Anda di halaman 1dari 29

1.

Pendahuluan
Salah satu faktor yang membedakan suatu organisasi dari organisasi yang lainnya adalah
budayanya. Hal tersebut penting untuk dipahami serta dikenali. Akan tetapi hal-hal yang bersifat
universal itu harus diterapkan oleh manajemen dengan pendekatan yang memperhitungkan
secara matang faktor-faktor situasi, kondisi, waktu, dan ruang. Dengan kata lain, diterapkan
sesuai dengan budaya yang berlaku dan dianut dalam organisasi yang bersangkutan. Setiap orang
yang pada mulanya datang ke suatu organisasi atau perusahaan dengan budaya pribadi, harus
dengan segera mempelajari budaya organisasi bersangkutan untuk melihat penyesuaian
penyesuaian apa yang perlu dan harus dilakukannya. Oleh sebab itu, pengembangan budaya
organisasi di sekolah sangat dibutuhkan.
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Belajar dan mengajar
tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai
kegiatan seperti bagaimana membiasakan seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap
peraturan yang berlaku di sekolah, saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat
serta memiliki semangat berkompetisi secara fair dan sejenisnya merupakan kebiasaan yang
harus ditumbuhkan di lingkungan sekolah sehari-hari.
Budaya sekolah dipegang bersama oleh kepala sekolah, guru, staf aministrasi, dan siswa sebagai
dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah.
Sekolah menjadi wadah utama dalam transmisi kultural antar generasi.
Budaya sekolah yang diharapkan menjadi ujung tombak keberhasilan lembaga dalam
mengadakan proses pendidikan. Hal ini diterapkan diberbagai sekolah melihat kondisi
masyarakat yang sedang mengalami perubahan. Perubahan sebagai akibat dari percepatan arus
informasi dan komunikasi. Budaya organisasi sekolah merupakan norma-norma dan nilai-nilai
yang mengarahkan semua perilaku personil sekolah.
2. Pengertian Budaya
Istilah budaya berasal dari bahasa Sansekerta, yakni buddhaya sebagai bentuk jamak dari buddhi
yang berarti akal. Budaya adalah dasar terbentuknya kepribadian manusia, dari budaya dapat
terbentuk identitas seseorang, identitas masyarakat bahkan identitas lembaga pendidikan.
3. Pengertian Budaya Sekolah
Budaya sekolah adalah sistem makna untuk membina mental agar pemikiran dan tindakan
karyawan berdasarkan pada pertimbangan moral dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan
demikian, budaya sekolah dapat didefinisikan sebagai berikut : Seperangkat asumsi yang
dibangun dan dianut bersama oleh organisasi sebagai moral dalam beradaptasi dengan
lingkungan eksternal dan proses integrasi internal.
4. Konsep Dasar Budaya Sekolah
Menurut Dickson (2005:14) menjelaskan bahwa: “…Dalam praktik di lapangan, ada tiga model
budaya sekolah, yang satu dengan yang lain dapat dibedakan, tetapi kadang-kadang juga sering
saling tumpang tindih”. Pertama, budaya sekolah birokratis (bureaucratic school culture). Model
budaya sekolah ini antara lain ditunjukkan adanya budaya yang menekankan adanya petunjuk
dari atasan. Kebijakan sekolah mengikuti arahan dari atasan, dan oleh karena itu para guru lebih
banyak mengikuti arahan tersebut. Pendidik juga kurang dapat berinteraksi dengan orang tua
siswa dan masyarakat, karena semua harus mengikuti peraturan dan ketentuan dari atasan.
Kedua, budaya sekolah racun (toxic school culture). Dalam model ini, peserta dididik dipandang
sebagai masalah ketimbang sebagai pihak yang harus dilayani. Bentuk-bentuk kekerasan guru
terhadap siswa yang sering kita dengar akhir-akhir ini merupakan hasil dari budaya sekolah yang
seperti ini. Sama dengan pada model budaya sekolah yang birokratis, budaya sekolah racun ini
juga malah jarang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk memberikan masukan
terhadap upaya pemecahan masalah yang terjadi di sekolah. Ketiga, budaya sekolah kolegial
(collegial school culture). Berbeda dengan kedua budaya sekolah sebelumnya, sekolah sangat
memberikan apresiasi dan rekognisi terhadap peran dan dukungan dari semua pihak. Kejujuran
dan komunikasi antarwarga sekolah dapat berlangsung secara efektif. Itulah sebabnya
keterlibatan semua warga sekolah sangat dihargai dalam proses pengambilan keputusan dan
kebijakan sekolah. Pendek kata, semua penyelenggaraan sekolah direncanakan, dilaksanakan
secara demokratis, dalam suasana penuh kolegial.
Secara umum, penerapan konsep budaya organisasi di sekolah sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan penerapan konsep budaya organisasi lainnya. Kalaupun terdapat perbedaan hanya
terletak pada jenis nilai dominan yang dikembangkannya dan karakateristik dari para
pendukungnya. Berkenaan dengan pendukung budaya organisasi di sekolah Paul E. Heckman
sebagaimana dikutip oleh Stolp (2000:28) mengemukakan bahwa: “...the commonly held beliefs
of teachers, students, and principals.”
Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki budaya sekolah (school
culture) yang kokoh dan tetap eksis. Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan budaya
sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap
pencapaian visi, menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan
intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja
keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan
pengembangan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam perkembangan IPTEK dan
berlandaskan IMTAQ.
Budaya sekolah (school culture) merupakan kata kunci (key word) yang perlu mendapat
perhatian secara sungguh-sungguh dari para pengelola pendidikan.Budaya sekolah perlu
dibangun berdasarkan kekuatan karakteristik budaya lokal masyarakat tempat sekolah itu berada.
Budaya sekolah adalah detak jantung sekolah itu sendiri, perumusannya harus dilakukan dengan
sebuah komitmen yang jelas dan terukur oleh komunitas sekolah yakni guru, siswa, manajemen
sekolah, dan masyarakat.
Selanjutnya, dalam analisis tentang budaya sekolah dikemukakan bahwa untuk mewujudkan
budaya sekolah yang akrab-dinamis, dan positif-aktif perlu ada rekayasa social. Dalam
mengembangkan budaya baru sekolah perlu diperhatikan dua level kehidupan sekolah: yaitu
level individu dan level organisasi atau level sekolah. Level individu, merupakan perilaku siswa
selaku individu yang tidak lepas dari budaya sekolah yang ada. Perubahan budaya sekolah
memerlukan perubahan perilaku individu. Perilaku individu siswa sangat terkait dengan prilaku
pemimpin sekolah.
Diantara komponen yang dimaksud adalah pelaksanaan pekerjaan serta asumsi atau kepercayaan
dasar yang dianut oleh warga sekolah. Budaya sekolah berkembang merujuk pada suatu sistem
nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan
penuh kesadaran sebagai perilaku alami.
Budaya sekolah dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama pada
seluruh unsur dan stakeholders sekolah. Kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan,peserta
didik, bahkan masyarakat dapat memberntuk opini yang sama terhadap sekolah.
5. Karakteristik Budaya Sekolah
Pendapat mengenai karakteristik budaya organisasi dikemukakan oleh Luthan (2005:102) yang
menjelaskan 6 karakteristik penting dari budaya organisasi, yaitu: (1) Observed Behavioral
Regularities; (2) Norms; (3) Dominant Values (4) Philosophy; (5) Rules; (6) Organization
climate.
1) Obeserved behavioral regularities budaya organisasi di sekolah ditandai dengan adanya
keberaturan cara bertindak dari seluruh anggota sekolah yang dapat diamati. Keberaturan
berperilaku ini dapat berbentuk acara-acara ritual tertentu, bahasa umum yang digunakan
atau simbol-simbol tertentu, yang mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh anggota
sekolah.
2) Norms; budaya organisasi di sekolah ditandai pula oleh adanya norma-norma yang berisi
tentang standar perilaku dari anggota sekolah, baik bagi siswa maupun guru. Standar
perilaku ini bisa berdasarkan pada kebijakan intern sekolah itu sendiri maupun pada
kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Standar perilaku siswa terutama
berhubungan dengan pencapaian hasil belajar siswa, yang akan menentukan apakah
seorang siswa dapat dinyatakan lulus/naik kelas atau tidak. Standar perilaku siswa tidak
hanya berkenaan dengan aspek kognitif atau akademik semata namun menyangkut
seluruh aspek kepribadian. Sedangkan berkenaan dengan standar perilaku guru, tentunya
erat kaitannya dengan standar kompetensi yang harus dimiliki guru, yang akan menopang
terhadap kinerjanya. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah
merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan
Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu : (1)
Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik
yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman
terhadap peserta didik; (c) pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan
pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi
hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya; (2) Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan
kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e)
berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
(h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan; (3)
Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat
untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan
informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun
dengan masyarakat sekitar; dan (4) Kompetensi profesional merupakan kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep,
struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi
ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari;
dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan
nilai dan budaya nasional.
3) Dominant values; jika dihubungkan dengan tantangan pendidikan Indonesia dewasa ini
yaitu tentang pencapaian mutu pendidikan, maka budaya organisasi di sekolah
seyogyanya diletakkan dalam kerangka pencapaian mutu pendidikan di sekolah. Nilai
dan keyakinan akan pencapaian mutu pendidikan di sekolah hendaknya menjadi hal yang
utama bagi seluruh warga sekolah. Adapun tentang makna dari mutu pendidikan itu
sendiri, Jiyono sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengartikannya
sebagai gambaran keberhasilan pendidikan dalam mengubah tingkah laku anak didik
yang dikaitkan dengan tujuan pendidikan. Sementara itu, dalam konteks Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Depdiknas, 2001), mutu pendidikan meliputi aspek
input, proses dan output pendidikan. Pada aspek input, mutu pendidikan ditunjukkan
melalui tingkat kesiapan dan ketersediaan sumber daya, perangkat lunak, dan harapan-
harapan. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Sedangkan pada aspek proses, mutu pendidikan ditunjukkan melalui pengkoordinasian
dan penyerasian serta pemanduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga
mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),
mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan
peserta didik. Sementara, dari aspek out put, mutu pendidikan dapat dilihat dari prestasi
sekolah, khususnya prestasi siswa, baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Berbicara tentang upaya menumbuh-kembangkan budaya mutu di sekolah akan
mengingatkan kita kepada suatu konsep manajemen dengan apa yang dikenal dengan
istilah Total Quality Management (TQM), yang merupakan suatu pendekatan dalam
menjalankan suatu unit usaha untuk mengoptimalkan daya saing organisasi melalui
prakarsa perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses kerja, dan
lingkungannya. Berkaitan dengan bagaimana TQM dijalankan, Gotsch dan Davis
sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa aplikasi TQM
didasarkan atas kaidah-kaidah : (1) Fokus pada pelanggan; (2) obsesi terhadap kualitas;
(3) pendekatan ilmiah; (4) komitmen jangka panjang; (5) kerjasama tim; (6) perbaikan
kinerja sistem secara berkelanjutan; (7) diklat dan pengembangan; (8) kebebasan
terkendali; kesatuan tujuan; dan (10) keterlibatan dan pemberdayaan karyawan secara
optimal. Dengan mengutip pemikiran Scheuing dan Christopher, dikemukakan pula
empat prinsip utama dalam mengaplikasikan TQM, yaitu: (1) kepuasan pelanggan, (2)
respek terhadap setiap orang; (3) pengelolaan berdasarkan fakta, dan (4) perbaikan secara
terus menerus.(Sudarwan Danim, 2002). Selanjutnya, dalam konteks Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas (2001) telah memerinci tentang elemen-
elemen yang terkandung dalam budaya mutu di sekolah, yakni : (a) informasi kualitas
harus digunakan untuk perbaikan; bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b)
kewenangan harus sebatas tanggung jawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (reward)
atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan
basis kerja sama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir
keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai
pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah. Di lain pihak, Jann E.
Freed et. al. (1997) dalam tulisannya tentang A Culture for Academic Excellence:
Implementing the Quality Principles in Higher Education. dalam ERIC Digest
memaparkan tentang upaya membangun budaya keunggulan akademik pada pendidikan
tinggi, dengan menggunakan prinsip-prinsip Total Quality Management, yang
mencakup : (1) vision, mission, and outcomes driven; (2) systems dependent; (3)
leadership: creating a quality culture; (4) systematic individual development; (4)
decisions based on fact; (5) delegation of decision making; (6) collaboration; (7) planning
for change; dan (8) leadership: supporting a quality culture. Dikemukakan pula bahwa
“when the quality principles are implemented holistically, a culture for academic
excellence is created. Dari pemikiran Jan E.Freed et. al. di atas, kita dapat menarik
benang merah bahwa untuk dapat membangun budaya keunggulan akademik atau budaya
mutu pendidikan betapa pentingnya kita untuk dapat mengimplementasikan prinsip-
prinsip Total Quality Management, dan menjadikannya sebagai nilai dan keyakinan
bersama dari setiap anggota sekolah.
4) Philosophy; budaya organisasi ditandai dengan adanya keyakinan dari seluruh anggota
organisasi dalam memandang tentang sesuatu secara hakiki, misalnya tentang waktu,
manusia, dan sebagainya, yang dijadikan sebagai kebijakan organisasi. Jika kita
mengadopsi filosofi dalam dunia bisnis yang memang telah terbukti memberikan
keunggulan pada perusahaan, di mana filosofi ini diletakkan pada upaya memberikan
kepuasan kepada para pelanggan, maka sekolah pun seyogyanya memiliki keyakinan
akan pentingnya upaya untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Dalam konteks
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Depdiknas (2001) mengemukakan
bahwa : “pelanggan, terutama siswa harus merupakan fokus dari semua kegiatan di
sekolah. Artinya, semua in put – proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya
untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik . Konsekuensi logis dari ini semua
adalah bahwa penyiapan in put, proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan
sosok utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan siswa.”
5) Rules; budaya organisasi ditandai dengan adanya ketentuan dan aturan main yang
mengikat seluruh anggota organisasi. Setiap sekolah memiliki ketentuan dan aturan main
tertentu, baik yang bersumber dari kebijakan sekolah setempat, maupun dari pemerintah,
yang mengikat seluruh warga sekolah dalam berperilaku dan bertindak dalam organisasi.
Aturan umum di sekolah ini dikemas dalam bentuk tata- tertib sekolah (school
discipline), di dalamnya berisikan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
warga sekolah, sekaligus dilengkapi pula dengan ketentuan sanksi, jika melakukan
pelanggaran. Joan Gaustad (1992) dalam tulisannya tentang School Discipline yang
dipublikasikan dalam ERIC Digest 78 mengatakan bahwa : “ School discipline has two
main goals: (1) ensure the safety of staff and students, and (2) create an environment
conducive to learning.
6) Organization climate; budaya organisasi ditandai dengan adanya iklim organisasi. Hay
Resources Direct (2003) mengemukakan bahwa “oorganizational climate is the
perception of how it feels to work in a particular environment. It is the “atmosphere of
the workplace” and people’s perceptions of “the way we do things here
Djatmiko (2005: 73) menjelaskan pendapat Robbins, budaya organisasi tampil dalam 10
karakteristik sebagai berikut : a) Inisiatif perseorangan (individual initiative), b) Toleransi atas
resiko (risk tolerance), c) Pengarahan (direction), d) Integrasi (integration), e) Dukungan
manajemen (management support), f) Pengendalian (control), g) Bukti diri (identity), h) Sistem
imbalan (reward system), i) Toleransi konflik (conflict tolerance), j) Pola komunikasi
(communication patterns).
Nilai-nilai yang mungkin dikembangkan di sekolah tentunya sangat beragam. Jika merujuk pada
pemikiran Spranger sebagaimana disampaikan oleh Sumadi Suryabrata (1990), maka setidaknya
terdapat enam jenis nilai yang seyogyanya dikembangkan di sekolah. Dalam tabel 1 berikut ini
dikemukakan keenam jenis nilai dari Spranger beserta perilaku dasarnya.
Tabel 1. Jenis Nilai dan Perilaku Dasarnya menurut Spranger
1)
Nilai Perilaku Dasar
1 Ilmu Pengetahuan Berfikir Berfikir
2 Ekonomi Bekerja Bekerja
3 Kesenian Menikmati keindahan Menikmati Keindahan
4 Keagamaan Memuja Memuja
5 Kemasyarakatan Berbakti/berkorban Berbakti/berkorban
6 Politik/keneg Berkuasa/Memerintah

Jadi dapat disimpulkan bahwa karakteristik budaya sekolah adalah sifat yang khas dari
sekolah meliputi nilai nilai, norma, sikap, mitos, kontrol koordinasi dan motivasi, etika, dan
kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dalam perjalanan panjang suatu sekolah yang lebih
menekankan pada penghayatan segi-segi simbolik, tridisi, riwayat sekolah yang kesemuannya
akan membentuk keyakinan, kepercayaan diri dan kebanggaan akan sekolahnya.
6. Unsur-unsur Budaya Sekolah
Bentuk budaya sekolah secara intrinsik muncul sebagai suatu fenomena yang unik dan menarik,
karena pandangan sikap, perilaku yang hidup dan berkembang dalam sekolah pada dasarnya
mencerminkan kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas dari warga sekolah.
Dalam proses membentuk budaya sekolah dilalui dengan beberapa tingkatan seperti terlihat
dalam gambar. 2.1
Hedley Beare mendeskripsikan unsur-unsur budaya sekolah dalam dua kategori:
a. Unsur yang tidak kasat mata
Unsur yang tidak kasat mata adalah filsafat atau pandangan dasar sekolah mengenai
kenyataan yang luas, makna hidup atau yang di anggap penting dan harus diperjuangkan
oleh sekolah. Dan itu harus dinyatakan secara konseptual dalam rumusan visi, misi,
tujuan dan sasaran yang lebih kongkrit yang akan di capai oleh sekolah.
b. Unsur yang kasat mata dapat termenifestasi secara konseptual meliputi :
1) visi,misi, tujuan dan sasaran,
2) kurikulum,
3) bahasa komunikasi,
4) narasi sekolah, dan narasi tokoh-tokoh
5) struktur organisasi,
6) ritual, dan upacara,
7) prosedur belajar mengajar
8) peraturan sistem ganjaran/ hukuman,
9) layanan psikologi sosial,
10) pola interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat
c. dan yang meteriil dapat berupa : fasilitas dan peralatan, artifiak dan tanda kenangan serta
pakaian seragam.
Djemari Mardapi (2003) membagi unsur-unsur budaya sekolah jika ditinjau dari usaha
peningkatan kualitas pendidikan sebagai berikut :
a) Kultur sekolah yang positif
Kultur sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan
kualitas pendidikan, misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap
prestasi, dan komitmen terhadap belajar.
b) Kultur sekolah yang negatif
Kultur sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra terhadap peningkatan mutu
pendidikan. Artinya resisten terhadap perubahan, misalnya dapat berupa: siswa takut
salah, siswa takut bertanya, dan siswa jarang melakukan kerja sama dalam memecahkan
masalah.
c) Kultur sekolah yang netral
Yaitu kultur yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat memberikan konstribusi
positif tehadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan. Hal ini bisa berupa arisan
keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa dan lain-lain.
Komponen pengembangan budaya dan iklim sekolah secara umum dapat diklasifikasikan dalam
tiga kategori dengan beberapa aspek sebagai berikut:
1) Budaya sekolah meliputi aspek-aspek:
a) Nilai
b) Norma
c) Perilaku
2) Lingkungan fisik sekolah meliputi:
a) Keindahan
b) Keamanan
c) Kenyamanan
d) Ketentraman
e) Kebersihan
3) Lingkungan sistem sekolah meliputi:
a) Berbasis mutu
b) Kepemimpinan kepala sekolah
c) Disiplin dan tata tertib
d) Penghargaan dan insentif
e) Harapan untuk berprestasi
f) Akses informasi
g) Evaluasi
h) Komunikasi yang intensif dan terbuka
1. Pengembangan Budaya Organisasi Di SD Negeri Rogomulya 02
Di sekolah terjadi interaksi yang saling mempengaruhi antara individu dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan ini akan dipersepsi dan
dirasakan oleh individu tersebut sehingga menimbulkan kesan dan perasaan tertentu. Dalam
hal ini, sekolah harus dapat menciptakan suasana lingkungan kerja yang kondusif dan
menyenangkan bagi setiap anggota sekolah, melalui berbagai penataan lingkungan, baik
fisik maupun sosialnya. Moh. Surya (1997) menyebutkan bahwa:
Lingkungan kerja yang kondusif baik lingkungan fisik, sosial maupun psikologis dapat
menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja dengan baik dan produktif. Untuk
itu, dapat diciptakan lingkungan fisik yang sebaik mungkin, misalnya kebersihan ruangan,
tata letak, fasilitas dan sebagainya. Demikian pula, lingkungan sosial-psikologis, seperti
hubungan antar pribadi, kehidupan kelompok, kepemimpinan, pengawasan, promosi,
bimbingan, kesempatan untuk maju, kekeluargaan dan sebagainya. “
Upaya untuk mengembangkan budaya organisasi di sekolah terutama berkenaan tugas
kepala sekolah selaku leader dan manajer di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah
hendaknya mampu melihat lingkungan sekolahnya secara holistik, sehingga diperoleh
kerangka kerja yang lebih luas guna memahami masalah-masalah yang sulit dan hubungan-
hubungan yang kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang
budaya organisasi di sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam memberikan penajaman
tentang nilai, keyakinan dan sikap yang penting guna meningkatkan stabilitas dan
pemeliharaan lingkungan belajarnya.
Dalam mengembangajan budaya sekolah yang nantinya akan mencipakan iklim
sekolah diantaranya :
a) Menerapkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan sekolah yang demokratis
b) Membentuk budaya kerjasama (school corporate culture) yang kuat
c) Menumbuhkan budaya profesionalisme warga sekolah
d) Menciptakan iklim sekolah yang kondusif-akademis
e) Menumbuhkembangkan keragaman budaya dalam kehidupan sekolah
f) Mengembangkan budaya kewirausahaan sekolah
Di samping itu peran orangtua, masyarakat, kepemimpinan kepala sekolah dan keteladanan
guru yang saling bersinergi akan membentuk budaya sekolah yang kuat. Karena dalam
organisasi sekolah memerlukan kerjasama dari berbagai elemen masyarakat demi
terciptanya lingkungan sekolah yang sehat secara fisik dan mental.
1.1 Program dan Penerapan Budaya Sekolah di SD Negeri Sruwen 02
Suatu sekolah harus dapat menciptakan budaya sekolahnya sendiri sebagai identitas
diri, dan juga sebagai rasa kebanggaan akan sekolahnya. Kegiatan di sekolah tidak hanya
terfokus pada intrakurikuler, tetapi juga ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan
kreativitas, bakat dan minat siswa. Selain itu, dalam menciptakan budaya sekolah yang
kokoh, hendaknya juga berpedoman pada misi dan visi sekolah yang tidak hanya
mencerdaskan otak saja, tetapi juga watak siswa serta mengacu pada 4 tingkatan kecerdasan
yaitu : kecerdasan intektual (IQ) Kecerdasan otak, (EQ) kecerdasan emosional (SQ)
kecerdasan rohani.
Dan Budaya sekolah dapat dimulai dari hal kecil seperti tempat duduk siswa yang
berpusat pada guru harus diubah menjadi tempat duduk yang mendorong interaksi antar
siswa. Hasil karya siswa yang berupa gambar, karangan, puisi, dan kerajinan harus dipasang
di tempat terbuka di sekolah untuk mendorong kebanggaan berprestasi. Foto-foto ilmuwan
juga dipajang guna merangsang motivasi belajar siswa
Pengelola sekolah membangun sebuah sistem yang di dalamnya mengutamakan
kerjasama tim (team work). Kesuksesan dibangun atas dasar kebersamaan dan bukan kerja
satu orang kepala sekolah atau one man show. Pimpinan sekolah atau kepala sekolah boleh
datang silih berganti, tetapi sistem akan terus berjalan mendampingi siapapun
pemimpinnya.
Dalam kegiatan sehari – hari SD Negeri Sruwen 02 melakukan Pembiasaan -
pembiasan (habituasi) baik ketika mulai masuk ke dalam lingkungan sekolah dengan
mengucapkan salam kemudian mencium tangan bapak dan ibu guru, memulai kegiatan
belajar mengajar dengan membaca alqur’an, penerapan pembelajaran yang berbasis
pendidikan karakter, sholat dhuha dan dzhur berjama’ah hingga pembiasaan budaya disiplin
dan bersih di sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah pada tanggal 5 November 2020
peneliti mendapatkan informasi tentang model budaya sekolah yang diterapkan. Dalam
penelitian ini model budaya sekolah yang digunakan SD Negeri Sruwen 02 adalah dengan
memaksimalkan 3 aspek yang digunakan dalam penerapan kehidupan sehari – hari di
sekolah, yaitu :
1) Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas
Kegiatan belajar mengajar yang dimaksud disini adalah Pengembangan nilai – nilai
yang sudah dirumuskan sekolah diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran. Menurut
Kepala Sekolah sebagai manajer mengatakan bahwa nilai - nilai tersebut dicantumkan
dalam silabus dan RPP dan selanjutnya akan dikembangkan. Pengembangan nilai - nilai
dalam silabus ditempuh dengan cara : a). Memperlihatkan keterkaitan antara SKKD
dengan nilai yang sudah dirumuskan sekolah dan indikator untuk menentukan nilai yang
akan dikembangkan. b). Mencantumkan nilai – nilai yang sudah dirumuskan sekolah ke
dalam silabus (terlampir). c). Mencantumkan nilai – nilai yang tertera dalam silabus ke
dalam RPP . d). Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan internalisasi nilai dan
menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai. e). Guru memberikan bantuan kepada
peserta didik baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai ataupun
memberikan contoh secara langsung melalui perilaku / perbuatan. f). Mengukur hasil
perkembangan nilai yang sudah diterapkan ke dalam setiap mata pelajaran dengan
raport nilai akhlaq mulia .
Penjelasan diatas sesuai dengan yang terdapat dalam Pedoman Sekolah tentang
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa bahwa nilai – nilai diintegrasikan ke semua
mata pelajaran melalui kegiatan belajar mengajar di kelas secara aktif, tidak hanya
peserta didik yang aktif, tetapi guru juga harus bisa merencanakan kegiatan belajar yang
menyenangkan dan mampu membuat siswa aktif dalam belajar.
2) Pembiasaan Nilai Positif Dalam Kehidupan Sehari – hari di Sekolah
Pembiasaan nilai positif di SD Negeri Ragamulyo 02 sudah dilakukan semenjak siswa-
siswi memasuki lingkungan sekolah, dengan mencium tangan bapak ibu guru (salim)
dan menyapa, namun selama masa pandemic Covid-19 siswa siswi mengganti cium
tangan dengan salam dengan kedua tangan mengatup, karena latarbelakang lingkungan
sekolah sekitar adalah masyarakat yang agamis maka diwajibkan mengucapkan salam
ketika bertemu bapak ibu guru baik di dalam lingkungan sekolah maupun diluar
sekolah, kepada sesama teman, ketika memasuki kelas, ruangan guru, perpustakaan, dan
sebagainya. Membaca do’a ketika sebelum memulai pelajaran dan mengakhiri
pelajaran, adapun doa yang dibaca meliputi bacaan Al-quran (surat-surat pendek), dan
untuk jam tambahan setiap hari Kamis, Jum’at dan Sabtu, siswa-siswa dibimbing guru
TPA agar setiap lulusan SD Negeri Rogomulya 02 minimal hafal Juz Amma ( Juz 30 Al
Qur’an. Pembiasaan sholat dhuha dan dhuhur berjamaah yang dilakukan sesuai jadwal
dan didampingi langsung oleh bapak ibu guru. Setiap hari Jum’at setelah melakukan
senam pagi siswa-siswi dibimbing guru agama membaca asmaul husna dan sholawat
nabi, dilanjutkan dengan siraman rohani/budi pekerti dari guru-guru secara bergilir.
Pembiasaan disiplin dengan tidak datang terlambat, menghindarkan diri dari perbuatan
tercela dan mematuhi semua peraturan sekolah. Pembiasaan bersih diri, kelas dan
sekolah, bersih sekolah dilakukan oleh semua siswa yaitu dengan cara membersihkan
sampah yang berserakan hal ini dilakukan untuk melatih semangat kerjasama, mencuci
tangan sebelum makan, melaksanakan jadwal piket kelas, membuang sampah pada
tempatnya, ikut menjaga kebersihan kamar mandi dengan menyiram sebelum ataupun
setelah digunakan. Selama masa pandemic siswa-siswi juga ditanamkan agar selalu
menjaga protokol kesehatan dengan memakai masker,menjaga jarak dan membiasakan
diri mencuci ntangan sebelum dan sesudah masuk kelas.
Pembiasaan kreatif dengan menghasilkan karya – karya baru baik gambar, tulisan
motivasi, puisi ataupun pantun yang di tempel di mading kelas sehingga bisa dilihat
oleh semua siswa. Pembiasaan gemar membaca dengan mengunjungi perpustakaan
secara teratur, ketika jam kosong. Pembiasaan Toleransi dengan menghargai perbedaan
(suku, ras, jenis kelamin), membantu teman yang sedang kesulitan. Pembiasaan sopan
dengan sikap hormat terhadap guru dan teman, berpakaian, bertutur kata dan
berperilaku.
Hal ini menunjukkan budaya sekolah, bahwa nilai yang telah dirumuskan dengan baik
bisa diwujudkan melalui berbagai perilaku keseharian dan dilakukan dengan proses
interaksi yang efektif. Dalam rentang waktu yang panjang lingkungan tersebut bisa
membentuk suatu pola budaya sekolah.
3) Kegiatan Keseharian Siswa dirumah dan Masyarakat
Selama ini untuk mengetahui perilaku keseharian anak dirumah bisa dilihat dari 2 hal.
Pertama, dilihat perilaku anak disekolah karena jika anak mempunyai perilaku yang
baik maka bisa dipastikan dirumahpun dan di masyarakat anak itu terbiasa berperilaku
baik pula, Jika terdapat temuan perilaku siswa yang tidak baik maka guru akan menegur
secara langsung, jika tidak ada perubahan maka sekolah melalui wali kelas akan
berkomunikasi dengan orangtua siswa tersebut disekolah dengan cara penuh
kekeluargaan untuk mencari penyebab dan solusinya.
Kedua, mengajak peserta didik berkomunikasi yang baik yaitu setiap guru pada jam
pertama yang akan memulai pelajaran akan bertanya “siapakah yang kemarin sholatnya
tidak lima waktu?” maka siswa pun akan menjawab dengan jujur, hal ini disebabkan
karena nilai jujur sudah ditanamkan kepada anak, jadi sudah terbiasa berbicara jujur dan
mengakui perbuatan yang tidak baik dan selanjutnya untuk siswa
tersebut diberi pengarahan supaya tidak mengulangi perbuatannya.
Analisa model budaya sekolah dengan memanfaatkan keempat aspek diatas adalah
merupakan kombinasi dari pedoman sekolah tentang pendidikan budaya dan karakter bangsa
dan aspek yang sudah ada di SD Negeri Sruwen 02. Ketiga aspek tersebut digunakan agar
semua warga sekolah mengenal, menerima dan melestarikan nilai – nilai yang sudah ada
disekolah, melalui proses berpikir, bersikap dan berbuat sehingga sekolah mempunyai jati
atau karakter (budaya sekolah) yang menjadi ciri khas untuk dikenal masyarakat.
Berdasarkan pembahasan di atas maka model pengembangan budaya sekolah yang ada di
SD Negeri Rogomulya 02. termasuk model budaya sekolah kolegial (Collegial School
Culture), Menurut bahasa Kolegial berasal dari kata collective yang berarti bersama-sama.
Sedangkan menurut istilah, Kolegial berarti akrab, jadi yang dimaksud kolegial adalah sikap
dan semangat kerja sama, kekeluargaan, kejujuran, saling menghargai, membantu,
menghormati, tolong-menolong, yang dilakukan secara bersama untuk mencapai satu tujuan.
Dalam hal ini yaitu terciptanya budaya sekolah. Sekolah sangat mengapresiasi dan
menghargai peran dari semua pihak, Pemberian apresiasi tidak selalu dalam bentuk uang,
bentuk lainnya adalah penghargaan kredit poin bagi siswa yang menunjukkan perilaku
positif yang sejalan dengan pengembangan budaya sekolah. Tidak hanya siswa penghargaan
pun diberikan kepada guru dan karyawan yang mampu menunjukkan etos kerja yang baik
dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Penerapan Budaya Organisasi Sekolah di SMPN 6 Ambarawa
Nilai-nilai yang karakter dikembangkan melalui budaya sekolah di SMP 6 Ambarawa Satu
Atap adalah
1) Religius
Religius dideskripsikan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam beribadah sesuai
dengan agama yang dianutnya, toleran kepada penganut agama lainnya dan mampu
hidup dengan rukun. Karakter religius sangat penting dalam kehidupan seseorang dan
menjadi sikap hidup yang mengacu pada tatanan dan larangan sikap yang telah diatur
dalam aturan agamanya
Salah satu strategi atau metode yang dipergunakan dalam pendidikan untuk membentuk
karakter religius adalah dengan pembentukan kebiasaan yang baik dan meninggalkan
yang buruk melalui bimbingan, latihan dan kerja keras. Pembentukan kebiasaan tersebut
akan menjadi sebuah karakter seseorang. Maka karakter yang kuat biasanya dibentuk
oleh penanaman nilai yang menekankan tentang baik dan buruk. Nilai ini dibangun
melalui penghayatan dan pengalaman.
Pembiasaan – pembiasaan berikut adalah implemetasi nilai karakter di SMP Negeri 6
Ambarawa Satu Atap
a) Guru dan siswa berdoa sekurang-kurangnya pada awal jam pelajaran pertama dan
setelah jam pelajaran terakhir.
b) Pembacaan Asmaul Husna sebelum kegiatan pembelajaran
c) Melaksanakan kegiatan perayaan hari besar keagamaan yang dapat diikuti oleh
seluruh warga sekolah.
d) Sekolah memberikan izin meninggalkan kelas bagi siswa untuk melaksanakan
ibadah wajib sesuai agama dan kepercayaannya
e) Warga sekolah melaksanakan salat Jum’at di lingkungan sekolah/ masjid/musala
atau ibadah bersama sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
f) Sekolah mengundang tokoh agama untuk memberikan siraman rohani kepada
warga sekolah pada peringatan hari – hari besar tertentu
g) Melibatkan semua warga sekolah secra aktif bergotong royong dalam menyiapkan
kelengkapan/sarana ibadah, tanpa memandang perbedaan agama dan
kepercayaannya.
2) Nasionalisme
Pengertian Nasionalisme ini ialah suatu paham kebangsaan dari masyarakat pada suatu
negara yang mempunyai kesadaran serta semangat cinta tanah air dan juga bangsa yang
ditunjukkan dengan melalui sikap serta tingkah laku individu atau juga masyarakat.
Nasionalisme ini bisa juga didefinisikan yakni sebagai pemahaman dari masyarakat
pada suatu bangsa yang memiliki keselarasan kebudayaan, serta wilayah dan juga
kesamaan cita-cita serta tujuan sehingga menimbulkan atau memunculkan rasa ingin
mempertahankan negaranya, baik dari internal atau juga eksternal.
Sikap nasionalisme di suatu negara mempunyai tujuan tertentu. Dibawah ini merupakan
beberapa tujuan nasionalisme:
a) Menumbuhkan serta meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air dan juga bangsa.
b) Membangun hubungan yang rukun serta harmonis antar individu dan juga
masyarakat.
c) Membangun serta mempererat tali persaudaraan antar sesama anggota
masyarakat.
d) Berupaya supaya menghilangkan ekstrimisme,atau juga tuntutan berlebihan dari
warga negara kepada pemerintah.
e) Menumbuhkan semangat rela berkorban bagi tanah air serta bangsa.
f) Menjaga tanah air serta bangsa dari serangan musuh, baik itu dari luar atau juga
dari dalam negeri.
Untuk pengembangan karakter nasionalis maka SMP Negeri 6 Satu Atap melaksanakan
pembiasaan – pembiasaan sebagai berikut :
a) Memutar lagu – lagu wajib sebelum pukul 07.00
b) Semua warga sekolah menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum
pelajaran dimulai setelah pembacaan Asmaul hUsna
c) Guru menggunakan nama-nama pahlawan, tanaman, hewan, sungai, gunung,
pulau, buah, bunga yang tumbuh di sekitar lingkungan atau Indonesia sebagai
nomenklatur kelompok saat proses pembelajaran.
d) Mengenakan pakaian khas daerah bagi semua warga sekolah pada hari Kartini dan
Sumpah Pemuda.
e) Satu kali dalam setahun mengundang narasumber dari unsur veteran perang, TNI,
atau POLRI, untuk berbagi pengalaman pada semua warga sekolah tentang
perjuangan, penegakan hukum, penegakan disiplin, dan bela negara.
f) Warga sekolah mengadakan kegiatan dramatisasi dengan topik tentang sejarah
Indonesia, perjuangan pahlawan nasional, perjuangan pahlawan daerah atau
budaya daerah pada kegiatan peringatan HUT RI
g) Lomba poster, puisi dan vlog yang bertema cinta tanah air sebagai wujud
penumbuhan rasa cinta Indonesia di lingkungan sekolah
h) Memajang foto-foto/poster-poster Pahlawan Nasional, dan dilengkapi dengan
nilai-nilai karakter dari masing-masing pahlawan tersebut (quote).
3) Mandiri
Kemandirian seseorang tidak ditandai dengan usia, tetapi salah satunya ditengarai oleh
perilakunya. Dengan begitu, mungkin saja terjadi anak yang berusia lebih muda dapat
lebih mandiri (untuk ukuran seusianya), sementara yang lebih tua belum tentu memiliki
hal yang sama.
Beberapa perilaku mandiri dapat diidentifikasi seperti : menemukan diri atau identitas
diri, memiliki kemampuan inisiatif, membuat pertimbangan sendiri dalam bertindak,
mencukupi kebutuhan sendiri, bertanggung jawab atas tindakannya, mampu
membebaskan diri dari keterikatan yang tidak perlu, dapat mengambil keputusan sendiri
dalam bentuk kemampuan memilih (Suyata, 1982), tekun, percaya diri, berkeinginan
mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain, puas terhadap hasil usahanya sendiri.
Selain tersebut dapat terwujud dalam diri seseorang, manakala dalam seluruh
aktivitasnya pengaruh dan arahan sikap orang lain lebih kecil dibanding dengan
dorongan yang berasal dari dalam dirinya. Meski juga disadari, bahwa dalam
aktivitasnya seseorang tidak akan pernah bebas secara total dari ketergantungan orang
lain, mengingat sejak lahir manusia hidup dalam masyraakat yang mempunyai norma
sosial yang mengatur, dan membatasi kehidupan seseorang.
Niali karakter mandiri yang dimiliki anak-anak tersebut meliputi: mereka memiliki rasa
percaya diri dan menghargai orang lain, mampu mengendalikan emosi, menahan diri
dan bersabar, mampu membuat keputusan dan memiliki rasa tanggung jawab.
Setiap tahun dalam menyambut hari jadi sekolah, sekolah kami menyelenggarakan
kegiatan pentas seni dan bazar, hal ini dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap
kemandirian peserta didik dalam meningkatkan rasa percaya diri dan menumbuh
kembangkan jiwa kewirausahaan. Kegiatan ini menjadi kegiatan OSIS. Guru nhanya
bertugas sebagia konsuktan dan pendamping.
4) Gotong Royong
Gotong royong ialah salah satu bentuk kegiatan bersama-sama dengan saling membantu
tanpa imbalan apapun dan untuk kepentingan bersama maupun umum.
Di Indonesi, istilah gotong royong ialah partisipasi masyarakat Indonesia yang saling
membantuk untuk melaksanakan kegiatan secara bersama-sama. Gotong royong
sepenuhnya tentang kerja bakti, tetapi istilah gotong royong bisa diartikan saling tolong
menolong antar masyarakat yang membutuhkan pertolongan di sekitar lingkungan.
Budaya gotong royong sangatlah kental di kalangan masyarakat Indonesia, karena
gotong royong dikerjakan sesuatu yang bersifat umum.
Budaya gotong royong di sekolah kami diwujudkan dengan cara
a) Guru melaksanakan pembelajaran dengan menekankan prinsip Collaborative
Learning dengan pemberian metode yang relevan. Dengan metode ini diharapkan
terjadi saling membantu salama kegiatan pembelajaran tentunya dalam hal yang
positif.
b) Gerakan Senin Sedekah (GSS) yang merupakan bentuk kepedulian warga sekolah
terhaadap sesama, Gerakan ini buka hanya sekedar mengumpulkan uang tetapi
juga membuat program bantuan kepada warga sekolah yang membutuhkan .
Dalam program ini peserta didik dilibatkan secara aktif. Guru hanya menjadi
pendamping.
c) Guru bersama siswa membantu siswa lain yang mengalami hambatan dalam
belajar dengan program Belajar Tutor Sebaya (GTS). Program ini menguatkan
karakter peduli terhadap sesama , dimana peserta didik yang memppunyai
kelebihan dalam penguasan materi akan membantu teman yang lambat dalam
penguasaan materi pelajaran.
d) Mencanangkan Program ProLimBah atau program lingkungan membersihkan
sampah, bersama masyarakat sekitar melaksanakan kegiatan kebersihan
lingkungan terutama dalam penanganan sampah.
e) Menerapkan sistem piket sekolah bagi guru dan siswa. Jadi menekankan kerja
sama dalam menjaga kebersihan lingkungan sekolah. Untuk mengembangkan
sikap peduli kebersihan dan tidak membebankan semua kebersihan sekolah hanya
pada petugaas kebersihan sekolah.
5) Integritas dengan budaya penerapan disiplin dan kejujuran.
Disiplin dalam bahasa latinnya tertulis discipline yang menunjuk kepada kegiatan
belajar dan mengajar yang berarti mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan
seorang pemimpin
Bohar Soeharto (Tulus Tu,u 2004:32) menyebutkan tiga hal mengenai disiplin yakni
disiplin sebagai latihan, disiplin sebagai hukuman dan disiplin sebagai alat pendidikan
Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan.
Berdasarkan pengalaman penulis, disiplin penting karena alasan sebagai berikut:
a) Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam
belajarnya, sebaiknya siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada
umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya.
b) Tanpa disiplin yang baik suasana sekolah dan kelas menjadi kurang kondusif bagi
kegiatan pembelajaran. Secara positif disiplin memberi dukungan lingkungan
yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.
c) Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan norma-
norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak dapat menjadi
individu yang tertib teratur dan disiplin.
d) Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika
bekerja kesadaran pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan ketaatan merupakan
prasyarat kesuksesan seseorang.
Disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin menjadi prasyarat
bagi pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan berdisiplin yang akan
mengantarkan seorang siswa sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja.
Upaya Penegakan Disiplin di SMP Negeri 6 Ambarawa Satu Atap memperhatikan hal
– hal sebagai berikut :
a) Adanya tata tertib dalam mendisiplinkan siswa, tata tertib sangat bermanfaat
untuk membiasakannya dengan standar perilaku yang sama akan di terima oleh
individu lain di ruang lingkupnya.
b) Konsisten dan konsekuen. Masalah umum yang muncul dalam disiplin adalah
tidak konsistennya penerapan disiplin ada perbedaan antara tata tertib yang tertulis
dengan pelaksanaan di lapangan. Dalam sanksi atau hukuman ada perbedaan
antara pelanggar satu dengan yang lain. dalam menegakkan disiplin bukanlah
ancaman atau kekerasan yang diutamakan, yang diperlukan adalah ketegasan dan
keteguhan di dalam melaksanakan peraturan. Hal itu merupakan modal utama dan
syarat mutlak untuk mewujudkan disiplin.
c) Hukuman. Hukuman bertujuan mencegah tindakan yang tidak baik dan tidak
diinginkan. Tujuan hukuman mendidik dan menyadarkan siswa bahwa perbuatan
yang salah mempunyai akibat yang tidak menyenangkan. Hukuman diperlukan
juga untuk mengendalikan perilaku disiplin. Tetapi hukuman bukan satu-satunya
cara untuk mendisiplinkan anak atau siswa.
d) Kemitraan dengan orang tua, pembentukan individu berdisiplin dan
penanggulangan masalah-masalah disiplin tidak hanya menjadi tanggung jawab
sekolah, tetapi juga tergantung orang tua atau keluarga. Keluarga atau orang tua
merupakan pendidik pertama dan utama yang sangat besar pengaruhnya dalam
pembinaan dan pengembangan perilaku siswa. Karena itu, sekolah sangat perlu
bekerjasama dengan orang tua dalam penanggulangan masalah disiplin.
Sedangkan jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua orang. Bagi
yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna dari kata
jujur tersebut. Dengan memahami makna kata jujur ini maka mereka akan dapat
menyikapinya. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada juga hanya
tahu maknanya secara samar-samar. Indikator kearah itu sangat mudah ditemukan yakni
masih saja banyak orang belum jujur jikadibandingkan dengan orang yang telah jujur.
Berikut ini saya akan mencoba memberikan penjelasan sebatas kemampuan saya
tetang makna dari kata jujur ini.
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Jika ada
seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomena maka orang itu akan memperoleh
gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Jika orang itu menceritakan
informasi tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai
dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Kejujuran merupakan suatu pondasi yang mendasari iman seseorang, karena
sesungguhnya iman itu adalah membenarkan dalam hati akan adanya Allah. Jika dari
hal yang kecil saja ia sudah terlatih untuk jujur maka untuk urusan yang lebih besar ia
pun terbiasa untuk jujur.
Implementasi dalam kegiatan sehari – hari adalah
a) Sekolah memiliki dan menjalankan program Kantin Kejujuran.
b) Guru dan tenaga kependidikan datang lebih awal untuk menyambut kedatangan
siswa. Sebelum pandemic Covid -19, setiap peserta didik dating bersalaman dan
mencium tangan Guru.
c) Guru membiasakan hasil Penilaian Harian siswa harus diberikan dan diparaf oleh
orang tua murid masing-masing.
d) Sekolah menerapkan peraturan bahwa setiap siswa punya kewajiban
melaksanakan piket kebersihan kelas paling sedikit sekali dalam seminggu.
e) Sekolah bekerjasama dengan tokoh masyarakat/perguruan tinggi/
profesional/alumni/pihak lain yang relevan, melaksanakan kegiatan penyuluhan,
antara lain tentang Anti Korupsi, Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), Perundungan/Bullying, dan/atau
Dampak Kecanduan Gawai/Gadget.
f) Wali Kelas menerapkan “presensi kejujuran” bagi semua siswanya.
g) Sekolah menerapkan program duta/keteladanan (student of the month, teacher of
the month) dan dideklarasikan/diumumkan saat upacara.
h) Sekolah menerapkan peraturan dan tata tertib bagi semua warga sekolah, agar
mengenakan pakaian seragam yang bersih, rapih, dan sesuai ketentuan yang
berlaku.
i) Sekolah melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu dalam pelaksanaan
Ekstrakurikuler Wajib “Pendidikan Kepramukaan”
j) Sekolah menerapkan point pelanggaran dan denda untuk pelanggaran berat.
Denda tidak selalu berupa uang tetapi berdasar musyawarah antara pelanggar dan
tim penegak disiplin sekolah. Demikian juga bagi peserta dengan akumulasi point
pelanggaran yang sudah mencapai batas hukuman juga akan diberi hukuman atau
denda sesuai kesepakatan.
3. Pengembangan Budaya Organisasi Di SD Negeri Sruwen 02
Dalam kaitan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam kaitan pengembangan
diri dan pendidikan karakter, Kemendiknas menyarankan melalui empat hal, yang meliputi :
1) Melalui kegiatan rutin
a. Gerakan Literasi Sekolah
Gerakan ini bertujuan menumbuhembangkan budi pekerti peserta didik melalui
pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam gerakan leiterasi
sekolah atau GLS, agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Program ini
tentunya selaras dengan peraturan yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu
permendikbud nomor 23 tahun 2015 tetang penumbuhan budi pekerti.
Salah satu program yang dicangkan adalah kegiatan 15 menit membaca buku non
pelajaran sebelum waktu pelajaran dimulai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca
agar pengatahuan dapat dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai budi
pekerti beriupa kearifan lokal, nasioanl, dan global yang disampaikan sesuai tahap
perkembangan peserta didik.
Karena belum memiliki perpustakaan sendiri maka, di setiap kelas disediakan Pojok
Baca untuk memfasilitasi dan mendukung Gerakan Literasi di SDN Sruwen 02.
Dengan ini, peserta didik bisa memanfaatkannya baik pada waktu yang telah
ditentukan maupun pada waktu-waktu yang lain. Tentu akan sulit bagi anak untuk
memiliki kesempatan membaca buku non pelajaran di luar sekolah, karena mereka
sudah di sibukkan dengan pekerjaan rumah maupun interaksi sosial dengan
masyarakat.
b. Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan minat dan bakat pesera didik.
Sekolah perlu memfasilitasi terselenggaranya proses penumbuhkembangan minat
dan bakat itu. Dengan kegiatan tersebut, seorang peserta didik akan terbiasa dengan
berbagai macam kegiatan positif. Baik menyangkut kemampuan fisik mauapun
mental. Dengan tempaan mental dan fisik yang kontinyu dilingkungan organasi
ekstra kulikulernya, kelak seorang anak akan terbiasa dengan aktivitas yang
memerlukan pemikiran dan tenaga lebih. Mereka tidak akan manja, bermalas-
malasan dan anarkis. Tetapi mereka akan terbiasa aktif, kretaif dan bertanggung
jawab.
Ada beberapa ekstrakulikuler yang dikembangkan di SD Negeri Sruwen 02
diantaranya :
a) Wajib, pramuka
b) Pilihan , Karate, Drumband, Seni Tari, Rebana, dan olahraga
c. Kegiatan Keagamaan
Kegiatan yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan dan kecerdasan
spiritual , diantaranya : membaca asmaul husna (siswa memimpin secara bergantian)
siraman rohani (dari guru secara bergilir) setiap hari Jum’at pagi, melaksanakan
sholat duha berjamaah, dan TPA yang dilaksanakan dari kelas 1 sampai kelas 6
dengan target hafalan Juz 30
d. Menetapkan kegiatan pembiasaan pada awal dan akhir KBM
Kegiatan ini bertujuan membentuk kebiasana harian yang berdifat rutin. Bentuknya
tidak terlalu berat hanya memerlukan konsistensi. Karena rutin, biasanya cenderung
disepelelkan. Oleh sebab itu, guru selaku penangung jawab kegiatan ini memegang
peranan penting dalam menjaga keterlaksanaan program ini.
Kegiatan yang bisa dilakukan antara lain :
a) mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki kelas
b) mentaati protokol kesehatan, selalu memakai masker dan menjaga jarak
c) mengikuti upacara bendera, dan apel pagi bagi guru
d) menyanyikan lagu Indonesia raya, Lagu Nasional, Lagu Daerah dan
berdoa bersama di awal dan akhir KBM
e) memutar lagu-lagu nasional saat istirahat
f) menggunaan bahasa yang sopan kepada yang lebih tua
g) untuk guru, menyambut kedatangan anak di gerbang sekolah sembari
menjabat tangannya dan siswa selalu menyapa dan menjabat tangan setiap
bertemu dengan guru/tamu di sekolah.
Dengan terlaksananya kebiasaan rutin tersebut, peserta didik akan memperoleh banyak
manfaat. Mulai dari kemampuan menyanyikan lagu nasional dan daerah, sikap mental yang
baik dalam bentuk refleksi dan kemampuan spiritual yang baik melalui doa dan kegiatan di
hari jum’at serta kedekatan emosional melalui kegiatan berjabat tangan dan kerjasama
dalam kebersihan sekolah
2) Kegiatan spontan,
Kalau poin-poin sebelumnya menjelaskan tentang perilaku yang beritfat rutin, maka pada
poin ini menjelaskan tentang perilaku yang bersifat spontan. Hal ini penting, mengingat,
karakter itu akan terlihat pada spontanitas perilakunya. Belumlah menjadi karakter yang
sesungguhnya jika perilaku yang tampak-secara spontan-adalah perilaku yang buruk.
Spontanitas akan menjadi ukuran, bahwa seseorang itu telah memilki karakter yang baik
atau belum. Perilaku ini mencakup perkataan maupun perbuatan.
Penilaian ini bisa dilakukan terhadap seseorang yang mengalami hal yang tidak
diingankan, misalnya terjatuh, merugi, bersalah dan sebagainya, coba lihat dan dengar apa
yang diperbuat dan diucapkannya. Jika positif, maka karakter telah terbentuk. Jika
negative, berarti karakter belum senuhnya tertanam.
Namun, semua itu tidak bisa berlangsung denga tiba-tiba. Perlu ada keteladanan dari
semua pihak, terutama pendidik dan tenaga kependidikan yang ada. Disinilah ketauladanan
pendidik diperlukan. Misalnya :
a) Guru jangan sampai ada perilaku buruk yang ditampilkan di depan peserta didik
seperti merokok atau berdebat
b) Membuang sampah pada tempatnya
c) Melerai perkelahian
d) Menolong dalam kesulitan
e) Menggunakan bahasa yang baik ketiga menegur
f) Menghargai pendapat orang lain
g) Dan sebagainya
3) Keteladanan
Di sekolah peran guru amat penting dan perilaku guru akan menjadi ukuran keteladanan
peserta didiknya. “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, itu adalah pepatah yang
disampaikan betapa seorang guru bisa menjadikan anak didiknya memiliki karakter baik
atau buruk
Beberapa teladan yang guru lakukan dalam penanaman nilai-nilai karakter pada siswa,
yaitu :
a) Religius, selalu taat beribadah/shalat, dan berdoa.
b) Disiplin, masuk dan keluar kelas tepat waktu
c) Bersahabat/Komunikatif, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya,
dan memuji siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan guru, menghargai
pendapat orang lain
d) Jujur, menepati apa yang dijanjikan.
e) Peduli lingkungan, memungut sampah yang berserakan di lantai, tidak merokok di
lingkungan sekolah
f) Peduli sesama, membantu sesame yang membutuhkan, melerai perkelahian, tidak
berdebat /berselisih pendapat di depan siswa
4) Melalui pengondisian
a) Pelaksanaan pendidikan karakter melalui pengkondisian lingkungan sekolah
dilakukan dengan : peraturan SD Negeri Sruwen 02 yang meliputi tampilan diri
siswa, siswa wajib datang tepat waktu ke sekolah, disiplin dalam melakukan
perijinan, siswa wajib melaksanakan piket kelas; siswa dikondisikan untuk
membuang sampah pada tempat yang disediakan ; siswa putri memakai rok
panjang; siswa melaksanakan sholat sunnah berjamaah saat pelajaran agama;
kegiatan konseling dengan guru wali; budaya salaman setiap pagi; dan siswa
dibiasakan untuk membuang sampah pada tempatnya.
4. Kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan budaya sekolah
Kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan budaya sekolah emlalui pendidikan
karakter diantaranya :
terhadap nilai karakter yang dikembangkan dalam pengkondisian lingkungan sekolah
diantaranya: tampilan diri siswa yang tidak sesuai karena pengaruh lingkungan, adanya
siswa yang masih terlambat, kurangnya dukungan orang tua dalam proses pendisiplinan
siswa, beberapa siswa lalai menjalankan piket, kesadaran siswa untuk membuang sampah di
tempatnya masih minim, terbatasnya waktu dan siswa yang kurang antusias dalam
mendengarkan kultum, sulit dikondisikan untuk melaksanakan sholat sunnah berjamaah,
kurangnya waktu bagi guru wali untuk melakukan konseling pada siswa perwalian, serta
kurangnya kepedulian siswa terhadap kebersihan lingkungan sekolah.
Sebagai program pembiasaan sekolah menuju pencapaian tujuan sekolah yang efektif,
ternyata masih menghadapi banyak kendala.
Kendala-kendala tersebut adalah :
1) Problem peserta didik
a) Latar belakang keluarga siswa mempengaruhi kebiasaan yang dimiliki siswa
sehari-hari
b) siswa tidak focus ketika melaksanakan ibadah, sering bergurau
c) kebiasaan di rumah yang tidak terpantau, sehingga terbawa sampai di sekolah
karena orangtua siswa bekerja dari pagi hingga malam hari
d) Kurangnya kesadaran akan kedisiplinan
e) Kurangnya semangat belajar dan motivasi untuk menyelesaikan tugas sebaik-
baiknya
2) Wali Murid
a) Orangtua/wali siswa sering tidak menghadiri sosialisasi dengan alas an sibuk
bekerja
b) Orangtua/wali terlalu mempercayakan kepada piha sekolah sehingga kurang
dalam pemantauan kebiasaan siswa di rumah
c) Latar belakang keluarga yang berbeda
3) Guru dan Sekolah
a) Waktu yang terbatas dalam mengawasi siswa-siswi satu persatu.
b) Sarana Prasarana sekolah yang belum lengkap dan maksimal
4) Tantangan dari luar
a) Pesatnya perkembangan tehnologi di bidang informasi, baik melalui media
cetak, televise, komunikasi, dapat membawa dampak negative terhadap perilaku
peserta didik.
b) Pengaruh globalisasi dapat berakibat semakin leluasa masuknya budaya asing
dan semakin mengesampingkan budaya local.
5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala
1) Pihak sekolah saling berkoordinasi, musyawah, sosialaisasi dan mengingatkan apabila
ada hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Tentunya dengan upaya saling
kerjasama dan menyamakan persepsi warga sekolah agar pelaksanaan pendidikan
karakter sesuai dengan yang diharapkan.
2) Menjalin komunikasi dengan orang tua/wali murid tentang perkembangan peserta
didik. Sejauh mana sikap dan perilaku peserta didik ketika berada di rumah.
3) Perlunya dukungan, perhatian, dan pengawasan dari orang tua dalam pembentukan
karakter peserta didik. Karena pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru
semata, melainkan tanggung jawab bersama agar apa yang di terapkan disekolah bisa
sejalan dengan lingkungan tempat tinggal.
4) Memberikan nasehat terhadap peserta didik tentang pentingnya pendidikan karakter
dan dibutuhkan kesabaran serta kerja keras dari seluruh warga sekolah dalam
membentuk karakter peserta didik yang beragam
A. KESIMPULAN
1. Budaya sekolah merupakan interaksi internal yang terikat dalam suatu aturan , norma,
moral serta etika, bersama dalam suatu sekolah. Keterlibatan orangtua, guru dan
masyarakat sangat berperan penting pada terciptanya budaya sekolah dan menunjang
kegiatan-kegiatan yang dikembangkan sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah dan
keteladanan guru, dan kerjasama dengan orangtua saat mendidik di lingkungan keluarga
menjadi aspek penting untuk mengembangkan budaya melalui pembiasaan. Jika siswa
berkarakter baik maka akan berpengaruh pada prestasi siswa dan sekolah. Langkah awal
dalam mengalikasikan budaya sekolah adalah dengan menciptakan suasana dan iklim
sekolah yang memberikan ruang agar yang terlibat di dalam sekolah memiliki kebiasaan
dan pembiasaan menuju penerapan nilai-nilai dalam budaya sekolah
2. Model pengembangan budaya sekolah kolegial (Collegial School Culture) dengan
memaksimalkan 3 aspek yaitu:
a. Memaksimalkan kegiatan belajar mengajar dikelas dalam mengintegrasikan nilai –
nilai positif,
b. Pembiasaan nilai positif dalam kehidupan sehari – hari disekolah, kegiatan
pengembangan diri (ekstrakurikuler),
c. Memantau perilaku keseharian peserta didik dirumah dengan melihat perilaku
disekolah dan mengajak peserta didik berkomunikasi aktif.
3. Nilai yang dihasilkan dari pengembangan budaya sekolah dibedakan menjadi 2 yaitu
personal dan sosial, dalam hal ini yang dimaksud nilai personal adalah jujur, disiplin,
kreatif, gemar membaca, dan berani. Sedangkan untuk nilai sosial adalah toleransi,
demokrasi, cinta bangsa dan tanah air, kerja sama, dan sopan.
4. Untuk mewujudkan budaya sekolah yang akrab-dinamis, dan positif-aktif perlu ada
rekayasa sosial. Dalam mengembangkan budaya baru sekolah perlu diperhatikan dua level
kehidupan sekolah: yaitu level individu dan level organisasi atau level sekolah. Level
individu, merupakan perilaku siswa selaku individu yang tidak lepas dari budaya sekolah
yang ada. Perubahan budaya sekolah memerlukan perubahan perilaku individu. Perilaku
individu siswa sangat terkait dengan prilaku pemimpin sekolah. Dalam hal ini bisa perilaku
kepala sekolah dan terutama guru, bagaimana mereka memperlakukan para siswa.
5. Dalam kaitan pengembangan budaya sekolah yang dilaksanakan dalam kaitan
pengembangan diri dan pendidikan karakter, Kemendiknas menyarankan melalui empat
hal, yang meliputi : 1) Kegiatan rutin, 2) Kegiatan spontan, 3) Keteladanan, dan 4) Melalui
pengondisian

B. REKOMENDASI
1. Budaya sekolah perlu terus dikembangkan kearah yang lebih baik menuju kesempurnaan.
Budaya sekolah yang baik membawa manfaat kepada individu dan kelompok yang ada di
sekolah dan seluruh stakeholder pendidikan.
2. Kepada semua pihak yang terkait dalam pelaksanaan program pembiasaan di sekolah agar
dapat memberikan dukungan dan kerja sama;
3. Diharapkan kepada sekolah untuk terus melaksanakan program pembiasaan di sekolah , dan
menjadi salah satu rekomendasi program pengembangan budaya sekolah lain.

Anda mungkin juga menyukai