Anda di halaman 1dari 10

KURIKULUM PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER

http://www.balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/jurnal-kediklatan/545-kurikulum-
pendidikan-yang-berkarakter.html

Abstrak:

Pendidikan karakter adalah Salah satu hal yang sederhana karena kata ‘karakter’
adalah semua pengembangan diri siswa dalam interaksi belajar hingga awal dan
berakhirnya proses pengajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter.

Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan


karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan
karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik
selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan
otak ketimbang pendidikan karakter.

Abstrac :

Character education is one simple thing as the word 'character' is all personal
development of students in the learning interaction to the beginning and end of the
teaching processc an be achieved formation of student character.

Character education in schools is needed, although the character is the foundation of


education in the family. If a child gets a good education character of his family, the
child will be the next good character. But many parents are more concerned than the
intelligence aspect of character education.

Latar belakang masalah

Dewasa ini berkembang tuntutan untuk perubahan kurikulum pendidikan yang


mengedepankan perlunya membangun karakter bangsa. Hal ini didasarkan pada
fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-
anak atau generasi muda.

Pada saat ini yang diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang
berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus
diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik.Perbaikan kurikulum
merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu
kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan
mengadopsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan
peserta didik.

Pembahasan

Perubahan kurikulum pendidikan merupakan agenda yang secara rutin


berlangsung dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di negara
berkembang.Dewasa ini mengedepankan perlunya membangun karakter
bangsa.Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya
kualitas sikap dan moral anak-anak atau generasi muda.Yang diperlukan sekarang
adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri
memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta
didik.

Melihat perjalanan sejarah pendidikan dari dekade sebelumnya, para orang


tua secara subyektif membuat perbandingan antara situasi pendidikan masa kini
dengan situasi di mana mereka dulu mengalami pendidikan di sekolah, atas situasi,
sikap, perilaku sosial anak-anak, remaja, generasi muda sekarang, sebagian orang
tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap atau nilai-nilai budaya
bangsa. Mereka menghendaki adanya sikap dan perilaku anak-anak yang lebih
berkarakter, kejujuran, memiliki integritas yang merupakan cerminan budaya
bangsa, dan bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan keseharian.
Selain itu diharapkan pula generasi muda tetap memiliki sikap mental dan semangat
juang yang menjunjung tinggi etika, moral, dan melaksanakan ajaran agama.

Jika ditarik garis lurus bahwa mereka yang kini menjadi orang dewasa adalah
produk pendidikan pada beberapa dekade sebelumnya, maka yang dipertanyakan
adalah kurikulum pendidikan di masa sebelumnya itu.

Apa yang dilakukan oleh beberapa orang tua tersebut tidak sepenuhnya
salah. Ada baiknya dilakukan “review” menyeluruh terhadap suatu kurikulum
pendidikan. Kehendak untuk melakukan peninjauan kurikulum, sesungguhnya,
bukan hanya semata-mata atas desakan dan tuntutan para orang tua.Perbaikan
kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent),
bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan
peningkatan dengan mengadobsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat
dan kebutuhan peserta didik.Kunci sukses implementasi kurikulum terutama adalah
pada pendidik, kelembagaan sekolah, dukungan kebijakan strategis, dan lingkungan
pendidikan itu sendiri.

Definisi kurikulum memang sangat beragam, baik dalam arti luas maupun
dalam arti sempit.Tetapi untuk tujuan penulisan ini, kiranya perlu dikutip pernyataan
Sukmadinata (2004:150) yang mengatakan, kurikulum merupakan rancangan
pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi
siswa di sekolah.Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan
perbuatan pendidikan.

Selanjutnya dijelaskan, dalam memahami konsep kurikulum, setidaknya ada


tiga pengertian yang harus dipahami, yaitu; (1) kurikulum sebagai substansi atau
sebagai suatu rencana belajar; (2) kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem
kurikulum yang merupakan bagian dari sistem persekolahan dan sistem pendidikan,
bahkan sistem masyarakat; (3) kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang
kajian kurikulum, yang merupakan bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan dan
pengajaran.

Mengacu pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kurikulum


merupakan rancangan pendidikan, yang berisi serangkaian proses kegiatan belajar
siswa. Dengan demikian secara implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan
pendidikan.Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang terkait dengan
pelaksanaan pendidikan, yaitu guru, siswa, orang tua, dan lingkungan.
Manajemen persekolahan juga menjadi variabel penting dalam mewujudkan
tujuan pendidikan.Bagaimana iklim sekolah diciptakan, turut berperan dalam
mewarnai anak didik.Apakah iklim kebebasan, disiplin, ketertiban, dan kreativitas
benar-benar tercipta di lingkungan sekolah.

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru


sekarang.penanamannilai-nilai sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah
berlangsung sejak dahulu kala.Akan tetapi, seiring dengan perubahan zaman,
agaknya menuntut adanya penanaman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah
wadah kegiatan pendidikan di setiap pengajaran.

Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke dalam rencana


pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar dapat tercapai sebuah karakter
yang selama ini semakin memudar. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai
tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh
adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai karakteristik
yang berbeda-beda.

Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun,
disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai
keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan
kewajiban, kerja keras, dan adil.
Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam
diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel
yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Distribusi penanaman nilai-nilai utama dalam tiap mata pelajaran dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama:  Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur,
santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri,
menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat,
sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.
2. Pendidikan Kewargaan Negara: Nasionalis, patuh pada aturan sosial,
demokratis, jujur, mengahargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban
diri dan orang lain.
3. Bahasa Indonesia: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri,
bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasionalis.
4. Ilmu Pengetahuan Sosial: Nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir
logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa
wirausaha, jujur, kerja keras.
5. Ilmu Pengetahuan Alam: Ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif,
jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin,
mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu
6. Bahasa Inggris: Menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri,
bekerja sama, patuh pada aturan sosial
7. Seni Budaya: Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya
orang lain, ingin, jujur, disiplin, demokratis
8. Penjasorkes: Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri,
mandiri, mengahrgai karya dan prestasi orang lain
9. TIK/Ketrampilan: Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri,
bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain.
10. Muatan Lokal: Menghargai kebersamaan, menghargai karya orang lain,
nasional, peduli.
Bagaimana kesemuanya diaplikasikan? Setiap nilai utama tersebut dapat
dimasukkan ke dalam pembelajaran mulai dari kegiatan eksplorasi, elaborasi,
sampai dengan konfirmasi.
Bagian pertama adalah Eksplorasi, antara lain dengan cara:
1. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang
topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam terbuka
jadi guru dan peserta didik belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang
ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
2. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan
sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
3. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang
ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
4. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran
(contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
5. Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau
lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
Bagian kedua adalah Elaborasi, nilai-nilai yang dapat ditanamkan antara lain:
1. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui
tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta
ilmu, kreatif, logis)
2. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain
untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh
nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah,
dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya
diri, kritis)
4. Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif
(contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung
jawab)
5. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan
prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras,
menghargai)
6. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik
lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang
ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai,
mandiri, kerjasama)
7. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun
kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai,
mandiri, kerjasama)
8. Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta
produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling
menghargai, mandiri, kerjasama)
9. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan
kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang
ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
Dan bagian ketiga adalah konfirmasi, nilai-nilainya antara lain:
1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai
yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik
melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis,
kritis)
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan:
memahami kelebihan dan kekurangan)
4. Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru yang
berfungsi sebagai:
 Narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik
yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku
dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
 Membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan:
peduli);
 Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil
eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis)
 Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang
ditanamkan: cinta ilmu); dan
 Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
Penanaman nilai diatas yang nantinya diharapkan akan  menjadikan peserta didik
menjadi lebih berkarakter.

Di masa lalu, dogma atau doktrin negara dilakukan melalui penataran-


penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau melalui
mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pelaksanaan penataran P4 juga
menjadi program wajib setiap siswa baru pada jenjang sekolah menengah sampai
perguruan tinggi.

Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan pembelajaran


yaitu adanya perubahan kognitif, sikap, dan perilaku pembelajar. Kesemua kegiatan
pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran yang terkait langsung dengan
pembangunan mental dan moral pembelajar, itu dimaksudkan sebagai usaha untuk
membentuk sikap warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa,
mempererat persatuan dan kesatuan, menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan
membangun moral bangsa. Faktanya, setelah berlangsung bertahun-tahun, “produk”
penataran P4 itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penyakit sosial dan penyakit
masyarakat masih saja merebak.sudah bukan lagi disebut sebagai kenakalan
remaja. Yang terlihat sekarang adalah perilaku tidak jujur, korupsi, kolusi, nepotisme,
suap, makelar kasus, bahkan tindakan terorisme, hilangnya sikap kesabaran,
pelanggaran norma masyarakat, merosotnya disiplin berlalu-lintas di jalanan,
memudarnya rasa malu, meredupnya sikap saling menghargai, dan sebagainya.

Selain itu, yang juga tampak menonjol adalah rendahnya penghargaan


terhadap karya sendiri dan atau karya bangsa sendiri.Hal ini diindikasikan dengan
tindakan pembajakan produk yang melanggar hak cipta, perilaku mencontek dalam
ujian, dan bahkan sikap mengagung-agungkan gelar, telah melunturkan etos belajar,
sehingga terjadi pemalsuan ijazah.Apalagi ditambah dengan sikap konsumerisme
dan gempuran iklan produk konsumtif yang menyerbu setiap hari melalui berbagai
media, kian menunjukkan betapa kita telah kehilangan jati diri dan tidak mempunyai
karakter.

Dalam tataran ini, belajar atau sekolah dianggap bukan sebagai kebutuhan,
tetapi hanya merupakan wahana memburu status. Sekolah dipandang bukan
sebagai wahana sosialisasi dan membangun jiwa merdeka, tetapi dipandang
sebagai jembatan menuju “kemewahan”.

Pendidikan berbeda dengan indoktrinasi.Pendidikan lebih bermuatan nilai-


nilai kemanusiaan, sedangkan indoktrinasi berkaitan dengan kepentingan
politik.Pendidikan bukan untuk menciptakan kemakmuran lahiriah, karena
kemakmuran itu hanya merupakan dampak dari pendidikan.

Kurikulum Pendidikan

Pertanyaannya, adakah yang salah dalam kurikulum pendidikan di masa lalu?


Apakah kurikulum di masa lalu tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum
itu sendiri telah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter peserta
didik?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sesuai dengan
situasi dan kondisi pada masanya.Kurikulum yang berlaku pada masanya itu dapat
dipandang telah memiliki kesesuaian dengan situasi dan kondisi pada waktu itu dan
memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan matang.

Kurikulum pendidikan yang berlaku dalam persekolahan di Indonesia telah


mengalami berbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yang disebut sebagai
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang merupakan implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).

Implikasi lain dalam KTSP dan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22


Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah
desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah.

Diskusi yang berkembang kemudian adalah kesiapan daerah dalam melaksanakan


pengelolaan pendidikan dan mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.Selain itu juga
terkait dengan batas-batas kewenangan pemerintah pusat dalam memberikan
dukungan pelaksanaan KTSP.

KTSP telah mengatur segala prinsip dan ketentuan-ketentuan pelaksanaanya.Yang


sekarang tampak nyata adalah kendala-kendala dalam implementasi, di mana faktor
kesiapan guru, ketersediaan sarana, kesiapan siswa, dan dukungan dari orang tua
atau masyarakat yang kurang memadai.

Kemandirian Bangsa

Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar.


Kondisi ini secara ekonomi menjadi target pasar yang besar pula bagi produk-produk
negara lain. Apabila kondisi ini tidak diimbangi dengan perbaikan sektor pendidikan,
maka dapat diprediksi situasi yang semakin buruk, yaitu bahwa bangsa dan negara
dengan jumlah penduduk yang besar ini hanya akan menjadi target pemasaran
produk dan budaya dari luar (asing).

Selama ini masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai bangsa yang gemar
mengkonsumsi, tetapi lalai dalam aspek “produksi”.Longgarnya regulasi, kesiapan
mental yang mampu memfilter masuknya budaya negatif dari luar, dan tekanan
globalisasi atau pasar bebas, semakin memperkeruh situasi ini.

Pandangan tentang apa yang datang dari luar selalu baik, tanpa mempertimbangkan
baik dan buruknya, melahirkan ketidakseimbangan peradaban. Atau lebih tepatnya
disebut “keterkejutan budaya (cultural shock)”

Kategorisasi era perkembangan teknologi dari era agraris, era industri, dan
era teknologi modern, telah nyata dalam kehidupan sebagian masyarakat kita.
Contoh paling nyata adalah petani di sawah yang memiliki handphone, hanya
sekadar agar tidak disebut “kuno”, atau ketinggalan jaman, tetapi tidak
menggunakan handphone itu untuk kepentingan-kepentingan fungsionalnya. Contoh
ini hanyalah merupakan salah satu paradok kehidupan yang terkait dengan
pendidikan. Masih banyak contoh lain yang dapat diajukan dalam menunjukkan
“keterkejutan budaya” sebagai dampak penerapan kurikulum pendidikan
persekolahan. Keterombang-ambingnya generasi muda di “persimpangan budaya”
memerlukan komitmen kalangan pendidik untuk mampu memberikan rambu-rambu
dan sekaligus menanamkan nilai-nilai dan falsafah budaya bangsa sendiri tetap
dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara.

Membangun Peradaban

Menghadapi tuntutan era globalisasi yang antara lain ditandai dengan adanya
persaingan bebas dalam pergaulan dunia, maka pengelolaan pendidikan harus
dirancang secara komprehensif dan integratif, direncanakan secara matang, dan
mendapat dukungan dari semua pihak. Kurikulum juga harus memiliki
keseimbangan dalam hal tujuan-tujuan yang ingin dicapai; tidak saja aspek kognitif
dan keterampilan, tetapi juga penting aspek-aspek mental, etika, moral, dan seni.

Trianto (2010:11) mengatakan, perkembangan dan perubahan yang terjadi


dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan
danteknologi, serta seni dan budaya.

Dalam kaitan ini, yang terpenting adalah pencapaian substansi tujuan


pendidikan dan proses pendidikan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan. Kurikulum adalah serangkaian proses pembelajaran untuk
membentuk siswa yang memiliki integritas dan membangun sikap mandiri dalam
rangka menghadapi kehidupan di masa depan. Sikap mental mandiri individual
dalam diri siswa, secara kolektif dan kumulatif pada akhirnya akan mampu
membentuk sikap mental kemandirian bangsa.

KTSP yang diidealkan sekarang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati


oleh semua pihak dan dukungan dari pemerintah pusat berupa kebijakan-kebijakan
yang benar-benar berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan diterapkannya KTSP.
Konsepsi kompetensi dalam kurikulum adalah; (1) kompetensi berkenaan dengan
kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) kompetensi
menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten; (3)
kompeten merupakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal dilakukan siswa
setelah melalui proses pembelajaran; dan (4) keandalan kemampuan siswa untuk
melakukan sesuatu yang harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu
standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.

Secara prinsip, kebijakan dan implementasi kurikulum pendidikan


persekolahan dimaksudkan untuk membentuk manusia seutuhnya, menyiapkan
generasi muda menghadapi kehidupan di masa datang, dan membangun sikap
mental bangsa yang mandiri.Pembentukan manusia seutuhnya dan segala atribut
yang termasuk di dalamnya, hanya bisa dilaksanakan apabila didukung dengan
kesiapan semua pihak dan penyediaan fasilitas yang memadai secara merata.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan kembali bahwa yang terpenting


dalam kurikulum adalah kemampuan suatu kurikulum dalam mengadaptasi
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dan menerapkannya dalam proses
pendidikan. Konsepsi kompetensi siswa yang diharapkan dari suatu kurikulum yang
terutama adalah melakukan sesuatu sesuai konteks dan secara kreatif. Kreativitas
manusia sebagai wujud dari pendidikan ini yang kemudian akan menjadi khasanah
yang memperkaya budaya dan peradaban bangsa. Isi (content) suatu kurikulum
harus merupakan usaha-usaha yang terarah dan terpadu untuk membangun sikap
mental bangsa yang memiliki karakter dan mampu membangun peradaban
bangsanya sendiri.

Kesimpulan:

Akhirnya, dapat ditarik beberapa poin penting sebagai berikut: (1) Kurikulum
pendidikan yang berlaku pada suatu masa sebenarnya telah berusaha mengadopsi
semua kebutuhan belajar siswa. Kurikulum pendidikan senantiasa dilakukan
penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam
masyarakat dan melestarikan nilai-nilai budaya bangsa. (2) Suatu kurikulum harus
dirancang secara komprehensif, integratif, berimbang antara berbagai tujuan
pendidikan, dan adaptif serta bervisi kedepan, dan bukan semata-mata karena
kepentingan politis. (3) Kompetensi dapat diartikan sebagai kebiasaan berpikir dan
bersikap sesuai dengan konteks, dan yang diharapkan dari siswa sebagai hasil
pendidikan adalah melakukan sesuatu selain secara kontekstual tetapi juga secara
kreatif yang akan memperkaya khasanah budaya bangsa; (4) Diperlukan kesiapan
dan dukungan baik dari guru, siswa, orang tua dan masyarakat dan pemerintah
dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam sistem persekolahan. (5) Era
globalisasi yang ditandai dengan persaingan bebas antar-negara harus diimbangi
dengan penerapan kurikulum yang menekankan pentingnya sikap kemandirian
bangsa dalam membangun peradaban bangsa sendiri. (*)

Anda mungkin juga menyukai