Anda di halaman 1dari 6

JAWABAN UAS PENDIDIKAN NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

SEMESTER III PASCASARJANA UIN RADEN INTAN BANDAR LAMPUNG

Nama :Siamatul Fitriah


NPM :1986108065

JAWABAN
1. Terdapat beberapa perbedaan dalam mengartikan nilai. Perbedaan cara pandang dalam
memahami makna dan/atau pengertian “nilai” bukan untuk menyalahkan definisi lain,
akan tetapi merupakan suatu khazanah para pakar, dan juga sesuatu yang wajar karena
didasari persepsi masing-masing para pakar berdasarkan sudut pandang teoritis, empiris
dan analisis. Nilai, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1994: 690) adalahharga
(dalam arti taksiran harga). Endang Sumantri (1993: 18-20), Nilai-nilai berakar pada
bentuk kehidupan tradisional dan keyakinan agama, bentuk-bentuk kehidupan
kontemporer dan keyakinan agama-agama yang datang berkembang serta aspek politik
yang berpengaruh dalam perubahan sikap penduduk, banyaknya kegelisahan, gejolak
terhadap nilai dalam realita pendidikan pada umumnya.
Secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu nilai-nilai nurani (values of
being)dan nilai-nilai memberi (values of giving). Nilai-nilainurani adalah nilai yang ada
dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita
memperlakukan orang lain. Yang termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah kejujuran,
keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas,kemurnian, dan
kesesuaian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan
yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok
nilai-nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih, peka, tidak
egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati (Linda, 1995:28-29).
Pendidikan nilai bukan saja perlu karena dapat mengembalikan filosofi dasar
pendidikan Indonesia yang seharusnya non scholae sed vitae discimus, namun juga
perlu karena Indonesia, sebagai negara Pancasila, pada hakekatnya, menuntut
pendidikan nilai karena ciri khasnya justru terletak dalam komitmen terhadap nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila sebagai landasan negara. Dunia masa kini
menghadapi suatu perubahan budaya akibat kemajuan ilmu dan teknologi yang juga
membawa dampak negatif berupa lunturnya nilai-nilai yang vital, misalnya, nilai
kegotong-royongan, nilai kesopanan, nilai kesusilaan. Maka, harus ada usaha reservasi
nilai-nilai kehidupan supaya tidak punah. Dalam hal ini, pendidikan nilai berperan
penting.
2. Landasan ontologi dari pendidikan karakter yaitu (a), Tujuan pendidikan karakter;
tujuan pendidikan karakter secara substansial merujuk kepada upaya untuk membuat
suatu perubahan pembangunan karakter yang lebih baik. Pendidikan yang berorientasi
pada pembangunan karakter sangat diperlukan dalam rangka mengembangkan,
memproses, dan menguatkan sifat mulia manusia. Proses ini dilakukan dengan
keikhlasan dan ketulusan sehingga akan mencapai kondisi diri yang terbaik. (b), Peserta
Didik; Pendidikan yang berorientasi pada pengembangan karakter harus melihat bahwa
siswa adalah bibit-bibit yang memiliki potensi keunggulan yang berbeda-beda. (c),
Pendidik; Pendidik harus mempunyai grand design agar dapat menguatkan karakter
anak melalui pengkondisian suasana belajar di sekolah antara guru-siswa, siswa-siswa,
guru-guru (terasa oleh siswa). Semua ini akan mempengaruhi secara positif/negatif
tergantung pada suasana belajar yang bagaimana yang akan disajikan dan akan
berdampak kepada setiap siswa. (d), Alat (praktis) pendidikan. Berdasarkan penelitian
di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard Skill) saja, tetapi lebih
oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (Soft Skill). Prinsip pengembanga
karakter berkenaan dengan “diri yang terdalam” yang ada dalam diri manusia yang
sifatnya intangible dan harus didekati dengan intrinsic education, berbeda dari
instructional objective dalam pendidikannya yang lebih bersifat pragmatis. (e),
Lingkungan sosio-kultural (dengan keluarga, sekolah dan masyarakat dengan
settingnya) yang menjadi fokus sasaran kajiannya. Untuk membentuk bangsa yang
mempunyai karakter, dibutuhkan peran lingkungan dan genetis, keduanya akan
membentuk genetis. Peran lingkungan sangat penting, bermakna dalam penguatan dan
pembentukan karakter manusia. Melalui ekspresi gen (pengkondisian-pengkondisian)
ternyata gen dapat berubah.
Nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value (bahasa Inggris) (moral
value) (Mustari Mustafa, 2011: 15). Dalam kehidupan seharihari, nilai merupakan
sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.
Dalam pembahasan ini nilai merupakan kualitas yang berbasis moral. Dalam filsafat,
istilah ini digunakan untuk menunjukkan kata benda abstrak yang artinya keberhargaan
yang setara dengan berarti atau kebaikan.
3. Jelaskan mengapa perlu adanya pendidikan nilai dan pendidikan karakter?
Tujuan Pendidikan Pendidikan Karakter Bangsa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan Warga Negara
yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa 2. Mengembangkan Kebiasaan
dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan
tradisi budaya dan karakter bangsa 3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung
jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa 4. Mengembangkan kemampuan
pesrta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan dan 5.
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang
aman,jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi dan penuh kekuatan.
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan sepanjang masa untuk
meminimalisasi ketidaktahuan, keterbelakangan, dan kemiskinanPendidikan mutlak
diperlukan dalam usaha menyiapkan kader-kader muda sebagai generasi penerus yang
akan melanjutkan pembangunan bangsa pada masa yang akan datangHal tersebut sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menjelaskan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah: 1) Pendidikan
Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, 2)
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman, dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berahlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreatif, disiplin,
bekerja keras, tangguh, mandiri, cerdas, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab
4. Berbagai metode pengajaran yang digunakan dalam pendekatan-pendekatan lain dapat
digunakan juga dalam pengajaran Pendidikan Nilai. Implementasinya sebagai berikut:
 Metode yang digunakan dalam Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif. Misalnya
mengangkat dan mendiskusikan kasus atau masalah Nilai dalam masyarakat yang
mengandung dilemma, untuk didiskusikan dalam kelas. Penggunaan metoda ini akan
dapat menghidupkan suasana kelas. Namun berbeda dengan Pendekatan Perkembangan
Moral Kognitif di mana yang memberi kebebasan penuh kepada siswa untuk berpikir
dan sampai pada kesimpulan yang sesuai dengan tingkat perkembangan moral
reasoning masing-masing, dalam pengajaran Pendidikan Nilai siswa diarahkan sampai
pada kesimpulan akhir yang sama, sesuai dengan nilai-nilai sosial tertentu, yang
bersumber dari Pancasila dan budaya luhur bangsa Indonesia.
 Metode pengajaran yang digunakan Pendekatan Analisis Nilai, khususnya prosedur
analisis nilai dan penyelesaian masalah yang ditawarkan, bermanfaat jua untuk
diaplikasikan sebagai salah satu strategi dalam proses pengajaran Pendidikan Nilai.
Seperti telah dijelaskan, dalam mata pelajaran ini, aspek perkembangan kognitif
merupakan aspek yang dipentingkan juga, yakni untuk mendukung dan menjadi dasar
bagi pengembangan sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
ingin ditanamkan. Hal ini sejalan dengan penegasan Hatton (1997) bahwa pengetahuan
dan pemahaman konsep adalah penting dalam pendidikan moral, untuk membentuk
sikap moral yang lebih stabil dalam diri seseorang.
 Metode pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Klarifikasi Nilai, dengan
memperhatikan faktor keadaan serta bahan pelajarannya yang relevan, dapat
diaplikasikan juga dalam pengajaran Pendidikan Nilai. Namun demikian, seperti
dijelaskan oleh Puspa Djuwita (2005) penggunaannya perlu hati-hati, supaya tidak
membuka kesempatan bagi siswa, untuk memilih nilai-nilai yang bertentangan dengan
nilai-nilai masyarakatnya, terutama nilai-nilai Agama dan nilai-nilai Pancasila yang
ingin dibudayakan dan ditanamkan dalam diri mereka.
 Metode pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Pembelajaran Berbuat
bermanfaat juga untuk diaplikasikan dalam pengajaran "Pendidikan Pancasila" di
Indonesia, khususnya pada peringkat sekolah lanjutan tingkat atas. Para siswa pada
peringkat ini lebih tepat untuk melakukan tugas-tugas di luar ruang kelas, yang
dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi yang berhubungan dengan lingkungan,
seperti yang dituntut oleh pendekatan ini. Namun demikian, mengingat kelemahan-
kelemahan pendekatan ini, seperti dikemukakan di atas, penggunaan metoda dan
strategi pengajaran berdasarkan kepada pendekatan ini dapat digunakan dalam batas-
batas yang memungkinkan. Untuk ini perlu dirumuskan programprogram yang
sederhana dan memungkinkan untuk dilaksanakan pada masing-masing sekolah.
5. Estetika adalah kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan
seseorang tetapi rasa keindahan tersebut baru akan dirasakan apabila terjalin
perpaduan yang harmonis dari elemen-elemen keindahan yang terkandung pada
suatu objek. estetika merupakan segala hal yang memiliki sangkut paut dengan
keindahan yang ada pada penglihatan seseorang, dan bagaimana seseorang
dapat melihat sebuah objek, sehingga objek tersebut mempunyai nilai tersendiri
dalam hati yang menikmatinya.
6. Pemikiran Marx pada dasarnya bersumber dari pemikiran Hegel dan Imanuel Kant.
Dari Kant, Marx mengenali hakikat manusia dalam mewujudkan kebenaran dan
kesucian dengan memperjuangkan nilai-nilai hakiki manusia dalam tatanan kehidupan.
Sementara dari Hegel, Marx mengenal falsafah dialektika dimana hukum selalu
berangkat dari proses dialektis (pertentangan untuk menyempurnakan). Sebuah
tesis pernyataan kebenaran akan dipertentangkan kelemahannya dengan antitesis.
Proses pertentangan antara tesis & antitesis pada akhirnya menghasilkan kebenaran
baru yang lebih relevan sebagai perpaduan kedua kebenaran terdahulu. 1Dalam
perkembangannya Marx kemudian berubah, menurutnya Emanuel Kant dan Hegel
adalah orang yang idealis, terlalu menerawang. Apa yang mereka pikirkan justeru
tidak nyata. Ide yang ditawarkan gagal bersenyawa dengan kenyataan-kenyataan
empiris.
Dinamika perubahan sosial menurut Marx mengacu pada konsep materialisme
bahwa sejarah perubahan dan perkembangan manusia selalu berlandaskan pada
kondisi sejarah kehidupan material. Sejarah perkembangan masyarakat menurut
Marx berangkat dari masyarakat primitif tanpa kelas, disusul oleh masyarakat
feodalis, dimana kapitalisme dalam tahap awal sudah mulai nampak. Kemudian
masyarakat akan beranjak menujumasyarakatdalam proses pembentukannya.2
MaxWeber (1864-1920)Paparan Weber dalam sosiologi adalah telaah tentang akal
budi (rasio). Menurut Weber bentuk "rationale" meliputi "means" (alat) yang menjadi
sasaranutama dan "ends" meliputi aspek budaya. Orang rasional, menurut Weber
akan memilih alat yang paling benar untuk mencapai tujuannya. Weber membedakan
rasionalitas ke dalam empat model, yakni rasionalitas tradisional(nalar yang
mengutamakan acuan perilaku berdasarkan tradisi kehidupan masyarakat),
beranjak ke rasionalitas nilai(adanya kesadaran akan perlunya nilai sebagai
pedoman), rasionalitas afektif(hubungan emosi yang mendalam: contohnya adalah
hubungan suami-istri, ibu-anak dan lain sebagainya), danrasionalitas
3
Instrumental(pilihan rasional sehubungan dengan tujuan dan alat).
Weber, menjelaskan akal budi, secara lengkap dalam bukunya yang
terkenaldengan judul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme. Weber
menegaskan bahwa karakteristik ajaran protestan mendukung masyarakat
melakukan perubahan dengan melihat kerja sebagai panggilan hidup. Bekerja
tidak sekedar memenuhi keperluan hidup, tetapi juga tugas suci. Bekerja adalah juga
pensucian sebagai kegiatan agama yang menjamin kepastian akan keselamatan,
orang yang tidak bekerja adalah mengingkari sikap hidup agama dan melarikan diri dari
agama.4Dalam kerangka pemikiran teologis seperti ini, maka 'semangat kapitalisme'
yang bersandar pada cita-cita ketekunan, hemat, berpenghitungan, rasional dan
sanggup menahan diri menemukan pasangannya. Dengan demikian terjalinlah
hubungan antara etika protestan dengan semangatkapitalisme.
7. Dalam tradisi keilmuan Islam, etika memiliki hubungan yang erat dengan ilmu Jiwa.
Bahkan boleh dikata bahwa etika merupakan turunan dari psikologi, sebagai mana
psikologi merupakan turunan dari fisika. Mengapa etika dikaitkan dengan psikologi?
1
Boer, Roland, Criticism of Heaven: On Marxism and Theology, (Leiden:Koninklidjke Brill,2008).,hlm.25
2
Dunn, Bill, Global Political Economy, A Marxist Critique, (London: Pluto Press,2009).,Hlm.59
3
Turner, Bryan S. Runtuhnya Universalitas Sosiologi Barat,Bongkar Wacana atas : Islam vis a vis Barat, Orientalisme,
Postmodernisme,dan Globalisme, “terj.” Sirojuddin Arif. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008).,hlm.13
4
Karena etika membahas tentang tingkah laku, dalam bahasa Arab disebit akhlak, atau
ilmu akhlak. Tingkah laku tentu tidak bisa lepas dari keJiwaan seseorang, karena
tingkah laku itu merupakan ekspresi atau dorongan dari apa yang manusia rasakan
dalam Jiwanya. Tingkah laku manusia lahir dari daya-daya manusia, yang dalam etika
falsafi disebut nafs atau nafsu dalam bahasa Indonesia. Maka tertkenallah istilah nafsu
syahwat, nafsu ghadh (atau bisaa disebuat amrah), dan nafsu nutqiyyah atau Jiwa
rasional, yang hanya dimiliki manusia Begitu pentingnya aspek psikologis ini dalam
kaitannya dengan etika, sehingga Miskawayh dalam bukunya Tahdzib al-Akhlaq,
merasa perlu mendiskusikan tentang Jiwa manusia dan argumen keberadaannya sebagai
subtansi ruhani. Dia berkata sesungguhnya setiap benda (fisik) meiliki bentuk (form)
tertentu. Dengan demikian ia tidak mungkin bisa menerima bentuk lain selain
bentuknya yang pertama kecuali jika benda tadi telah benar-benar berpisah dengan
bentuknya yang pertama. Misalnya bila sesuatu memiliki bentuk segi tiga, maka tidak
mungkin ia menerima bentuk lainnya seperti segi empat, lingkaran dan lain-lain.
Demikian juga bila ia mengambil bentuk meja misalnya, maka pada waktu yang sama
ia tidak akan bisa mengambil bentuk yang lain seperti papan tulis. Contoh lain bila
cairan lilin telah mengambil bentuk, berupa cetakan koin misalnya, maka lilin tersebut
tidak akan mengambil bentuk lain kecuali cetakan tersebut, kecuali bila cetakan yang
pertama hancur atau hilang. Begitu pula dengan perak bila ia telah mengambil bentuk
cincin.
8. Konsep Neuro Science merupakan pemaparan tentang otak ·manusia yang memiliki
kemampuan yang luar biasa. Otak manusiaterdiri dari triliunan sel otak dan setiap sci
otak tampak sepertiGurita kecil yang begitu komplek. Set otak memiliki sebuah
pusatdengan banyak cabang dan setiap cabang memiliki banyakkoneksi. Tiap-tiap set
otak tersebuat jauh lebih kuat dan canggihdaripada kebanyakan komputer di dunia ini.
Setiap set tersebutberhubungan dengan ratusan ribu sampai puluhan ribu set yanglain dan
mereka sating bertukar informasi. Dari triliunan sel otaktersebut, sekitar sepersepuluhnya
berisi neuron atau sel saraf aktifyang mampu membuat hingga 20.000 koneksi yang
berbedadengan sel-sel lain. Otak manusia memiliki empat bagian pada tigatingkatan
yang berbeda dari atas batang otak dan yang keempatterselip di bagian belakang. Otak
manusia juga memiliki dua sisiyang setiap sisinya mengontrol fungsi yang berbeda
danmemproses informasi dengan cara yang berbeda pula. Konsep tigaotak dalam satu
kepala ( otak triune) memberikan pemahamantentang cara kerja otak dalam hubungannya
dengan prosespembelajaran. Proses pembelajaran yang memaksimalkan fungsiotak
berarti tidak hanya memberdayakan saru belahannya saja,tetapi mengupayakan
pemaksimalan keduanya. Sehinggamenghasilkan siswa yang tidak hanya mampu berfikir
berurutandan terstruktur tetapi juga mampu berfikir secara divergen, globaldan kreatif.
9. Jarak sosial disebut pula social distance measures adalah upaya preventif bagi diri kita dengan
meminimalkan kontak langsung dan menjaga jarak tertentu.

Bentuk social distancing yang dianjurkan di antaranya menjaga kontak langsung dengan
orang lain setidaknya 2 meter. Menghindari ruang publik, menunda acara yang
mengundang banyak massa dan
lebih sering mencuci tangan dengan sabun setiap kali melakukan kontak fisik terhadap
apapun.
Dalam situasi krisis saat ini, menjaga jarak sosial sejatinya adalah langkah antisipatif
bagi setiap individu yang tidak saja berguna bagi dirinya sendiri, tetapi bermanfaat bagi
orang lain, lingkungan sekitar.
Dengan tidak menjaga jarak sosial boleh jadi akan mencelakakan diri sendiri, juga orang
lain.
Menjaga jarak sosial dapat kita maknai sebagai bentuk kepedulian sosial. Meski berawal
dari menjaga diri sendiri, tetapi dampaknya untuk kepentingan bersama.
Justru di saat sekarang ini, di mana penyebaran Covid -19 semakin mengkhawatirkan,
kepedulian sosial hendaknya makin ditumbuhkembangkan, dengan mengembangkan
sikap peduli kepada diri sendiri untuk senantiasa patuh norma dan etika.
Menjaga kontak langsung dengan orang lain minimal berjarak 2 meter harus dipatuhi.
Menutup hidung saat bersin, menutup mulut ketika batuk adalah bentuk kepatuhan
terhadap etika dan norma.
Begitu juga tidak membuang sampah sembarangan, tidak sembarang tempat membuang
tisu bekas pembersih diri, bekas ludah, bekas ingus dan bekas kotoran lain.
Sikap semacam ini patut dibudayakan, tidak saja sebagai bentuk kepatuhan terhadap
etika dan norma sosial, tetapi kepedulian diri sendiri untuk kepentingan sosial.
10. Pada saat uji coba skala sikap kemampuan memori dengan 24 aitem, diperoleh koefisien
korelasi yang bergerak dari 0,129 hingga 0,588 dan terdapat 3 aitem yang gugur karena
koefisien korelasinya berada dibawah 0,20. Dari 24 aitem tersebut hanya 21 aitem yang
sahih dengan koefisien korelasi yang bergerak dari 0,230 sampai 0,622 dan nilai
reliabilitas sebesar 0,851. Hasil uji reliabilitas skala sikap kemampuan memori diperoleh
koefisien alpha (α) 0,851 yang menyatakan bahwa dengan skala sikap kemampuan
memori 85% dapat digunakan untuk pengambilan data dan dapat digunakan untuk
mengukur apa yang ingin peneliti ukur, karena sudah memenuhi nilai reliabilitas
(Arikunto, 1993). Pada uji normalitas dengan menggunakan 176 subjek, diperoleh nilai Z
sikap perilaku mencatat adalah 1.511 dan memiliki probabilitas ( p > 0,05 yaitu 0,021 >
0,05) artinya data berdistribusi normal, sedangkan untuk nilai Z sikap kemampuan
memori adalah 1.926 dan memiliki probabilitas (p < 0,05 yaitu 0,001 < 0,05) artinya data
berdistribusi tidak normal. Hal ini menunjukkan bahwa data pada variabel sikap perilaku
mencatat berdistribusi normal, sedangkan variabel sikap kemampuan memori
berdistribusi tidak normal, dan belum dapat memenuhi syarat regresi linear sederhana.
Oleh karena itu peneliti membuat data pada variabel sikap kemampuan memori menjadi
normal dengan menyisihkan subjek yang berada pada ekstrim tinggi dan rendah atau
outlire (Weisberg, 2005). Peneliti memperoleh 10 subjek dalam kuesioner Sikap Perilaku
Mencatat dan Sikap Kemampuan Memori yang harus digugurkan, sehingga untuk
membentuk data yang normal digunakan 166 jawaban subjek.

Anda mungkin juga menyukai