. Ahmad
Dahlan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, bertepatan dengan tanggal 18
Nopember 1912 M, telah mendapatkan statusnya secara resmi lewat
surat ketetapan Gouvernement Besluit nomor 22 Agustus 1914 M. Se-
bagai bagian dari persyaratan pendirian suatu organisasi, Muham-
madiyah telah memiliki Anggaran Dasar (AD), walaupun sederhana.
Namun demikian, Anggaran Dasar (AD) tersebut belum dilengkapi
dengan Muqaddimah.
Muqaddimah sangatlah penting karena terkandung di dalamn-
ya pokok-pokok pikiran yang sangat mendasar (fundamental), dan
menjadi orientasi dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan; yang
oleh sebab itu perlu dituangkan ke dalam pasal-pasal dalam Ang-

[ 192 ]
Ideologi Muhammadiyah

garan Dasar (AD).8 Pada hakikatnya Muqaddimah Anggaran Dasar


Muhammadiyah merupakan ideologi Muhammadiyah yang men-
jelaskan tentang pandangan Muhammadiyah mengenai kehidupan
manusia di muka bumi, cita-cita yang hendak dicapai dan cara-cara
yang digunakan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.9 Menurut M.
Djindar Tamimy, Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
berfungsi sebagai “Jiwa dan semangat pengabdian serta perjuangan
persyarikatan Muhammadiyah”.
Sebagai pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, yang ter-
inspirasi oleh QS. Ali Imran/3:104 telah mencitakan kemuliaan dan
kejayaan Islam dan kaum muslimin, sebagai umat terbaik seperti yang
tercantum dalam QS. Ali ‘Imran/3: 110. Beliau memiliki pemikiran
dan wawasan yang kuat, tetapi beliau sosok pribadi yang lebih ber-
corak praktisi, gagasan dan pemikirannya langsung dipraktikkan
dalam tindakan dan karya nyata, sehingga tidak heran bila tulisan
K.H. Ahmad Dahlan hanya ada satu naskah saja. Itulah sebabnya, se-
jak awal berdirinya Muhammadiyah identik dengan pendirinya yang
bersemboyan “sedikit bicara banyak kerja”. Dengan demikian, kebesa-
ran amal usaha Muhammadiyah yang dirintis K.H. Ahmad Dahlan
jelas merupakan refleksi ijtihadiyah pemimpinnya dalam upaya im-
plementasi nilai-nilai Islam.
Sesungguhnya Muqaddimah hasil rumusan Ki Bagus Hadiku-
suma pertama kali sudah diperkenalkan dalam Muktamar Darurat
tahun 1946 di Yogyakarta, tetapi sampai tahun 1950 berbagai bentuk
ide, gagasan dan pokok pikiran yang mendasari berdirinya Muham-
madiyah belum dirumuskan secara formal. Muqaddimah Anggaran
Dasar Muhammadiyah baru dapat dirumuskan pada periode kepem-

8
Musthafa Kamal Pasha, dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis, (Yogyakarta: LPPI
UMY 2002, cet. ke-2), hlm. 157
9
Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah (Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2008), hlm. 15

[ 193 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

impinan Ki Bagus Hadikusuma (1942-1953), yang merupakan pem-


impin kelima persyarikatan Muhammadiyah setelah periode kepem-
impinan K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Ibrahim, K.H. Ahmad Hisyam,
dan K.H. Mas Mansyur.
Usaha-usaha K.H. Mas Mansyur dalam kaitan dengan Muham-
madiyah, beliau mengusulkan dibentuknya Majelis Tasyri’ yang
kemudian dikenal dengan Majelis Tarjih pada periode kepemimpinan
K.H. Ibrahim. “Majelis Tasyri’ yang diusulkannya itu kemudian diter-
ima dalam Kongres Muhammadiyah ke-16 tahun 1927 di Pekalongan,
dengan nama Majelis Tarjih.10 Menurut Chusnan Yusuf, Majelis ini
dipandang penting sekali untuk dibentuk, mengingat masih banyak
perbedaan paham dan pendapat dalam masalah hukum agama da-
lam masyarakat, juga Muhammadiyah, yang tidak mustahil mem-
bawa pengaruh perpecahan di dalam organisasi. Karena itu Majelis
Tarjih kemudian menjadi majelis yang paling berkompeten membic-
arakan, merumuskan dan memberikan pertimbangan dalam masalah
yang berkaitan dengan hukum-hukum dan tuntutan-tuntutan hidup
sepanjang kemauan agama Islam.
Dalam kepemimpinan K.H. Mas Mansyurlah Majelis tersebut di-
aktifkan dan diperkuat. sehingga lahirlah rumusan “Masalah Lima”
atau “Masail Khamsah” yang meliputi hakikat: “Dunia, Agama, Qiyas,
Sabilillah dan Ibadah” dan “Langkah Dua Belas K.H. Mas Mansyur”
yang menjadi pedoman bagi para pemimpin Muhammadiyah dalam
menggerakkan roda Persyarikatan Muhammadiyah. Pada masa inilah
dimulai proses pelembagaan ideologi gerakan Muhammadiyah itu.
Konsep ini dinamai Langkah Dua belas Muhammadiyah (1938), ka-
rena dirumuskan dalam dua belas butir, yang menggambarkan has-
rat persyarikatan untuk meneguhkan diri dalam konteks perjuangan
kenegaraan yang semakin memuncak.

10
Haedar Nashir (peny.), Dialog Pemikiran Islam dalam Muhammadiyah
(Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 1992), hlm. 129

[ 194 ]
Ideologi Muhammadiyah

Periode kepemimpinan Ki Bagus Hadikusuma berlangsung dari


tahun 1942-1953. Periode ini merupakan masa transisi dari pemerin-
tahan kolonialisme Belanda ke pemerintahan Fasisme Jepang. Beliau
menentang instruksi pemerintahan Fasisme Jepang untuk melakukan
“Sei Kerei” bagi sekolah-sekolah, termasuk sekolah Muhammadiyah,
yaitu membungkukkan badan ke arah Timur laut, dengan maksud
untuk menghormati Dewa Matahari. Hal itu dipandangnya musyrik.
Dalam konteks keindonesiaan, beliau adalah aktifis perjuangan
kebangsaan dan terlibat penuh dengan dunia politik praktis 11. Beliau
menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerde-
kaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk Jepang, kemudian anggota
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), di mana peran be-
liau sangat penting, karena beliau menjadi kunci penyelesaian masa-
lah yang krusial menyangkut perubahan anak kalimat ”Berdasarkan
atas Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” yang diubah menjadi “Berdasarkan Ketuhan-
an Yang Maha Esa”. Penerimaan beliau terjadi setelah adanya disku-
si dengan Mr. Kasman Singodimedjo yang memberi catatan, bahwa
yang dimaksud “Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Allah Yang Maha
Tunggal” adalah “Tauhid” 12.
Setelah urusan kenegaraan dianggap selesai, maka Ki Bagus Had-
ikusuma berusaha menyusun konsep ideologi Muhammadiyah secara
lebih sistematik, yaitu Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadi-
yah. Menurut M. Djindar Tamimy, perumusan itu sudah dimulai se-
jak tahun 1945 dari pokok-pokok pikiran K.H. Ahmad Dahlan yang
menjadi dasar amal usaha dan perjuangan beliau dalam wadah pers-
yarikatan Muhammadiyah. Rumusan konsep Muqaddimah dimaksud
kemudian dibahas dalam Muktamar Darurat tahun 1946 di Yogyakar-

11
Yusuf, dkk., Cita dan Citra Muhammadiyah, (Jakarta: Pustaka Panjimas
1985), hlm. 45
12
MT Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya), 1987, hlm. 103

[ 195 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

ta. Setelah Muhammadiyah berumur 38 tahun, dalam Muktamar ke-31


tahun 1950 Muqaddimah tersebut kembali dibahas dan diterima serta
disahkan setelah disempurnakan oleh tim penyempurna redaksional
yang dibentuk pada sidang Tanwir tahun 1951. Adapun anggota Tim
Penyempurna terdiri dari: HAMKA, Mr. Kasman Singodimedjo, KH.
Farid Ma’ruf dan Zein Djambek.
Beliau juga merevisi maksud dan tujuan Muhammadiyah yang
cukup mendasar. Maksud pendirian Muhammadiyah direvisi men-
jadi: “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam”, sedang Tujuan
Muhammadiyah direvisi menjadi: “Merealisasikan terwujudnya mas-
yarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Rumusan tujuan Muhammadiyah
tersebut merupakan rumusan untuk pertama kalinya disusun sebagai
padanan atau bentuk aktualisasi dari konsep “baldatun thayyibatun wa
Rabbun ghafur”.
Inisiatif untuk merumuskan Muqaddimah Anggaran Dasar Mu-
hammadiyah dilakukan oleh Ki Bagus Hadikusumo, yang didasarkan
pada beberapa pertimbangan spesifik konteksnya, antara lain sebagai
berikut:
1. Belum adanya kepastian rumusan formil tentang cita-cita dan
dasar perjuangan Muhammadiyah. K.H. Ahmad Dahlan mem-
bangun Muhammadiyah bukan didasarkan pada teori yang ter-
lebih dahulu dirumuskan secara ilmiyah dan sistematis. Akan
tetapi apa yang telah diresapinya dari pemahaman agama yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits beliau segera mewujud-
kannya dalam amalan yang nyata. Oleh karena itu menurut M.
Djindar Tamimy, K.H. Ahmad Dahlan lebih tepat dikatakan se-
bagai seorang ulama yang praktis, bukan ulama teoritis. Tetapi
mungkin juga, Muhammadiyah yang kita lihat besar seperti se-
karang ini tidak akan terwujud bila K.H. Ahmad Dahlan han-
ya sibuk merumuskan dan bergelut dengan teori, karena tidak
akan cukup waktu untuk menciptakan iklim sosial yang mung-
kin bagi tumbuh berkembangnya Muhammadiyah. Dakwah dan

[ 196 ]
Ideologi Muhammadiyah

pendidikan serta orientasi baru dalam aplikasi nilai-nilai Islam


yang dilakukan beliau terhadap murid-murid dan masyarakat-
nya sudah luar biasa untuk menjadi dasar bagi pergerakan per-
syarikatan Muhammadiyah yang ia dirikan dalam melakukan
kerja-kerja besar Amal Usaha Muhammadiyah kemudian. Pada
awal perjuangan Muhammadiyah, torehan serupa itu relatif
memberikan ruang penghayatan yang mendalam bagi anggota
persyarikatan Muhammadiyah ataupun orang luar yang berusa-
ha memahaminya. Akan tetapi seiring dengan bergulirnya wak-
tu, serentak Muhammadiyah semakin luas berkembang serta
bertambah banyak anggota dan simpatisannya yang mengakibat-
kan semakin jauh mereka dari sumber gagasan. Karena itu wa-
jar apabila terjadi kekaburan penghayatan terhadap dasar-dasar
pokok yang menjadi daya pendorong K.H. Ahmad Dahlan dalam
menggerakkan persyarikatan Muhammadiyah.
2. Kehidupan rohani keluarga Muhammadiyah menampakkan ge-
jala menurun, akibat terlalu berat mengejar kehidupan duniawi.
Perkembangan masyarakat terus maju, ilmu pengetahuan dan te-
knologi tidak henti-hentinya menyajikan hal-hal yang membuat
manusia kaget dan mencengangkan, membuat dunia semak-
in ciut dan sempit; pengaruh budaya secara timbal-balik terja-
di dengan lancarnya antara satu negara dengan negara lainnya
baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif. Keadaan
yang serupa itu tidak terkecuali mengenai masyarakat Indonesia.
Tersebab adanya perkembangan zaman serupa itu yang seluruh-
nya hampir dapat dinyatakan mengarah kepada kehidupan dun-
iawi dan sedikit sekali yang mengarah kepada peningkatan ke-
bahagiaan rohani, menyebabkan masyarakat Indonesia termasuk
di dalamnya keluarga Muhammadiyah terpukau oleh gemerlap
dan kemewahan duniawi.
3. Makin kuatnya berbagai pengaruh dari luar yang langsung atau
tidak berhadapan dengan faham dan keyakinan Muhammadi-

[ 197 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

yah. Seiring dengan perkembangan zaman yang membawa


berbagai perubahan dalam masyarakat, maka tidak ketinggalan
pengaruh cara-cara berfikir, sikap hidup atau pandangan hidup
masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Selain banyak
yang bermanfaat, tak sedikit yang dapat merusak keyakinan dan
faham Muhammadiyah.
4. Dorongan disusunnya preambul UUD 1945 sesaat menjelang
proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, tokoh-tokoh pergerakan bangsa Indonesia dihim-
pun oleh pemerintah Jepang dalam wadah “Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (BPUPKI), yang tu-
gasnya antara lain mempelajari Negara Indonesia Merdeka. Dan
di antara hal yang penting adalah terumuskannya “Piagam Ja-
karta” yang kelak dijadikan “Pembukaan UUD 1945” setelah di-
adakan beberapa perubahan dan penyempurnaan di dalamnya.
Pada saat merumuskan materi tersebut, para pimpinan perger-
akan bangsa Indonesia benar-benar memusyawarahkan secara
matang dengan disertai debat yang seru antara satu dengan yang
lain, yang ditempuh demi mencari kebenaran. Pengalaman ini di-
alami sendiri oleh Ki Bagus Hadikusumo yang kebetulan terlibat
di dalamnya karena termasuk sebagai anggota BPUPKI. Beliau
merasakan betapa pentingnya rumusan Piagam Jakarta, sebab
piagam ini akan memberikan gambaran kepada dunia luar atau
kepada siapapun tentang cita-cita dasar, pandangan hidup ser-
ta tujuan luhur bangsa Indonesia bernegara. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pada saat periode Ki Bagus Hadikus-
umo, adanya “Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah”
benar-benar sudah sangat diperlukan karena adanya beberapa
alasan dan kenyataan tersebut.

Adapun pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Muqad-


dimah Anggaran Dasar itu meliputi:

[ 198 ]
Ideologi Muhammadiyah

1. Surat Al-Fatihah
2. Pernyataan diri atau Ikrar: Radhlitu billahi rabba
3. Diktum matan/materi Muqaddimah Anggaran Dasar Muham-
madiyah, sebagai berikut:

Pertama : Hidup manusia harus bertauhid, yaitu mengesakan Allah


SWT., bertuhan dan beribadah serta patuh hanya kepada
Allah SWT. semata.
Kedua : Hidup manusia bermasyarakat.
Ketiga : Hanya Islam satu-satunya ajaran hidup yang dapat dijadi-
kan sendi pembentuk pribadi utama dan pengatur ketert-
iban hidup bersama (bermasyarakat) menuju hidup baha-
gia sejahtera yang hakiki dunia dan akhirat.
Keempat: Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk
mewujudkan masyarakat utama, adil dan makmur yang
diridlai Allah subhanahu wa ta’ala adalah wajib, sebagai
ibadah kepada Allah SWT., dan berbuat ihsan kepada ses-
ama manusia.
Kelima : Perjuangan menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam hanyalah akan berhasil bila mengikuti jejak (ittiba’)
pada perjuangan Muhammad SAW.
Keenam : Perjuangan mewujudkan pokok-pokok pikiran seperti di
atas hanya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
dan akan berhasil bila dilakukan dengan melalui organisasi.
Ketujuh : Seluruh perjuangan diarahkan kepada tercapainya
tujuan Muhammadiyah, yaitu terwujudnya masyarakat
utama, adil dan makmur yang diridlai oleh Allah SWT.

Paham Islam Muhammadiyah


Menurut Muhammadiyah, Agama Islam, - sebagaimana telah di-
jelaskan - adalah “apa yang diturunkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan
apa yang dihadirkan oleh Nabi Muhammad dalam Sunnah shahihah,

[ 199 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

yang terdiri dari perintah-perintah, larangan-larangan dan petunjuk-­


petunjuk, untuk kebaikan (hidup) manusia di dunia dan akhirat”.13 Dari
pengertian di atas, maka yang difahami, diyakini, dan diamalkan ser-
ta perjuangkan oleh Muhammadiyah adalah ajaran agama Islam yang
berdasarkan Al-Qur’an dan al-Hadits (Sunnah Rasulullah SAW.). Islam
murni yang bebas dari takhayul dan khurafat (keyakinan syirik yang
merusak akidah tauhid), serta bidah, (amalan baru dalam kalangan Is-
lam yang tidak ada perintah atau contoh dari Nabi Muhammad SAW.
yang menyebabkan rusaknya ibadah seseorang). Agar umat Islam mem-
peroleh kebaikan dan keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Sementara Ijtihad, Qiyash dan Ijma’ Shahabat/ Ulama’ tidak dijadi-
kan dasar atau pedoman beragama dalam Islam, tetapi hanya sebagai
cara untuk memahami ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah, sebagaimana perintah Allah dalam Surat Ali Imran ayat 32
di atas. Muhammadiyah tidak membawakan ajaran baru, bukan pula
ajaran K.H. Ahmad Dahlan, tetapi semata-mata hanya meneruskan aja-
ran Islam yang telah dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW. dengan
pendekatan tajdid (pembaruan yang selaras dengan misi Islam), dalam
berbagai bidang kehidupan. Jadi salah besar kalau ada orang atau kelom-
pok yang mengatakan bahwa Muhammadiyah itu aliran sesat.
Sebagaimana rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup
Muhammadiyah (MKCH), Muhammadiyah bekerja untuk terlaksan-
anya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:

1. Akidah
Akidah yaitu ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan. Formu-
lasi akidah dalam Muhammadiyah merujuk langsung kepada al-Qur’an
dan Sunnah, karena hanya berpegang kepada kedua itulah maka Islam
dapat berkembang secara dinamis. Muhammadiyah bekerja demi tegakn-

13
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih
Muhammadiyah, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah 2011), h. 276

[ 200 ]
Ideologi Muhammadiyah

ya akidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bidah


dan khurafat tanpa mengabaikan prinsip toleransi dalam Islam.

2. Akhlak
Ajaran yang berhubungan dengan pembinaan sikap mental. Imam
al-Ghazali memandang akhlak sebagai sifat yang tertanam di dalam
jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa
perlu pemikiran dan pertimbangan. Dalam pandangan Islam, segala
sesuatu dinilai baik ataupun buruk, terpuji ataupun tercela, parame-
ternya adalah al-Qur’an dan Sunnah. Akhlak Islam mencakup akhlak
pribadi, akhlak dalam keluarga, dalam masyarakat, akhlak bernegara,
dan akhlak dalam beragama. Muhammadiyah dalam bidang akhlak
ini bekerja demi tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Muhammadiyah dalam
masalah akhlak ini tidak merujuk kepada nilai-nilai ciptaan manu-
sia, karena biasanya nilai-nilai ciptaan manusia itu mengarah kepada
kerusakan.

3. Ibadah
Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
dengan cara menjalankan segala perintah-perintahNya dan menjau-
hi segala larangan-laranganNya serta menjalankan segala yang diiz-
inkanNya. Ibadah dibagi menjadi dua yaitu; ibadah umum atau ghoiru
mahdlah dan ibadah khusus atau mahdlah. Ibadah umum atau ghoiru
mahdlah adalah segala perbuatan baik yang di izinkan Allah SWT. dan
diniatkan karena Allah Ibadah khusus atau mahdlah ibadah yang tata-
cara dan aturannya sudah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.

4. Mu’amalah Dunyawiyah
Mua’malah Dunyawiyah: Aspek kemasyarakatan yang meng-
atur pegaulan hidup manusia di atas bumi ini, baik tentang harta
benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara
dan lain sebagainya. Di dalam prinsip-prinsip Majelis Tarjih poin 14

[ 201 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

disebutkan “Dalam hal-hal termasuk Al-­Umurud Dunyawiyah yang


tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal sangat diperlu-
kan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah yang terpent-
ing antara lain: Menganut prinsip mubah. Harus dilakukan dengan
saling rela artinya tidak ada yang dipaksa. Harus saling menguntung-
kan. Artinya mu’amalah dilakukan untuk menarik mamfaat dan me-
nolak kemudharatan.

Perbandingan Ideologi Muhammadiyah dengan Ideologi


Gerakan Islam lainnya
Dari pandangan Islam yang berkemajuan itu, maka dapat dili-
hat perbedaan orientasi atau perspektif Muhammadiyah dengan
gerakan-gerakan Islam lainnya yang cenderung ekstrim, Pertama
Muhammadiyah berbeda dengan pandangan Islam yang serba lib-
eral dan melakukan dekonstruksi (pembongkaran secara kritis)
atas ajaran-ajaran Islam sehingga serba relative seperti dilakukan
oleh kelompok atau pandangan Liberal. Kedua, Muhammadiyah
juga berbeda dari pandangan dan gerakan Islam yang cenderung
radikal-konservatif atau radikal-fundamentalis seperti Salafi, Wah-
habi, Tarbiyah/ Ikhwanul Muslimin, Taliban, Jama’ah Tabligh, Islam
Jama’ah, Jama’ah Islamiyah, Hizbut Tahrir, Majelis Mujahidin, Ansha-
rut Tauhid, Islam Tradisional, Majelis Tafsir Al-Qur’an dan kelompok
Syi’ah. Muhammadiyah lebih berbeda dan berseberangan karakter
dengan partai-partai politik Islam, termasuk dengan partai dakwah
apapun, karena organisasi tersebut selain memiliki ideologi sendiri
juga semuanya berjuang di jalur politik praktis 14 •

14
Nashir, Memahami Ideologi Muhammadiyah, (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah 2014), hlm. 57–58.

[ 202 ]
10
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah
Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi

Pendahuluan
Gerakan sosial Muhammadiyah telah menetapkan prinsip bah-
wa setiap Islam harus menjalin persaudaraan dan kebaikan sesama
serta menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan pada prinsip
menjunjung tinggi nilai kehormatan manusia.
Ketika pertama kali didirikan tahun 1912, Muhammadiyah ada-
lah sebuah gerakan sosial keagamaan yang tidak hanya terilhami oleh
kenyataan tidak murninya praktik ajaran Islam di tanah air. Di luar
persoalan ini, sebenarnya Muhammadiyah juga lahir karena terdapat
kondisi sosial yang sangat timpang. Dualisme pendidikan contohnya.
Pendidikan Belanda yang sekuler untuk kaum priyayi dan anak-anak
Belanda dan pendidikan pesantren yang sangat tradisonal untuk pen-
duduk pribumi dan rakyat jelata. Di sinilah akan nampak dipermu-
kaan ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat, dan di sini pula
Muhammadiyah akan muncul dipermukaan sebagai penyeimbang
dan pemberi solusi menghadapi ketimpangan tersebut.

[ 203 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Tafsir sosial yang dilakukan Ahmad Dahlan atas semua persoa-


lan pada masanya sangat lugas. Penerjemahan teks-teks Al-Qur’an ke
dalam praksis sosial dilakukan oleh Ahmad Dahlan dengan sangat
dinamis dan visioner. Hal ini disebabkan karena Ahmad Dahlan tidak
banyak berteori, sehingga sementara pengamat menggolongkannya
sebagai man of action dan bukan man of thought. Sampai batas-batas
tertentu, ungkapan ini tentu ada benarnya.
Secara lebih mendasar apa yang dilakukannya bukan berarti
tanpa refleksi kritis dan mendalam terhadap kondisi yang dihada-
pi. Refleksi kritis terhadap realitas sosial yang terjadi dan kemudian
mencarikan solusi yang tepat untuk mengentaskannya, inilah yang
belakangan menjadi sebuah semangat baru dalam ilmu sosial. Seh-
ingga teori sosial kritis yang belakangan ini banyak diintrodusir, di-
anggap perlu dipertimbangkan sebagai sebuah pendekatan baru da-
lam metode tafsir sosial Muhammadiyah perspektif budaya.
Muhammadiyah mengambil posisi pada domain sosial yang
sangat universal. Penerjemahan teks-teks Al-Qur’an menjadi praksis
sosial yang memihak merupakan sebuah ciri penting Muhammadi-
yah masa awal. Tidak seorangpun yang bisa mengingkari kenyataan
bahwa Muhammadiyah lahir pada pemihakan yang luar biasa terh-
adap realitas sosial yang terwujud dalam kemiskinan, ketertindasan,
kurang atau rendahnya pendidikan.
Selama bertahun-tahun lamanya semangat ini menjadi spirit utama
gerakan Muhammadiyah, sehingga kehadiran Muhammadiyah sebagai
sebuah mesin yang mampu melakukan transformasi sosial mendapat-
kan apresiasi yang luar biasa dari berbagai kalangan. Kuntowijoyo bah-
kan meyakini bahwa sulit dibayangkan akan lahir kelas-kelas sosial baru
dalam masyarakat Indonesia, jika Muhammadiyah tidak hadir dengan
menawarkan modernisasi sistem pendidikan di Indonesia yang dualistik.
Yang dengan tanpanya justru akan melanggengkan ketimpanggan sosial.1

1
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interprestasi untuk Aksi, (Bandung:
Mizan, 1991), hlm. 338.

[ 204 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

1. Nilai-nilai dan Ajaran Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah


Surat Al-Qur’an yang menjadi landasan bagi gerakan sosial kema-
nusiaan Muhammadiyah adalah al-Ma’un, kata ini diambil dari istilah
pada ayat terakhir “wa yamna’uunal maa’un”. Walaupun surat ini dikat-
egorikan surat pendek, tapi maknanya begitu dalam dan luar biasa.
Ayat ini didahului dengan pertanyaan Allah, namun jika kita perhati-
kan dengan seksama ternyata Allah juga yang menjawabnya. Ibnu Kat-
sir dalam tafsirnya menerangkan, bahwa ayat ini harus menjadi perha-
tian besar bagi yang membacanya. Tidak cukup hanya dibaca, namun
harus di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Al-ma’un dibuka dengan sebuah pertanyaan lebih tepatnya
“sindiran”. Tahukah engkau dengan para pendusta agama? Frase
yang digunakan oleh Al-Qur’an terasa sangat menohok, ”Pendusta
Agama”. Kita tentu akan penasaran siapakah mereka yang dihardik
oleh Al-Qur’an dengan ungkapan “pendusta agama” itu?
Ayat kedua dan ketiga memberikan penjelasan. Pertama, orang
yang menghardik anak yatim. Kedua, menolak memberi makan
orang miskin. Prof. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar-nya menjelaskan
yadu’u artinya ‘menolak’. Kata menolak, menurut Hamka bermakna
membayangkan kebencian yang sangat. Artinya jika seseorang mera-
sa benci dengan anak yatim karena status yatimnya, berarti dia men-
dustakan agama. Sebabnya ialah rasa sombong dan rasa bakhil.
Islam adalah agama yang sangat menghargai kesetaraan egaliter-
isme, Islam menolak stratifikasi dan diferensiasi sosial-ekonomis yang
berarti meminggirkan orang miskin dan anak yatim dalam sistem sosial
yang bertingkat. Anak yatim adalah mereka yang malang, tidak mampu
mengelak dari takdir bahwa kasih sayang yang didapat akan berkurang,
disebabkan oleh ayah ibu mereka telah tiada. Menghardik anak yatim
adalah refleksi kesombongan diri, merasa diri lebih baik, dan Allah me-
nolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil
seperti kata Hamka patut di beri julukan “pendusta agama”.

[ 205 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Ini menunjukkan pula, bahwa Islam memiliki visi kemanusiaan.


Dan visi ini harus diterjemahkan ke dalam amal nyata dan kehidupan
sehari-hari, dengan memberi makan orang miskin yang memerlukan.
Namun bagi mereka yang kurang mampu bisa turut serta mendapat-
kan keutamaan dari Allah SWT, dengan cara menganjurkan kepada
orang yang mampu, untuk menafkahkan sebagian rizkinya yang di-
miliki kepada yang berhak menerimanya.
Orang-orang yang mendustakan agama selalu enggan untuk berb-
agi, sebab rasa belas kasih dan cinta sesama seakan sudah lenyap dari
kehidupannya. Menolak memberi pertolongan, membiarkan orang
lain dalam kesusahan, melawan hakikat kemanusiaan, adalah simbol
kebohongan dan kepalsuan. Sementara menolak memberi bantuan
adalah simbol individualism daan kezaliman. Dua-duanya adalah refl-
eksi pendusta-pendusta agama. Sayyid Quthb dalam tafsirnya fi dzilalil
Qur’an menyebut bahwa al-Ma’un melambangkan pertemuan dimensi
sosial dan ritual agama, ini menunjukkan bahwa agama pada hakikat-
nya bersifat transformatif, mewujud ke seluruh sel-­sel kehidupan nyata.
KH. Ahmad Dahlan dalam setiap kesempatan selalu mengajak
murid-muridnya,” carilah anak-anak yatim, bawa mereka pulang ke
rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makanan
dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak, untuk
itu pelajaran ini kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perin-
tahkan kepada kalian “Inilah teologi al-Ma’un, landasan bagi gerakan
sosial Islam. Dan dimensinya yang universal menembus batas organ-
isasi massa, bahkan menembus batas-batas agama.

2. Model Gerakan Sosial Kemanusiaan Muhammadiyah


Muhammadiyah adalah institusi dengan konsep teologi al-­Ma’unnya
diharapkan peduli pada kaum yang termarginalkan dalam mengikis prob-
lematika sosial. Muhammadiyah dalam praktisi sosial dengan pemihakan
terhadap kaum mustadafin, duafa, miskin, dan anak yatim, mengilhami
Muhammadiyah untuk mendirikan Perguruan Tinggi, Sekolah, Rumah
Sakit, Panti Asuhan dan tempat-tempat sosial lainnya.

[ 206 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

Keinginan Muhammadiyah untuk menghadirkan pelayanan kes-


ehatan bagi saudara-saudaranya di daerah yang terpencil, di Maluku
dan Papua misalnya akan terwujud. Bertepatan dengan pembukaan
Tanwir Muhammadiyah di Ambon Tanggal 24 Maret 2017, secara
resmi Klinik Apung Said Tuhuleley diresmikan pemakaiannya oleh
Presiden Joko Widodo.
Klinik Apung Said Tuhuleley merupakan fasilitas kesehatan yang
dibangun dengan basis kapal yacht dengan diameter 15.5 meter x 3.5
meter x 5 meter berbahan dasar fiberglass dengan berat 8 ton. Kapal
ini dibangun di galangan Young Marine selama empat bulan dengan
biaya 2 miliar. Seluruh biaya berasal dari muzakki melalui Lazismu.
Dengan diresmikannya Perahu Apung ini, diharapkan pelayanan kes-
ehatan di daerah Maluku dan apua bisa dirasakan oleh mereka yang
membutuhkannya, terutama kalangan yang tidak mampu.
Kemiskinan terjadi akibat kemungkaran dan dosa sosial akut. Ia
bukan masalah individu, tetapi masalah bersama yang harus dicari
jalan keluarnya pun secara bersama. Dalam kontek ini Muhammadi-
yah dapat memainkan peran dan fungsi strategisnya, dengan mem-
beri sumbangsih nyata terhadap masyarakat.

3. Perbandingan Efektivitas Dakwah Mimbar dengan Dakwah


Institusional
Islam adalah agama dakwah yang berisi tentang petunjuk-­
petunjuk agar manusia secara individual menjadi manusia yang be-
radab, berkualitas dan selalu berbuat baik sehingga mampu mem-
bangun sebuah peradaban yang maju untuk menjadi sebuah tatanan
kehidupan yang adil. Sebuah tatanan yang manusiawi dalam arti ke-
hidupan yang adil, maju, bebas dari ancaman, penindasan dan berb-
agai kekhawatiran.2

2
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: kencana, 2004), hlm. 1

[ 207 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

a. Dakwah Mimbar
Sudah sejak abad yang lampau istilah dakwah dalam agama dikenal
sebagai media strategis penyampaian paham keislaman, hingga terse-
butlah bahwa Islam adalah agama dakwah sehingga saat ini istilah dak-
wah sudah sangat dikenal dikalangan masyarakat baik muslim ataupun
non muslim. Pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi Ima-
ni yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman,
dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk
memengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap, dan bertindak.3
Namun demikian yang sering kita jumpai sekarang bahwa istilah
dakwah oleh kebanyakan orang diartikan hanya sebatas pengajian,
ceramah, khutbah atau mimbar (karena dilakukan dari mimbar ke
mimbar) seperti halnya yang dilakukan oleh para mubaligh, ustadz,
atau khattib. Dakwah atau yang kita sebut sebagai dakwah mimbar
sering diartikan sebagai sekedar ceramah dalam arti sempit sehing-
ga dampak dan pengaruhnya juga hanya pada kalangan komunitas
masyarakat setempat atau daerah sekitarnya saja tidak menjangkau
lapisan masyarakat yang lebih luas lagi.
Dakwah mimbar berupa ceramah lebih banyak diwarnai oleh kar-
akteristik penceramahnya dalam suatu aktivitas dakwah. Pelaksanaan
dakwah mimbar sebagai salah satu metode paling banyak digunakan
oleh instansi pemerintah maupun swasta, di antaranya melalui radio,
televisi, media-media online maupun dakwah secara langsung.
Dakwah mimbar bisa sangat efektif dan efisien apabila;
1. Objek atau sasaran dakwah berjumlah banyak;
2. Penceramah adalah orang yang ahli berceramah dan berbicara;
3. Sebagai syarat dan rukun Ibadah (seperti pada shalat Jum’at);
4. Metode yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi
objek dakwah.

3
Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual (Jakarta: Gema Insani Press, 1998),
hlm. 68–69.

[ 208 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

Untuk membentuk kondisi umat Islam yang baik, baik secara in-
dividu maupun komunitas masyarakat yang lebih luas, maka aktiv-
itas dakwah dituntut untuk menggunakan metode berdakwah yang
tepat dan efektif, oleh karenanya diperlukan strategi dan metode
dakwah yang sistematis terencana, terarah, dan tak ketinggalan tere-
valuasi dari kegiatan dakwah yang dilakukan, maka saat ini sangat
diperlukan media dakwah yang terorganisir dengan baik berupa in-
stitusi-institusi dakwah.

b. Dakwah Institusional
Tentunya dakwah mimbar lebih dulu dikenal di masyarakat luas
karena dilakukan dari mimbar-ke mimbar seperti mimbar khutbah
jumat, sebelum dikenal dakwah yang lebih sistematis, terarah dan
terencana sebagaimana dilakukan oleh organisasi-­organisasi dakwah
kontemporer. Dahulu dakwah dilakukan lebih banyak secara indi-
vidual oleh para da’i muballigh dan muballighah. lembaga dakwah
di antaranya seperti Persyarikatan Muhammadiyah, Nahdlatul Ula-
ma dan organisasi dakwah lainnya kemudian berdiri sebagai sebuah
lembaga dakwah institusional modern. Namun kesadaran kolektif
masyarakat pada organisasi-organisasi dakwah tersebut dirasakan
sangat memprihatinkan karena minimnya akses informasi ditambah
keengganan untuk berorganisasi disebabkan padatnya kesibukan-­
kesibukan untuk memenuhi hajat hidup. Majelis-majelis taklim atau
lembaga-lembaga dakwah kurang diminati oleh masyarakat umum-
nya pada dekade tahun 90-an, karena kurangnya kesadaran kolektif
dalam berdakwah.
Fenomena yang menarik pada dasawarsa terakhir ini seiring
dengan berjalannya waktu dan iptek yang berkembang dengan pesat-
nya ditandai dengan hadirnya media-media elektronik, seperti kom-
puter, handphone, android, dan internet/media online, hampir tidak
ada jarak untuk berkomunikasi bagi manusia satu dengan manusia
yang lainnya, organisasi-organisasi dakwah institusional belakangan

[ 209 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

ini menjadi sebuah kesadaran kolektif menampakkan eksistensinya


di masyarakat. Contoh kasus salah satunya adalah majelis taklim. Ma-
jelis taklim merupakan organisasi dakwah yang sedang tumbuh dan
berkembang di Indonesia, hal ini terjadi bukan hanya kesadaran kol-
ektif umat Islam tentang pentingnya mempelajari ilmu agama dalam
kehidupan sehari-hari yang dilakukan secara terorganisir, teratur,
dan sistemik, lebih dari itu, majelis taklim telah menjadi suatu wadah
yang dapat membina keakraban di antara sesama jama’ahnya, kemu-
dian kesadaran kolektif ini biasa disebut di kalangan Muhammadiyah
sebagai komunitas/jama’ah, dakwah komunitas/dakwah jama’ah.
Komunitas atau jama’ah dalam kehidupan masyarakat Indonesia
baik di perkotaan dan di pedesaan maupun kawasan lain berkembang pe-
sat dan dinamis seiring dengan perkembangan zaman yang menjadi hu-
kum kehidupan. Komunitas (jamaah) sebagai kelompok-kelompok sosial
umum yang memiliki identitas heterogen maupun kelompok-kelompok
sosial khusus yang memiliki identitas yang homogen dalam masyarakat di
berbagai struktur dan lingkungan kehidupan merupakan sasaran dakwah
yang harus menjadi perhatian Muhammadiyah dalam sistem gerakannya,
terutama ketika gerakan Islam ini memasuki abad kedua.
Melalui dakwah komunitas sebagai pengembangan model dak-
wah pencerahan yang berbasis gerakan jama’ah maka seluruh usaha,
program, dan aktivitas Muhammadiyah dalam berbagai aspeknya
sebagai salah satu gerakan dakwah institusional dapat membawa pe-
rubahan yang bersifat membebaskan, memberdayakan, dan memaju-
kan kehidupan umat manusia keseluruhan sebagai wujud aktualisasi
misi dakwah dan tajdid yang menyebarkan risalah rahmatan lil-‘alamin.

 ilihan Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi sebagai Strategi


P
Kebudayaan
Persyarikatan Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam
Amar Makruf Nahi Mungkar menyadari sepenuhnya bahwa negara
Indonesia merupakan tempat menjalankan misi dakwah dan tajdid

[ 210 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-­benarnya. Karena


sebagaimana terkandung dalam butir ke lima Matan dan keyakinan
Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) tahun 1969, “Muham-
madiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia untuk bersa-
ma-sama membangun suatu negara yang adil makmur yang diridhai
Allah SWT.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam mengemban misi dak-
wah dan tajdid mampu bertahan dan berkiprah satu abad lebih antara
lain karena bergerak aktif dalam membangun masyarakat di basis
jama’ah atau komunitas. Keberadaan Muhammadiyah di ranah ko-
munitas (jama’ah) menjadi kuat karena membawa misi dakwah dan
tajdid yang menyebarluaskan usaha-usaha kemajuan yang dirasakan
langsung masyarakat.
Persyarikatan Muhammadiyah yang dalam pergerakannya
memiliki corak dasar sebagai pijakan untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan yaitu “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam se-
hingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, corak dasar
itu antara lain meliputi Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi, inilah
yang kemudian dikenalkan sebagai “Tiga Pilar Dakwah Muhammadi-
yah”, tanpa ketiga pilar ini Muhammadiyah sulit untuk mencapai tu-
juan yang dicita-­citakannya.
Pilar Pertama, yaitu pendidkan. Pendidikan menurut Tanfidz
Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih XXVIII, Palembang dikata-
kan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi manusia se-
jak lahir menuju terbentuknya manusia seutuhnya yaitu mempunyai
kepribadian paripurna. Manusia lahir dalam keadaan lemah tetapi
membawa potensi-potensi kemanusiaan sesuai arah pendidikan. Da-
lam Islam dapat dikatakan bahwa potensi-potensi tersebut meliputi
potensi tauhidiyyah, ‘abdiyyah, khalifiyyah, ‘aqliyyah dan jasadiyyah, yang
selanjutnya akan menjadi kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan yang
harus dipenuhi melalui proses pendidikan.

[ 211 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Pilar kedua, yaitu kesehatan, kesehatan merupakan factor yang


amat penting dalam menunjang setiap aktivitas hidup dan kehidu-
pan, tidak terkecuali bagi keberlangsungan dakwah yang merupakan
bagian dari aktivitas hidup dan kehidupan tersebut. Hidup sehat
mutlak diperlukan karena kesehatan termasuk salah satu unsur agar
manusia dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Sebagaimana fir-
man Allah SWT. dalam surat al-Qashash (28): 77
َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َّ ُ َّ َ َ َ َْ
‫خرة ول ت َنس ن َ ِصيبك‬ ِ ‫َوابتغِ فِيما َآتاك الل َادلار َ ال‬
َ َ ُ َّ ‫ح َس َن‬ ْ ‫حسن ك َما أ‬ ْ ‫ادلنْ َيا َوأ‬
ِ‫الل ْ إِلْك َول تبْغ‬ ِ َ ْ
ُّ ‫م َِن‬
َ ‫س ِد‬
‫ين‬
ْ
ِ ‫ب ال ُمف‬ ُّ ِ‫الل َل ُي‬
َ َّ ‫اد ف ال ْر ِض إ َّن‬ َ َ َْ
ِ ِ ‫الفس‬
Dan Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (ke-
bahagiaan) kampung akhirat dan janganlah kamu melupakan kebaha-
giaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah sebagaima-
na Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di bumi. Karena sesungguhnya allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan (QS. Al-Qashash: 77).

Sehat adalah suatu keadaan seimbang antara jiwa dan raga,


jasmani dan rohani, sosial serta bebas dari penyakit, kelemahan
maupun cacat. Sehat jiwa raga adalah suatu keadaan alat-alat tubuh
yang berfungsi secara baik sehingga seseorang dapat melaksanakan
semua kegiatan tanpa hambatan. Dalam hal ini seorang kader harus
benar-benar dan dituntut dalam kondisi sehat jasmani dan rohani
dalam setiap kegiatan dakwahnya.
Pilar ketiga, yaitu ekonomi, kekurangan dari segi ekonomi (kemi-
skinan) juga dapat mengakibatkan menurunnya kualitas iman. Dalam
hal ini nabi menuntunkan agar dihindarkan dari kefakiran yang akan

َ ُ ْ ُ ََ ْ َ ْ َ ْ ُ ْ َ َ ُ ْ ُ َ ّ َّ ُ َّ
dapat menjerumuskan kepada kekafiran. Sebagaimana sabda Nabi SAW:

‫ وأعوذ بِك‬،‫للهم إ ِ ِن أعو ْذ بِك مِن الكف ِر والفق ِر‬


ْ ‫م ِْن َع َذاب ال َق‬
‫ب‬
ِ ِ
[ 212 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kekufuran


dan kefakiran. Aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur (HR. Abu
Dawud 4/324, Ahmad 5/42).

Secara sosial kekurangan dari segi ekonomi juga dapat mendorong


orang kurang mempertimbangkan nilai-nilai moral dan agama
dalam memilih pekerjaan dan kegiatan-kegiatannya. Pertimbangan
ekonomi dalam aktivitas dakwah sangatlah penting sebagai penopang
keberlangsungan dan keberhasilan dakwah Muhammadiyah. Penopang
dakwah Muhammadiyah tersebut diwujudkan dalam bentuk berdirinya
Amal Usaha. Pada prinsipnya berdirinya Amal Usaha Muhammadiyah
adalah dalam rangka dakwah amar makruf dan nahi mungkar menuju
tujuannya yaitu terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Hingga kini, sudah banyak berdirinya Amal Usaha Muhammadiyah.

No Jenis Amal Usaha Jumlah


1 TK/TPQ 4.623
2 Sekolah Dasar (SD)/MI 2.604
3 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs 1.772
4 Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA 1.143
5 Pondok Pesantren 67
6 Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah 172
7 Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll 457
8 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll. 318
9 Panti jompo * 54
10 Rehabilitasi Cacat * 82
11 Sekolah Luar Biasa (SLB) * 71
12 Masjid * 6.118
13 Musholla * 5.080
14 Tanah * 20.945.504 M
Sumber: http://www.muhammadiyah.or.id

[ 213 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Sayang, tidak ada data pasti berapa jumlah BTM (Baitul Tamwil
Muhammadiyah), Minimarket, dan unit-unit usaha ekonomi yang di-
miliki Muhammadiyah. Tentu untuk mengejawantahkan hal di atas,
dapat dilihat bagaimana fokus Persyarikatan Muhammadiyah pada 3
pilar sebagai berikut:

1. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pendidikan


Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesem-
patan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan dalam
mengembangkan potensi manusia hingga optimal untuk menjadikann-
ya insan pembangunan yang berkualitas. Pemerataan kesempatan pen-
didikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 Tahun dan di be-
berapa kota besar di Indonesia bahkan sudah melaksanakan program
wajib belajar 12 tahun. Ini dilakukan karena penduduk miskin/ kurang
mampu akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidi-
kan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang
berusia 7 – 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.4 Konsekuensi
dari amanat undang-undang tersebut maka pemerintah wajib mem-
berikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat
pendidikan dasar sampai pendidikan menengah atas.
Dalam Islam, Allah SWT dan Rasulnya memiliki perhatian besar
kepada Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan. Islam sangat menekankan
umatnya untuk terus menuntut ilmu. Dalam Al-Qur’an dan al- Hadist
Allah dan Rasulullah menegaskan keutamaan, kemuliaan, dan ket-
inggian derajat orang yang berilmu.
Allah SWT berfirman di dalam surat Ali Imran: QS. Ali Imron
Ayat 18

4
Depdiknas, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Jakarta: Balitbang Pusat Data dan Informasi, 2004), hlm. 10.

[ 214 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

ْ ْ ُ ُ َ ُ َ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ٰ َ َ ُ َّ َ ُ َّ َ َ
‫ل هو والْملئِكة ْ وأولو ال ِعل ِم‬ َّ ِ ‫الل أنه ل َ إِل َه إ‬
ْ ‫ش ِهد‬
ُ ‫الك‬
‫ِيم‬ َ ‫يز‬ ُ ‫قَائ ًما بالقِ ْس ِط ۚ ل إل ٰ َه إل ه َو ال َعز‬
ُ
ِ ِ ِ ِ ِ
Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan
Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malai-
kat dan orang-orang yang berilmu, (juga menyatakan yang demiki-
an itu), tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.5

Ayat pertama yang diturunkan Allah adalah surat al-‘Alaq, di da-


lam ayat itu Allah memerintahkan kita untuk membaca dan belajar.
Allah mengajarkan kita dengan qalam—yang sering kita artikan den-
gan pena. Akan tetapi sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan se-
bagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mentransfer ilmu ke-
pada orang lain. Kata Qalam tidak diletakkan dalam pengertian yang
sempit. Sehingga pada setiap zaman kataqalam dapat memiliki arti
yang lebih banyak.Seperti pada zaman sekarang, komputer dan sega-
la perangkatnya termasuk internet bisa diartikan sebagai penafsiran
kata qalam. Allah SWT berfirman QS. Al-‘Alaq 1-5:

ْ‫ان مِن‬ َ َْ ْ ََ َ َ َ َ َّ َ ّ َ ْ ْ َ ْ
َ َ ْ ‫الن َّ َس‬
ِ َ ‫ خ َّلق‬1ُ ‫الِي ْ َخل ْق‬ َ ُّ
‫اق َرأ بِاس ِم ربِْك‬
َ ‫ اقْ َرأ َو‬2 ‫َعلق‬
‫ الِي علم بِالقل ِم‬3 ‫ك َرم‬ ‫ال‬ ‫ك‬ ‫ب‬ ‫ر‬
َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ َّ َ ٍ
ْ
5 ‫النسان ما لم يعلم‬ ِ ‫ علم‬4
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Mencip-
takan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang mengajar (manusia) den-

5
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Bandung: CV
Penerbit Diponegoro, 2007), Cet. Ke-10, hlm 52.

[ 215 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

gan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.6

Dalam surat al-‘Alaq, Allah SWT memerintahkan kita agar men-


erangkan ilmu. Setelah itu kewajiban kedua adalah mentransfer ilmu
tersebut kepada generasi berikutnya. Dalam hal pendidikan, ada dua
kesimpulan yang dapat kita ambil dari firman Allah SWT tersebut:
yaitu Pertama, kita belajar dan mendapatkan ilmu yang sebanyak-ban-
yaknya. Kedua, berkenaan dengan penelitian yang dalam ayat tersebut
digunakan kata qalam yang dapat kita artikan sebagai alat untuk men-
catat dan meneliti yang nantinya akan menjadi warisan kita kepada
generasi berikutnya.

a. Latar Belakang Pendidikan Muhammadiyah


Ada dua faktor yang melatar belakangi Pendidikan Muham-
madiyah, yaitu faktor Internal dan faktor eksternal.
(1) Faktor Internal
(a) Kelemahan Praktik Ajaran Islam
Kelemahan praktik ajaran Islam dapat dijelaskan melalui:
• Tradisionalisme
Pemahaman tradisionalisme ini ditandai dengan
pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual
Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk
melakukan ijtihad dan pembaharuan dalam bidang
agama. Sikap ajaran tradisional ini terkadang menutup
diri dengan khazanah perkembangan ilmu pengetahuan
modern yang datang dari dunia Barat. Kegagalan dalam
beradaptasi kemudian berdampak berupa penolakan
semua yang perubahan yang berbau Barat, dan
berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah
menjadi pengalaman hidup selama ini.

6
­Ibid, hlm. 597.

[ 216 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

• Sinkretisme
Kemajemukan masyarakat Indonesia, yang terdiri
dari berbagai macam suku, agama dan budaya, secara
tidak langsung telah melahirkan format sinkretisme,
bercampur baurnya budaya lokal dengan ajaran Islam.
Sebagai proses Islamisasi ditengah-tengah budaya
lokal ini tidak dapat terhindari, namun kadang-
kadang menimbulkan persoalan ketika bercampurnya
budaya dan ajaran Islam menyimpang dan tidak dapat
dipertangungjawabkan. Sampai saat ini penyimpangan-
penyimpangan yang menurut kacamata Islam masuk
kategori musyrik masih marak dijumpai ditengah-
tengah masyarakat. Orang melahirkan contohnya, ari-
ari sang bayi yang dianggap titisan sang bayi, wajib di
tanam, dibekali dengan kain tujuh warna, aneka bumbu
dapur, alat tulis dan uang recehan. Dengan harapan sang
bayi ketika dewasa nanti akan menjadi orang disenangi
oleh banyak orang, pintar, dan pandai memasak jika
berjenis kelamin perempuan.
(b) Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Pesantren merupakan sistem pendidikan tradisional Is-
lam ciri Indonesia. Transformasi nilai-nilai ke-Islaman keda-
lam pemahaman dan kesadaran dalam pendidikan pesantren
sangat besar jasanya. Namun terdapat kelemahan dalam sis-
tem pesantren, yang menjadi kendala untuk mempersiapkan
kader-kader Islam yang sesuai dengan kemajuan zaman, re-
ligius dan menguasai teknologi. Pesantren hanya mengajar-
kan pelajaran agama, seperti ilmu kalam, tafsir dan fiqih saja
namun mengabaikan ilmu-ilmu umum seperti ilmu hitung,
biologi, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru san-
gat diperlukan umat Islam untuk memhami perkembangan
zamandan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah
dimuka bumi. Sistem pendidikan Muhammadiyahlah yang

[ 217 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

kemudian menjadi lokomotif perubahan dalam sistem pen-


didikan di Indonesia, menggabungkan antara kedua sistem
pendidikan tradisonal dengan sistem pendidikan Barat.
(2) Faktor Eksternal
(a) Kristenisasi
Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahi-
ran Muhammadiyah adalah misi kristenisasi yang dijalan-
kan kolonial Belanda di Indonesia. Program dan misi ini
bertujuan untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang
muslim maupun bukan, menjadi kristen. Misi ini mendap-
at dukungan yang kuat dan berpeluang sangat besar karena
memiliki dasar hukum yang kuat dalam konstitusi Belanda.
Efektivitas penyebaran agama kristen inilah yang menggu-
gah Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam dari pe-
murtatadan dengan gerakan Muhammadiyahnya.
(b) Kolonialisme Belanda
Gerakan zending zionisme yang dijalankan Belanda telah
membawa pengaruh sangat buruk bagi perkembangan Islam
di wilayah Nusantara, baik secara politik, ekonomi, maupun
kebudayaan. Faktor inilah yang kemudian menyadarkan
umat Islam untuk melakukan perlawanan. Ahmad Dahlan
sebagai tokoh muda saat itu merasa terpanggil untuk berper-
an serta melakukan perlawanan terhadap kekuatan Belanda
melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
(c) Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupa-
kan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pem-
baharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim,
Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afghani, Mu-
hammad Abduh, Rasyid Ridha dan beberapa tokoh pembaha-
ru lainnya. Persentuhan itu terutama diperoleh melalui tulisan-­

[ 218 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

tulisan Jamaluddin al-Afghani yang dimuat dalam majalah


al-Urwatul Wutsqa yang dipelajari Ahmad Dahlan. Tulisan yang
membawa angin perubahan itu ternyata sangat memperngaru-
hinya, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke
dalam tindakan amal yang riil dalam Muhammadiyah, teruta-
ma pembaharuan dalam sistem pendidikan.

b. 
Arah dan Strategi Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi
Muhammadiyah
Cita-cita pendidikan Muhammadiyah adalah lahirnya manusia-­
manusia baru yang mampu tampil sebagai ” ulama intelek ” yaitu
seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas,
kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sis-
tem pendidikan tersebut, Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan
sekaligus, memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang
sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri, di mana agama dan
pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu se-
karang sudah menjadi fenomena umum, yang awal Ahmad Dahlan
dianggap sudah kafir dan murtad ketika mencoba mengadopsi sistem
pengajaran Barat ini.
Namun ide Ahmad Dahlan tentang model pendidikan integral-
istik yang mampu melahirkan ulama intelek masih terus dikembang-
kan. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang
musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu,
masalah tehnis pendidikan bisa berubah sesuai dengan perkemban-
gan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia di-
rikan, maka atas saran murid-muridnya Ahmad Dahlan akhirnya
mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode pem-
belajaran yang dikembangkan Ahmad Dahlan bercorak kontekstual
melalui proses penyadaran.Dan ini semua penuh dengan kerja keras
dan pengorbanan yang tiada mengenal kata berhenti.

[ 219 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Hari itu di suatu siang KH. Ahmad Dahlan memukul kentongan


mengundang penduduk Kauman ke rumahnya. Penduduk Kauman
berduyun-duyun ke rumahnya. Setelah banyak orang berkumpul di
rumah beliau, Ahmad Dahlan menyampaikan bahwa,” kas Muham-
madiyah kosong, sementara guru-guru Muhammadiyah belum di-
gaji. Muhammadiyah memerlukan uang kira-kira 500 gulden untuk
menggaji guru, karyawan dan membiayai sekolah Muhammadiyah”.
Karena itu Ahmad Dahlan menyatakan melelang seluruh barang-ba-
rang yang ada di rumahnya. Pakaian, almari, meja kursi, tempat tidur,
jam dinding, jam berdiri, lampu-lampu dan lain-lain. Singkatnya be-
liau melelang untuk membiayai sekolah Muhammadiyah.
Para penduduk Kauman saat itu terheran-heran setelah menden-
gar penjelasan Ahmad Dahlan. Murid-murid beliau yang ikut pada
pengajian Tharatul Qulub sangat terharu melihat pengorbanan gurun-
ya, dan mereka saling berpandangan satu sama lain, singkat cerita,
penduduk Kauman dan kelompok pengajian Tharatul Qulub berebut
membeli barang yang dilelang. Ada yang membeli jasnya, ada yang
membeli sarungnya dan sebagainya. Dalam waktu singkat semua ba-
rang milik Ahmad Dahlan habis terlelang dan terkumpul uang lebih
dari 4.000 gulden. Anehnya setelah selesai lelangan itu tidak ada seor-
angpun yang membawa barang-barang tersebut, mereka lantas pamit
menuju pulang kerumah masing-­masing.
Tentu saja Ahmad Dahlan heran, mengapa mereka tidak mau
membawa barang-barang yang sudah dilelang. KH. A Dahlan berse-
ru,”Saudara-saudara, silahkan barang-barang yang sudah sampeyan
lelang itu saudara bawa pulang,atau nanti saya antar?”. Jawab mereka-
,”Tidak usah Kiai. Barang-barang itu biar disini saja, semua kami
kembalikan pada Kiai”. Lalu uang yang terkumpul ini bagaimana?”
Tanya Ahmad Dahlan.Kata salah seorang dari mereka,” Ya untuk Mu-
hammadiyah. Iya tapi kebutuhan Muhammadiyah hanya sekitar 500
gulden, ini dana yang terkumpul lebih dari 4000 gulden. Lalu sisanya
bagaimana?” Tanya beliau. Jawab orang itu,” Ya biar dimasukkan saja

[ 220 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

ke kas Muhammadiyah”.7 Itulah sekelumit perjuangan dan cita-cita


Ahmad Dahlan dalam memajukan pendidikan Muhammadiyah.
Pada awal perkembangannya, tujuan yang diprogramkan Mu-
hammadiyah adalah menyebarkan pengajaran agama Nabi Mu-
hammad SAW kepada penduduk bumi putera residensi Yogyakarta
dan memajukan agama kepada ahli-ahlinya. Tujuan itu terungkap
dalam dalam usaha untuk menegakkan dan menjunjung tinggi aga-
ma Islam yang sebenar-benarnya. Dan pada prinsipnya, sebagaima-
na dikemukakan Deliar Noer,bahwa bagi Muhammadiyah, masalah
pokok adalah pembinaan umat yang diridhai Allah SWT.
Tujuan yang dirumuskan dinilai dengan kondisi dan kebutuhan
umat Islam pada masa itu, terutama di Yogyakarta dan sekitarnya.
KH Ahmad Dahlan melalui pengamatannya yaitu mengembalikan
umat Islam kepada ajarannya yang murni.Usaha dan pemurnian
akan lebih efektif dilakukan dengan mengadakan pembaharuan di
bidang pendidikan. Pada tahun 1977 dirumuskan tujuan pendidi-
kan Muhammadiyah secara umum ” Terwujudnya manusia muslim
yang berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendiri, berguna bagi
masyarakat dan negara”. Beramal menuju terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Memajukan dan memperkembangkan
ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk pembangunan dan mas-
yarakat negara republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

c. Bentuk dan Model Pendidikan Muhammadiyah


(1) Bentuk Pedidikan Muhammadiyah
Berdirinya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan so-
sok pendirinya yakni KH. Ahmad Dahlan. Sebagai realisasi dari duku-
ngan Budi Utomo dalam mendirikan lembaga pendidikan yang per-
tama kali didirikan oleh Ahmad dahlan, dan diresmikan pada tanggal

7
Drs. Sukriyanto AR. Suara Muhammadiyah.No.13/98/1-15. Juni 2013.

[ 221 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

1 Desember 1911, yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Is-


lamiyah. Ketika diresmikan pertama kali, sekolah ini mempunyai 29
siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan terdapat 62 siswa yang
belajar di sekolah tersebut. Sebagai lembaga pendidikan yang baru
saja dibentuk dibekali pengalaman KH. Ahmad Dahlan berorganisasi
melalui gerakan Budi Utomo dan Jamiat al-Khair, menjadi satu hal
yang sangat penting bagi munculnya ide dan pembentukan satu or-
ganisasi untuk mengelola sekolah.
Ide pembentukan sekolah tersebut, kemudian didiskusikan lebih
lanjut dengan orang-orang yang selama ini telah mendukung pemben-
tukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para anggota dan
pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweek School Jetis.
Pendidikan menurut Kiai Ahmad Dahlan, hendaknya diarahkan
pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur,
luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia
berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Pandangan pendidikan yang diinginkan oleh Kiai Ahmad Dahl-
an inilah yang sekarang akan digunakan sebagai pendidikan karak-
ter. Sebenarnya pendidikan karakter sudah ada sejak organisasi Mu-
hammadiyah berdiri. Mengapa pendidikan Muhammadiyah dapat
berkembang dengan pesat, sebab Muhammadiyah memiliki model
yang berbeda dalam kemasannya. Mulai sistem pembelajaran hingga
sistem admimistratif yang tertata rapi. Model pendidikan Muham-
madiyah yang didasarkan atas nilai-nilai tertentu.
Pertama, pendidikan Muhammadiyah merujuk pada nilai-nilai
yang bersumber pada Al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai sumber
sepanjang masa. Kedua, ikhlas dan inspiratif dalam ikhtiar, menjalan-
kan tujuan pendidikan. Ketiga, menerapkan prinsip musyawarah dan
kerjasama dengan tetap memelihara sikap kritis. Keempat, selalu me-
melihara dan menghidupkan prinsif inovatif dan menjalankan tujuan
pendidikan. Kelima, memiliki kultur atau budaya memihak kepada

[ 222 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

kaum yang mengalami kesengsaraan dengan melakukan proses-proses


kreatif. Hal tersebut sesuai dengan tantangan dan perkembangan yang
terjadi pada masyrakat Indonesia. Keenam, memperhatikan dan men-
jalankan prinsip keseimbangan dalam mengelola lembaga pendidikan
antara akal sehat dan kesucian hati.
Adapun dalam hal jumlah, hingga tahun 2015, jumlah lembaga
Pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah mencapai lebih dari 10.000
tepatnya 10.381. Untuk Taman Kanak-kanak / PTQ 4.623, Sekolah
Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, 2.604 Sekolah Menengah Pertama
(SMP dan MTs) sebanyak 1.772, Sekolah lanjutan Tingkat Pertama
(SMA, MA, SMK), 1.143, Pondok Pesantren 64, dan Perguruan Ting-
gi sebanyak 172. Dan angka di atas terus bertambah sejalan dengan
perkembangan dan semangat dakwah Muhammadiyah dalam turut
mencerdaskan anak Indonesia. Seperti pada kurikulum baru atau
kurikulum 2013, yang telah dimulai sejak tahun pelajaran 2013/ 2014m
oleh pemerintah. Kurikulum baru ini sangat relevan bagi sekolah-se-
kolah yang dikelola pemerintah, sedang untuk sekolah swasta sep-
erti Muhammadiyah, seharusnya tidak sangat terpengaruh dengan
perubahan kurikulum tersebut. Pendidikan Muhammadiyah sudah
dulu mengkonsep kurikulum yang pas dari tahun ketahun.
(2) Model Pendidikan Muhammadiyah
Pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah
adalah patokan kurikulum Muhammadiyah. Kurikulum yang dimili-
ki Dikdasmen memiliki model yang khas dan tidak dimiliki oleh se-
kolah-sekolah lain. Sikap pendidikan Muhammadiyah dalam meng-
hadapi kurikulum baru ini harus tegas dan berani untuk lepas dari
model kurikulum terbaru, agar pendidikan Muhammadiyah tidak
mengekor pada kurikulum Nasional. Justru pendidikan Muham-
madiyah harus berani menjadi role mode pendidikan Nasional.
Sekolah Muhammadiyah selalu melakukan perubahan dari masa
kemasa, membuat program unggulan, berani merekayasa kurikulum
untuk kemajuan siswa-siswi. Membangun persepsi calon wali murid

[ 223 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

serta membuat produk unggulan baru dari tahun ketahun. Persain-


gan terbuka antar sekolah saat ini, menjadikan tidak lagi relevan me-
maksakan terbentuknya persepsi yang dikehendaki calon wali murid.
Justru integritas sekolah yang saat ini dibutuhkan untuk melaksan-
akan program unggulan sesuai dengan indikator pada visi dan misi
sekolah. Pendidikan Muhammadiyah perlu ada keberanian dalam
berikhtiar, memikirkan paradigma baru tidak mutlak tergantung ke-
pada pemerintah, terutama dalam hal pendanaan.
Dalam penyelenggraannya pendidikan Muhammadiyah memi-
liki model-model yang tidak selebihnya mengikuti pendidikan yang
diselenggarakan pemerintah atau sekolah umum lainnya. Model pen-
didikan Muhammadiyah lebih cenderung pada sistem pendidikan
moral atau yang sekarang lebih dikenal dengan pendidikan berbasis
karakter. Sejak awal, pendidikan Muhammadiyah bukan lagi ber-
tumpu dengan pendidikan berbasis kognitif. Pendidikan Muham-
madiyah sudah sejak awal bertumpu pada sistem pendidikan moral;.
Dengan moral akan menjadikan sebuah pendewasaan dari setiap sis-
wa-siswi untuk bisa menghadapi masa depan. Justru dengan adanya
sistem pendidikan moral, siswa-siswi akan tertantang untuk menuju
menghadapi sistem pendidikan akademis dengan mudah. Model icon
tersebutlah yang selalu dimiliki Pendidikan Muhammadiyah. Semak-
in dikelola kekhasan model tersebut, semakin pendidikan memiliki
kekhususan dan keunggulan.
Bila moral atau karakter murid sudah terbentuk, maka yang har-
us kita benahi adalah membuat perencanaan untuk mengembangkan
sekolah dengan:
(a) Memaksimalkan potensi diri siswa dengan memperhatikan
pengembangan akademik dan minat siswa
(b) Pengembangan sarana dan prasarana sekolah, seperti Laborato-
rium dan Sarana Olah Raga.
(c) Menyamakan visi, misi sekolah dengan seluruh pendidik dan
tenaga kependidikan.

[ 224 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

Bila pendidikan pendidikan Muhammadiyah telah terkonsep


dengan baik, maka sekolah akan terus berkembang dan mendapat
kepercayaan penuh oleh masyarakat. Sebagai contoh. Di Surabaya,
orang tua akan merasa bangga anaknya sekolah di sekolah Muham-
madiyah, pilihan pertama dan utama orang tua siswa adalah sekolah
Muhammadiyah, sekolah umum pilihan kedua mereka.
Sekolah Muhammadiyah harus selalu berevaluasi untuk
penyempurnaan model pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah
dengan kreatif dan inovatif. Berjalan harus terukur dan berkualitas.
Berjala-jalan adalah berbeda. Berjalan adalah bukan sekadar meng-
gerakkan kaki ke depan atau kesamping, tetapi berjalan merupakan
proses untuk mencapai tujuan dengan energi yang hemat dan menye-
hatkan.8 Bila tidak dibantu dengan inovatif, kreatif dan jalan yang
cepat, maka sekolah Muhammadiyah akan tertinggal dengan sistem
pendidikan negeri dan swasta non Muhammadiyah lainnya.
Dari tahun ke tahun statistik sekolah Muhammadiyah terus men-
ingkat, dari segi kualitas maupun kuantitas. Perkembangan sekolah Mu-
hammadiyah sangat bagus saat ini, tidak terlepas dari model pendidikan
yang mereka terapkan. Dengan mempunyai nilai strategis seperti religius,
moralis dan humanis, maka, para calon walimurid dapat mempercayakan
anak-anaknya untuk menuntut ilmu di pendidikan Muhammadiyah.

2. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Ekonomi


Kemiskinan adalah keadaan di mana seseorang tidak bisa me-
menuhi kebutuhan minimumnya. Kemiskinan merupakan permasa-
lahan utama negara berkembang yang harus segera ditangani dan
memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang
sistematik dan, terpadu menyeluruh. Dengan kemiskinan terkadang
manusia tidak sadar akan jati dirinya, dengan kemiskinan pula terk-

8
Imam Robandi, Semangat Tanpa Batas (Gombong: Tangan Emas, 2013),
hlm. 167.

[ 225 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

adang manusia menggadaikan nilai keimanannya. Secara garis besar


penyebab kemiskinan dapat diungkapkan, yaitu:
a. Kemiskinan Alami adalah kemiskinan yang disebabkan keadaan
alam suatu daerah yang miskin. Kemiskinan ini hanya dapat
diatasi dengan bantuan dari luar daerah.
b. Kemiskinan Budaya adalah kemiskinan yang disebabkan kondisi
sosial, budaya penduduk di daerah itu mendukung kemiskinan.
c. Kemiskinan Struktural adalah kemiskinan yang disebabkan
keadaan struktur pemerintah, struktur pendistribusian fasilitas
yang membuat suatu daerah penduduknya menjadi miskin.

Ketika berbicara kemiskinan, salah satu indikatornya adalah ketim-


pangan pendapatan yang terjadi di Negara Indonesia sangat terlihat jelas,
dari istilah “yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin”. Hal ini
sangat berdampak pada kesenjangan sosial yang terjadi. Namun, tentu saja
untuk mengatasi masalah ketimpangan pendapatan tersebut tidak cukup
hanya bicara mengenai subsidi modal terhadap kelompok miskin maupun
peningkatan pendidikan (keterampilan) tenaga kerja di Indonesia.
Lebih penting dari itu, persoalan yang terjadi sesungguhnya
adalah akibat kebijakan pembangunan ekonomi yang kurang tepat
dan bersifat struktural. Maksudnya, kebijakan masa lalu yang begitu
menyokong sektor industri dengan mengorbankan sektor lainnya pa-
tut untuk direvisi karena telah mendorong munculnya ketimpangan
sektoral yang berujung kepada kesenjangan pendapatan.
Dari perspektif ini agenda mendesak bagi Indonesia umumnya dan
Muhammadiyah dengan gerakan ekonominya adalah memikirkan kem-
bali secara serius model pembangunan ekonomi yang secara serentak
bisa memajukan semua sektor dengan melibatkan seluruh rakyat sebagai
partisipan. Sebagian besar ekonomi menyakini bahwa strategi pemban-
gunan itu adalah modernisasi disegala sektor riil seperti pertanian dan
kelautan, dengan melibatkan sektor industri sebagai unit pengolahnya.

[ 226 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

Di Indonesia, indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan


perdesaan lebih besar dibandingkan perkotaan. Per Maret 2016, indeks
kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan perdesaan mencapai
2,74% dan 0,79%. Angka ini lebih besar dari indeks kedalaman dan in-
deks keparahan kemiskinan perkotaan yang mencapai 1,19% dan 0,27%
per Maret 2016. Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan
periode September 2015–Maret 2016 meningkat, tutur Suryamin, kare-
na garis kemiskinan perdesaan lebih tinggi dari perkotaan mengingat
inflasi perdesaan juga lebih tinggi dari perkotaan. ‘’Ini karena harga di
perdesaan lebih tinggi dari kota. Masyarakat desa mulai mengonsum-
si barang-barang daerah urban, ini butuh biaya distribusi lebih besar
sehingga margin dinaikkan. Belum lagi masyarakat perdesaan mem-
beli barang secara eceran ketimbang partai besar,’’ ungkap Suryamin
dalam paparan Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2016 9.
Muhammadiyah dalam kaitan ini perlu terus menerus meru-
muskan dan merivitalisasi perannya untuk mewujudkan masyar-
akat Indonesia yang berperadaban, berkeadilan, serta berdaya se-
cara ekonomi. Tekad tersebut tercermin dalam berbagai amal usaha
Muhammadiyah yang telah dikembangkan, walau dalam perjalanan
berikutnya mengalami kendala dalam pelaksanaannya dan belum
sepenuhnya terealisasikan dengan baik.
Banyaknya masyarakat kita yang sekarang tidak mampu mem-
buat Muhammadiyah untuk terus mengembangkan dan memperbai-
ki ekonomi anggota dan umat. Di mana pada era globalisasi sekarang
ini ekonomi liberalisme dan kapitalis yang telah berkembang sehing-
ga membuat masyarakat kita merasa tertekan.
Sehingga pada saat ini bagi masyarakat kita yang kehidupannya
menengah ke bawah hidupnya merasa susah. Pada saat inilah peran
Muhammadiyah sangat diperlukan sebagai organisasi besar di Indone-
sia untuk ikut serta dalam perekonomian yang memberatkan umatnya.

9
­www.republika.co.id › Ekonomi › Makro, Senin, 18 Juli 2016.

[ 227 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Dengan fasilitas dan media yang dimiliki oleh Muhammadiyah, maka


dapat digunakan untuk bergerak dalam bidang ekonomi demi mewu-
judkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah saat ini telah memasuki abad keduanya. Organ-
isasi Islam ini sebagai suatu perkumpulan telah menetapkan visinya
untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga
terwujudnya masyarakat Islam yang diridhai Allah SWT. Untuk me-
raih dan menggapai ini Muhammadiyah menegaskan misi utamanya
sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi mungkar dengan
konsep teologi al-Ma’un. Sangat wajar bila sejak awal berdirinya Mu-
hammadiyah lebih banyak bergerak dalam bidang kesehatan dalam
mengimplementasikan misi da’wahnya selama ini.
Sebagaimana jamak dimaklumi, bahwa dengan amal usaha yang
sedemikian banyak Muhammadiyah merupakan bagian terpenting
dari pembangunan Bangsa. Persyarikatan Muhammadiyah berhasil
membangun lembaga Pendidikan, rumah sakit, panti asuhan, lemba-
ga bimbingan/pelatihan, dan seterusnya. Namun pada satu dekade
terakhir gerakan Muhammadiyah sepertinya semakin jauh dari hara-
pan, di mana masyarakat sejahtera dalam perspektif ekonomi semak-
in jauh dari kenyataan.
Kuntowijoyo pada Paradigma Islam menyebutkan, dalam hal ob-
jektivikasi gerakan dalam peran pemberdayaan umat, peran Muham-
madiyah tampaknya justru dimainkan oleh lembaga-lembaga sosial
kemasyarakatan di luar Muhammadiyah, penggiat Muhammadiyah
sendiri belakangan ini masih asyik dengan pengelolaan warisan yang
ditinggalkan oleh pendahulunya.
Rakyat miskin tak berkurang, bahkan cenderung meningkat, pen-
gangguran terus bertambah, petani semakin kehilangan lahan dan ke-
bun, dan rasio ini Indonesia mencapai 0,43%. Sekolah, rumah sakit, dan
panti asuhan tidak optimal meningkatkan human development index
bangsa Indonesia. Teologi al-Ma’un dipahami hanya sebatas pelaksanaan

[ 228 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

ibadah mahdhah saja dengan memberi sedekah, infak dan menyantuni


anak yatim sebagai bentuk pengguguran kewajiban secara personal. Ke-
tika berbicara kemiskinan, pengangguran dan kesejahteraan, di situ kita
mesti membicarakan aktivitas dan gerakan ekonomi dan perekonomi-
an. Dengan tolak ukur tersebut pertumbuhan atau pembangunan suatu
masyarakat dan negara dapat terukur.
Dalam globalisasi ekonomi, batas-batas negara tidak lagi pent-
ing, yang berlaku adalah instrumen perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi, seperti investasi, industri, teknologi, dan individual consumers.
Instrumen ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan
perekonomian suatu Negara. Jika tidak memiliki itu semua, Negara
tersebut hanya sebagai pasar bagi Negara lain (Kenichi Ohmahe, 2005).10
Muhammadiyah dengan setumpuk amal usaha yang dimiliki
memiliki potensi kuat untuk terus terlibat dan survive dalam proses
globalisasi ekonomi sebagaimana yang dinyatakan Kenichi Ohmahe.
Pada sektor financial Muhammadiyah memiliki cash flow dan aset
yang luar biasa besar. Diperkirakan cash flow Muhammadiyah menca-
pai Rp 15 triliun dan aset tidak bergeraknya Rp 80 triliun – Rp 85 tri-
liun. Dan angka ini akan terus bertambah, apalagi jika diintegrasikan
dengan sumber daya lain, seperti perguruan tinggi, baitul tamwil Mu-
hammadiyah, Lazismu, yang tahun 2017 ini menerima bantuan 6 buah
kapal untuk pelayanan kesehatan, yang ditaksir seharga 16 miliar.
Bila tidak ingin tergerus arus globalisasi ekonomi, dengan se-
gala potensi ekonomi yang dimiliki, Muhammadiyah harus berani
dan mampu menggerakkan aktivitas amal usahanya melalui berb-
agai investasi, pembangunan industri sebagai penunjang amal usaha
di bidang pendidikan maupun kesehatan, serta membangun sistem
ekonomi jamaah sebagai bentuk konsolidasi warga, anggota, kader
dan simpatisan Muhammadiyah.

10
­M.republika.co.id, diakses Tanggal 20 Maret 2017.

[ 229 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Dengan demikian Muhammadiyah akan kembali tampil sebagai


kekuatan civil society sebagaimana masa awal perkembangannya
yang didukung kelas menengah pengusaha dan kekuatan ekonomi
organisasi, dengan kata lain gerakan Muhammadiyah lebih banyak
didukung dari kontribusi kelas menengah pengusaha. Dan ditopang
pula dengan amal usaha dalam bidang ekonomi, seperti industri ke-
uangan, industri pangan dan pertanian, serta industri transportasi
dan otomotif yang didukung oleh teknologi made in Indonesia.

a. Sumber Kekuatan Ekonomi Muhammadiyah.


Muhammadiyah dalam menjalankan gerakan dakwah amar makruf
nahi mungkar-nya selalu berdasarkan kepada ajaran tauhid dan tawak-
kal kepada Allah, sehingga setiap orang Muhammadiyah dapat menjadi
contoh dalam kancah pembangunan dan pengembangan masyarakat.
Dalam menjalankan gerakan tersebut Muhammadiyah memiliki beber-
apa amal usaha. Di antara amal usaha Muhammadiyah meliputi Bidang
Kemasyarakatan yang salah satu tujuannya adalah menciptakan mas-
yarakat yang sejahtera lahir dan batin sebagaimana yang telah menjadi
rumusan cita-cita perjuangan Muhammadiyah mengenai “masyarakat
utama”. Berdasarkan Anggaran Dasar Muhammadiyah:
(1) Ayat 1 menyebutkan: “ Untuk mencapai maksud dan tujuann-
ya, Muhammadiyah melaksanakan Dakwah Amar Makruf Nahi
Mungkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bi-
dang kehidupan”.
(2) Ayat 2 menyebutkan: “Usaha Muhammadiyah diwujudkan da-
lam bentuk amal usaha, program, dan kegiatan yang macam dan
penyelenggaraannya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga”.

Kegiatan ekonomi untuk memperkuat finansial bagi sebuah or-


ganisasi, seperti Muhammadiyah, pada hakikatnya merupakan bagi-
an terpenting untuk memperlancar gerakan Muhammadiyah dalam
mencapai tujuannya. Di samping itu, gerakan ekonomi persyarikatan

[ 230 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

Muhammadiyah juga akan berdampak pada pemberdayaan ekonomi


warganya, dengan upaya menciptakan lapangan kerja dan mengatasi
problem pengangguran yang semakin besar, dan angka kemiskinan
yang makin membengkak yang dapat mengancam eksitensi iman.
Progam pembinaan ekonomi umat merupakan kepedulian se-
jak lama, karena memang konsisten Muhammadiyah sejak dahulu
wirausahawan reformis malah sejak lama merupakan perintis per-
dagangan dan industri di kalangan pribumi.Hal ini dilakukan den-
gan penyusunan sebuah progam yang didasarkan pada konsep misi
dan visi tertentu. Pada dasarnya, Majelis Pembina Ekonomi membina
ekonomi umat melalui tiga jalur, yaitu:
(1) Mengembangkan Badan Usaha Milik Muhammadiyah yang mem-
presentasikan kekuatan ekonomi organisasi Muhammadiyah.
(2) Mengembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah.
(3) Memberdayakan anggota Muhammadiyah di bidang ekonomi
dengan mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muham-
madiyah.
Dengan mengembangkan ekonomi itu, Muhammadiyah telah
memiliki asset atau sumberdaya yang bisa dijadikan modal. Aset
pertama adalah sumber daya manusia, yaitu anggota Muhammadi-
yah sendiri, baik sebagai produsen, Kedua, kelembagaan amal usa-
ha yang telah didirikan, yaitu berupa sekolah, universitas, lembaga
latihan, poliklinik, rumah sakit dan panti asuhan yatim piatu. Ketiga,
organisasi Muhammadiyah itu sendiri sejak dari pusat, wilayah, daer-
ah, cabang dan ranting.

b. Pendekatan Bisnis Muhammadiyah


Kegiatan bisnis bagi Muhammadiyah merupakan bagian yang
amat penting untuk memperlancar gerakan Muhammadiyah men-
capai tujuannya. Di samping itu, gerakan ekonomi Muhammadiyah
akan berdampak pada pemberdayaan ekonomi warganya, dengan

[ 231 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

upaya menciptakan lapangan kerja dan mengatasi problem pengang-


guran yang semakin besar.
Kegiatan amal usaha Muhammadiyah yang paling menonjol ada-
lah di bidang pendidikan dan kesehatan yang pada dasarnya telah
berkembang menjadi pusat bisnis, karena dalam pengembangan
badan amal usaha itu terjadi transaksi jual beli barang dan jasa yang
diperlukan oleh badan amal usaha tersebut. Oleh sebab itu, Muham-
madiyah perlu memikirkan secara professional gerakan ekonominya
sehingga menjadi pusat gerakan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Setidaknya ada tiga pendekatan yang dapat ditempuh oleh Mu-
hammadiyah dalam upaya memberdayakan ekonomi masyarakat.
Pertama, pendekatan struktural yang bertujuan mempengaruhi kebi-
jaksanaan publik agar terbuka akses rakyat terhadap sumber-sumber
ekonomi. Kedua, pendekatan fungsional dengan meningkatkan ke-
mampuan masyarakat untuk mengelola dan mengalokasikan secara
efisien dan produktif sumber daya yang dapat dihimpun. Ketiga, pen-
dekatan kultural dengan mengembangkan nilai yang memperkuat
etos kerja dan etika bisnis.

 asil dan Manfaat Dakwah Muhammadiyah di Bidang Pendidikan,


H
Kesehatan, dan Ekonomi
Dalam dunia pendidikan Muhammadiyah telah melakukan ak-
tivitasnya dalam bentuk mendirikan sekolah, madrasah dan pesant-
ren dengan memasukkan kurikukulum pendidikan dan pengajaran
ilmu pengetahuan umum dan modern. Lembaga pendidikan yang
didirikan di atas dikelola dalam bentuk amal usaha dengan penye-
lenggaraannya dibentuk sebuah majelis dengan nama majelis pen-
didikan dasar dan menengah, secara vertikal mulai dari Pimpinan
Pusat sampai ketingkat Ranting.
Abdul Mu’ti mengungkapkan dengan pemikirannya bahwa pen-
didikan Muhammadiyah didirikan dan dilandasi atas motivasi teol-

[ 232 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

ogis, bahwa manusia akan mampu mencapai derajat keimanan dan


ketakwaan yang sempurna apabila mereka memiliki kedalaman ilmu
pengetahuan. Motivasi teologis inilah menurut Mu’ti, yang mendor-
ong Kiai Ahmad Dahlan menyelenggaraakan pendidikan di emperan
rumahnya dan memberikan pelajaran agama ekstrakulikuler di OS-
VIA dan kweekschool.
Pada aspek yang berbeda. Muhammad Azhar melihat pendidi-
kan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah pada aspek burhani
yakni sebuah lembaga pendidikan lebih banyak melahirkan output
ketimbang outcome, aspek irfani yakni pendidikan Muhammadi-
yah yang bercirikan nasionalitas dan materialitas-birokratik, aspek
bayani, yakni pendidikan Muhammadiyah yang model pengajarann-
ya menjadi terasa kering, mengingat paradigma pergerakan Muham-
madiyah yang modernis.

1. Peran Muhammadiyah dalam Bidang Pendidikan


Muhammadiyah sudah berkomitmen sejak dulu untuk terus
mengembangkan dan memajukan pendidikan di Indonesia. Sosok
Kiai Ahmad Dahlan memang sudah sangat peduli dan perhatian den-
gan pendidikan. Ia begitu peduli dengan nasib anak-anak disekitar
kauman yang tidak pernah mengenyam pendidikan. Dengan kecer-
dasannya maka lambat laun ia mampu merintis sistem pendidikan
modern yang mengkombinasikan ilmu pengetahuan umum dan aga-
ma. Ia kemudian mendirikan sekolah madrasah ibtidaiyah diniyah yang
pertama di kauman.
Semangat untuk terus mengembangkan dan memajukan pendidi-
kan di Indonesia ini kemudian diteruskan oleh para kader Muham-
madiyah dengan terus mendirikan lembaga pendidikan yang berkual-
itas dan memiliki infrastruktur yang bagus dan memadai. Sehingga
Muhammadiyah ikut membantu pemerintah dalam rangka mencapai
masyarakat yang berpendidikan yang bebas dari kemiskinan.

[ 233 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Dengan kuantitas lembaga pendidikan yang sudah dimiliki Mu-


hammadiyah tersebut, Muhammadiyah terus mengembangkan dan
membentuk inovasi-inovasi dalam bidang pendidikan ini agar pe-
serta didiknya mampu menjawab tantangan zaman. Saat ini sudah
ada lembaga pendidikan yang sudah mapan, namun ada juga yang
belum. Untuk itu yang masih membutuhkan perhatian lebih dari Mu-
hammadiyah untuk terus mengembangkan dan memajukannya.

2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dalam Islam tidak terlepas dari tujuan hidup
manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi ham-
ba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya, dan dapat mencapai ke-
hidupan yang bahagia di dunia dan akhirat. Adapun tujuannya yaitu:
(1) Pada waktu pertama kali berdiri tujuannya adalah menyebarkan
ajaran kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumi
putera didalam residenan Yogyakarta menunjukkan hal agaama
Islam kepada anggotanya.
(2) Setelah Muhammadiyah berdiri dan menyebar keluar Yogyakar-
ta menjadi memajukan dan menggembirakan pengajaran dan
memajukan agama Islam kepada sekutu-sekutunya.
Pada tahun 1977 dirumuskan tujuan pendidikan Muham-
madiyah secara umum berbunyi:
(1) Terwujudnya manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap,
percaya pada diri sendiri, berguna bagi masyrakat dan ne-
gara. Beramal menuju terwujudnya masyrakat Islam yang
sebenar-benarnya.
(2) Memajukan dan memperkembangkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan untuk pembangunan dan masyarakat negara re-
publik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Un-
dang Dasar 1945. Dengan demikian pendidikan perlu menen-
tukan tujuan yang ingin dicapai, sehingga mudah diarahkan
dan dievaluasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

[ 234 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

Adapun dalam amal usaha bidang kesehatan, Muham­


madiyah telah dan terus mengembangkan layanan kesehatan
masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai peng­obatan
seperti Rumah Sakit yang pada masa berdirinya Muham­madiyah
bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai men-
ingkat baik kuantitas maupun kualitas­nya. Berdasarkan buku
Profil dan Direktori Amal Usaha Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Bidang
Kesehatan pada tahun 1997 sebagai berikut:
(1) Rumah Sakit berjumlah 72
(2) Rumah Bersalin berjumlah 85
(3) BKIA berjumlah 504 dan Balai Kesehatan Masyarakat 115
(4) Balai Pengobatan berjumlah 846
(5) Apotek dan KB berjumlah 4

Dari Amal Usaha Bidang Kesehatan ini akan bertambah terus,


sesuai dengan perkembangan balai-balai kesehatan di atas, seperti
Rumah Sakit saat ini harus memiliki dan mengelola Apotik mandiri.

T antangan dan Revitalisasi Pendidikan, Kesehatan, dan Ekonomi


Muhammadiyah
Tantangan persyarikatan Muhammadiyah baik di bidang Pen-
didikan, kesehatan, maupun ekonomi secara umum hampir sama.
Pada dunia Pendidikan misalnya, Perkembangan amal usaha Mu-
hammadiyah khususnya dalam bidang Pendidikan yang sangat pesat
secara kuantitatif belum bisa diimbangi peningkatan kualitas secara
sepadan, sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya saing
yang tinggi, serta kurang memberikan sumbangan yang lebih luas
dan inovatif bagi pengembangan kemajuan umat dan bangsa.
Dalam hal kualitas, amal usaha Muhammadiyah dalam Pendidi-
kan mengalami dua masalah sekaligus, yaitu: pertama, terlambatnya
pertumbuhan kualitas dibandingkan dengan penambahan jumlah

[ 235 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

yang spektakuler, sehingga dalam beberapa hal kalah bersaing den-


gan pihak lain. Kedua, tidak meratanya pengembangan mutu lembaga
Pendidikan. Dalam sejumlah aspek banyak disoroti kelemahan amal
usaha khususnya di bidang Pendidikan yang kurang mampu menun-
jukkan daya saing di tingkat nasional apalagi internasional. Amal
usaha Muhammadiyah tidak mengalami proses inovasi yang merata
dan signifikan, sehingga cenderung berjalan di tempat, kendati be-
berapa lainnya mulai bangkit mengembangkan ide-ide dan metode
baru dalam peningkatan kualitas dan keberadaan amal usaha Mu-
hammadiyah.
Dewasa ini, globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan ak-
tual Pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan
terutama menyangkut output Pendidikan. Seperti diketahui, di era
globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang
keunggulan suatu negara, dari keunggulan komparatif (comparative
advantage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Ke-
unggulan komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam,
sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas, artinya dalam konteks perg-
eseran paradigm keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan
menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, Karena harus ber-
hadapan dengan kekuatan Pendidikan global. Hal ini berkaitan erat
dengan kenyataan bahwa globalisasi justru melahirkan semangat
cosmopolitanism di mana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih
sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka,
terutama jika kondisi sekolah di dalam negeri secara kompetitif under
quality. Inilah salah satu dari sekian tantangan yang harus dihadapi
Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, di samping juga terdapat
permasalahan profesionalisme guru, akulturasi budaya, strategi pem-
belajaran, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tantangan
era globalisasi terhadap Pendidikan agama Islam di antaranya, krisis
moral dan krisis kepribadian.

[ 236 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

Revitalisasi pemikiran menyangkut upaya mengembangkan


wawasan pemikiran seluruh anggota, termasuk kader dan pimpinan,
baik mengenai format pemikiran Muhammadiyah sebagai gerakan Is-
lam yang bercorak dakwah dan tajdid, maupun dalam dalam mema-
hami permasalahan-permasalahan dan perkembangan kehidupan
tingkat lokal, nasional dan global. Dikotomi yang keras tentang pe-
mikiran literal versus liberal, pemurnian versus pembaharuan atau
pengembangan, ekslusif versus inklusif, organisasi versus alam pik-
iran, structural versus cultural, menggambarkan masih terperangkap-
nya sebagian kalangan dalam Muhammadiyah mengenai orientasi
pemikiran pada wilayah orientasi atau paradigm yang sempit atau
terbatas.
Sejauh menyangkut pemikiran perlu dijelaskan domain relativitas
setiap pemikiran agar tidak terjadi pengabsolutan setiap pemikiran.
Lebih-lebih jika klaim pemikiran tertentu dijadikan alat pemukul dan
saling menegaskan terhadap pemikiran yang lain, sehingga yang ter-
jadi ialah perebutan dominasi dan bukan sikap tasamuh.

1. Permasalahan Profesionalisme
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan
proses pembelajaran adalah pendidik. Betapapun kemajuan teknologi
telah menyediakan berbagai ragam alat untuk meningkatkan berbagai
ragam alat bantu untuk meningkatkan efektivitas proses pembelajaran,
namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan, itu artinya
guru merupakan variabel penting bagi keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto, seorang guru memiliki peluang yang amat
besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari buta akan aksara,
menjadi melek aksara dan ilmu pengetahuan, kemudian akhirnya
ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya. Guru
yang bisa mencetak anak demikian bukan guru sembarang guru. Ia
pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga ia bisa ditiru.

[ 237 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai


usaha sambilan, atau pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha obje-
kan). Namun kenyataan dilapangan menunjukkan adanya guru ter-
lebih-lebih guru honorer yang tidak berasal dari pendidikan guru,
dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui sistem
seleksi profesi. Singkatnya di dunia pendidikan Nasional ada banyak
untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profession-
al. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi peker-
jaan rumah bagi pendidikan Muhammadiyah masa kini.

2. Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah


Revitalisasi merupakan salah satu jenis atau bentuk peruba-
han (transformasi) yang mengandung proses penguatan, meliputi
peneguhan terhadap aspek-aspek yang selama ini dimiliki (proses
potensial) maupun dengan melakukan pengembangan (proses aktu-
al) menuju pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju dari kondisi
sebelumnya. Revitalisasi sebagai proses perubahan yang direncana-
kan meliputi tahapan-tahapan penataan, pemantapan, peningkatan
dan pengembangan yang dilakukan secara berkesinambungan.
Langkah-langkah revitalisasi Muhammadiyah yaitu melakukan
penguatan seluruh aspek gerakan dan menggerakkan segenap poten-
si Muhammadiyah dalam menjalankan amanat Muktamar dengan
langkah-langkah:
a. Memperluas peran Muhammadiyah dalam dinamika kehidupan
masyarakat di daerah lokal, nasional dan global dengan men-
jalankan fungsi dakwah dan tajdid serta mengembangkan ukhu-
wah dan kerjasama dengan semua pihak yang membawa pada
pencerahan dan kemaslahatan hidup.
b. Meneguhkan dan mewujudkan kehidupan Islami sesuai dengan
paham agama dalam Muhammadiyah yang mengedepankan
uswah hasanah dan menjadi rahmat bagi kehidupan.

[ 238 ]
Tiga Pilar Dakwah Muhammadiyah

c. Mengembangkan pemikiran Islam sesuai dengan prinsip Manhaj


Tarjih dan Ijtihad yang menjadi acuan/ pedoman Muhammadi-
yah.
d. Mendinamisasi kepemimpinan Persyarikatan di semua tingkatan
(wilayah, daerah, cabang dan ranting.
e. Peningkatan kualitas dan memperluas jaringan amal usaha Mu-
hammadiyah menuju tingkat kompetisi ndan kepentingan misi
Persyarikatan yang tinggi, serta menjadikannya sebagai pelak-
sana usaha yang terkait dan memiliki ketaatan pada pimpinan
Persyrikatan.
f. Mengembangkan model-model kegiatan/ aksi yang lebih sensi-
tif terhadap kepentingan-kepentingan aktual/ nyata umat, mas-
yarakat, dan dunia kemanusiaan dengan pengelolaan yang lebih
konsisten.
g. Menggerakkan seluruh potensi angkatan muda dan organisasi
otonom Muhammadiyah sebagi basis kader dan pimpinan Pers-
yarikatan.
h. Meningkatkan bimbingan, arahan, dan panduan kepada seluruh
tingkatan pimpinan dan warga Muhammadiyah.
i. Menggerakkan kembali ranting dan jamaah sebagai basis gera-
kan Muhammadiyah. •

[ 239 ]
11
Peran Strategis
dan Tantangan Muhammadiyah

Indikator Keberhasilan:
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa dapat menjelaskan per-
jalanan Muhammadiyah serta peran dan tantangannya.

Profil KH. Ahmad Dahlan


KH. Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal
23 Februari 1868 M.1 dengan nama kecil, Muhammad Darwis bin KH.
Abu Bakar bin KH. Sulaiman.2 Ayahnya seorang ulama yang bertugas
menjadi Khatib Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta. Ibunya berna-
ma Siti Aminah, putri KH. Ibrahim, Penghulu Kesultanan Yogyakarta.
Silsilah KH. Ahmad Dahlan jika dirunut ke atas sampai ke jalur Syekh

1
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis (Yogyakarta: LPPI
UMY, 2002), hlm. 103..
2
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900–1942 (Jakarta:
LP3ES, 1986), hlm. 85.

[ 241 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Maulana Malik Ibrahim3, ulama besar yang dikenal sebagai salah satu
Wali Songo. Dari silsilah beliau diketahui bahwa KH. Ahmad Dahlan
merupakan keturunan ulama besar, baik dari jalur ayah maupun ibu.
Muhammad Darwis kecil memulai belajar agama langsung ke-
pada ayahnya sendiri di rumah. Pada usia 8 tahun, beliau sudah fasih
membaca Al-Qur’an dan telah khatam membacanya sebagai tradisi
anak-anak Muslim masa itu. Selanjutnya, beliau belajar Ilmu Fiqih ke-
pada KH. Muhammad Shaleh dan Ilmu Nahwu kepada KH. Muhsin
dan juga belajar sejumlah ilmu keislaman lainnya kepada KH. Mu-
hammad Nur dan KH. Abdul Hamid.4
Pada tahun 1889, Muhammad Darwis atau KH. Ahmad Dahlan
menikah dengan Siti Walidah, putri KH. Muhammad Fadhil, Kepala
Penghulu Kesultanan Yogyakarta.5 Kelak, Nyai Siti Walidah menjadi
pendukung utama dan berkorban penuh bagi suaminya dalam mem-
perjuangkan pemikiran dan gerakannya untuk berdakwah. Bahkan
tidak sedikit harta yang dikeluarkan untuk mendukung perjuangan
dakwah sang suami, KH. Ahmad Dahlan, termasuk dengan menjual
perhiasan dan perabotan pribadi.
Pada tahun 1890 M. atau tepatnya bulan Rajab 1308 H., Muham-
mad Darwis berangkat melaksanakan ibadah haji untuk kali pertama.
Dalam momen tersebut beliau banyak bersilaturrahim, berguru, dan
berdiskusi dengan para ulama asli dari Indonesia yang sudah men-
etap di Arab Saudi, seperti Syekh Mahfudz (Termas, Pacitan), Syekh
Nahrowi (Banyumas), Syekh Nawawi (Banten), dan sejumlah ulama
Arab di Masjidil Haram Mekah. Juga belajar sejumlah ilmu kepada
Syekh Sayyid Bakri Syatha’ dan mendapat ijazah nama Haji Ahmad
Dahlan.6

3
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam..., hlm. 103.
4
Ibid., hlm. 103.
5
Ibid.
6
Ibid., hlm. 104.

[ 242 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

Sepulang dari Mekah, tahun 1309/1891, KH. Ahmad Dahlan yang


dengan menggunakan nama hasil pemberian salah satu guru beliau,
ditugaskan ayahnya untuk mengajar santri-santri remaja. Setelah itu,
diizinkan juga mengajar di kalangan kaum dewasa atau tua karena
keuletan dan keberhasilan dalam mengasuh santri-santri remaja.
Tahun 1896, ayah KH. Ahmad Dahlan, yakni KH. Abu Bakar wa-
fat sehingga jabatan Khatib Amin (khatib yang terpercaya) dilimpah-
kan kepada beliau dengan tugas berkhutbah Jumat secara bergantian,
berpiket di serambi masjid secara bergantian yang dimanfaatkan un-
tuk mengajarkan ilmu agama kepada para jamaah, dan menjadi ang-
gota Raad Agama Islam Hukum Keraton.7
Pada tahun 1898, di suatu malam hingga subuh hari, KH. Ahmad
Dahlan mengadakan musyawarah tentang arah kiblat dan mengun-
dang 17 ulama dari dalam dan luar Yogyakarta di musholla atau surau
KH. Ahmad Dahlan. Walaupun tidak tercapai kata sepakat, namun
setidaknya pengenalan awal atas arah kiblat yang benar, menghadap
ke Ka’bah sudah tersampaikan.8 Salah satu dari “tindak lanjut” musy-
awarah tersebut, ada sejumlah santri beliau yang membuat garis-garis
shaf shalat yang berbeda dengan shaf-shaf biasanya di Masjid Agung
Keraton. Ini kemudian menimbulkan kontroversi antara Khatib Amin
KH. Ahmad Dahlan dan Kanjeng Kiai Penghulu H. Muhammad Khal-
il Kamaludiningrat serta menimbulkan perbedaan pandangan keag-
amaan yang kemudian membawa kehebohan. Ini kemudian berujung
pada perobohan langgar atau surau KH. Ahmad Dahlan pada suatu
malam atas perintah Kiai Penghulu.9
Untuk kedua kalinya, pada tahun 1903, KH. Ahmad Dahlan be-
rangkat haji dan bermukim cukup lama sekitar dua tahun di Mekah
untuk lebih mendalami ilmu-ilmu keislaman kepada Syekh Ahmad

7
Ibid.
8
Ibid.
9
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam..., hlm. 85.

[ 243 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Khatib (Minangkabau), Syekh Nawawi (Banten), Kiai Mas Abdullah


(Surabaya), Kiai Faqih (Maskumambang, Gresik) di Masjidil Haram
Mekah.10 Beliau juga belajar Ilmu Fikih kepada Syekh Shaleh Bafadal,
Syekh Sa’id Yamani, dan Syekh Sayyid Baabussijjil belajar Ilmu Hadis.
Beliau belajar juga kepada Syekh Amin dan Sayyid Bakri Sathah un-
tuk Ilmu Qira’atul Qur’an. Kiai Dahlan juga belajar Ilmu Hadis kepa-
da Syekh Khayyat dan kepada Mufti Syafi’i, serta belajar Ilmu Falak
kepada Kiai Asy’ari Baceyan dan Ilmu Qiraat Al-Qur’an dan Ilmu
Falaq kepada Syekh Ali Misri Makkah.11
Selain belajar kepada para ulama bermadzhab Syafii di atas,
di Mekah, berdasarkan kitab-kitab yang ditinggalkan, diduga kuat
beliau banyak membaca kitab-kitab dari berbagai madzhab fikih
lainnya. Sejumlah kitab tersebut berisikan anjuran agar kembali ke-
pada Al-Qur’an dan Sunnah (Hadis Nabi) dan menggiatkan ijtihad
serta menolak sikap taklid. Di antaranya kitab-kitab karya Imam
Syafii, Syekh Imam al-Ghazali, Syekh Ibnu Taimiyah yaitu al-Tawas-
sul wal-Wasilah, Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Syekh Jamaluddin
al-Afghani, Syekh Muhammad Abduh (Kitab Risalah Tauhid, Tafsir Juz
‘Amma, dan al-Islam wan-Nashraniyah), dan Sayyid Muhammad Rasy-
id Ridha (Kitab Tafsir al-Manar), Farid Wajdi (Kitab Da’iratul Ma’arif),
Syekh Ibnu ‘Athaillah (Kitab Matan al-Hikam), tulisan para tokoh pem-
baharu pemikiran Islam dalam Majalah al-­Urwatul Wutsqa dan Maja-
lah al-Manar.12

10
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam..., hlm. 106.
11
Abdul Munir Mulkhan, Boeah Fikiran Kiaji H. A. Dachlan, (Jakarta:
Global Base Review & STIEAD Press, 2015), hlm. 81. Lihat juga Musthafa
Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai Gerakan
Islam..., hlm. 106
12
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam..., hlm. 106. Lihat juga Nur Achmad & Pramono U.
Tanthowi (peny.), Muammadiyah “Digugat”: Reposisi di Tengah Indonesia yang
Berubah, (Jakarta: Kompas, 2000), hlm. 193. Lihat juga, Abdul Munir Mulkhan,
Boeah Fikiran Kiaji H. A. Dachlan, hlm. 81.

[ 244 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

Kitab-kitab karya para ulama tersebut memberikan inspirasi leb-


ih kuat bagi beliau untuk berdakwah membangun masyarakat Islam
yang terbina keilmuan, keislaman dan pengamalan keagamaan yang
dilandasi oleh ajaran Islam yang murni.13 KH. Ahmad Dahlan sangat
merasakan gejala kemunduran masyarakat Muslim di Tanah Air. Hal
ini sangat merisaukan hati dan mendorong beliau untuk membangun-
kan kesadaran, menggerakkan, dan memajukan mereka. Beliau men-
yadari bahwa tugas tersebut sangat berat dan tidak mungkin dilakukan
seorang diri, tanpa melibatkan pihak-­pihak lain secara bekerja sama.14
Dan ini tentu harus dilakukan melalui suatu wadah organisasi yang
kelak didirikan dan kemudian diberi nama Muhammadiyah.
Dalam perjalanan berikutnya, tantangan dakwah KH. Ahmad
Dahlan tidak pernah surut, baik dari dalam keraton, maupun masyar-
akat umum, baik yang muslim taat ataupun yang baru menjadi muslim
pemula, namun masih belum melaksanakan kewajiban dan tuntunan
utuh agama. Di sisi lain, bangsa Indonesia menghadapi tantangan pen-
jajahan Belanda yang semakin menyulitkan dan menyengsarakan ke-
hidupan masyarakat dan bangsa. Dalam situasi yang serba sulit dan
banyak tantangan, KH. Ahmad Dahlan terus melaju dengan pemikiran
dan gerakan yang diberi nama Muhammadiyah.
Salah satu hasil pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang sangat pent-
ing adalah pemahaman Islam yang berkemajuan, antara lain: pema-
haman yang kontekstual dan praktis terhadap ajaran Islam. Ini bisa
dilihat saat beliau mengajarkan Surat Al-Ma’un bahwa belumlah dise-
but sungguh-sungguh beriman sebelum mengamalkan secara nyata
kepedulian kepada anak yatim dan fakir miskin untuk kemajuan ke-
hidupan kaum yatim dan miskin tersebut. Dengan kata lain, pema-
haman dan praktik keagamaan yang tidak berdampak pada pember-

13
Lihat Nur Achmad & Pramono U. Tanthowi (peny.), Muhammadiyah
“Digugat”, hlm. 193.
14
Ibid.

[ 245 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

dayaan, namun justru melanggengkan kemiskinan dan membiarkan


pemiskinan sangatlah ditolak oleh KH. Ahmad Dahlan.
Beliau berpikir dan membuktikan bahwa pendidikan yang
mengintegrasikan agama dengan kehidupan dan antara iman dengan
kemajuan yang holistik. Dari pendidikan Islam yang integratif terse-
but lahir generasi muslim terpelajar yang kuat iman dan kepribadi-
annya serta mampu menghadapi dan menjawab tantangan zaman.15
Pendidikan dalam pandangan Kiai Dahlan adalah yang memadukan
materi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu keislaman. Tidak ada pemi-
sahan antara keduanya, bahkan saling menguatkan dan saling me-
lengkapi. Hingga memasuki usianya di abad kedua, ijtihad visi dan
misi pendidikan Kiai Dahlan yang menjadi landasan gerak pendidi-
kan Muhammadiyah tetap relevan dan terus dipertahankan, bahkan
semakin diterima oleh sejumlah kalangan, termasuk dalam Sistem
Pendidikan Nasional yang memasukkan pendidikan agama di dalam
kurikulum dan proses pembelajaran.
Hasil pemikiran lain, dalam memastikan arah kiblat agar ibadah
shalat diterima, beliau menggunakan seperangkat ilmu dan teknolo-
gi untuk memastikan arah kiblat, walaupun hasilnya ditentang oleh
sejumlah kelompok berpengaruh, ulama dalam keraton. Beliau tetap
kukuh dengan penggunaan ilmu hitung dalam penentuan arah kiblat
hasil perhitungan beliau, setidaknya di musholla Kiai Dahlan.
Hal penting lainnya, adalah pemahaman bahwa Islam diturun-
kan untuk kehidupan dan orang-orang hidup secara umum. Artin-
ya Islam haruslah memberi arti dan peran besar bagi kehidupan kini
dan orang-orang yang masih hidup, bukan ditekankan pada kema-
tian dan orang-orang yang telah mati. Pemahaman dan pengamalan
Islam semuanya difokuskan pada usaha membangun kehidupan
masyarakat yang lebih baik melalui “amal usaha” di berbagai bidang;
pendidikan, kesehatan, sosial-ekonomi, sebagai upaya dalam men-

15
Abdul Munir Mulkhan, Boeah Fikiran Kiaji H. A. Dachlan, hlm. 71.

[ 246 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

jalankan tugas sebagai hamba Allah dan khalifah Allah. Pemahaman


demikian dapat digali dari ayat yang sudah sangat dikenal yaitu, li
yundziro man kaana hayyan (agar Al-Qur’an memberi ingat kepada
orang yang hidup). Hal ini bisa dilihat dari Azas PKO (Penolong Kes-
engsaraan Oemoem) tahun 1354 H. yang tidak ekslusif untuk Islam
saja, namun semua umat manusia pada umumnya atas dasar perintah
Agama Islam terhadap segala bangsa, tidak memandang agama.16

Kondisi Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia Awal Abad ke-20


Secara umum, kondisi negara-negara yang berpenduduk mayori-
tas muslim pada awal abad ke-19 dan abad ke-20 sedang menghada-
pi problem tidak beda, yaitu penjajahan dan penindasan oleh bang-
sa-bangsa lain secara serius, tak terkecuali yang menimpa Indonesia.
Kondisi keterjajahan tersebut membuat kemandekan, bahkan juga ke-
munduran dalam banyak bidang kehidupan. Secara sosial-ekonomi,
masyarakat Indonesia hidup dalam kemiskinan dan keterbelakan-
gan.17 Pola tanam para petani ditentukan oleh penguasa negara pen-
jajah, misalnya, menanam padi diganti dengan tebu, kapas, dan se-
terusnya sesuai dengan kemauan dan kepentingan penjajah dalam
berbisnis dengan pihak luar.
Dalam bidang pendidikan, masyarakat Indonesia mengalami keter-
bodohan yang meluas, karena tidak bisa mengakses pendidikan secara
lebih baik, selain mereka yang mempunyai tingkat ekonomi lebih baik
maupun yang memiliki jaringan dengan sekolah-sekolah milik Belanda.
Sebagian kalangan mengakses pendidikan secara terbatas pada ilmu-il-
mu agama, tanpa mempelajari atau dikaitkan dengan ilmu ekonomi, so-
sial, dan politik. Hampir semua sektor kehidupan masyarakat dikontrol

16
Ibid., hlm. 193.
17
Nur Achmad & Rifma Ghulam Dz., Menggagas Muhammadiyah Masa
Depan, Percikan Pemikiran Sosial-Budaya dalam Mukhaer Pakkanna & Nur
Achmad (peny.), Muhammadiyah Menjemput Perubahan: Tafsir Baru Gerakan
Sosial-Ekonomi-Politik, (Jakarta: Kompas, 2005).

[ 247 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

oleh penjajah dan bahkan lebih dari itu, penjajah memang menghendaki
keserbakurangan seperti kemiskinan dan kebodohan serta keterbelakan-
gan bagi masyarakat demi semakin menguasai negeri jajahannya.18
Dalam bidang kebudayaan, saat itu masyarakat muslim di Indo-
nesia memiliki pemahaman keagamaan atau ke-Islaman yang sangat
fatalistik bahwa penjajahan merupakan bagian dari takdir hidup yang
harus diterima dengan sabar dan rela. Tentu pandangan kebudayaan
yang sedemikian cenderung mengajarkan untuk “menerima” sesua-
tu keadaan yang tidak manusiawi sekalipun atau bahkan menerima
adanya pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. Padahal di sa-
lah satu ayat dalam QS. Al-Ra’du: 13 menegaskan bahwa nasib suatu
kaum atau bangsa sangat dipengaruhi oleh kesiapsediaannya dalam
mengubah potensi dan keadaan yang ada pada diri mereka sendiri
(maa bi anfusihim) untuk maju dan lebih baik.
Dalam bidang keyakinan dan pemahaman keagamaan, umumn-
ya masyarakat masih percaya pada mitos-mitos, dan sesuatu keyak-
inan yang diada-adakan tanpa berdasar pada pokok ajaran Islam
itu sendiri. Ini sudah sangat mendarah daging, sehingga jika suatu
anggota masyarakat tidak melakukannya dianggap tidak mau mele-
starikan tradisi atau budaya masyarakat yang sudah menjadi bagian
hidup suatu masyarakat, seperti upacara nyadran atau selametan di
bawah pohon-pohon besar dengan membawa sesajian dan diramai-
kan dengan menghadirkan pertunjukkan kesenian tertentu. Upacara
semacam itu dianggap dapat menolak bala’ atau musibah.19
Di bidang pendidikan, terdapat dualisme model pendidikan
yang sama-sama kukuh dalam pandangan masing-masing. Di satu
sisi, pendidikan umum atau sekolah yang hanya mengajarkan materi
ilmu-ilmu umum saja tanpa dihubungkan atau diintegrasikan den-

18
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam..., hlm. 117.
19
Ibid., hlm. 76 dan 80.

[ 248 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

gan pendidikan agama. Di sisi lain pendidikan Islam yang mengambil


bentuk pengajian agama di musholla atau surau dan pesantren yang
lebih menekankan pada kajian materi-materi keislaman, tanpa juga
mengintegrasikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolo-
gi serta menghubungkan dengan kehidupan nyata. Di sinilah sintesis
dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan merintis dan memulai
pemaduan atau integrasi antara kajian ilmu umum dan ilmu agama.

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah


Dimulai dari pengajian dan sekolah di rumah dan langgar/musholla
KH. Ahmad Dahlan, atas usulan dan saran banyak rekan dan santri beliau
pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H. bertepatan dengan tanggal 18 Novem-
ber 1918 di Kauman Yogyakarta Muhammadiyah didirikan.20 Beberapa
nama sebagai sahabat dan juga teman diskusi beliau adalah H. Syarka-
wi, H. Abdul Gani, H. Syuja’, H. Hisyam, H. Fachruddin, dan H. Tamim
yang menjadi penyokong utama serta bersedia menjadi pengurus perdana
organisasi Muhammadiyah. Diberi nama Muhammadiyah dimaksudkan
agar para anggotanya secara umum dapat hidup beragama dan bermas-
yarakat sesuai dengan tuntunan dan teladan Nabi Muhammad SAW.21
Sebelum itu, KH. Ahmad Dahlan sempat belajar berorganisasi
melalui organisasi Budi Utomo setelah bertemu dan berdiskusi dengan
Dr. Wahidin Sudirohusodo di Ketandang Yogyakarta pada tahun 1909.
Kemudian pada tahun 1910, KH. Ahmad Dahlan juga menjadi anggota
ke-770 Perkumpulan Jami’at Khair di Jakarta karena tertarik pada pem-
bangunan sekolah-sekolah agama dan bahasa Arab serta bergerak da-
lam bidang sosial, juga sangat giat dalam membina hubungan dengan
pemimpin-pemimpin di negara-negara Islam yang telah maju.22

20
Ibid., hlm. 109.
21
Ibid.; Lihat juga Syamsul Hidayat, dkk. (peny.), Studi Kemuhammadiyahan:
Kajian Historis, Ideologis, dan Organisatoris, (Surakarta: LPID UMS, 2012), hlm. 67.
22
Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam..., hlm. 107.

[ 249 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Dipilihnya tanggal 8 Dzulhijjah 1330 sebagai hari berdirinya Mu-


hammadiyah adalah karena bertepatan dengan Hari Tarwiyah jelang
Hari Arafah sebagai puncak Ibadah Haji. Hal ini diharapkan sebagai
spirit perjuangan sebagaimana perjuangan dalam ibadah Haji yang
puncaknya adalah Hari Arafah. Dengan demikian Muhammadiyah
resmi menjadi persyarikatan atau organisasi sebagai sarana berdak-
wah Islam amar makruf nahi mungkar.
Setelah terpenuhi syarat kepengurusan, disusunlah Anggaran
Dasar Muhammadiyah yang banyak dibantu oleh Raden Sosrosugon-
do, Guru Bahasa Melayu di Kweekschool Jetis yang sejak tahun 1890
sudah berhubungan dengan KH. Ahmad Dahlan. Kemudian pada
tanggal 20 Desember 1912 diajukanlah surat permohonan kepada Gu-
bernur Jenderal Hindia Belanda agar persyarikatan Muhammadiyah
diberi izin resmi dan diakusi sebagai badan hukum. Setelah proses
panjang, diskusi dan surat-menyurat terkait administrasi, maka Pe-
merintah Hindia Belanda mengakui Muhammadiyah sebagai badan
hukum yang tertuang dalam Gouvernement Besluit tanggal 22 Agus-
tus 1914 M. nomor 81 beserta lampiran statutennya dan tujuan serta
cara-cara mencapai tujuan dan amal usahanya.23

Capaian Sementara Dakwah Muhammadiyah selama Seabad


Sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar, Muham-
madiyah telah dan terus menunjukkan bukti peran dan kiprahnya
kepada masyarakat secara umum. Semua pemikiran dan gerakan
yang diwujudkan dalam kegiatan atau amal usaha Muhammadiyah
adalah dalam upaya melaksanakan dakwah makruf nahi mungkar.
Bidang-bidang yang menjadi fokus gerakan Muhammadiyah dituju-
kan untuk pengembangan dakwah Islam dalam berbagai bentuknya
sehingga diharapkan terwujud masyarakat Islam yang sebenar-be-
narnya.

23
Ibid., hlm. 110–111.

[ 250 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

Dalam bidang keagamaan, Muhammadiyah menekankan pent-


ingnya pemurnian tauhid, baik dalam akidah yakni menjauhkan sikap
beragama dari syirik, takhayul, bidah, dan khurafat, maupun penga-
malan tauhid yang dikaitkan dengan pemberdayaan sosial. Diyakini
dalam doktrin Islam bahwa pemahaman akidah yang benar haruslah
dibuktikan dengan praksis sosial berupa kepedulian dan pembelaan
bagi kelompok masyarakat yang terpinggirkan atau kurang beruntung
secara ekonomi-sosial-politik. Inilah mengapa KH. Ahmad Dahlan
ketika mengajarkan Surat Al-Ma’un perlu diulang-ulang hingga salah
satu santri beliau yang merasa jenuh terhadap pengulangan kajian Su-
rat al-Ma’un mengajukan pertanyaan yang bernada protes.24 Kemudi-
an KH. Ahmad Dahlan menegaskan pentingnya untuk mengamalkan
terlebih dahulu surat al-Ma’un dalam praktik nyata, yaitu menyantuni
yatim piatu hingga berdaya dan memberdayakan fakir miskin. Barulah
pengajian dialihkan ke surat yang lain. Ini adalah model penafsiran Al-
Qur’an dengan amal nyata ala KH. Ahmad Dahlan atau semacam tafsir
bil-fi’li aw bil-‘amali, sementara dalam kajian tafsir dikenal istilah tafsir
bil-ma’tsur dan tafsir bir-ra’yi.
Di bidang pendidikan, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Mu-
hammadiyah didirikan di samping sebagai pilar peradaban di bidang
ilmu pengetahuan, juga sebagai sarana dakwah menyiarkan Islam di
dunia pendidikan. Bagi yang siswa atau peserta didik yang muslim,
pendidikan Islam menjadi menjadi pengayaan dan pendalaman kajian
keislaman. Sementara bagi yang bukan penganut Islam, menjadi syiar
dakwah dimaksud sebagai pengenalan kepada Islam sebagai sarana
menjembatani toleransi antarumat beragama. Ini merupakan bagian
dari dakwah amar makruf, yakni mengembangkan ilmu pengetahuan
dan nahi mungkar berupa pemberantasan kebodohan.

24
Elly Roosita, Muhammadiyah Kini dan Esok, dalam Nur Achmad dan
Pramono U. Tanthowi, (peny.), Muhammadiyah “Digugat”..., hlm. 67–68.

[ 251 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Di bidang kesehatan, didirikannya klinik, balai pengobatan, balai


kesehatan ibu dan anak, serta rumah sakit Muhammadiyah adalah
bagian dari dakwah bil hal, amar makruf mengembangkan kehidu-
pan sehat, dan nahi mungkar yakni pencegahan dan penghapusan
kondisi sakit dan penyakit. Semula bernama PKO (Penolong Keseng-
saraan Oemoem) yang merupakan organisasi yang berdiri sendiri
oleh beberapa pemimpin Muhammadiyah untuk meringankan beban
korban meletusnya Gunung Kelud pada tahun 1918. Pada tahun 1921,
PKO yang kemudian menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat)
menggiatkan kegiatannya dalam pemberdayaan kaum miskin serta
anak-anak yatim di Yogyakarta. Pada tahun itu pula, didirikan rumah
yatim piatu yang pertama di Yogyakarta dan selanjutnya pada tahun
1926 mendirikan klinik yang kemudian diikuti oleh warga Muham-
madiyah di Surabaya, Malang, dan Solo.25
KH. Ahmad Dahlan di awal-awal usia Muhammadiyah juga
mendirikan Gerakan Kepanduan Muhammadiyah yang diberi nama
Hizbul Wathan yang didirikan pada tahun 1918. Di dalam kepandu-
an Hizbul Wathan, selain anggota diberi latihan kepanduan biasa juga
diberikan juga pelajaran agama serta latihan berorganisasi. Seiring
dengan meluasnya gerakan kepanduan tersebut, berdasarkan keputu-
san Kongres Muhammadiyah Tahun 1926, dibuatkan lembaga khusus
yang dinamakan Majelis Hizbul Wathan yang memiliki cabang-cabang
di Solo, Pekalongan, Pasuruan, Banyumas, Surabaya, dan Klaten, di
samping yang sudah ada di Yogyakarta. Dua tahun kemudian didiri-
kan cabang Hizbul Wathan di Minangkabau.26 Walaupun pada masa
tertentu belakangan, Hizbul Wathan dilebur ke dalam Gerakan Kepan-
duan Pramuka, namun setelah masa Reformasi tepatnya di Muktamar
Muhammadiyah ke-44 di Jakarta, Hizbul Wathan dihidupkan kembali.
Perlu diketahui bahwa salah satu kader terbaik Hizbul Wathan ada-

25
Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam..., hlm. 90.
26
Ibid., hlm. 92.

[ 252 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

lah Jenderal Besar Soedirman yang memberi teladan dalam memimpin


pasukan gerilya melawan penjajah Belanda dan pendiri TNI yang men-
gajarkan Keimanan kepada Allah SWT, melindungi segenap Tanah Air
Indonesia, dan semangat anti penjajahan.
Menurut Prof. Dr. Syamsul Anwar, tajdid Muhammadiyah se-
kurangnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga aspek, yaitu (1) aspek
keagamaan, (2) aspek pendidikan, dan (3) aspek sosial kemasyarakatan.
Beberapa contoh pembaruan keagamaan:
1. Penentuan arah kiblat yang tepat bagi pelaksanaan shalat den-
gan menggunakan ilmu hisab, sebagai kebalikan dari kebiasaan
sebelumnya yang menghadap ke barat.
2. Penggunaan perhitungan astronomi (ilmu falak) untuk menentu-
kan awal bulan kamariah, sebagai kebalikan dari kebiasaan lama
yang berdasarkan kepada rukyat (mengeni ini disertakan makal-
ah tersendiri bersama makalah ini).
3. Menyelenggarakan salat Id di lapangan terbuka sebagai peruba-
han dari praktik sebelumnya yang melakukannya di mesjid.
4. Pengumpulan dana zakat melalui suatu panitia pengumpul
(amil) sebagai perubahan dari praktik sebelumnya yang dilaku-
kan secara individual atau menyerahkan uang zakat kepada
pemuka agama seperti modin atau kiyai.
5. Penyampaian khutbah dalam bahasa daerah sehingga dimen-
gerti oleh jamaah akan pesan-pesan yang terkandung di dalam
khutbah itu dan agar khutbah itu juga merupakan wahana pem-
binaan umat; sementara sebelumnya dipakai bahasa Arab yang
tidak dimengerti oleh jamaah.
6. Penyederhanaan pelaksanaan upacara lingkaran hidup (life circle)
seperti kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian.
7. Penyederhanaan makam yang semula dihiasi secara berlebih-leb-
ihan.
8. Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang yang di-
anggap suci (wali) untuk minta syafaat.

[ 253 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

9. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat gaib, yang


dimiliki oleh kiyai/ ulama tertentu.
10. Rasionalisasi pemahaman keagamaan seperti pelarangan pen-
anaman kepala kerbau di bawah suatu bangunan dengan alasan
perbuatan tersebut lebih merupakan perbuatan mubazir.
11. Melaksanakan salat tarawih 11 rakaat sesuai dengan hadis-hadis
yang sahih.
12. Membolehkan perempuan menjadi pemimpin meskipun dalam
warisan kultural Islam dan dalam hadis Nabi SAW dilarang (un-
tuk poin 12 ini lihat Adabul Mar’ah fil-Islam).
13. Terbentuknya Majelis Tarjih (1927), suatu lembaga yang meng-
himpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap
mengadakan permusyawaratan dan member fatwa-fatwa dalam
bidang keagamaan serta member tuntunan mengenai hukum
yang sangat bermanfaat bagi umat dan khalayak umum.
14. Terbentuknya Departemen Agama (sekarang Kementerian Aga-
ma) Republik Indonesia, tidak bisa dipisahkan dari kepeloporan
pemimpin Muhammadiyah, oleh karena itu pada tempatnya bila
Menteri Agama yang pertama dipercayakan di pundak tokoh
Muhammadiyah yaitu Prof. Dr. HM Rasyidi. Begitupula usa-
ha-usaha penyempurnaan pelaksanaan pengangkutan jamaah
haji Indonesia, nama KH. Syuja’ sebagai tokoh PKU Muham-
madiyah, tidak bisa dilupakan atas jasa-jasanya, karena hingga
sekarang umat Islam Indonesia bisa menikmati perintisannya.
15. Tersusunnya rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Mu-
hammadiyah” (MKCH) adalah suatu hal yang sangat besar, penting
dan belum ada duanya di Indonesia sampai dewasa ini. Di mana
sebuah organisasi Islam secara bulat mampu menyusun pokok-
pokok agama Islam secara sederhana, mencakup dan tuntas.
16. Tersusunnya rumusan “Pedoman Hidup Islami warga Muham-
madiyah” (PHIWM) adalah juga suatu hal yang sangat besar dan
penting. Di dalamnya mengatur sendi-sendi kehidupan indi-

[ 254 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

vidu, berkeluarga dan bermasyarakat untuk tercapainya tujuan


Muhammadiyah sebagaimana dijelaskan pada bab ini.
Di bidang pendidikan Muhammadiyah melakukan pembaruan
dan inovasi sistem pendidikan Islam tradisional di Indonesia dengan
membangunan suatu sistem pendidikan yang mengadopsi sistem
pendidikan Eropa (Belanda) dengan mendidirkan sekolah-sekolah
dan mengajarkan ilmu-ilmu sekuler dan keagamaan secara sekaligus.
Salah satu sebab didirikan Muhammadiyah ialah karena lem-
baga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak memenuhi lagi
kebutuhan tuntutan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajarann-
ya yang tidak sesuai, bahkan sistem pendidikannya pun harus diada-
kan perombakan yang mendasar. Maka didirikanlah sekolah-sekolah
yang tidak lagi memisah-misahkan antara pelajaran yang dianggap
agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu umum.
KHA Dahlan prihatin terhadap penjajahan bangsa Barat atas
umat Islam, namun Dahlan tidak menutup diri untuk mengadopsi
sistem pendidikan Barat. Ini menunjukkan bahwa beliau memiliki
sikap arif dan jernih dalam melihat dan memilah persoalan. Barat
harus dimusuhi sebagai penjajah, namun harus dikawani sebagai
peradaban. Agama Kristen yang dibawa para misionaris Barat harus
dimusuhi sejauh ketika agama tersebut dipakai sebagai kedok impe-
rialisme. Namun sebagai sebuah agama, KH. A. Dahlan sangat meng-
hormati para pemeluk agama Kristen.
Kenyataannya di Indonesia tidak mungkin menghapus sama seka-
li sistem sekolah umum dan sistem pesantren, maka Muhammadiyah
menempuh usaha perpaduan antara keduanya, yaitu dengan:
1. Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke da-
lamnya ilmu-imu secara pendidikan keagamaan, dan
2. Mendirikan madrasah-madrasah atau pesantren-pesantren
yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan
umum.

[ 255 ]
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan
mana ilmu agama dan mana ilmu umum. Semua adalah perintah
dan dalam naungan agama. Dan hal ini juga menunjukkan bahwa se-
jak didirikan, Muhammadiyah menampilkan corak arif, terbuka dan
lapang dada.

 eran Muhammadiyah dalam Bangunan Ke-Islaman dan Ke-


P
Indonesiaan
Dalam praktiknya, peran Muhammadiyah di samping yang telah
disebutkan sebelumnya, juga berperan penting dalam politik kenegaraan
atau kebangsaan. Meskipun Muhammadiyah bukan suatu organisasi
politik dan tidak akan menjadi partai politik, dengan keyakinannya bahwa
agama Islam adalah agama yang mengatur segenap kehidupan manusia
di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang berhubungan den-
gan dunia juga menjadi garapannya, tak terkecuali soal-soal kenegaraan
atau kebangsaan. Akan tetapi, jika Muhammadiyah ikut bergerak dalam
urusan kenegaraan dan pemerintahan, tetap dalam batas-batasnya se-
bagai Gerakan Dakwah Islam Amar Makruf nahi Mungkar, dan sama
sekali tidak bermaksud menjadi sebuah partai politik. Atas dasar pen-
dirian itulah, KHA. Dahlan ikut duduk menjadi pengurus Budi Utomo
ataupun menjadi penasehat pimpinan Sarekat Islam. Begitu pula pem-
impin-pemimpin Muhammadiyah yang lain seperti KH. Fakhruddin,
KH. Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo pada dasarnya mempunyai
pendirian yang sama
Tidak dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Mu-
hammadiyah yang dapat digolongkan ke dalam bidang politik kene-
garaan atau kebangsaan, hanya beberapa, di antaranya:
1. Pemerintah kolonial Belanda selalu berusaha agar perkemban-
gan agama Islam bisa dikendalikan dengan bermacam-macam

[ 256 ]
cara, di antaranya menetapkan agar semua hewan yang dijadikan
kurban harus dibayar pajaknya. Hal ini ditentang oleh Muham-
madiyah, dan akhirnya berhasil dibebaskan.
2. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam A’la Indone-
sia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik
Indonesia agar Indonesia mempunyai parlemen di zaman pen-
jajahan. Begitu pula pada kegiatan-kegiatan Islam internasional,
seperti Konferensi Islam Asia Afrika, Muktamar ‘Alam Islam,
Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah
aktif mengambil peran di dalamnya.
3. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia, begitupula
pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirin-
ya satu partai Islam Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia)
dengan gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakar-
ta sebagai tempat kelahirannya. Malahan setelah beberapa tahun
lamanya akibat kekosongan partai politik yang sejiwa dengan ke-
hendak Muhammadiyah, akhirnya pada tahun 1967 Muhammadi-
yah tampil lagi sebagai tulang punggung utama pendiri Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi)
4. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia
di kalangan umat Islam Indonesia, dengan memelopori penggu-
naan bahasa Indonesia dalam tabligh-tablighnya, dalam khutbah
ataupun tulisan-tulisannya. Pada saat terdengar semboyan nasion-
alisme dituduh sebagai pembawa fanatisme ashabiyah atau fanatik
golongan, untuk mengahadapi reaksi tersebut dikumandangkan
semboyan “Hubb al-Wathan min al-Iman” (cinta tanah air adalah
salah satu cabang dari keimanan). Bahkan Muhammadiyah juga
kemudian mendirikan organisasi sayapnya (organisasi otonom)
dengan nama Hizbul Wathan (Pembela/ Tentara Tanah Air).

[ 257 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

5. Pada era reformasi tahun 1998, Muhammadiyah juga melalui


Prof. Dr. Amien Rais sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Mu-
hammadiyah saat itu menjadi pelopor begulirnya reformasi den-
gan jatuhnya pemerintahan Soeharto.
6. Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. HM. Dien Syamsuddin, Mu-
hammadiyah berperan aktif dalam mengajukan judicial review
(peninjauan kembali) ke Mahkamah Konstitusi Undang-un-
dang No 22 tahun 2001 mengenai pengelolaan Minyak dan Gas
Bumi Indonesia karena dianggap hanya menguntungkan pihak
asing, hal tersebut tidak selaras dengan semangat Undang-Un-
dang Dasar 1945 yang berbunyi “… Cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara” serta “Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat…”. Has-
il dari judicial review adalah pembubaran BP. Migas.
7. Di samping berperan aktif dalam mengajukan judicial review ke
Mahkamah Konstitusi tentang pengelolaan Minyak dan Gas
Bumi Indonesia (Migas), kini Muhammadiyah sudah berhasil
mengajukan judicial review tentang Pertambangan, Mineral dan
Batubara (UU Minerba), UU No.24 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit yang dianggap merugikan organisasi kemasyarakatan (Or-
mas) Islam tersebut, serta UU Ormas yang baru saja disahkan
DPR (tahun 2013).
8. Disusunnya pokok-pokok pikiran Muhammadiyah tentang kene-
garaan dan kebangsaan di antaranya terbit rumusan Khittah Per-
juangan Muhammadiyah baik yang dirumuskan di Palembang
(Khittah Pelambang), Ujung Pandang (Khittah Ujung Pandang),
Ponorogo (Khittah Ponorogo), Khittah Surabaya dan Denpasar
(Khittah Denpasar). Bahkan khusus di Denpasar, Khittah Mu-
hammadiyah dinamakan dengan Khittah Perjuangan dalam Ke-
hidupan Berbangsa dan Bernegara.

[ 258 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

Faktor-faktor Keberhasilan Muhammadiyah


Jika kehadiran Muhammadiyah sejak didirikan tahun 1330 H
atau 1912 M dirasakan oleh bangsa dan masyarakat secara umum se-
bagai sebuah amal kebaikan, setidaknya menjadi benteng dalam ber-
dakwah amar makruf nahi mungkar, maka sejumlah faktor berikut
dinilai mempengaruhi keberhasilan Muhammadiyah.
Faktor-faktor keberhasilan tersebut, antara lain: Pertama, faktor
doktrin dakwah amar maruf nahi mungkar (semangat mengajak ke-
pada kebaikan dan menyuruh pada kebajikan dan mencegak dari ke-
mungkaran) dan jihad fi sabilillah (berjuang dan berusaha di jalan Allah,
jalan kebenaran). Artinya menggerakkan Muhammadiyah didasari
landasan dan semangat dakwah dan jihad. Sektor pendidikan, sosial,
kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat semua dilakukan atas dasar
dakwah kebaikan. Dakwah yang dipahami sebagai upaya yang sung-
guh-sungguh untuk mengubah kondisi suatu masyarakat menuju kon-
disi lebih baik. Tanpa motivasi dakwah dan jihad fi sabilillah diyakini
sangat sulit bahkan tidak bisa Muhammadiyah mengembangkan amal
usahanya di seluruh Indonesia, bahkan telah merambah di luar negeri.
Muhammadiyah menjadikan dakwah Islamiyah sebagai tugas pokok
karena identitasnya sebagai gerakan Islam.27
Kedua, faktor keteladanan dari pendiri dan para generasi awal.
Tidak diragukan bahwa KH.Ahmad Dahlan dan para tokoh generasi
awal sangat baik dalam memberikan teladan berdakwah dan berjihad
di jalan kebaikan. Suatu hari KH. Ahmad Dahlan memukul kenton-
gan sebagai aba-aba untuk warga sekitar berkumpul di rumah beliau.
Ternyata beliau sedang mengumumkan untuk mengumpulkan ban-
tuan dana dakwah dengan melelang meja kursi dan perabotan beliau
untuk biaya dakwah. KH. Ahmad Dahlan juga sangat giat berkunjung

27
Syarifuddin Jurdi, dkk. (peny.), 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan
Pembaruan Sosial Keagamaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 258–259.

[ 259 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

ke daerah-daerah untuk berdakwah walaupun jauh, walaupun teran-


cam, atau sedang dalam keadaan kurang sehat.
Demikian juga diwarisi oleh generasi berikutnya yang juga memi-
liki keteladanan yang baik dalam berdakwah dan berjuang membela
Islam dan kesejahteraan sosial. KH. AR. Fakhruddin yang memilih
hidup bersahaja dan lapang dada dalam menyikapi perbedaan. Ke-
tika beliau ditawari oleh seorang pengusaha untuk menerima satu
paket bantuan SPBU buat beliau dan keluarga, KH. AR. Fakhruddin
lebih memilih untuk diberikan saja kepada Muhammadiyah, sebab
beliau merasa sudah cukup dengan memiliki warung klontong dan
berjualan bensin serta minyak tanah eceran. Ketika KH. AR. Sepu-
lang dari memberikan ceramah di daerah Jepara, beliau dibawakan
seperangkat perabotan jati berupa lemari, meja, kursi dan sebagainya
yang diantarkan mengiringi kepulangan beliau hingga sampai ru-
mah. Ketika ditanyakan oleh beliau, perabotan jati tersebut buat sia-
pa? Dijawab, untuk Pak AR. Kemudian beliau menolak secara bijaksa-
na sembari menyarankan untuk diantarkan saja ke kantor Pimpinan
Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta sebagai inventaris Muham-
madiyah.
Ketiga, militansi dan dukungan sukarela jamaah atau warga
Muhammadiyah. Ini juga faktor penting bahwa tanpa militansi dan
dukungan sukarela dari warga Muhammadiyah dalam membantu
dan berjuang menghidupkan Muhammadiyah dan amal usahanya,
mungkin juga perkembangan Muhammadiyah tidak seperti kini. Se-
bagai warga dan jamaah Muhammadiyah, sangat terbiasa jika diajak
iuran atau patungan untuk infak/sedekah/wakaf tunai guna membeli
tanah, membangun sekolah, masjid, panti asuhan yatim, klinik/rumah
sakit, dan pesantren Muhammadiyah. Semua itu biasa dilakukan dan
dijalankan dalam menggerakkan potensi warga Muhammadiyah dan
simpatisannya. Tanpa bantuan dan dukungan warga Muhammadi-
yah dan para simpatisan, perkembangan Muhammadiyah tidak bisa
sedemikian rupa.

[ 260 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

Keempat, ketertiban dan kerapian gerakan dalam berorganisasi


juga menjadi faktor dominan dalam melihat keberhasilan Muham-
madiyah. Betapa tidak, rencana dan cita-cita yang mulia namun
tidak didukung oleh gerakan dan organisasi yang tertib-rapi musta-
hil memperoleh hasil yang memuaskan. Selain itu, dibutuhkan juga
sikap istiqamah (konsisten) organisasi dan para tokoh pemimpin da-
lam berpegang teguh pada nilai-nilai ajaran Islam. Organisasi dan to-
koh pemimpin yang istiqamah tidak bisa ditukar dan dibeli dengan
apapun dan untuk kepentingan apapun selain yang sudah menjadi
khittah atau garis besar organisasi.
Dalam mencapai tujuan Muhammadiyah yakni terwujudnya mas-
yarakat Islam yang sebenar-benarnya, niscaya dibutuhkan ketertiban
dan kerapian gerakan organisasi. Di dalam Al-Qur’an Surat al-Shaff: 3:
dinyatakan bahwa Allah sangat mencintai orang-orang yang berjuang
di jalan-Nya dengan keadaan bershaf yang rapi dan tertib laksana ban-
gunan yang kukuh. Organisasi yang baik haruslah dikelola secara rapi
dan tertib, baik menyangkut administrasi surat-menyurat maupun
menyangkut administrasi keuangan dan juga manajerial.
KH. Ahmad Dahlan memahami bahwa kata ummatun dalam QS.
Ali Imran: 104 yang menjadi ayat paling banyak dibaca saat menjelas-
kan landasan berdirinya Muhammadiyah adalah organisasi yang
rapi. Kata ummatun sering diartikan sebagai umat atau tatanan mas-
yarakat. Lebih tepatnya adalah kata umat adalah sekumpulan warga
yang diatur oleh suatu aturan dan hukum secara adil dan bijaksana
dalam mencapai tujuan. Kata tersebut berakar pada “amma-ya’ummu,
imamatan” yang artinya memimpin atau memandu. Imamah adalah
kepemimpinan. Imam adalah pemimpin. Umat adalah kumpulan in-
dividu-individu atau orang-orang yang dipimpin oleh suatu kepem-
impinan. Di sini ada proses kepemimpinan dan keorganisasian yang
baik dan tertib untuk mencapai tujuan dakwah amar makruf naahi
mungkar menuju masyarakat yang berhasil atau sukses (muflihun).

[ 261 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Kelima, jaringan dan kepercayaan pihak lain kepada Muham-


madiyah. Selain faktor-faktor di atas, Muhammadiyah juga sangat
didukung oleh jaringan yang relatif baik dengan para stakeholders
(para pemangku kepentingan) yang berjejaring dan bekerjasama den-
gan Muhammadiyah. Hal tersebut tidak terlepas dari hasil pembinaan
masyarakat melalui jalur pendidikan, kesehatan atau sosial-kemasyar-
akatan yang ditekuninya sejak awal. Banyak warga masyarakat yang
berkat kepercayaan kepada Muhammadiyah tersebut rela mewakaf-
kan sejumlah harta atau aset pribadi dan keluarga untuk pengemban-
gan dakwah Islam dan amal usaha Muhammadiyah.
Jaringan dan kepercayaan tersebut juga perlu terus dibina dan
ditingkatkan daya gunanya demi dakwah Islam dalam arti luas da-
lam konteks kesemestaan dan keindonesiaan.

Tantangan Muhammadiyah Kini dan Mendatang


Sepanjang perjalanan seabad lebih semenjak menjadi ide dan
kemudian didirikannya Muhammadiyah tahun 1330/1912 tantangan
Muhammadiyah dapat dikelompokkan dalam klasik dan masa kini.
Tantangan klasik ekternal masih dirasakan oleh Muhammadiyah, an-
tara lain: masih ada sejumlah kalangan yang menganggap Muham-
madiyah tidak berada di jalan sunnah, walaupun Muhammadiyah
tetap dan terus berjuang berdakwah dengan menjadikan Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. sebagai landasan utama gerakan.
Tantangan ini akan terus ada sejak dulu dan juga kini dan sepatutnya
dijadikan sebagai pemompa semangat dan pengingat (taushiah) untuk
berjuang di atas landasan agung, Al-Qur’an dan Sunnah.
Tantangan lain di internal umat Islam yang belum bisa menang-
kap makna dan memahami bahwa Islam adalah agama yang berprin-
sip moderat. Tidak menjadi agama ekstrem atau berlebihan. Sebagian
kalangan memahami dan menjalankan Islam secara kaku, keras, tek-
stual dan kemudian berujung pada menafikan pemahaman lain yang
masih tercakup dalam dalil baik dari Al-Qur’an dan Sunnah. Di sisi

[ 262 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

lain, sebagian kalangan yang memahami dan berusaha memisahkan


Islam dari umat dan kehidupan yang riil. Bagi kalangan ini, Islam
adalah pengalaman subjektif yang sepatutnya hanya hadir di alam
subjektif. Tentu jika pemahaman ini diikuti akan berdampak bahwa
Islam akan jauh dari kehidupan atau sebaliknya, kehidupan akan ter-
jauhkan dari nilai-nilai Islam. Kedua kecenderungan tersebut sering
mengemuka dalam debat pemikiran. Di sini Muhammadiyah ditun-
tut mengambil peran strategis mendialogkan dan menjadikan Islam
hadir di tengah kehidupan masyarakat secara kontekstual dan sesuai
dengan semangat zaman, tanpa menjadikan pihak lain khawatir den-
gan kehadiran Islam yang sejatinya berporos pada konsep rahmah se-
bagai sifat agung Allah Yang Maha Rahman dan Rahim.
Yang tidak kalah beratnya adalah tantangan dalam bidang so-
sial-ekonomi. Saat ini bangsa Indonesia semenjak krisis tahun 1998,
masih didera dengan problem sosial-ekonomi yang relatif berat, an-
gka pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi bahkan cend-
erung meninggi belakangan seiring dengan dicabutnya berbagai
macam subsidi rakyat miskin. Menjadi pekerjaan penting bagi pe-
megang kekuasaan di negeri ini untuk terus berjuang memberdaya-
kan rakyat dan mendekatkan jarak antara kaum yang berpunya dan
kaum miskin melalui program-program prorakyat dan tidak berhenti
dalam jargon-jargon politik. Muhammadiyah dengan segala keter-
batasan, berusaha ikut membantu tugas besar ini melalui amal usaha
yang dimilikinya, setidaknya dalam bidang penyiapan sumber daya
manusia melalui pendidikan Muhammadiyah.
Muhammadiyah juga perlu menguatkan peran dalam bidang
penguatan nilai-nilai keruhanian yang baik, antara lain kejujuran,
keadilan, tanggung jawab, solidaritas sosial, dan persaudaraan kein-
donesiaan. Antara lain dilakukan dengan dukungan dan kampanye
antikorupsi dalam semua bentuknya dalam bermasyarakat dan ber-
bangsa. Hal ini sudah dilakukan antara lain dengan menerbitkan buku
hasil kajian Majelis Tarjih dan Tajdid PP. Muhammadiyah pada tahun

[ 263 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

2006 dengan judul Fikih Antikorupsi dan serangkaian kampanye an-


tikorupsi melalui mimbar khutbah dan kajian-kajian di tingkat pusat
hingga daerah. Seperti menjadi pengetahuan umum bahwa tingkat
korupsi yang menguat di negeri ini akan menghancurkan sendi-sendi
bangsa dan negara. Dalam hal penguatan dan sosialisasi nilai-nilai
keutamaan, Muhammadiyah punya peran besar dalam mengisi dan
mengatasi masalah ini melalui lembaga pendidikan dan pengkajian
formal-informal yang dikelolanya.
Jika di masa awal Muhammadiyah mencanangkan gerakan anti
TBC (Takhayul, Bidah, dan Churofat), maka di abad kedua usianya,
Muhammadiyah perlu mendefinisikan tantangan barunya sebagai
TBC jilid kedua, misalnya Terrorisme, Bunga/Riba, dan Corruption da-
lam berbagai bentuknya.
Muhammadiyah juga menghadapi tantangan terkait dengan
ketersediaan kader bangsa yang beriman dan berakhlak mulia un-
tuk melanjutkan dan membangun Indonesia ke depan di semua lini
kepemimpinan. Muhammadiyah tidak bisa tidak hadir dalam mem-
persiapkan kader-kader terbaiknya untuk mengisi pasokan kader
bangsa dan kader nasional pemimpin yang mengayomi umat dan
bangsa, mengayomi kemanusiaan, keindonesiaan, dan sekaligus keis-
laman.
Dan tantangan besar lainnya adalah, bersama semua komponen
bangsa, merawat dan melindungi segenap tanah air Indonesia dari
usaha-usaha pihak lain yang terselubung yang berusaha menghalangi
tercapainya cita-cita dan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Muhammadiyah melalui
amal usahanya dan juga organisasi-organisai otonomnya berusaha
menanamkan rasa cinta tanah air, antara lain dalam kegiatan-ke-
giatan Muhammadiyah dan ortom-ortomnya diisi dengan penegasan
Kemuhammadiyahan, Keislaman, dan Keindonesiaan.

[ 264 ]
Peran Strategisdan Tantangan Muhammadiyah

Dengan istiqamah menjalankan peran-perannya menjawab tan-


tangan zaman, dengan senantiasa berpedoman pada Al-Qur’an dan
Sunnah serta berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan teguh, maka kehadiran, investasi pemikiran, dan peran
aktif Muhammadiyah akan senantiasa dinanti oleh masyarakat dan
bangsa menuju baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur (negeri yang
indah dan Tuhan pun Maha Pengampun). Amin. •

[ 265 ]
Senarai Pustaka

‘Abd Allāh Qar’āwī ibn Ibrāhīm ibn ‘Uthmān, Ahmad ibn Muham-
mad Ibn Hanbal. 1986. al-Muhassal: min musnad al-Imām Ahmad
ibn Hanbal, Matābi’ al-Khālid, Volume 2.
Abdul Mu’ti. 2009. Islam Berkemajuan. Jakarta: Al-Wasat
Abdul Munir Mulkhan. 1990. Pemikiran K.H.Ahmad Dahlan dan Muham-
madiyah: Dalam Perspektif Perubahan Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
______. 1990. Warisan Intelektual KH Ahmad Dahlan dan Awal Muham-
madiyah. Yogyakarta: PT Percetakan Persatuan.
______. 1991. Islam (Yang) Menggembirakan. Yogyakarta: Metro.
______. 2010. Jejak Pembaharuan Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad
Dahlan. Jakarta; Kompas Media Nusantara.
______. 2013. Ajaran dan Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan. Yogyakarta:
Galang Press.
______. 2010. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam Hikmah Muham-
madiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
Achmad Jainuri. 2002. Ideologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan
Keagamaan Muhammadiyah Periode Awal. Surabaya: LPAM.
Adi Nugraha. 2009. Kiai Haji Ahmad Dahlan. Jakarta: Garasi.
Ahmad Najib Burhani. “Dari Teologi Mustad’afin Menuju Fiqh
Mustad’afin,” Muhammadiyah Studies.
______. 2010. Muhammadiyah Jawa. Ciputat: Al-Wasat Publishing
House.
Ahmad Syafii Maarif. Teologi Al-Ma’un Muhammadiyah, dalam
http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/12/08/07/
m8dxq8-teologi-almaun-muhammadiyah.

[ 267 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

______. 2000. Independensi Muhammadiyah di Tengah Pergumulan Pe-


mikiran Islam dan Politik. Jakarta: Pustaka Cidesindo.
______. 2010. Menggugat Modernitas Muhammadiyah: Refleksi Satu Abad
Perjalanan Muhammadiyah. Jakarta: Best Media Utama.
Alfian. 2010. Politik Kaum Modernis: Perlawanan Muhammadiyah Terh-
adap Kolonialisme Belanda. Ciputat: Al-Wasath.
Amelia Fauzia dan Dick van Der Meij. 1998. Filantropi Di Berbagai Tra-
disi Dunia. Jakarta: CSRC.
Amien Rais. 1998. Membangun Politik Adiluhung: Membumikan Tauhid
Sosial Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Bandung: Zaman.
______. 1999. Amien Rais Menjawab Isu-Isu Politis Seputar Kiprah Kon-
troversialnya. Bandung: Mizan
______. 2000. Muhammadiyah dan Reformasi. Yogyakarta: Majelis Pus-
taka PP Muhammadiyah
______. dkk. 2010. 1 Abad Muhammadiyah: Istiqamah Membendung Kris-
tenisasi & Liberalisasi. Yogyakarta: MTDK-PPM.
Anis Baswedan. Indeks Kejujuran Sekolah Memprihatinkan, ini ada-
lah catatan Kemdiknas selama 5 tahun berturut-turut, https://
www.cnnindonesia.com/nasional/20151222122808-20-99841/in-
deks-kejujuran-sekolah
Asep Purnama Bakhtiar. “Dakwah Pencerahan dalam Mengembang-
kan Kehidupan yang Berkemajuan di Basis Masyarakat.” Maka-
lah, disampaikan dalam Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah di Kampus Univeristas Muhammadiyah Yogy-
akarta. 4-6 Ramadhan 1435 H/1-3 Juli 2014.
Badan Pusat Statistik. Persentase Penduduk Miskin Maret 2016 Men-
capai 10.86 Persen, https://www.bps.go.id/brs/view/1229
Berita Resmi Muhammadiyah, nomor 01/2015-2020/Dzulhijah 1436
H/September 2015 M. Tanfidz Keputusan Muktamar Muham-
madiyah ke-47 Makassar
Deliar Noer. 1973. The Modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-
1942: East Asian Historical Monographs. Oxford: Oxford University
Press.
Deni Al-Asy’ari. 2009. Selamatkan Muhammadiyah: Agenda Mendesak
Warga Muhammadiyah. Yogyakarta: Kibar Press.

[ 268 ]
Ideologi Muhammadiyah

Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Band-


ung: CV Penerbit Diponegoro, Cet. Ke-10
Depdiknas. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Jakarta: Balitbang Pusat Data dan Informa-
si, 2004
Didin Hafiduddin. 1998. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani Press.
Eri Sudewo. 2010. Manajemen Zakat; Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4
Prinsip Dasar. Jakarta: Institut Manajemen Zakat.
Esposito L John. dkk., 1984. Islam Dan Pembaharuan. Jakarta: Rajawali
Pers.
Euis Sunarti. 2006. “Potret Buram Keluarga Indonesia.” makalah da-
lam rangka menyambut hari keluarga Nasional.
Faisal Agus. 2011. Revitalisasi Lembaga Zakat, dalam Titik Temu Zakat
dan Pajak. Jakarta: Peduli Ummat.
Farihen. 2013. Akar Pembaharuan Dalam Islam dan Studi Kemuhammadi-
yahan. Ciputat: Ceria Ilmu.
Franz Magnis Suseno, 1992. Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Jakarta: Kani-
sius.
Godfried Engbersen, Keey Schuyt. Jaap Timmer, and Frans van
Waarden. 2006. Culture of Unemployment: A Comparative Look at
Long Term Unemployment and Urban. Poverty Amsterdam: Am-
sterdam University Press.
Haedar Nashir. 2001. Ideologi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Su-
ara Muhammadiyah.
______. 2010. Muhammadiyah Abad Kedua. Yogyakarta: Suara Muham-
madiyah, cet. ke-1.
______. 2010. Muhammadiyah Gerakan Pembaharuan. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.
______. 2014. Memahami Ideologi Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.
______. 2015. Dinamisasi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.
______. 2017. “Indonesia Hitam Putih,” Republika, edisi 14 Agustus
2017

[ 269 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Hajriyanto Y Tohari, dkk. 2017. Negara Pancasila Sebagai Darul Ahdi


Wa Syahadah. Ciputat: Al-Wasat
Hamdan Hambali. 2008. Ideologi dan Strategi Muhammadiyah. Yogy-
akarta: Suara Muhammadiyah.
Hamid Abidin. dan Kurniawati (peny.). 2008. Mensejahterakan Umat
dengan Zakat; Potensi Zakat Masyarakat di Indonesia Hasil Survei di
sepuluh Kota di Indonesia. Depok; Pira Media
Helmut Anheier K., dan Diana Leat. 2006. Creative Philanthropy To-
ward a New Philanthropy For The Twenty-First Century. Los Ange-
les: University of California.
Hery Sucipto, Nadjamuddin Ramly, 2005. Tajdid Muhammadiyah Dari
Ahmad Dahlan Hingga Ahmad Syafii Maarif. Jakarta: Grafindo
Hilman Latief. 2010. Melayani Umat; Filantropi Islam dan Ideologi Kes-
ejahteraan Kaum Modernis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
HM Harry Mulya Zein. Kemiskinan yang Dapat Gelincirkan Iman.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/06/
m6p3vd-kemiskinan-yang-dapat-gelincirkan-iman
Ibn Katsir. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim. Juz I
Imam Robandi. 2013. Semangat Tanpa Batas. Gombong: Tangan Emas.
Irdham Huri. 2006. Filantropi Kaum Perantau; Studi Kasus Kedermawanan
Sosial Organisasi Perantau Sulit Air Sepakat (SAS), Kabupaten Solok,
Sumatra Barat. Depok: Piramedia
Isbandi Rukminto Adi. 2001. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan
Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis).
Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
______. 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai
upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Izza Rohman. 2016. Tafsir Al-Maun dengan Metode Tujuh Tafsir. Ciputat:
Al-Wasat Publishing House dan Pimpinan Ranting Muhammadi-
yah Pondok Cabe Hilir
Jeffrey D. Sach. 2005. The End of Poverty: The Possibilities For Our Time.
New York: The Penguin Press.
Juwita Arniwis “Kemiskinan Dan Konversi Agama” Studi Kasus
Masyarakat Balangbuki Desa Tonasa Kecamatan Tombolo Pao
Kabupaten Gowa, Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushu-
luddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar

[ 270 ]
Ideologi Muhammadiyah

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2003. Jakarta: Balai Pustaka


Kenichi Ohmahe. 2005 dalam .republika.co.id. diakses Tanggal 20 Ma-
ret 2017
Keputusan Muktamar 47. 2015. Muhammadiyah dan Isu-Isu Strategis
Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal. Yogyakarta;
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Khalifah Abdul Hakim. 1986. Hidup yang Islami: Menyeharikan Pe-
mikiran Transendental Akidah dan Ubudiyah. Jakarta: Rajawali.
Kompas.com, Senin 29 Juni 2009.
KRH Hadjid. 2003. Pelajaran KHA Dahlan. Yogyakarta: Majelis Pusta-
ka dan Informasi PP Muhammadiyah.
Kuntowijoyo. 1985. “Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah,” da-
lam Amien Rais. dkk. Pendidikan Muhammadiyah dan Peruba-
han Sosial. Yogyakarta: PLP2M
______. 1991. Paradigma Islam: Interprestasi untuk Aksi. Bandung: Mizan.
______. dkk., 1996. Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah (Al-
manak Muhammadiyah Tahun 1997 M./1417–1418 H). Yogyakar-
ta: Pustaka Pelajar Offset.
______. 1997. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan.
Lazismu. 2015. Aksi Bersama Untuk Sesama Perilaku dan Potensi Filantro-
pi Warga Muhammadiyah. Jakarta: Lazis-Mu.
M. Dawam Rahardjo. 2010. Satu Abad Muhammadiyah: Mengkaji Ulang
Arah Pembaruan. Jakarta: Paramadina & LSAF
M. Din Syamsuddin. 2008. “Muhammadiyah dan Dialog Pemikiran”,
dalam http:// fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=92 (22/04/2008),
diakses 29-4-2011.
Madjid Nurcholish. 1997. Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya Dalam
Pembangunan Di Indonesia. Jakarta: Paramadina
Majelis Pustaka & Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2015.
Profile Amal Usaha Muhammadiyah. Yogyakarta: MPIPPM.
Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), 2015. Jihad Keberdayaan
Model-Model Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Lazismu.
Michael Norton. 1996. The Worldwide Fundraiser’s Handbook. A Gui-
deto Fundraising for NGOs and Voluntary Organisations. London:
International Fundraising Group dan Directory of Social Change

[ 271 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Michael Sherraden. 2006. Asset untuk Orang Miskin: Perspektif Baru Us-
aha Pengentasan Kemiskinan. Jakarta: Rajawali Press
Michele Borba. 2008. Membangun Kecerdasan Moral. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Moh. Ali Aziz, 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana
MT. Arifin. 1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah. Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya.
Muhammad Azhar. dkk., 2000. Pengembangan Pemikiran Keislaman
Muhammadiyah: antara Purifikasi dan Dinamisasi. Yogyakarta: LPPI
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Muhsin Kalida. 2004. Fundraising Dalam Studi Pengembangan Lemabaga
Kemasyarakatan. Yogyakarta: Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga.
Mukhaer Pakkanna & Nur Achmad (peny.). 2005. Muhammadiyah
Menjemput Perubahan: Tafsir Baru Gerakan Sosial-Ekonomi-Politik.
Jakarta: Kompas, cet. ke-1.
Mukti Ali. 2005. “Rumah Tangga Sejahtera Bahagia dan Pembangu-
nan Negara,” dalam Membina Keluarga Bahagia. Jakarta: Pustaka
Antara, cet.3.
Munawwar Khalil. 2016. Modul Baitul Arqam. Yogyakarta: MPK Mu-
hammadiyah.
Musthafa Kamal Pasha, dan Ahmad Adaby Darban. 2002. Muham-
madiyah sebagai Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis.
Yogyakarta: LPPI UMY, cet. ke-2.
Nasution Harun. 1985. Pembaruan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Noor Chozin Agham. 2012. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Jakarta:
UHAMKA Press.
Nur Achmad & Pramono U. Tanthowi. 2000. Muhammadiyah “Digugat”,
Reposisi di Tengah Indonesia yang Berubah. Jakarta: Kompas, cet. ke-1.
Pimpinan Pusat Aisyiyah. Tuntunan Keluarga Sakinah. Dokumen Satu
Abad Aisyiyah. Muktamar ke-47 di Makassar, 18-22 Syawal 1436
H/ 3-7 Agustus 2015 .
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2010. Tanfidz Keputusan Muk-
tamar Satu Abad Muhammadiyah. Yogyakarta.
______. 2011. Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah.

[ 272 ]
Ideologi Muhammadiyah

______. 2014. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muham-


madiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.
______. 2014. Kumpulan Materi Pengajian Ramadlan. Yogyakarta: Pimp-
inan Pusat Muhammadiyah.
______. 2015. Indonesia Berkemajuan: Rekonstruksi Kehidupan Kebangsaan
yang Bermakna. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
______. 2015. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah.
______. 2015. Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua. Yogyakar-
ta: Gramasurya.
______. 2015. Model Dakwah Pencerahan Berbasis Komunitas. Yogyakarta.
______. 2015. Negara Pancasila Sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah. Yogy-
akarta
Ridjaluddin. 2011. Muhammadiyah dalam Tinjaun Filsafat Islam. Jakarta:
Pusat Kajian Islam Fakultas Agama Islam UHAMKA
Saefuddin Jurdi (peny.). 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan
Sosial Keagamaan. Jakarta: Kompas
Said Tuhuleley. 2003. Reformasi Pendidikan Muhammadiyah: Suatu Ke-
niscayaan. Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah
Setiyanto Budiono. Kemiskinan Melonjak. Jurang Kesenjangan Melebar
Kekayaan 40 Orang Terkaya, Setara Kekayaan 60 Juta Penduduk, Https://
Media.Neliti.Com/Media/Publications/652-Id-Kemiskinan-­
Melonjak-Jurang-Kesenjangan-Melebar-Kekayaan-40-Orang-
Terkaya-Setara.Pdf
Sokhi Huda. “Teologi Mustad’afin di Indonesia: Kajian atas Teologi
Muhammadiyah,” Jurnal Tsaqafah, Vol. 7, No. 2, Oktober 2011.
Sudarnoto Abdul Hakim. Ki Bagus Hadikusumo. Jakarta: PP Muham-
madiyah
Sugeng Riadi & Abdul Rahman A. Ghani (peny). 2000. Muhammadiyah
Transformasi Pendidikan; Mencari Format Pendidikan Muhammadi-
yah Yang Antisipatoris. Jakarta: UHAMKA Press.
Sukiman Rusli. Gerakan Muhammadiyah Membangun Badan Usaha. Ja-
karta.
Sukriyanto AR., dalam Suara Muhammadiyah.No.13/98/1-15. Juni
2013

[ 273 ]
K E M U H A M M A D I YA H A N

Syams al-Din Muhammad al-Shaghir ibn Ahmad al-Ramli al-Anshari


al-Syafi’i. 1994. Ghayah al-Bayan Syarh Zubad ibn Ruslan. Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiah.
Syamsul Hidayat. dkk., 2012. Studi Kemuhammadiyahan: Kajian Histo-
ris, Ideologis, dan Organisatoris. Surakarta: LPID UMS, cet. ke-4.
Tempo.co.id. Jumlah Penduduk Miskin Indonesia, https://bisnis.tem-
po.co/read/news/2017/07/17/090892130/maret-2017-jumlah-pen-
duduk-miskin-indonesia-capai-27-77-juta
TIM Penulis. 2011. Menuju Peradaban Utama. Jakarta: Al-Wasat
______. 2016. Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Yogyakarta: Majelis
Diktilitbang PP Muhammadiyah
WJS Poerwodarminto. 1998. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
www.korpri.or.id
www.republika.co.id › Ekonomi › Makro, Senin, 18 Juli 2016
Yunan Yusuf. 1995. Masyarakat Utama: Konsepsi dan Strategi. Jakarta:
Perkasa
______. 2005. Teologi Muhammadiyah; Cita Tajdid dan Realitas Sosial. Ja-
karta: Uhamka Press, cet.2.
______. dkk., 1985. Cita dan Citra Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka Pan-
jimas
Zakiyah Daradjat. 1976. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: CV. Bulan Bintang.
Zakiyuddin Baidhawy, 2009. Teologi Neo Al-Maun; Manifesto Islam
Menghadapi Globalisasi Kemiskinan Abad 21. Jakarta: Civil Islamic
Istitute.
______. 2017. “Muhammadiyah dan Kedermawanan,” Republika co.id.
tanggal 17 Agustus 20017
Zamah Sari. dkk. 2013. Kemuhammadiyahan. Jakarta: Uhamka Press.

[ 274 ]

Anda mungkin juga menyukai