Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

OTITIS MEDIA
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

DISUSUN OLEH :

HAMSIAH 2114201210210
HARIMANSYAH 2114201210211
JULIUS RACHMADIUS 2114201210212
LISTYA AMELIA 2114201210213
M FAKHRUDDIN NOOR 2114201210214
NINDYA ANGGRAINI MULYANA 2114201210125
NOKIYANDA 2114201210126
RAHMI MAULIDA 2114201210128

PROGRAM S1 KEPERAWATAN B
FAKULTAS KESEHATAN DAN ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN OTITIS MEDIA

1. DEFINISI
Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002, h.370).
otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Kapita selekta kedokteran, 2002). Otitis media akut ialah radang akut
telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului
oleh infeksi saluran nafas bagian atas (Schwartz 2004, h.141).

2. ETIOLOGI
Penyebab otitis media akut menurut Wong et al 2008, h.943 ialah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab dari noninfeksius
tidak diketahui, meskipun sering terjadi karena tersumbatnya tuba eustasius akibat
edema yang terjadi pada ISPA, rinitis alergik, atau hipertrofi adenoid. Merokok
pasif juga menjadi faktor penyebab otitis media. Selain itu menurut Muscari 2005,
h.220 otitis media terjadi karena mekanisme pertahanan humoral yang belum
matang sehingga meningkatkan terjadinya infeksi, pemberian susu bayi dengan
botol pada posisi terlentang akan memudahkan terkumpulnya susu formula di
rongga faring, pembesaran jaringan limfoid yang menghambat pembukaan tuba
eustachii. Posisi tuba eustachii yang pendek dan horisontal, perkembangan saluran
kartilago yang buruk sehingga tuba eustachii terbuka lebih awal.

3. PATOFISIOLOGI
Otitis media terjadi akibat disfungsi tuba eustasius. Tuba tersebut, yang
menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring, normalnya tertutup dan datar
yang mencegah organisme dari rongga faring memasuki telinga tengah. Lubang
tersebut memungkinkan terjadinya drainase sekret yang dihasilkan oleh mukosa
telinga tengah dan memungkinkan terjadinya keseimbangan antara telinga tengah
dan lingkungan luar. Drainase yang terganggu menyebabkan retensi sekret di
dalam telinga tengah. Udara, tidak dapat ke luar melalui tuba yang tersumbat,
sehingga diserap ke dalam sirkulasi yang menyebabkan tekanan negatif di dalam
telinga tengah. Jika tuba tersebut terbuka, perbedaan tekanan ini menyebabkan
bakteri masuk ke ruang telinga tengah, tempat organisme cepat berproliferasi dan
menembus mukosa (Wong et al 2008, h.944)
4. PATHWAYS Reaksi antigen
antibodi
Faktor penyebab

Bakteri Disfungsi tuba eustashii,


Ex pada pasien ISPA
patogen

Invasi pada Terjadi tekanan negative


Telinga tengah Pada telinga tengah

Obstruksi secret pada


Bertemu Telinga tengah
dengan
antigen
Penekanan pada Penekanan pada
tulang-tulang Membran
Telinga tengah timpani
Leukosit (malieus, incus,
Stapes)
Membran timpani
ruptur
Leukosit mati Mengeluarkan Hantaran suara
mediator tergangguan
peradangan Otalgia
Sekret purulen

Merangsang
Obstruksi pada Nyeri akut
prostaglandin
Telinga tengah Ke hipotalamus

Pendengaran IL 1
menururn
IL 2
Gangguan persepsi
Sensori, auditorius Suhu tubuh
meningkat

Demam

Hipertermi
5. MANIFESTASI KLINIS
5.1 Manifestasi klinis otitis media menurut Wong et al 2008, h.944 :
- Terjadi setelah infeksi pernafasan atas
- Otalgia (sakit telinga)
- Demam
- Rabas purulen (otorea) mungkin ada, mungkin tidak.

5.2 Manifestasi klinis pada bayi atau anak yang masih kecil :
- Menangis
- Rewel, gelisah, sensitif
- Kecenderungan menggosok, memegang, atau menarik telinga yang sakit
- Menggeleng-gelengkan kepala
- Sulit untuk memberi kenyamanan pada anak
- Kehilangan nafsu makan

5.3 Manifestasi klinis pada anak yang lebih besar :


- Menangis dan/atau mengungkapkan perasaan tidak nyaman
- Iritabilitas
- Letargi
- Kehilangan nafsu makan
- Limfadenopati servikal anterior
- Pada pemeriksaan otoskopi menunjukkan membran utuh yang tampak
merah terang dan menonjol, tanpa terlihat tonjolan tulang dan refleks
ringan.

6. KOMPLIKASI
6.1 Komplikasi menurut Sowden dan Cecily 2002, h. 372 ialah :
- Ruptur membran timpani dengan otorea
-Tuli konduktif jangka pendek
-Tuli permanen atau jangka panjang
-Meningitis
-Mastoiditis
-Abses otak
-Kolesteatoma yang didapat (sakus telinga tengah terisi epitel atau keratin)

7. PEMERIKSAAN FISIK
7.1 Tanda-tanda vital : Suhu dan Rr biasanya naik
7.2 Pemeriksaan fisik fokus
7.2.1 Hidung :
Inspeksi : biasanya adanya sekret yang menunjukkan klien mengalami
ISPA, hidung tampak kemerahan.
Palpasi : adanya pembengkakan mukosa hidung
7.2.2 Telinga :
Inspeksi : membran tympani dan daun telinga tampak kemerahan,
adanya sekret pada canalis auditorius eksterna.
Palpasi : telinga teraba hangat.

8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Muscari 2005, h.220 ialah :
8.1 Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
8.2 Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran timpani). Uji sensitivitas dan
kultur dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme pada sekret telinga.
8.3 Pengujian audiometrik menghasilkan data dasar atau mendeteksi setiap kehilangan
pendengaran sekunder akibat infeksi berulang.
9 PENATALAKSANAAN
9.1 Penatalaksanaan medis menurut Dowshen et al 2002, h.149.
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya :
9.1.1 Stadium oklusi tuba
9.1.1.1 Berikan antibiotik selama 7 hari :
- Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4
x sehari atau
- Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB
3 x sehari atau
- Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB
4 x sehari
9.1.1.2 Obat tetes hidung nasal dekongestan
9.1.1.3 Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi
9.1.1.4 Antipiretik
9.1.2 Stadium hiperemis
9.1.2.1 Berikan antibiotik selama 10 – 14 hari :
 Ampisilin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 25 mg/KgBB 4
x sehari atau
 Amoksisilin : Dewasa 500 mg 3 x sehari; Anak 10 mg/KgBB
3 x sehari atau
 Eritromisin : Dewasa 500 mg 4 x sehari; Anak 10 mg/KgBB 4
x sehari
9.1.2.2 Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari
9.1.2.3 Antihistamin bila ada tanda-tanda alerrgi
9.1.2.4 Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya
9.1.3 Stadium supurasi
9.1.3.1 Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.
9.1.3.2 Berikan antibiotika ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi
parenteral selama 3 hari. Apabila ada perbaikan dilanjutkan
dengan pemberian antibiotik peroral selama 14 hari.
9.1.3.3 Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis
THT untuk dilakukan miringotomi.
9.2 Penatalaksanaan keperawatan menurut Muscari 2005, h.221 ialah :
9.2.1 Kaji anak terhadap demam dan tingkat nyeri, dan kaji adanya komplikasi
yang mungkin terjadi.
9.2.2 Turunkan demam dengan memberikan antipiretik sesuai indikasi dan lepas
pakainan anak yang berlebihan.
9.2.3 Redakan nyeri dengan memberikan analgesik sesuai indikasi, tawarkan
makanan lunak pada anak untuk membantu mengurangi mengunyah
makanan, dan berikan kompres panas atau kompres hangat lokal pada
telinga yang sakit.
9.2.4 Fasilitas drainase dengan membaringkan anak pada posisi telinga yang sakit
tergantung.
9.2.5 Cegah kerusakan kulit dengan menjaga telinga eksternal kering dan bersih.
9.2.6 Berikan penyuluhan pada pasien dan keluarga :
- Jelaskan dosis, teknik pemberian, dan kemungkinan efek samping obat.
- Tekankan pentingnya menyelesaikan seluruh bagian pengobatan
antibiotik
- Identifikasi tanda-tanda kehilangan pendengaran dan menekankan
pentingnya uji audiologik, jika diperlukan.
- Diskusikan tindakan-tindakan pencegahan, seperti memberi anak posisi
tegak pada waktu makan, menghembus udara hidung dengan perlahan,
permainan meniup.
- Tekankan perlunya untuk perawatan tindak lanjut setelah menyelesaikan
terapi antibiotik untuk memeriksa adanya infeksi persisten.
10 PENDIDIKAN KESEHATAN
Pendidikan kesehatan tentang pencegahan infeksi telinga menururt Arsyad, ES, &
Iskandar,N (2004) antara lain :
1. Ketika memandikan anak, usahakan telinga anak ditutup dengan penutup
telinga agar air tidak masuk ke dalan telinga
2. Segera keringkan telinga anak ketika selesai memandikan. Untuk
mengeluarkan air dari liang telinga, miringkan kepala dengan posisi telinga
menghadap ke bawah. Saat melakukan hal itu, tarik cuping telinga ke arah
berlawanan untuk mengeringkan air
3. Jangan coba-coba membersihkan kotoran telinga karena fungsinya untuk
melindungi telinga tengah. Jika anda melihat kototan telinga anak sudah
menumpuk, sebaiknya teteskan baby oil sehari dua kali. Dalam beberapa hari
kotoran yang ada di telinga akan keluar dengan sendirinya.
4. Liang telinga dan gendang teliga adalah bagian yang sensitif. Untuk itu
janganlah mengorek-ngorek telinga dengan cotton bud, peniti atau dengan
benda lainnya karena akan membuat bagian telinga tersebut terluka.

11 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada telinga tengah dan rupturnya
membrane tympani.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, rasa nyeri
dapat terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Skala nyeri 1-3
b. Ekspresi wajah rileks
INTERVENSI RASIONAL
 Kaji karakteristik nyeri  Menentukan tingkat
keparahan dan intervensi
lebih lanjut.
 Anjurkan klien untuk tidak  Dapat memperoleh
mengorek telinga infeksi/rupture membrane
tympani
 Kompres dingin pada  Kompres dapat mengurangi
bagian mastoid. rasa nyeri.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien
menyatakan tidak demam lagi dengan kriteria hasil :
a. Suhu 36,7C-37C
b. Tidak terjadi tanda-tanda dehidrasi.

INTERVENSI RASIONAL
 Ukur suhu 6 jam sekali  Mengetahui perubahan suhu
sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi
 Kompres hangat pada lipatan-  Kompres pada lipatan,
lipatan dan kening contohnya : ketiak, lebih cepat
menurunkan panas karena pori-
pori di daerah tersebut besar.
 Anjurkan pasien untuk minum  Menceah dehidrasi sebagai efek
lebih ± 2,5-3 L/hari demam.
3. Gangguan persepsi sensori auditori berhubungan dengan gangguan hantaran
bunyi pada organ pendengaran.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam fungsi
indera pendengaran klien kembali normal dengan kriteria hasil :
a. Gangguan pendengaran dapat teratasi
b. Klien tidak mengalami hambatan komunikasi.

INTERVENSI RASIONAL
 Kaji tingkat gangguan  Mengetahui tingkat gangguan
pendengaran dan menentukan intervensi
 Ketika berkomunikasi dengan  Dengan komunikasi keras tapi
klien usahakan dnegan suara pelan diharapkan dapat lebih
keras tapi pelan. diterima klien.
 Kolaborasi dalam melakukan  Timpanotomi bertujuan untuk
miringotomi/timpanotomi. melakukan drainase secret dari
telinga tengah ke telinga luar.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, ES, & Iskandar,N 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,

FKUI, Jakarta.

Betz, CL 2002, Buku saku keperawatan pediatri, EGC, Jakarta.

Dowshen et al 2002, Petunjuk lengkap untuk orang tua, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.

Muscari, ME 2005, Panduan belajar: keperawatan pediatrik, EGC, Jakarta.

Schwartz, M 2004, Pedoman klinis pediatri, EGC, Jakarta.

Wong, DL et al 2008, Buku ajar keperawatan pediatrik, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai