Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH INFORMASI KESEHATAN

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Etika dan Hukum Kesehatan
Dosen: AMRUN ,SKM.,M.Kes

DISUSUN OLEH

AINUN KUSUMA WARDHANI ( 3201020005)


RISTI WANDA (3201020004)

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) IST


BUTON TAHUN AJARAN 2021/2022

i
Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Syukur Alhamdulillah, segala puja dan puji kita panjatkan atas kehadiran Allah SWT, karena
hanya berkat dan Karunia-Nya yang telah memberi kemudahan dalam menyusun makalah ini
tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang syafaatnya kita nantikan.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat-Nya sehingga
makalah dengan judul "Informasi Kesehatan" pada mata Etika dan Hukum Kesehatan dapat
diselesaikan. Penulis berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi khalayak umum yang
akan membaca makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena adanya kesalahan
dan kekurangan baik huruf maupun komposisi lainnya. Oleh sebab itu, penulis terbuka
terhadap kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis memohon maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi banyak orang.
Wassalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

BauBau, Desember 2021

Penulis

ii
Daftar isi

Kata Pengantar....................................................................................................................................ii

Daftar isi..............................................................................................................................................iii

BAB I....................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN................................................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2

C. Tujuan......................................................................................................................................2

BAB II..................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN...................................................................................................................................3

A. Pendahuluan............................................................................................................................3

B. Hak Atas Informasi Kesehatan...............................................................................................4

C. Persetujuan Tindakan Medik.................................................................................................5

D. Rekam Medik...........................................................................................................................9

E. Rahasia Kedokteran..............................................................................................................12

F. Surat Keterangan Medik.......................................................................................................16

BAB III...............................................................................................................................................21

PENUTUP..........................................................................................................................................21

A. Kesimpulan............................................................................................................................21

B. Saran.......................................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem informasi adalah suatu cara untuk menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh organisasi dalam beroperasi dengan cara yang sukses dan
menguntungkan. Sistem informasi juga didefinisikan sebagai sekumpulan komponen
pembentuk sistem yang mempunyai keterkaitan antara satu komponen dengan
komponen lainnya yang bertujuan untuk menghasilkan suatu informasi dalam suatu
bidang tertentu (Sabarguna, 2007). Menurut O’Brien, sistem informasi merupakan
kombinasi yang teratur dari hardware, software, brainware, jaringan komunikasi dan
sumber daya yang digunakan untuk mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan
informasi dalam sebuah organisasi (O’brien, 2006).
Secara umum, sistem informasi meliputi tiga komponen dasar, meliputi proses
bisnis organisasi, manusia dan teknologi informasi, sehingga keberhasilan penerapan
sistem informasi akan sangat ditentukan oleh korespondensi dimensi-dimensi
pengukuran kinerja ketiga komponen tersebut (Anggi, 2015). Menurut O’brien (2006)
sistem informasi mempunyai 3 peranan penting dalam mendukung proses pelayanan
kesehatan, yaitu
 Mendukung proses dan operasi pelayanan kesehatan
 Mendukung pengambilan keputusan para staf dan para pimpinan
 Mendukung berbagai strategi untuk keunggulan kompetitif

Menurut Jogiyanto (2005), sistem informasi terdiri dari beberapa komponen


yang saling berinteraksi, yang terdiri dari
1. Blok masukan (input), Input mewakili data yang masuk ke dalam sistem
informasi. Input disini termasuk metode-metode dan media untuk menangkap data
yang akan dimasukkan berupa dokumen-dokumen dasar.

1
2. Blok Model, Blok ini terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model
matematik yang akan memanipulasi data input dan data yang tersimpan di basis
data dengan cara yang sudah tertentu untuk menghasilkan keluaran yang
diinginkan.
3. Blok Keluaran (output), Produk dari sistem informasi adalah keluaran yang
merupakan informasi berkualitas dan dokumentasi yang berguna untuk semua
tingkatan manajemen serta semua pengguna sistem.
4. Blok Teknologi , Teknologi digunakan untuk menerima input, menjalankan
model, menyimpan, mengakses data, menghasilkan, mengirimkan output dan
membantu pengendalian dari sistem secara keseluruhan. Teknologi terdiri dari 3
bagian yaitu perangkat keras, perangkat lunak dan teknisi. Teknisi dapat berupa
orang-orang yang mengetahui teknologi dan membuatnya dapat beroperasi seperti
operator komputer, pembuat program dan operator pengolah data.
5. Blok Basis Data, Basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer
dan digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Data di dalam basis data
perlu diorganisasikan sedemikian rupa supaya informasi yang dihasilkan
berkualitas.
6. Blok Kendali, Sistem informasi membutuhkan pengendalian yang dirancang dan
diterapkan untuk meyakinkan bahwa hal-hal yang dapat merusak sistem dapat
dicegah ataupun bila telah terjadi kesalahan dapat diatasi. Beberapa kesalahan
misalnya: bencana alam, kegagalan-kegagalan sistem itu sendiri, ketidakefisienan,
sabotase dan kecurangan-kecurangan.

B. Rumusan Masalah
1. Hak atas informasi kesehatan
2. Persetujuan tindakan medik
3. Rekam Medik
4. Rahasia kedokteran
5. Surat keterangan medik

2
C. Tujuan
Tujuan pembentukan makalah ini ialah untuk mengetahui tentang hukum
kesehatan yang berkaitan langsung pada informasi kesehatan oleh pasien dan kode
etik kedokteran.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu bentuk pokok Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) yang dipergunakan sebagai dasar dan acuan dalam
penyusunan berbagai kebijakan, pedoman dan arahan penyelenggaraan pembangunan
kesehatan serta pembangunan berwawasan kesehatan. Sistem informasi kesehatan
nasional dikembangkan dengan memadukan sistem informasi kesehatan daerah dan
sistem informasi lain yang terkait.
Sistem Informasi Rumah Sakit adalah suatu tatanan yang berurusan dengan
pengumpulan data, pengelolaan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan
informasi serta penyimpanan informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan rumah sakit
(Sabarguna, 2007). Menurut Austin, C.s J, (1997), sistem informasi rumah sakit dapat
digolongkan menjadi :
 Sistem informasi klinik atau medik, Merupakan sistem informasi yang secara
langsung untuk membantu pasien dalam hal pelayanan medic.
 Sistem informasi administrasi, Merupakan sistem informasi yang secara
langsung membantu pelaksanaan administrasi di rumah sakit.
 Sistem informasi manajemen, Merupakan sistem informasi yang membantu
manajemen rumah sakit dalam pengambilan keputusan.
Menurut Jogiyanto (2005), sistem informasi memiliki peran dan fungsi yang
diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu,
 Efisiensi, yakni fungsi pengolahan transaksi oleh manusia digantikan dengan
teknologi sistem informasi atau menggantikan manusia dengan teknologi pada
proses produksi.
 Efektifitas, yaitu berfungsi untuk membantu dalam pengambilan keputusan
berdasarkan informasi yang akurat, tepat waktu dan relevan.
3
 Komunikasi, yakni berfungsi dalam mengintegrasikan pengguna sistem
teknologi informasi secara elektronik
 Kolaborasi, yakni berfungsi apabila peningkatan komunikasi dicapai dengan
memanfaatkan kecanggihan teknologi.
 Kompetitif, yaitu berfungsi sebagai media untuk meningkatkan daya
kompetisi misalnya melalui pengguna SIS (Strategi Information System). SIS
merupakan sistem-sistem dan teknologi informasi dalam organisasi
(Jogiyanto, 2005).
Husein dan Wibowo (2006) mengemukakan penyebab kesuksesan dan
kegagalan implementasi sistem informasi ditentukan oleh peran pengguna dalam
proses implementasi, kesenjangan komunikasi antara pengguna dengan perancang
sistem, tingkat dukungan manajemen bagi upaya implementasi, tingkat kompleksitas
dan risiko implementasi sistem, kualitas manajemen dalam proses implementasi.
Sementara itu kegagalan sistem informasi disebabkan bukan hanya faktor teknikal
tetapi lebih banyak disebabkan oleh faktor organisasi yang menyangkut desain
(ketidakcocokan dengan struktur, budaya dan tujuan organisasi), data (tidak akurat
dan tidak konsisten), biaya (biaya tinggi dan manfaat keseluruhan sistem), serta
operasional (efisiensi, ketepatan waktu dan waktu respon) (Husain and Wibowo,
2006).

B. Hak Atas Informasi Kesehatan


Informasi kesehatan merupakan salah satu bentuk informasi publik yang
tunduk pada ketentuan UU KIP. Hak atas informasi kesehatan merupakan salah satu
hak dasar sosial yang bersumber dari HAM, yakni the rights to health care. Hak ini
diwujudkan melalui kebijakan pemerintah untuk mengembangkan sistem informasi
kesehatan. Pada UU KIP, diatur bahwa informasi kesehatan termasuk informasi
publik, tetapi informasi kesehatan yang berisi data kesehatan seseorang termasuk
informasi yang dikecualikan untuk dibuka kepada publik.
Artinya bahwa pada UU KIP juga diberikan jaminan perlindungan terhadap
rahasia kedokteran. Persoalannya adalah saat rahasia kedokteran tersebut terkait
dengan seseorang yang berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain, sementara
salah satu strategi penanggulangan yang paling awal adalah melalui pelaporan yang
merupakan subsistem informasi kesehatan. Problem yang kemudian muncul adalah

4
hak mana yang perlu didahulukan, apakah hak atas informasi kesehatan terkait
penyakit menular ataukah hak individu pasien atas rahasia medisnya untuk dilindungi
dan tidak diberitahukan mengenai penyakitnya kepada orang lain.

C. Persetujuan Tindakan Medik


Istilah Informed consent dalam Undang-Undang Kesehatan kita tidak ada,
yang tercantum adalah istilah persetujuan, menerima atau menolak tindakan
pertolongan setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut.
Informed consent atau persetujuan Medik adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien sesuai dengan pasal 1 (a) Permenkes RI Nomor 585/MEN.KES/PER/X/1989
Di mana pasal 1 (a) menyatakan bahwa persetujuan tindakan medik (informed
consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Informed consent mencakup peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam
berinteraksi dengan pasien. Interaksi tersebut melahirkan suatu hubungan yang
disebut hubungan dokter-pasien. Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata
yaitu informed dan consent. Informed berarti telah mendapat penjelasan atau
informasi; sedangkan consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan. Dengan
demikian informed consent berarti suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat
informasi atau dapat juga dikatakan informed consent adalah pernyataan setuju dari
pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi
dari dokter dan sudah dimengerti olehnya
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004
Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. Maka
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut
Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989
tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan
informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik

5
lainnya sebagai saksi adalah penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien
atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika
dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien
atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien terhadap
suatu tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting mengenai
sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat berdasarkan prinsip
autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada martabat manusia di
mana otonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Jika pasien
tidak kompeten, maka persetujuan diberikan oleh keluarga atau wali sah. Jika
keluarga/wali hadir tetapi tidak kompeten juga, maka tenaga medis harus memutuskan
sendiri untuk melakukan tindakan medis tertentu sesuai keadaan pasien. Informed
consent terutama dibutuhkan dalam kasus-kasus luar biasa (exraordinary means).
Namun untuk pasien kritis atau darurat yang harus segera diambil tindakan medis
untuk menyelamatkannya, proxy consent tidak dibutuhkan.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif
cara pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Suatu persetujuan dianggap sah apabila:


 Pasien telah diberi penjelasan/ informasi
 Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk
memberikan keputusan/persetujuan

6
Dasar hukum informent consent ialah persetujuan harus diberikan secara
sukarela. Persetujuan tindakann kedokteran diatur dalam pasal 45 Undang-Undang
No.29 tahun 2004tentang praktek kedokteran. Sebagaimana dinyatakan setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter terhadap
pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan
setelah pasien mendapat penjelasan secara lengakap,sekurang-kurangnya mencakup :
diagnosis dan tata cara tindakan medis,tujuan tindakan medis dilakukan, alternatif
tindakan lain dan resikonya, resiko dan kolplikasi yang munkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan. Persetujuan tersebut dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan. Desebutkan didalamnya bahwa setiap tindakan kedokteran yang
mengandung resiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan pesetujuan. Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang persetujuan tindakan Kedokteran
dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu :
Pasal 1
1. Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedoketran gigi yang dilakukan terhadap pasien.

2. Keluarga tedekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak
kandung , saudara kandung atau pengampunya.

3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi selan’’jutnya disebut tindakan


kedokteran adalah suatu tidakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik
atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.

4. Tindakan infasif adalah tindakan medis yang lansung yang mempengaruhi


keutuhan jaringan tubuh pasien.

5. Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis


yang berdasarkan tingkat probilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian
dan kecacatan

6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi sepesialis lulusan kedokteran atau kedokteran gigi baik didalam maupun

7
diluar negeri yang diakui oleh pemerintah republik indonesia dengan peraturan
perundang-undangan.

7. Pasien kompetan adalah pasien dewasa atau bukan anak-anak menurut


peraturan perundang-undangan atau telah pernah menikah,tidak kesadaran
fisiknya, maupun berkomunukasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran
perkembangan (reterdasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental
sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.

Pasal 2
1. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan

2. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat diberikan secara


tertulis maupun lisan.

3. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberika setelah pasien


mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
yang dilakukan.

Pasal 3
1. Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus memproleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujaun.

2. Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) satu dapat diberikan persetujuan lisan.

3. Persetujuan tertulis sebagaimana yang dimaksud pada ayat ( 1) dibuat dalam


bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat.

4. Persetujuan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam
ucapan setuju atau bentuk gerakan mengangguk kepala yang dapat diartikan
sebagai ungkapan setuju.

8
5. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksu pada ayat
( 2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis

Hal-hal yang diatur dalam pelaksanaan informed consent berisi sebagai


berikut:
a. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan untuk tindakan medis yang
dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will be actually performed).
Dan persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis di-berikan oleh seseorang (pasien)
yang sehat mental dan yang memang berhak memberikan-nya dari segi hukum.

b. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tin-dakan medis lain yang tersedia dan
serta risi-konya masing-masing (alternative medical prosedure and risk). Dan
informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut
dila kukan (prognosis with and without medical produce)

c. Yang berhak memberikan persetujuan ialah mereka yang dikatakan meiliki sehat
mental dan dalam keadaan sadar. Diman kurang lebih berumur 21 dalam status telah
menikah. Tetapi dibawah pengampu. Maka persetujuan diberikan oleh wali
pengampu,bagi mereka yamg berada dibawah umur 21 dan belum menikah diberikan
oleh orang tua atau wali atau keluarga terdekat.

d. Bila terdapat dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan,dilaksanakan


sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin praktik.

e. Pemberian informasi ini diberikan oleh dokter yang bersangkutan dalam hal
berhalangan dapat diberikan oleh dokter lain dengan sepengatahuan dan tanggung
jawab dari dokter yang bersangkutan, dibedakan antara tindakan operasi dan bukan
operasi,untuk tindakan operasi harus dokter memberikan informasi ,untuk bukan
tindakan operasi sebaiknya dokter yang bersangkutan tetapi dapat juga oleh perawat.

D. Rekam Medik
Rekam medis merupakan suatu hal yang penting dalam sistem pelayanan
kesehatan. Hal ini sudah dikenali dari tahun 1873, melalui dokumentasi Florence
Nightingale dalam bukunya Notes on a Hospital (Hannan, 2016). Rekam medis
sejarahnya sudah dimulai sejak kurang lebih 25.000 SM, bersamaan dengan praktik

9
kedokteran (Sabarguna, 2007). Pada tahun 1793, rekam medis untuk pertama kalinya
diterapkan sebagai registrasi pasien yang selanjutnya berkembang menjadi rekam medis
modern pada abad 19.
UU Praktik Kedokteran kemudian menjelaskan rekam medis dalam pasal 46 ayat
1 yang berbunyi rekam medis sebagai berkas yang berisi catatan dan dokumen mengenai
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Di Indonesia, rekam medis mulai dibenahi dengan SK Menkes
RI no 031/Birhup/1972 mengenai Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit. Dalam
hal ini, rumah sakit wajib untuk menyelenggarakan rekam medis. Sementara itu
keberadaan unit pengelola rekam medis juga dituntut secara struktural dalam Permenkes
No 134/Menkes/SK/IV/78 (Muttaqin, 2011). Penyelenggaraan rekam medis di rumah
sakit Indonesia juga diatur dengan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no
749a/Menkes/PER/XII/1989 mengenai rekam medis.
Rekam medis yang sistematis diperlukan karena pelayanan kesehatan merupakan
proses yang berkelanjutan dan data terus terakumulasi sehingga sistem pencatatan harus
lengkap mulai dari awal hinga akhir. Idealnya, rekam medis merupakan pintu awal untuk
pengumpulan informasi berkaitan dengan pengasuhan pasien, dukungan keputusan sistem
kesehatan hingga merupakan alat untuk mendukung aktivitas sistem kesehatan seperti
administrasi, asuransi, penelitian hingga epidemiologi (Hannan, 2016).
Menurut permenkes no 269 tahun 2008, pada sarana pelayanan kesehatan, rekam
medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya mencakup identitas pasien, tanggal
dan waktu, hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik, diagnosis,
rencana penatalaksanaan, pengobatan, pelayanan lain yang telah diberikan pada pasien,
serta untuk kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinis dan persetujuan tindakan bila
diperlukan. Sedangkan untuk untuk pasien rawat inap, rekam medis sekurang-kurangnya
mencakup identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik
dan penunjang medik, diagnosis, rencana penatalaksanaan, pengobatan, persetujuan
tindakan bila diperlukan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, ringkasan pulang,
nama dan tanda tangan tenaga kesehatan, pelayanan lain yang dilakukan tenaga kesehatan
tertentu, serta untuk kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinis. Rekam medis
pasien gawat darurat, sekurang-kurangnya memuat identitas pasien, tanggal dan waktu,
hasil anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik, diagnosis, pengobatan,
ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut, nama dan tanda tangan tenaga kesehatan, saran transportasi yang

10
digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain serta
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Menurut permenkes 269 tahun 2008, rekam medis adalah berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,,tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien Sabarguna (2007). menyebutkan
bahwa rekam medis harus bertumpu pada setidaknya lima tujuan mendasar di bawah ini :
1. Rekam medis harus tetap menunjang pelayanan pasien dan memperbaiki kualitas
pelayanan pasien.
2. Sistem rekam medis harus menambah produktifitas profesional pelayanan
kesehatan dan mengurangi biaya administrasi dan biaya pekerja (labor costs)
yang dihubungkan dengan pemberian pelayanan kesehatan dan pembiayaaan.
3. Rekam medis harus menunjang riset klinis dan pelayanan kesehatan.
4. Harus mampu mengakomodasi pengembangan ke depan teknologi pelayanan
kesehatan, kebijakan manajemen dan keuangan.
5. Konfidentialitas pasien pelu mendapat perhatian serius dan harus dijaga selalu
dalam mencapai tujuan-tujuan di atas.
Komponen penting pada jenis yang mengacu pada kebutuhan tersebut adalah
1. Record Format, bentuk yang sesuai contoh berbagai pelayanan sesuai
kebutuhan.
2. System Performance, seperti pemanggilan kembali serta mudah dalam
perubahan data.
3. Reporting Capabilities, kelengkapan dokumen, mudah untuk dimengeri dan
standar laporan.
4. Training and Implementation, pelatihan yang minimal untuk menggunakan
dengan benar.
5. Control and Access, untuk mengakses bagi yang berwenang, tetapi terlindung
dari penyalahgunaan.
6. Intelegence, seperti sistem bantu keputusan,sistem tanda bahaya yang sesuai.
7. Linkages, terkait dengan berbagai pelayanan lain, perpustakaan database
pasien dan keuangan.
8. Record Content, meliputi standarisasi formular dan isi, sesuai dengan kode
penyakit dan tujuan pelayanan.

Adapun manfaat rekam medis adalah seperti di bawah ini

11
1. Administrasi, sebagai dasar pemeliharaan dan pengobatan pasien rekam medis
dapat dipakai sebagai sumber informasi medik, alat komunikasi medik antar
tenaga ataupun paramedik, alat komunikasi medik antar rumah sakit (rujukan).
2. Hukum, sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum,sebagai bukti
tertulis untuk melindungi kepentingan pasien, dokter dan rumah sakit.
3. Keuangan,sebagai dasar perhitungan biaya layanan kesehatan sekaligus dasar
analisa biaya pelayanan kesehatan.
4. Riset dan edukasi,sebagai bahan penelitian kesehatan dan pendidikan.
5. Dokumentasi, bahan-bahan yang berasal dari catatan rekam medis dapat
dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan
manajemen.

Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas. Rekam medis dapat
berbentuk manual (tertulis) dan elektronik. Rekam medis dapat dibagi menjadi rekam medis
manual dan No Komponen Kertas Elektronik elektronik.
Rekam 1. Bahan Hard copy Soft copy medis
medik 2 Sifat Kaku sulit Fleksibel manual

dicari
3 Pengolahan Tersendiri Dapat
otomatis
4 Pemanfaatan lanjutan, Tersendiri Dapat
seperti statistik, dll otomatis
menggunakan hard copy yang hanya dapat dilihat oleh satu orang pada suatu waktu. Rekam
medis jenis ini mayoritas digunakan di unit pelayanan kesehatan. Namun demikian, suatu
kendala mengenai rekam medis ini adalah dalam hal penyimpanan, mendapatkan kembali,
membutuhkan ruang, waktu dan usaha. Rekam medis ini juga tidak selalu dapat terbaca,
seringkali tidak akurat, memiliki sensibilitas yang lemah dan tidak kompetibel dengan
beberapa data lainnya (Hannan, 2016). Salah satu hal konsekuensi sistem manual ini adalah
peningkatan biaya dalam pelayanan pasien dan administrasi dan menurunkan kepatuhan
dalam standar sistem kesehatan. Sedangkan jenis rekam medis elektronik merupakan sistem
pencatatan informasi dengan menggunakan peralatan modern seperti komputer atau alat
elektronik lainnya
12
E. Rahasia Kedokteran
Rahasia Kedokteran terdapat pada UU 29/2004 Pasal 48 yang berbunyi :
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien,memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum,permintaan pasien sendiri,atau berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur
denganPeraturanMenteri.

Rahasia kedokteran UU Nomor 44 tahun 2009 pasal 38 yang berbunyi ;

1. Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran.


2. Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka
untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat
penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien
sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Wajib simpan rahasia kedokteran dalam PP 10/1966 terdapat pada pasal 1,2 dan 3
Pasal 1
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui
oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.

Penjelasan :

13
Dengan kata-kata "segala sesuatu yang diketahui", dimaksud : Segala fakta
yang didapat dalam pemeriksaan penderita, interpretasinya untuk menegakkan
diagnose dan melakukan pengobatan: dari anamnese, pemeriksaan jasmaniah,
pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan sebagainya. Juga termasuk fakta yang
dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya.
Seorang ahli obat dan mereka yang bekerja dalam apotik harus pula
merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan dokter kepada pasiennya.
Merahasiakan resep-dokter adalah sesuatu yang penting dari etik : pejabat
yang bekerja dalam Apotik.

Pasal 2
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut
dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih
tinggi daripada Peraturan Pemerintah ini menentukan lain.

Penjelasan :
Berdasarkan pasal ini orang (selain dari pada tenaga kesehatan) yang dalam
pekerjaannya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan sisakit, (baik)
yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban
menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan sisakit.
Dengan demikian para mahasiswa kedokteran "kedokteran gigi, ahli farmasi,
ahli laboratorium, ahli sinar, bidan, para pegawai, murid para medis dan sebagainya
termasuk dalam golongan yang diwajibkan menyimpan rahasia. Menteri Kesehatan
dapat menetapkan, baik secara umum, maupun secara insidentil, orang-orang lain
yang wajib menyimpan rahasia kedokteran, misalnya pegawai tata-usaha pada rumah-
rumah sakit dan laboratorium-laboratorium,
Pasal 3

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:


a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.

14
PMK 36/2012
Pasal 1 ayat 1
Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang
diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya.

Pasal 3
1. Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:
a. identitas pasien;
b. kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan
kedokteran; dan
c. hal lain yang berkenaan dengan pasien.
2. Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari
pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi atau
rujukan, atau sumber lainnya.

KEWAJIBAN MENYIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN


Pasal 4
1. Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau
menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
2. Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses
terhadap data dan informasi kesehatan pasien;
b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;
c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan;
d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi kesehatan
pasien di fasilitas pelayanan kesehatan;
e. badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f. mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan,
perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan
kesehatan.

15
3. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran berlaku selamanya, walaupun
pasien telah meninggal dunia.

PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN


Pasal 5
1. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terbatas sesuai kebutuhan.

Pasal 6
1. Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
a. kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan
perawatan pasien; dan
b. keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan
kesehatan.
2. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan persetujuan dari pasien.
3. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun sistem
informasi elektronik.
4. Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan telah
diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat
atau pengampunya.

16
F. Surat Keterangan Medik
Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus
menerbitkan surat--surat keterangan dokter. Pedomannya antara lain:
 Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”.
 Bab II Pasal 12 KODEKI “ Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”
 Paragraph 4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang
praktik Kedokteran.

Jenis Surat Keterangan Dokter:


1) Surat Keterangan lahir
2) Surat Keterangan Meninggal
3) Surat Keterangan Sehat
4) Surat Keterangan Sakit
5) Surat Keterangan Cacat
6) Surat Keterangan Pelayanan Medis untuk penggantian biaya dari asuransi
kesehatan
7) Surat Keterangan Cuti Hamil
8) Surat Keterangan Ibu hamil, bepergian dengan pesawat udara
9) Visum et Repertum
10) Laporan Penyakit Menular
11) Kuitansi

1. Surat Keterangan Lahir


SK kelahiran berisikan tentang waktu (tanggal dan jam) lahirnya bayi, kelamin, BB dan
nama orang tua. Diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya olehkarena sering adanya
permintaan khusus dari pasien.
Hal yang sering menjadi masalah :
 Anak yang lahir dari inseminasi buatan dari semen donor ( Arteficial
Insemination by Donor = AID )
 Anak yang lahir hasil bayi tabung yang sel telur dan/atau sel maninya berasal dari
donor ( In vitro Fertilization by Donor )

17
 Anak yang lahir hasil konsepsi dari saudara kandung suami
Ketiga hal diatas bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia

2. Surat Keterangan Meninggal


 Surat keterangan untuk keperluan penguburan, perlu dicantumkan identitas
jenazah, tempat, dan waktu meninggalnya.
 Surat Keterangan ( Laporan ) kematian, Mengenai hal ini perlu diisi sebab
kematian sesuai dengan pengetahuan dokter. Karena bedah mayat klinik belum
dapat dilakukan hingga waktu ini, sebab kematian secara klinik saja dilaporkan.
Lamanya menderita sakit hingga meninggal dunia juga harus dicantumkan. Jika
jenazah dibawa ke luar daerah atau luar negeri maka adanya kematian karena
penyakit menular harus diperhatikan.

3. Surat Keterangan Sehat


A. Untuk Asuransi Jiwa
Dalam menulis laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa, perlu diperhatikan
agar :
 Laporan dokter harus objektif, jangan dipengaruhi oleh keinginan calon
nasabah atau agen perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
 Sebaliknya jangan menguji kesehatan seorang calon yang masih atau
pernah menjadi pasien sendiri untuk menghindari timbulnya kesukaran
dalam mempertahankan wajib menyimpan rahasia jabatan
 Jangan memberitahukan kesimpulan hasil pemeriksaan medik kepada
pasien, langsung kepada perusahaan asuransi itu sendiri.
 Dokter selaku ahli, bukan orang kepercayaan perusahaan asuransi
kesehatan.
 Pemeriksaan oleh dokter yang dipilih pasien pada dasarnya untuk
kepentingan pihak asuransi olehkarena sebagai dokter penguji kesehatan
tersebut, dokter wajib memberitahukan kepada perusahaan tentang segala
sesuatu yang ia ketahui dari orang yang kesehatannya diuji. Dapat terjebak
melanggar wajib simpan rahasia jabatan. Seharusnya dokter keluarga
menolak untuk menguji kesehatan pasiennya.
B. Untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM).

18
Perlu diperhatikan olehkarena pengendara atau faktor manusia merupakan faktor
utama penyebab kecelakaan lalu lintas.
C. Untuk Nikah
Selain pemeriksaan medis, dokter juga harus memberikan edukasi reproduksi dan
pendidikan seks kepada pasangan calon suami-istri. Yang sering menjadi dilema
adalah apakah dokter harus memberitahukan kepada salah satu calon suami-istri
tersebut apabila menemukan kelainan-kelainan atau penyakit-penyakit yang diderita
salah satu calon pasangannya?
D. Untuk keperluan lainnya

4. Surat Keterangan Sakit


Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan simulasi atau agravasi pada waktu
memberikan keterangan mengenai cuti sakit seorang karyawan. Adakalanya cuti sakit
disalahgunakan untuk tujuan lain. Surat keterangan cuti sakit palsu dapat menyebabkan
seorang dokter dituntut menurut pasal 263 dan 267 KUHP.

5. Surat Keterangan Cacat


Sangat erat hubungannya dengan besarnya tunjangan atau pensiun yang akan diterima
oleh pekerja, yang tergantung kepada keterangan dokter tentang sifat cacatnya
.
6. Surat Keterangan Pelayanan Medis untuk penggantian biaya dari asuransi kesehatan

7. Surat Keterangan Cuti Hamil


Hak cuti hamil seorang ibu adalah 3 bulan, yaitu sekitar 1 bulan sebelum dan 2 bulan
setelah persalinan. Tujuan : agar si ibu cukup istirahat dan mempersiapkan dirinya dalam
menghadapi proses persalinan, dan mulai kerja kembali setelah masa nifas.
8. Surat Keterangan Ibu hamil, bepergian dengan pesawat udara
Sesuai dengan ketentuan internasional Aviation, Ibu hamil tidak dibenarkan bepergian
dengan pesawat udara, jika mengalami :
 hiperemesis atau emesis gravidarum
 hamil dengan komplikasi ( perdarahan, preeklamsi dsb )
 hamil >36 minggu
 hamil dengan penyakit-penyakit lain yang beresiko.

19
9. Visum et Repertum
Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran Forensik,
biasanya dikenal dengan nama Visum. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk
tunggalnya adalah visa. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata visum atau
visa berarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti
tentang segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan Repertum
berarti melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap
korban. Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan (R.
Atang Ranoemihardja, 1983: 10).
Abdul Mun’im Idris dalam R. Atang Ranoemihardja, 1983: 18), memberikan
pengertian visum et repertum sebagai berikut: Suatu laporan tertulis dari dokter yang
telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang
diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan
peradilan.

10. Laporan Penyakit Menular


 Diatur dalam UU No. 6 tahun 1962 tentang wabah.
 Kepentingan umum yang diutamakan.
 Pasal 50 KUHP : “ Tiada boleh dihukum barang siapa melakukan perbuatan untuk
menjalankan aturan undang-undang”.

11. Kuitansi
Sering diminta sebagai bukti pembayaran, tidak menimbulkan masalah apabila sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. Berhubungan dengan penggantian biaya berobat dari
perusahaan tepat pasien atau pasangannya bekerja.
Contoh :
 perusahaan hanya mengganti 50% biaya pengobatan, pasien minta dibuatkan
kuitansi sebesar 2 kali imbalan jasa yang diterima dokter,
 pasien meminta agar imbalan jasa dokter dinaikkan dengan sisa imbalan dibagi 50-
50% antara dokter dan pasien,
 Pasien meminta agar biaya pengangkutan pulang pergi dari luar kota ke tempat
berobat dimasukkan dalam kuitansi berobat (built in), sedangkan dokter tidak
menerima bagian dari biaya pengangkutan tersebut.
Ketiga contoh di atas jelas malpraktik etik dan malpraktik kriminal.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu bentuk pokok Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) yang dipergunakan sebagai dasar dan acuan dalam penyusunan
berbagai kebijakan, pedoman dan arahan penyelenggaraan pembangunan kesehatan
serta pembangunan berwawasan kesehatan.

2. Hak atas informasi kesehatan merupakan salah satu hak dasar sosial yang bersumber
dari HAM, yakni the rights to health care. Hak ini diwujudkan melalui kebijakan
pemerintah untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan. Pada UU KIP, diatur
bahwa informasi kesehatan termasuk informasi publik, tetapi informasi kesehatan

21
yang berisi data kesehatan seseorang termasuk informasi yang dikecualikan untuk
dibuka kepada publik.

3. Informed consent atau persetujuan Medik adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien sesuai dengan pasal 1 (a) Permenkes RI Nomor 585/MEN.KES/PER/X/1989
Di mana pasal 1 (a) menyatakan bahwa persetujuan tindakan medik (informed
consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Informed consent mencakup peraturan yang mengatur perilaku dokter dalam
berinteraksi dengan pasien.

4. Rekam medis merupakan suatu hal yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Hal
ini sudah dikenali dari tahun 1873, melalui dokumentasi Florence Nightingale dalam
bukunya Notes on a Hospital (Hannan, 2016). Rekam medis sejarahnya sudah dimulai
sejak kurang lebih 25.000 SM, bersamaan dengan praktik kedokteran (Sabarguna, 2007).
Pada tahun 1793, rekam medis untuk pertama kalinya diterapkan sebagai registrasi pasien
yang selanjutnya berkembang menjadi rekam medis modern pada abad 19.

5. Rahasia Kedokteran terdapat pada Kedokteran terdapat pada UU 29/2004 Pasal 48,
UU Nomor 44 tahun 2009 pasal 38, Wajib simpan rahasia kedokteran dalam PP
10/1966 terdapat pada pasal 1,2 dan 3, PMK 36/2012,

6. Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus


menerbitkan surat--surat keterangan dokter. Pedomannya antara lain:
 Bab I Pasal 7 KODEKI,” Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan
pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”.
 Bab II Pasal 12 KODEKI “ Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”
 Paragraph 4, pasal 48 UU No.29/2004 tentang
praktik Kedokteran.

22
B. Saran

Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan penulis menyampaikan dengan
segala kerendahan hati permohonan maaf apabila masih terdapat bagian dalam tulisan
ini yang kurang berkenan. Akhir kata semoga karya ini dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu kesehatan
masyarakat.dan mengetahui etika dan hukum kesehatan masyarakat

23
DAFTAR PUSTAKA

Divisi Bioetika Dan Medikolegal FK USU

Sang Gede Purnama,2017.Modul Etika dan Hukum Kesehatan

UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

PP Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia
Kedokteran

iv

Anda mungkin juga menyukai