Kti Lengkap Jenni Laksmi
Kti Lengkap Jenni Laksmi
OLEH :
JENNI LAKSMI
NIM: 182432006
OLEH :
JENNI LAKSMI
NIM: 182432006
vii
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN...........................................................................i
HALAMAN SAMPUL DALAM..........................................................................ii
HALAMAN BEBAS PLAGIAT ............................. Error! Bookmark not defined.
ix
2.2 Ulkus Kaki Diabetikum ................................................................................. 7
x
4.3 Pembahasan ................................................................................................. 35
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Standar Operasional Prosedur
Lampiran 2. Lembar Observasi Ulkus Diabetikum
Lampiran 3. Surat Rekomendasi Izin Penelitian LP2M-PMP USN Kolaka
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Balitbang Kolaka
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Penanaman Modal Dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kolaka
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian BLUD RS Benyamin Guluh Kolaka
Lampiran 7. Jadwal kegiatan
Lampiran 8. Informed Consent
Lampiran 9. Bukti proses bimbingan
xii
ABSTRAK
GAMBARAN PERAWATAN ULKUS KAKI DIABETIKUM
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II
DI RUANG MAWAR BLUD RUMAH SAKIT
BENYAMIN GULUH KABUPATEN
KOLAKA
OLEH
JENNI LAKSMI
182432006
(PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAMDIPLOMA TIGA)
Diabetes melitus tipe II adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh resistensi insulin
dan kegagalan relatif sel beta pankreas, penyakit ini juga dapat menyebabkan Ulkus kaki
diabetikum yang merupakan komplikasi kronik diabetes berupa ulkus terbuka pada permukaan
kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Studi kasus ini bertujuan untuk
mengambarkan pengetahuan masyarakat dalam gambaran perawatan ulkus kaki diabetikum pada
penderita diabetes melitus tipe II. Rancangan studi kasus yang akan digunakan dalam penilitian ini
adalah deskriptif untuk menggambaran perawatan ulkus kaki diabetikum pada penderita diabetes
mellitus tipe II. Berdasarkan hasil studi kasus bahwa penerapan prosedur perawatan ulkus yang
dilakukan didapatkan keefektifan tindakan perawatan ulkus pada klien pertama yang sebelumnya
memiliki skor 22 mengalami perubahan menjadi 19 sedangkan pada klien kedua yang sebelumnya
memiliki skor 39 mengalami perubahan menjadi 27 dan menjadi efektif. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah tindakan perawatan ulkus dapat mencegah terjadinya infeksi dan
mempercepat proses penyembuhan ulkus. Bagi peneliti lain disarankan agar menerapkan
perawatan ulkus kaki diabetikum pada penderita DM tipe II karena lebih efektif saat proses
penyembuhan ulkus.
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolik dengan etiologi
heterogen, yang ditandai dengan hiperglikemia kronis dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein akibat defek sekresi insulin, aksi
insulin atau keduanya (Amod, 2017). Diabetes melitus tipe II adalah penyakit
gangguan metabolik yang ditandai oleh resistensi insulin dan kegagalan relatif
sel beta pankreas (Sami et al., 2017).
International Diabetes Federation (IDF) tahun (2017) mengatakan bahwa
Diabetes di Indonesia masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Indonesia
adalah negara peringkat keenam di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika
Serikat, Brazil dan Meksiko dengan jumlah penyandang Diabetes usia 20-79
tahun sekitar 10,3 juta orang. Sejalan dengan hal tersebut, Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) memperlihatkan peningkatan angka prevalensi Diabetes yang
cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018;
sehingga estimasi jumlah penderita di Indonesia mencapai lebih dari 16
juta orang (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Data menunjukkan bahwa satu
dari tiga orang dengan diabetes akan mengalami ulkus kaki diabetikum
(Armstrong, Boulton, Bus 2017).
Jumlah penderita DM di provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2018 sebanyak
33.562 kasus. Presentase penderita DM yang mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar sebesar 49,3 persen, masih sangat jauh dari target nasional sebesar
100%. (Dinkes Sultra, 2018).
Berdasarkan data Rekam medik BLUD RS Benyamin Guluh Kolaka
Tahun 2020 sebanyak 118 pasien DM tipe II yang mengalami ulkus diabetikum
yang dirawat di BLUD RSBG (Rekam medik BLUD RS Benyamin Guluh
Kolaka, 2021).
Kebanyakan penderita DM mengalami komplikasi, salah satunya yaitu
neuropati akibat hiperglikemia jangka panjang (Dinkes Sultra, 2018). Menurut
Singer, Tassiopoulos, & krister (2018) neuropati merupakan gangguan yang
terjadi pada sistem saraf kaki dan aliran darah perifer, sehingga dapat
1
2
4
5
cm) aspek terpanjang dan tegak lurus dari permukaan luka yang terlihat. Hal ini
dapat menjadi sulit untuk ditentukan dalam mengukur ukuran pada beberapa
luka, karena tepi luka mungkin sulit untuk diketahui atau tepinya mungkin tidak
teratur.
2.2.5.2 Tepi luka
Tepi luka merupakan daerah dimana jaringan normal menyatu dengan dasar
luka. Tepi luka menunjukkan beberapa karakteristik luka yang paling penting.
Saat menilai tepi luka, lihat bagaimana penamakan dari luka tersebut.
2.2.5.3 Kedalaman/Gua
Merupakan ukuran dasar luka ke permukaan luka. Mengukur kedalaman luka
dapat dengan menggunakan aplikator yang berujung katun/kapas. Masukkan
aplikator di bagian terdalam dari luka dan tandai aplikator dengan pulpen, dan
ukur jarak dari ujung yang ditandai, dengan menggunakan panduan pengukuran
metrik.
2.2.5.4 Tipe jaringan nekrotik
Nekrosis didefinisikan sebagai jaringan devisa yang mati. Dapat berwarna
hitam,coklat, abu-abu, atau kuning. Tekstur bisa kering dan kasar, lembut,
lembab, atau berserabut. Karakteristik jaringan nekrotik meliputi tampilan,
warna, konsistensi, Bau bisa ada atau tidak ada. Banyak tenaga kesehatan yang
salah menilai jaringan nekrotik. Terkadang mereka menilai jaringan kuning dan
putih sebagai jaringan nekrotik padahal tidak selamanya seperti itu jaringan
kuning bisa berupa lemak kuning yang sehat, membran reticular dermis, atau
tendon. Jaringan putih bisa berupa jaringan ikat, fasia, atau ligamen.
2.2.5.5 Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terdapat pada luka. Untuk menilai jumlah
eksudat di luka, amati dua area yakni luka itu sendiri dan balutan yang digunakan
pada luka. Amati luka untuk menilai kelembaban yang ada sebelum menilai jenis
eksudat, bersihkan luka dengan NaCl atau air putih secara normal dan evaluasi
eksudat segar pilih jenis eksudat yang dominan di luka, sesuai warna dan
konsistensi.
11
Ulkus kronis menjadi salah satu ulkus yang kompleks dan membutuhkan
perawatan dari segala aspek untuk menunjang kesembuhannya. Ulkus kronis
dapat terjadi akibat komplikasi dari ulkus akut yang tidak mendapatkan
perawatan yang tepat atau dampak dari penyakit diabetikum (Sukma Wijaya, N.
M. 2018).
2.3.2 Etiologi
Ulkus kaki diabetikum terjadi diawali oleh angiopati, neuropati dan
infeksi angiopati mengganggu aliran darah ke kaki, sehingga penderita
merasakan nyeri tungkai setelah berjalan dalam jarak waktu tertentu. Neuropati
menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan dan menurunkan sensasi
nyeri pada kaki sehingga ulkus atau luka kaki diabetikum dapat terjadi tanpa
terasa. Pada gangguan motorik menyebabkan atrofi pada otot tungkai sehingga
mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki dan infeksi merupakan
komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, ulkus diabetikum
bisa menjadi gangren kaki diabetikum (Kartika, 2017).
Ulkus kaki diabetikum disebabkan oleh beberapa faktor yakni neuropati,
trauma, tekanan tinggi pada telapak kaki, penyakit vaskuler perifer dan
deformitas kaki. Ulkus kaki diabetikum harus mendapatkan perawatan karena
ada beberapa alasan yaitu untuk mencegah risiko infeksi dan amputasi
memperbaiki fungsi dan kualitas hidup serta guna mengurangi biaya
pemeliharaan kesehatan (Handayani, 2016).
2.3.3 Tujuan Perawatan Ulkus kaki Diabetikum
a. Melepaskan atau mengangkat jaringan nekrotik untuk meningkatkan
penyembuhan luka
b. Mencegah, membatasi atau mengontrol infeksi
c. Menyerap eksudat
d. Mempertahankan lingkungan luka yang lembab
e. Melindungi luka sekitar dari infeksi dan trauma (Maryunani A. S., 2013)
2.3.4 Metode Perawatan Ulkus Kaki Diabetikum
a. Metode perawatan ulkus moderen
Metode perawatan ulkus moderen memiliki prinsip kerja dengan menjaga
kelembaban dan kehangatan area luka dengan menggunakan dressing moderen
13
seperti Alginate, Foam dressing, dan Hidrogel. Kondisi ulkus harus dimonitor
setiap penggantian dressing dan dikaji secara berkala untuk menentukan apakah
jenis dressing diganti atau dipertahankan (Nontiji, Hariati, & Arafat, 2015)
1) Alginate (pada ulkus dengan eksudasi sedang sampai tinggi, ulkus basah
dengan terowongan yang dalam)
Penggunaan alginate dressing pada ulkus dengan eksudasi sangat banyak
seperti : ulkus yang menggaung, ulkus decubitus, ulkus vaskuler, ulkus
tendon yang terlihat dan ulkus infeksi.
2) Foam dressing (pada luka yang basah)
Foam dressing berfungsi sebagai absorban yang terbuat dari polyurethane
dan membersihkan tekanan pada permukaan ulkus, penggunaan dari foam
dressing ini adalah ulkus dengan eksudasi sedang sampai berat, perlindungan
profilaksis pada tulang yang menonjol atau area bersentuhan, ulkus dengan
kedalaman sedang sampai keseluruhan, ulkus yang bergranulasi atau
nekrosis, ulkus donor, skin tears dan bias dipakai pada luka infeksi.
3) Hidrogel (untuk luka yang cenderung kering)
Hidrogel merupakan metode keperawatan yang mengandung air dalam gel
yang tersusun dari struktur polymer yang berisi air dan berguna untuk
menurunkan suhu. Kelembaban dipertahankan pada area ulkus untuk
memfasilitasi proses autolysis dan mengangkat jaringan yang telah rusak.
Penggunaan dari hidrogel dressing ini yaitu menjaga kandungan air pada
ulkus kering, kelembutan, dan sebagai pelembab serta mengangkat jaringan
nekrotik.
b. Metode perawatan ulkus konvensional
Metode perawatan ulkus konvensional merupakan metode perawatan ulkus
yang menggunakan kasa sebagai metode perawatan utama. Perawatan ini
termasuk material pasif dengan fungsi utama sebagai pelindung, menjaga
kehangatan dan menutupi penampilan yang tidak menyenangkan. Disamping itu
metode perawatan kasa juga dipakai untuk melindungi ulkus dari trauma
mempertahankan area ulkus atau untuk penekanan ulkus, area sekitar ulkus dan
mencegah kontaminasi bakteri perkembangan ulkus pada metode ini sangat
lambat dibandingkan perawatan moderen, hal ini dapat disebabkan karena
14
penggantian kasa setiap hari untuk ulkus yang sudah bergranulasi dapat
menyebabkan terjadinya trauma pada ulkus sehingga penyembuhan ulkus
kembali pada fase awal (Handayani, 2016).
(AGF). FAF membentuk fibroblast yang kemudian akan membentuk kolagen atau
prekusor kolagen. AGF akan menstimulasi pembentukan darah baru.
b. Fase Rekontruksi
Fase ini mulai hari ketiga tau keempat setelah terjadinya luka dan dapat
bertahan hingga 2-3 minggu. Fase ini terdiri dari proses deposisi kolagen,
angiogenesis, perkembangan jaringan granulasi, dan kontraksi luka fibrolast akan
bermigrasi ke dalam luka karena adanya mediator seluler. Pada fase ini terbentuk
sistesi dan sekresi dari kolagen, kolagen ini akan saling menyilang untuk
membentuk jaring kolagen dan menguatkan tahanan luka. Jika luka semakin kuat ,
risiko terjadinya luka terbuka akan semakin kecil.
Angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dimulai beberapa jam
setelah terjadinya luka. Sel endotel mulai membentuk enzim yang akan merusak
membran dasar luka. Membran terbuka dan sel endoteliat baru akan membentuk
pembuluh darah baru. Kapiler ini akan menuju luka dan meningkatkan aliran
pembuluh darah yang akan meningkatkan suplai nutrisi dan oksigenasi.
Proses penyembuhan dimulai dengan adanya jaringan granulasi atau jaringan
baru yang tumbuh dari sekeliling jaringan yang sehat. Jaringan granulasi terdiri
dari pembuluh darah kapiler yang rapuh dan mudah berdarah, sehingga berwarna
merah. Setelah jaringan granulasi terbentuk, akan mulai terjadi epitelisasi atau
pertumbuhan jaringan epitel. Sel epitel akan berpindah dari sisi luar jaringan yang
luka ke bagian dalam.
Kontruksi luka merupakan tahap akhir dari fase rekontruksi penyembuhan
luka. Kontruksi akan terjadi dalam 6-12 hari setelah terluka dan luka akan ditutup.
c. Fase Maturasi
Fase ini dimulasi pada hari ke-21 dan akan terus berlanjut hingga 2 tahun atau
lebih bergantung pada kedalaman dan kondisi luka. Selama fase ini akan
terbentuk jaringan parut.
b. Tujuan
Tujuan diberikan perawatan luka yaitu :
1) Mencegah terjadinya infeksi
2) Mengurangi nyeri dan mempercepat proses penyembuhan luka
3) Mengobservasi drainase
4) Menghambat atau membunuh mikroorganisme
5) Mecegah perdarahan dan meningkatkan kenyamanan fisik
c. Satu set perawatan luka
steril/bak steril:
1) Sarung tangan
2) Pinset anatomis
3) Pinset chirurgis
4) Gunting jaringan
5) Kassa steril
6) Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9%)
Alat non steril:
1) Sarung tangan non steril
2) Cairan Nacl 0,9%
3) Pengalas sesuai luas luka
4) Kapas alkohol
5) Korentang
6) Perlak atau penghalas
7) Bengkok
8) Kom
9) Gunting verban/plester
10) Verban
11) Plester
12) Schort
13) Masker
14) Obat sesuai program terapi
15) Tempat sampah
17
d. Prosedur
Tahap pra interaksi
a) Membaca rekam medis pasien dan catatan untuk rencana perawatan
luka
b) Mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan profesional
pada diri sendiri
c) Menyiapkan alat :
1. Seperangkat set perawatan luka steril b. Larutan pembersih
yang diresepkan
2. Gunting
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Plester, pengikat atau balutan sesuai kebutuhan
5. Bengkok
6. Perlak penghalas
7. Kantong untuk sampah
8. Troli
Tahap Orientasi
1. Memberikan salam, memasukkan dengan menanyakan nama, alamat,
dan umur pasien
2. Memanggil nama pasien sesuai dengan persetujuan pasien
3. Menjelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada
pasien/keluarga pasien
4. Memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya sebelum
tindakan dimulai
5. Meminta persetujuan
6. Menjaga privsasi pasien dengan menutup tirai
7. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
Tahap Kerja
1. Menyusun semua peralatan yang diperlukan di troli dekat pasien
(tidak membuka peralatan steril dulu)
18
20
21
BAB IV
digunakan
1 : Pink atau warna √
kulit
9 Warna kulit normal setiap bagian
sekitar luka luka
2 : Merah terang jika
Disentuh
3 : Putih atau abu-abu,
pucat atau
hipopigmentasi
4 : Merah gelap atau √ √
ungu dan atau tidak
pucat
5 : Hitam atau
Hiperpigmentasi
1 : Tidak ada √ √ √
pembengkakan
atau edema
10 Edema 2 : Tidak ada pitting
edema sepanjang
4cm sekitar luka
3 : Tidak ada pitting
edema sepanjang
≥4cm
4 : Pitting edema
sepanjang
<4cm
disekitar luka
5 : Krepitus dan atau
pitting edema
sepanjang
>4cm disekitar
1 : Kulit utuh atau luka
pada sebagian kulit
2 : Terang, merah
11 Jaringan seperti daging : 75%
granulasi/ s/d
jaringan merah 100% luka terisi
granulasi atau jaringan
tumbuh
3 : Terang,
merah √ √
29
Total Skor 22 21 19
Evaluasi Ny.S
Setelah dilakukan prosedur perawatan luka selama 3 kali menggunakan NaCl
dan Metcovazin, diperoleh data sebagai berikut, klien masih terasa lemas dan
mengalami hambatan mobilitas fisik, nyeri pada daerah luka ketika sedang
dibersihkan, balutan tampak bersih, tidak ada tanda-tanda resiko infeksi yang
terjadi pada luka, kondisi luka panjang ±2cm, lebar ±2cm, tidak terdapat gua, luka
berwarna merah terang, batasan tepi luka terlihat menyatu dengan dasar luka,
<25% permukaan luka tertutup jaringan nekrotik, luka tampak lembab, warna
kulit sekitar pink atau normal, tidak ada pembengkakan dan <25% terisi jaringan
granulasi.
30
2 0 : Sembuh, luka
Terselesaikan
1 : Eritema atau √ √
Kemerahan
2. Laserasi lapisan
epidermis dan atau
Eritmea dermis
3. Seluruh lapisan
kulit
hilang, kerusakan atau
nekrosis subkutan,
tidak mencapai fasia,
tertutup jaringan
granulasi
4. Tertutup jaringan
Nekrosis √
5. Seluruh lapisan
kulit
hilang dengan destruksi
luas, kerusakan
jaringan otot, tulang.
0 : Sembuh, luka
Terselesaikan
1 : Samar, tidak
terlihat
3 Tepi luka dengan jelas.
2. Batasan tepi
31
terlihat,
menyatu dengan dasar
luka
3. Jelas, tidak √ √ √
menyatu
dengan dasar luka
4. Jelas, tidak
menyatu
dengan dasar luks,
tebal
5. Jelas, fibrotik, parut
tebal/hiperkeratonik
0 : Sembuh, luka
Terselesaikan
1 : Tidak ada gua
2 : Gua < 2cm diarea
4 Kedalaman/Gua Manapun
3 : Gua 2,5cm seluas √ √ √
<50% pinggir luka
4 : Gua 2-4cm
seluas >50% pinggir
luka
5 : Gua >4cm diarea
Manapun
1 : Tidak ada jaringan
Nekrotik √
2 : Putih/ abu-abu
jaringan tidak dapat
teramati dan atau
Tipe jaringan jaringan nekrotik
5 nekrotik kekuningan yang
melekat tapi mudah
dilepas
3 : Jaringan nekrotik
kekuningan yang √ √
melekat tapi mudah
dilepas
4 : Melekat, lembut,
eskar hitam
5 : Melekat, kuat,
keras,eskar hitam
32
5 : Banyak:
permukaan
luka dipenuhi dengan
eksudat dan eksudat
membasahi 75%
balutan yang
digunakan
1 : Pink atau warna
kulit
9 Warna kulit normal setiap bagian
sekitar luka luka
2 : Merah terang jika
Disentuh
3 : Putih atau abu-abu,
pucat atau
hipopigmentasi
4 : Merah gelap atau
ungu dan atau tidak √
pucat
5 : Hitam atau √ √
Hiperpigmentasi
1 : Tidak ada
pembengkakan
atau edema
10 Edema 2 : Tidak ada pitting √ √ √
edema sepanjang
4cm sekitar luka
3 : Tidak ada pitting
edema sepanjang
≥4cm
4 : Pitting edema
sepanjang
<4cm
disekitar luka
5 : Krepitus dan atau
Pitting
edema
sepanjang
>4cm disekitar
34
Total Skor 39 34 27
Evaluasi Ny.A
Setelah dilakukan prosedur perawatan luka selama 3 kali menggunakan NaCl
dan Metcovazin, diperoleh data sebagai berikut, klien masih terasa lemas dan
mengalami hambatan mobilitas fisik, nyeri pada daerah luka ketika sedang
dibersihkan, balutan tampak bersih, tidak ada tanda-tanda resiko infeksi yang
terjadi pada luka, kondisi luka panjang ±4cm, lebar ±3cm, terdapat gua 2,5cm,
luka berwarna merah terang, batasan tepi luka tidak menyatu dengan dasar luka,
25% permukaan luka tertutup jaringan nekrotik, luka tampak agak basah, warna
kulit sekitar luka merah gelap/ungu atau tidak pucat, tidak ada pembengkakan
edema sepanjang 4cm sekitar luka dan tidak ada jaringan granulasi.
35
4.3 Pembahasan
Pada bagian ini penulisakan membahas perbedaan antara teori yang ada dengan
studi kasus yang ditemukan dilapangan. Pemberian prosedur perawatan luka dimulai
dari mengkaji keadaan luka hingga proses penyembuhan luka. Penulis melakukan
evaluasi perawatan luka dan ditemukan persamaan dan perbedaan dari kedua klien.
klien 1 dan klien 2 masuk ke Rumah Sakit dengan diagnosa DM. klien 1
memiliki riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu, sedangkan klien 2 memiliki riwayat
DM sejak 3 tahun yang lalu. Penyakit Diabetes merupakan penyakit terminal
sehingga sulit untuk disembuhkan. Perawatan luka yang sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
perburukan pada luka. Jika dilihat sesuai dengan fase penyembuhan luka, kedua klien
sudah memasuki fase rekontruksi. Dimana pada fase ini sudah dimulai perkembangan
jaringan granulasi. Proses penyembuhan luka pada klien 1 sudah sesuai, dimana luka
klien 1 sudah terdapat jaringan granulasi. Berbeda dengan klien 2, dimana luka pada
klien 2 tertutupnya jaringan nekrotik.
Pada kasus pertama, klien 1 setelah dilakukan perawatan luka selama 3 kali
menggunakan NaCl dan salep Metcovazin, didapatkan hasil luas luka panjang ±2cm,
lebar ±2cm, tidak terdapat gua, luka berwarna merah terang, batasan tepi luka terlihat
menyatu dengan dasar luka, <25% permukaan luka tertutup jaringan nekrotik, luka
tampak lembab, warna kulit sekitar normal, tidak ada pembengkakan dan terdapat
jaringan granulasi. Pada klien 1 sudah terdapat jaringan granulasi. Sedangkan kasus
kedua, klien 2 setelah dilakukan perawatan selama 3 kali menggunakan NaCl salep
Metcovazin, didapatkan hasil luas luka panjang ±4cm, lebar ±3cm, terdapat gua
2,5cm, batasan tepi luka tidak menyatu dengan dasar luka, 25% permukaan luka
tertutup jaringan nekrotik, luka tampak agak basah, warna kulit sekitar luka merah
gelap/ungu atau tidak pucat, tidak ada pembengkakan edema sepanjang 4cm sekitar
luka, tidak ada jaringan granulasi dan luka pada klien 2 tertutupnya jaringan nekrotik.
Penyembuhan luka diabetikum sangat bergantung pada perawatan luka yang
diberikan, teknik perawatan luka yang dapat membantu proses penyembuhan luka
lebih cepat. Pemberian prosedur perawatan luka yang dilakukan perawat kepada klien
1 dan klien 2 menggunakan teknik steril. Sesuai dengan Teori Setiadjo (2012) dalam
Salawaney (2016), menyatakan bahwa dalam melakukan tindakan keperawatan akan
36
menjadi penting untuk tetap memperhatikan prinsip steril agar bebas dari kuman. Ini
dimaksudkan agar dapat mengantisipasi dan mencegah terjadinya infeksi pada luka
karena pencegahan infeksi pada luka adalah kunci dari keberhasilan kesembuhan
luka. Kemudian menurut Perry & Potter (2014) dalam Salawaney (2016),
mengatakan keberhasilan pengendalian infeksi pada tindakan perawatan luka bukan
hanya ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada tetapi ditentukan oleh
kesempurnaan petugas dalam melaksanakan perawatan luka secara benar.
Perawatan luka yang dilakukan klien 1 dengan klien 2 yaitu menggunakan NaCl
dan salep Metcovazin. Cairan NaCl cukup baik untuk membersihkan luka hanya saja
kurang efektif untuk perawatan luka, sesuai dengan teori Rosyadi (2011) dalam
Purnomo (2014) bahwa larutan NaCl 0,9 % merupakan cairan isotonik dan juga
merupakan cairan garam fisiologis yang baik digunakan untuk pembersih, pembasuh
dan kompres pada luka. NaCl 0,9 % memiliki komposisi dan konsentrasi cairan yang
hampir sama dengan cairan tubuh sehingga tidak mengiritasi jaringan. Penggunaan
NaCl dalam perawatan luka kurang efektif untuk mencegah timbulnya jaringan
nekrotik, sedangkan keberadaan jaringan nekrotik pada ulkus menjadi tempat
bersembunyi koloni bakteri juga menghambat proses granulasi jaringan (Smeltzer,
2010 dalam Purnomo, dkk 2014).
Teknik perawatan luka yang diberikan kepada klien 1 dan klien 2 menggunakan
teknik wet-dry (basah kering). Perawatan luka menggunakan teknik wet-dry kurang
efektif terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan teknik moist wound
healing, sesuai dengan teori Wahidin (2013) dalam Ose (2018) bahwa untuk balutan
basah kering apa bila luka memiliki eksudat dalam jumlah banyak maka harus segera
diganti balutannya. Terutama apabila eksudat tersebut sampai merembes keluar dari
balutan yang menyebabkan balutan tampak kotor. Perawatan luka dengan balutan
basah kering akan sangat sulit saat ingin membuka balutan dikarenakan balutan
tersebut menjadi kering dan akan menimbulkan nyeri dan juga perdarahan apabila
balutan tersebut diangkat serta dapat merusak sel-sel.
Sedangkan teknik moist wound healing merupakan teknik penangganan luka
dengan cara menjaga keadaan luka agar tetap lembab sehingga dapat menfasilitasi
pergerakan sel pada luka, serta dapat mempercepat proses granulasi sebesar 40% dari
pada luka dengan keadaan kering (Koutoukidis & Lawrence, 2012 dalam Wahyuni,
37
2017). Teknik moist wound healing ini menunjukkan bahwa eksudat luka dapat
memberikan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses penyembuhan, seperti
enzim, growth factors, dan faktor kemotaktik dimana dapat mengendalikan infeksi,
serta dapat menyediakan lingkungan yang terbaik dalam proses penyembuhan
(Hendrickson, 2011 dalam Wahyuni, 2017).
Proses penyembuhan luka pada klien 1 lebih cepat juga dikarenakan gula darah
lebih terkontrol dibandingkan gula darah klien 2, sesuai dengan penelitian Handayani
(2010) bahwa gula darah mempengaruhi dan berpola positif terhadap perkembangan
proses penyembuhan luka, serta kadar gula yang mendekati normal dapat
menurunkan skor penyembuhan luka semakin besar. Tidak terkontrolnya kadar gula
darah akan memberikan efek yang tidak baik. Jumlah makrofag selama fase inflamasi
akan berkurang dan dapat menghambat penyembuhan luka yang terjadi, kadar gula
darah yang tinggi juga dapat mengganggu sirkulasi dan nutrisi tidak dapat masuk ke
dalam sel, sehingga luka tidak akan mengikuti fase-fase penyembuhan fisiologi
(Ekaputra, 2013 dalam Wahyuni, 2017). Dan proses penyembuhan luka klien 1 lebih
cepat dibandingkan dengan klien 2 dikarenakan usia. Meskipun usia keduanya masuk
ke dalam kategori lansia, tetapi usia klien 1 lebih muda dibandingkan dengan usia
klien 2. klien 1 berusia 44 tahun dan klien 2 berusia 50 tahun. Sesuai dengan teori
Arisanty (2013) dalam Wahyuni, (2017) usia dapat mempengaruhi penyembuhan luka
yang terjadi, pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga dapat
memperlambat waktu penyembuhan luka. Jumlah dan ukuran fibroblas menurun,
begitu juga kemampuan proliferasi sehingga terjadi penurunan respons terhadap
growth faktor dan hormon–hormon yang dihasilkan selama penyembuhan luka.
Selain itu, jumlah dan ukuran sel mast juga menurun, serta kondisi kulit yang
cenderung kering, keriput, dan tipis sangat mudah mengalami luka karena gesekan
dan tekanan, sehingga hal tersebut menyebabkan luka pada usia lanjut akan lebih
lama sembuhnya.
4.4 Keterbatasan
Pada studi kasus ini, memiliki keterbatasan waktu untuk melakukan observasi dalam
3 kali perawatan sehingga tidak memaksimalkan proses penyembuhan luka, keterbatasan
alat yang digunakan perawat untuk melakukan perawatan luka, keterbatasan mencari
pasien yang sesuai dengan kriteria, keterbatasan dalam mencari referensi sehingga penulis
38
terbatas mendapatkan sumber buku yang terbaru sehingga penulis mencari referensi
melalui media online seperti jurnal, ebook, dll.
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan
prosedur perawatan ulkus yang dilakukan didapatkan keefektifan tindakan perawatan ulkus
pada klien pertama yang sebelumnya memiliki skor 22 mengalami perubahan menjadi 19
sedangkan pada klien kedua yang sebelumnya memiliki skor 39 mengalami perubahan
menjadi 27 dan menjadi efektif. Ulkus pada pasien DM dimana pada saat pemberian
tindakan dapat mencegah terjadinya infeksi dan mempercepat proses penyembuhan ulkus,
sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan Gambaran perawatan ulkus dapat mencegah
terjadinya infeksi dan mempercepat proses penyembuhan ulkus.
5.2 Saran
5.2.1 Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemandirian
Mengambarkan Perawatan Ulkus Kaki Diabetikum Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe
II.
5.2.2 Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Untuk lebih meninggkatkan pelayanan Perawatan Ulkus Kaki Diabetikum
berkembang setiap tahunnya dan juga memacu pada peneliti selanjutnya dan diharapkan
kepada pihak rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien Ulkus
Kaki Diabetikum Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II.
5.2.3 Bagi penulis
Hasil penelitian yang peneliti dapatkan dijadikan sebagai sarana untuk menambah
wawasan pengetahuan peneliti dalam melakukan Perawatan ulkus kaki diabetikum dan
bisa menjadi bahan acuan dan menjadi bahan pembanding peneliti selanjutnya dalam
melakukan penelitian pada pasien Ulkus Kaki Diabetikum Pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe II.
40
DAFTAR PUSTAKA
Amod, Aslam et, al. (2017). SEMDSA 2017 Guidelines for the Management of
Type 2 diabetes mellitus. Journal Endocrinology Metabolism and
Diabetes South Africa.
Armstrong, D. G., Boulton, A. J. M., & Bus, S. A. (2017). Diabetic Foot Ulcers
and Their Recurrence. New England Journal of Medicine, 376(24), 2367–
2375.https://doi.org/10.1056/NEJMra1615439 diakses 13 agustus 2021
Amelia, R. (2018). Hubungan Perilaku Komplikasi Luka kaki Diabetes Melitus
Tipe 2 di Puskesmas Tuntungan Kota Medan. Talenta Confrence Series:
Tropical Medicine (TM), 1(1), 124-131. https://doi.org/10.32734/tm.vlil.56
Anggit, Y. (2017). Gambaran Klinis Pasien dengan Diabetes Melitus. Published
Tesis for 1st degree in health sciences.
Declori, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Dinkes Sultra. (2018). Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara. Dinas kesehatan Sulawesi Tenggara.
Dinkes Kab. Kolaka (2018) Profil Kesehatan Kesehatan Kab.Kolaka. Dinas
Kesehatan Kabupaten Kolaka https://dinkes.kolakakab.go.id/ diakses 23
juli 2021
Ernawati. (2013). Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu
dengan Penerapan Teori Keperawatan Self Care Orem. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Handayani, L., T. (2016). Studi Media Analisis Perawatan Luka Kaki Diabetes
dengan Modern Dressing. The Indonesia Journal Of Health Science, 6.
No. 2, 1-11.
Jansen, B. B. (2010). Bates-Jansen Wound Assessment Tool, Journal of Wound,
Osmoty International, pp. 2-4.
Kartika, R. W. (2015). Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. Wound
Care/Diabetic Center. CDK-230, Vol. 42, No. 7, 546-550.
Kemenkes RI, (2018) Cegah, Cegah, dan Cegah: Suara Dunia Perangi Diabetes.
https://www.kemkes.go.id/article/view/18121200001/cegah-cegah-dan
cegah-suara-dunia-perangi-diabetes.html. Diakses tanggal 27 agustus 2021
Maghfuri, A. (2016). Buku Pintar Perawatan Lluka Diabetes Melitus. (Tri
Utami, Ed.).
Maryunani A., (2013). Perawatan Luka Moderen ( Modern Woundcare ) Terkini
dan Terlengkap sebagai Bentuk Tindakan Keperawatan Mandiri.In Media.
Jakarta.
Nontiji, W., Hariati, S., & Arafat, R. (2015) Modern and Convensional Wound
Dressing to Interleukin 1 and Interleukin 6 in Diabetic Wound. Jurnal
Ners, 10 No. 1, 31-43.
Ose, M. I., Utami, P. A., & Damayanti A. (2018), Efektivitas Perawatan Luka
Teknik Balutan Wetdry Dan Moist Wound Healing Pada Penyembuhan
41
Http://Www.Who.Int/Mediacentre/Factsheets/Fs312/En/.Diakses tanggal
25 Juli 2021
Lampiran 1. Standar Operasional Prosedur
dengan menggunakan
pinset
6. Jika balutan lengket
pada luka, melepaskan
balutan dengan
memberikan larutan
steril/NaCl
7. Observasi karakter dan
jumlah drainnase pada
balutan
8. Buang balutan kotor
pada bengkok, lepaskan
sarung tangan dan
bulang pada tempatnya
9. Buka bak instrumen
balutan steril. Balutan,
gunting dan pinset, harus
tetap pada bak intrumen
steril.
10. Kenakan sarung tangan
steril
11. Inspeksi luka.
Perhatikan kondisinya,
letak drain, integritas
balutan atau penutup
kulit, dan karakter
drainase.
12. Membersihkan luka
dengan larutan
antiseptic yang
diresepkan
13. Menggunakan satu
kassa untuk satu kali
usapan
14. Membersihkan luka
dari area kurang
terkontiminasi ke area
terkontaminasi
15. Gunakan kassa baru
untuk mengeringkan
luka atau insisi
16. Berikan salep antiseptic
46
bila dipesankan
17. Pasang kassa steril
kering pada insisi atau
letak luka
18. Menggunakan plester
diatas balutan, fiksasi
dengan ikatan atau
balutan
19. Melepaskan sarung
tangan dan membuang
pada tempat sampah
medis
20. Membantu klien pada
posisi yang nyaman
D. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi perasaan
klien setelah dilakukan
tindakan
2. Menyimpulkan hasil
tindakan
3. Melakukan kontrak
untuk tindakan
selanjutnya
4. Mencuci dan
membereskan alat
setelah digunakan
5. Mencuci tangan setelah
melakukan tindakan
6. Informasi edukasi terkait
perawatan ulkuskaki
diabetikum
E. Dokumentasi
1. Mencatat tanggal dan
jam perawatan luka
2. Mencatat nama, alamat
dan umur klien
3. Mencatat hasil tindakan
sesuai dengan SOAP
4. Paraf dan nama
petugas/perawat yang
melakukan tindakan
47
Standar Operasional
Prosedur
Catatan :
Perawat menggunakan teknik bersih dalam melakukan perawatan luka.
48
5 : Banyak: permukaan
luka dipenuhi dengan
eksudat dan eksudat
membasahi 75%
balutan yang
digunakan
1 : Pink atau warna
kulit
9 Warna kulit normal setiap bagian
sekitar luka luka
2 : Merah terang jika
Disentuh
3 : Putih atau abu-abu,
pucat atau
hipopigmentasi
4 : Merah gelap atau
ungu dan atau tidak
pucat
5 : Hitam atau
Hiperpigmentasi
1 : Tidak ada
pembengkakan
atau edema
10 Edema 2 : Tidak ada pitting
edema sepanjang
4cm sekitar luka
3 : Tidak ada pitting
edema sepanjang
≥4cm
4 : Pitting edema
sepanjang
<4cm
disekitar luka
5 : Krepitus dan atau
pitting edema
sepanjang
>4cm disekitar
52
Total Skor
53
keras,eskar hitam
4 : Moderat: eksudat
terdapat >25% dan
75% dari balutan yang
digunakan
5 : Banyak:
permukaan
luka dipenuhi dengan
eksudat dan eksudat
membasahi 75%
balutan yang
digunakan
1 : Pink atau warna
kulit
9 Warna kulit normal setiap bagian
sekitar luka luka
2 : Merah terang jika
Disentuh
3 : Putih atau abu-abu,
pucat atau
hipopigmentasi
4 : Merah gelap atau
ungu dan atau tidak
pucat
5 : Hitam atau
Hiperpigmentasi
1 : Tidak ada
pembengkakan
atau edema
10 Edema 2 : Tidak ada pitting
edema sepanjang
4cm sekitar luka
3 : Tidak ada pitting
edema sepanjang
≥4cm
4 : Pitting edema
sepanjang
<4cm
disekitar luka
5 : Krepitus dan atau
Pitting
edema
sepanjang
57
>4cm disekitar
1 : Kulit utuh atau
luka
pada sebagian kulit
11 Jaringan 2 : Terang, merah
granulasi/ seperti daging : 75%
jaringan merah s/d
100% luka terisi
granulasi atau
jaringan tumbuh
3 : Terang,
merah
seperti daging <75%
dan >25% luka terisi
granulasi
4 : Pink, dan atau
pucat,
merah kehitaman dan
atau luka <25% terisi
granulasi
5 : Tidak ada jaringan
Granulasi
Total Skor
58
BIODATA PENULIS
I. IDENTITAS
Nama Lengkap : Jenni Laksmi
Agama : Islam
Suku/Kebangsaan : Mekongga/Indonesia
Orang Tua
1) Ayah : Mirsan
2) Ibu
: Herwati