Anda di halaman 1dari 21

327-346

PANDEMI COVID-19: PERSPEKTIF HUKUM TATA NEGARA DARURAT DAN


PERLINDUNGAN HAM
(Pandemic Covid-19: Emergency Constitusional Law Perspective and
Human Rights Protection)

Rizki Bagus Prasetio


Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Jakarta
rizkibagusprasetyo33@gmail.com

Diterima: 15-04-2021; Direvisi: 21-06-2021; Disetujui Diterbitkan: 22-06-2021


DOI: http://dx.doi.org/10.30641/kebijakan.2021.V15.327-346

ABSTRAK
Banyak negara bimbang menggunakan instrumen hukum mana yang tepat agar dapat menanggulangi krisis
akibat pandemi Covid-19. Ada yang memilih menetapakan keadaan darurat berdasar konstitusi,
menggunakan UU yang berlaku tentang kebencanaan atau krisis kesehatan, dan melakukan legislasi baru.
Penetapan keadaan darurat memungkinkan negara melakukan penyimpangan keberlakuan hukum bahkan
menangguhkan HAM sementara waktu. Oleh kerenanya penetapan status darurat berpotensi disalahgunakan
dan berakibat pada tereduksinya jaminan perlindungan HAM. Tulisan ini menjelaskan kebijakan pemerintah
Indonesia dalam memilih instrumen hukum untuk menanggulangi Pandemi Covid-19 disatu sisi dan disisi
lain bagaimana pemerintah tetap menjamin perlindungan HAM. Hasilnya, meskipun Pasal 12 UUD 1945
menyediakan ketentuan keadaan darurat konstitusional, Indonesia memilih menggunakan Kedaruratan
Kesehatan dalam UU 6 Tahun 2018 dan Darurat Bencana Non Alam dalam UU 24 Tahun 2007. Dua status
darurat tersebut tidak sama sekali melibatkan Pasal 12 UUD 1945 sebagai dasar pembentukannya. Sehingga
keadaan darurat dimaksud bukanlah state of emergency sebagaimana dimaksud dalam kajian hukum tata
negara darurat atau hanya bersifat de facto bukan de jure. Selain itu, dua status darurat tersebut tidak
memuat berbagai syarat yang sudah diamanatkan ICCPR. Oleh karenanya perlindungan HAM harus tetap
dipenuhi. Meskipun ada pembatasan, hal tersebut tentunya tidak berlaku bagi hak yang bersifat mendasar
apalagi terhadap kelompok non derogable rights.
Kata Kunci: covid-19; keadaan darurat; hukum tata negara darurat; hak asasi manusia.

ABSTRACT
Many countries are confused about which legal instrumen is right to overcome the Covid-19
pandemic crisis. Any country chooses to declare a state of emergency based on the constitution,
use laws that apply to disasters or health crisis, and implement new legislation. The stipulation of a
state of emergency allows the state to deviate from the rule of law and governments have
introduced measures to legally justify limits on human rights. Therefore, the determination of the
emergency status may be misused and affect on result human rights protection declines. This
paper explains the Indonesian government’s policy in choosing legal instrumens to overcome the
Covid-19 pandemic and on the other hand how the government continues to guarantee the
protection of human rights. As a result, although Article 12 of the 1945 Constitution stipulates the
provision of an emergency, Indonesia chooses to use Health Emergency in Law 6 of 2018 and
Non-Natural Disaster Emergency in Law 24 of 2007. The two emergency statuses do not involve
Article 12 of the 1945 Constitution as the basis of its formation. The state of emergency is
determined as an emergency as referred to in the study of the state of emergency or de facto
not de jure. In addition, the two

1
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

emergency statuses do not contain various requirements that have been mandated by the
ICCPR. Therefore, the protection of human rights must always be fulfilled. Even if there are, this
certainly does not apply to rights that are based only on non-derogable rights groups.
Keywords: covid-19; state of emergency; emergency constitutional law; human rights.

PENDAHULUAN menetapkan keadaan darurat. Seperti halnya


Latar Belakang dilakukan oleh beberapa negara di Eropa seperti
spanyol, belgia, dan hongaria.2
Di penghujung tahun 2019, dunia Di Indonesia, sejak kasus Covid-19
dihebohkan oleh penyebaran penyakit baru yang
pertama kali diumumkan, setidaknya butuh
mematikan yakni Covid-19. Sejak diumumkan
waktu kurang lebih satu bulan3 hingga akhirnya
pertama kali oleh WHO sebagai Health
pemerintah dalam hal ini Presiden memutuskan
Emergency of International Concern
untuk menerbitkan Keputusan Presiden Nomor
(PHEIC), kini penyebaran Covid-19 semakin
1
11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan
masif dan melanda hampir seluruh negara di
Kesehatan
dunia. Berbagai negara menerapkan banyak Masyarakat Corona Virus Disease (Keppres
cara untuk menanggulangi penyebaran
penyakit ini melalui beragam kebijakan yang 11 Tahun 2020), dan menggunakan
berujung pada pembatasan pergerakan kewenangan konstitusionalnya berdasarkan
Pasal 22 UUD 1945 untuk menerbitkan Peraturan
orang, seperti halnya menutup tempat keramaian,
Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1
melarang berkumpul, meliburkan sekolah hingga
Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara
memberhentikan sementara kegiatan perkantoran.
dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk
Penanganan
Dari segi hukum, berbagai negara Pandemi Corona Virus Disease 2019
dihadapkan pada kegamangan dalam (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka
memilih instrumen hukum yang akan Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
digunakan dalam menentukan berbagai kebijakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas
yang akan dilakukan untuk penanganan Covid- Sistem Keuangan (Perppu 1 Tahun 2020). Tidak
19. Tercatat beberapa negara telah memiliki berhenti sampai disitu, satu bulan kemudian
instrumen hukum yang khusus mengatur Presiden menerbitkan Keputusan Presiden Nomor
mengenai krisis kesehatan. Namun demikian, 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-
kenyataanya instrumen hukum tersebut alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019
senyatanya tidak mampu menanggulangi (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
kompleksitas krisis yang diakibatkan virus
Berbagai penetapan keadaan darurat di
menular tersebut. Adapun banyak negara yang
atas tidak terlepas dari ragam jenis kedaruratan
tidak memiliki instrumen hukum yang relevan
yang terdapat dalam hukum positif Indonesia.
untuk menanggulangi krisis Covid-19. Selain itu,
Dalam konteks konstitusi, keadaan darurat dapat
ada pula beberapa negara yang memilih
diidentifikasi
menggunakan ketentuan kedaruratan
konstitusionalnya
untuk menanggapi krisis Covid-19 ini dengan
2 Radio Free Europe Radio Liberty, “Hungary
Declares State Of Emergency, Announces
1 World Health Organization, “Statement on the COVID-19 Restrictions,” accessed February 12,
Second Meeting of the International Health 2021, https://www.rferl.org/a/hungary-declares- state-
Regulations (2005) Emergency Committee of-emergency-announces-coronavirus-
Regarding the Outbreak of Novel Coronavirus (2019- restrictions/30929220.html.
NCoV),” accessed February 10, 2021, 3 Shofia Trianing Indarti, “KEBIJAKAN KEIMIGRASIAN
https://www.who.int/news/item/30-01-2020- DI MASA COVID-19 : DALAM PERSPEKTIF HAK
statement-on- the- second-meeting- of-the- i ASASI MANUSIA ( Immigration Policy During
nt e rna t i ona l - health - r e g ul a t i o ns -( 2005 ) - Covid-19 : Human Rights Perspective ),” Jurnal HAM
emergency-committee-regarding-the-outbreak- of- 12 (2021). Hal 2
novel-coronavirus-(2019-ncov).

2
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

melalui dua istilah yang dipakai, yakni “keadaan dengan memberikan alternatif kebolehan bagi
bahaya” (Pasal 12 UUD 1945)4 dan negara untuk melakukan pengurangan
“kegentingan yang memaksa” (Pasal (derogation) HAM dalam kondisi darurat
22 UUD1945).5 Selain itu dalam peraturan (public emergency) yang tentunya tidak tak
setingkat undang-undang, klausul keadaan terbatas dan dengan disertai beberapa syarat yang
darurat dapat ditemukan pula dalam UU Nomor dapat menjustifikasi tindakan luar biasa
23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya pemerintah selama kondisi darurat.
dengan istilah (darurat sipil, darurat militer Pemberlakuan keadaan darurat
dan darurat perang)6, UU Nomor 24 Tahun bisa dipandang sebagai bentuk yang
2007 tentang Penanggulangan Bencana (darurat memungkinkan negara secara cepat dapat
bencana)7, UU Nomor 7 Tahun 2012 Penanganan menanggulangi krisis, namun di sisi lain
Konflik Sosial (keadaan konflik sosial)8, UU pemberian justifikasi kekuasaan terlalu luas bagi
Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan pemerintahan untuk melakukan berbagai
Penanganan Krisis Sistem Keuangan (krisis pembatasan-pembatasan justru menimbulkan
sistem keuangan)9, dan UU kerawanan untuk disalahgunakan.12
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Keresahan adanya penyalahgunaan
Kesehatan (kedaruratan kesehatan).10
kekuasaan oleh negara dalam krisis
Dalam perspektif hukum tata negara Covid-19 disampaikan Perserikatan Bangsa-
darurat, setiap pendeklarasian keadaan Bangsa (PBB) yang mendesak agar setiap
darurat menimbulkan konsekuensi negara menghindari tindakan keamanan
pembolehan bagi pemerintah untuk yang berlebihan dalam menanggapi wabah
melakukan pengabaian terhadap berlakunya Covid-19. Berbagai negara yang memilih untuk
beberapa prinsip dasar seperti penyimpangan menetapakan keadaan darurat diharuskan untuk
hukum dan penangguhan HAM.11 Hal tersebut menaati prinsip dan aturan main yang tertuang
diamini pula oleh instrumen hukum dalam Hukum Internasional dengan
internasional seperti International Convenant mengutamakan pendekatan hak asasi
on Civil and Political Rights (ICCPR) manusia.13
Menurut International Institute for
4 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Democracy and Electoral Assistance (IDEA)
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, n.d. sebanyak 61% negara dalam melakukan
Lihat Pasal 12 UUD 1945 “Presiden menetapkan penanganan Covid-19 bersinggungan dengan
keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya
keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-
demokrasi dan hak asasi manusia.14 Bahkan
undang” Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Michelle
5 Ibid. Lihat Pasal 22 UUD 1945 “Dalam hal ihwal Bachelet menyampaikan kekhawatirannya
kegentingan yang memaksa, Presiden berhak akan adanya politisasi Covid-19 yang
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti
beresiko mengikis hak asasi manusia.15
undang-undang.”
6 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1959 Tentang Keadaan Bahaya, n.d. Lihat 12 Tom Ginsburg and Mila Versteeg, “States
Pasal 1 of Emergencies: Part I,” last modified 2020,
7 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 https://blog.harvardlawreview.org/states-of-
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, emergencies-part-i/.
n.d. Lihat Pasal 1 Angka 19 13 United Nations Human Office Of The High
8 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Commissioner Rights, “COVID-19: States
Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, Should Not Abuse Emergency Measures
n.d.Lihat Pasal 1 Angka 7 to Suppress Human Rights – UN Experts,”
9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor accessed February 12, 2021, https://www.
9 Tahun 2016 Tentang Pencegahan Dan ohchr.org/EN/NewsEvents/Pages/DisplayNews. aspx?
Penanganan Krisis Sistem Keuangan, n.d.Lihat NewsID=25722&LangID=E.
pasal 1 Angka 3 14 Adiyanto, “Pandemi Dan Ancaman Terhadap
10 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Demokrasi,” Media Indonesia.
Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, 15 VOA, “Bachelet: Politisasi Covid-19 Dorong Banyak
n.d. Lihat Pasal 1 Angka 2 Pelanggaran HAM,” last modified 2020, accessed
11 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat February 14, 2021, https://www.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Hlm 58 voaindonesia.com/a/bachelet-politisasi-covid-19-

32
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

Di Indonesia, kekhawatiran tersebut tidak Metode Penelitian


dapat dielakan, sebab berkaca pada berbagai
1. Pendekatan
keadaan darurat yang pernah terjadi di Indonesia
justru dalam banyak kasus membuat ambigu. Pada dasarnya penelitian hukum ialah
Tercatat beberapa kali Indonesia dihadapkan mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul
pada kondisi darurat namun jarang sekali agar dapat mendapatkan preskripsi terhadap apa
pemerintah menetapkan keadaan darurat secara yang seharusnya dilakukan atas isu yang
hukum. Namun tindakan yang dilakukan justru dibahas.17 Tipe penelitian ini merupakan
tindakan luar biasa seperti dalam keadaan penelitian yuridis normatif yang fokus mengkaji
darurat. penerapan kaidah-kaidah atau norma dalam
hukum positif terutama berkaitan dengan
Kekhawatiran adanya penyalahgunaan
sinkronisasi hukum. Dikarenakan jenis penelitian
keadaan darurat tentu bukan tanpa dasar. Sebab,
yuridis normatif, maka pendekatan yang
pada dasarnya pemberian kekuasaan lebih kepada
digunakan yakni pendekatan undang- undang
pemerintah dalam kondisi darurat secara
(statute approach) yakni pendekatan yang
konservatif bertujuan untuk mengembalikan pada
dilakukan dengan menelaah berbagai UU yang
kondisi normal.16 Namun dalam berbagai praktik,
ada sangkut pautnya dengan isu hukum yang
perluasan kekuasaan tersebut justru berujung
ditangani, yakni melalui cara melihat
pada penyelewengan yang berujung pada konsistensi dan kesesuaian antar satu UU dengan
pelanggaran hak asasi manusia. UU lainnya ataupun dengan UUD. Selain itu,
guna memperjelas
Oleh karenanya, tulisan ini mencoba analisis digunakan pula pendekatan lain
menganalisa bagaimana kebijakan yakni pendekatan konseptual (conseotual
kedaruratan penanganan Covid-19 di approach), pendekatan yang lebih
Indonesia dalam perspektif hukum tata negara menitikberatkan pada pandangan, doktrin-
darurat dan bagaimana implikasinya terhadap doktrin dalam ilmu hukum.18 Kaitannya dengan
jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia. tulisan ini ialah berbagai pandangan dan doktrin
dari berbagai ahli terkait dengan konsep Hukum
Rumusan Masalah
Tata Negara Darurat.
1. Bagaimana kebijakan kedaruratan Covid-19
di Indonesia dalam perspektif hukum tata 2. Metode Pengumpulan Data
negara darurat? Dalam memecahkan isu hukum,
penelitian hukum normatif memiliki beberapa
2. Bagaimana Implikasi kebijakan metode dalam hal pengumpulan data. Akan
kedaruratan Covid-19 di Indonesia tetapi dalam penelitian ini pengumpulan
terhadap jaminan perlindungan Hak data dilakukan dengan studi kepustakaan
Asasi Manusia? dengan sumber bahan hukum yang berupa bahan
hukum primer yakni bahan hukum yang besifat
Tujuan autoritatif seperti peraturan
Tujuan dari tulisan ini ialah untuk perundang-undangan yang mengatur perihal suatu
mengetahui kebijakan kedaruratan Covid-19 di keadaan darurat di Indonesia seperti UUD 1945,
Indonesia dalam perspektif hukum tata negara UU No 23 Tahun 1959 Tentang Keadaan Bahaya,
darurat dan bagaimana impikasinya terhadap UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang
jaminan perlindungan hak asasi manusia. Penanggulangan Bencana, UU Nomor 6 Tahun
2018 tentang Kekaranitnaan Kesehatan.

dorong-banyak-pelanggaran-ham/5694898.html. 16 J. 17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum


Ferejohn and P. Pasquino, “The Law of the (Jakarya: Kencana, 2010). Hal 74
Exception: A Typology of Emergency Powers,” 18 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum
International Journal of Constitutional Law (2004). (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 35.

33
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

Selain itu, untuk melengkapi sumber- yakni negara dalam keadaan normal (ordinary
sumber penelitian perlu pula di dukung dengan condition) dan negara dalam keadaan tidak
bahan hukum sekunder yang dapat memberi normal/keadaan darurat (state of emergency).
penjelasan lebih atas bahan hukum primer yang Staatsnoodrecht tersebut mengkaji perihal
berupa publikasi tentang hukum seperti buku, negara dalam keadaan darurat.21
kamus hukum, jurnal hukum
Ragam Istilah keadaan darurat dapat
dan berita-berita yang relevan dengan isu
ditemukan dalam kontitusi berbagai negara
hukum dalam penelitian ini.
seperti di prancis (etat de siege), di Jerman
3.
Teknik Analisa Data (state of tension, state of defence) dan di
Berbagai bahan hukum yang telah Spanyol (stateofalarm). Ketentuan hukum tata
diperoleh kemudian dihimpun dan selanjutnya negara darurat dalam tradisi civil law secara
dielaborasi secara sistematis menurut eksplisit tertuang dalam undang-undang
klasifikasinya dan dilakukan analisis secara dasarnya. Sebaliknya, di Amerika dan Inggris
kualitatif mengingat sifat dari data (bahan atau negara lainnya yang menganut tradisi hukum
hukum) yang diperoleh bersifat kualitatif. common law. Praktik tersebut dikenal dengan
istilah “martial law”. Sementara itu, instrumen
PEMBAHASAN HAM internasional seperti dalam European
Konsepsi Kedaruratan dalam Hukum Tata Convention on Human Right 1950,

Negara Darurat Inter-American Convention on Human Rights


dan Pengaturannya Di
Indonesia (IACHR) 1969, International Convenant on
Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 istilah
Istilah kata
darurat senada dengan keadaan darurat dikenal dengan istilah public
kata al-dlarurat (arab) yang berasal dari emergency.
kata “dlarar” yang artinya kondisi yang tidak
Herman Sihombing mendefinisikan
dapat dihindari.19 Kamus Besar Bahasa
keadaan bahaya sebagai serangkaian pranata dan
Indonesia (KBBI) mendefinisikan darurat
wewenang negara secara luar biasa
sebagai keadaan sukar (sulit) yang tidak dan istimewa untuk dalam waktu sesingkat-
dapat disangka-sangka kehadirannya yang
singkatnya dapat menghapuskan bahaya yang
memerlukan penanggulangan segera; keadaan mengancam dan mengembalikannya ke dalam
terpaksa; dan keadaan sementara. Bila diambil kehidupan biasa menurut perundang- undangan
contoh, dalam status darurat pemerintah harus dan hukum umum biasa.22 Sementara, Jimly
mengambil langkah cepat dan tepat dalam Asshiddiqie mendefinisikan state of emergency
mengatasi situasi darurat.20 sebagai keadaan bahaya yang tiba-tiba
Suatu keniscayaan perjalanan kehidupan mengancam tertib umum, yang menuntut negara
negara tidak selamanya berjalan normal. agar bertindak dengan cara- cara yang tidak lazim
Adakalanya negara terbentur dengan situasi yang menurut aturan hukum yang biasa berlaku dalam
mengancam. Layaknya seseorang (naturlijk keadaan normal.23
person) apabila dihadapkan pada situasi bahaya Jika ditelaah secara teoritis istilah keadaan
(noodtoestand), negara akan menggunakan darurat sendiri dipahami berbeda antara
haknya untuk membela diri (noodzakelijk penganut state of emergency dan state
verdediging). Yakni dengan cara of exeption.24 Penganut state of exception
memberlakukan Hukum Tata Negara Darurat lebih mengedepankan pendekatan kedaulatan
(staatsnoodrecht). Oleh karena itu, negara (sovereignty
dalam praktik ketatanegaraan menurut Jimly
Asshidiqqie dikenal dua keadaan negara
21 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 58
22 Herman SIhombing, Hukum Tata Negara Darurat
19 Abdul Natsir, “Abortus Atas Indikasi Medis Menurut Di Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1996). Hal 26
Konsep Al-Dlarurat Dalam Islam,” Sumbula: Jurnal 23 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hal 7-8
Studi Keagamaan, Sosial dan Budaya FAI Undar 24 Agus Adhari, “PENATAAN ANCAMAN EKONOMI
Jombang 2, no. 2 (2017): 561–587. SEBAGAI BAGIAN DARI KEADAAN BAHAYA
20 “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),” n.d., DI INDONESIA,” Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum
https://kbbi.web.id/darurat. Bisnis dan Investasi (2020).hal 35

33
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

approach)25 dan menganggap keadaan dalam (internal) ataupun dari luar (external).
bahaya merupakan extra-legal. Penganut tokoh Ancaman dari luar diidentikkan dengan ancaman
ini salah satunya ialah Carl Smith yang militer baik bersenjata maupun tidak bersenjata
mengatakan “Sovereign is he who namun tetap mengancam
decides on the exception”.26 Menurut Carl jiwa dan raga warga negara. Sedangkan
Smith, keadaan negara dimasa depan, akan ancaman dari dalam diidentikkan dengan
mengalami ancaman keadaan darurat seperti apa ancaman pemberontakan, kerusuhan sosial atau
tidak bisa diramalkan sebelumya. Oleh karena itu pun bencana alam maupun non alam. Saat ini
lebih baik menentukan siapa yang memang harus bencana non alam cenderung di identikan dengan
mendapatkan kewenangan wabah penyakit menular.
untuk mengatasi keadaan darurat. Daripada Di Indonesia sendiri, materi muatan
kehilangan negara hanya karena harus tunduk perihal keadaan darurat bisa dilihat di
pada aturan tertulis yang kaku dan beberapa konstitusi yang pernah berlaku
hanya akan mengorbankan tujuan karena seperti halnya dalam Konstitusi RIS 194931 dan
mementingkan cara.27 Menurutnya “All law is
UUDS 195032. Dalam Undang-Undang Dasar
situational law.”28
1945 pengaturan keadaan darurat diatur dalam
Sedangkan, penganut “state of dua pasal yakni dalam Pasal
emergency” cenderung menggunakan 12 UUD 1945 dan Pasal 22 UUD 1945. Dari
pendekatan negara hukum di mana keadaan dua ketentuan pasal tersebut diketahui terdapat
bahaya harus tunduk pada kontitusi dan undang- dua terminologi yang digunakan untuk memaknai
undang.29 Menurut Jimly Asshidiqie suatu negara suatu kondisi darurat, yakni “keadaan bahaya”
tidak akan pernah sempurna jika tidak dalam Pasal 12 dan “hal ihwal kegentingan yang
menyediakan segala sesuatu berdasarkan hukum, memaksa” dalam Pasal 22.
dan menyediakan sarana dan wahana untuk
Merujuk pada original intent, menurut
mengatasi setiap keadaan darurat untuk menata
M.Yamin keadaan bahaya sebagaimana dimaksud
hukumnya sebagaimana mestinya.30 Hal inilah
dalam Pasal 12 UUD 1945 merupakan situasi
yang dianut Indonesia dengan mengadopsinya
yang disebut sebagai martial law atau staat van
dalam konstitusi yakni dalam Pasal 12 dan Pasal
beleg.33 Jika ditelusuri, dalam rancangan UUD
22 UUD 1945.
1945
Senyatanya, dalam praktik banyak yang dibahas pada masa sidang BPUPKI
macam alasan yang menjadi dasar tanggal 13 Juli 1945, rumusan mengenai
pemberlakuan keadaan darurat. Dari segi keadaan bahaya dalam Pasal 12 ini berawal dari
kategori, keadaan darurat sendiri sangat Pasal 10 RUU UUD 1945 dengan rumusan
bervariasi dari ragam bentuk, tingkat dan skala “Presiden menjatakan “staat van beleg”.
bahayanya. Secara umum keadaan darurat Sjarat-sjarat dan akibat “staat van beleg”
tersebut bisa datang baik dari ditetapkan dengan undang-undang”. Istilah
“staat van beleg” tersebut kemudian
25 Agus Adhari, “AMBIGUITAS PENGATURAN disempurnakan dengan frasa “keadaan
KEADAAN BAHAYA DALAM SISTEM bahaya”. Sehingga kini rumusannya menjadi
KETATANEGARAAN INDONESIA,” Dialogia
Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi
“Presiden menyatakan keadaan bahaya.
(2019). Syarat-syarat dan akibat “keadaan bahaya”
26 Carl Schmitt, Political Theology : Four Chapters ditetapkan dengan undang-undang”.
on the Concept of Sovereignty, Studies in
Contemporary German Social Thought, 1985.hlm 31 Lihat Pasal 139 ayat (1)
5
32 Pasal 96 yang memuat rumusan yang sama dengan
27 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 84
Pasal 139 Ayat (1) UUD RIS 1949.
28 Schmitt, Political Theology : Four Chapters on the 33 Fitra Arsil, “MENGGAGAS PEMBATASAN
Concept of Sovereignty.hal 13 PEMBENTUKAN DAN MATERI MUATAN
29 Adhari, “AMBIGUITAS PENGATURAN PERPPU: STUDI PERBANDINGAN
KEADAAN BAHAYA DALAM SISTEM
PENGATURAN DAN PENGGUNAAN PERPPU DI
KETATANEGARAAN INDONESIA.”
NEGARA-NEGARA PRESIDENSIAL,” Jurnal
30 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 85
Hukum & Pembangunan (2018).

33
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

Jika dilihat berdasarkan original intent Lain halnya dengan Pasal 22 UUD 1945.
sebagaimana yang dimaksud oleh M.Yamin di Pasal ini merupakan dasar kewenangan bagi
atas, Pasal 12 UUD 1945 merupakan pasal yang presiden dalam domain pengecualian atas fungsi
memberi kewenangan penyimpangan hukum legislatif (legislative power).37 Mengapa
dalam kondisi darurat secara konstitusional. Pasal dikatakan demikian karena atas dasar pasal ini
tersebut secara eksklusif memberikan presiden memiliki kewenangan untuk membentuk
kewenangan tersebut hanya kepada presiden peraturan yang secara hierarki berkududukan
sebagai kepala negara (the sovereign sama dengan undang-undang tanpa melibatkan
executive). Kewenangan presiden DPR. Dalam praktek sering
untuk mendeklarasikan keadaan darurat Pasal disebut (Perppu). Di negara yang menganut
dalam 12 UUD 1945 tersebut tidak semata sistem presidensial biasa disebut presidential
hanya memproklamirkan melainkan decree atau emergency decree.38
jauh lebih dari itu yakni merubah karakter hukum
Menurut Jimly Asshiddiqie istilah hal ihwal
tata negara normal menjadi darurat. 34 Oleh karena
kegentingan yang memaksa dalam Pasal 22
itu Pasal 12 UUD 1945 bisa dikatakan sebagai
UUD 1945 memiliki cakupan luas, tidak selalu
tombol aktivasi berlakunya hukum tata negara
identik dengan keadaan bahaya (Pasal 12 UUD
darurat. Dengan demikian, berlakunya suatu
1945). Hal demikian ditafsirkan pula oleh
keadan darurat dalam hukum tata negara
Mahkamah Konstiusi dalam Putusan MK No.
menyebabkan perbuatan yang bersifat melawan
003/PUU-III/2005 bahwa hal ihwal kegentingan
hukum (onrecht) dapat dibenarkan untuk
yang memaksa tidak harus disamakan dengan
dilakukan karena adanya reasonable
keadaan bahaya. Frasa “kegentingan yang
necessity.35
memaksa” adalah domain subjektifitas presiden
Penjabaran lebih lanjut perihal syarat untuk menentukannya yang kemudian akan
pemberlakuan, penghapusan, dan akibat hukum menjadi keadaan objektif ketika Perppu oleh DPR
pemberlakuan keadaan darurat dalam Pasal 12 disetujui dan menjadi undang-undang. Oleh
UUD 1945 diatur dalam UU 23 Tahun 1959 karena itu, menurut Jimly Asshiddiqie setidaknya
tentang keadaan bahaya. UU yang saat ini masih terdapat dua model Perppu yakni
berlaku mengikat dan satu-satunya UU yang (i) Perpu yang dibentuk dalam keadaan
mengatur klausal keadaan darurat yang mendesak tetapi dalam keadaan normal (ii)
menjadikan Pasal 12 dalam konsideran Perppu yang dibentuk memang ketika negara
mengingatnya. Dalam UU ini keadaan bahaya sudah secara resmi memberlakukan keadaan
dibagi dalam tiga tingkatan yakni darurat sipil, darurat.39
darurat militer dan darurat perang.36
Selain konsep kedaruratan

34 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm 98 sebagaimana dijelaskan di atas, masih terdapat
35 Ibid.
UU yang materi muatannya mengatur keadaan
36 Dalam UU 23 Tahun 1959 dikenal tingkatan darurat
sipil, darurat militer dan darurat perang. Masing- darurat atau suatu keadaan yang dikecualikan
masing tingkatan keadaan darurat tersebut memberi pada kondisi normal seperti dalam beberapa UU
kewenangan pada penguasa keadaan darurat untuk berikut;
melakukan pembatasan yang berbeda-beda setiap
tingkatannya. Sementara itu, dalam pasal 1 penyebab atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat
diberlakukanya keadaan bahaya bisa dikarenakan oleh membahayakan hidup Negara.
beberapa hal seperti keamanan atau ketertiban 37 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hlm
hukum di seluruh wilayah atau disebagian wilayah 206
Negara Republik Indonesia terancam oleh 38 Arsil, “MENGGAGAS PEMBATASAN
pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau PEMBENTUKAN DAN MATERI
MUATAN PERPPU: STUDI
PERBANDINGAN
akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan PENGATURAN DAN PENGGUNAAN PERPPU DI
tidak dapat di atasi oleh alat-alat perlengkapan secara NEGARA-NEGARA PRESIDENSIAL.” Hlm 4
biasa; timbul perang atau bahaya perang atau 39 Aida Mardatillah, “Pandangan Jimly Terkait Perppu
dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Penanganan Covid-19,” Hukum Online, accessed
Indonesia dengan cara apapun juga; hidup Negara February 25, 2021, https://www.hukumonline.
berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- com/berita/baca/lt5eaf518c0f3c3/pandangan- jimly-
keadaan khusus ternyata ada terkait-perppu-penanganan-covid-19/.

33
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

1.
“Darurat Bencana” dalam UU Nomor 24 Dalam tulisannya, Tom Ginsburg dan
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Mila Versteeg, mengemukakan bahwa secara
Bencana; umum ada tiga opsi yang dilakukan oleh negara-
2.
“Keadaan Konflik Sosial” dalam UU negara di dunia dalam
Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Konflik menanggulangi krisis Covid-19 yakni dengan
Sosial; cara (i) the declaration of state of emergency
3.
“Krisis under the constitution (ii) the use of existing
Sistem Keuangan” dalam of new emergency legislation dealing with
public
UU Nomor 9 Tahun 2016 Tentang health or national disasters (ii) the passing of
Pencegahan Penanganan Krisis Sistem new emergency legislation.40
Keuangan dan;
Pada opsi pertama, negara
4.
“Kedarurat Kesehatan Masyarakat” memberlakukan keadaan darurat yang
dalam UU 6 Tahun 2018 Tentang tercantum dalam konstitusinya. Penelitian yang
Kekarantinaan Kesehatan. dilakukan oleh Christian Bjørnskov and Stefan,
Beberapa ketentuan kedaruratan 90% konstitusi dipelbagai negara
dalam UU mengatur mengenai klausul keadaan darurat yang
di atas secara sepintas memiliki
kemiripan sebagian besar dikarenakan oleh war or foreign
yakni sama-sama memuat
ketentuan aggression (48%), internal security 41
pengecualian terhadap kondisi (39%) atau national disaster (26%). Dalam
normal. Ketentuan tersebut memiliki model situasi darurat ini, pemerintah dimungkinkan
kedaruratan sendiri-sendiri yang didasarkan pada untuk keluar dari kerangka konstitusional dan
kekhususannya. Akan tetapi, UU yang menjadi melakukan tindakan yang dalam keadaan normal
dasar pemberlakuan keadaan darurat di atas tidak boleh dilakukan. Akan tetapi dalam
justru tidak menjadikan Pasal 12 UUD dalam konstitusi modern klausul keadaan darurat ini
konsiderannya. Hal tersebut menimbulkan dibarengi dengan klausul pembatasan dalam
konsekuensi yuridis bahwa keadaan darurat di penggunaanya.
atas bukan merupakan keadaan darurat dalam
arti state of emergency. Sehingga walaupun Menurut Tom Ginsburg dan Mila Versteeg,
keadaan darurat di atas ditetapkan, dengan tidak opsi pertama ini memiliki kelemahan yakni
dilibatkannya ketentuan Pasal 12 UUD 1945 memberikan kekuasaan yang besar dengan
maka keadaan darurat tersebut hanya bersifat de minimnya pengawasan. Oleh karena itu opsi ini
facto bukan de jure. rawan untuk disalahgunakan demi kepentingan
politik. Di Indonesia, opsi ini mirip dengan
Kebijakan Kedaruratan Covid-19 dalam klausul keadaan bahaya dalam Pasal 12 UUD
Prespektif Hukum Tata Negara Darurat 1945. Ketentuan Pasal 12 UUD 1945 memberi
Secara prinsip pembentuk UU tidak akan kewenangan mutlak bagi Presiden (execuvtive)
mampu memprediksi suatu undang- undang yang untuk menetapkan, dan menghapus keadaan
sedang dibentuk akan mampu menyelesaikan bahaya. Bahkan jika melihat ketentuan dalam UU
persoalan di kemudian hari. Demikian pula Nomor 23 Tahun 1959 Presiden/Panglima
datangnya suatu keadaan yang mengancam Tertinggi Angkatan Perang memiliki
kehidupan bernegara, niscaya tidak dapat kewenangan untuk melakukan berbagai
prediksi kapan datang pembatasan hak dan penyimpangan hukum
dalam berbagai
dan berakhirnya. Untuk mengantisipasi tingkatan darurat sipil, darurat militer
hal tersebut, biasanya negara menyiapkan dan darurat perang tanpa adanya sistem pengawasan
berbagai instrumen hukum yang memang yang kuat.
disiapkan untuk menghadapi hal tersebut.
Pengaturan tersebut dibuat baik dalam 40 Tom Ginsburg and Mila Versteeg, “States of
konstitusinya maupun dalam undang-undang Emergencies: Part I.”
biasa. 41 Christian Bjørnskov and Stefan Voigt, “The
Architecture of Emergency Constitutions,”
International Journal of Constitutional Law (2018).
Hal 101

33
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

Lain halnya dengan opsi kedua, opsi ini First, it may be that of emergency
berangkat dari anggapan bahwa sebagian hak powers. It is plausible that elected
asasi manusia tidak mutlak. Hak tersebut bisa officials are cautious in triggering the
dibatasi asal saja dilakukan secara proporsional use of exceptional powers and, indeed,
dan disahkan secara hukum.42 Banyak konstitusi that caution is probably to be applauded.
negara tidak mengatur secara spesifik perihal Perhaps, in view of the historical abuses
kedaruratan yang disebabkan oleh krisis of such powers… Second, it is possible
kesehatan. Oleh karena itu tidak perlu because of the advance of state-
mengaktifkan keadaan darurat berdasarkan controlled technology for dealing with
konstitusi. Opsi ini menitikberatkan pada disorder, that most emergencies can be
pemberian kekuasaan luar biasa kepada successfully managed by the operation
pemerintah melalui peraturan undang-undang of the ordinary legal-constitutional
biasa. system.”
UU dimaksud ialah untuk menanggulangi 46

krisis berkaitan dengan pengaturan mengenai Sementaraitu,opsiketigamenitikberatkan


kesehatan, kebencanan, atau bisa juga yang penanggulangan krisis Covid-19 dengan legislasi
mengatur mengenai pertahanan sipil. Seperti baru. Opsi ini memungkinkan negara untuk dapat
halnya di India melalui Epidemic Diseases Act memenuhi kebutuhan hukum yang diinginkan
1897,43 di Taiwan melalui Communicable untuk menangani krisis. Pada kenyataanya
Disease Control Act,44 dan di Australia melalui banyak negara yang tidak memiliki UU yang
Biosecurity Act 2015.45 Di Indonesia, terdapat mampu secara spesifik mengatur kompleksitas
beberapa undang-undang yang mirip dengan permasalahan yang diakibatkan oleh Covid-19.
karakter undang-undang yang dimaksud seperti Akan tetapi, opsi ini memiliki kelemahan di
UU Nomor 6 Tahun 2018 Kekarantinaan mana legislasi baru dibentuk dalam situasi serba
Kesehatan, UU Nomor 24 Tahun 2007 terbatas ditengah krisis, sehingga minim aspirasi
Penanggulangan Bencana dan UU Nomor 23 dan kontrol dari publik. Oleh karenanya opsi ini
Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Namun berpotensi memberikan kekuasaan yang luas bagi
diketahui hanya UU 23 Tahun 1959 yang penguasa.
memiliki keterkaitan dengan Pasal 12 UUD 1945.
Dari ketiga alternatif cara di atas, jika
Penggunaan UU untuk menanggulangi dikaitkan dengan kebijakan hukum penanganan
krisis sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Covid-19 di Indonesia, diketahui bahwa
Ferejohn dan Pasquino. Menurutnya, banyak pemerintah memilih untuk menggunakan undang-
negara modern yang tidak menggunakan undang biasa dalam memerangi pandemi Covid-
ketentuan keadaan darurat dalam konstitusinya 19 yakni UU Nomor 6 Tahun 2018 dan UU
dikarenakan: Nomor 24 Tahun 2007. Kebijakan tersebut
tercermin dengan ditetapkannya status
42 Tom Ginsburg and Mila Versteeg, “States of Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui
Emergencies: Part I.”
Keppres Nomor 11 Tahun 2020 dan Darurat
43 Tariq Ahmad, “India: Legal Responses to Health
Emergencies,” https://www.loc.gov/law/help/ health- Bencana Non-Alam melalui Keppres Nomor 12
emergencies/india.php. Tahun 2020.
44 When-Chen Chang, “Taiwan’s Fight against COVID-
19: Constitutionalism, Laws, and the Global Kerangka model kedaruratan yang dipilih
Pandemic,” https://verfassungsblog.de/ taiwans-fight- ini layaknya seperti cara kedua yang disampaikan
against-covid-19-constitutionalism- laws-and-the- oleh Tom Ginsburg dan Mila Versteeg, yakni
global-pandemic/. dengan menggunakan undang-undang eksisting
45 Hon Greg Hunt MP, “Extending the Human
Biosecurity Emergency Period by Three Months,” yang mengatur kedaruratan kesehatan
Minister for Health and Aged Care, last modified masyarakat atau kebencanaan. Meskipun
konstitusi
2020, accessed February 28, 2021, https://
www.health.gov.au/ministers/the-hon-greg-hunt- 46 Ferejohn and Pasquino, “The Law of the Exception: A
mp/media/extending-the-human-biosecurity- Typology of Emergency Powers.” Hal 215-217
emergency-period-by-three-months.

33
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

menyediakan klausul pemberlakukan (state of emergency).49 Oleh karenanya,


keadaan bahaya menurut Pasal 12 UUD kondisi darurat dapat membenarkan Presiden
1945. Sebelumnya sempat muncul wacana melakukan tindakan luar biasa dengan syarat
pemberlakuan darurat sipil berdasarkan UU 23 diawali pendeklarasian terlebih dahulu melalui
Tahun 1959. Hanya saja menurut pelbagai ketentuan keadaan darurat konstitusional.
kalangan dinilai tidak tepat, sebab darurat sipil
Hal inilah yang tidak dilakukan dalam
dalam UU 23 Tahun 1959 lebih menekankan
pemberlakuan keadaan darurat kesehatan dan
pada krisis yang didasarkan gangguan keamanan
darurat bencana Covid-19 di Indonesia. Baik
dan bersifat militeristik.47
Keppres 11 Tahun 2020 maupun
Merujuk pada kebijakan di atas, Keppres 12 Tahun 2020 tidak menjadikan atau
pemerintah mencoba menafsirkan bahwa krisis melibatkan Pasal 12 UUD dalam konsiderannya.
Covid-19 bukan merupakan kedaruratan yang Oleh karenanya dapat diasumsikan bahwa
disebabkan oleh gangguan keamanan. Hal ini keadaan darurat yang dimaksud ialah keadaan
dibuktikan dengan tidak adanya pengaktivasian darurat biasa, bukan keadaan darurat dalam arti
keadaan darurat menurut Pasal 12 UUD 1945. state of emergency. Dengan tidak adanya
Adanya keengganan melibatkan Pasal 12 UUD aktivasi Pasal 12 UUD 1945, maka rezim hukum
1945 tidak lain disebabkan karena adanya normal tetap berlaku dan tidak diperbolehkan
pandangan bahwa pasal ini dinilai merupakan adanya penyimpangan terhadap hak asasi
perwujudan kewenangan otoritarianisme dari manusia maupun konstitusi.50
Presiden. Padahal pasal tersebut merupakan satu-
satunya pasal yang memungkinkan negara Lebih lanjut, selain menggunakan UU yang
melakukan manajemen krisis saat berbagai berlaku, pemerintah mengeluarkan pula
ancaman senyatanya hadir mengancam eksistensi instrumen hukum baru dengan menerbitkan
negara. Menurut Jimly Asshiddiqie, disetiap Perppu 1 Tahun 2020 demi memenuhi kebutuhan
negara modern sudah lazim di dalam hukum selama penanganan Covid-19. Hal ini
konstitusinya menyediakan ketentuan layaknya dapat dilihat dari judul maupun konsideran
Pasal 12 UUD 1945. Bahkan menurutnya, sistem Perppu tersebut yang secara eksplisit
pemerintahan darurat di zaman modern telah mencantumkan frasa Covid-19. Namun demikian
menyediakan pelbagai variasi yang lebih fleksibel sama halnya penetapan keadaan daururat yang
dan menarik dalam menghadapi keadaan-keadaan sebelumnya diterbitkan, Perppu ini tidak
yang nyata.48 melibatkan Pasal 12 UUD sebagai dasar
pembentukannya. Dengan demikian maka Perppu
Secara teoritis, hal di atas berkaitan ini bukan merupakan Perppu darurat (Pasal 12 jo
dengan doktrin dualisme konstitusi Pasal 22 UUD 1945) melainkan Perppu biasa
(constitusional dualism). Dalam konstitusi, (Pasal 22 UUD1945).51
selain berisi sistem hukum yang berlaku normal
sebagai pelindung hak dan kebebasan, dan di sisi Berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 2020
lain berisi sistem hukum yang berlaku dalam sebagai Perppu biasa secara normatif tidak boleh
keadaan darurat bertentangan dengan UUD

49 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hal 60


47 Dalam UU 23 Tahun 1959, sebab pemberlakuan 50 “Prof Jimly: Mestinya Darurat Sipil, Semua Di Bawah
darurat sipil bisa juga dikarenakan adanya bencana Kendali Presiden,” JPNN.Com, accessed February
alam. Ada kerancuan pengaturan mengenai keadaan 28, 2021, https://www.jpnn.com/news/ prof-jimly-
darurat yang diakibatkan bencana alam. Selain dalam mestinya-darurat-sipil-semua-di- bawah-kendali-
UU 23 Tahun 1959, pada tahun 2007 dibentuk UU 24 presiden?page=2.
Tahun 2007 yang khusus mengatur perihal 51 Aida Mardatillah, “Jimly: Ada Dua Tipe Perppu
kebencanaan. UU tersebut berlaku tanpa mencabut Dalam Perspektif Konstitusi,” Hukum Online, last
ketentuan dalam UU 23 Tahun 1959 yang berlaku modified 2020, accessed March 1, 2021,
terlebih dahulu. https://www.hukumonline.com/berita/baca/
48 Jimly Asshidiqie, “Diktator Konstitusional Dan lt5eb09bcc9e976/jimly--ada-dua-tipe-perppu- dalam-
Hukum Pengecualian,” Makalah (2020). Hal 22 perspektif-konstitusi/.

33
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

1945 bahkan tidak boleh melanggar HAM mengartikan derogable rights di Indonesia.
sekalipun, karena pada hakikatnya Perppu biasa Kelompok hak ini sering diterjemahkan sebagai
diniatkan untuk menjadi lakyaknya UU biasa hak yang dapat dikurangi, dibatasi atau dicabut.
yang berlaku permanen jika memang disetujui Lain halnnya dengan non derogable rights yang
oleh DPR, dan jika ditolak maka harus dicabut.52 diartikan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi
Saat ini Perppu tersebut telah disahkan menjadi dalam kondisi apapun dan oleh siapapun.
UU Nomor 2 Tahun 2020. Dengan berlakunya
sebagai UU biasa maka keberlakuaanya sama Dalam berbagai instumen HAM seperti
seperti UU pada umumnya yakni berlaku tidak ICCPR, jenis non derogable rights bisa
hanya untuk jangka waktu tertentu seperti halnya ditemukan dengan mengidentifikasi Pasal 4 ayat
Perppu darurat (UU darurat), melainkan berlaku 2 yang secara eksplisit menyebutkan berbagai
permanen. hak yang tidak boleh dikurangi. Di Indonesia
kelompok hak ini tertuang dalan
Berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2020 Pasal 28I UUD 1945. Meskipun dalam putusan
menimbulkan problem ketatanegaraan, MK No.2-3/PUU-V/2007 dinyatakan
sebab dari segi tujuan pembentukannya UU bahwa ketentuan Pasal 28I UUD 1945 dapat
yang dahulunya Perppu 1 Tahun 2020 tersebut dibatasi karena tunduk pada ketentuan Pasal
ditujukan secara terbatas yakni untuk dan selama 28J, akan tetapi penafsiran sistematis MK
penanganan Covid-19. Jika Covid-19 telah tersebut hingga kini masih banyak diperdebatkan
selesai maka berbagai ketentuan dalam UU oleh kelompok yang menilai hak-hak dalam Pasal
Nomor 2 Tahun 2020 sudah pasti tidak relevan 28I UUD 1945 tetap merupakan non derogable
lagi diterapkan. Terlebih, dari segi substansi rights.
ketentuan dalam UU tersebut banyak
Terlepas dari perdebatan itu, semua Hak
membatalkan berbagai ketentuan dalam undang-
Asasi Manusia secara prinsip sama-sama penting,
undang lainnya. Selain itu adanya ketentuan
oleh karenanya tidak diperbolehkan
Pasal 27 yang memberi imunitas bagi pejabat
mengeluarkan kategori hak tertentu dari
penyelenggara pemerintahan justru menegasikan
bagiannya. Dalam arti, terpenuhinya satu kategori
prinsip equality before the law yang secara
hak tertentu akan selalu bergantung dengan
tegas diamanatkan oleh konstitusi.
terpenuhinya hak yang lain.53 Selain itu, sejatinya
Implikasi Darurat Covid-19 Terhadap dalam keadaan normal, hak asasi manusia
Jaminan Perlindungan Hak Asasi menjadi suatu hal yang sudah sepatutnya
Manusia dilindungi (protect), dipenuhi (fulfill) dan
ditegakan (ecforced) oleh negara Akan tetapi,
Kerangka teoritis mengklasifikasi hak asasi
dalam pelaksanaanya negara dimungkinkan
manusia ke dalam kelompok derogable rights
melakukan pembatasan atau pengurangan
dan non derogable righs. Akan tetapi, hingga
terhadap hak asasi manusia.
saat ini belum ada istilah baku untuk
Prespektif teori HAM mengenal doktrin
pembatasan (limitation) dan pengurangan
52 Dalam makalahnya Jimly membagi dua tipe Perppu.
Tipe pertama layaknya kebijakan normatif yang (derogation) hak sipil dan politik. Alasan
seharusnya dituangkan dan UU. Namun karena adanya mengapa pembatasan HAM dapat dilakukan ialah
unsur kegentingan yang memaksa maka kebijakan adanya pengakuan bahwa sebagian besar hak
tersebut sementara dituangkan dalam Perppu untuk asasi manusia tidak bersifat mutlak dan
disetujui DPR. Sementara tipe kedua ialah Perppu
yang menjadi pengaturan lebih lanjut atas keadaan
mencerminkan keseimbangan antara
darurat (Ps 12 UUD
1945) yang berlaku sementara saat keadaan
darurat saja. Karena sifatnya yang sementara maka 53 Mei Susanto, Teguh Tresna, and Puja Asmara,
materi muatannya boleh menyimpangi ketentuan UU “EKONOMI VERSUS HAK ASASI MANUSIA
lainnya termasuk UUD 1945. Dengan syarat adanya DALAM PENANGANAN COVID-19 : DIKOTOMI
Batasan waktu yang jelas dan ketika situasi telah ATAU HARMONISASI ( The Economy versus
kembali normal ketentuan yang sebelumnya Human Rights In Handling Covid-19 : Dichotomy or
ditangguhkan kembali berlaku apa adanya. Harmonization ),” Jurnal HAM 11, no. 2 (2020): 301–
317, http://dx.doi.org/10.30641/ham.

33
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

kepentingan individu dengan masyarakat. Sebagai contoh, ICCPR memberikan


Sehingga ada kemungkinan bahwa pembatasan beberapa kriteria bahwa sebagian hak dalam
HAM dapat berlaku permanen.54 kondisi tertentu justru menimbulkan kewajiban
dan tanggung jawab khusus oleh karenanya
Menurut Jayawickrama pengertian
dalam pelaksanaanya dapat dibatasi sepanjang
pembatasan sebagai “A limitation clause is
memenuhi kriteria yakni tetap didasarkan pada
clearly an axception to the general rule. The
aturan hukum yang sah dan sepanjang memang
general rule is the protection of the right;
diperlukan untuk menghormati orang lain,
the exception is its restriction.55 Penerapan
melindungi keamanan nasional atau ketertiban
pembatasan HAM merupakan bagian inheren dari
umum serta dengan alasan lain seperti melindungi
kewenangan pemerintah sebagai pembentuk
kesehatan (public health).58 Demikian pula
peraturan perundang-undangan, akan tetapi tetap
prinsip siracusa menjelaskan lebih rinci, berbagai
dibatasi oleh beberapa hal seperti, (i) ketentuan syarat pembatasan tersebut tentunya dilakukan
HAM yang dirumuskan dalam absolute terms dengan ketentuan bahwa pembatasan hak tidak
maka tidak dapat diberlakukan pembatasan atas boleh membahayakan esensi hak itu sendiri.
dasar apapun. Klausul pembatasan tersebut harus ditafsirkan
(ii) Ketentuan HAM yang dirumuskan secara secara tegas dan ditujukan untuk mendukung
restrictively defined dengan pemberian hak-hak serta pembatasan hak tidak boleh berlaku
kualifikasi tertentu atas hak, dimungkinkan untuk sewenang-wenang.
adanya pengecualian yang memang
dimungkinkan oleh kualifikasi tersebut. Sebagai Sementara itu, alasan negara dapat
contoh ketentuan hak hidup dalam ICCPR dan melakukan derogasi atau pengurangan ialah
(iii) Ketentuan HAM yang memang dalam adanya keadaan darurat (public emergency)
pelaksanaanya dapat dibatasi atau right the yang mengancam kehidupan bangsa dan negara.
exercise of wise may be restricted.56 Jayawickrama berpendapat bahwa
Agar dapat dikatakan sah, pembatasan harus
memenuhi beberapa kirteria
seperti; Pertama, persyaratan melakukan “derogation is essentially a temporary
pembatasan suatu hak harus pada didasarkan measure limited to the period of the public
alasan-alasan yang memang emergency threatening the life of the nation”.
diperbolehkan oleh perjanjian HAM. Kedua, Oleh karenanya, ketentuan derogasi lebih
pembatasan harus ditetapkan oleh aturan hukum bersifat pengecualian dan kesementaraan di
yang sah dari masing-masing negara. Ketiga, mana negara dapat menarik diri dari
pembatasan harus didasarkan pada prinsip kewajibannya dalam pelaksanaan HAM menurut
proporsionalitas yang memenuhi aspek instrumen HAM internasional untuk menghadapi
legitimacy, suitability dan necessity. Keempat, public emergency.59
tindakan pembatasan harus menimbang untung- Selain menurut pendapat ahli, Instrumen
rugi antara hak individu dan kepentingan hukum internasional seperti ICCPR mengatur
umum.57 pula sejauh mana negara dapat melakukan
pengurangan Hak Asasi Manusia dalam Pasal 4
54 D. McGoldrick, “The Interface between Public
sebagai berikut:
Emergency Powers and International Law,” (1) In time of public emergency which
International Journal of Constitutional Law (2004). threatens the life of the nation and
55 Nihal Jayawickrama, The Judicial Application of
Human Rights Law: National, Regional and Pengurangan Dan Pembatasan Terhadap Hak Sipil
International Jurisprudence, The Judicial Politik,” Jurnal Konstitusi 1 (2012).
Application of Human Rights Law: National, 58 Republik Indonesia, UU No. 12 Tahun 2005
Regional and International Jurisprudence, 2017. Tentang Pengesahan International Covenant on
Hlm 184 Civil and Political Rights (Kovenan Internasional
56 Titon Slamet Kurnia, Interprestasi Hak-Hak Asasi Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik, n.d. Lihat Pasal
Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik 19 (3) ICCPR
Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2017). Hlm 133 59 Titon Slamet Kurnia, Interprestasi Hak-Hak Asasi
57 Sefriani, “Kewenangan Negara Melakukan Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia.

33
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

the existence of which is officially diskriminasi mensyaratkan bahwa tindakan


proclaimed, the States Parties to the
pengurangan tidak boleh diskrimnatif terhadap
present Covenant may take measures
derogating from their obligations under unsur seks, warna kulit, bahasa, agama atau status
the present Covenant to the extent sosial. Diberbagai kasus, kondisi darurat justru
strictly required by the exigencies of digunakan dengan berlebihan dengan menekan
the situation, provided that such kelompok oposisi dan kritikus pemerintah.62
measures are not inconsistent with
Kelima, tindakan pengurangan harus secara
their other obligations under
international law and do not involve jelas merujuk pada wilayah dan penerapan
discrimination solely on the ground of sementara dan peninjauan kembali secara berkala.
race, colour, sex, language, religion or Dengan artian bahwa, ketika kondisi sudah
social origin; kembali normal, maka pengurangan hak tidak
(2) No derogation from articles 6, 7, 8 berlaku lagi. Keenam, negara yang melakukan
(paragraphs I and 2), 11, 15, 16 and 18 pengurangan wajib mengumumkan secara resmi
may be made under this provision. perihal cakupan
Jika dijabarkan, keabsahan negara
melakukan pengurangan (derogation) harus pengurangan hak, wilayah dan waktu
tunduk pada prinsip seperti;60 pertama, harus berlakunya. Ketujuh, negara uang melakukan
pengurangan berlandaskan prinsip Tujuan pengurangan mengijinkan legislatif dan yudisial
perkecualian. negara melakukan untuk memberikan pengawasan akan aspek
pengurangan ialah karena tindakan legalitas dan implementasinya.
pengurangan lebih kepada upaya preventif
daripada represif. Sebagai contoh, dalam kondisi Selain itu, dalam prinsip-prinsip Siracusa
pandemi lebih baik mengurangi kebebasan syarat-syarat derogasi diatur sebagai berikut:
bergerak daripada mengorbankan 63
(i) Public Emergency Which Threatens the
hak hidup. Lifeofthe Nation)(ii) Proclamation, Notification

Kedua, tindakan pengurangan terbatas and Termination of a Public Emergency


hanya terhadap hak-hak yang memang secara (iii) Strictly Required the Exigencies of
substansial dapat dikurangi (derogable the Situation (iv) Non-Derogables Rights
(v) Some General Principles in the
rights) dan tidak berlaku bagi kelompok non Internation of a Public Emergency and
derogable rights. Dalam pasal 4 ayat 2 ICCPR Consequent Derogation Measures dan (vi)
non derogable rights sebagaimana dimaksud Recommendations Cencering the Functions
terdiri dari i) hak atas hidup (ii) hak bebas dari and Duties of the Human Rights Committee
penyiksaan (iii) hak terbebas dari perbudakan, and United Nations Bodies.
(iv) hak bebas dari penahanan karena tidak
mampu memnuhi kewajiban kontrak (utang) Pada dasarnya setiap negara memiliki sistem
(v) hak bebas dari hukum yang berlaku surut hukum yang mengatur dan menentukan tindakan-
(vi) Hak pengakuan sebagai subjek hukum tindakan khusus apa saja yang dapat dilakukan
(vii) hak kebebasan berpikir, berkeyakinan dan ketika negara menghadapi kondisi darurat.
beragama.61 Pengaturan-pengaturan

Ketiga, pengurangan harus berlandaskan


pada prinsip proporsionalitas dengan tujuan 62 Lucia Newman, “Outrage in Chile over Pinera Photo
menjamin agar tidak adanya pengurangan yang at Quarantined Protest Site Sebastian Pinera Sparks
sewenang-wenang terhadap kelompok Outcry after Posing for Picture at Ground Zero of
Chile’s Protest Movement amid COVID-19
derogable rights. Keempat, prinsip non
Quarantine.,” AL Jazeera, last modified 2020,
accessed March 1, 2021, https://
www.aljazeera.com/features/2020/4/5/outrage-in-
60 McGoldrick, “The Interface between Public chile-over-pinera-photo-at-quarantined-protest- site.
Emergency Powers and International Law.” 63 “The Siracusa Principles on the Limitation and
61 Indonesia, UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Derogation Provisions in the International Covenant
Pengesahan International Covenant on Civil and on Civil and Political Rights,” Human Rights
Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Quarterly (1985).
Hak-Hak Sipil Dan Politik. Lihat Pasal 4

33
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

konstitusional tersebut selalu mengandung Konsekuensi tidak diberlakukannya


unsur mengurangi, membatasi ataupun keadaan darurat secara resmi akan berakibat
membekukan hak asasi manusia tertentu. Namun tidak sahnya segala tindakan-tindakan yang
sifat pengurangan, pembatasan dan pembekuan bersifat luar biasa yang berada diluar koridor-
tersebut harus bersifat sementara dan ditujukan koridor hukum yang berlaku dalam keadaan
untuk mengatasi krisis dengan tujuan agar biasa. Oleh karenanya, segala tindakan maupun
kondisi kembali kebijakan yang bersifat luar biasa
normal seperti sebelumnya demi menjaga tersebut harus atas keadaan darurat yang secara
keberlangsungan hak asasi manusia yang resmi telah dideklarasikan menurut prosedur yang
bersifat fundamental.64 bersifat konstitusional. Bahkan
Kaitannya dengan krisis Covid-19, adanya menurut Jimly Asshiddiqie, pendeklarasian
pembatasan-pembatasan terhadap pemenuhan keadaan darurat merupakan suatu momentum
hak asasi manusia sejatinya dilakukan dalam hukum yang dapat mengakibatkan hukum yang
upaya menanggulangi krisis yang diakibatkan sebelumnya sah menjadi tidak sah demikian
oleh virus tersebut. Akan tetapi, wajar jika dalam sebaliknya dan berlaku sejak saat keadaan darurat
keadaan dideklarasikan.
darurat selalu muncul ketakutan sejauh Berkaca pada pendeklarasian
mana pembatasan HAM dapat dilakukan kedaruratan kesehatan dan darurat bencana
oleh pemerintah. Mengingat keadaan darurat non alam yang dipilih Indonesia, telah disinggung
berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan- di atas bahwa dua status darurat tersebut
kepentingan politik tertentu. dideklarasikan terlepas dari keadaan darurat
berdasarkan konstitusi. Meskipun secara formil
Dalam konteks Hukum Tata Negara
dikatakan sebagai keadaan darurat, akan tetapi
Darurat legitimasi adanya penyimpangan hukum
secara materiil dua status keadaan darurat
dan pengurangan akan HAM berkaitan dengan
tersebut justru hanya bersifat de facto. Dikatakan
konstitusional atau tidaknya suatu keadaan
demikian karena kenyataanya produk hukum
darurat dinyatakan oleh negara. Hal tersebut
yang menjadi dasar pemberlakuannya tidak
diamanatkan pula dalam General Comment No
melibatkan ketentuan Pasal 12 UUD 1945
29 on Article of ICCPR yang memberi syarat
sebagai pasal yang mengaktivasi berlakunya
negara dapat melakukan pembatasan yakni
keadaan darurat konstitusional.66
adanya situasi yang berupa keadaan darurat yang
mengancam kehidupan bangsa dan negara harus Oleh karenanya, adanya pengurangan-
memproklamirkan secara resmi keadaan pengurangan yang dilakukan selama dua status
darurat negara tersebut. darurat tersebut berlaku tidak boleh
Pendeklarasian keadaan darurat merupakan menyentuh hak-hak dasar yang bersifat
momentum lahirnya kewenangan luar biasa substansial. Apalagi pengurangan terhadap bagi
pemerintah sekaligus dimulainya keberlakuan kelompok non derogable rights sebagaimana
rezim hukum darurat. Tujuan dideklarasikannya yang tercantum dalam Pasal 28I UUD 1945 dan
keadaan darurat tersebut agar seluruh pihak yang yang diamanatkan oleh pasal 4 ayat 2 ICCPR non
terkena dampak mengetahuinya. Sebab hal ini derogable rights.
akan berkaitan dengan pengawasan berjalanya
Kemudian, prinsip lain yang perlu dipenuhi
pemerintahan darurat (emergency powers)
ialah kesementaraan (limited duration) suatu
dalam melaksanakan pemerintahan selama
keadaan darurat. Pendeklarasian keadaan bahaya
keadaan darurat berlangusng. Karenanya,
sebaiknya memuat ketentuan mengenai kapan
pengumuman tersebut harus disertai dengan
dimulai dan diakhirinya keadaan darurat tersebut.
substansi pengurangan hak, lingkup wilayah dan
Mengingat sifat
waktu penerapannya.65

64 Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat. Hal 97 Pengurangan Dan Pembatasan Terhadap Hak Sipil
65 Sefriani, “Kewenangan Negara Melakukan Politik.” Hal 12
66 Mardatillah, “Pandangan Jimly Terkait Perppu
Penanganan Covid-19.”

34
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

istimewa dari keadaan darurat yang bisa ketentuan jangka waktu keadaan darurat tidak
menangguhkan keberlakuan konstitusi dan diatur secara eksplisit dalam Pasal 12 UUD
jaminan terhadap HAM, maka salah satu cara 1945. Adapun dalam UU 23 Tahun 1959,
untuk membatasi agar tidak disalahgunakan ialah ketentuan jangka waktu keberlakuan keadaan
melalui adanya pembatasan waktu yang ketat. darurat masih belum diatur secara jelas serta
Beresiko jika keadaan darurat bergantung masih menimbulkan banyak tafsir.
pada itikad baik penguasa. Sejak jaman Romawi Dalam konteks penanganan Covid-19 di
keadaan darurat memiliki kedaluwarsa.67 Oleh Indonesia, kedaruratan kesehatan dan darurat
karena itu baik secara preseden maupun secara bencana non alam tidak memuat jangka waktu
doktrinal hal tersebut wajib menjadi bagian keberlakuannya. Demikain pula dengan kedua
dalam setiap keadaan darurat. Selain itu, Keppres dan dalam kedua UU yang dijadikan
instrumen hukum internasional seperti ICCPR sebagai dasar pemberlakuannya. UU
pun menegaskan akan pentingnya pemenuhan Kekarantiaan Kesehatan tidak mengatur
prinsip limited time ini. mengenai jangka waktu kapan Kedaruratan
Di Hongaria, Perdana Menteri Victor Orban Kesehatan itu bisa diberlakukan. Dalam Pasal 10
memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 UU ini hanya diatur mengenai kewenangan
untuk mendapatkan akses kekuasan yang berlebih pemerintah dalam menetapkan dan mengakhiri
dengan memberikan kekuasaan kepada eksekutif status Kedaruratan Kesehatan. Begitupun dalam
untuk dapat berkuasa melalui dekrit tanpa UU Penanggulangan Bencana, Pasal 1 angka 19
pengawasan hingga menurut pemerintah UU ini mengatakan bahwa darurat bencana bisa
keadaan darurat tersebut selesai. 68 Tentu itikad ditetapkan untuk jangka waktu tertentu.
buruk penyalahgunaan kekuasaan inilah yang Penggunaa frasa “jangka waktu tertentu” tersebut
perlu diantisipasi. tentunya ialah tidak ada batasannya.

Perihal pemberian batasan waktu suatu Berbeda dengan negara lain seperti spanyol,
keadaan darurat, konstitusi India dapat dijadikan pemberlakukan keadaan darurat dilakukan
contoh karena secara eksplisit mencantumkan berdasarkan ukuran waktu yang jelas.
jangka waktu pemerintah dapat memberlakukan Sebagaimana diketahui pemerintah spanyol
keadaan darurat. Dalam UUD India, keadaan memperpanjang keadaan darurat hingga beberapa
darurat dibatasi hanya dalam jangka waktu satu kali sejak diumumkannya keadaan darurat (state
bulan dan bisa mendapat perpanjangan atas of alarm) berdasarkan konstitusinya sejak 14
persetujuan parlemen.69 Lain halnya dalam Maret 2020.70
UUD 1945, Ketidakmampuan menerawang kapan suatu
keadaan darurat berakhir seperti halnya krisis
Covid-19 saat ini tidak bisa serta-merta dijadikan
67 Dalam sistem ketatanegaraan Romawi, saat situasi
darurat senat memberi kekuasaan kepada konsul alasan bahwa pembatasan waktu keberlakuan
untuk menunjuk seorang diktator yang diberi tugas keadaan darurat tidak perlu dideklarasikan
untuk mengatasi situasi tersebut. Diktator tersebut ataupun dituangkan dalam instrumen hukum.
memiliki kekuasaan yang luar biasa selama periode Sebab, bagaimanapun setiap keadaan darurat
itu. Akan tetapi kekuasaan tersebut kedaluwarsa dalam
jangka waktu 6 bulan dan dapat diperpanjang atas
memiliki potensi untuk disalahgunakan. Semakin
persetujuan senat. Kemudan, jika situasi darurat lama keadaan darurat berlangsung maka semakin
tersebut telah besar pula risiko potensi penyalahgunaannya.
berakhir diktator meletakan kekuasaanya.
68 “Coronavirus: Hungary Votes to End Viktor Orban Proclamation, cease to operate at the expiration of one
Emergency Powers,” https://www.bbc.com/news/ month unless before the expiration of that period it has
world-europe-53062177. been approved by resolutions of both Houses of
69 Article 352 clause (4) UUD India: Every Parliament
Proclamation issued under this article shall be laid 70 “Spain Declares State of Alarm in Madrid to Slow
before each House of Parliament and shall, except Spread of Coronavirus,” http://www.xinhuanet.
where it is a Proclamation revoking a previous com/english/2020-10/09/c_139428934.htm.

34
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

Oleh karenanya, memastikan bahwa Idealnya suatu penetapan keadaan darurat


keadaan darurat memiliki waktu kedaluwarsa perlu dibarengi dengan adanya mekanisme
adalah merupakan bentuk mengendalikan pengawasan yang ketat. Sejauh ini baik secara
keadaan darurat sekaligus menjamin akan normatif maupun praktik tidak adanya peran
kelangsungan perlindungan hak asasi manusia. pengawasan selama keadaan darurat berlangsung
Terutama bagi negara seperti Indonesia yang memiliki risiko tereduksinya nilai-nilai jaminan
telah meratifikasi ICCPR, sudah menjadi perlindungan HAM. Tentunya peran pengawasan
keharusan untuk tunduk pada intrumen hukum baik dari legislatif maupun yudikatif dalam
tersebut dengan tujuan menjamin kebutuhan akan mengawasi selama keadaan darurat perlu dikaji
pemenuhan HAM yang menjadi poin penting lagi sedemikian rupa dalam instrumen hukum
suatu negara hukum. untuk menjamin bahwa tindakan selama keadaan
darurat tidak sewenang- wenang.Lalu, tidak
Pada dasarnya perlindungan akan HAM
adanya kejelasan konsep kedaruratan di Indonesia
dijamin secara rangkap, baik melalui sistem
berpotensi pula mereduksi perlindungan HAM
hukum nasional maupun sistem hukum
pada masa keadaan darurat. Meskipun dalam
internasional. Akan tetapi kelemahan yang
beberapa UU mengatur keadaan darurat, akan
mendasar penerapan ketentuan HAM
tetapi pada kenyataanya justru tidak konsisten.
internasional di Indonesia ialah tidak
Adanya berbagai ketentuan yang memuat
dirumuskannya ketentuan hukum internasional
ketentuan keadaan darurat justru tidak sejalan
dalam sistem hukum nasional oleh UUD 1945.71
dengan konsep keadaan bahaya dalam Pasal 12
Diratifikasinya ICCPR sebenarnya membawa
UUD 1945. Pembentukkan berbagai UU tersebut
konsekuensi bahwa berbagai ketentuan dalam
justru saling berdiri sendiri dan tumpang tindih.
sistem hukum nasional perlu disesuaikan dengan
instrumen hukum internasional. Seperti halnya
tidak
termuatnya jangka waktu kedaluwarsa Sebagai contoh, dalam UU 24
dalam beberapa UU yang memuat ketentuan Tahun 2007 ketentuan kedaruratan yang
tentang keadaan darurat. Oleh karenanya, senada disebabkan oleh bencana alam senyatanya diatur
dengan apa yang disampaikan oleh pula dalam UU 23 Tahun 1959 yang hingga kini
Herlambang P. Wirartman, jika melihat masih berlaku mengikat namun jarang sekali
bagaimana kebijakan pemerintah dalam digunakan. Lain lagi, ketentuan penanggulangan
penanganan Covid-19 justru menunjukan keadaan darurat yang dikarenakan oleh penyakit
ketidakpatuhan atas berbagai instrumen HAM menular selain diatur dalam UU 6 Tahun 2018,
tersebut. 72 diatur pula dalam UU 24 Tahun 2007 dengan
Akan tetapi, selain hal tersebut, menurut istilah bencana non alam. Sedangkan dari segi
hemat penulis belum adanya konsep mekanisme kewenangan untuk menetapkan keadaan darurat
dalam kedua UU tersebut berbeda. Dalam UU 24
pengawasan yang jelas di berbagai ketentuan
tahun 2007, status darurat bencana dapat
keadaan darurat yang tercantum dalam berbagai
ditetapkan oleh Presiden, Gubernur, maupun
UU yang digunakan dalam menangani Covid-19
Bupati/Walikota sesuai dengan skala bencananya.
menjadi masalah sendiri yang justru
Sedangkan dalam UU 6 Tahun 2018 dan UU 23
menimbulkan ancaman terhadap jaminan
Tahun 1959, kewenangan untuk menetapkan
perlindungan hak asasi manusia.
Kedaruratan Kesehatan dan Darurat Bencana
hanya
71 Titon Slamet Kurnia, Interprestasi Hak-Hak Asasi menjadi kewenangan Presiden selaku kepala
Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik
negara. Oleh sebab itu, dalam praktik
Indonesia.
72 Herlambang Perdana Wiratraman, “Does Indonesian kewenangan penanggulangan krisis menyebabkan
COVID-19 Emergency Law Secure Rule of Law and tumpang tindih kewenangan. Padahal dengan
Human Rights?,” Journal of Southeast Asian konsep sistem hukum kedaruratan yang jelas dan
Human Rights 4, no. 1 (2020): 306. pola manajemen

34
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

krisis yang terintegrasi dapat menjadi kapan keadaan darurat tersebut diakhiri.
penawar akan kondisi krisis. Selain itu, dalam kondisi darurat adanya berbagai
pembatasan HAM tentunya perlu dibarengi
PENUTUP dengan adanya mekanisme
Kesimpulan pengawasan (checks and balances) baik
Pasal 12 UUD 1945 memuat dari legislatif ataupun yudikatif. Tujuannya
ketentuan aktivasi keadaan darurat secara agar setiap pembatasan yang dilakukan
terbebas dari tindakan sewenang-wenang
konstitusional yang memungkinkan negara
melakukan penyimpangan terhadap konstitusi yang berakibat pada pelanggaran hak asasi
dan menangguhkan kewajiban negara dalam manusia. Hal ini lah yang tidak ditemukan dalam
pemenuhan HAM dalam jangka waktu tertentu. berbagai UU yang digunakan selama keadaan
Akan tetapi dalam memandang situasi darurat darurat Covid-19 di Indonesia. Oleh karenanya
yang diakibatkan oleh Covid-19, pemerintah perlu adanya penyesuaian berbagai UU yang
lebih memilih untuk menerapkan keadaan Darurat mengatur kedaruratan dengan prinsip-prinsip baik
Bencana menurut UU 24 Tahun 2007 dan menurut doktrin hukum tata negara darurat
Kedaruratan Kesehatan menurut UU 6 Tahun maupun insturmen hukum internasional.
2018 yang justru tidak sama sekali melibatkan
Pasal 12 UUD 1945 dalam pembentukannya. Saran
Alhasil dua status kedaruratan yang ditetapkan
Berdasarkan pembahasan isu hukum di
pemerintah bukan termasuk keadaan darurat
sebagaimana dalam kajian Hukum Tata Negara atas maka, perlu adanya pembaharuan sistem
Darurat dikatakan sebagai state of emergency hukum keadaan darurat di Indonesia. Hal tersebut
yang membolehkan tindakan luar biasa ataupun dapat dilakukan dengan, pertama melakukan
status darurat dimaksud ialah sebatas darurat pembaharuan UU No
secara de facto bukan de jure. Walapun pada 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya yakni
kenyataanya pemerintah melakukan berbagai satu-satunya UU yang saat ini sebagai peraturan
tindakan yang berakibat pada pembatasan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 12 UUD 1945,
dan/atatu pengurangan HAM selama pandemi akan tetapi sudah tidak relevan dengan
Covid-19, hal tersebut hanya boleh dilakukan perkembangan zaman. Kedua, perlu adanya
terhadap hak-hak yang bersifat formil dalam rekonseptualisasi hukum keadaan darurat dari
artian tidak boleh menyangkut hak-hak yang berbagai ketentuan UU seperti dalam UU Nomor
bersifat mendasar apalagi terhadap hak-hak yang 23 Tahun 1959) tentang Keadaan Bahaya, UU
masuk dalam kelompok non derogable rights. Nomor 24 Tahun 2007 Penanggulangan
Bencana, UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik
ICCPR mensyaratkan perlu adanya Sosial, UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang
pemenuhan berbagai prinsip bagi negara Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem
ketika memeberlakukan keadaan darurat Keuangan, dan UU Nomor 6 Tahun 2018
demi menjamin perlindungan hak asasi manusia. tentang Kekarantinaan Kesehatan mengingat ada
Akan tetapi, dua status darurat yang ditetapkan ketidakkonsistenan konsep keadaan darurat
pemerintah dalam Pandemi Covid-19 justru tidak antara satu dengan yang lainnya.
secara menyeluruh memenuhi prinsip Terlebih, seringkali Indonesia dihadapkan
sebagaimana diamanatkan tersebut. Hal ini
pada kondisi darurat seperti halnya bencana
dapat diketahui dengan
alam/non alam ataupun konflik sosial.
tidak dicantumkannya jangka waktu jelas Adanya pembaharuan konsep tersebut
baik dalam Status Kedaruratan Kesehatan merupakan upaya preventif sekaligus bentuk
maupun Darurat Bencana yang ditetapkan selama manajemen krisis di bidang hukum yang memang
pandemi Covid-19. Baik dalam UU 24 Tahun dibutuhkan untuk mengantisipasi hal-hal yang
2007 maupun dalam UU 6 Tahun 2018, tidak ada senyatanya datang tidak bisa diduga mengancam
ketentuan yang menjelaskan secara eksplisit keutuhan negara. Lebih jauh lagi, sistem hukum
jangka waktu yang pasti kedaruratan yang

34
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

komprehensif akan semakin konsisten dalam Asshidiqie, Jimly. “Diktator Konstitusional Dan
menjamin perlindungan HAM khususnya dalam Hukum Pengecualian.” Makalah (2020).
negara dalam kondisi darurat. Bjørnskov, Christian, and Stefan Voigt. “The
UCAPAN TERIMAKASIH Architecture of Emergency Constitutions.”
International Journal of Constitutional
Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
Law (2018).
membantu dalam penulisan artikel ini. Terkhusus
kepada para penulis yang tulisannya dijadikan Chang, When-Chen. “Taiwan’s Fight against
sumber dan menginspirasi dalam penulisan artikel COVID-19: Constitutionalism, Laws,
ini. Selain itu, terimakasih yang sebesar- besarnya and the Global Pandemic.” https://
diucapkan kepada Kepala Badan Penelitian dan verfassungsblog. de/taiwans- f ight-
Pengembangan Hukum dan HAM beserta against-covid-19-constitutionalism-laws-
jajarannya yang telah memberikan kesempatan and-the-global-pandemic/.
bagi penulis untuk menuangkan idenya melalui
tulisan ini. Ferejohn, J., and P. Pasquino. “The Law of
the Exception: A Typology of Emergency
Powers.” International Journal of
DAFTAR PUST AKA Constitutional Law (2004).
Abdul Natsir. “Abortus Atas Indikasi Herman SIhombing. Hukum Tata Negara
Medis Menurut Konsep Al-Dlarurat Darurat Di Indonesia. Jakarta:
Dalam Islam.” Sumbula: Jurnal Studi Djambatan, 1996.
Keagamaan, Sosial dan Budaya FAI
Undar Jombang 2, no. 2 (2017): 561– Indarti,Shofia Trianing.
587. “KEBIJAKAN KEIMIGRASIAN DI
MASA COVID-19 :
Adhari, Agus. “AMBIGUITAS PENGATURAN DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI
MANUSIA ( Immigration Policy During
KEADAAN BAHAYA DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN Covid-19 : Human Rights Perspective ).”
INDONESIA.”
Dialogia Iuridica: Jurnal Jurnal HAM 12 (2021).
Hukum Bisnis
dan Investasi (2019). Indonesia, Republik. Undang-Undang Dasar
———. “PENATAAN ANCAMAN EKONOMI Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
SEBAGAI BAGIAN DARI KEADAAN n.d.
BAHAYA DI INDONESIA.” Dialogia ———. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan 1959 Tentang Keadaan Bahaya, n.d.
Investasi (2020). ———. Undang-Undang Nomor 24 Tahun
Adiyanto. “Pandemi Dan Ancaman Terhadap 2007 Tentang Penanggulangan
Demokrasi.” Media Indonesia. Bencana, n.d.
Ahmad, Tariq. “India: Legal Responses to Health ———. Undang-Undang Nomor 6 Tahun
Emergencies.” https://www.loc. 2018 Tentang Kekarantinaan
gov/law/help/health-emergencies/india. php. Kesehatan, n.d.
Arsil, Fitra. “MENGGAGAS PEMBATASAN ———. Undang-Undang Nomor 7 Tahun
PEMBENTUKAN DAN MATERI 2012 Tentang Penanganan Konflik
MUATAN PERPPU: STUDI Sosial, n.d.
PERBANDINGAN ———. Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2016 Tentang Pencegahan Dan
Penanganan Krisis Sistem Keuangan,
n.d.
PENGATURAN DAN PENGGUNAAN ———. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang
PERPPU DI NEGARA-NEGARA Pengesahan International Covenant
PRESIDENSIAL.” Jurnal Hukum & on Civil and Political Rights (Kovenan
Pembangunan (2018). Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara

34
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Darurat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, Internasional Tentang Hak-Hak Rizki Bagus
Sipil Dan
2007. Politik, n.d.

34
JIKH Vol. 15, No. 2, Juli 2021: 327-
346

Jayawickrama, Nihal. The Judicial Application pinera-photo-at-quarantined-protest-


of Human Rights Law: National, site.
Regional and International
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum.
Jurisprudence. The Judicial Application
Jakarya: Kencana, 2010.
of Human Rights Law: National,
Regional and International Rights, United Nations Human Office Of The
Jurisprudence, 2017. High Commissioner. “COVID-19: States
Should Not Abuse Emergency Measures to
Liberty, Radio Free Europe Radio. “Hungary
Suppress Human Rights
Declares State Of Emergency,
– UN Experts.” Accessed February 12,
Announces COVID-19 Restrictions.”
2021. https://www.ohchr.org/EN/
Accessed February 12, 2021. https://
www.rferl.org/a/hungary-declares-state- News Events/ Pages/ Display News.
of-emergency-announces-coronavirus- aspx?NewsID=25722&LangID=E.
restrictions/30929220.html.
Schmitt, Carl. Political Theology : Four
Mardatillah, Aida. “Jimly: Ada Dua Tipe Perppu Chapters on the Concept of
Dalam Perspektif Konstitusi.” Hukum Sovereignty. Studies in Contemporary
Online. Last modified 2020. Accessed German Social Thought, 1985.
March 1, 2021. https://www.hukumonline.
Sefriani. “Kewenangan Negara Melakukan
com/berita/baca/lt5eb09bcc9e976/jimly-
Pengurangan Dan Pembatasan Terhadap
-ada-dua-tipe-perppu-dalam-perspektif-
Hak Sipil Politik.” Jurnal Konstitusi 1
konstitusi/.
(2012).
———. “Pandangan Jimly Terkait Perppu
Susanto, Mei, Teguh Tresna, and Puja Asmara.
Penanganan Covid-19.” Hukum Online.
“EKONOMI VERSUS HAK ASASI
Accessed February 25, 2021. https://
MANUSIA DALAM PENANGANAN
www.hukumonline.com/berita/baca/ lt
COVID-19 : DIKOTOMI
5eaf 518c0f 3c3/ pandangan-jimly-
ATAU HARMONISASI ( The Economy
terkait-perppu-penanganan-covid-19/.
versus Human Rights In Handling Covid-19
McGoldrick, D. “The Interface between Public : Dichotomy or Harmonization
Emergency Powers and International Law.” ).” Jurnal HAM 11, no. 2 (2020): 301–
International Journal of Constitutional 317. http://dx.doi.org/10.30641/ham. Titon
Law (2004).
Slamet Kurnia. Interprestasi Hak-
MP, Hon Greg Hunt. “Extending the Human Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah
Biosecurity Emergency Period by Three Konstitusi Republik Indonesia. Bandung:
Months.” Minister for Health and Aged Mandar Maju, 2017.
Care. Last modified 2020. Accessed
Tom Ginsburg and Mila Versteeg. “States of
February 28, 2021. https://www.health.
Emergencies: Part I.” Last modified 2020.
gov.au/ministers/the-hon-greg-hunt-mp/
https://blog.harvardlawreview.org/ states-of-
media/extending-the-human-biosecurity-
emergencies-part-i/.
emergency-period-by-three-months.
VOA. “Bachelet: Politisasi Covid-19 Dorong
Newman, Lucia. “Outrage in Chile over Pinera Banyak Pelanggaran HAM.” Last modified
Photo at Quarantined Protest Site Sebastian 2020. Accessed February 14,
Pinera Sparks Outcry after Posing for 2021. https://www.voaindonesia.com/a/
Picture at Ground Zero of Chile’s Protest bachelet-politisasi-covid-19-dorong-
Movement amid COVID-19 Quarantine.” banyak-pelanggaran-ham/5694898.
AL Jazeera. Last modified 2020. html.
Accessed March 1, 2021.
https://www.aljazeera.com/ Wiratraman, Herlambang Perdana. “Does
features/2020/4/5/outrage-in-chile-over- Indonesian COVID-19 Emergency Law
Secure Rule of Law and Human Rights?”

34
Pandemi Covid-19: Perspektif Hukum Tata Negara Darurat
Rizki Bagus

Journal of Southeast Asian Human


Rights 4, no. 1 (2020): 306.
World Helath Organization. “Statement on
the Second Meeting of the International
Health Regulations (2005) Emergency
Committee Regarding the Outbreak of
Novel Coronavirus (2019-NCoV).”
Accessed February 10, 2021.
https://www.who.int/news/
item/30-01-2020-statement-on-the-
second-meeting-of-the-international-
health-regulations-(2005)-emergency-
committee-regarding-the-outbreak-of-
novel-coronavirus-(2019-ncov).
“Coronavirus: Hungary Votes to End Viktor
Orban Emergency Powers.” https://www.
bbc.com/news/world-europe-53062177.
“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),”
n.d. https://kbbi.web.id/darurat.
“Prof Jimly: Mestinya Darurat Sipil, Semua Di
Bawah Kendali Presiden.” JPNN. Com.
Accessed February 28, 2021.
https://www.jpnn.com/news/prof-jimly-
mestinya-darurat-sipil-semua-di-bawah-
kendali-presiden?page=2.
“Spain Declares State of Alarm in Madrid to
Slow Spread of Coronavirus.” http://
www.xinhuanet.com/english/2020-
10/09/c_139428934.htm.
“The Siracusa Principles on the Limitation and
Derogation Provisions in the International
Covenant on Civil and Political Rights.”
Human Rights Quarterly (1985).

34

Anda mungkin juga menyukai