Anda di halaman 1dari 12

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok Mata kuliah Sejarah
Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu : Musmuallim, S.Pd.I, M.Pd.i.
Disusun oleh :
Muhammad Chaerudin H (1917405028)
Aldila Oktaviyani (1917405022)
Oriza Sativa (1917405049)
Alifia Rahmawati (1917405042)

6 PGMI A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN PROF. KH. SAIFUDDIN ZUHRI
2021
Kondisi Dan Situasi Jazirah Arab Pra Islam : Keadaan Alam, Sosial,
Politik, dan Ekonomi Masyarakat Arab Pra Islam

Abstrak
Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana keadaan Jazirah Arab pra Islam
berdasarkan keadaan alamnya, kemudian sosial, politik serta kondisi ekonominya. Di dalam
penulisan ini juga bertujuan untuk mengetahui kondisi dan seberapa besar perubahan atau
pengaruh yang dialami Jazirah Arab setelah masuknya islam. Untuk itu sebelum mengetahui
hal tersebut maka di dalam penulisan ini akan dijelaskan beberapa kondisi dan situasi Jazirah
Arab pra Islam atau sebelum masuknya islam ke tanah Jazirah Arab.

Kata kunci: Kondisi, sosial, ekonomi, Arab

Pendahuluan
Bangsa Arab sebelum Islam merupakan masyarakat yang bekebudayan dalam
berbagai bidang. Mereka menganut agama dan mempercayai keberedaan Tuhan. Namun,
pengabdian dan pemujaan mereka terhadap tuhan telah dinodai.
Dalam kehidupan bermasyarakat, mereka tidak terikat dengan aturan standar etika dan
moral. Mereka mengikuti hawa nafsu sehingga tidak memiliki sikap saling menghargai antar
sesama manusia, seperti hal nya memperbudak kaum lemah, kemudian merendahkan
martabat kaum wanita, merampok, membunuh, berzina. Pada saat itu, hukum yang berlaku
adalah hukum rimba, dimana yang kuat, ia yang menang.
Pola struktur masyarakat mereka berdasarkan ikatan kabilah. Anggotanya mempunyai
hubungan nasah (pertalian darah) sehingga semangat 'ashabivvah (fanatisme suku) sangat
menonjol. Masing-masing kelompok suku merasa paling benar, sementara suku lain yang
merupakani musuh harus dimarginalkan, bahkan jika perlu dimusnahkan. Oleh sebab itu,
sering terjadi konflik antarsuku dan peperangan yang berkepanjangan. Demikian juga halnya
keadaan bangsa bangsa lain di berbagai belahan dunia telah lepas lari kendali nilai-nilai
agama samawi, moral. dan kemanusiaan.
Islam datang membawa ajaran dan paham monoteisme murni yang meliputi konsep
ketuhanan (akidah), ibadah, kemasyarakatan, nilai-nilai dasar etika dan moral, nilai-nilai
ajaran universal kemanusiaan, serta hal lainnya yang terkait dengan seluruh aspek kehidupan.
Singkatnya, Islam adalah ajaran tentang hablun minallah (hubungan vertikal antara manusia
dan Tuhan untuk mengabdi kepada-Nya) dan hahlu minannas (hubungan horizontal
antarsesama manusia untuk membuat dirinya bermakna). Kesempurnaan ajaran Islam yang
memadukan ajaran spiritual dan kemakmuran dunia membimbing manusia untuk
memperoleh kehidupan sempurna, yaitu keselamatan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup
di akhirat.
Dengan konsep ajaran Islam yang bersifat universal dan diaktualisasikan oleh Nabi
Muhammad melalui uswah hasanah dengan didukung oleh para sahabat, telah berhasil
mengadakan perubahan besar dan mendasar atas keadaan umat manusia. Mereka
membebaskan umat manusia dari nilai-n
ilai destruktif, seperti kemusyrikan, kebodohan, ketidakadilan, kejahatan, dan kerakusan;
menjadi manusia yang bertauhid, bertakwa, bermoral, dan berpengetahuan. Dengan
demikian, terbentuklah masyarakat Arab menjadi masyarakat baru yang beridentitaskan
iman, Islam, dan takwa.
Pergerakan penyebaran Islam yang demikian cepat tentunya menghasilkan berbagai
pertemuan dengan berbagai budaya atau tradisi lokal yang memang telah ada sebelumnya.
Hampir dipastikan bahwa tidak ada wilayah yang tanpa budaya.Tanpa ada ranah kosong
budaya. Semua masyarakat dalam keadaan apapun tentunya sudah memiliki budayanya
sendiri-sendiri. Makanya ketika Islam datang ke sesuatu tempat juga akan bertemu dengan
budaya setempat yang mengharuskanya untuk “bernegoisasi” dengan budaya atau tradisi
lokal dimaksud. Itulah sebabnya di dunia ini banyak varian dalam beragama -termasuk Islam-
yang disebabkan oleh dialog budaya antara yang datang dan yang lama dan sebaliknya.
Di dalam perjumpaan ini tentunya tidak ada yang kalah atau menang. Keduanya
berada di dalam suatu dialog yang saling memberi dan menerima bahkan saling menguatkan.
Inilah barangkali keunikan dunia manusia dengan kebudayaanya. Sebagai agama, Islam sama
dengan agama lainnya. Artinya memiliki seperangkat ajaran normatif yang dapat dijadikan
pedoman dalam bertingkah laku. Memang harus diakui tentunya ada perbedaan antara agama
yang satu dengan yang lainnya, terutama terkait dengan sisi normatif ajarannya. Sisi ajaran
normatif –keyakinan dan ibadah- pasti menyisakan perbedaan yang tidak bisa dipertemukan.
Namun demikian tetap ada dimensi universal ajaran, seperti pesan humanisme, kerja keras,
kejujuran, kesabaran dan kebaikan lainnya.
Muhammad, SAW telah mewariskan Islam dalam bentuknya yang sekarang
bervariasi. Maka di dunia ini kemudian ada yang disebut dengan Islam Jawa, Islam Malaysia,
Islam Thailand, Islam Eropa, Islam Afrika, Islam Amerika dan sebagainya. Hal ini adalah
konsekuensi dari semakin intensifnya relasi umat Islam dengan berbagai budaya seperti ini,
maka sahlah Islam dalam varian yang berbeda tersebut.

Keadaan Alam Jazirah Arab Pra Islam


Jazirah Arab, memiliki luas yang hampir mencapai 3000 Km². Jazirah Arab
berbatasan langsung dengan Teluk Oman dan juga Teluk Persi atau dikenal juga Teluk Arab
yang berada di sebelah timur. (AMIN, 1975, HAL. 1-2). Negara Arab atau Jazirah Arab
merupakan daerah yang dikelilingi laut, akan tetapi kebanyakan daerahnya merupakan
padang pasir atau sahara yang tandus dan juga luas, dan karena nya hampir tidak nampak
terlihat tumbuh-tumbuhan yang rindang.
Wilayah Jazirah Arab secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, yakni bagian
tengah dan bagian tepi. Dimana bagian tengah terdiri dari tanah, pegunungan yang sangat
jarang terjadi hujan. Lalu pada bagian tepi atau disebut juga bagian pesisir terdapat
pertemuan laut merah dengan laut hindia, dimana di daerah ini hujan turun dengan teratur.
(SATIR, 2019, HAL. 41)
Jazirah Arab merupakan negara yang memiliki iklim yang sangat panas, bahkan
termasuk paling panas, dan paling kering di muka bumi. Padang pasir negeri Arab atau
Jazirah Arab berjenis-jenis, ada yang bernama nufud, yaitu lautan aneka ragam bukit pasir
yang selalu bergeser. Sehingga merupakan pemandangan alam dengan lingkungan yang
selalu berubah.
Secara geografis Posisi Jazirah Arabia berada di dekat persimpangan tiga benua,
sebelah barat dibatasi Laut Merah, sebelah timur dibatasi Teluk Persia, sebelah selatan
dibatasi lautan India, dan sebelah utara dibatasi Suriah dan Mesopotamia (SYAMSUDINI,
2014, HAL. 5). Secara garis besar Jazirah Arabia terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
tengah dan bagian pesisir. Daerah bagian tengah berupa padang pasir (shahra') yang sebagian
besar penduduknya adalah suku Badui yang mempunyai gaya hidup pedesaan (nomadik),
yaitu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan bagian pesisir
penduduknya hidup menetap dengan mata pencaharian bertani dan berniaga (penduduk kota).
Keadaan alam yang tidak ramah, bila musim panas suhu matahari terasa membakar,
dan sebaliknya, jika musim dingin cuaca berubah menjadi sangat dingin selain
mempengaruhi watak, sikap, dan perangai yang tercermin dalam kebudayaannya juga dapat
memperlihatkan cara atau gaya hidup yang kasar dan primitif. Dikarenakan situasi yang tidak
kondusif, maka secara historis mereka harus menjalani kehidupan yang keras, gigih dan lebih
mengutamakan kekuatan fisik. Menghadapi kenyataan ini mereka dipaksa memiliki sifat
keberanian untuk bisa bertahan hidup (SYAMSUDINI, 2014, HAL. 6).

Keadaan Sosial Jazirah Arab Pra Islam


Kebiasaan mengembara membuat orang-orang Arab senang hidup bebas, tanpa aturan
yang mengikat sehingga mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan. Pada musim
paceklik dan musim panas, mereka terbiasa melakukan perampasan sebagai sarana hidup.
Peperangan antar kabilah untuk merebut sumber mata air menjadi tradisi yang kuat, bahkan
berlanjut dari generasi ke generasi. Karena itu, mereka membutuhkan keturunan yang banyak
terutama anak laki-laki untuk menjaga kehormatan kabilahnya. Sementara anak perempuan,
dalam pandangan mereka dianggap sebagai makhluk inferioritas yang tidak memberikan
kontribusi apa pun, maka dengan terpaksa harus dikubur "hidup-hidup" (SYAMSUDINI, 2014,
HAL. 7).
Jika malam tiba, mereka mengisinya dengan hiburan malam yang sangat meriah.
Sambil meminum minuman keras para penyanyi melantunkan lagu-lagu dengan iringan
musik yang iramanya menghentak-hentak dari tetabuhan yang terbuat dari kulit. Dalam
keadaan mabuk jiwa mereka melayang-layang penuh dengan khayalan, kenikmatan, dan
keindahan. Namun di balik watak dan prilaku keras mereka memiliki jiwa seni yang sangat
halus dalam bidang sastra, khususnya syair. Kepandaian dalam menggubah syair merupakan
kebanggaan, dan setiap kabilah akan memposisikan pada tempat yang terhormat. Maka tidak
heran kalau pada masa itu muncul para penyair ternama.
Sebelum Islam datang, tradisi pendidikan mereka terbatas pada tradisi lisan.
Pewarisan pengetahuan berlangsung dari mulut ke mulut (oral), dan dari generasi ke generasi.
pendidikan mencakup pengetahuan dan ketrampilan dasar sesuai dengan kondisi kehidupan
setempat saat itu. Dengan kebanyakan penduduk yang masih nomad dan peternakan sebagai
sumber daya utama, maka materi pendidikan mencakup teknik dasar beternak secara alamiah,
mengetahui lokasi lahan tempat rumput subur, menunggang kuda, dan pengetahuan dasar
tentang arah untuk menghindari kesesatan di tengah padang pasir.
Pada kehidupan nomad seperti ini, kita tidak tahu apakah upaya pewarisan ini terjadi
secara sistimatis dan terencana, atau berlangsung sebagai bagian dari hidup itu sendiri. Yang
pasti, apa yang kita sebut sebagai pendidikan pada saat itu jelas berbeda dengan apa yang kita
pahami di era modern. Sisi lain yang menarik dari kegiatan pendidikan mereka adalah
dominannya syair sebagai media ekspresi pemeliharaan buah pikiran dan tradisi yang
mengakar. Bagi masyarakat Arab, mengungkapkan sesuatu dalam bentuk syair mempunyai
nilai lebih dibanding dengan ungkapan bebas (prosa). (SYAMSUDINI, 2014, HAL. 8).
Masyarakat Arab sebelum adanya agama islam, mereka hidup tanpa adanya pegangan
hidup. Dahulu mereka hidup pada zaman jahiliyah, dikatakan zaman jahiliyyah karena zaman
itu disebut dengan zaman kebodohan, karena pada zaman itu pula masyarakat arab pra islam
belum mengenal apa itu agama, kitab suci bahkan mereka tidak mengenal pemimpin untuk
membimbing mereka. Pada saat itu pula masyarakat arab pra islam belum mengenal sistem
pemerintahan yang baik dan ideal banyak juga dari mereka yang tidak mengindahkan nilai-
nilai juga moral, yang mengakibatkan masyarakat dahulu tidak mempunyai pribadi dan
akhlak yang baik.
Pada dasarnya masyarakat arab zaman dahulu memiliki berbagai sifat dan karakter
positif namun sifat-sifat dan karakter tersebut seakan tidak berarti karena tertutup oleh suatu
kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka yaitu ketidakadilan, kejahatan dan keyakinan
terhadap tahayul.
Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW. Masyarakat arab pada saat itu menganut
kepercayaan watasniyah, maksudnya yaitu kepercayaan yang menyembah patung yang dibuat
dari batu ataupun patung yang terbuat dari selain batu. Mereka menyembah dan meminta
pertolongan kepda patung tersebut sebagai wujud dari kepercayaan mereka terhadap agama
yang dianutnya.Mereka percaya bahwa patung-patung yang mereka sembah tersebut dapat
mengabulkan segala hajat ataupun permntaan yang mereka minta.ada juga kepercayaan
lainnya yang dianut oleh masyarakat Arab Pra Islam pada saat itu yaitu seperti menyembah
bulan, bintang, pohon dan lain sebagainya.
Kondisi sosial pada masyarakat Arab pra islam ini bisa dilihat berdasarkan kelas
masyarakatnya, maksudnya seperti keluarga dari kelas bangsawan mereka cenderung sangat
diprioritaskan selain itu mereka juga memiliki wewenang dan otoritas juga pendapat yang
selalu harus didengar. Berbeda jauh dengan kelas keluarga dikalangan bawah, mereka
cenderung tidak memiliki hak dan kebebasan hidup apapu mereka hanya di perbudak.Pada
zaman ini juga banyak pertumpahan darah dan juga mereka masyarakat kalangan bawah
banyak menjadi budak dan diperjual belikan.Mereka cenderung diperlakukan tidak
manusiawi (seperti hewan) yang tidak mempunyai kebebasan.masyarakat zaman ini juga
mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk seperti berjudi, minum-minuman keras dan banyak
melakukan maksiat. (JAMIN, HAL. 216) Pada zaman itu, kaum wanita juga menempati
kedudukan yang sangat rebdah. Masyarakat arab pra-islam memandang wanita pada saat itu
seperti wanita murahan, wanita ibarat seperti hewan peliharaan bahkan lebih rendah lagi.
Oleh karena itu wanita tidak memiliki hak ataupun mendapatkan penghormatan sosial atau
yang lainnya.Kaum laki-laki dapat dengan bebas menikahi, menceraikan bahkan
memperlakukan wanita semau mereka tanpa adanya belas kasihan.Ada salah satu suku yang
memiliki tradisi yang sangat buruk yaitu menguburkan bayi perempuan yang lahir hidup-
hidup.Mereka merasa tidak terhormat, merasa terhina, malu dan khawatir jika istri mereka
melahirkn bayi perempuan. Mereka merasa khawatir jika anak perempuannya akan
membawa kemiskinan, kehinaan dan kesengsaraan terhadap keberlangsungan hidup mereka
kedepannya. (KURNIA, HAL. 45-47)
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa keadaan atau kondisi sosial masyarakat
arab pra-islam yaitu sebagai berikut :
1. Masyarakat Arab pra-Islam adalah orang-orang yang menyembah patung-
patung dan menganggap patung-patung itu suci seperti tuhan. Dalam artian
mereka adalah orang-orang yang menyekutukan Allah
2. Selain membunuh anak perempuan hidup-hidup karena malu dan merasa
terhina, masyarakat Arab Pra-Islam juga membunuh anak laki-laki karena tkut
kemiskinan dan kelaparan
3. Masyarakat Arab Pra-islam adalah orang-orang yang suka berselisih, suka
bertengkar karena masalah sbab-sebab sepele, sebab segolongan dari mereka
memerangi akan segolongannya seperti kalah dalam pacuan kuda,
persengketaan hewan ternak, mata air atau padang rumput.

Keadaan Politik Masyarakat Arab Pra-Islam

Kondisi politik masyarakat Arab pra-islam pada saat itu mereka hidup berkelompok
atau yang biasa kita sebut dengan kabilah atau suku.Dikarenakan banyak adanya kelopok-
kelompok maka kemungkinan terjadinya peperangan atau permusuhan antar kelompok sangat
mungkin terjadi.Selain banyaknya kelompok atau suku ini menjadi salah satu penyebab
sering terjadinya pepecahan dikalangan masyarakat setemoat yaitu karena rasa fanatisme
terhadap kelompok atau sukunya masing-masing. Sehingga ketika ada salah satu anggota
suku yang sedang terlibat pertikaian dengan suku lain maka teman atau anggota dari suku
tersebut pasti akan membela dan menolong temannya tanpa perduli dan melihat terlebih
dahulu akar masalahnya.

Diantara banyak kelompok yang tersebar, masing-masing pasti mempunyai


pemimpin, ketua kelompok atau ketua kabilah yang memimpin dan mengarahkan anggota
kelompok atau kabilah tersebut.kedudukan pemimpin kabilah diibaratkan seperti raja dimana
semua anggota dalam kelompok tersebut harus patuh dan taat kepada pemimpin mereka baik
itu perintah untuk melawan atau berdamai dengan kabilah lain. Pemimpin kabilah memiliki
kewenangan mutlak seperti seorang dictator.Pada saat itunsistem yang berlaku adalah sistem
dictator.Maksudnya yaitu siapa yang paling kuat maka dialah yang paling berkuasa tanpa
memperhatikan rakyat lemah. Biasanya masyarakat bahwah akan diperintah untyk
mengumpulkan hasil dan memberikan pemasukan ke pemerintah. Dan dari hasil inilah yang
digunakan oleh para pemimpin untuk bersenang-senang, berpesta dan juga melampiaskan
hawa nafsunya juga berfoya-foya dengan hasil rakyat.sehingga masyarakat yang kurang
mampu akan semakin miskin dan menderita karena sebab pemimpin yang tidak
bertanggungjawab itu. pada intinya kekuasaan politik pada zaman jahiliyyah mengakibatkan
masyarakat yang ada di bawah kekuasaannya hancur menjadi menjadi tidak terarah, yang
mengakibatkan keadaan politik dan ekonomi menjadi tergoncang baik didesa-desa sampai
pada sistem pemerintahan mereka sendiri. (IBRAHIM, 1979, HAL. 11)

Seblum adanya islam, dahulu ada 3 kekuatan politik besar yang mempengaruhi politik
Arab yaitu kekaisaran nasrani byzantin, kekaisaran Persia yang memeluk agama Zoroaster,
dan dinasti himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.

1. kekaisaran nasrani byzantine


Kekaisaran romawi timur atau kekaisaran nasrani byzantine dengan ibu kota
konstantinopel merupakan bekas imperium romawi dari masa klasik.pada awal
abad ke-7 wilayah ini telah meliputi asia kecil, siria, mesir dan sebagian daerah
itali serta sejumlah kecil wilayah di pesisir afrika utara juga berada di bawah
kekuasaannya.
2. kekaisaran Persia
Kekaisaran Persia adalah sejumlah kekaisaran bersejarah yang berkuasa di
Dataran Tinggi Iran, tanah air asal Bangsa Persia, dan sekitarnya termasuk Asia
Barat, Asia Tengah dan Kaukasus. Saat ini nama Persia dan Iran sudah menjadi
kebiasaan; Persia digunakan untuk isu sejarah dan kebudayaan sedangkan Iran
digunakan untuk isu politik. Bangsa Arya hijrah ke Iran dan mendirikan
kekaisaran pertama Iran yang bernama Kekaisaran Media (728 – 550
SM).Kekaisaran ini telah menjadi simbol pendiri bangsa dan juga kekaisaran
Iran.Kemudian disusul dengan Kekaisaran Akhemeniyah (546 SM) yang didirikan
oleh Koresh yang Agung (Cyrus yang Agung).
3. Dinasti himyar
Kerajaan Himyariyah didirikan oleh suku Himyar. Ibu kota dari Kerajaan
Himyar ialah kota Zhafari, sebuah kota yang terletak di pedalaman negeri Yaman.
Orang-orang Himyar ini sangat berbeda dengan orang-orang Sabaiyah. Jika orang-
orang Saba‘ tidak suka berperang, tidak menyukai kerusuhan, senang hidup
damai, serta tidak mau menyerang negara-negara tetangganya, namun sebaliknya
kerajaan Himyariyah suka berperang dan menyerang serta menaklukkan negara-
negara tetangganya. Puncak kekuasaan kerajaan Himyariyah, ketika Raja
Syammar Yar‘asy berkuasa.Menurut sejarawan dikalangan bangsa Arab, bahwa
Raja Yar‘asy pernah menyerang dan menaklukkan Irak, Persia, dan Kurasan.Ia
juga menghancurkan kota Shugud yang terletak di seberang sungai Jaihun.
Kemudian di kota ini ia bangun sebuah kota yang dinamai dengan namanya
sendiri, yang kemudian pada saat sekarang ini dikenal dengan nama Samarkhand
(M. Yahya 1985).
Kekuasaan kerajaan Himyariyah berakhir ketika raja Jusuf Zu Nuas
berkuasa.Kehancuran kerajaan Himyariyah dilatarbelakangi oleh konflik agama
yang terjadi antara penganut agama Yahudi dengan agama Masehi.Raja Jusuf Zu
Nuas yang beragama Yahudi memaksa rakyat yang beragama Masehi untuk
berpindah agama.Namun hal tersebut mendapatkan penolakan, hingga pada
akhirnya sekitar 12.000 penganut agama Masehi di bakar hidup-hidup oleh raja
Jusuf Zu Nuas.Kabar tentang kejadian tersebut nampaknya sampai kepada kaisar
Romawi bernama Justin I. Raja Romawi kemudian memerintahkan kepada Negus
(Raja Habasyah) yang juga beragama Masehi untuk menyerang Yaman.Dalam
pertempuran tersebut, pasukan Jusuf Nu Zuas kalah.Pada akhirnya kekuasaan
Himyariyah berpindah tangan kepada kekuasaan Habasyah.Sementara, raja Jusuf
Nu Zuas sendiri bunuh diri dengan terjun ke laut bersama dengan kudanya (M.
Yahya 1985).Ketika Yaman berada dalam kekuasaan Habasyah, muncul seorang
Gubernur yang bernama Abrahah.Dalam surah Al-Fil diceritakan bahwa Abrahah
dan pasukan bergajahnya ingin menyerang Ka‘bah.Namun berkat pertolongan
Allah swt.hal tersebut digagalkan dengan mengirimkan segerombolan burung
yang membawa batu dari neraka untuk menghancurkan Abrahah dan pasukannya
(AGIS, HAL. 67-68)
.
Kondisi Ekonomi Jazirah Arab Pra Islam
Jauh sebelum kedatangan islam, bangsa Arab telah terkenal dengan kehidupan
perniagaannya. Kondisi wilayah Jazirah Arab dan sekitarnya yang didominasi oleh padang
pasir, pegunungan yang tandus dan penuh bebatuan, tampaknya menjadi alasan utama
mayoritas penduduk Arab untuk memilih perniagaan sebagai sumber mata pencarian mereka.
Di antara kota-kota di negeri Arab, mekah merupakan kota yang sangat penting dan terkenal
karena letaknya sebagai jalur perdagangan ramai yang menghubungkan Yaman diselam
dengan Syirah di utara.
Suku Quraisy yang merupakan suku asal Nabi Muhammad Saw dan pemegang
otoritas sebagai penjaga Ka’bah adalah suku bangsa Arab yang dominan dan berpengaruh,
termasuk dalam kegiatan perniagaan. Dengan statusnya sebagai penjaga ka’bah tersebut, suku
Quraisy memiliki peluang dan kemudahan dalam berniaga. Mereka sangat leluasa dana man
untuk melakukan perjalanan dagang di seluruh kawasan Arab, meskipun di wilayah yang
sedang berkecamuk perang. Hampir seluruh suku bangsa Arab menghormati kafilah-kafilah
suku Quraisy, baik dalam bentuk penyediaan izin sinngah setiap saat, fasilitas dagang
maupun jaminan keamanan.
Seperti halnya ke utara dan selatan, Suku Quraisy juga mengadakan perjalanan ringan
ke timur dan barat untuk menghubungkan antara Bahraib dan Selat Persia (Teluk Arab) di
satu pihak dengan Sudan dan Habsy melalui Laut Merah dipihak lain. Keleluasaan dalam
perniagaan tersebut serta interaksinya yang luas dengan dunia laut, terutama penduduk Syiria,
Mesir, Irak, Iran, Yaman, dan Erthiopia, tidak saja mendatangkan keuntungan materi yang
besar, tetapi juga meningkatkan kadar pengetahuan, kecerdasan, dan kearifan suku Qurasisy,
sehingga menempatkan suku ini sebagai suku yang paling piawai dalam berniaga, baik dalam
bentuk Syirkah maupun mudharabah, yang membawa mereka kepada kemakmuran dan
kekuasaan.
Sementara itu, mayoritas kota Yastrib (Madinah) memilih bercocok tanam, disamping
pengrajin besi dan berniaga, sebagai sumber utama mata pencarian mereka. Hal ini ditunjang
oleh kondisi daerah tersebut yang memiliki tingkat kelembaban dan curah hujan yang cukup,
sehingga menjadikannya sebagai daerah yang subur.
Dalam melakukan transaksi perniagaannya, suku bangsa Arab mempunyai kebiasaan
menerapkan sistem ribawi, sebagai berikut:
1. Seseorang penjual sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian bahwa
pembayaran akan dilakukan pada suatu tanggal yang telah disetujui bersama.
Apabila pembeli tidak dapat membayar tepat pada waktunya, suatu tenggang
waktu akan diberikan dengan syarat membayar dengan jumlah yang lebih
besar daripada harga awal.
2. Seseorang meminjamkan sejumlah uang selama jangka waktu tertentu dengan
syarat, pada saat jatuh tempo, peminjaman membayar pokok modal bersama
dengan suara jumlah tetap riba atau tambahan.
3. Antara peminjaman dengan pemberi pinjaman melakukan kesepakatan
terhadap suatu tingkat riba selama jangka waktu tertentu. Apabila telah jatuh
tempo dan belum bisa membayarnya, peminjaman diharuskan membayar
suatu tingkat kenaikan riba tertentu sebagai kompensasi tambahan tenggang
waktu membayar.

Sesuai dengan tanah Arab yang sebagian besar terdiri dari padang sahara, ekonomi
mereka yang terpenting yaitu perdagangan. Masyarakat Quraisy berdagang sepanjang tahun.
Di musim dingin mereka mengirim kafilah dagang ke Yaman, sedangkan di musim panas
kafilah dagang mereka menuju ke Syiria. Perdagangan yang paling ramai di Kota Mekkah
yaitu selama musim “Pasar Ukaz”, yaitu pada bulan Zulqaidah, Zulhijjah, dan Muharram.
Dengan demikian, perdagangan merupakan dasar perekonomian bangsa Arab sebelum
Islam datang. Berkenaan dengan hal tersebut, prasyarat untuk melakukan suatu transaksi
adalah adanya alat pembayaran yang dapat di percaya. Pada saat itu, jazirah Arab dan
sekitarnya mempergunakan mata uang dinar dan dirham yang merupakan satuan nama uang
Romawi dan Persia, dua kerajaan besar yang sangat berpengaruh diwilayah tersebut.
Disamping itu karena ekspansi perdagangan yang dilakukan sangat luas, bangsa Arab juga
mempergunakan alat pembayaran kredit. Akan tetapi, volume sirkulasi alat pembayaran ini
masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan uang karena Jazirah Arab dan sekitarnya
ketika itu berada dalam suasana ketidakpastian. (QADARIYAH, 2018, HAL. 10-13).

Kesimpulan
Sebelum Islam datang, masyarakat Arab merupakan komunitas yang mengabaikan
atau mengingkari fitrah manusia. Peperangan yang terjadi antara suku dan kabilah yang
berlangsung selama puluhan tahun, penguburan anak-anak perempuan hidup-hidup,
penyembahan kepada berhala, serta penindasan terhadap warga yang mempunyai status sosial
rendah oleh para bangsawan merupakan bagian dari hidup mereka. Seolah-olah itu semua
merupakan pandangan hidup mereka.
Tidak itu saja, kegemaran mereka terhadap khamar, fanatisme kesukuan yang tinggi,
dan penempatan kaum perempuan pada derajat yang rendah adalah cara hidup yang lazim
dijumpai. Kondisi masyarakat yang demikian tentunya tidak dapat dikatakan sebagai
masyarakat ideal mengingat hal-hal tersebut tidak mencerminkan masyarakat yang beradab.

Referensi
Syamsudini, 2014, “Peradaban Arab Pr-Islam Dan Dialektika Gaya Bahasa Al-Qur’am”,
Vol. 6 No. 1
Amin, 1975 “Fajr al-Islam” (Cet. XI; Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Misriyah)
muhamad Satir, 2019 “ Kehidupan Sosial Masyarakat Arab Masa Awal Kehadiran
Pendidikan Islam”, Vol. 5, No. 1,.
Ahmad Jamin, “Kondisi sosial masyarakat arab pra-islam”Vol.11, no.2
Yuangga Kurnia Yahya “pengaruh penyebaran islam di Timur Tengah dan Afrika Utara”
Vol.16 No.1
Hasan Ibrahim 1979,”Sejarah Kebudayaan Islam” (Jakarta:Kalam Mulia,),
Ahmad agis mubarok, “sejarah sosial-politik arab,” vol.4 no.1
Lailatul Qadariyah, S.E.I., M.E.I., 2019 “Buku Ajar Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”
(Pamekasan: Duta Media Publishing

Anda mungkin juga menyukai