Disusun Oleh:
WAHYU RACHMAWATI (061191015)
I. Identitas pasien
- Nama/inisial pasien : Tn. SM
- Umur : 32 thn
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Pekerjaan : PNS
- Diagnosa : CKD
1. Hemodialisa
Hemodialisa merupakan tindakan pengobatan yang dilakukan pada pasien GGK
supaya mampu bertahan hidup. Namun demikian, tindakan tersebut mempunyai
efek samping pada kondisi fisik serta psikologis pendetita GGK (Kemenkes, 2018).
Haemodialisa merupakan pengobatan (replacement treatment) pada penderita gagal
ginjal kronik stadium terminal, jadi fungsi ginjal digantikan oleh alat yang disebut
dyalizer (artifical kidney), pada dialyzer ini terjadi proses pemindahan zat-zat
terlarut dalam darah kedalam cairan dialisa atau sebaliknya. Hamodialisa adalah
suatu proses dimana komposisi solute darah diubah oleh larutan lain melalui
membran semi permiabel, hemodialisa terbukti sangat bermanfaat dan
meningkatkan kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth, 2005; Wijaya, 2013).
Pada umumnya hemodialisa pada pasien GKK dilakukan 1 atau 2 kali
seminggu dan sekurang-kurangnya berlangsung selama 3 bulan secara
berkelanjutan. Beberapa dampak atau resiko hemodialisa harus dihadapi oleh pasien
GGK mengingat tindakan ini merupakan salah satu tindakan yang juga bermanfaat
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (Brunner & Suddarth, 2005).
Beberapa kejadian adanya penyakit penyerta setelah mengalami gangguan
ginjal pada pasien GGK yang menjalani hemodialisa tidak dapat dihindari, dimana
komplikasi tersebut dapat menimbulkan ketidak nyamanan, meningkatkan stress
kecemasan dan berdampak buruk pada domain kualitas hidup pasien termasuk
didalamnya dinamika keluarga (Freadman, 2010). Perubahan kondisi pada pasien
dan keluarganya tentu berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien GGK. Oleh
karena itu dukungan dari teman, tetangga, dan masyarakat sekitarnya untuk pasien
GGK menjadi sangat penting. Dukungan serta hubungan sosial yang positif
mempunyai dampak yang baik pada perilaku, psikososial dan fisiologis pasien.
Terbentuknya lingkungan sosial yang sehat disekitar pasien akan memiliki dampak
pada kesehatan yang semakin baik pada pasien GGK sehingga membantu dalam
keberlangsungan kesehatan pasien.
2. Kreatinin, ureum
Kreatinin adalah produk akhir dari metabolisme kreatin.Kreatinin terutama
disintesis oleh hati, tedapat hampir semuanya dalam otot rangka yang terikat secara
reversible dengan fosfat dalam bentuk fosfokreatin atau keratinfosfa, yakni senyawa
penyimpan energi.Pemeriksaan kreatinin dalam darah merupakan salah satu
parameter penting untuk mengetahui fungsi ginjal.Pemeriksaan ini juga sangat
membantu kebijakan melakukan terapi pada penderita gangguan fungsi ginjal.
Tinggi rendahnya kadar kreatinin dalam darah digunakan sebagai indikator penting
dalam menentukan apakah seorang dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan
tindakan hemodialysis (Alfonso, 2016).
Pemeriksaan kreatinin dalam darah yakni cara deprotoeinisasi dan
nondeproteinisasi. Ada beberapa keuntungan pengukuran kreatinin cara
deproteinisasi diantaranya kandungan nitrogen dalam sampel seperti protein, dan
ureum sudah terikat dengan Trichlor Acetic Acid (TCA) sehingga supernatan
terbebas dari bahan-bahan nitrogen akan tetapi sampel yang dibutuhkan cukup
banyak sedangkan beberapa keuntungan kreatinin cara nondeproteinisasi yakni,
waktu yang diperlukan cukup singkat dan sampel yang diperlukan hanya sedikit.
Cara nondeproteinisasi merupakan cara yang paling sering digunakan. Selain faktor
ekonomis, cara nondeproteinisasi lebih mudah digunakan. Namun kekurangan dari
metode ini adalah beberapa protein tidak diendapkan sehingga dapat menyebabkan
tinggi palsu pada kreatinin.Untuk itu perlu adanya penambahan zat yang dapat
mengendapkan protein tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu cara
deproteinisasi.
Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam amino yang
diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan intraseluler dan ekstraseluler
ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi oleh glomerulus dan sebagian direabsorbsi
pada keadaan dimana urin terganggu (Verdiansah, 2016).
Jumlah ureum dalam darah ditentukan oleh diet protein dan kemampuan ginjal
mengekskresikan urea. Jika ginjal mengalami kerusakan, urea akan terakumulasi
dalam darah. Peningkatan urea plasma menunjukkan kegagalan ginjal dalam
melakukan fungsi filtrasinya. (Lamb et al., 2006 dalam Indriani, dkk., 2017).
Kondisi gagal ginjal yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi
dikenal dengan istilah uremia. Keadaan ini dapat berbahaya dan memerlukan
hemodialisa atau tranplantasi ginjal (Verdiansah. 2016).
3. Omephrazole, amlodipin
Omeprazol adalah obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofagus, ulkus peptikum, dan sindrom Zollinger-Ellison. Obat ini juga
digunakan untuk mencegah perdarahan saluran cerna atas pada orang yang berisiko
tinggi. Obat dapat diminum atau disuntikkan ke pembuluh darah.
Amlodipine adalah obat penghambat saluran kalsium yang digunakan untuk
mengobati tekanan darah tinggi dan penyakit arteri koroner. Meskipun biasanya
tidak direkomendasikan pada gagal jantung, amlodipine dapat digunakan jika obat
lain tidak cukup untuk mengobati tekanan darah tinggi atau nyeri dada terkait
jantung.
PENGKAJIAN GIZI
Domain Data
• Karbohidrat: nasi 3p/hr @
FH 1.2.2.1 Jumlah makanan
200 gr, roti/wafer 2-3
x/minggu
• Lauk hewani: ikan, telur dan
daging ayam 4-5p/hr
• Lauk nabati: tahu dan tempe
goreng 4-5p/hr
• Sayur: kubis sup dan tumis
sayur (wortel, labu siam,
gambas, jagung muda) 3p/hr
• Karbohidrat: nasi, wafer, roti
FH 1.2.2.2 Jenis makanan
• Lauk hewani: ikan, telur dan
daging ayam
• Lauk nabati: tahu dan tempe
goreng
• Sayur: kubis sup dan tumis
sayur (wortel, labu siam,
gambas, jagung muda)
FH 1.2.2.3 Pola makan/pola snack • Makan 3x/hari
• Camilan berupa roti/wafer
FH 7.2.8 Recall makan Energi 1800 protein 65 lemak 35
KH 200
Kesimpulan : Berdasarkan data kualitatif asupan makan Tn. SM memiliki kebiasaan makan
yang teratur yaitu 3x/hari, namun tidak mengkonsumsi buah sehingga beresiko kekurangan
serat.
B. Data Antropometri
D. Data Klinis
Tabel 5. Data klinis
Domain Interpretasi Data
PD 1.1.9 Tanda-tanda vital Tekanan darah (161/95 mmHg)
Tinggi
Frekuensi nadi (123x/menit) Cepat
Frekuensi Respirasi (21x/menit)
Cepat
Suhu (36,5°C) Normal
Kesimpulan : Berdasarkan hasil data klinis, Tn. SM memiliki TD tinggi yang berakibat
hipertensi.
E. Data Riwayat Pasien
Tabel 6. Data Riwayat Pasien
Domain Identifikasi Masalah
CH 1.1.1 Usia 32 tahun
CH 1.1.2 Gender/jenis kelamin Laki-laki
CH 2.1.8 Diagnosa medis CKD
CH 2.2 Terapi obat/medis Calcium Carbonat.3 x 1, Omephrazole 2 x
1, Asam Folat 1 x 1, Furosemid 3 x 1,
Candesartan 16 mg 1 x 1, Amlodipin 10 mg
1x1.
CH 3.1.6 Pekerjaan PNS
Kesimpulan : Berdasarkan hasil data riwayat pasien, Tn. SM berusia 32 tahun dan
didiagnosa CKD.
F. Standar Pembanding
Perhitungan kebutuhan energy pada pasien berdasarkan Rully Roesli, 2004
Perhitungan berdasarkan Rumus GGK, CKD, CRF :
BBI = (TB – 100) x 0,9
= (168 – 100) x 0,9
= 61,2 kg
Energi = 35 kkal x kgBB/hari
= 35 x 61,2 kg
= 2142 kkal
Kebutuhan zat gizi makro
Protein = 0,6 x kgBB/hari
= 0,6 x 61,2 kg
= 36,72 gram x 4
= 146,88 kkal
Lemak = 20% x energy total
= 20% x 2142 kkal
= 428,4 kkal : 9
= 47,6 gram
KH = energy total – (keb. protein + keb. lemak)
= 2142 kkal – (146,88 + 47,6)
= 2142 – 194,48
= 1047,52 kkal : 4
= 261,88 gram
DIAGNOSA GIZI
A. Domain Asupan
2. Edukasi
Meningkatkan pengetahuan dan memberikan informasi tentang penyakit ginjal
dan hipertensi serta diet yang akan diberikan.
3. Konseling Gizi
a. Hari, tanggal : Selasa, 10 Mei 2022
b. Waktu : 10.00 WIB
c. Tempat : Ruang rawat inap Tn. SM
d. Topik : Gizi seimbang pada penyakit ginjal
e. Sasaran : Tn. SM
f. Tujuan konseling :
- Dapat menjalankan diet yang dianjurkan
- Dapat merubah perilaku terkait pola makan yang belum sesuai dengan gizi
seimbang
- Dapat mengerti tentang gizi dan makanan yang baik untuk tubuh dan yang
tidak baik untuk tubuh
g. Metode konseling : Ceramah, diskusi dan tanya jawab
h. Materi konseling :
- Memberikan pengertian diet penyakit ginjal
- Menjelaskan tentang pentingnya pola makan yang baik dan seimbang
- Memberikan pengetahuan tentang makanan yang dibatasi serta porsi
makanan dan cara pengolahannya sesuai dengan kondisi penyakit
- Meberikan contoh enu sehari
i. Media konseling : Leaflet
j. Strategi perubahan perilaku jangka panjang/pendek
- Jangka pendek :
a. Pemilihan makanan yang baik dan sehat untuk kesehatan
b. Pola makan sesuai dengan gizi seimbang
- Jangka panjang :
a. Mempertahankan status gizi normal
k. Koordinasi dengan tim kesehatan lain
Domain Identifikasi masalah
RC 1.3 Kolaborasi dengan Berkolaborasi dengan dokter,
profesi gizi lain perawat, farmasi, dan profesi
keehatan lain untuk melakukan
perawatan kepada pasien
MONITORING EVALUASI GIZI
A. Asupan Makan
Tabel 13. Montoring dan Evaluasi Asupan Makan
Indikator Waktu Metode Target pencapaian
Asupan energy 1 hari Recall 24 jam Minimal asupan 80%
Asupan lemak 1 hari Recall 24 jam Minimal asupan 80%
Asupan protein 1 hari Recall 24 jam Minimal asupan 80%
Asupan KH 1 hari Recall 24 jam Minimal asupan 80%
B. Antropometri
Tabel 14. Montoring dan Evaluasi Antropometri
Indikator Waktu Metode Target pencapaian
Berat badan 1 minggu Penimbangan Tidak terjadi perubahan
BB
C. Biokimia
Tabel 15. Montoring dan Evaluasi Biokimia
Indikator Waktu Metode Target pencapaian
Hemoglobin Selama pasca Pemeriksaan Kadar Hb normal 14-18
dialysis selama laboratorium g/dl
1 bulan
D. Klinis
Tabel 16. Montoring dan Evaluasi Klinis
Indikator Waktu Metode Target pencapaian
Tekanan darah Selama pasca Tensimeter Penurunan tekanan
dialysis selama darah dan tetap stabil
1 bulan
E. Pengetahuan Gizi
Tabel 17. Montoring dan Evaluasi Klinis
Indikator Waktu Metode Target pencapaian
Pengetahuan 1 hari Diskusi dan tanya Pasien dapat
mengenai gizi jawab dengan pasien mengulangi materi yang
sudah diberikan
Kesiapan 1 hari Diskusi dan tanya Pasien patuh dan
merubah perilaku jawab dengan pasien konsisten dalam
menerapkan pola hidup
sehat dan menjalankan
diet yang sudah
diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Wiliyanarti, P. F., & Muhith, A. (2019). Life Experience Of Chronic Kidney Diseases
Undergoing Hemodialysis Therapy. NurseLine Journal.
Hadijah, S. (2018, Juni 1). Analisis Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kreatinin Darah
Dengan Deproteinisasi Dan Nondeproteinisasi Metode Jaffe Reaction. Jurnal Media
Analis Kesehatan .