Anda di halaman 1dari 16

FORMAT TUGAS WAJIB

TUGAS TUTORIAL : 2

Kode/Nama Matakuliah : IDIK 4008 / Penelitian Tindakan kelas


Masa Tutorial : 2022
Pengembang : Asep Saefudin, S.Pd., M.Pd.
Nomor Soal/Tugas *) : 2
Skor Maks : 100

Kompetensi Khusus 1. Mahasiswa mampu membuat latar belakang


masalah
2. Mahasiswa mampu menjelaskan teori yang
digunakan untuk menjawab masalah
3. Mahasiswa mampu membuat metodologi
penelitian
4.
Pokok Bahasan/Sub Pokok 1. Proposal PTK
Bahasan
Uraian Tugas
Tugas
Setelah mempelajari modul 1 sampai dengan modul 4, maka sebagai tindak lanjut buatlah
proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan berdasarkan pada sistematika penulisan
proposal sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah proses memproduksi sistem nilai dan budaya kearah yang lebih baik,
antara lain dalam pembentukan kepribadian, keterampilan dan perkembangan intelektual
siswa. Dalam lembaga formal, proses reproduksi sistem nilai dan budaya ini dilakukan
terutama dengan mediasi proses belajar mengajar sejumlah mata pelajaran di kelas. Salah
satu mata pelajaran yang turut berperan penting dalam pendidikan wawasan, keterampilan
dan sikap ilmiah sejak dini bagi anak adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah bahwa standar kompetensi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah.
Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bukan hanya bergantung pada
lingkungan atau kondisi belajar melainkan juga pada pengetahuan awal siswa. Pengetahuan
itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif
dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata, hal ini sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan proses adaptasi terhadap lingkungan yang
melibatkan asimilasi, yaitu proses bergabungnya stimulus kedalam struktur kognitif. Bila
stimulus baru tersebut masuk kedalam struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi
proses adaptasi yang disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah.
Dengan demikian jelas bahwa tahap berfikir anak usia Sekolah Dasar (SD) harus dikaitkan
dengan hal-hal nyata dan pengetahuan awal siswa yang telah dibangun mereka dengan
sendirinya.
Pada saat pembelajaran IPA di kelas III SDN Salawana II Kecamatan Dawuan Kabupaten
Majalengka, mengenai bentuk-bentuk energi dan perubahannya yang diantaranya bentuk
energi gerak, guru diawal pembelajaran tidak melakukan apersepsi, guru langsung menulis
materi di papan tulis, kemudian siswa disuruh mancatat materi tersebut, setelah siswa
mencatat guru langsung menjelaskan materi, ketika guru menjelaskan banyak siswa yang
tidak memperhatikan penjelasan guru, mereka bergurau, ngobrol dengan teman-temannya..
Melihat kondisi kelas seperti itu guru langsung memberikan pertanyaan kepada siswa
seputar materi, namun mereka terdiam dan tidak paham. Dalam proses pembelajaran guru
juga tidak melakukan percobaan mengenai energi gerak, pembelajaran yang dilakukan guru
tidak berpusat pada siswa.
Pada saat guru melakukan evaluasi sebagian siswa tidak dapat menjawab soal evaluasi
sehingga hasil evaluasi siswa pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, yaitu nilainya
dibawah KKM. Adapun nilai yang diperoleh siswa pada pembelajaran tersebut adalah
sebagai berikut :
No Nama Murid Nilai keterangan
1. Alzikra 4 Tidak Lulus
2. Ana Tasya 2 Tidak Lulus
3. Adelia 2 Tidak Lulus
4. Amanda 9 Lulus
5. Devi 6 Lulus
6. Diwa 3 Tidak Lulus
7. Dede 2 Tidak Lulus
8. Effan 6 Lulus
9. Elly 4 Tidak Lulus
10. Fino 5 Tidak Lulus
11. Firman 5 Tidak Lulus
12. Fanny 4 Tidak Lulus
13. Nazwa 8 Lulus
14. Nijar 8 Lulus
15. Pandu 4 Tidak Lulus
16. Pitriani 4 Tidak Lulus
17. Rani 8 Lulus
18. Restu 5 Tidak Lulus
19. Robby 5 Tidak Lulus
20. Santi 6 Lulus
21. Sarah 5 Tidak Lulus
22. Stenly 7 Lulus
23. Tanti 7 Lulus
24. Tedi 8 Lulus
25. Toni 5 Tidak Lulus
JUMLAH 132
RATA-RATA 5,28

Dari data nilai siswa diatas, dengan jumlah siswa 25, hanya 10 siswa yang mendapatkan
nilai di atas 6 atau sekitar 40 %. Siswa yang mendapatkan nilai di bawah 6 sebanyak 15 atau
sekitar 60 %. Dengan demikian tujuan pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Dari analisis masalah yang ada, ditemukanlah beberapa penyebab masalah, antara lain : pada
awal pembelajaran guru tidak melakukan apersepsi, guru kurang membangkitkan motivasi
terhadap pembelajaran, siswa tidak memperhatikan penjelasan guru, dalam menyampaikan
materi kurang menarik sehingga pembelajaran terasa membosankan dan dalam
pembelajaran juga guru tidak melakukan percobaan mengenai energi gerak.
Pembelajaran yang terjadi di atas mengakibatkan siswa tidak paham tentang energi gerak
dan siswa tidak berani mengungkapkan pendapatnya. Masih sering terjadi, dalam
pembelajaran IPA guru mengharapkan siswa diam dengan sikap duduk tegak dan
menghadap ke depan, sementara guru dengan fasih menceramahkan materi IPA.
Pembelajaran demikian jelas bertentangan dengan hakikat anak dan pendidikan IPA itu
sendiri. Pembelajaran IPA yang efektif dicirikan antara lain oleh tingginya kemampuan
pembelajaran tersebut dalam menyajikan hakekat pendidikan IPA di SD yakni sebagai
proses, produk dan sikap.
Untuk mengatasi permasalahan di atas, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran
konstruktivisme dalam pembelajaran IPA. Karena pembelajaran yang mengacu pada
pandangan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka, dengan kata lain siswa lebih berpengalaman untuk
mengkonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Latar belakang di atas mendorong penulis untuk megambil fokus penelitian dengan judul
“Penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan pemahaman siswa
mengenai energi gerak di kelas III SDN Salawana II Kecamatan Dawuan Kabupaten
Majalengka”.

1.2 Identifikasi Masalah


Pada saat pembelajaran IPA di kelas III SDN Salawana II mengenai energi dan
perubahannya yang diantaranya bentuk energi gerak, siswa mencatat materi yang ditulis
guru di papan tulis. Kemudian guru menjelaskannya, tetapi ketika guru menjelaskan banyak
siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, mereka bergurau, ngobrol dengan teman-
temannya. Melihat kondisi kelas seperti itu guru langsung memberikan pertanyaan kepada
siswa seputar materi, namun mereka terdiam dan tidak paham. Pada saat guru melakukan
evaluasi sebagian siswa tidak dapat menjawab soal evaluasi sehingga hasil evaluasi siswa
pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraiakan di atas, ma rumusan masalah
penelitian Tindakan kelas yaitu :
a. Bagaimana gambaran penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk
meningkatkan pemahaman siswa mengenai energi gerak di kelas III SDN Salawana II
Kec.Dawuan Kab.Majalengka ?
b. Bagaimana peningkatan kemampuan siswa dalam memahami energi gerak di kelas III
SDN Salawana II ?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan pertanyaan penelitian Tindakan kelas yang terdapat dalam perumusan
masalah, maka penelitian ini bertujuan :
a. Untuk mengetahui gambaran penerapan model pembelajaran konstruktivisme untuk
meningkatkan pemahaman siswa mengenai energi gerak di kelas III SDN Salawana II.
b. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kemampuan siswa dalam memahami energi
gerak di kelas III SDN Salawana II.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Manfaat bagi siswa, untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai energi gerak.
2. Manfaat bagi guru, untuk mengembangkan potensi guru dalam pembelajaran IPA
dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme.
Bab II. Kajian Pustaka
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Pengertian Belajar
Bell Gredler dalam Winaputra (2007: 1.5) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang
dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and
attitude. Kemampuan, ketrampilan, dan sikap tersebut diperoleh secara bertahap dan
berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar
sepanjang hayat. Moh. Surya (1997) : “Belajar dapat diartikan sebagai proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itus sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Witherington (1952) : „belajar merupakan perubahan dalam kepribadian
yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk ketrampilan, sikap,
kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan”. Crow & crow (1958) : „belajar adalah
diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap baru”.
Dari pengertian di atas, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang didapat dari pengalaman dari
lingkungan formal maupun informal, yang berlangsung sepanjang hayat, mulai dari masa
bayi hingga akhir hayat.
2.1.2 Hakikat Pembelajaran IPA di SD
a. Pembelajaran IPA
Beberapa ilmuan memberikan definisi sains sesuai pengamatan dan pemahamannya.
Carin (1999:3) mendefinisikan science sebagai The activity of questioning and
exploring the universe and finding and expressing it‟s hidden order, yaitu “suatu
kegiatan berupa pertanyaan dan penyelidikan alam semesta dan penemuan dan
pengungkapan serangkaian rahasia alam.” Sains mengandung makna pengajuan
pertanyaan, pencarian jawaban, pemahaman jawaban, penyempurnaan jawaban, baik
tentang gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis
(Depdiknas, 2002:1).Belajar sains tidak sekadar belajar informasi sains tentang fakta,
konsep, prinsip, hukum, dalam wujud “pengetahuan deklaratif”, akan tetapi belajar
sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi
bekerja dalam bentuk pengetahuan prosedural, termasuk kebiasaan bekerja ilmiah
dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pada hakikatnya sains terdiri dari tiga komponen, yaitu : produk, proses, dan sikap
ilmiah. Jadi tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal,
namun juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam
mempelajari rahasia gejala alam.
b. Teori yang mendasari IPA.
1) Teori Konstruktivisme
Teori yang dikenal dengan constructivist theories of learning menyatakan bahwa
siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan itu apabila
tidak lagi sesuai. Hakikat dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus
menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Nur dan Retno, 2002:2)
2) Teori Ausubel tentang Pembelajaran Bermakna (Meaningfull)
Ausubel (dalam Dahar, 1988:137) mengemukakan bahwa belajar dikatakan
bermakna (meaningfull) jika informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun
sesuai struktur kognitif yang dimiliki peserta didik sehingga peserta didik dapat
mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
c. IPA di Sekolah Dasar
Sesuai dengan Standar Isi KTSP, Mata pelajaran IPA mempunyai tujuan
mengupayakan peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prosepek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari. Tujuan khusus dari mata pelajaran IPA di SD/MI adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat
dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai
salah satu ciptaan Tuhan
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang lingkup mata pelajaran IPA di SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan
pesawat sederhana
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit
lainnya.
2.1.3 Model Pembelajaran Konstruktivisme
a. Pengertian model pembelajaran konstruktivisme
Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses
pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan)
diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi
melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari
hasil interaksi dengan lingkungannya. Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi
antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat
diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif
untuk mencapai keseimbangan, peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan, selama
siswa menerima pengetahuan baru. Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan
diadopsinya hal baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru
tersebut dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal
baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi konflik
kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya.
Pada kondisi ini diperlukan alternatif strategi lain untuk mengatasinya. Berdasarkan
pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam
pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara
mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang
dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran.
Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa
mengorganisasi pengalaman mereka.
b. Konstruktivisme dalam pembelajaran
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan
proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang
telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka
sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses
perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi
pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar mengajar
yang sesuai dengan karakteristik IPA dan memperhatikan perspektif siswa sekolah
dasar. Pembelajaran yang dimaksud diatas adalah pembelajaran yang mengutamakan
keaktifan siswa, menerangkan pada kemampuan minds-on dan hands-on serta terjadi
interaksi dan mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman
sebelumnya. Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran
yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan
bahasa sendiri.
2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
lebih kreatif dan imajinatif.
3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6) Menciptakan lingkungan yang kondusif.
Dari berbagai pandangan di atas, bahwa pembelajaran yang mengacu pada pandangan
konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka dengan kata lain siswa lebih berpengalaman untuk
mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
c. Keuntungan dan kelemahan dalam menggunakan model konstruktivisme.
Dalam penggunaan model konstruktivisme terdapat keuntungan yaitu :
1) Dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari konsep IPA.
2) Melatih siswa berfikir kritis dan kreatif. Adapun kelemahan pembelajaran
konstruktivisme adalah :
a) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil
konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga
menyebabkan miskonsepsi.
b) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal
ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan
yang berbeda-beda.
c) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
2.1.4 Pembelajaran tentang Energi Gerak
Setiap benda yang melakukan kegiatan atau usaha memerlukan energi. Energi adalah
kemampuan untuk melakukan usaha. Bentuk-bentuk energi antara lain energi gerak, panas,
energi cahaya, energi listrik, energi bunyi, dan energi kimia. Energi gerak adalah energi
yang dimiliki oleh benda yang sedang bergerak, energi gerak dimiliki oleh air dan angin.
2.2 Kajian Empiris
Dra Prayekti, M.Pd. (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Interaktif pada Mata Pelajaran IPA di SD”, mengungkapkan bahwa : Kinerja
belajar siswa meningkat setelah pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran
interaktif. Siswa sangat antusias membahas topik dalam diskusi, dan berusaha menjawab
dan menemukan informasi tentang topik tersebut. Siswa saling berebut mengemukakan
informasi (apa yang mereka ketahui) tentang topik. Setelah dilakukan pembagian tugas
kelompok siswa bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing. Agus Wuryanto, S.Pd.
(2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengoptimalan Penerapan Metode Interaktif
Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Materi Pelajaran IPA” mengungkapkan
bahwa :
1. Pengoptimalan penerapan metode interaktif mampu meningkatkan kemampuan siswa
dalam memahami materi pelajaran IPA. Adanya peningkatan pemahaman terhadap
materi IPA tercermin pada peningkatan nilai hasil evaluasi belajar siswa, baik pada
pelaksanaan PTK siklus I maupun pada siklus II.
2. Antusiasme siswa dalam mengikoti proses pembelajaran IPA mengalami peningkatan
dengan diterapkannya metode interaktif pada proses pembelajaran. Kesimpulan ini
didasarkan dari data hasil observasi rekan sejawat yang menjadi observer pada
pelaksanaan pembelajaran, baikpada siklus I maupun pada siklus II. Hal ini juga
berkorelasi dengan meningkatnya pencapaian hasil belajar siswa.
2.3 Kerangka Berfikir
1. Kondisi Awal
 Pembelajaran masih konvensional
 Pembelajaran Berpusat pada guru
 Siswa kurang memahami materi yang dipelajari
 Siswa kurang aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran
2. Tindakan
 Menggunakan model pembelajaran konstruktivisme
 Siswa dibawa pada suasana yang dekat dan akrab dengan kehidupan sehari-hari mereka
 Siswa diajak untuk mengembangkan pemahaman yang mereka miliki tentang energi
gerak
3. Kondisi Akhir
 Pembelajaran lebih aktif dan menyenangkan
 Siswa bisa mengembangkan pemahaman dan pengetahuannya tentang energi gerak
 Siswa memiliki pengalaman yang bermakna setelah mengikuti pembelajaran
Sebelum dilaksanakan pembelajaran bermodel konstruktivisme, sistem pembelajaran
masih menggunakan model konvensional, yaitu berceramah. Guru tidak memperhatikan
pemahaman awal peserta didik tentang materi yang akan dipelajari, hal ini terlihat saat
memulai pembelajaran guru tidak memberikan apersepsi kepada siswa. Hal ini berakibat
siswa kurang antusias dan aktif dalam mengikuti pembelajaran, sehingga siswa kurang
mampu memahami materi, dan pada akhirnya tujuan pembelajaran tidak tercapai. Dengan
menggunakan model pembelajaran konstruktivisme siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain dan informasi itu manjadi
milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Proses pembelajaran IPA lebih
menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan yaitu daya fikir
dan daya kreasi. Sementara daya pikir kreasi sebagai indikator dari perkembangan kognitif
itu sendiri bukan merupakan akumulasi kepentingan perubahan perilaku terpisah
melainkan merupakan pembentukan oleh anak, suatu kerangka teori belajar terhadap usaha
seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Sehingga dengan diterapkannya
pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA, siswa akan lebih aktif dalam
pembelajaran dan lebih memahami penjelasan guru sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
2.4 Hipotesis Tindakan
Dari hasil analisis tindakan, penulis membuat hopotesis bahwa, jika guru menggunakan
model pembelajaran konstruktivisme dengan siswa melakukan percobaan mengenai energi
gerak dan siswa berperan aktif dalam pembelajaran maka pemahaman siswa tentang energi
gerak akan meningkat.

Bab III. Metodologi Penelitian


3.1 Jenis dan model Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut
Sugiyono (2016:9) metode deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang
berdasarkan pada filsafat postpositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi objek
yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci teknik pengumpulan data dilakukan secara trigulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi. Penelitian deskriptif kualitatifbertujuan untuk
menggambarkan, melukiskan, menerangkan,menjelaskan dan menjawab secara lebih
rinci permasalahan yang akan diteliti dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang
individu, suatu kelompok atau suatu kejadian. Dalam penelitian kualitatifmanusia
merupakan instrumen penelitian dan hasil penulisannya berupakata-kata atau
pernyataan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.
3.2 Subyek, tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas III SDN Salawana II, Kecamatan Dawuan,
Kabupaten Majalengka. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada hari Kamis, 5 Mei
2022.
3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui dua siklus, setiap siklus dilaksanakan mengikuti
prosedur perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi
(reflecting). Melalui kedua siklus tersebut dapat diamati pertumubuhan sikap cermat /
mandiri dan peningkatan hasil belajar siswa kelas III SDN Salawana II pada mata pelajaran
energi gerak.
Pada kegiatan pra tindakan ini peneliti juga melaksanakan beberapa kegiatan lain,
diantaranya:
1. Menentukan subyek penelitian
2. Melakukan wawancara dengan guru kelas III SDN Salawana II
3. Melakukan observasi kelas
4. Menentukan sumber data
5. Membuat soal tes awal (pre test)
6. Melakukan tes awal
7. Menentukan kriteria keberhasilan
3.4 Indiator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah:
1. Pemahaman tentang energi gerak siswa berdasarkan tes akhir siklus dikatakan
meningkat apabila dalam proses pembelajaran terlihat adanya peningkatan jumlah
siswa yang tuntas pemahaman dari siklus 1 ke siklus berikutnya dengan kriteria 75%
dari total siswa dalam kelas, tuntas minimal pada tingkat 3 atau memuaskan dengan
sedikit kekurangan.
2. Aktivitas belajar siswa di katakan meningkat apabila dalam proses pembelajaran
terlihat adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari minimum aktivitas belajar siswa
berkategori aktif atau baik.
3. Prosentase hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus berikutnya
dengan Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 7.
3.5 Teknik Pengumpulan data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu nilai evaluasi
mata pelajaran IPA (energi gerak) siswa kelas III SDN Salawana II. Kemudian data
sekunder yang digunakan untuk mendukung data primer yaitu data dari guru lain, kepala
sekolah, kondisi geografis siswa. Pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan metode observasi dan wawancara.
3.6 Instrument penelitian
Berikut merupakan Instrument penelitian ini yaitu hasil observasi dan hasil evaluasi siswa
kelas III SDN Salawana II.
1. Hasil Observasi
Kondisi awal Tindakan Kondisi Akhir
1. Pembelajaran masih 1. Menggunakan 1. Pembelajaran lebih
konvensional model pembelajaran aktif dan
2. Pembelajaran Berpusat konstruktivisme menyenangkan
pada guru 2. Siswa dibawa pada 2. Siswa bisa
3. Siswa kurang suasana yang dekat mengembangkan
memahami materi dan akrab dengan pemahaman dan
yang dipelajari kehidupan sehari- pengetahuannya
4. Siswa kurang aktif dan hari mereka tentang energi gerak
antusias dalam 3. Siswa diajak untuk 3. Siswa memiliki
mengikuti mengembangkan pengalaman yang
pembelajaran pemahaman yang bermakna setelah
mereka miliki mengikuti
tentang energi gerak pembelajaran

2. Hasil Evaluasi Siswa kelas III


No Nama Murid Nilai keterangan
1. Alzikra 4 Tidak Lulus
2. Ana Tasya 2 Tidak Lulus
3. Adelia 2 Tidak Lulus
4. Amanda 9 Lulus
5. Devi 6 Lulus
6. Diwa 3 Tidak Lulus
7. Dede 2 Tidak Lulus
8. Effan 6 Lulus
9. Elly 4 Tidak Lulus
10. Fino 5 Tidak Lulus
11. Firman 5 Tidak Lulus
12. Fanny 4 Tidak Lulus
13. Nazwa 8 Lulus
14. Nijar 8 Lulus
15. Pandu 4 Tidak Lulus
16. Pitriani 4 Tidak Lulus
17. Rani 8 Lulus
18. Restu 5 Tidak Lulus
19. Robby 5 Tidak Lulus
20. Santi 6 Lulus
21. Sarah 5 Tidak Lulus
22. Stenly 7 Lulus
23. Tanti 7 Lulus
24. Tedi 8 Lulus
25. Toni 5 Tidak Lulus
JUMLAH 132
RATA-RATA 5,28

3.7 Teknik Analisis Data


Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang digunakan
untuk menghasilkan data deskriptif: yang ditulis atau yang diucapkan orang dan perilaku-
perilaku yang dapat diamati. Menurut Neuman yang dikutip oleh Rulam Ahmadi,
mengemukakan bahwa analisis data merupakan suatu pencarian (search) pola-pola dalam
data, perilaku yang muncul, obyek-obyek, atau badan pengetahuan (a body of knowledge).
Analisis data ini digunakan untuk menghimpun data yang mendalam, sistematis,
komprehensif tentang masing-masing kasus. Analisis data ini dilakukan dalam 2 tahapan,
yaitu selama proses pengumpulan data dan pada akhir pengumpulan data.
No keterangan Skor
1 Pendahuluan 35
Latar belakang masalah menjelaskan kondisi pembelajaran yang terjadi dikelas.
Kondisi pembelajaran ini disajikan dalam bentuk data. Selain itu juga menyajikan
masalah yang perlu diatasi. Pada bagian ini juga menyajikan hasil analisis yang
menjelskan faktor-faktor yang dianggap sebagai akar terjadinya masalah serta
alternatif dan prioritas tindakan perbaikan yang dipilih untuk mengidentifikasi
masalah dan juga menjelaskan pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan
pendapat para ahli atau berdasarkan referensi.

Pada bagian rumusan masalah peneliti akan merumuskan masalah penelitian yang
akan dipecahkan melalui PTK. Contoh rumusan masalah:
1. Bagaimana menerapkan media interaktif Heritap dalam meningkatkan
literasi sains Siswa kelas IV SD Salaman pada pelajaran IPA materi Listrik
2. Bagaimana peningkatan literasi sains siswa kelas IV SD Salaman pada
pelajaran IPA materi Listrik menggunakan media interaktif Heritap?

Tujuan penelitian menyajikan tujuan dilaksanakan penelitian perbaikan


pembelajarann. Tujuan ini merupakan jawaban aatas pertanyaan penelitian yang
disajikan dalam rumusan masalah.

Manfaat penelitian menguraikan manfaat atau sumbangan hasil penelitian bagi


siswa, guru sebagai peneliti, sekolah dan institusi pendidikan secara umum.
2. kajian pustaka 30
Pada bagian ini diuraikan kajian teori, konsep dan atau hasil penelitian yang
relevan dengan konsep atau variable yang diteliti atau permasalahan dan tindakan
perbaikan dilaksanakan. Teori atau konsep yang perlu dibahas dalam kajian
pustaka dapat dilihat dari rumusan judul penelitian. Contoh: Penggunaan media
interaktif Heritap untuk meningkatkan literasi sains Siswa sekolah dasar pada
materi IPA konsep Listrik.. Kajian Pustaka sekurang-kurangnya harus memuat
literasi sains, media interaktif heritap, dan Pembelajaran IPA-Listrik.
3. metodogi penelitian yang digunakan 35
Pada bagian ini dijabarkan tentang subjek, tempat dan waktu penelitian per siklus
serta pihak yang telah membantu penelitian. Selain itu juga menjelaskan prosedur
penelitian perbaikan yang mencakup langkah-langkah PTK yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan, serta refleksi per siklus. Tahapan
kegiatan perbaikan pembelajaran yang dilakukan pada setiap siklus harus
diuraikan dengan jelas. Juga dijelaskan teknik analisis data yang digunakan untuk
mengolah data yang telah terkumpul. Data dapat dianalisis secara kualitatif atau
kuantitatif sesuai dengan jenis data yang terkumpul. Data tentang komentar
pengamat terhadap kinerja guru dapat dianalisis secara kualitatif sedangkan data
tentang hasil belajar siswa dapat dianalisis secara kuantitatif.

Jumlah 100

Tutor,

Asep Saefudin, S.Pd., M.Pd.

Anda mungkin juga menyukai