Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN POST HEMOROID PADA MASALAH

KEPERAWATAN NYERI AKUT DENGAN TINDAKAN


KEPERAWATAN KOMPRES AIR DINGIN PASIEN Ny/Tn A DAN Ny/Tn
G DI RUANG PERAWATAN LANTAI 3 RS PATRIA IKKT JAKARTA

Uji Proposal Karya Tulis Ilmiah

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan

Nama : HASTIYAN MAWARSARI


NPM : 18009

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Dr. SISMADI
JAKARTA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul : ASUHAN KEPERAWATAN POST HEMOROID PADA


MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DENGAN
TINDAKAN KEPERAWATAN KOMPRES AIR DINGIN PASIEN
Ny/Tn A DAN Ny/Tn G DI RUANG PERAWATAN LANTAI 3 RS
PATRIA IKKT JAKARTA

Oleh : HASTIYAN MAWARSARI


NIM : 18009

Proposal penelitian ini telah di setujui untuk di sajikan dalam sidang proposal
penelitian

Jakarta, Agustus 2021


Pembimbing 1 Pembimbing 2

Ns. Rogayah, M.Kep Ns. M. Riki sholin SKep.M.P


NIDN: 03-2512-7702 NIDN:

Mengetahui
Ketua STIKES Dr. Sismadi Jakarta

NS, Hernida Dwi Lestari, Spd, M.Kep


NIDN : 03-2810-7202

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir ini diajukan oleh :

Nama : HASTIYAN MAWARSARI


NPM : 18009
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Post Hemoroid Pada Masalah
Keperawatan Nyeri Akut dengan Tindakan
Keperawatan Kompres Air Dingin Pasien Ny/Tn A Dan
Ny/Tn G Di Ruang Perawatan Lantai 3 di RS PATRIA
IKKT Jakarta.

Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan Program Studi Diploma III Keperawatan STIKes Dr. Sismadi
Jakarta.

DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Ns. Rogayah, M.Kep ( )
Pembimbing II : Ns.M.Riki Sholin Skep.M.P ( )

Jakarta, Agustus 2021

Ka. STIKes Sismadi Ka.Prodi D3


Keperawatan

Ns. Hernida Dwi L, Spd.M.Kep Ns. Rogayah, M.Kep


NIDN 03 2810 7202 NIDN 03 2512 7704

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis haturkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah
dengan Judul Asuhan Keperawatan Post Hemoroid Pada Masalah Keperawatan
Nyeri Akut dengan Tindakan Keperawatan Kompres Air Dingin Pasien Ny/Tn A
Dan Ny/Tn G Di Ruang Perawatan Lantai 3 di RS PATRIA IKKT Jakarta.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapat banyak pendapat dan
saran serta bimbingan dan pengarahan baik materil maupun spriritual dari
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. LetKol Kes dr. Crispinus Adhi Suryo, SpAn selaku Direktur RS Patria IKKT
Jakarta
2. Ns. Hernida Dwi Lestari, Spd M.Kep selaku ketua STIKes Dr. Sismadi
Jakarta
3. Ns. Rogayah M.Kep selaku kaprodi D3 STIKes Dr. Sismadi Jakarta,
pembimbing 1,dan Penguji Karya Tulis Ilmiah.
4. Ns. M.Riki Sholin, S.Kep.M.P selaku pembimbing 2 dan penguji Karya Tulis
Ilmiah
5. Seluruh Dosen dan staf STIKes Dr.Sismadi yang telah memberikan dukungan
dan bimbingan bagi penulis dalam menyelesaikan proses pendidikan dan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Kedua orang tua saya tercinta serta adik-adik yang senantiasa mendukung
saya dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Suamiku serta Anak saya Kenzie Altorressa Hasdiansyah yang saya cintai dan
sayangi yang senantiasa mendukung saya dalam Karya Tukis Ilmiah ini.
8. Teman-teman saya dan semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu
persatu.

iv
Penulis menyadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dalam Karya Tulis
Ilmiah ini.
Oleh sebab itu, saya sebagai penulis sangat mengharapkan kritikan, saran dan
masukan masukan yang membangun dari dosen serta teman teman mahasiswa,
bahkan semua pembaca, demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini,

Jakarta, Agustus 2021

HASTIYAN MAWARSARI

v
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................i
Lembar Persetujuan..............................................................................................ii
Kata Pengantar.....................................................................................................iii
Daftar Isi................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Tujun Penulisan...........................................................................2
C. Rumusan Masalah........................................................................3
D. Sistematika Penulisan..................................................................3
E. Manfaat Penulisan........................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................5


A. Konsep Dasar Penyakit................................................................5
1. Definisi Hemoroid................................................................5
2. Anatomi dan Fisiologi..........................................................5
3. Etiologi Hemoroid..............................................................10
4. Manifestasi Klinis Hemoroid..............................................11
5. Patofisiologi........................................................................12
6. Komplikasi Hemoroid........................................................12
7. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid.....................................12
8. Pathway Hemoroid.............................................................13
9. Klasifikasi Hemoroid..........................................................14
10. Penatalaksanaan Hemoroid.................................................15
B. Konsep Nyeri Akut pada Post Hemoroid..................................16
1. Definisi Nyeri.....................................................................16
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri............................17
3. Penyebab Nyeri...................................................................17
4. Klasifikasi Nyeri.................................................................18
5. Tanda dan Gejala Nyeri......................................................18
6. Cara mengukur intensitas nyeri..........................................18

vi
7. Implementasi Keperawatan dengan masalah Nyeri Akut...20
C. Konsep Tindakan pada Post Hemoroid.....................................21
1. Tekhnik Pengolahan Nyeri Kompres Dingin.....................21
2. Tekhnik Pengelolaan Nyeri Relaksasi................................24
D. Konsep Asuhan Keperawatan pada Post Hemoroid..................25
1. Pengkajian Keperawatan....................................................25
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................28
3. Intervensi Keperawatan......................................................29
4. Implementasi Keperawatan................................................37
5. Evaluasi Keperawatan........................................................37

C. BAB III METODELOGI STUDI KASUS...................................................38


A. Rancangan Studi Kasus.............................................................38
B. Subjek Studi Kasus....................................................................38
1. Kriteria Inklusi....................................................................38
2. Kriteria Eksklusi.................................................................39
C. Fokus Studi Kasus.....................................................................39
D. Definisi Operasional..................................................................39
E. Tempat dan Waktu.....................................................................40
F. Instrumen Studi Kasus...............................................................40
G. Langkah Studi Kasus.................................................................41
H. Analisa Studi Kasus...................................................................42
I. Etika Studi Kasus.......................................................................42

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus
hemoroidialis (Muttaqin, 2011 dalam Prayono, 2018). Hemoroid adalah
pelebaran pembuluh darah vena hemoroidialis dengan penonjolan
membran mukosa yang melapisi daerah anus dan rektum (Nugroho, 2011).
Hemoroid merupakan gangguan umum yang dapat terjadi pada
laki-laki maupun perempuan pada usia sekitar 20-50 tahun (Black dan
Hawks, 2009 dalam Utami dan Sakitri, 2020). Penyakit hemoroid ini
disebabkan beberapa faktor diataranya obtipasi (konstipasi/sembelit) yang
menahun, penyakit yang sering membuat penderita mengejan,
penyempitan saluran kemih, sering melahirkan anak, sering duduk,
diare yang menahun dan bendungan pada rongga pinggul karena tumor
rahim atau kehamilan (Riyadi, 2010 dalam Paryono, 2018).
Menurut data WHO, jumlah penderita hemoroid di dunia pada
tahun 2014 mencapai lebih dari 230 juta jiwa dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 350 juta jiwa pada tahun 2030 (Harnawi, 2008).
Hemoroid diderita oleh 5% seluruh penduduk dunia (Slavin, 2008).
National Center for Health Statistics (NCHS) melaporkan terdapat 10 juta
orang di Amerika Serikat mengalami hemoroid. Prevalensi hemoroid yang
dilaporkan di Amerika Serikat adalah 4,4%, dengan puncak kejadian pada
usia antara 45- 65 tahun. Sedangkan pada usia dibawah 20 tahun penyakit
hemoroid ini jarang terjadi. Prevalensi meningkat pada ras Kaukasian dan
individu dengan status ekonomi tinggi (Chong dan Bartolo, 2008).
Di Indonesia sendiri penderita hemoroid 1 periode terus bertambah.
Menurut data Depkes tahun 2015, prevalensi hemoroid di Indonesia adalah
5,7 persen, namun hanya 1,5 persen saja yang terdiagnosa. Data
riskesdas (riset kesehatan dasar) 2015 menyebutkan ada 12,5 juta jiwa
penduduk Indonesia mengalami hemoroid. (Depkes RI, 2015)

1
2

Kementerian kesehatan mencatat dari rumah sakit di 33 provinsi


terdapat 355 rata-rata kasus penyakit hemoroid (Sunarto, 2016).
Menurut data Rekam Medik Rumah Sakit Patria IKKT mencatat pada
tahun 2020/2021 sebanyak 112 orang yang mengalami hemoroid dan
hemoroid termasuk kasus 10 besar terbanyak yang ada di ruang bedah
Rumah Sakit Patria IKKT.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri
adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan (Smeltzer dan Bare, 2002 dalam Tampubolon, 2015).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
untuk mengambil judul Karya Tulis Imliah “Asuhan Keperawatan
pasien post hemoroid dengan masalah keperawatan nyeri akut dengan
tindakan keperawatan kompres dingin pasien Ny/Tn A dan Ny/Tn G di
Rumah Sakit Patria IKKT Jakarta tahun 2021”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman secara nyata dalam memberikan Asuhan
Keperawatan Post Hemoroid Pada Masalah Keperawatan Nyeri Akut
dengan Tindakan Keperawatan Kompres Air Dingin Pasien Ny/Tn A
Dan Ny/Tn G Di Ruang Perawatan Lantai 3 di RS PATRIA IKKT
Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien Post Hemoroid
dengan Masalah Nyeri Akut Pada Pasien Ny/Tn A Dan Ny/Tn G
Di Ruang Perawatan Lantai 3 di RS PATRIA IKKT Jakarta.
b. Mampu Menegakan diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
pada pasien Post Hemoroid dengan masalah Nyeri Akut pada
Ny/Tn A dan Ny/Tn G di RS Patria IKKT Jakarta.
3

c. Mampu menyusun rencana terapi pada pasien Post Hemoroid


dengan masalah Nyeri Akut pada Ny/Tn A dan Ny/Tn G di RS
Patria IKKT Jakarta.
d. Mampu melaksanakan terapi atau tindakan keperawatan pada
pasien Post Hemoroid dengan masalah Nyeri Akut pada Ny/Tn A
dan Ny/Tn G di RS Patria IKKT Jakarta.
e. Mampu mengevaluasi hasil terapi atau tindakan keperawatan pada
pasien Post Hemoroid dengan masalah Nyeri Akut pada Ny/Tn A
dan Ny/Tn G di RS Patria IKKT Jakarta.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien
Post Hemoroid dengan masalah Nyeri Akut pada Ny/Tn A dan
Ny/Tn G di RS Patria IKKT Jakarta.

C. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Post Hemoroid
dengan gangguan nyeri akut di ruang perawatan lantai 3 RS Patria IKKT
Jakarta ?

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri dari 5
BAB yaitu :

BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,


rumusan masalah, sistematika penulisan dan manfaat penulisan.

BAB II Tinjauan teori yang terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi


yang terdiri dari proses perjalanan penyakit, manifestasi klinis,
komplikasi.Penatalaksanaan medis, pengkajian keperawatan (termasuk
pemeriksaan diagnostik), diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan perawatan dan evaluasi tindakan keperawatan.
4

BAB III merupakan Metodologi Karya Tulis Ilmiah yang memuat


rancangan studi kasus, subjek studi kasus, fokus studi kasus, definisi
operasional, tempat dan waktu yang digunakan, instrument studi kasus,
skala penelitian, langkah hasil studi kasus, analisa studi kasus, serta etika
studi kasus.

BAB IV merupakan hasil studi kasus dan pembahasan terdiri dari


pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi keperawatan.

BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan berdasarkan pada pembahasan


yaitu pengkajian sampai evaluasi keperawatan. Saran ditujukan kepada
mahasiswa, pasien, petugas kesehatan, institusi dan Rumah Sakit. Daftar
pustaka dan lampiran-lampiran.

E. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan melalui studi kasus ini, pelayanan kesehatan kedepannya
mampu memberi pendidikan kesehatan pada Nyeri Akut dan cara
penanganannya dengan segera.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Tekhnologi Keperawatan
Diharapkan melalui studi kasus ini dapat menambah pengetahuan serta
pengembangan di dalam ilmu dan Tekhnologi Keperawatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai tambahan dan referensi
untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada
pengaplikasian asuhan keperewatan dengan masalah Nyeri Akut pada
Post Hemoroid.
4. Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset
keperawatan, khususnya studi kasus bagaimana penangan Nyeri Akut
pada Post Hemoroid dengan kompres air dingin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Hemoroid
Hemoroid atau yang dikenal sebagai wasir/ambeiyen merupakan
kondisi peradangan dan melebarnya pembuluh darah vena di
sekitar anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis (Simadibrata,
2014). Hemoroid adalah suatu pelebaran dari vena-vena didalam
pleksus hemoroidialis (Muttaqin, 2011 dalam Paryono,2018).
Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena hemoroidialis
dengan penonjolan membran mukosa yang melapisi daerah anus
dan rektum (Nugroho,2011).

2. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi dan Fisiologi menurut Price (2005), sebagai berikut.
a. Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum
dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke
bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai
kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan
internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15cm
(5,9 inci).
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan
berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika
superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon asendens, dan
dua pertiga proksimal kolon transversum) dan arteria mesenterika
inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon asendens, kolon sigmoid dan bagian
proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rectum berasal
dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang

5
6

dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta


abdominalis.

Gambar 1. Anatomi Anus (Sasrawan H, 2016)

Keterangan :
1) Rektum
Rektum (rectum) adalah sebuah ruangan dengan panjang
sekitar 12 sampai 15 cm yang berada di antara ujung usus
besar (setelah kolon sigmoid/turun) dan berakhir di anus.
Fungsi rektum adalah menyimpan feses untuk sementara
waktu, memberitahu otak untuk segera buang air besar, dan
membantu mendorong feses sewaktu buang air besar.
Ketika rektum penuh dengan feses, maka rektum akan
mengembang dan sistem saraf akan mengirim impuls
(rangsangan) otak sehingga timbul keinginan untuk buang air
besar.
2) Kolom Anal
Kolom anal (anal column) atau kolom Morgagni adalah
sejumlah lipatan vertikal yang diproduksi oleh selaput
7

lendir dan jaringan otot di bagian atas anus. Fungsi kolom


anal adalah sebagai pembatas dinding anus.
3) Anus
Anus adalah pembukaan yang dilewati oleh kotoran manusia
saat kotoran tersebut meninggalkan tubuh.
4) Kanalis Anal
Kanalis anal (anal canal) adalah saluran dengan panjang
sekitar 4 cm yang dikelilingi oleh sfingter anus. Bagian
atasnya dilapisi oleh mukosa glandular rektal. Fungsi kanalis
anal adalah sebagai penghubung antara rektum dan bagian
luar tubuh sehingga feses bisa dikeluarkan.
5) Sfingter Anal Internal
Sfingter anal internal (internal anal sphincter) adalah sebuah
cincin otot lurik yang mengelilingi kanalis anal dengan
keliling 2,5 sampai 4 cm. Sfingter anal internal ini berkaitan
dengan sfingter anal eksternal meskipun letaknya
cukup terpisah. Tebalnya sekitar 5 mm. Fungsi sfingter anal
internal adalah untuk mengatur pengeluaran feses saat buang
air besar.
6) Sfingter Anal Eksternal
Sfingter anal eksternal (external anal sphincter) adalah serat
otot lurik berbentuk elips dan melekat pada bagian dinding
anus. Panjangnya sekitar 8 sampai 10 cm. Fungsi sfingter
anal eksternal adalah untuk membuka dan menutup kanalis
anal.
7) Pectinate Line
Pectinate line adalah garis yang membagi antara bagian
dua pertiga (atas) dan bagian sepertiga (bawah) anus. Fungsi
garis ini sangatlah penting karena bagian atas dan bawah
pectinate line memiliki banyak perbedaan. Misalnya, jika
wasir terjadi di atas garis pectinate, maka jenis wasir tersebut
disebut wasir internal yang tidak menyakitkan. Sedangkan
8

jika di bawah, disebut wasir eksternal dan menyakitkan.


Asal embriologinya juga berbeda, bagian atas dari
endoderm, sedangkan bagian bawah dari ektoderm.
b. Fisiologi
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui
vena mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena
hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang mengalirkan
darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan
darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian
sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan
portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik
ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.

Gambar 2. Fisiologi Anus

Keterangan:
1) Internal hemorrhoid
Pembengkakan vena pada pleksus hemorrhoidalis
interna disebut dengan hemorrhoid internal.
9

2) External hemorrhoid
Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi pembengkakan
maka disebut hemorrhoid eksterna (Isselbacher, 2000).
Letaknya distal dari linea pectinea dan diliputi oleh kulit
biasa di dalam jaringan di bawah epitel anus, yang berupa
benjolan karena dilatasi vena hemorrhoidalis. Terdapat dua
jenis peristaltik propulsif:
a) Kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen
proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa
haustra.
b) Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan
segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan
massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan
dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah makan, terutama
setelah makan yang pertama kali dimakan pada hari itu.
Propulasi feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya
distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi.
Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom,
sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf
voluntary.

Refleks defekasi terintegrasi pada medula spinalis segmen


sakral kedua dan keempat. Serabut parasimpatis
mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan
menyebabkan terjadinya kontraksi rektum dan relaksasi
sfingter interna. Pada waktu rektum yang teregang
berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga
menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot
sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus
tertarik keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi
10

dipercepat dengan tekanan intra abdomen yang


meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis
yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus-
menerus (maneuver dan peregangan valsalva). Defekasi
dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna
dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap menjadi
rileks, dan keinginan defekasi menghilang. Rektum dan anus
merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan
pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan
pengosongan rektum saat terjadi peristaltik masa. Bila
defekasi tidak sempurna, rektum menjadi rileks dan
keinginan defekasi menghilang.

Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga feses


menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi
selanjutnya. Bila massa feses yang keras ini terkumpul disatu
tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut sebagai
impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan
menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna
dan eksterna, dan hal ini merupakan salah satu penyebab
hemoroid (vena varikosa rektum).

3. Etiologi Hemoroid
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), hemoroid timbul karena
dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang
disebabkan oleh faktor – faktor resiko/pencetus, seperti :
a. Mengedan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak
menggunakan jamban duduk, terlalu lama duduk sambil
membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor
udud, tumor abdomen)
11

d. Usia tua
e. Konstipasi kronik
f. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
g. Hubungan seks peranal
h. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur
dan buah)
i. Kurang olahraga/imobilisasi

Penyakit hemoroid ini disebabkan beberapa faktor diataranya


obtipasi (konstipasi/sembelit) yang menahun, penyakit yang sering
membuat penderita mengejan, penyempitan saluran kemih, sering
melahirkan anak, sering duduk, diare yang menahun dan bendungan
pada rongga pinggul karena tumor rahim atau kehamilan. (Riyadi,
2010 dalam Paryono, 2018).

4. Manifestasi Klinis Hemoroid


Gejala wasir/hemoroid pada tingkat dasar dapat hanya berupa
darah yang menetes pada saat buang air besar sampai timbulnya
benjolan dari anus. Benjolan yang keluar dari anus tersebut bisa
masuk secara spontan dengan sendirinya maupun dibantu tangan.
Namun dapat pula tidak dapat msuk kembali dan memerlukan
tindakan yang lebih invasif. Pada stadium lanjut, wasir perlu
dioperasi. Bisa pula timbul keluhan gatal tanpa nyeri di anus
(Budiman, 2010 dalam Pratama, 2020).
Tanda dan gejala hemoroid antara lain: timbul rasa gatal dan
nyeri, perdarahan berwarna merah terang saat defekasi,
pembengkakan pada area anus, nekrosis pada area sekitar anus,
perdarahan / prolaps (Tambayong, 2000 dalam dalam Nurarif H,
2016). Pada kasus hemoroid ditemukan perdarahan bersamaan dengan
keluarnya feses, jika ditemukan warna perdarahaan anus berwarna
gelap seperti ter biasanya perdarahan bersumber dari saluran
pencernaan atas karena sudah bercampur dengan sekresi lambung.
12

Sedangkan jika perdarahan anus berwarna darah segar


mengindikasikan sumber perdarahan pada saluran pencernaan bawah
seperti kondisi keganasan kolorektal dan hemoroid (Muttaqin,2009).

5. Patofisiologi Hemoroid
Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk
akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai
hemoroid trombosis eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat
nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan
anestesi lokal, atau dapat diobati dengan “kompres duduk” panas dan
analgesik. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya
merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu
atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit
pembuluh darah (Price, 2005).

6. Komplikasi Hemoroid
Menurut Haryono (2012) dalam Widianingrum (2019),
komplikasi hemoroid yang paling sering terjadi adalah :
a. Perdarahan, dapat sampai dengan anemia
b. Trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid)
c. Hemoroidal strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah dihalangi oleh sfingterani

7. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid


Menurut Grace dan Borley (2007) dalam Nurarif (2016)
pemeriksaan penunjang hemoroid antara lain:
a. Pemeriksaan colok dubur: diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rectum. Pada hemoroid interna tidak
13

dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi


dan biasanya tidak nyeri.
b. Anoskop: diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak
menonjol keluar.
c. Protosigmoidoskopi: untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat
yang lebih tinggi.

8. Pathway Hemoroid
14

9. Klasifikasi Hemoroid
Menurut Mulyanti dan Diyono (2013) dalam Fadhilah (2020)
berdasarkan gambaran klinis hemoroid, terdapat dua jenis hemoroid :
a. Hemoroid Ekternal Pembesaran vena rektalis inferior
yang terletak dibawah linea dinata dan ditutup epitel
gepeng, anoderm serta kulit peranal. Dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Nyeri sesekali akibat peradangan
2) Edema akibat trombosis
3) Nyeri yang semakin bertambah
b. Hemoroid Internal Pembesaran vena yang berdilatasi pada
pleksus rektalis superior dan media yang timbul di atas
lenia dinata dan dilapisi oleh mukosa. Hemoroid internal
dibagi menjadi empat derajat
3) Derajat I
a) Tidak mengalami prolaps
b) Terdapat perdarahan merah segar pada rektum pasca
defekasi
c) Pada pemeriksaan anoskopi terlihat permulaan
dari benjolan hemoroid yang menonjol kedalam
lumen.
4) Derajat II
a) Mengalami prolaps dimana saat bergerak
bejolan keluar (proplaps) dan masuk sendiri ke
dalam anus secara spontan
b) Terdapat perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah
defekasi
5) Derajat III
a) Mengalami prolaps tidak dapat masuk ke anus
sendiri tanpa bantuan dorongan jari atau secara
manual
15

b) Terdapat perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah


defekasi
6) Derajat IV
a) Mengalami prolaps yang permanen
b) Terdapat perdarahan sesudah defekasi

10. Penatalaksaan Hemoroid


Menurut Acheson, A.G dalam Nurarif (2016) penatalaksaan
hemoroid terbagi atas 2 bagian:
a. Penatalaksanaan Konservatif
1. Koreksi konstipasi jika ada meningkatkan konsukmsi
serat, laksatif dan menghindari obat-batan yang dapat
menyebabkan konstipasi seperti kodein.
2. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan
konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan
mengurangi mengejan saat buang air besar,
3. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid dan
antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak
nyaman pada hemoroid. Penggunaaan steroid yang
berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek
samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu
mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas
serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui
bagaimana mekanismenya.
b. Pembedahan Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak
membaik dengan penatalaksaan konservatif maka dapt
dilakukan tindakan pembedahan. Pembedahan yang seing
dilakukan yaitu skleroterapi, rubber band ligation, infrared
thermocoagulation, bipolar diathermy, laser hemorodectomy,
doppler ultrasound guided hemoroid artery ligation,
cryotherapy, stappled hemorroidopexy.
16

Menurut Handaya (2017), jenis-jenis penatalaksanaan


hemoroid terbagi atas 3 bagian:
1. Rubber band ligation : dilakukan pengikatan pada benjolan
anus dengan karet menggunakan alat khusus (untuk
hemoroid tingkat 1-3).
2. Stepler hemoroid : dilakukan pemotongan bendolan pada
bagian dalam anus menggunakan alat stepler (pemotongan
sekaligus menjahit), sehingga sangat menghilangkan dan
mengurangi nyeri. Dilakukan pada benjolan yang cukup
besar (untuk hemoroid tingkat 3-4)
3. HAL-RAR (hemorroidal artery ligation and rectoanal
repair): dilakukan dengan mengikat pembuluh darah utama
pada hemoroid, sehingga akan menghilangkan aliran
darah, mengecilkan, tindakan ini relatif lebih cepat dan
rasa nyeri lebih ringan, dilakukan pada benjolan yang
masih kecil (untuk hemoroid tingkat 1-2)

B. Konsep Nyeri Akut Pada Post Hemoroid


1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan
jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu
keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan (Mangku dan
Senapathi, 2010).
Nyeri, selain menimbulkan penderitaan, juga berfungi sebagai
mekanisme proteksi, defensif dan penunjang diagnostik. Sebagai
mekanisme proteksi, sensibel nyeri memungkinkan seseorang untuk
bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri sehingga dapat
menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh. Sebagai mekanisme
defensif, memungkinkan untuk immobilisasi organ tubuh yang
mengalami inflamasi atau patah sehingga sensibel yang dirasakan
17

akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan (Mangku dan


Senapathi, 2010).
Nyeri Akut merupakan suatu keadaan dimana klien mengalami
dan melaporkan sensori yang tidak menyenangkan serta pengalaman
emosional yang muncul secra aktual atau potensial yang
menggambarkan adanya kerusakan jaringan (International for the
Study of Plain) (Zakiyah A, 2015).

2. Faktor-faktor yang memperngaruhi nyeri


Beberapa faktor yang memperngaruhi nyeri menurut Perry
dan Potter (2005), antara lain :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Kebudayaan
d. Makna nyeri
e. Perhatian
f. Ansietas
g. Keletihan
h. Pengalaman sebelumnya
i. Gaya koping
j. Dukungan keluarga dan sosial (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).

3. Penyebab Nyeri
Nyeri timbul akibat adanya rangsangan oleh zat-zat algesik pada
reseptor nyeri yang banyak dijumpai pada lapisan superfisial kulit
dan pada beberapa jaringan di dalam tubuh, seperti periosteum ,
permukaan sendi, otot rangka dan pulpa gigi. Reseptor nyeri
merupakan ujung-ujung bebas serat saraf aferen A delta dan C.
Reseptor-reseptor ini diaktifkan oleh adanya rangsang-rangsang
dengan intensitas tinggi, misalnya berupa rangsang termal,
mekanik elektrik atau rangsang kimiawi (Mangku dan Senapathi,
2010).
18

4. Klasifikasi Nyeri
Menurut Maryunani (2010), klasifikasi nyeri umumnya dibagi 2,
sebagai berikut.
a. Nyeri akut: merupakan nyeri yang timbul secara mendadak
dan cepat menghilang, tidak melebihi 6 bulan, dan ditandai
adanya peningkatan tegangan otot.
b. Nyeri kronis: merupakan nyeri yang timbul secara
perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama,
yaitu lebih dari 6 bulan. Universitas Sumatera Utara 20 Nyeri
kronis dibagi lagi menjadi nyeri terminal, sindrom nyeri kronis
dan psikosomatik.

5. Tanda dan Gejala Nyeri


Tanda dan gejala nyeri ada bermacam-macam perilaku yang
tercermin dari pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri akan
didapatkan respon psikologis (Mohammad, 2012), sebagai berikut.
a. Suara : Menangis, merintih, menarik/menghembuskan nafas b.
Ekspresi wajah : Meringiu mulut
b. Menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup
rapat/membuka mata atau mulut, menggigit bibir
c. Pergerakan tubuh : Kegelisahan, mondar-mandir, gerakan
menggosok atau berirama, bergerak melindungi bagian tubuh,
immobilisasi, otot tegang.
d. Interaksi sosial: Menghindari percakapan dan kontak sosial,
berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri, disorientasi waktu

6. Cara mengukur intensitas nyeri


Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah
nyeri yang dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat
subjektif dan individual, serta kemungkinan nyeri dalam intensitas
yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
19

Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin


adalah menggunakan respons fisiologis tubuh terhadap nyeri itu
sendiri, namun pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Menurut
Mubarak et al., (2015) dalam Saputri (2019), penilaian terhadap
intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala yaitu :
a. Skala penilaian numerik
Penilaian nyeri menggunakan skala penilaian Numerical Rating
Scale (NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala efektif untuk digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi
terapeutik.

Gambar 3. Skala Penilaian Numerik

Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan secara objektif pasien mampu berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : nyeri sedang secara objektif pasien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti perintah dengan
baik.
7-9 : nyeri berat secara objektif pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
20

tidak dapat diatasi dengan posisi alih napas panjang dan


distraksi.
10 : pasien sudah tidak mampu berkomunikasi, memukul.

7. Implementasi Keperawatan dengan masalah Nyeri Akut


a. Mengkaji Nyeri
1) Definisi
Asesmen nyeri merupakan asesmen yang dilakukan terhadap
pasien jika didapatkan data subyektif dan/atau data obyektif
bahwa pasien mengalami nyeri (Casablanca, 2018).
2) Tujuan
a) Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
b) Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien
3) Prosedur
a) Asesmen dilakukan oleh dokter atau perawat
b) Cara melakukan asesmen nyeri

Mengidentifikasi tingkat nyeri dengan skala nyeri : Numeric Rating Scale


Instruksi : pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan
dan dilambangkan dengan angka 0-10

Gambar 4. Skala Penilaian Numerik

Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan secara objektif pasien mampu berkomunikasi
dengan baik.
21

4-6 : nyeri sedang secara objektif pasien mendesis, menyeringai,


dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dan dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : nyeri berat secara objektif pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan posisi alih napas panjang dan
distraksi.
10 : pasien sudah tidak mampu berkomunikasi, memukul.

3. Tingkat nyeri ditulis dalam lembar asesmen pasien untuk


selanjutnya dilakukan intervensi
4. Dilakukan asesmen nyeri ulang setiap shift dan atau setiap 30
menit-1 jam setelah diberikan intervensi

C. Konsep Tindakan Pada Post Hemoroid


1. Teknik Pengelolaan Nyeri Kompres Dingin
Menurut penelitian dalam Jurnal Keperawatan Tropis Papua yang
dilakukan oleh Rohmani (2018), tindakan kompres dingin lebih efektif
dibandingkan dengan terapi standar dalam menurunkan skala nyeri pasien
post Hemoroidektomi yang terpasang tampon. Mekanisme kompres dingin
mampu menurunkan nyeri sebagaimana dijelaskan bahwa teori gate
control dimana impuls dingin yang bersaing mencapai korteks serebri
bersamaan impuls nyeri akan berefek pada distraksi kognitif dan
menghambat persepsi nyeri. Kompres dingin dapat melepaskan endorpin
lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan terapi standar. Kompres
dingin dapat menghambat transmisi nyeri dan juga dapat dimodulasi oleh
adanya opiat endogen (morfin alami) meliputi endorpin, enkefalin dan
dinorpin yang penting dalam sistem analgetik alami tubuh. Substansi kimia
tersebut dilepaskan dari jalur analgetik desenden selanjutnya berikatan
dengan reseptor opiat di ujung presinaps aferen. Pengikatan tersebut
22

menghambat dan memblok pelepasan substansi P, sehingga impuls nyeri


tidak tersampaikan dan rasa nyeri berkurang.
Teori gate control dari Melzack & Wall (2005) dalam Rohmani (2018)
menyatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan dari tempat cedera melalui
spinal cord ke korteks cerebri dimana persepsi nyeri akut berasal. Gerbang
neuron bisa menutup dan membuka dengan berbagai tingkatan sehingga
dapat lebih sedikit atau banyak impuls nyeri yang melewati untuk
dihantarkan ke otak. Apabila gerbang diblok oleh berbagai faktor maka
persepsi nyeri dapat berkurang atau hilang. Faktor penyebab gerbang di
blok adalah saraf asenden dari otak melewati eferen pathway di spinal
cord. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan kompres dingin
terhadap pasien post Hemoroidektomi yang masih terpasang tampon.
Kompres dingin ditempatkan pada leher bagian belakang (tengkuk).
Tindakan dilakukan 2x sehari diberikan pada post operasi 6 – 24 jam
dengan jeda waktu 2 jam. Pemberian tindakan dilakukan selama selama
10-15 menit.

Teknik Pemberian Kompres Dingin :


a. Definisi
Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu rendah
setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis (Whentin,
2015)
b. Tujuan
Menurunkan intensitas intensitas nyeri, menurunkan aliran darah,
mengurangi edema, menurunkan respon inflamasi, menimbulkan efek
analgetik dengan memperlambat kecepata hantaran saraf sehingga impuls
nyeri yang mencapai otak lebih sedikit. .
c. Prosedur
1. Fase Prainteraksi
a) Melakukan verifikasi program terapi
b) Mencuci tangan
c) Menyiapkan alat
23

1) Handscoon
2) Masker
3) Apron
4) Kantong berisi air dingin
5) Lap kerja
6) Perlak atau pengalas
7) Bengkok

2. Fase Orientasi
a) Memberikan salam terapeutik, bina hubungan saling dan
menyapa nama
b) Memperkenalkan diri
c) Menjelaskan tujuan dan prosedur
d) Menanyakan kesiapan klien

3. Fase Kerja
a) Menjaga privasi klien
b) Mengatur pasien dalam posisi nyaman
c) Memakai handscoon
d) Menempelkan kantong yang berisi air dingin pada bagian leher
belakang/tengkuk selama 10-15 menit.

e) Kaji keadaan kulit setiap 5 menit terhadap nyeri, mati rasa.


f) Angkat kantong pada belakang leher
g) Memantau respon pasien
h) Merapikan pasien dan alat-alat
4. Fase Terminasi
a) Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
b) Berpamitan dengan pasien
c) Mengontrak waktu atau menginformasikan akan datang 2 jam
lagi untuk evaluasi kembali
d) Mencuci tangan
24

e) Dokumentasi tindakan dalam lembar catatatan keperawatan

2. Teknik Pengelolaan Nyeri Relaksasi


Hasil penelitian pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan terapi
standar dalam penurunan nyeri pada pasien post Hemoroidektomi yang
terpasang tampon. Terapi standar relaksasi nafas dalam merupakan terapi
non farmakologik. Terapi ini dapat mempengaruhi respon internal terhadap
individu. Menurut asumsi peneliti bahwa terapi relaksasi nafas dalam ini
mampu menurunkan skala nyeri seseorang karena membuat pasien
merasakan tenang dan senang. Sehingga otot – otot yang tegangpun
menjadi lebih rileks (Rohmani, 2018).
Relaksasi nafas dalam mampu mengeluarkan opioid endogen yaitu
endorpin dan enkepalin. Zat – zat kimia tersebut mempunyai karakteristik
seperti morfin dengan efek analgetik yang membentuk suatu sistem
penghambat nyeri. Relaksasi nafas dalam merupakan suatu keadaan yang
dapat menstimulus tubuh untuk mengeluarkan opioid endogen sehingga
sistem penghambat nyeri yang akan menyebabkan nyeri berkurang atau
menurun (Rohmani, 2018)

Teknik non farmakologi (teknik relaksasi napas dalam) :


a. Definisi
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan
keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan, Selain dapat mengurangi ketegangan otot, teknik
relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Tujuan
Teknik relaksasi napas dalam bertujuan untuk meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara pertukaran gas, meningkatkan efisiensi batuk,
25

mengurangi stress fisik maupun emosional yaitu dapat menurunkan


intensitas nyeri dan mengurangi kecemasan (Smeltzer & Bare, 2002).
c. Prosedur
1. Tahap Persiapan Teknik Relaksasi Napas Dalam
a) Persiapan lingkungan: ciptakan lingkungan tenang dan nyaman
b) Persiapan responden atau klien: klien dalam keadaan rileks
2. Tahap Pelaksanaan Teknik Relaksasi Napas Dalam (Priharjo, 2013)
a) Atur posisi klien agar rileks, tanpa beban fisik. Posisi dapat
duduk atau jika tidak mampu dapat berbaring di tempat tidur.
b) Instruksikan klien untuk menarik atau menghirup nafas dalam dari
hidung sehingga rongga paru-paru terisis oleh udara melalui hitungan 1,
2, 3, 4 kemudian ditahan sekitar 3-5 detik.
c) Instruksikan klien untuk menghembuskan nafas, hitung sampai tiga
secara perlahan melalui mulut.
d) Instruksikan klien untuk berkonsentrasi supaya rasa cemas
yang dirasakan bisa berkurang, bisa dengan memejamkan mata.
e) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga kecemasan pasien
berkurang.
f) Ulangi sampai 10 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
h). Lakukan maksimal 5-10 menit.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Post Hemoroid


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses
keperawatan. Pengkajian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data
dasar yang digunakan untuk menetapkan status kesehatan klien,
menentukan masalah actual atau potensial (Debora, 2011 dalam
Kristanti dan Rosyid, 2017).
Pengkajian keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
hemoroid pre dan post hemoroidektomi menurut Smeltzer dan Bare
(2002) dan Price dan Wilson (2006) ada berbagai macam, meliputi:
a. Demografi
26

Hemoroid sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%


penduduk yang berusia lebih dari 25 tahun. Laki-laki maupun
perempuan bisa mengalami hemoroid. Karena faktor pekerjaan
seperti angkat berat, mengejan pada saat defekasi, pola makan
yang salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya
hemoroid, kehamilan.
b. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, kehamilan,


hipertensi portal, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor
rektum.
c. Pengkajian pasien hemoroid menurut Smeltzer dan Bare (2002)
dijelaskan dalam pola fungsional Gordon, meliputi :

1) Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan


Konsumsi makanan rendah serat, pola BAB yang salah
(sering mengedan saat BAB), riwayat diet, penggunaan
laksatif, kurang olahraga atau imobilisasi, kebiasaan bekerja
contoh : angkat berat, duduk atau berdiri terlalu lama.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, membran
mukosa kering, kadar hemoglobin turun.
3) Pola eliminasi
Pola eliminasi feses : konstipasi, diare kronik dan mengejan
saat BAB.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kurang olahraga atau imobilisasi, Kelemahan umum,
keterbatasan beraktivitas karena nyeri pada anus sebelum
dan sesudah operasi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/ karena nyeri pada anus sebelum
dan sesudah operasi).
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
27

Pengkajian kognitif pada pasien hemoroid pre dan post


hemoroidektomi yaitu rasa gatal, rasa terbakar dan nyeri,
sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang
pada saat defekasi dan adanya pus.
7) Pola hubungan dengan orang lain
Kesulitan menentukan kondisi, misal tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam bekerja.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido.
9) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien biasanya merasa malu dengan keadaannya, rendah
diri, ansietas, peningkatan ketegangan, takut, cemas, trauma
jaringan, masalah tentang pekerjaan.
d. Pemeriksaan fisik

1) Keluhan umum : malaise, lemah, tampak pucat.


2) Tingkat kesadaran : komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : berat badan menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat,
takhikardi, hipotensi.

5) Abdomen : nyeri pada abdomen berhubungan dengan saat


defekasi.
6) Kulit : Turgor kulit menurun, pucat
7) Anus : Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus,
terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan.
e. Pemeriksaan penunjang Menurut Sjamsuhidajat dan Jong
(2005), pemeriksaan penunjang pada penderita hemoroid yaitu :

1) Colok dubur, apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan


epitel penutup bagian yang menonjol ke luar ini
mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila penderita
diminta mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur
hemoroid intern tidak dapat diraba sebab tekanan vena
28

didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri.


Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rectum.
2) Anoskop, diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang
tidak menonjol ke luar. Anoskop dimasukkan dan di putar
untuk mengamati keempat kuadran. Hemoroid intern
terlihat sebagai stuktur vascular yang menonjol ke dalam
lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran
hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan
lebih nyata.
3) Proktosigmoidoskopi, perlu dikerjakan untuk memastikan
bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau
proses keganasan ditingkat yang lebih tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda
yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya
darah samar.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan tentang respon dari
individu, keluarga, kelompok atau komunitas (Nurarif dan Kusuma,
2015).

Diagnosa keperawatan berdasarkan standar diagnosa keperaatan


Indonesia ( 2018 ) yang lazim muncul pada fase post operatif antara
lain :
1. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisik
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka pasca
operatif
4. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk
defekasi akibat nyeri selama eliminasi
5. Ansietas berhubungan dengan pembedahan dan rasa malu.
29

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Keperawatan :
1. Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisik
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan nyeri berkurang
dengan Kriteria hasil :
a) Keluhan nyeri menurun
b) Meringis menurun
c) Sikap protektif menurun
d) Gelisah menurun
e) Kesulitan tidur menurun
f) Menarik diri menurun
g) Berfokus pada diri sendiri menurun
h) Diaforesis menurun
i) Perasaan depresi (tertekan) menurun
j) Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
k) Anoreksia menurun
l) Perineum terasa tertekan menurun
m) Uterus terasa membulat menurun
n) Ketegangan otot menurun
o) Pupil dilatasi menurun
p) Muntah menurun
q) Mual menurun
r) Frekuensi nadi membaik
s) Pola napas membaik
t) Tekanan darah membaik
u) Proses berfikir membaik
v) Fokus membaik
w) Fungsi berkemih membaik
x) Perilaku membaik
y) Nafsu makan membaik
z) Pola tidur membaik
30

Manajemen Nyeri
Observasi :
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Analgetik :
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi :
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan :
31

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat


mobilisasi dengan kriteria hasil :

a) Menopang berat badan meningkat


b) Berjalan dengan langkah yang efektif meningkat
c) Berjalan dengan langkah pelan meningkat
d) Berjalan dengan langkah sedang meningkat
e) Berjalan dengan langkah cepat
f) Berjalan menanjak meningkat
g) Berjalan menurun meningkat
h) Berjalan jarak pendek meningkat
i) Berjalan jarak sedang meningkat
j) Berjalan jarak jauh meningkat
k) Berjalan mengitari ruangan meningkat
l) Berjalan melewati ringtangan meningkat
m) Nyeri saat berjalan menurun
n) Kaku pada persendian menurun berpindah atau berjalan
o) Keengganan berjalan menurun
p) Perasaan khawatir saat berjalan menurun

Manajemen Energi

Observasi :
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
b) Monitor kelelahan fisik dan emosional
c) Monitor pola dan jam tidur
d) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas

Terapeutik :
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
32

b) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif


c) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
d) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
meningkat

Edukasi :
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
d) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi :
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka pasca operatif

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan diharapkan tidak adanya infeksi pada
luka pasca operatif dengan kriteria hasil :

a) Kebersihan tangan meningkat


b) Kebersihan badan meningkat
c) Demam menurun
d) Kemerahan menurun
e) Nyeri menurun
f) Nyeri menurun
g) Bengkak menurun
h) Vesikel menurun
i) Cairan berbau busuk menurun
j) Sputum berwarna hijau menurun
k) Drainase purulen menurun
33

l) Piuria menurun
m) Periode malaise menurun
n) Periode menggigil menurun
o) Letargi menurun
p) Gangguan kognitif menurun
q) Kadar sel darah putih membaik
r) Kultur darah membaik
s) Kultur urine membaik
t) Kultur sputum membaik
u) Kultur area luka membaik
v) Kultur feses membaik
w) Nafsu makan membaik

Pencegahan Infeksi
Observasi :
a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

Terapeutik :
a) Batasi jumlah pengunjung
b) Berikan perawatan kulit pada area edema
c) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
d) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

Edukasi :
a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
c) Ajarkan etika batuk
d) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
e) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
f) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
34

Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

4. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi


akibat nyeri selama eliminasi.

Tujuan :
Pola eliminasi klien tidak terganggu

Kriteria Hasil :
a) Mempertahan bentuk feses
b) Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
c) Feses lunak dan berbentuk

Manajemen eliminasi fekal


Observasi :
a) Identifikasi masalah usus
b) monitor buang air besar (mis, warna, frekuensi, konsistensi)
c) berikan air hangat setelah makan
d) sediakan makanan tinggi serat
e) anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsitensi
f) anjurkan mengkonsumsi makan yang tinggi serat,
g) kolaborasi pemberian supositoria anal, jiika perlu
.
Tarapeutik :
a) identifikasi faktor risiko konstipasi,
b) anjurkan diet tinggi serat,
c) anjurkan peningkatan asupan cairan , jika tidak ada
kontraindikasi,
d) konsultasi dengan tim medis tentang penurunan
e) atau peningkatan frekuensi suara usus.
35

Edukasi :
a) jelaskan makanan tinggi serat
b) anjurkan untuk banyak minum

Kolaborasi :
a) pemberian pelunak feses ( contoh colace ), laksatif pembentuk
bulk ( contoh metamucil ) sesuai indikasi

5. Ansietas berhubungan dengan pembedahan dan rasa malu.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama diharapkan pasien dapat
mengurangi kecemasan dengan Kriteria hasil :
a) Verbalisasi kebingungan menurun
b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
c) Periku gelisah menurun
d) Perilkau tegang menurun
e) Keluhan pusing menurun
f) Anoreksia menurun
g) Palpitasi menurun
h) Diaforesis menurun
i) Tremor menurun
j) Pucat menurun
k) Konsentrasi membaik
l) Pola tidur membaik
m) Frekuensi nadi membaik
n) Tekanan darah membaik
o) Kontak mata membaik
p) Pola berkemih membaik
q) Orientasi membaik
36

Reduksi Ansietas
Observasi :
a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis.Kondisi, waktu,
stressor)
b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
Terapeutik :
a) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
c) Pahami situasi yang membuat ansietas
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
g) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang
Edukasi :
a) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
b) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan ubntuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
37

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencegah tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan
juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengoservasi respons
pasien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang
baru (Budiono, 2015).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap intervensi (Budiono, 2015).
Menurut Mardalena (2018), kriteria yang diharapkan pada evaluasi
dari pasien post operasi hemoroid yaitu :
a. Nyeri berkurang
b. Dapat mobilisasi
c. Tidak terjadi infeksi
d. Eliminasi kembali normal
e. Pasien dapat menerima dengan positif keadaannya
BAB III
METODELOGI STUDI KASUS

A. Rancangan Studi Kasus


Studi kasus merupakan salah satu jenis penelitian yang meneliti
permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit
tunggal yang menjadi studi kasus tersebut secara mendalam dianalisis baik
dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri, fator-faktor
yang mempengaruhi kejadian-kejadian khusus yang muncul sehubungan
dengan kasus maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu perlakuan
atau pemaparan tertentu. Meskipun didalam studi kasus ini yang diteliti
hanya berbentuk unit tunggal namun di analisis mendalam mencakup
berbagai aspek yang cukup luas (Notoatmodjo, 2010: 47).
Penelitian studi kasus ini menggunakan metode deskriptif analitik
yang berbentuk studi kasus, tehnik pengambilan data pada kasus dengan
pengamatan, wawancara, pemeriksaan fisik, dokumentasi catatan
perawatan, partisipasi aktif, dll. Metode deskriptif analitik adalah suatu
metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2009)

B. Subjek Studi Kasus


Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikonto tahun (2016: 26)
memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat
data untuk variabel penelitian melekat, dan yang di permasalahkan.
Berikut merupakan kriteria subjek untuk studi kasus :
1. Kriteria Inklusi
a. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan dengan rentang usia
19-50 tahun.
b. Klien yang memiliki diagnosa medis Post Hemoroid
c. Masa perawatan post hemoroid 6-24 jam dan perawatan kurang

38
39

dari 3 hari.
d. Klien yang kooperatif.
e. Klien yang memiliki masalah Nyeri Akut akibat Post Hemoroid.
2. Kriteria Eksklusi
a. Klien yang tidak kooperatif.
b. Klien yang usianya dibawah 19 tahun atau diatas 50 tahun.
c. Klien yang masa perawatannya lebih dari 3 hari.

C. Fokus Studi Kasus


Fokus studi merupakan kajian utama dari permasalahan yang akan
dijadikan titik acuan studi kasus (Nursalam 2011). Fokus studi kasus ini
adalah untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Post Hemoroid Pada
Masalah Keperawatan Nyeri Akut dengan Tindakan Keperawatan
Kompres Air Dingin Pasien Ny/Tn A Dan Ny/Tn G di RS Patria IKKT
Jakarta.

D. Definisi Operasional
Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahan
pemahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah
dalam judul skripsi. Sesuai dengan judul penelitian yaitu “Asuhan
Keperawatan Post Hemoroid Pada Masalah Keperawatan Nyeri Akut
dengan Tindakan Keperawatan Kompres Air Dingin Pasien Ny/Tn A Dan
Ny/Tn G di RS Patria IKKT Jakarta.”, maka definisi operasional yang
perlu dijelaskan, yaitu :
1. Asuhan keperawatan adalah seluruh rangkaian proses keperawatan
yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-
kiat keperawatan yang di mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat
kesehatan yang optimal (Hidayat, 2011).
2. Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena hemoroidialis
dengan penonjolan membran mukosa yang melapisi daerah anus
dan rektum (Nugroho, 2011).
40

3. Nyeri akut merupakan pengalaman sensoris atau emosional yang


terjadi setelah cedera akut, akibat dari suatu intervensi bedah
atau penyakit yang berlangsung singkat atau kurang dari
enam bulan dengan intensitas nyeri dari ringan sampai berat
(Wahyudi & Abdul, 2016 dalam Kristanti dan Rosyid, 2017).
4. Implementasi keperawatan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencegah tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengoservasi respons pasien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang baru (Budiono, 2015).
5. Asesmen nyeri merupakan asesmen yang dilakukan terhadap
pasien jika didapatkan data subyektif dan/atau data obyektif bahwa
pasien mengalami nyeri (Casablanca, 2018).
6. Kompres dingin adalah suatu metode dalam penggunaan suhu
rendah setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis
(Whentin,2015)

E. Tempat dan Waktu


Lokasi atau tempat penelitian menjelaskan tempat atau lokasi
tersebut dilakukan.Lokasi penelitian ini sekaligus membatasi ruang
lingkup penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Tempat yang digunakan
adalah Ruang perawatan lantai 3 RS. Patria IKKT Jakarta. Waktu
pelaksanaan dimulai sejak dikeluarkannya izin melakukan penelitian yaitu
pada bulan Juli – Agustus 2021.

F. Instrumen Studi Kasus


Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam studi kasus
ini adalah penelitian lapangan (field research), dilakukan dengan cara
mengunjungi langsung ke objek penelitian yaitu RS. Patria IKKT Jakarta
Metode pengumpulan data yang digunakan ada dua yaitu :
1. Wawancara
Wawancara dilakukan penulis saat pengkajian kepada klien,
keluarga, dan perawat untuk mendapatkan data. Penulis melakukan
41

pengkajian terhadap pasien (hasil pengkajian berisi tentang identitas


pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga dll) sumber data dari pasien,
keluarga, perawat lainnya.
2. Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk
mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Dalam metode
observasi ini instrument yang dapat digunakan, antara lain lembar
observasi, panduan pengamatan observasi atau lembar checklist
(Hidayat, 2014). Dalam studi kasus ini penulis melakukan observasi
dengan melakukan pemeriksaan fisik pada sistem tubuh pasien, yaitu
dengan cara pendekatan IPPA: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
Skala penilaian dengan alat adalah termometer.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan kegiatan mencari data atau variabel
dari sumber berupa catatan, transkip, buku,surat kabar, agenda, dan
sebagainya. Yang diamati dalam studi dokumentasi adalah benda
mati (Saryono, 2013). Dalam studi kasus ini dokumentasi yang
digunakan berupa hasil dari rekam medik, literatur, pemeriksaan
diagnostik dan data lain yang relevan.

G. Langkah Studi Kasus


Pengkajian dilakukan dengan menggunakan komunikasi terapeutik
agar klien kooperatif dan mendapat data yang akurat. Setelah data
pengkajian didapatkan, kemudian data di kelompokkan sesuai dengan
prioritas masalah agar didapatkan diagnosa keperawatan sesuai dengan
prioritas masalah. Setelah didapatkan prioritas masalah, kemudian
dilakukan perencanaan keperawatan sesuai dengan prioritas masalah.
Setelah perencanaan dilakukan selanjutnya dilakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan prioritas masalah dan rencana keperawatan.
Evaluasi keperawatan setelah tindakan penting dilakukan untuk memonitor
42

efektif atau tidaknya asuhan keperawatan yang diberikan untuk klien.


Setiap asuhan keperawatan yang sudah diberikan di catat pada
dokumentasi keperawatan.

H. Analisa Studi Kasus


1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Hasil ditulis dalam transkip catatan terstruktur (asuhan
keperawatan).
2. Mereduksi Data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam format asuhan
keperawatan dan dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif
dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian
dibandingkan nilai normal, ditegakkan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
3. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dengan tabel dan teks naratif. Kerahasiaan
dari klien dijamin dengan cara menulis identitas dari klien dengan
inisial.
4. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan
dengan perilaku kesehatan. Perilaku kesimpulan dilakukan sesuai
dengan tujuan khusus.Data yang dikumpulkan terkait dengan data
pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, evaluasi.

I. Etika Studi Kasus


Etika studi kasus adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak
yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan akan
memperoleh dampak hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010: 202).
Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mendapat
rekomendasi dari institusi untuk mengajukan permohon ijin kepada
43

institusi/lembaga tempat penelitian. Menurut Hidayat (2008), dalam


melaksanakan penelitian ini penulis menekankan masalah etika yang
meliputi:
1. Lembar Persetujuan (informned consent)
Informned consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan
tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia,
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak
pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent
tersebut antara lain: partisipasi responden, tujuan dilakukannya
tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur
pelaksanaan, potensial yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan,
informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain (Hidayat, 2008).
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2008). Untuk
menjaga kerahasiaan pada lembar yang telah diisi oleh responden,
penulis tidak mencantumkan nama secara lengkap, responden cukup
mencantumkan nama inisial saja.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan
hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikampulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset (Hidayat, 2008). Peneliti menjelaskan bahwa data
44

yang diperoleh dari responden akan dijaga kerahasiaanya oleh


peneliti.

Anda mungkin juga menyukai