Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Kerajaan Pajajaran

Pajajaran merupakan sebutan lain untuk Kerajaan dari suku Sunda, dimana kerajaan ini berada di
Parahyangan Sunda, Pakuan dan beribukota di wilayah Bogor.

Pajajaran merupakan salah satu kerajaan yang bercorak hindu. Kata Pakuan berasal dari sebuah
kata Pakuwuan yang berarti kota atau kebiasaan lama yang mengartikan ibu kota sebagai sebuah
kerajaan. Pajajaran dibentuk oleh Sri Jayabhupati sekitar tahun 923 M. Hal tersebut sudah
tercantum didalam prasasti Sanghyang 1030 M.

Kehidupan kerajaan pajajaran


- Kehidupan Perekonomian Kerajaan Pajajaran

Kehidupan ekonomi pada zaman tersebut bergantung pada kegiatan agrarisnya. Kondisi
tersebut didasarkan pada keadaan wilayah di sekitar kerajaan yang memiliki karakteristik
dari tanah-tanah subur dan cocok untuk aktivitas pertanian serta peternakan.

Namun, sebagian  wilayahnya yang terletak di daerah pesisir memiliki kecenderungan


berbeda dari wilayah sebelumnya yaitu lebih kepada sektor maritimnya serta beberapa
sektor perdagangannya. Jual beli barang dilakukan dengan pulau-pulau terdekat dengan
area tersebut untuk menyokong kehidupan ekonominya. Begitulah gambaran dari
perekonomian pada masa Kerajaan Pajajaran.

- Kehidupan Sosial Kerajaan Pajajaran

Sedangkan gambaran  sosial kehidupan pada masa itu ditandai dengan adanya suatu sistem
pelapisan masyarakat melalui fungsi dasar dari suatu kelompok tersebut. Dimana yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah lebih cenderung pada profesi utama yang dimiliki oleh
kalangan tersebut dalam pemenuhan kebutuhannya.

Sehingga bisa diklasifikasikan menjadi kelompok Pahuma yaitu orang yang menjadi seorang
petani di  ladang  milik pribadinya. Kemudian ada Palika yang merupakan lapisan masyarakat
dengan profesi atau fungsi sosial sebagai seorang nelayan. Marangguy, status atau sebutan yang
diberikan untuk pengukir, sedangkan masih banyak lagi lainnya seperti prajurit dan juga pandita
yaitu seorang pemuka agama.

- Kehidupan Agama Kerajaan Pajajaran

Agama secara umum yang dianut pada masa kerajaan ini adalah Hindu Saiwa, dimana di
dalamnya terdapat penganut utama yaitu Raja-Raja. Dewa yang dipercaya sebagai Tuhan dan
disembah pada kepercayaan ini adalah Siwa dengan penempatan paling tinggi. Rekam jejak akan
aktivitas  keagamaan terkait telah terbaca dalam sebuah prasasti peninggalannya yaitu Kawali,
dan Sahyang Tapak.

Selain Hindu saiwa juga terdapat juga terdapat agama Hindu Waismawa dan juga Budha.
Dimana ketiganya berjalan beriringan. Raja sebagai penganut Hindu Saiwa tetap memberikan
ruang untuk menjalankan kehidupan dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakatnya yang
berbeda kepercayaan. Sikap toleransi yang ditanamkan atas perbedaan tersebut dijunjung tinggi
dalam penerapannya.

- Kehidupan Budaya Kerajaan Pajajaran

kehidupan budayanya tentunya sangat dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut oleh
raja dan  masyarakatnya secara mayoritas  yaitu Hindu. Setiap aspek kehidupannya
selalu  tidak pernah terlepas dari nilai-nilai  yang dalam ajaran agama tersebut. Sistem 
sosial dan juga perkembangan kebudayaan yang adapun tak luput  dari keberadaannya.

Mulai dari bahasa, tulisan, hingga beberapa bentuk peninggalan lainnya, terlihat dengan
jelas menonjolkan setiap nilai  yang ada  di agama Hindu.  Kitab-kitab yang
ditinggalkannya seperti Sangyang Siskanda, Carita  Parahyangan, dan juga beberapa
kerajinan tangan yang dimilikinya. Tentu hal ini menjadi satu gambaran besar akan
kebudayaan yang berkembang pada masa itu.

Sistem dan Perkembangan Pemerintah Kerajaan Pajajaran

Sebagaimana sistem politk Feodal (sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan
yang besar kepada golongan bangsawan)  yang diterapkannya, maka kedudukan dengan
kuasa tertinggi dalam pemerintahan dipegang oleh kepala kerajaan yaitu Prabu atau raja.
Segala hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan penentuan sebuah aturan
dilakukan dan disetujui oleh Raja sebagai bagian tertinggi dalam unsur kerajaan
berlangsung.

Pengaturan lain kehidupan rakyat ditangani oleh orang-orang yang ada dalam daftar tugas
kerajaan seperti kepala daerah dan lain sebagainya. Sedangkan rakyat bertugas
menjalankan aktivitasnya untuk mendukung segala  kebijakan yang telah dibuat oleh
Raja dan juga jajarannya. Sehingga timbulah sebuah  keseimbangan dan keselarasan di
antara keduanya.

Silsilah Raja-raja Kerajaan Pajajaran

1. Raja Sri Baduga Maharaja

Menepati kekuasaan pertama yang ada di Kerajaan Pajajaran yaitu pada sekitar tahun
1482 hingga akhir jabatannya yaitu 1521. Menjadi pendiri dengan Pakuan sebagai Ibu
Kotanya, saat ini Bogor. Dikenal dengan nama lain Prabu Siliwangi dan berhasil
memperluas wilayah kekuasaan.

2. Raja Surawisesa

Menjabat pada tahun 1521 hingga akhir 1535, menggantikan Prabu Siliwangi sebagai
penerus kedua. Namun sayangnya tidak ada prestasi yang banyak dilakukan, bahkan
terbilang stagnan. Akan tetapi juga tidak menyebabkan kemunduran atas kekuasaan
sebelumnya.

3. Ratu Dewata

Ratu Dewata memimpin selama kurun waktu 8 tahun berjalan dari 1535 hingga dengan
1543. Pada masanya banyak sekali terjadi kekacauan, karena ketidakcakapannya.
Sehingga masa jabatannya tidak lebih lama dari pemimpin sebelumnya. Bahkan
dikatakan dalam kekacauan yang terjadi, beliau memutuskan menanggalkan jabatannya
dan menjadi pendeta.

4. Ratu Sakti

Kepemimpinan dari Ratu Sakti juga tidak lebih baik dari pemimpin sebelumnya.
Pasalnya tidak ada prestasi yang dibuatnya selama menjabat. Sehingga masa
kekuasaannya juga pendek seperti Ratu Dewata, hanya berjalan 8 tahun saja dari 1543
sampai 1551. Selain tidak menunjukkan kemajuan dalam usaha pemerintahannya,
sifatnya yang boros juga sangat tidak disukai rakyat.
5. Ratu Milakendra

Saat Ratu Milakendra menjabat dan menduduki posisi puncak dari pemerintahan
kerajaan, maka awal keruntuhan juga dimulai. Menjabat pada tahun 1551 hingga 1567,
menjadi satu titik awal keruntuhan yang terjadi. Bahkan ketika terjadi penyerangan oleh
Hassanuddin dari kerajaan Banten, Ratu Milakendra justru melarikan diri dan tidak
mempertahankan kekuasaannya.

6. Raga Mula

Raja terakhir Kerajaan Pajajaran adalah Raga Mula memiliki perangai dan gaya
kepemimpinan tidak jauh berbeda dari raja sebelumnya. Sifatnya yang tidak baik dan
tidak cakap dalam memimpin banyak membuat kemunduran. Berkuasa selama 12 tahun
dari 1567 hingga 1579, namun tidak lagi di Pakuan melainkan berpindah di daerah
Pandeglang.

Puncak Kejayaan Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sri Baduga
Maharaja. Banyak sekali dilakukan pembangunan fisik agar dengan tujuan memudahkan
kehidupan dari rakyatnya.

Segala fasilitas umum yang digunakan untuk membantu kegiatan warganya dibangun
dengan baik. Jalanan ibu kota yang menghubungkan  antara  Pakuan dengan Wanagiri
dibangunnya. Kemudian sebuah telaga maharena Wijaya juga dibuatnya untuk
menunjukkan kebesarannya. Pembangunan lain juga dikerjakan seperti kepuntren dan
yang lainnya.

Selain perbaikan infrastruktur, usaha untuk membangun pertahanan yang kuat juga turut
dikerjakannya. Mulai dari memperkuat angkatan militer dan beberapa aturan yang
berhubungan dengan pajak dan upeti. hal ini dilakukan untuk mengantisipasi tidak
terulang kembali kesalahan di masa sebelumnya. Dimana dalam sejarah  tercatat  terdapat
sebuah peristiwa yang  melemahkan  kerajaan yaitu Bubat.

Pada  masa   Pemerintahan  ini,  Kerajaan Pajajaran benar-benar mendapatkan


kejayaannya. Kesewenang-wenangan, dan hal-hal yang merugikan masyarakat dibasmi.
Sehingga kehidupan di bawah naungan kekuasaannya benar-benar tenang dan tidak
menyulitkan warganya.

Runtuhnya Kerajaan Pajajaran


Runtuhnya kerajaan Pajajaran yaitu pada tahun 1579 Masehi akibat serangan dari Kesultanan
Banten, anak kerajaan dari Kerajaan Demak di Jawa Tengah, yang ditandai dengan
pemboyongan Palangka Sriman Sriwacana (singgasana raja) oleh Maulana Yusuf dari Pajajaran
menuju Keraton Surosowan di Banten.

Pemboyongan tersebut adalah bentuk simbolis terhadap tradisi politik kala itu supaya Pakuan
Pajajaran tidak bisa menobatkan raja baru. Maulana Yusuf kemudian diresmikan sebagai
penguasa sah Sunda karena masih mempunyai darah Sunda dan canggah dari Sri Baduga
Maharaja.

Keruntuhan kerajaan Pajajaran adalah akhir dari kekuasaan Hindu di Parahyangan dan awal dari
masa dinasti Islam. Disebutkan bahwa sebagian abdi istana memilih tinggal di Lebak dan
menerapkan cara kehidupan mandala yang ketat. Saat ini keturunan dari para abdi istana adalah
yang dikenal sebagai Suku Baduy.

Peninggalan Sejarah Kerajaan Pajajaran

1. Prasasti Cikapundung

Prasasti Cikapundung ditemukan oleh warga di sekitar Sungai Cikapundung, Bandung pada
tanggal 8 Oktober 2010. Dalam Batu Prasasti ini memiliki tulisan Sunda kuno yang menurut
perkiraan berasal dari abad ke-14. Tidak hanya terdapat huruf Sunda kuno, pada prasasti tersebut
juga terdapat beberapa gambar seperti telapak tangan, wajah, telapak kaki dan juga 2 baris huruf
Sunda kuno dengan tulisan ” unggal jagat jalmah hendap” dengan arti semua manusia di dunia
ini bisa mengalami sesuatu apapun. Seorang peneliti utama dari Balai Arkeologi Bandung yakni
Lufti Yondri berkata jika prasasti tersebut adalah Prasasti Cikapundung.

2. Prasasti Huludayeuh
Prasasti Huludayeuh ini ada di bagian tengah sawah di Kampung Huludayeuh, Desa Cikalahang,
Kecamatan Sumber sesudah pemekaran Wilayang menjadi Kecamatan Dukupuntang. Isi dari
prasasti tersebut terdiri dari sebelas baris tulisan beraksa serta bahasa Sunda kuno. Akan tetapi
batu prasasti tersebut ditemukan dalam keadaan yang sudah tidak utuh dan membuat beberapa
aksara juga ikut hilang. Permukaan batu prasasti tersebut juga sudah agak rusak dan beberapa
tulisan sudah aus sehingga beberapa isi dari prasasti tersebut tidak bisa terbaca. Secara garis
besar, prasasti ini menceritakan tentang Sri Maharaja Ratu Haji di Pakwan Sya Sang Ratu
Dewata yang berhubungan dengan beberapa usaha untuk membuat makmur negerinya.

3. Prasasti Pasir Datar

Prasasti Pasir Datar merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Pajajaran yang ditemukan di
perkebunan kopi daerah Pasir Datar, Desa Cisande, Kabupaten Sukabumi. Karena ditemukan di
daerah Pasir Datar, maka prasasti ini diberi nama Prasasti Pasir Datar. Prasasti ini ditemukan
pada tahun 1872 yang terbuat dari material batu alam.

Isi dari prasasti sampai saat ini belum dapat diartikan. Hal tersebut membuat prasasti ini belum
dilakukan transkripsi dan masih perlu dicari makna dari isi prasasti. Saat iini, Prasasti Pasir Datar
disimpan di Museum Nasional Jakarta.

4. Prasasti Perjanjian Sunda Portugis


Prasasti Perjanjian Sunda Portugis merupakan prasasti dengan bentuk tugu batu yang berhasil
ditemukan tahun 1918 di Jakarta. Prasasti ini menjadi tanda dari perjanjian Kerajaan Sunda
dengan Kerajaan Portugis yang dibuat oleh utusan dagang Kerajaan Portugis dari Malaka dan di
pimpin Enrique Leme yang membawa beberapa barang untuk diberikan pada Raja Samian
[Sanghyang] yakni Sang Hyang Surawisesa seorang pangeran yang menjadi pimpinan utusan
Raja Sunda.

Prasasti ini dibangun diatas permukaan tanah yang juga ditunjuk sebagai tempat benteng dan
gudang orang Portugis. Prasasti ini ditemukan dengan cara melakukan penggalian saat
membangun sebuah gudang di bagian sudut Prinsenstraat yang sekarang menjadi jalan cengkeh
dan juga Groenestraat yang sekarang menjadi jalan Kali Besar Timur I dan sudah termasuk ke
dalam wilayah Jakarta Barat. Sedangkan untuk replikanya sudah dipamerkan pada Museum
Sejarah Jakarta.

5. Prasasti Ulubelu

Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Sunda atau Pajajaran dari abad ke-15 M yang
ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung, Lampung tahun 1936. Isi dari
prasasti ini adalah mantra tentang permohonan pertolongan yang ditujukan pada para Dewa
utama yakni Batara Guru [Siwa], Wisnu dan juga Brahma serta Dewa penguasa tanah, air dan
juga pohon supaya keselamatan dari segala musuh bisa didapatkan.

6. Situs Karangkamulyan
Situs ini ada di Desa Karangkamulyan, Ciamis, Jawa Barat yang merupakan peninggalan dari
Kerajaan Galuh Hindu Buddha. Situs Karangkamulyan ini menceritakan tentang Ciung Wanara
berkaitan dengan Kerajaan Galuh. Cerita ini kental dengan kisah pahlawan hebat yang
mempunyai kesaktian serta keperkasaan yang tidak dimiliki oleh orang biasa dan hanya dimiliki
oleh Ciung Wanara. Dalam area sekitar 25 Ha tersebut tersimpan berbagai benda mengandung
sejarah mengenai Kerajaan Galuh yang kebanyakan berupa batu.

Batu-batu tersebut tersebar dengan berbagai bentuk dan beberapa batu yang ada di dalam
bangunan strukturnya terbuat dari tumpukan batu dengan bentuk yang hampir serupa dan
bangunan mempunyai sebuah pintu yang membuatnya tampak seperti sebuah kamar. Batu-batu
tersebut mempunyai nama dan kisah yang berbeda-beda. Nama-nama tersebut diberikan oleh
masyarakat sekitar yang diperoleh dengan cara menghubungkan kisah Kerajaan Galuh seperti
pangcalikan atau tempat duduk, tempat melahirkan, lambang peribadatan, cikahuripan dan juga
tempat sabung.

7. Prasasti Kebon Kopi II

Prasasti yang memiliki nama lain Prasasti Pasir Muara merupakan peninggalan dari Kerajaan
Sunda Galuh. Prasasti ini ditemukan di Kampung Pasir Muara, Desa Ciaruteun Ilir,
Cibungbulang, Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat abad ke-19 saat tengah dilaksanakan
penebangan hutan untuk dibuat lahan kebun kopi.

8. Prasasti Batu Tulis


Prasasti Batutulis ditemukan oleh Adolf Winkler yang merupakan kapten VOC saat menjalankan
ekspedisi pembuatan peta lokasi bekas kerajaan Pajajaran. Pada tahun 1690, rombongan Winkler
tiba di daerah yang kini dikenal sebagai Batutulis, Bogor. Winkler menemukan prasasti setinggi
dua hasta yang memuat informasi penting terkait sejarah Sunda kuno.

Prasasti Batutulis tak hanya terdapat aksara Sunda kuno saja, melainkan ada pula teks beraksara
Jawa kuno dalam sembilan baris. Aksara yang tertulis di atas prasasti ini berkaitan dengan
candrasengkala atau kronogram. 
TUGAS SEJARAH INDONESIA

(Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram, dan Kerajaan Pajajaran)

Oleh Kelompok 3 :

1. Ode Fitra
2. Nazma P.P Sukmawan
3. Rahma F. Sarlatta
4. Asma Ramadani
5. Tiara S. Ohorella
6. Irna Nirmawati Samual

Kelas : X IPA 2

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 MALUKUH TENGAH

Anda mungkin juga menyukai