Anda di halaman 1dari 13

Tugas Pendahuluan

KIMIA ANALISIS
“BETA KAROTEN”

OLEH

NAMA : SILPANI AYU WARDANI YUSUF


NIM : 821318111
KELOMPOK : II (DUA)
KELAS : C-D3 FARMASI 2018
ASISTEN : ALDA RAHAYU FAHDALIA, S.Farm
KOORDINATOR : MUHAMMAD TAUPIK S.Farm, MSC

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
Literature review 1 (Ulfi Marita Putri dkk, 2018)
Judul Beta Karoten
Kelompok II (Dua)
Ayu prastica Puce
Indriyani Ahmad
Mifta khuljannah Kamaru
Sri Milan S,Kuengo
Silfani Ayu Wardani Yusuf
Asisten Alda Rahayu Fahdalia, S.farm
Penulis, Judul ULFI MARITA PUTRI1*, RISKA SURYA
Jurnal, Halaman NINGRUM2, WAHYU LINDASARI, 112-217
Teori Nanas adalah salah satu produk buah-buahan unggulan di
Kabupaten Kediri. Sentra komoditas ini terdapat di
Kecamatan Ngancar didukung Kecamatan Plosoklaten,
Wates, Puncu, dan Ringin rejo. Pengembangan kawasan
komoditas nanas di Kabupaten Kediri telah dilaksanakan
mulai Tahun 2011 oleh Pemerintah Kab. Kediri (Dinas
pertanian), Institut Petanian Bogor (IPB) dan petani nanas
khususnya di lima desa Kec. Ngancar, yaitu : Desa
Ngancar, Desa Manggis, Desa Sempu, Desa Sugihwaras,
dan Desa Babadan (Diperta, 2017). Desa tersebut
melakukan penanaman nanas golongan Smooth Cayenne
Varietas Subang, Varietas MD II, dan Varietas JG I
dengan pola kemitraan pemasaran oleh PT.
Alamanda Sejati Utama Bandung. Pada akhir Tahun 2013
mulai dikembangkan Varietas baru yaitu Pasir Kelud I,
dengan penanaman varietas – varietas baru pada pangsa
pasar yang berbeda tersebut, maka kendala harga yang
jatuh pada saat panen raya bisa diatasi (Diperta, 2017).
Salah satu pigmen yang menghasilkan warna kuning dan
oranye pada buah-buahan adalah karoten yang dikonversi
oleh tubuh dan diubah menjadi vitamin A, sedangkan
beta karoten adalah salah satu bentuk senyawa karoten
dan merupakan penawar yang kuat untuk oksigen reaktif
(suatu radikal bebas yang sangat destruktif). Kelenjar
timus (yang berperan dalam sistem imun) sangat rentan
terhadap kerusakan akibat radiksi bebas, maka untuk
melindungi sistem imun itu diperkirakan beta-karoten
lebih bermanfaat dibandingkan dengan vitamin A
(Vitahealth, 2006). Berdasarkan hasil penelitian yang
telah ada saat ini, pigmen beta-karoten ditemukan pada
buah wortel, mangga dan pepaya. Saat ini belum ada
penelitian beta-karoten pada buah nanas, oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melalukan penelitian dengan
tentang kandungan beta karoten pada buah nanas (Ananas
comosus (L.) Merr) varietas queen dan cayenne di
kabupaten kediri dengan metode spektrofotmetri. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya
senyawa beta karoten di dalam buah nanas varietas queen
dan cayenne dan untuk mengetahui kadar beta karoten di
dalam buah nanas varietas queen dan cayenne dengan
menggunakan metode Spektrofotometri.
Metode Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian
observasional deskriptif. Hal ini karena penulis ingin
mengetahui kadar beta karoten dalam buah nanas (Ananas
comosus (L.) Merr) varietas Queen dan Cayenne. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, pipet
ukur, blender, magnetic stirer, corong pisah, corong
buchner, spatel, timbangan analitik, beaker glass, kertas
alumunium foil, erlenmeyer, seperangkat alat
spektrofotometer UV- Vis. Bahan yang digunakan dalam
peneliian ini antara lain, daging buah nanas varietas
queen dan cayenne, antimon triklorida p.a, ß-karoten p.a
(Sigma), etanol p.a 96%, n-heksan p.a, aseton p.a,
kloroform p.a.
Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
beta karoten dalam buah nanas (Anana scomosus (L.)
Merr) varietas Queen dan Cayenne dan untuk mengetahui
kadar beta karoten dalam buah nanas (Ananas comosus
(L.) Merr). Penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji
kualitatif dengan metode Carr-price pereaksi warna
menggunakan antimony triklorida 2% dalam kloroform
dan uji kuantitatif dengan metode Spektrofotometri.
Sampel tersebut dipilih berdasarkan varietas nanas yang
banyak dibudidayakan di Kabupaten Kediri tepatnya di
Kecamatan Ngancar. Varietas nanas tersebut adalah
Quenn dan Cayenne. Buah nanas (Ananas comosus)
banyak mengandung zat gizi antara lain vitamin A,
kalsium, fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium,
dekstrosa, sukrosa (gula tebu), serta enzim bromelin
(bromelain) yang merupakan 95% campuran protease
sistein, yang dapat menghidrolisis protein (proteolisis)
dan tahan terhadap panas. Buah ini merupakan buah yang
mudah membusuk dan panennya mengikuti musim. Buah
yang sudah tua mengandung 14 % gula, beberapa enzim
pencernaan, bromelin, asam sitrat, asam malic, vitamin A,
dan vitamin B (Silaban dan Soraya, 2016).
Keterkaitan dengan Hasil analisa beta karoten dalam sampel buah nanas
Hasil varietas queen dan cayenne secara kualitatif masing-
masing adalah positif mengandung beta karoten, ditandai
dengan terbentuknya warna biru. Berdasarkan hasil uji
kuantitatif dengan metode spektrofotometri didapatkan
kadar rata-rata beta karoten pada sampel buah nanas
queen sebesar 11,72μg/g dan pada sampel buah nanas
cayenne sebesar 9,92μg/g.
Rancangan yang Analisa kuantitatif beta karoten dalam sampel buah nanas
Membedakan varietas queen dan cayenne dilakukan dengan metode
dengan Jurnal Lain spektrofotometri. Uji kuantitatif ini dimaksudkan untuk
menetapkan kadar beta karoten. Beta karoten dalam
sampel dapat dibaca absorbansinya pada panjang
gelombang maksimum. Blanko dari pelarut yang
digunakan pada analisa kuantitatif ini adalah etanol p.a
96%. Larutan blanko merupakan larutan yang tidak
mengandung analit untuk dianalisis. Larutan blanko
digunakan sebagai kontrol dalam suatu percobaan sebagai
nilai 100% transmitan (Basset, 1994).

Literatur review 2 (Suria Kupan dkk,2016)


Judul Aspirin
Kelompok II (Dua)
Mifta Huljannah Kamaru
Sri Milana S. Kuengo
Indriyani Ahmad
Ayu Prastika Puce
Silpani Ayu Wardani Yusuf
Asisten Alda Rahayu Fahdalia, S.Farm
Penulis, Judul Suria Kupan1, Hazrulrizawati Hamid1, Ajaykumar Kulkarni1
Jurnal, Halaman and Mashitah Yusof.2extraction And Analysis Of Beta-
Carotene Recovery In Cpo And Oil Palm Waste By Using
HPLC Vol 11
Teori Beta-karoten merupakan salah satu produk utama industri
pangan yang telah banyak digunakan sebagai nutrisi dan zat
aditif. Pasar global karotenoid menunjukkan peningkatan
bertahap setiap tahun, dimana betakaroten sebagai karotenoid
yang paling menonjol. Namun, belakangan ini ada
kekhawatiran yang berkembang pesat tentang sumber bahan
bersama dengan kesadaran tentang senyawa sintetis yang
berpotensi berbahaya dari konsumen. Kesadaran dan
kekhawatiran konsumen yang meningkat ini telah membuat
permintaan global untuk beta-karoten yang diproduksi secara
alami meningkat secara bertahap. Oleh karena itu, industri
secara dinamis mencari sumber baru serta memperkenalkan
berbagai teknologi untuk menghasilkan beta-karoten.
Alternatif yang menarik untuk masalah ini adalah minyak
sawit mentah (CPO) dan limbah kelapa sawit (OPW), sumber
alami karoten yang diketahui mengandung karotenoid alami
dengan konsentrasi tinggi. Karotenoid utama minyak sawit
adalah alphacarotene dan beta-carotene; bersama-sama
mereka membuat lebih dari 80% dari total karotenoid dalam
minyak sawit (Ooi, Choo et al. 1994) dengan 36,4% alfa-
karoten dan 54,4% betakaroten (Birtigh, Johannsen et al.
1995) . Ini memiliki konsentrasi karotenoid yang lebih besar
daripada minyak atau lemak lainnya (Baharin, Rahman et al.
1998) dan karoten ini berkontribusi pada stabilitas minyak
sawit dan nilai gizi (Mustapa, Manan et al. 2011).
Konsentrasi karotenoid biasanya berkisar antara 400 dan
3500 ppm (Ahmad, Chan et al. 2008) dimana sebanyak 11
jenis karotenoid dalam minyak sawit telah teridentifikasi
(Hudiyono dan Septian). Namun, karoten dalam minyak
sawit dihancurkan dalam proses pemurnian saat ini untuk
menghasilkan minyak berwarna terang. Di sisi lain, konversi
OPW yang banyak ditemukan di alam secara berkelanjutan
dapat diubah menjadi produk bernilai tambah tinggi dengan
mengekstraksi fitokimia yang dapat bermanfaat dalam
kosmetik, farmasi dan intermediet untuk industri kimia
(Ofori-Boateng dan Lee 2013). Diketahui bahwa minyak
serat peras sawit diperkaya dengan karoten alami, vitamin E,
sterol, squalene, ko-enzim Q10, dan senyawa fenolik (Lau,
Choo et al. 2008) dan serat sisa dari produksi minyak sawit
mengandung antara 4000 hingga 6000 ppm karotenoid yang
sekitar enam kali lebih tinggi dari yang ditemukan pada
minyak sawit yang dihancurkan (Mustapa, Manan et al.
2011). Karotenoid adalah pigmen larut lemak yang
bertanggung jawab atas warna berbagai macam makanan, di
mana terdapat sekitar 700 karotenoid di alam (Amorim-
Carrilho, Cepeda et al. 2014). Menurut (Pénicaud, Achir et al.
2011) karotenoid terdiri dari dua kelas molekul yang dikenal
sebagai karoten dan xantofil. Karoten komersial digunakan
dalam pewarna makanan, suplemen vitamin, produk farmasi
dan kosmetik (Ooi, Choo et al. 1994). Beta-karoten yang
termasuk dalam kelompok karoten paling banyak terdapat
pada makanan dengan rumus kimia C40H56 dan terdiri dari
delapan unit isoprena dengan cincin retinil tertentu
(Pénicaud, Achir et al. 2011). Molekul alifatik yang besar ini
memiliki berat molekul 536,9 g mol-l (Birtigh, Johannsen et
al. 1995).

Metode Ekstraksi Minyak Mentah dari OPW Soxhlet Ekstraksi


Sekitar 8 g PPF kering ditimbang dan ditambahkan ke dalam
bidal ekstraksi dan dimasukkan ke dalam soxhlet extractor.
Ekstraktor soxhlet dirakit dengan menggunakan 200 ml
heksana dalam labu bundar 250 ml. Bidal dimasukkan ke
dalam ekstraktor dan dipanaskan selama 60 menit atau 10
siklus pada suhu 60-65ᵒC. Setelah waktu ekstraksi selesai
(heksana dalam bidal ekstraksi menjadi tidak berwarna),
pelarut dihilangkan seluruhnya menggunakan rotary
evaporator. Ekstraksi soxhlet diulang beberapa kali dengan
PPF dan dengan jumlah yang sama dari EFB untuk
mengekstraksi minyak dalam jumlah yang cukup untuk
adsorpsi soxhlet. Ekstraksi Beta-Karoten dari CPO dan
Adsorpsi Soxhlet OPW HP-20 (resin sintetis sangat berpori)
24 g dipindahkan ke dalam labu kerucut 250 ml. Proses
adsorpsi dimulai dengan mengaktifkan adsorben
menggunakan 50 ml isopropanol (IPA) dengan pengadukan
terus menerus selama kurang lebih 30 menit. Kemudian
adsorben disaring, dikeringkan pada. suhu kamar dan
dipindahkan ke dalam labu alas bulat tiga leher 250 ml. Labu
alas bulat diletakkan dalam bak air, dipertahankan pada suhu
40-45 ° C dan 6 g CPO yang diencerkan dengan 50 ml IPA
ditambahkan perlahan dengan pengadukan terus menerus
selama 1 jam. IPA dipilih sebagai ekstraksi IPA pertama
yang akan dilakukan dan hal ini penting untuk mengekstraksi
dan menghilangkan asam lemak dan senyawa polar dari
sampel secara maksimal (Latip, Baharin et al. 2001). Setelah
proses adsorpsi selesai, file HP-20 yang diberi perlakuan
dipindahkan ke bidal ekstraksi soxhlet dan senyawa polar
dari sampel diekstraksi dari adsorben dengan IPA selama 1
jam. Kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi karoten
menggunakan heksana selama kurang lebih 3 jam (adsorben
menjadi tidak berwarna). Akhirnya, pelarut dihilangkan dari
fraksi dan konsentrasi betakaroten ditentukan dengan
menggunakan HPLC. Untuk metode adsorpsi soxhlet ini,
dilakukan penelitian rasio perbedaan CPO terhadap HP-20
(1: 2, 1: 3 dan 1: 4) dan waktu ekstraksi IPA (0, 1 dan 2 jam)
untuk menentukan kondisi optimum untuk mengekstrak beta.
-karotin. The optimised experimental conditions were used to
extract palm carotene from CPO and OPW. Figure-2 shows
the soxhlet adsorption set up. Analisis HPLC Water Alliance
E2695 HPLC dengan injektor otomatis dan Photo Diode
Array Detector digunakan untuk menentukan beta-karoten
dalam ekstrak karoten sawit. Kurva kalibrasi standar diplot
menggunakan hasil dari analisis HPLC dan konsentrasi beta-
karoten dalam sampel yang diekstraksi dihitung. Kondisi
pengukuran berada pada absorbansi 450 nm dan pada
temperatur kolom 40◦C dimana kolom fase terbalik C18
digunakan untuk analisis. Fase gerak yang digunakan adalah
asetonitril / diklorometana (8: 2, vol / vol) dengan laju alir 1
mL / menit dan waktu analisis 45 menit..

Hasl Penelitian RESULTS AND DISCUSSION


The calibration curve was plotted based on HPLC results
obtained for series of beta-carotene standards with different
concentration. Peak area of four different standards was used
to plot calibration curve of concentration against peak area.
Figure-3 shows the HPLC standard calibration curve which
was used to determine the concentration of beta-carotene
extracted from each samples. Extraction of palm carotene
rich in beta-carotene from CPO and OPW by soxhlet
adsorption was performed using HP-20 as adsorbent. Initially
CPO was used to optimize the soxhlet adsorption method by
studying different ratio of sample to adsorbent and also
different IPA extraction time. Then, recovery of beta-
carotene under optimised conditions was performed using
CPO and OPW. Results for the extraction of palm carotene at
different ratio of oil: HP-20 (1:2, 1:3 and 1:4) and different
IPA extraction time (0, 1 and 2 hour) were tabulated in
Table-1 and Table-2. The concentration of beta-carotene in
extracted palm carotene samples was determined by HPLC
analysis and calculated using the HPLC standard calibration
curve. For soxhlet adsorption, IPA adsorption is important as
it extracts maximum polar and oil compounds while leaving
carotene to be extracted using hexane later. Results show that
from 6.0 g of CPO used for the extraction, concentration of
beta-carotene recovered increases as extraction time increases
from 0 to 1 hour then decreases at 2 hr. Based on HPLC
analysis results, at 1 hour IPA extraction time the
concentration of betacarotene recovered was 3265 ppm
compared to 706 ppm in sample without IPA extraction (0
hr). This is because longer IPA extraction time leads to
removal of more oil and polar compounds in the sample.
Thus, it increases the concentration of beta-carotene
extracted. However, betacarotene recovery at 2 hr of IPA
extraction was lower than 1 hour which was 2583 ppm. This
is due to the fact that, longer IPA extraction time also leads to
degradation of beta-carotene as extraction using IPA was
performed at higher temperature. Overall the results agree
with the finding of (Latip, Baharin et al. 2001) that beta-
carotene recovery increases with shorter IPA extraction time.
Therefore it is concluded that 1 hour of IPA extraction is an
optimumKurva kalibrasi diplot berdasarkan hasil HPLC yang
diperoleh untuk rangkaian standar beta-karoten dengan
konsentrasi berbeda. Luas puncak dari empat standar berbeda
digunakan untuk memplot kurva kalibrasi konsentrasi
terhadap luas puncak. Gambar-3 menunjukkan kurva
kalibrasi standar HPLC yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi beta-karoten yang diekstraksi dari setiap sampel.
Ekstraksi karoten kelapa sawit yang kaya beta-karoten dari
CPO dan OPW dengan adsorpsi soxhlet dilakukan dengan
menggunakan HP-20 sebagai adsorben. Awalnya CPO
digunakan untuk mengoptimalkan metode adsorpsi soxhlet
dengan mempelajari perbedaan rasio sampel terhadap
adsorben serta perbedaan waktu ekstraksi IPA. Kemudian,
pemulihan beta-karoten dalam kondisi optimal dilakukan
dengan menggunakan CPO dan OPW. Hasil ekstraksi karoten
sawit pada perbandingan minyak yang berbeda: HP-20 (1: 2,
1: 3 dan 1: 4) dan waktu ekstraksi IPA yang berbeda (0, 1 dan
2 jam) ditabulasikan pada Tabel-1 dan Tabel -2. Konsentrasi
beta-karoten dalam sampel karoten kelapa sawit ditentukan
dengan analisis HPLC dan dihitung menggunakan kurva
kalibrasi standar HPLC. Untuk adsorpsi soxhlet, adsorpsi
IPA penting karena mengekstraksi senyawa polar dan minyak
maksimum sambil meninggalkan karoten untuk diekstraksi
menggunakan heksana nanti. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 6,0 g CPO yang digunakan untuk ekstraksi,
konsentrasi beta-karoten yang diperoleh meningkat seiring
dengan peningkatan waktu ekstraksi dari 0 menjadi 1 jam
kemudian menurun pada 2 jam. Berdasarkan hasil analisis
HPLC, pada 1 jam waktu ekstraksi IPA konsentrasi
betakaroten yang diperoleh adalah 3265 ppm dibandingkan
dengan sampel tanpa ekstraksi IPA 706 ppm (0 jam). Ini
karena waktu ekstraksi IPA yang lebih lama mengarah pada
penghilangan lebih banyak minyak dan senyawa polar dalam
sampel. Dengan demikian, ini meningkatkan konsentrasi
beta-karoten yang diekstraksi. Namun recovery betakaroten
pada 2 jam ekstraksi IPA lebih rendah dari 1 jam yaitu 2583
ppm. Hal ini disebabkan waktu ekstraksi IPA yang lebih lama
juga menyebabkan degradasi beta-karoten karena ekstraksi
menggunakan IPA dilakukan pada suhu yang lebih tinggi.
Secara keseluruhan hasil sesuai dengan temuan (Latip,
Baharin et al. 2001) bahwa pemulihan beta-karoten
meningkat dengan waktu ekstraksi IPA yang lebih pendek.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa 1 jam ekstraksi
IPA merupakan waktu yang optimal untuk adsorpsi soxhlet
untuk memperoleh kembali karoten sawit konsentrasi tinggi
waktu adsorpsi soxhlet untuk memulihkan konsentrasi
karoten sawit yang tinggi.

Kerkaitan dengan Ekstraksi karoten sawit yang kaya beta-karoten dari CPO dan
Hasil OPW dengan adsorpsi soxhlet dilakukan dengan
menggunakan HP-20 sebagai adsorben. Pada awalnya CPO
digunakan untuk mengoptimalkan metode adsorpsi soxhlet
dengan mempelajari perbedaan rasio sampel terhadap
adsorben serta perbedaan waktu ekstraksi IPA. Kemudian,
pemulihan beta-karoten dalam kondisi optimal dilakukan
dengan menggunakan CPO dan OPW. Hasil ekstraksi karoten
sawit pada perbandingan minyak yang berbeda: HP-20 (1: 2,
1: 3 dan 1: 4) dan waktu ekstraksi IPA yang berbeda (0, 1 dan
2 jam) ditabulasikan pada Tabel-1 dan Tabel -2. Konsentrasi
beta-karoten dalam sampel karoten sawit yang diekstraksi
ditentukan dengan analisis HPLC dan dihitung menggunakan
standar HPLC.
kurva kalibrasi.
Rancangan yang Untuk adsorpsi soxhlet, adsorpsi IPA penting karena
Membedakan mengekstraksi senyawa polar dan minyak maksimum sambil
meninggalkan karoten untuk diekstraksi menggunakan
dengan Jurnal lain
heksana nanti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6,0
g CPO yang digunakan untuk ekstraksi, konsentrasi beta-
karoten yang diperoleh meningkat seiring dengan
peningkatan waktu ekstraksi dari 0 menjadi 1 jam kemudian
menurun pada 2 jam. Berdasarkan hasil analisis HPLC, pada
1 jam waktu ekstraksi IPA konsentrasi betakaroten yang
diperoleh adalah 3265 ppm dibandingkan dengan sampel
tanpa ekstraksi IPA 706 ppm (0 jam). Ini karena waktu
ekstraksi IPA yang lebih lama mengarah pada penghilangan
lebih banyak minyak dan senyawa polar dalam sampel.
Dengan demikian, ini meningkatkan konsentrasi beta-karoten
yang diekstraksi. Namun recovery betakaroten pada 2 jam
ekstraksi IPA lebih rendah dari 1 jam yaitu 2583 ppm. Hal ini
disebabkan waktu ekstraksi IPA yang lebih lama juga
menyebabkan degradasi beta-karoten karena ekstraksi
menggunakan IPA dilakukan pada suhu yang lebih tinggi.
Secara keseluruhan hasil sesuai dengan temuan (Latip,
Baharin et al. 2001) bahwa pemulihan beta-karoten
meningkat dengan waktu ekstraksi IPA yang lebih pendek.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa 1 jam ekstraksi
IPA merupakan waktu yang optimal untuk adsorpsi soxhlet
untuk memperoleh kembali karoten sawit konsentrasi tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A., Chan C., Shukor S.A. and Mashitah M. (2008). Recovery of oil and
carotenes from palm oil mill effluent (POME). Chemical Engineering Journal,
141(1), pp.383--386.
Amorim-Carrilho, K., Cepeda A., Fente C. and Regal P. (2014). Review of
methods for analysis of carotenoids. TrAC Trends in Analytical Chemistry,
56, pp. 49--73.
Baharin, B., Latip R. , Man Y. C. and Rahman R. A. (2001). The effect of
carotene extraction system on crude palm oil quality, carotene composition,
and carotene stability during storage. Journal of the American Oil Chemists'
Society, 78(8), pp. 851--855.
Baharin, B., Rahman K.A., Karim M. A., Oyaizu T., Tanaka K., Tanaka Y. and
Takagi S. (1998). Separation of palm carotene from crude palm oil by
adsorption chromatography with a synthetic polymer adsorbent. Journal of the
American Oil Chemists' Society, 75(3), pp. 399--404.
Birtigh, A., Johannsen M., Brunner G. and Nair N. (1995). Supercritical-fluid
extraction of oil-palmcomponents. The Journal of Supercritical Fluids, 8(1):
pp. 46--50.
Chiu, M. C., C. de Morais Coutinho and Gonçalves L. A. G. (2009). Carotenoids
concentration of palm oil using membrane technology. Desalination 245(1),
pp. 783--786.
Davarnejad, R., Kassim K., Zainal A. and Sata (2008). Supercritical fluid
extraction of β-carotene from crude palm oil using CO2. Journal of Food
Engineering 89(4), pp. 472--478.
Hudiyono, S. and Septian A. (2012). Optimization Carotenoids Isolation of the
Waste Crude Palm Oil Using α-Amylase, β-Amylase, And Cellulase. Journal
of Applied Chemistry. 2(2), pp. 7--12
Latip, R., Baharin B., Man Y. C. and Rahman R.A. (2000). Evaluation of different
types of synthetic adsorbents for carotene extraction from crude palm oil.
Journal of the American Oil Chemists' Society, 77(12), pp. 1277--1282.
Latip, R., Baharin B., Man Y. C. and Rahman R. A. (2001). Effect of adsorption
and solvent extraction process on the percentage of carotene extracted from
crude palm oil. Journal of the American Oil Chemists' Society 78(1), pp. 83--
87.
Lau, H. L. N., Choo Y. M., Ma A. N. and Chuah A. N. (2008). Selective
extraction of palm carotene and vitamin E from fresh palm-pressed mesocarp
fiber (Elaeis guineensis) using supercritical CO 2. Journal of Food
Engineering 84(2), pp. 289--296.
Mustapa, A., Manan Z., Azizi C. M., Setianto W. and Omar A. M. (2011).
Extraction of β-carotenes from palm oil mesocarp using sub critical R134a.
Food Chemistry 125(1), pp. 262--267.
Ofori-Boateng, C. and Lee K. T. (2013). Sustainable utilization of oil palm wastes
for bioactive phytochemicals for the benefit of the oil palm and nutraceutical
industries. Phytochemistry reviews, 12(1), pp. 173--190.
Ooi, C., Choo Y., Yap S., Basiron Y. and Ong A. (1994). Recovery of carotenoids
from palm oil. Journal of the American Oil Chemists’ Society, 71(4), pp.
423--426.
Pénicaud, C., Achir N., Dhuique-Mayer C., Dornier M. and Bohuon P. (2011).
Degradation of β-carotene during fruit and vegetable processing or storage:
reaction mechanisms and kinetic aspects: a review. Fruits, 66(06), pp. 417--
440.

Anda mungkin juga menyukai