Anda di halaman 1dari 19

SGD 13 LBM 2 MODUL MATA

Title : Red Eye Without Blurred Vision

STEP 7
1. How can be ocular surface inflammatory process?
Respon alergi dimulai ketika alergen dikenali oleh antigen precenting cell (APC)
di mana APC akan mempresentasikan alergen ke sel T CD4. Sel T ini kemudian akan ber
polarisasi ke T helper type 1 (Th1) dan T helper type 2 (Th2). Th2 akan memproduksi be
berapa interleukin, seperti IL-4 dan IL-13 yang menstimulasi sel B untuk memproduksi I
gE dari IgM. Aktivasi sel mast sebagai hasil multivalent allergen cross-linking cell surfa
ce IgE dengan reseptor sel mast FceRI. Sel mast yang ada di konjungtiva melepaskan his
tamin dan mensintesis secara lokal mediator seperti prostaglandin D2, leukotrien C4, try
ptase, chymase, carboxypeptidase A, cathepsin G dan platelet-activating factor, suatu age
n kemotaksis eosinofil yang sangat kuat.
Pada semua bentuk alergi mata, respon klinis terjadi karena aktivasi sel mast, bai
k melalui reaksi antigen-sel mast atau melaui sel limfosit T yang melepaskan mediator-m
ediator inflamasi. Pada bentuk yang lebih ringan seperti SAC dan PAC, jumlah sel mast
saja yang meningkat, sementara pada VKC dan AKC, terjadi peningkatan sel mast dan s
el T.
Alergen yang menginduksi alergi pada pasien atopik dimulai dengan fase respon
awal yang timbul pada menit ke-15 hingga 30 dengan meningkatnya kadar histamin, tript
ase, leukotrien dan esosinofil di air mata. Enam hingga 24 jam (fase lambat) setelah papa
ran, timbul puncak kedua kadar histamin dan eosinofil. Molekul adhesi jaringan E-selecti
n dan ICAM-1 juga meningkat, konsisten dengan peningkatan granulosit dan eosinofil di
konjungtiva. IgE diproduksi oleh konjungtiva di bawah kontrol sel mast. Kebanyakan pa
sien dengan alergi okular, di mana pasien mempunyai riwayat atopi pada keluarga, didap
atkan peningkatan kadar alergen-IgE spesifik di serum dan air mata. Pada fase lambat ini
juga mulai terjadi kerusakan jaringan.
Bagaimana sel mast mempengaruhi respon alergi konjungtiva sebagai bagian dari
lepasnya faktor inflamasi? Sel mast telah diketahui menyimpan, melepas dan mensintesis
sitokin IL-4, IL-5, IL-6, IL-8, IL-13 dan tumor necrosis factor (TNF)-a. Pada SAC, IL-4
dan IL-13 predominan terlokalisasi di sel MCTC (sel mast yang mengandung tryptase da
n chymase) dan IL-5 dan IL-6 terlokalisasi di sel MCT .
Sumber : Oswari, et. all. 2012. Current Management in Pediatric Allergy and Respiratory
Problems. Jakarta : FKUI
Mata tersusun dari jaringan penyokong yang salah satu fungsinya adalah melawan infeks
i secara mekanik. Orbita, kelopak mata, bulu mata, kelenjar lakrimal dan kelenjar meibo
m berperan dalam produksi, penyaluran dan drainase air mata. Jaringan ikat di sekitar
mata dan tulang orbita berfungsi sebagai bantalan yang melindungi mukosa okula
r. Kelopak mata berkedip 10-15 kali per menit untuk proses pertukaran dan produksi air
mata, serta mengurangi waktu kontak mikroba dan iritan ke permukaan mata. Mata mem
iliki jaringan limfoid, kelenjar lakrimal dan saluran lakrimal yang berperan dalam sistem
imunitas didapat. Makromolekul yang terkandung dalam air mata memiliki efek ant
imikroba seperti lisozim, laktoferin, IgA, dan sitokin lainnya. Epitel konjungtiva ya
ng tidak terinfeksi menghasilkan CD8 sitotoksik dan sel langerhans, sedangkan sub
stansia propia konjungtiva memiliki sel T CD4 dan CD8, sel natural killer, sel mast,
limfosit B, makrofag dan sel polimorfonuklear. Pembuluh darah dan limfe berpera
n sebagai media transpor komponen imunitas dari dan ke mata. Pada inflamasi, ber
bagai mediator menyebabkan dilatasi vaskular, peningkatan permeabilitas dan diapedesis
sel inflamasi dari pembuluh darah yang mengakibatkan mata menjadi merah.
Organisme dominan konjungtiva adalah difteri, S epidermidis, dan streptokokus nonhem
olitik. Neisseriae dan basil gram negatif menyerupai hemofili (Spesies Moraxella) juga s
ering ditemukan. Flora konjungtiva biasanya ditahan oleh aliran air mata, yangmengandu
ng lisozim antibakteri.
Sumber : Jawetz, Melnick & Adelberg. (2013). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 25. Jakar
ta: Salemba
 allergen pada konjungtiva mengakibatkan stimulasi dua sistem imun. Yang pertama
akan melepaskan mediator radang seperti histamin dari mast sel dan yang lainnya
akan mengeluarkan prostaglandin. Ini merupakan reaksi yang cepat kira 8-24 jam.
 Allergen yang masuk akan diikat oleh Ig E yang merupakan antibody dan
mengakibatkan degranulasi dari sel mast. Degranulasi tersebut akan mengeluakan
histamine,bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain. Mediator yang lepas dari sel mast,
histamine dan bradikinin, akan segera merangsang nosiseptoryang mengakibatkan
rasa gatal. Keduanya juga meningkatkan permeabilitas vascular dan vasodilatasi
sehingga timbul mata merah dan injeksi konjungtiva.
 Sementara itu mediator lain yang lepas dari sel mast akan mengeluarkan signal kimia
yang menarik sel darah putih dan sel darah merah ke daerah yang terkena. Ketika sel-
sel ini sampai mereka akan mudah mencapai permukaan konjungtiva karena
pelebaran pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas kapiler.
 Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial
yang banyak didomonasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan
dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang akan cepat diikuti dengan hiperplasi
akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan jaringan ikat yang tidak terkendali.
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalininsasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva
sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan
memberikan warna putih susu kebiruan, sehingga konjungtiva tampak buram dan
tidak berkilau.
 Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement
like granulations. Hipertrofil papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang menghasilkan
ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel
kornea.
Limbus konjungtiva juga menunjukan perubahan akibata vasodilatasi dan hipertropi
yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering
menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas dan
kuantitas stem cells limbus.
 Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita
konjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda.
Disamping itu terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami
degenerasi
Sumber : Fatma Asyari, Reaksi Hipersensivitas Tipe I Pada Mata, Jakarta. Dexa Media,
No.1, Vol.18. Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI: Januari-Maret 2005.
http://www.aafp.org/afp/98021ap/2005/morrow.html
2. Why the children complain about redness in his eyes?
Mata tersusun dari jaringan penyokong yang salah satu fungsinya adalah melawan infeks
i secara mekanik. Orbita, kelopak mata, bulu mata, kelenjar lakrimal dan kelenjar meibo
m berperan dalam produksi, penyaluran dan drainase air mata. Jaringan ikat di sekitar
mata dan tulang orbita berfungsi sebagai bantalan yang melindungi mukosa okula
r. Kelopak mata berkedip 10-15 kali per menit untuk proses pertukaran dan produksi air
mata, serta mengurangi waktu kontak mikroba dan iritan ke permukaan mata. Mata mem
iliki jaringan limfoid, kelenjar lakrimal dan saluran lakrimal yang berperan dalam sistem
imunitas didapat. Makromolekul yang terkandung dalam air mata memiliki efek ant
imikroba seperti lisozim, laktoferin, IgA, dan sitokin lainnya. Epitel konjungtiva ya
ng tidak terinfeksi menghasilkan CD8 sitotoksik dan sel langerhans, sedangkan sub
stansia propia konjungtiva memiliki sel T CD4 dan CD8, sel natural killer, sel mast,
limfosit B, makrofag dan sel polimorfonuklear. Pembuluh darah dan limfe berpera
n sebagai media transpor komponen imunitas dari dan ke mata. Pada inflamasi, ber
bagai mediator menyebabkan dilatasi vaskular, peningkatan permeabilitas dan diapedesis
sel inflamasi dari pembuluh darah yang mengakibatkan mata menjadi merah.

Cantor LB, External disease and cornea.2014. (Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan Ter
api di Pelayanan Kesehatan Primer)

  Injeksi Konjungtiva Injeksi Siliaris


Keratitis, Iridosiklitis, Gl
Kausa Iritasi, Konjungtivitis
aukoma Akut
Lokasi Forniks ke limbus makin Limbus ke forniks makin
kecil kecil
Warna Merah terang Merah padam
Pembuluh dara Bergerak dengan dengan
Tidak bergerak
h konjungtiva
Adrenalin Menghilang Menetap
Sekret Sekret (+) Lakrimasi (+)
Intensitas Nyeri Sedikit Nyeri

NO. INJEKSI KONJUNGTIVAL INJEKSI SILIAR

1. Melebarnya pembuluh darah a. Melebarnya pembuluh darah a.


Konjungtiva posterior akibat pengaruh Siliaris anterior karena radang
mekanis, alergi, ataupun infeksi pada kornea, tukak kornea, benda asing
jaringan konjungtiva. pada kornea, radang jaringan uvea,
glaukoma, endoftalmitis ataupun
panoftalmitis.
2. Ukuran pembuluh darahnya makin Ukurannya sangat halus terletak
besar ke bagian perifer karena asalnya disekitar kornea, paling padat
dari bagian perifer / a. Siliaris disekitar kornea dan berkurang ke
anterior, pembuluh darahnya terutama arah forniks.
di dapatkan di daerah forniks
3. Mudah digerakkan dari dasarnya Tidak ikut serta dengan pergerakan
karena a. Konjungtiva posterior konjungtiva bila digerakkan karena
melekat secara longar pada menempel erat dengan jaringan
konjungtiva bulbi yang mudah dilepas perikornea.
dasarnya sklera.
4. Warna pembuluh darahnya merah Berwarna lebih ungu dibandingkan
segar dengan injeksi konjungtiva
5. Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi Dengan tetes adrenalin / epinefrin
akan lenyap sementara 1:1000 pembuluh darah perikornea
tidak menciut
6. Fotofobia ( - ) Fotofobia ( + )

7. Pupil ukuran normal dengan reaksi Pupil irregular kecil ( iritis ) dan
normal lebar ( glaukoma )
8. Gatal

Sumber : Ilmu Penyakit Mata, Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Sp.M, 2000
3. What the classification of eye redness?
Skleritis
 Sklreritis

a. Etiologi:
1. Penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, gout
2. Tuberculosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, b
enda asing, dan pasca bedah
b. Keluhan :
1. Perasaan sakit berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dag
u  membangunkan waktu tidur
2. Mata merah berair
3. Fotobia
4. Penglihatan menurun
c. Penyulit skleritis :
1. Keratitis perifer, Glaucoma, Granuloma subretina, Uveitis, abla
si retina eksudatif, proptosis, katarak, hipermetropi
d. Pengobatan :
1. Anti inflamasi steroid /non steroid /obat imunosupresif
Dapat bilateral/uni lateral, onset perlahan/mendadak, sering pada wanita.
Keluhan pasien  nyeri, yang biasanya bersifat konstan dan tumpul sehingga mereka suli
t tidur.ketajaman penglihatan bekurang
Tanda klinis kunci  bola mata berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus vascular dala
m di sclera dan episklera.
Untuk membedakannya dengan episkleritis, konjungtivitis, dan injeksi siliaris, pemeriksa
an dilakukan di bawah sinar matahari disertai penetesan epinefrin 1:1000 atau fenilefrin 1
0%  yang menimbulkan konstriksi plaksus vaskuler episklera superfisialdankonjungtiv
a.
Pemeriksaan slitlamp  menilai kedalaman prosesmengidentifikasi penyakit kornea terka
it.
Bila mata putih disebabkan adanya nekrosis, adanya daerah sclera yang translusen  p
etunjuk tentang riwayat skleritis sebelumnya.
Skleritis Posterior  menifestasinya : edem periorbita, proptosis, pembatasan gerakan ma
ta, dan penurunan penglihatan. Tanda segmen posterior adalah : viritis, pembengkakan dis
cus, edema macula dan pelepasan retina eksudatif.
Diagnosis  deteksi penebalan sclera posterior dan koroid pada ultrasonografi (penebala
n local mirip melanoma maligna) dan CTscan.
Pembagian Skleritis :
a. skleritis anterior
- tipe difus
- nodular sederhana
- nekrotikans : disertai berkurangnya jaringan sclera (pencairan sclera) sehingga ter
bentuk stafiloma.
Pada semua bentuk skleritis anterior memperlihatkan penurunan perfusi vaskuler pada
angiografi segmen anterior (pada episkleritis terjadi peningkatan aliran darah), skleriti
s anterior cenderung progresif, biasanya berupa perluasan sirkumferensial dari daerah
yang sebelumnya terkena
Perbedaan skleritis nodular sederhana, difus dan nekrotikans adalah skala waktu progr
esifitas penyakit. Pada skleritis nekrotikan disertai peradangan, waktu tersebut mungk
in hanya beberapa minggu sebelum mata hancur, sehhingga harus segera dilakukan pe
meriksaan dan terapi.
Penyakit sistemik sering dijumpai pada 40% pasien skleritis. Identifikasi penyakit sist
emik perlu dilakukan karena penyakit tersebut cenderung merupakan suatu penyakit j
aringan ikat yang parah dan dapat mengancam jiwa pasien.
b. Skleritis posterior
Penyulit Skleritis adalah : keratitis, uveitis, dan glaucoma.
Terapi : terapi awalnya adalah obat-obat inflamasi steroid sistemik. Obat pilihan adala
h indometasin 100 mg/hari, atau ibuprofen 300 mg perhari. Apabila tidak tampak resp
on dalam 1-2minggu atau segera tampak penyumbatan vaskuler harus segera dimulai t
erapi steroid sistemik dosis tinggi . steroid ini biasa diberikan per oral yaitu prednison
e 80 mg perhari yang diturunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemelih
araan yaitu 10mg per hari. Kadang kala penyakit yang berat mengharuskan terapi intr
avena berdenyut dengan metal prednisolon , 1 gr tiap minggu.
Tindakan bedah . Jarang dilakukan
Sumber : Ofthalmologi Umum, Vaughan

Pterigium
Pterygium
DEFINISI
Suatu pertumbuhan fibrovaskular konjuntiva yang bersifat degenerative dan invasive. Pertum
buhan ini biasanya terletak pada celah kelopak mata bagian nasal ataupun temporal konjungti
va yang meluas ke daerah kornea.
ILMU PENYAKIT MATA, PROF. DR. H. SIDARTA IILYAS, SP. M
ETIOLOGI
a. Iritasi kronis akibat debu
b. Cahaya sinar matahari
c. Udara panas
d. Etiloginya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma,
radang dan degenerasi.
ILMU PENYAKIT MATA, PROF. DR. H. SIDARTA IILYAS, SP. M
MANIFESTASI KLINIS
Dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif, mera
h dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan gangguan p
englihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan
kornea akibat kering) dan garis besi (iron line dan Stoker) yang terletak di ujung pt
erigium.
ILMU PENYAKIT MATA, PROF. DR. H. SIDARTA IILYAS, SP. M
Morfologi pterigium terdiri atas kapsul atau puncak yang merupakan zona mendatar pada kor
nea terdiri dari fibroblas yang menginvasi membran Bowman; kepala merupakan area pembu
luh darah di bawah puncak; badan atau ekor merupakan bagian pterigium yang mudah berger
ak di konjungtiva bulbar. Invasi jaringan ini terlokalisasi di temporal atau nasal, lebih sering
di nasal. Pterigium memiliki 4 derajat gambaran klinis.6 Derajat pertama jika pterigium hany
a terbatas pada limbus kornea. Derajat kedua jika pterigium sudah melewati limbus kornea tet
api tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. Derajat ketiga jika pterigium
sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya
normal (diameter pupil sekitar 3-4mm). Derajat keempat jika pertumbuhan pterygium sudah
melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.4
PENATALAKSANAAN
Pengobatan tidak diperlukan karena sering bersifat rekuren, terut ama pada pasien
yang masih muda. Bila pterigium meradang dapt diberikan steroid atau suatu tetes
mata dekongestan.
Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi ganguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme iregeluer atau
pterigium yang telah menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan
kacamata pelindung. Bila terdapt tanda radang berikan air mata buatan bila perlu
dapat diberi steroid. Bila terdapt dellen (lekukan kornea) beri air mata buatan
dalam bentuk salep. Bila diberi vasokonstriktor maka perlu dikontrol dam 2
minggu dan bila tela terdapa perbaikan pengobatan dihentikan.
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastic yang dilakukan bila
pterigium telah mengganggu penglihatan.
ILMU PENYAKIT MATA, PROF. DR. H. SIDARTA IILYAS, SP. M

TATALAKSANA
Sebagai tindakan preventif, gunakan kacamata yang dapat memblok sinar ultravio
let (UV-A dan UV-B) karena faktor risiko utama pterygium adalah pajanan sinar u
ltraviolet. Manajemen medikamentosa jika terdapat keluhan. Obat tetes mata artifi
sial atau steroid jika disertai inflamasi mata. Medikamentosa tidak akan menguran
gi ataupun memperparah pterigium, hanya mengurangi keluhan. 1 Tantangan uta
ma terapi pembedahan adalah mengatasi komplikasi rekurensi yang sering terjadi,
berupa pertumbuhan fibrovaskuler dari limbus ke tengah kornea. Indikasi terapi p
embedahan antara lain: tajam penglihatan berkurang akibat astigmatisma, ancam
an aksis visual terganggu, gejala iritasi berat, dan
indikasi kosmetik. 1 Teknik eksisi antara lain:
1. Bare sclera: ialah teknik eksisi sederhana pada bagian kepala dan badan pterig
ium
serta membiarkan dasar sklera (scleral bed) terbuka sehingga terjadi re-epitelisas
i.
Kerugian teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi yang dapat mencapai
24-89%.1
2. Conjunctival autograft technique: angka rekurensi 2% hingga paling tinggi 40
%.1 Prosedur menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bul
bi bagian superotemporal, dieksisi sesuai ukuran luka kemudian dipindahkan dan
dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan. Faktor yang penting untuk ke
berhasilan operasi pterygium adalah kemampuan untuk diseksi graft tipis dan tepa
t ukuran untuk menutupi defek konjungtiva dengan inklusi minimal dari jaringan T
enon.9 Hasil graft yang tipis dan bebas tegangan telah terbukti tidak terjadi retrak
si setelah operasi, menghasilkan hasil kosmetik yang baik dengan tingkat rekurens
i yang rendah.9 Hirst, dkk. merekomendasikan insisi luas untuk eksisi pterigium da
n graf, yang besar karena dengan teknik ini rekurensinya sangat rendah.8
3. Amniotic membrane grafting: digunakan untuk mencegah rekurensi, bisa
digunakan untuk menutupi sklera yang terbuka setelah eksisi pterigium. Graft
ini dianggap memicu kesembuhan dan mengurangi angka rekurensi karena efek an
ti-inflamasinya, memicu pertumbuhan epitelial dan sifatnya yang menekan sinyal t
ransformasi TGF-beta, dan proliferasi fibroblas.10 Tingkat rekurensinya 2,6-10,7
% untuk pterigium primer dan 37,5% untuk pterigium rekuren.1 Membran amnioti
k
ditempatkan di atas permukaan sklera dengan bagian basis menghadap ke atas
dan stroma menghadap ke bawah. Lem fibrin berperan membantu membrane amni
otik agar menempel pada jaringan episklera.1
Terapi Tambahan
Angka rekurensi tinggi yang berkaitan dengan operasi terus menjadi masalah.1 Te
rapi tambahan yang diberikan antara lain:1,5,7
„ Mitomycin-C (MMC). MMC digunakan karena mampu menghambat fibroblas.
Dua cara penggunaan yaitu aplikasi intraoperatif langsung ke permukaan
sklera setelah eksisi pterigium dan aplikasi post-operatif sebagai terapi tetes mata
topikal.7 Beberapa studi1,7 menganjurkan MMC intra-operatif untuk mengurangi
toksisitas.
„ Terapi iradiasi beta. Terapi ini digunakan untuk mencegah rekurensi karena dap
at
menghambat mitosis cepat di dalam sel pterigium.1 Efek samping radiasi antara la
in nekrosis sklera, endoftalmitis, pembentukan katarak. Akibat efek
samping ini, terapi ini tidak banyak digunakan.
„ Anti-VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor). Sesuai teori, VEGF memiliki
peran utama dalam angiogenesis dan stimulasi fibroblas.7 Bevacizumab, antibody
monoklonal manusia dengan efek antiangiogenik mengurangi invasi dan migrasi fi
brovaskuler serta mengurangi ekspresi fibroblas, diberikan dengan cara injeksi su
bkonjungtival.7 Cara ini sekarang dipertanyakan karena pada metaanalisis
randomized controlled trial, risiko perdarahan subkonjungtiva besar dan angka re
kurensi lebih tinggi.7
Pseudopterigium
o Merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat, proses penyembuhan
tukak kornea  konjungtiva menutupi kornea
o Letak : konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya
o Beda dengan pterigium :
 Letaknya
 Tidak harus pada celah kelopak atau fisura palpebra
Pingicuila

 definisi
penebalan konjungtiva berbentuk segitiga dengan puncak diperifer dengan dasar dilim
bus kornea, berwarna kuning keabu-abuan dan terletak dicelah kelopak mata.
 Etiologi
Iritasi oleh angin, debu, sinar matahari yang berlebihan
 Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang khas tetapi bila terdapat gangguan kosmetik dapat dilakuk
an pembedahan pengangkatan.
(sari ilmu penyakit mata, sidarta ilyas FKUI)
o Benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang tua, terutama yang mat
anya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu dan angin panas. Merupakan
degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.
o Pinguekula tidak perlu diberikan pengobatan, akan tetapi bila terlihat adanya tanda
peradangan (penguekulitis), dapat diberikan obat-obat anti radang.
(ILMU PENYAKIT MATA, Prof.Dr.H.Sidarta ilyas , SpM)
o Pinguekula : nodul kuning pada kedua sisi kornea (lebih banyak di sisi nasal) di dae
rah aperture palpebrae
o Pengobatan pada pingueculitis tertentu diberi steroid lemah topical seperti prednisol
one 0,12 % atau medikasi antiradang non-steroid topical dapat diberikan.
(OFTALMOLOGI UMUM, Daniel G. Vaughan dkk)
blefaritis
Definisi : radang yang terjadi pada kelopak dan tepi kelopak
Etiologi : infeksi (streptococcus alfa, beta, pneumococcus, pseudomonas), alerg
i (debu, asap, bahan kimia iritatif, kosmetik)biasanya berjalan kronis atau me
nahun
Gejala umum : kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, epifora
Pengobatan : sebelum diobati dibersihkan dengan garam fisiologik hangat, kem
udian diberikan antibiotic yang sesuai
Penyulit : konjungtivitis, keratitis, hordeolum, kalazion, madarosis
Klasifikasi :
Blefaritis bacterial
 Befaritis superficialpengobtan dengan salep antibiotic seperti sulfase
tamid, sulfisoksazol. Sebelum pemberian antibiotic krusta diangkat den
gan kapas basah. Bila terjadi blefariis menahun dilakukan penekanan
manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Mei
bom
 Blefaritis seboremata kotor, panas, rasa kelilipan, secret keluar dar
i kelenjar meibom, air mata berbusa pada kantus lateral, hyperemia, h
ipertrofi papil pada konjungtiva
 Pengobatannyamemperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopa
k dari kotoran. Pembersihan dengan kapas lidi hangat, dengan nitras
argenti. Kompres hangat selama 5-10 menit, kelenjar meibom diteka
n dan dibersihkan dengan shampoo bayi, antibiotic tetrasiklin oral 4
kali 250 mg.
 Blefaritis skuamosaterdaat skuama atau krusta pada pangkal bulu
mata yang bila dikupas mengakibatkan luka kulitterdapat sisik ber
arna halus dan penebalan margo palpebra disertai madarosis, sisik ini
mudah dikupas tanpa mnegakibatkan perdarahan
 Blefaritis ulseratifkeropeng berwarna kekuning-kuningan yang bil
a diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan nanah dis
ekitar bulu mata, ulserasi berjalan lanjut dan lebih dalam dan merusa
k folikel rambut sehingga mengakibatkan madarosis
 Blefaritis angularismengenai sudut kelopak sehinggga mengakibat
kan gangguan pda fungsi pungtum lacrimal
 Meibomianitis
 Hordeolumperadangan supuratif kelenjar kelopak mata. Kelopak b
engkak, merah, mengganjal, sakit, nyeri tekan
 Hordeolum eksternumkelenjar zeiz dan Moll
 Hordeolum iternumkelenjar meibom
 Kalazionperadangan granulomatosa kelenjar meibom yang terumb
at
Blefaritis virus
 Herpes zosterpada kelopak terlihat vesikel
 Herpers simpleksvesikel kecil dikeliligi eritem disertai keadaan yan
g sama pada bibir
 Vaksiniapustul dengan indentasi pada daerah sentral
 Moluskum kontagiosum
Blefaritis jamur
 Infeksi superficial
 Infeksi jamur dalam
 Blefaritis pedikulosis
Alergi
 Dermatitis kontak
 Befaritis urtikaria
Episkleritis
Episkleritis

o Merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara konjungti
va dan permukaan sclera
o Etiologi :
 Reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik, seperti: tuberculosi
s, rheumatoid arthritis, lues, SLE, dll.
 Reaksi toksik, alergi atau bagian infeksi
 Idiopatik
o Sering terjadi pada perempuan
o Keluhan :
 Mata terasa kering, mengganjal, konjungtiva kemotik
 Benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah
konjungtiva
o Pengobatan :
 Fenil efrin 2,5 % topical  mengecilkan pembuluh darah, yang meleb
ar karena mata merah
 Vasokonstriktor
 Kortikosteroid tetes mata, salisilat atau sistemik
 Dapat sembuh sempurna atau bersifat residitif yang dapat menyerang t
empat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umumnya b
erlangsung 4-5 minggu

Hordeolum
 Hordeolum

Hordeolum merupakan infeksi kelenjar pada palpebra.


Ada dua jenis :
a. Hordeolum eksterna : infeksi pada kelj. Zeis / Moll
lebih kecil dan letak lebih superficial
b. Hordeolum interna : infeksi pada kelj. Meibom
lebih besar dan lebih profundal
Klinis : nyeri, merah dan bengkak pada palpebra.
Penyebab : infeksi Stafilokokus aureus
Terapi : Kompres hangat 3-4 kali/hari selama 10-15 menit.
Insisi dan drainage untuk keluarkan pus, cara insisi :
 Vertikal permukaan konjungtiva pada h. internum untuk
menghindari terpotongnya kelenjar Meibom.
 Horisontal pada kulit untuk H. eksternum untuk
mengurangi luka parut.
Salep Antibiotika

Cara penularannya
Radang mata menular atau epidemic keratoconyunctivitis (pharyngoconyunctival feve
r) biasanya disebabkan oleh virus yang termasuk golongan adenovirus yang menyeran
g mata dan saluran nafas sebelah atas. Selain itu terdapat golongan virus lain yang me
nyerang mata hingga merah.
Penularan virus biasanya terjadi melalui semburan titik ludah pada waktu bersin/batu
k, melalui pegangan tangan secara langsung, atau melalui media lain yang tercemar ad
enovirus seperti saputangan, bantal tempat tidur, atau handuk Penyakit virus mata me
mpunyai masa inkubasi. Virus hanya bisa menginfeksi seseorang kalau terdapat luka-l
uka halus pada selaput putih mata yang ditimbulkan karena gosokan atau tekanan pen
derita langsung dimata karena terdapat rasa gatal pada mata. Tindakan ini menyebabk
an terjadinya luka halus pada selaput bola mata dan adenovirus dapat masuk. Virus yg
masuk akan meyebabkan rasa gatal yang lebih hebat, dan biasanya akan ditekan/digos
ok kembali oleh penderita.
Masa masuknya virus hingga timbulnya gejala berkisar sekitar 5-12 hari. Gejala yang
timbul biasanya bagian putih mata terlihat merah, keluar airmata yang banyak, rasa ga
tal, silau melihat cahaya terang dan rasa perih, serta biasasnya terkena pada kedua mat
a. Kadangkala kelenjar getah bening di depan telinga terasa membesar dan nyeri kalau
dipegang, timbul pilek atau radang ringan disaluran nafas atas. Bila terdapat cairan ma
ta bernanah, maka radang virus telah bertambah terinfeksi oleh kuman jenis lain dan p
erlu pengobatan oleh dokter.
Pada prinsipnya infeksi virus adalah penyakit yang akan sembuh sendiri tanpa diobati
bila tidak terdapat infeksi dan kalau mata tidak ditekan/digosok.
Semua alat yang dipakai dan menyentuh mata seperti kaca mata, sapu tangan, handuk,
lensa kontak, perias mata, menjadi sumber penular. Tanpa sadar penularan bisa berlan
gsung lewat jemari tangan yang sudah tercemar kuman atau virus.
Orang yang pekerjaannya banyak memegang uang, misalnya kasir, mudah tertular
infeksi mata. Kalau salah seorang anggota keluarga ada yang terkena penyakit
ini, maka anggota lain dalam keluarga mudah terkena.
Virus penyakit mata merah ini bertebaran di udara dan siap hinggap di tempat-tempat
keramaian, seperti terminal, bioskop, dan sekolah atau bekerja. Selain dan kondisi ling
kungan yang berdebu dan berpolusi dapat memperparah penyakit dan bisa membahay
akan orang di sekitarnya.
Konjungtivitis
Merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lender yang menutupi belakang ke
lopak mata dan bola mata.
(ILMU PENYAKIT MATA, Prof.Dr.H.Sidarta ilyas , SpM)
Etiologi
Infeksi:
a. Bakterial
 Neisseria GO
 Neiseria meningitides
 Pneumokokus
 Haemofilus influenza
 Stafilokokus
 Streptokokus
 Klamidia trakomatis
b. Virus
 Adenovirus
 Varicella-Zooster
 Herpes simpleks
 Riccketsia
c. Fungi
 Candida
a. Parasit
 Onchocerca volvulus
 Loa-loa
 Ascaris lumbricoides
 Larva lalat
Imunologik ( alergik )
Reaksi hipersensitifitas segera ( humoral )
 Kerato konjungitivitis vernal ( musim semi )
 Kerato konjungitivitis atopic
 Konjungitivitis papiler raksasa
Reaksi hipersensitifitas tertunda ( seluler )
 Phlyctenulosis ( reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba, s
pt stafilokokus, mikrobakterial)
Penyakit autoimun
 Keratokonjungtivitis sicca pada sindrom Sjogren
Kimiawi atau iritatif
Iatrogenik
 Miotika
 Idoxuridine
 Obat topical lain
 Larutan lensa kontak
Yang berhubungan dengan pekerjaan
 Asam
 Basa
 Asap
 Angin
 Cahaya ultra violet
 Bulu ulat
Etiologi tidak diketahui
 Folikulosis
 Konjungitivitis folikuler menahun
 Rosasea akuler
 Psoriasis
 Dermatitis herpetiform
 Epidermolisis bulosa
 Keratokonjungtivitis limbic superior
 Sindrom Reiter
 Sindrom limfondus mukokutaneus (penyakit kawasaki)
Bersama penyakit sistemik
Sekunder terhadap dakriosistitis atau kanakulitis
Oftalmologi umum. Vaughan
Patofisiologi
Benda asing masuk  tubuh akan membentuk suatu mekanisme pertahanan tubuh 
melalui reaksi inflamasi atau peradangan, yang pertama kali terjadi adalah adanya
kalor (panas) karena vasodilatasi pembuluh darah, tapi hal ini sangat jarang terjad
i pada mata karena organ nya kecil dan pembuluh darahnya tidak banyak dan kecil-ke
cil, kemudian akan timbul rubor (kemerahan) karena vasodilatasi pembuluh darah d
an meningkatnya aliran darah pada daerah yang terkena, kemudian terjadi tumor (pe
mbengkakan) karena adanya peningkatan masa jaringan akibat edema dan transudasi
jaringan, lalu timbul dolor (rasa nyeri) karena akibat rangsangan pada serabut saraf se
nsoris dan akhirnya dapat menyebabkan fungsiolesa (fungsi organ yang terkena menja
di terganggu).
(OFTALMOLOGI UMUM, Daniel G. Vaughan dkk)
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala konjungtivitis secara umum
Dari anamnesis didapatkan keluhan mata merah, sensasi benda asing/ mengganjal,
sensasi tergores atau panas, gatal, berair dan keluar kotoran mata/ lodok. Tidak
didapatkan penurunan tajam penglihatan.
Tanda penting pada konjungtivitis adalah :
a. Hiperemi :
Kemerahan yang paling nyata pada fornix dan mengurang ke arah limbus. Hal
ini disebabkan oleh dilatasi pembuluh – pembuluh konjungtiva posterior. Pem
buluh darah konjungtiva posterior berasal dari cabang nasal dan lakrimal yang
merupakan cabang teminal arteri oftalmika, menuju kelopak mata melalui forn
iks. Diantara keduanya terdapat anastomosis. Injeksi konjungtiva menunjukka
n adanya kelainan pada konjungtiva superficial.

b. Lakrimasi :
Sekresi air mata oleh karena adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar/
gatal.
c. Eksudasi :
Adanya secret yang keluar saat bangun tidur dan bila berlebihan palpebra salin
g melengket.
d. Kemosis :
Udem konjungtiva oleh karena transudasi cairan dari pembuluh darah kapiler
konjungtiva. Klinis tampak seperti gelembung/benjolan bening pada konjungti
va bulbi atau fornix. Kemosis dapat terjadi secara :
- Aktif : peningkatan permeabilitas pada peradangan ( eksudat )
- Pasif : akibat stasis ( perbandingan “ tissue fluid “ didalam jaringan/organ terg
antung pada keseimbangan antara produk cairan dari arteri, penyerapan ke ven
a dan drainage oleh limfatik ). Ketidakseimbangan salah satu factor ini dapat
menyebabkan kemosis.

e. Folikel :
Tampak pada kebanyaan kasus konjungtivitis virus, kasus konjungtivitis khla
midia. Sering terdapat pada tarsus terutama tarsus superior. Secara klinik dapat
dikenali sebagai struktur kelabu atau putih yang avaskuler dan bulat. Pada pem
eriksaan slit lamp, pembuluh-pembuluh kecil tampak muncul pada batas folike
l dan mengintarinya.

f. Pseudomembran :
Adalah haasil proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya. Pseudomembran
adalah pengentalan di atas permukaan epitel, bila diangkat epitel tetap utuh. Bi
la sebuah membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel epitel jika
diangkat akan meninggalkan permukaan yg kasar dan berdarah. Pseudomembr
an atau membran dapat menyertai konjungtivitis virus herpes, pemphigoid sika
triks, difteria. Membran dan pseudomembran dapat berupa sisa akibat luka bak
ar kimiawi.
g. Hipertrofi papila :
Reaksi konjungtiva non spesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada t
arsus atau limbus. Konjungtiva papiler merah mengesankan penyakit bakteri at
au klamidia.
h. Nodus preaurikuler:
Pembesaran nodus limfatikus. Ada nyeri tekan pada konj. Herpes dan inklusi d
an trakoma.
Tanda Bakterial Viral Alergik Toksik TRIC
Injeksi Mencolok Sedang Ringan- Ringan- sed Sedang
konjuntivitis sedang ang
Hemoragi + + - - -
Kemosis ++ +/- ++ +/- +/-
Eksudat Purulen atau m Jarang, air Berserabut - Berserabut
ukopurulen (lengket), air (lengket)
+/- -
Pseudomembran +/-(strep.,C.dip - -
h) - +
Papil +/- + - - +/-
Folikel - + (medikas +
++ - i)
Nodus + - +/-
Preaurikular - - (kecuali ver
Panus - nal) - +
 trachoma and inclusion conjunctivitis. = TRIC
Daniel Vaughan, General Ophthalmology. Fifteenth edition, Appleton and Lange,
San Fransisco, USA. 1999
Komplikasi Konjungtivitis
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusaka
n pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi
dari konjungtivitis yang  tidak tertangani diantaranya:
1. glaukoma
2. katarak
3. ablasi retina
4. komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefa
ritis seperti ekstropin, trikiasis
5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6. komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila
sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengga
nggu penglihatan, lama- kelamaan  orang bisa menjadi buta
7. komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat meng
ganggu penglihatan
Prognosa Konjungtivitis
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang l
ain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi t
ersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapa
t dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyak
it radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/ga
ngguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina.
Sigid suseno-25 Februari 2012
4. Why the children felt itchy in his eyes?
MATA GATAL  Bisa karena alergi
Reaksi hipersensitivitas tipe I merupakan dasar utama terjadinya proses inflamasi pada K
V. Reaksi hipersensitivitas tipe I dimulai dengan terbentuknya antibodi IgE spesifik terha
dap antigen bila seseorang terpapar pada antigen tersebut. Antibodi IgE berperan sebagai
homositotropik yang mudah berikatan dengan sel mast dan sel basofil. Ikatan antigen de
ngan antibodi IgE ini pada permukaan sel mast dan basofil akan menyebabkan terjadinya
degranulasi dan dilepaskannya mediator-mediator kimia seperti histamin, slow reacting s
ubstance of anaphylaxis, bradikinin, serotonin, eosinophil chemotactic factor, dan faktor-
faktor agregasi trombosit. Histamin adalah mediator yang berperan penting, yang menga
kibatkan efek vasodilatasi, eksudasi dan hipersekresi pada mata. Keadaan ini ditandai de
ngan gejala seperti mata gatal, merah, edema, berair, rasa seperti terbakar dan terdapat se
kret yg bersifat mucoid.
Sumber : Siti Budiati Widyastuti, Sjawitri P. Siregar. Konjungtivitis Vernalis Konjungtiv
itis Vernalis. Sari Pediatri, Vol. 5, No. 4, Maret 2004: 160 – 164.
5. Why the children complain about blur vision?
6. Why his eyelid were ptosis and papil hyperthropy on upper tarsal conjungtiva and injecti
on of the bulbar conjungtiva?
Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like
granulations. Hipertrofil papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang menghasilkan ptosis
mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel kornea.
Limbus konjungtiva juga menunjukan perubahan akibata vasodilatasi dan hipertropi
yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering
menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas dan
kuantitas stem cells limbus.
 Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial
yang banyak didomonasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan
dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang akan cepat diikuti dengan hiperplasi
akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan jaringan ikat yang tidak terkendali.
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalininsasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva
sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan
memberikan warna putih susu kebiruan, sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak
berkilau.
 Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement
like granulations. Hipertrofil papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang menghasilkan
ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel
kornea.
Limbus konjungtiva juga menunjukan perubahan akibata vasodilatasi dan hipertropi
yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering
menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas dan
kuantitas stem cells limbus.
 Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita
konjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda.
Disamping itu terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami
degenerasi.
Sumber : Fatma Asyari, Reaksi Hipersensivitas Tipe I Pada Mata, Jakarta. Dexa Media,
No.1, Vol.18. Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI: Januari-Maret 2005.
http://www.aafp.org/afp/98021ap/2005/morrow.html
7. What is horner-trantas dots and shield ulcer?
8. Why the doctor were horner-trantas dots and shield ulcer on the cornea?
Horner-Trantas dots sering ditemukan pada konjungtivitis vernal tipe limbal. Dimana terj
adi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada tipe palpebral. Pada bentuk li
mbal ini terjadi hipertrofi limbal yang membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Hipertr
ofi limbus ini disertai bintik-bintik yang sedikit menonjol, keputihan, yang dikenal sebag
ai Horner-Trantas dots yang merupakan degenerasi epithel kornea, atau eosinafil dengan
bagian epithel limbus kornea. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stro
ma oleh sel-sel PMN, eosinafil, basofil dan sel mast. Tahap lanjut akan dijumpai sel-sel
mononuclear serta limfosit, makrofag. Sel mast dan eosinafil terdapat dalam jumlah besa
r dan terletak superfisial, sebagian besar sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Fase vask
uler dan seluler akan segera diikuti oleh deposisi kolagen, dan peningkatan vaskularisasi,
hiperplasi jaringan ikat terus meluas membentuk giant papil.
Sumber : Lukitasari, Arti. KONJUNGTIVITIS VERNAL. JURNAL KEDOKTERAN SYIA
H KUALA Volume 12 Nomor 1 April 2012.
9. What are the triggers of the scenario?
 allergen pada konjungtiva mengakibatkan stimulasi dua sistem imun. Yang pertama
akan melepaskan mediator radang seperti histamin dari mast sel dan yang lainnya
akan mengeluarkan prostaglandin. Ini merupakan reaksi yang cepat kira 8-24 jam.
 Allergen yang masuk akan diikat oleh Ig E yang merupakan antibody dan
mengakibatkan degranulasi dari sel mast. Degranulasi tersebut akan mengeluakan
histamine,bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain. Mediator yang lepas dari sel mast,
histamine dan bradikinin, akan segera merangsang nosiseptoryang mengakibatkan
rasa gatal. Keduanya juga meningkatkan permeabilitas vascular dan vasodilatasi
sehingga timbul mata merah dan injeksi konjungtiva.
 Sementara itu mediator lain yang lepas dari sel mast akan mengeluarkan signal kimia
yang menarik sel darah putih dan sel darah merah ke daerah yang terkena. Ketika sel-
sel ini sampai mereka akan mudah mencapai permukaan konjungtiva karena
pelebaran pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas kapiler.
 Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial
yang banyak didomonasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan
dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang akan cepat diikuti dengan hiperplasi
akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan jaringan ikat yang tidak terkendali.
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalininsasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva
sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan
memberikan warna putih susu kebiruan, sehingga konjungtiva tampak buram dan
tidak berkilau.
 Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement
like granulations. Hipertrofil papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang menghasilkan
ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi epitel
kornea.
Limbus konjungtiva juga menunjukan perubahan akibata vasodilatasi dan hipertropi
yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering
menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas dan
kuantitas stem cells limbus.
 Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita
konjungtivitis dan di kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda.
Disamping itu terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami
degenerasi
Sumber : Fatma Asyari, Reaksi Hipersensivitas Tipe I Pada Mata, Jakarta. Dexa Media,
No.1, Vol.18. Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI: Januari-Maret 2005.
http://www.aafp.org/afp/98021ap/2005/morrow.html
10. What is the diagnosis and differential diagnosis of the case?
Alur Diagnosis :

Dx : konjungtivitis vernal : kemerahan, gatal, Cobblestone appearance, Horner-Trantas


Dots → khas pada Konjungtivitis vernal tipe limbal.
DD :
KONJUNGTIVITIS ALERGI
Konjungtivitis alergi dapat dibagi menjadi akut dan kronis :
 Akut (konjungtivitis demam hay). Merupakan suatu bentuk reaksi akut yang diperan
tarai lgE terhadap alergen yang tersebar di udara (biasanya serbuk sari). Gejala dan t
anda antara lain:
(a) rasa gatal;
(b) injeksi dan pembengkakan konjungtiva (kemosis);
(c) lakrimasi.
 Konjungtivitis vernal (kataral musim semi) juga diperantarai oleh IgE. Sering meng
enai anak laki-laki dengan riwayat atopi. Dapat timbul sepanjang tahun. Gejala dan t
anda antara lain
(a) rasa gatal;
(b) fotofobia
(c) lakrimasi;
(d) konjungrivitis papilar pada lempeng tarsal atas (papila dapat bersatu untuk mem
bentuk cobblestone raksasa)
(e) folikel dan bintik putih limbus;
(f) lesi pungtata pada epitel kornea;
Sumber : Buku Ajar Oftalmologi. Edisi Pertama. Fakultas Kedokteran Universitas Indon
esia. 2020.
11. What the physical examination that can we do to the case?
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa pemeriksaan klinis dan laboratorium.
 Pemeriksaan klinis didapatkan anamnesis keluhan utamanya adalah mata merah kecok
latan/kotor.
 Pemeriksaan pada palpebra didapatkan hipertrofi papiler, cobble stone, giant’s papila
e. Pada konjungtiva bulbi warna merah kecoklatan dan kotor pada fissure interpalpebr
alis. Pada limbus didapatkan Horner-Trantas dots.
 Hasil pemeriksaan laboratorium atau kerakan konjungtiva atau getah mata didapatkan
sel-sel eosinofil dan eosinofil granul.
Sumber : Lukitasari, Arti. KONJUNGTIVITIS VERNAL. JURNAL KEDOKTERAN SYIA
H KUALA Volume 12 Nomor 1 April 2012.
12. What the manajemen of the case?
 Penatalaksanaan
a. Pada fase akut dapat diberikan kortikosteroid mata tiap 2 jam selama 4 hari. Obat
lain : Sodium cromaglycate 2 % : 4-6 x 1 tetes/hari, Iodoxamide tromethamie 0,1
%, Levocabastin, Cyclosporin.
b. Pada kasus berat dapat juga diberikan anti histamin dan steroid oral.
 Edukasi
1. Tidak menggunakan obat tetes mata steroid secara terus menerus.
2. Obat harus dengan indikasi dokter.
3. Pemakaian steroid dapat terjadi infeksi bakteri, jamur, glaukoma dan sebagainya.
Sumber : Lukitasari, Arti. KONJUNGTIVITIS VERNAL. JURNAL KEDOKTERAN SYIA
H KUALA Volume 12 Nomor 1 April 2012.
Pendekatan tata laksana pasien dengan konjungtivitis alergi, terutama VKC dapat dilaku
kan dengan pendekatan (1) komunikasi dan edukasi pasien dan keluarga (orang tua) tenta
ng perjalanan penyakit, lama penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi, (2) pencega
han terhadap alergen dan modifikasi lingkungan, seperti menghindari debu yang ada baik
di luar rumah maupun dalam rumah, mencegah sinar dan panas matahari secara langsung
dengan menggunakan pelindung mata (topi atau kacamata), (3) terapi farmakalogi dan
(4) kemungkinan tindakan operatif.
Secara holistik, tata laksana yang penting adalah dengan menghindari kontak aler
gen yang bisa diidentifikasi, walaupun pada kenyataannya sulit untuk diketahui. Pada ka
sus yang ringan, rasa gatal dan injeksi konjungtiva yang ringan dapat diterapi dengan ant
ihistamin topikal tanpa mast cell stabiliser.
Mast cell stabiliser sendiri tidak efektif pada tata laksana serangan akut, tetapi da
pat mempunyai efek pencegahan dengan penggunaan jangka panjang di mana untuk men
cegah efek samping akibat penggunaan kortikosteroid topikal. Air mata buatan (artificial
tears) dapat mengurangi jumlah alergen dan membantu mengurangi gejala klinis walaup
un kecil. Kompres dingin mempunyai keuntungan dengan memberikan rasa nyaman dan
sedikit mengurangi rasa sakit. Antihistamin sistemik dapat diberikan bila dijumpai adany
a edema kelopak atau gejala pada hidung.
Sumber : Oswari, et. all. 2012. Current Management in Pediatric Allergy and Respiratory
Problems. Jakarta : FKUI
13. Why the doctor gave him an eye drops contain of topical steroid e.t.c?
 Steroid topical  termasuk anti inflamasi karena punya sifat vasokonstriktor, jadi bant
u meredakan vasodilatasi dari arteri konjungtiva
 Antihistamin topical  Pemberian vasokonstriktor topikal dapat mengurangi gejala ke
merahan dan edem pada konjungtiva. Namun pada beberapa hasil penelitian menunjuk
kan bahwa penggunaan kombinasi obat vasokonstriktor dan antihistamin topikal (vaso
con A) mempunyai efek yang lebih efektif dibanding pemberian yang terpisah.
Sumber : Siti Budiati Widyastuti, Sjawitri P. Siregar. Konjungtivitis Vernalis Konjungtiv
itis Vernalis. Sari Pediatri, Vol. 5, No. 4, Maret 2004: 160 – 164.

Anda mungkin juga menyukai