Anda di halaman 1dari 19

TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KURIKULUM

KURIKULUM PESANTREN BERBASIS LINGKUNGAN DENGAN

PENDEKATAN MERDEKA BELAJAR

Disusun Oleh:

Istiana; 2022070795009

Dosen Pengampu:

1. Dr. Eko Hariono, M. Pd.

2. Nadi Suprapto, P.hD.

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA PENDIDIKAN SAINS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sistem pendidikan nasional, kita mengenal tiga komponen utama,
yakni (1) peserta didik, (2) guru, dan (3) kurikulum. Dalam proses belajar
mengajar, ketiga komponen tersebut terdapat hubungan yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Tanpa peserta didik, guru tidak akan
dapat melaksanakan proses pembelajaran. Tanpa guru para peserta didik juga tidak
akan dapat secara optimal belajar. Tapa kurikulum, guru pun tidak akan
mempunyai bahan ajar yang akan diajarkan kepada peserta didik.
Kebutuhan akan pendidikan lingkungan yang holistik merujuk pada
pendekatan yang komprehensif dan menyeluruh dalam mengajarkan pengetahuan,
pemahaman, dan keterampilan yang berkaitan dengan lingkungan. Pendekatan ini
mengakui bahwa isu lingkungan tidak dapat dipahami secara terpisah, melainkan
harus dipahami dalam konteks yang lebih luas, termasuk aspek sosial, ekonomi,
politik, dan budaya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan pendidikan
lingkungan yang holistik, penting untuk mengintegrasikan pendidikan lingkungan
ke dalam kurikulum formal, melibatkan komunitas lokal dan lembaga lain, serta
memfasilitasi pengalaman belajar di luar ruangan. Dengan pendekatan holistik ini,
kita dapat mempersiapkan generasi yang memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan kesadaran yang diperlukan untuk menghadapi tantangan lingkungan masa
depan.
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional, memainkan peran
yang sangat penting dalam pembentukan karakter santri. Melalui peran-peran ini,
pesantren membantu membentuk karakter santri yang kokoh secara spiritual,
etika, moral, mandiri, berilmu, sosial, dan kepemimpinan. Pesantren menjadi
tempat yang mempersiapkan santri untuk menjadi individu yang berakhlak mulia,
berintegritas, dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Dengan menerapkan konsep "Merdeka Belajar" dalam pesantren, dapat
diciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, adaptif, dan responsif terhadap
kebutuhan dan potensi santri. Pesantren dapat memberikan ruang bagi santri untuk
mengembangkan minat dan bakat mereka sendiri, memfasilitasi pembelajaran
kolaboratif, dan mengintegrasikan pengembangan keterampilan hidup yang
relevan. Selain itu, pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran dapat memperluas
akses ke informasi dan memperkaya pengalaman belajar santri.
Dengan demikian, konsep "Merdeka Belajar" dapat memperkaya pendidikan
pesantren dan membantu pesantren dalam mempersiapkan santri untuk menjadi
individu yang mandiri, kreatif, dan berdaya saing di era yang terus berkembang.

B. Rumusan Masalah

Berdasakan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai


berikut:

1. Bagaimanakah kurikulum pesantren berbasis lingkungan dengan


pendekatan merdeka belajar?
2. Model apa saja yang digunakan untuk memadukan dan mengembangkan
kurikulum pesantren berbasis lingkungan dengan pendekatan merdeka
belajar?

C. Tujuan

Bersarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan ini antara lain:

1. Untuk menganalisis kurikulum pesantren berbasis lingkungan dengan


pendekatan merdeka belajar.
2. Untuk mengetahui perpaduan kurikulum pesantren berbasis lingkungan
dengan pendekatan merdeka belajar.

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Lingkungan

Pendidikan lingkungan hidup dapat di integrasikan melalui bidang studi di


sekolah, pendidikan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan pendekatan
interdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner di sekolah (Barlia; 2008).
Pendidikan lingkungan di pesantren merupakan pendekatan pendidikan yang
memberikan penekanan pada kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan
hidup. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang secara tradisional
fokus pada pembelajaran agama dan moral. Namun, dengan semakin
meningkatnya kesadaran global akan isu-isu lingkungan, banyak pesantren
yang mulai mengintegrasikan pendidikan lingkungan dalam kurikulum mereka.

Pendidikan lingkungan di pesantren bertujuan untuk mengajarkan para


santri (siswa) tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Hal ini meliputi pemahaman tentang ekosistem, pentingnya konservasi sumber
daya alam, pengelolaan limbah, perlindungan hewan dan tumbuhan, serta
pentingnya hidup secara berkelanjutan.

Pesantren dapat mengintegrasikan pendidikan lingkungan ke dalam


kurikulum mereka. Ini bisa dilakukan dengan menambahkan mata pelajaran
khusus tentang lingkungan atau mengintegrasikan isu-isu lingkungan ke dalam
mata pelajaran yang sudah ada, seperti agama, ilmu pengetahuan, atau studi
sosial. Pesantren dapat menyelenggarakan program ekstrakurikuler yang
berfokus pada pendidikan lingkungan, seperti kegiatan penanaman pohon,
pengelolaan sampah, atau kunjungan ke tempat-tempat yang memiliki
kekayaan alam yang bernilai. Pesantren dapat menjadi contoh yang baik dengan
menerapkan praktik pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan di lingkungan
mereka. Ini meliputi penggunaan energi yang efisien, pengelolaan limbah yang
baik, penggunaan air secara bijak, dan penerapan praktik ramah lingkungan
lainnya.

B. Pendidikan Karakter

Karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitude), perilaku (behaviors),


motivasi (motivations) dan keterampilan (skills) Makna karakter itu sendiri
sebenarnya berasal dari bahsa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan
memfokuskan pada aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan berperilaku jelek
dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek. Sebaliknya orang yang
berperilaku sesuai dengan kaidah moral dinamakan berkarakter mulia (Aunillah,
2011).

Pendidikan karakter di pesantren merupakan bagian integral dari


pendidikan Islam yang diberikan kepada para santri (siswa) pesantren.
Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk kepribadian yang baik,
moralitas yang tinggi, dan akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran agama Islam.
Pendidikan karakter di pesantren bertujuan untuk menghasilkan generasi yang
memiliki moralitas yang kuat, integritas yang tinggi, sikap saling menghormati,
dan komitmen dalam menjalankan ajaran agama Islam. Melalui pendidikan
karakter yang baik, pesantren berperan dalam membentuk santri yang siap
menghadapi tantangan hidup dan mampu memberikan kontribusi positif bagi
masyarakat dan bangsa.

Pesantren memberikan penekanan pada pembelajaran nilai-nilai Islam


yang termasuk dalam ajaran agama, seperti kejujuran, disiplin, kepedulian
sosial, kesabaran, kerja keras, dan saling menghormati. Para santri diajarkan
untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari.
Guru dan pengasuh pesantren berperan sebagai teladan yang baik dalam
mempraktikkan nilai-nilai Islam. Mereka mengajarkan bukan hanya melalui
kata-kata, tetapi juga melalui contoh nyata dalam perilaku dan tindakan sehari-
hari. Pesantren memberikan pendekatan pembinaan diri yang holistik kepada
santri. Santri diajarkan untuk mengenal dan mengelola emosi, mengembangkan
kecerdasan emosional, mengontrol diri, serta memahami tanggung jawab dan
konsekuensi dari tindakan mereka.

Pendidikan moral di pesantren melibatkan diskusi, ceramah, dan pelatihan


yang membahas isu-isu moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Santri
diberi pemahaman tentang pentingnya mengambil keputusan yang baik,
berperilaku adil, dan bertanggung jawab dalam hubungan dengan diri sendiri,
sesama manusia, dan Allah SWT. Pesantren menciptakan lingkungan yang
mendukung pembentukan karakter yang baik. Hal ini mencakup disiplin yang
ketat, pengawasan oleh guru atau pengasuh, serta aturan dan norma sosial yang
jelas yang mendorong perilaku positif dan menghindari perilaku negatif.
Pendidikan karakter di pesantren juga melibatkan pelayanan sosial dan
pengabdian kepada masyarakat. Santri diajarkan untuk peduli terhadap
kebutuhan masyarakat sekitar, membantu mereka yang membutuhkan, serta
berperan aktif dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bagi orang lain.
C. Merdeka Belajar

Merdeka Belajar adalah sebuah konsep pendidikan yang diperkenalkan


oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) Indonesia. Konsep ini bertujuan untuk mengembangkan
sistem pendidikan yang berfokus pada pemberdayaan siswa dalam mengatur
dan mengelola proses pembelajaran mereka sendiri.

Ide utama di balik Merdeka Belajar adalah memberikan kebebasan kepada


siswa untuk memilih jalannya sendiri dalam proses belajar mereka. Hal ini
berarti siswa memiliki otonomi untuk memilih topik atau materi yang ingin
dipelajari, metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka, dan
gaya belajar yang paling efektif bagi mereka.

Konsep Merdeka Belajar berupaya memperkuat peran guru sebagai


fasilitator atau pembimbing dalam proses pembelajaran. Guru diharapkan
dapat mendukung dan memfasilitasi siswa dalam mengembangkan
kemampuan mandiri, kreativitas, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial
yang diperlukan dalam kehidupan nyata.

Kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan dan minat siswa, serta


mengintegrasikan aspek kehidupan nyata, termasuk pengalaman praktis dan
lingkungan sekitar. Siswa diajak untuk aktif terlibat dalam proyek-proyek
belajar yang menantang dan berorientasi pada pemecahan masalah. Proyek-
proyek ini dapat melibatkan kerja kelompok, penelitian mandiri, atau
pengembangan karya-karya kreatif. Pemanfaatan TIK dalam pendidikan
menjadi penting dalam Merdeka Belajar, sehingga siswa dapat mengakses
sumber daya dan informasi yang luas, berkolaborasi secara online, dan
menggunakan alat-alat digital dalam proses pembelajaran mereka.

Penilaian dalam Merdeka Belajar lebih fokus pada pencapaian kompetensi


daripada penilaian berbasis tes. Penilaian dilakukan secara holistik, melibatkan
pengamatan langsung, portofolio, atau produk karya siswa. Konsep Merdeka
Belajar juga menekankan pentingnya pembentukan karakter yang baik dan
sikap tanggung jawab siswa terhadap diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan
sekitar.

D. Model Rapl W. Tyler

Ralph W. Tyler adalah seorang ahli pendidikan yang terkenal dengan


kontribusinya dalam pengembangan kurikulum. Tyler mengusulkan model
pengembangan kurikulum yang dikenal sebagai "Model Tyler" atau "Model
Rencana Pembelajaran". Model ini pertama kali dijelaskan oleh Tyler dalam
bukunya yang berjudul "Basic Principles of Curriculum and Instruction" pada
tahun 1949.

Menurut Tyler ada 4 hal yang dianggap fundamental untuk mengembangkan


kurikulum. Pertama, berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai,
kedua, berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan, ketiga,
pengorganisasian pengalaman belajar, dan keempat berhubungan dengan evaluasi.
Model Ralp Tyler menekankan pada empat pertanyaan, yaitu:

1. What educational purposes should the school seek to attain? (Apa tujuan
pendidikan yang hendak dicapai oleh sekolah?) (objectives).
2. What educational experiences are likely to attain these objectives?
(Pengalaman pendidikan seperti apa yang memungkinkan untuk mencaapai
tujuan ini?) (instructional strategic and content).
3. How can these educational experiences be organized effectively?
(Bagaimana pengalaman pendidikan ini dapat diatur secara efektif?)
(organizing learning experiences).
4. How can we determine whether these purposes are being attain?
(Bagaimana kita dapat menentukan apakah tujuan ini tercapai?)
(assessment and evaluation).
Gambar 1. Model Ralp Tyler

Menentukan Tujuan

Dalam menyusun suatu kurikulum, merumuskan tujuan merupakan


langkah pertama dan utama yang harus dikerjakan. Sebab, tujuan merupakan arah
atau sasaran pendidikan. Hendak dibawa kemana anak didik? Kemampuan seperti
apa yang harus dimiliki anak didik setelah mengikuti program pendidikan?
Semuanya bermuara pada tujuan.

Menentukan Pengalaman Belajar

Langkah kedua dalam proses pengembangan kurikulum adalah


menentukan pengalaman belajar (learning experiences) sesuai dengan tujuan yang
telah ditentukan. Pengalaman belajar adalah segala aktivitas siswa dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Pengalaman belajar bukanlah isi atau materi
pelajaran dan bukan pula aktivitas guru memberikan pelajaran. Tyler (1990: 41)
mengemukakan : “ The term “ Learning Experience” is not the same as the content
with which a course deals nor activities performed by the teacher. The term
“Learning Experience” refers to the interaction between the learner and the
external conditions in the environment to which he can react. Learning takes place
through the active behavior of the student, it is what he does that he learns not
what the teacher does.

Pengalaman belajar menunjuk pada aktivitas siswa dalam proses


pembelajaran. Dengan demikian yang harus dipertanyakan dalam pengalaman ini
adalah “apa yang akan atau telah dikerjakan oleh siswa” bukan “apa yang akan
atau telah diperbuat oleh guru”. Untuk itulah guru-guru sebagai pengembang
kurikulum mesti memahami apa minat siswa, serta bagaimana latar belakangnya.
Dengan pemahaman tersebut, guru akan lebih mudah mendesain lingkungan yang
dapat mengaktifkan siswa dalam memperoleh pengalaman belajar yang lebih baik.

Mengorganisasi Pengalaman Belajar

Langkah yang ketiga dalam merancang suatu kurikulum adalah


mengorganisasikan pengalaman belajar baik itu dalam bentuk unit mata pelajaran,
maupun dalam bentuk program. Langkah pengorganisasian ini sangat penting,
sebab dengan pengorganisasian yang jelas akan memberikan arah bagi pelaksanaan
proses pembelajaran sehingga dapat menjadi pengalaman belajar yang nyata bagi
siswa.

Ada dua jenis pengorganisasian pengalaman belajar. Pertama adalah


pengorganisasian secara vertikal dan yang kedua adalah secara horizontal.
Pengorganisasian secara vertikal adalah apabila menghubungkan pengalaman
belajar dalam satu kajian yang sama dalam tingkat yang berbeda. Misalkan,
pengorganisasian pengalaman belajar yang menghubungkan antara bidang
geografi di kelas lima dan geografi kelas enam. Sedangkan pengorganisasian
secara horizontal adalah jika kita menghubungkan pengalaman belajar dalam
bidang geografi dan sejarah pada tingkat yang sama. Kedua hubungan ini sangat
penting dalam proses mengorganisasikan pengalaman belajar. Misalkan, hubungan
vertikal akan memungkinkan siswa memiliki pengalaman belajar yang semakin
luas dalam kajian yang sama, sedangkan hubungan horizontal antara pengalaman
belajar yang satu dan yang lain akan saling mengisi dan memberikan penguatan.

Evaluasi

Proses evaluasi merupakan langkah penting untuk mendapatkan informasi


tentang ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Karena dengan evaluasi kita
dapat menentukan apakah kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai oleh sekolah atau belum. Ada dua aspek yang perlu
diperhatikan dalam evaluasi. Pertama, evaluasi harus mampu menilai apakah telah
terjadi perubahan tingakah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah
dibuat. Kedua, evalusi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam
suatu waktu tertentu. Karena penilaian suatu program tidak mungkin hanya
mengandalkan hasil tes siswa di akhir proses pembelajaran. Penilaian dilakukan
dengan membandingkan hasil antara penilaian awal sebelum melakukan program
dan sesudah melakukan program. Dari perbandingan inilah nantinya akan terlihat
ada atau tidaknya perubahan tingkah laku yang diharapkan ssuai dengan tujuan
pendidikan.

E. Landasan Pengembangan Kurikulum

Landasan pengembangan kurikulum pada hakikatnya merupakan faktor-faktor


yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada waktu mengembangkan suatu
kurikulum lembaga pendidikan, baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Senada dengan pendapat Robert S. Zais, Ralph W. Tyler (dalam Ornstein &
Hunkins, 1988) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa
aspek yang melandasi suatu kurikulum. Ada tiga aspek pokok yang menjadi
landasan atau dasar, tumpuan, fondasi dalam mengembangkan suatu kurikulum,
yaitu: Filsafat, Psikologis dan Sosiologis. Untuk lebih jelasnya ke tiga landasan
tersebut dapat dilihat urainya sebagai berikut:

Landasan Filsafat

Kedudukan Landasan filsafat dalam pengembangan kurikulum merupakan faktor


yang sangat penting dalam menentukan arah, sasaran dan target dari proses
pendidikan. Landasan ini digunakan untuk melaksanakan, membina, dan
mengembangkan kurikulum di sekolah atau madrasah. Filsafat adalah cara berpikir
yang radikal, menyeluruh, dan mendalam (Socrates) atau suatu cara berpikir yang
mengupas sesuatu sampai ke akar-akarnya. Plato menyebut filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang digunakan untuk mencari nilai-nilai kebenaran. Berfikir secara
mendalam tentang permasalahan yang dihadapi manusia, termasuk masalah
pendidikan merupakan target dari kajian filsafat.
Landasan Psikologis

Pendidikan berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam proses pendidikan terjadi


interaksi antara siswa dengan lingkungannya, baik lingkungan yang bersifat fisik,
maupun lingkungan sosial. Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan
perilaku siswa menuju kedewasaan, baik fisik, mental, intelektual, moral maupun
sosial. Namun demikian perlu juga diingatkan bahwa tidak semua perubahan
perilaku siswa mutlak sebagai akibat intervensi dari program pendidikan. Ada juga
perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh kematangan siswa itu sendiri atau
pengaruh dari lingkungan di luar program pendidikan. Kurikulum sebagai alat
untuk mencapai tujuan/program pendidikan sudah pasti berkenaan dengan proses
perubahan perilaku siswa tersebut di atas. Melalui kurikulum diharapkan dapat
terbentuk tingkah laku baru berupa kemampuan-kemampuan aktual dan potensial
dari para siswa serta kemampuan-kemampuan baru yang berlaku dalam waktu
vang relatif lama. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
sedangkan kurikulum adalah upaya menentukan program pendidikan untuk
mengubah perilaku manusia. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum harus
dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana
perilaku itu harus dikembangkan.

Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan


dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga hal
tersebut pada hakikatnya merupakan landasan yang sangat mempengaruhi
penetapan isi kurikulum. Kurikulum sebagai program atau rancangan pendidikan
harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat, bukan hanya dari segi
isi programnya tetapi juga dan segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Oleh
karena itu, guru sebagai pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi
perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan
berguna bagi kehidupannya di masyarakat.

Landasan sosiologis mengarahkan kajian mengenai kurikulum yang dikaitkan


dengan masyarakat, kebudayaan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga hal
tersebut pada hakikatnya merupakan landasan yang sangat mempengaruhi
penetapan isi kurikulum.

KURIKULUM YANG DIAJUKAN

Kurikulum yang dikembangkan mengacu pada model pengembangan Tyler. Model


Tyler yang tersusun dari 4 aspek yaitu tujuan, menentukan pengalaman belajar,
mengorganisasi pengalaman belajar, dan evaluasi menjadi acuan utama dalam
pengembangan kurikulum ini. Kurikulum ini menekankan pada lingkungan
pesantren dan karakter peserta didik melalui pendekatan merdeka belajar.
Kurikulum yang dikembangkan dengan judul kurikulum pesantren berbasis
lingkungan dengan pendekatan merdeka belajar.

Dua hal penting dalam pengembangan kurikulum adalah pembelajaran ditekankan


pada lingkungan pesantren. Pembelajaran mengajarkan peserta didik terkait nilai
moral yang didapat selama proses pembelajaran. Pada intinya penekanan karakter
melalui lingkungan pesantren. Pentingnya pendidikan karakter peserta didik
menjadi latar belakang pengembangan kurikulum ini, yang dilandasi secara filsafat,
psikologis, dan sosiologis. Kurikulum ini mencangkup pembelajran interdisipliner,
peran krusial dan project penguatan profil pelajar pancasila. Tolok ukur
ketercapaian pembelajaran dapat ditentukan dengan pembelajaran berbasis
lingkungan pesantren dan karakter peserta didik melalui pendekatan merdeka
belajar, dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Desain kurikulum yang diajukan


DISKUISI MODEL

Pada gambar 2 menunjjukan desain pengembangan kurikulum, sebelum pada


tujuan dalam kurikulum yang akan dikembangkan terdapat tiga kajian [1]
Pendidikan lingkungan bertujuan untuk mengubah sikap peserta didik terhadap
lingkungan, dari sikap yang tidak peduli atau tidak peka menjadi sikap yang peduli
dan bertanggung jawab. Dengan pemahaman yang mendalam tentang konsekuensi
dari tindakan mereka terhadap lingkungan, peserta didik dapat mengembangkan
sikap yang lebih proaktif dalam pelestarian lingkungan. [2] Pendidikan Karakter
berfokus pada pengembangan nilai-nilai dan sikap positif yang mempengaruhi
perilaku individu dalam berbagai konteks kehidupan. Melalui pendidikan karakter,
peserta didik dapat menjadi lebih baik dalam hal moralitas, tanggung jawab, empati,
kerjasama, dan integritas. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan peserta didik
yang adil, bertanggung jawab, dan berempati dalam interaksi dengan orang lain dan
dunia di sekitar mereka. [3] Melalui pendekatan "Merdeka Belajar", diharapkan
peserta didik dapat mengembangkan minat dan bakat mereka secara lebih mandiri.
Mereka diberi kebebasan untuk mengikuti minat mereka, menjelajahi topik yang
mereka sukai, dan berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat
meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan prestasi belajar peserta didik, serta
membantu mereka mengembangkan potensi penuh mereka dalam bidang yang
mereka minati.

a. Tujuan

Tujuan utama dari kurikulum pesantren berbasis lingkungan ini adalah


untuk membantu peserta didik mengembangkan keimanan dan ketakwaan
kepada Tuhan. Melalui pendekatan merdeka belajar, peserta didik akan
diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi dan memahami nilai-nilai agama
dengan cara yang lebih personal dan kontekstual.

Kurikulum ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam


tentang ajaran agama dan nilai-nilai Islam kepada peserta didik. Melalui
pendekatan merdeka belajar, peserta didik akan diajak untuk secara aktif
mencari, menganalisis, dan memperdalam pengetahuan keagamaan mereka
dengan memanfaatkan sumber-sumber yang beragam. kurikulum ini Juga
bertujuan untuk mengajarkan peserta didik tentang pentingnya menjaga dan
melestarikan lingkungan alam. Peserta didik akan diajak untuk mempelajari dan
memahami hubungan antara manusia dengan alam serta dampak dari tindakan
mereka terhadap lingkungan. Dengan demikian, peserta didik akan terdorong
untuk menjadi agen perubahan dalam melestarikan alam.

Peserta didik akan diberikan pemahaman tentang pentingnya membantu


dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Melalui
pendekatan merdeka belajar, peserta didik akan didorong untuk aktif terlibat
dalam kegiatan sosial dan berpikir kritis tentang isu-isu sosial yang ada. Untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengambil inisiatif,
mengelola waktu, dan mengatur diri mereka sendiri. Peserta didik akan
didorong untuk menjadi mandiri dalam pembelajaran mereka dan
mengembangkan kreativitas dalam menyampaikan ide dan pemikiran mereka.
Peserta didik akan diajak untuk mempelajari dan memahami budaya lokal
mereka serta menjaga dan menghormati warisan budaya tersebut. Dengan
demikian, peserta didik akan menjadi individu yang memiliki identitas budaya
yang kuat. Melalui pendekatan merdeka belajar, peserta didik akan diberikan
kesempatan untuk mengambil peran kepemimpinan dalam berbagai kegiatan
dan proyek, yang akan membantu mereka dalam mengembangkan keterampilan
komunikasi, kolaborasi, dan pengambilan keputusan.

b. Landasan Kurikulum
1) Landasan Filsafat

Landasan utama dari kurikulum ini adalah Filsafat Pendidikan Islam


yang menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam pendidikan.
Filsafat ini menekankan pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai agama
dalam seluruh aspek pembelajaran, serta mengembangkan pemahaman
yang mendalam tentang ajaran Islam dan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Kurikulum ini didasarkan pada filsafat lingkungan yang
mengakui pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem dan menjaga
harmoni antara manusia dan alam. Pendidikan lingkungan dalam kurikulum
ini mengajarkan peserta didik tentang tanggung jawab mereka sebagai
khalifah di bumi untuk melestarikan alam dan menjaga keberlanjutan
lingkungan hidup.

2) Landasan Psikologis

Kurikulum ini didasarkan pada teori belajar konstruktivis yang


menekankan peran aktif peserta didik dalam mengonstruksi pengetahuan
dan pemahaman mereka sendiri. Pendekatan merdeka belajar
memungkinkan peserta didik untuk secara aktif terlibat dalam
pembelajaran, mengeksplorasi ide-ide baru, dan membangun pemahaman
yang berarti sesuai dengan pengalaman mereka sendiri.

Kurikulum ini juga didasarkan pada teori perkembangan kognitif yang


menekankan pentingnya memahami tahap-tahap perkembangan peserta
didik dalam merancang pembelajaran yang sesuai. Dengan memahami
tingkat kognitif dan kebutuhan individu peserta didik, pendekatan merdeka
belajar dapat mengoptimalkan proses pembelajaran dan pengembangan
peserta didik.

3) Landasan Sosiologis

Kurikulum ini didasarkan pada landasan sosiologis yang mengakui


pentingnya peran masyarakat dalam pembentukan peserta didik. Melalui
pendekatan merdeka belajar, peserta didik diajak untuk berinteraksi dengan
masyarakat sekitar dan belajar dari pengalaman nyata dalam lingkungan
mereka. Hal ini membantu peserta didik memahami konteks sosial mereka
dan mengembangkan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan.

Kurikulum ini juga didasarkan pada konsep pemberdayaan masyarakat


yang bertujuan untuk memberikan peserta didik keterampilan dan
pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Dengan
pendekatan merdeka belajar, peserta didik didorong untuk mengidentifikasi
masalah di masyarakat dan berkontribusi dalam mencari solusi yang
berkelanjutan.
c. Menentukan Pengalaman Belajar
1) Pembelajaran Interdisipliner

Pembelajaran interdisipliner merupakan komponen penting dalam


Kurikulum Pesantren Berbasis Lingkungan dengan Pendekatan Merdeka
Belajar. Pendekatan ini mendorong integrasi antara berbagai disiplin ilmu
dalam proses pembelajaran, dengan tujuan memperluas pemahaman peserta
didik tentang isu-isu lingkungan dan agama secara komprehensif. Melalui
pembelajaran interdisipliner, peserta didik akan melihat hubungan yang erat
antara agama dan lingkungan. Mereka akan mempelajari ajaran agama
tentang keberlanjutan alam, tanggung jawab khalifah, dan pentingnya
menjaga harmoni dengan alam. Pemahaman ini akan melibatkan konsep-
konsep dari ilmu agama, ilmu lingkungan, etika, dan filsafat.

Pembelajaran interdisipliner akan mendorong peserta didik untuk


menganalisis studi kasus yang melibatkan isu-isu lingkungan yang
kompleks, seperti perubahan iklim, keberlanjutan sumber daya, dan
kerusakan ekosistem. Peserta didik akan memanfaatkan pengetahuan dari
berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu sosial, ilmu alam, dan ekonomi, untuk
memahami akar permasalahan dan mencari solusi yang holistik.
Pembelajaran interdisipliner mendorong peserta didik untuk bekerja sama
dengan sesama peserta didik dan guru yang memiliki latar belakang disiplin
ilmu yang berbeda. Mereka akan mempelajari bagaimana mengintegrasikan
pengetahuan dan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu untuk menghadapi
tantangan lingkungan dengan pendekatan yang komprehensif dan
berkelanjutan.

Pembelajaran interdisipliner juga melibatkan proyek-proyek


kolaboratif yang menggabungkan konsep dan metode dari berbagai disiplin
ilmu. Peserta didik akan terlibat dalam tugas terpadu yang membutuhkan
pemahaman dan penerapan pengetahuan dari agama, lingkungan, sosial,
ekonomi, dan budaya untuk menciptakan solusi inovatif terkait isu-isu
lingkungan yang dihadapi.
Pembelajaran interdisipliner dalam kurikulum ini juga mengedepankan
penerapan pengetahuan dalam konteks nyata. Peserta didik akan diajak
untuk melakukan penelitian lapangan, kunjungan ke tempat-tempat terkait,
serta berpartisipasi dalam kegiatan komunitas yang berkaitan dengan isu-
isu lingkungan. Hal ini akan membantu mereka menghubungkan teori
dengan praktik dalam mengatasi tantangan lingkungan yang dihadapi.

2) Peran Krusial

Dalam Kurikulum Pesantren Berbasis Lingkungan dengan Pendekatan


Merdeka Belajar, terdapat beberapa peran krusial yang menjadi fokus utama
dalam mencapai tujuan kurikulum tersebut. Berikut ini adalah peran-peran
penting dalam kurikulum tersebut:

a) Peserta Didik sebagai Subjek Pembelajaran: Dalam pendekatan


merdeka belajar, peserta didik dianggap sebagai subjek aktif dalam
proses pembelajaran. Mereka memiliki kebebasan untuk
mengembangkan minat, bakat, dan kecenderungan belajar mereka
sendiri. Peserta didik diarahkan untuk mengambil peran aktif dalam
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, sehingga
mereka menjadi pemilik dan pengontrol dari perjalanan pendidikan
mereka sendiri.
b) Guru sebagai Fasilitator Pembelajaran: Peran guru dalam kurikulum
ini berubah menjadi seorang fasilitator pembelajaran. Guru tidak
hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga menggugah
minat dan semangat belajar peserta didik. Guru berperan sebagai
pembimbing dan pengarah, membantu peserta didik
mengembangkan keterampilan belajar, berpikir kritis, dan
mengelola diri mereka sendiri. Guru juga mendorong peserta didik
untuk mengintegrasikan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu dan
mengaplikasikannya dalam konteks nyata.
c) Lingkungan sebagai Sumber Pembelajaran: Lingkungan sekitar
pesantren dan komunitas menjadi sumber utama pembelajaran
dalam kurikulum ini. Peserta didik diajak untuk mengamati,
menjelajahi, dan belajar dari lingkungan sekitar mereka, baik
lingkungan alam maupun sosial-budaya. Mereka akan belajar
melalui interaksi langsung dengan lingkungan, melakukan
penelitian lapangan, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang
terkait dengan isu-isu lingkungan.
d) Kerjasama Komunitas: Peran komunitas dalam kurikulum ini sangat
penting. Pesantren bekerja sama dengan komunitas lokal, organisasi
lingkungan, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mendukung
proses pembelajaran. Peserta didik akan terlibat dalam proyek
kolaboratif dengan komunitas, melakukan kegiatan bakti sosial,
serta berpartisipasi dalam inisiatif lingkungan yang melibatkan
masyarakat sekitar. Hal ini membantu peserta didik memahami isu-
isu lingkungan secara lebih dalam dan mengembangkan rasa
tanggung jawab sosial.
e) Integrasi Agama dan Lingkungan: Peran krusial dalam kurikulum
ini adalah integrasi antara agama dan lingkungan. Pesantren sebagai
lembaga pendidikan agama memiliki tanggung jawab untuk
mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam pemahaman dan
pengelolaan lingkungan. Agama menjadi landasan moral dan etika
dalam menjaga keberlanjutan alam dan mengembangkan sikap
peduli terhadap lingkungan. Dengan menggabungkan ajaran agama
dan pemahaman lingkungan, peserta didik dapat melihat keterkaitan
antara keduanya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari.
3) Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah salah satu komponen


penting dalam Kurikulum Pesantren Berbasis Lingkungan dengan
Pendekatan Merdeka Belajar. Tujuan dari proyek ini adalah untuk
memperkuat pemahaman dan penerapan nilai-nilai Pancasila pada peserta
didik, sehingga mereka menjadi generasi yang memiliki kesadaran dan
komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai kebangsaan dan menjaga
keharmonisan dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.
d. Evaluasi

Evaluasi dalam kurikulum ini dilakukan untuk mengetahui hasil dari


proses pembelajaran. Dengan mengetahui kendala apa saja yang membuat guru
dan peserta didik kesulitan dalam menerapkan pembelajaran berbasis
lingkungan. Lalu menilai sejauh mana peserta didik mampu menerapkan
pengetahuan dan nilai-nilai lingkungan. Dan hasil akhirnya adalah penilaian
yang mencangkup ranah kognitif, konstruktivis. Evaluasi ini dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai bentuk penilaian. Sehingga dapat diketahui
apakah kurikulum ini dapat tercapai sesuai dengan tujuan atau tidak, dan
diketahui kendala apa saja yang menghambat proses pembelajaran.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa kurikulum "Kurikulum Pesantren Berbasis Lingkungan


dengan Pendekatan Merdeka Belajar" mampu mengintegrasikan pendidikan
lingkungan dengan pendekatan merdeka belajar, yang dapat membangun kesadaran
lingkungan, kemandirian, kreativitas, dan pendidikan karakter yang holistik pada
santri. Kurikulum ini memberikan fondasi yang kuat bagi santri untuk menjadi
individu yang peduli, bertanggung jawab, dan berperan aktif dalam menjaga dan
melestarikan lingkungan serta menghadapi tantangan masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Aunillah, N. I. (2011). Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah.


Yogyakarta: Laksana.
Barlia, L. (2008). Teori Pembelajaran Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar.
Subang: Royyan Press.
Masykur. (2019). Teori dan Telaah Kurikulum. Bandar Lampung: CV. Anugrah
Utama Raharja.
Ornstein, A. C. (1988). Curriculum: Foundations, Principles, and Issues.
Englewood Cliffs, N.J: Prentice-Hall.
Sudarman. (2019). Pengembangan Kurikulum : Kajian Teori dan Praktik.
Samarinda: Mulawarman University Press.

Anda mungkin juga menyukai