Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S
dengan DIAGNOSA MEDIS NON-UNION FRACTURE SEGMENTAL FEMUR
SINISTRA
Di RUANG DIPONEGORO BAWAH RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :
AFIF HILMY RAMADHANA
202120461011159
KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S


dengan DIAGNOSA MEDIS NON-UNION FRACTURE SEGMENTAL FEMUR
SINISTRA
Di RUANG DIPONEGORO BAWAH RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :
AFIF HILMY RAMADHANA
202120461011159
KELOMPOK 1

Periode Praktik 18-23 April 2022 / Minggu ke-3

Mahasiswa

Afif Hilmy Ramadhana

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

Sujarno, S. ST., Ns Zaky Ubaidillah, M.Kep.,Sp.Kep.MB

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

1.1 Definisi ...................................................................................................... 1

1.2 Jenis Fraktur ............................................................................................. 1

1.3 Etiologi Fraktur ......................................................................................... 3

1.4 Patofisiologi Fraktur ................................................................................. 5

1.5 Pathway Fraktur ....................................................................................... 7

1.6 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 8

1.7 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 9

1.8 Penatalaksanaan Fraktur .......................................................................... 9

1.9 Komplikasi Fraktur .................................................................................. 10

1.10 Proses Penyembuhan Tulang ................................................................. 12

BAB II PENGKAJIAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN .............................................. 14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Fraktur adalah keadaan patahnya tulang atau kartilago yang
disebabkan oleh trauma atau terjadi akibat suatu penyakit (Erwin et al.,
2019). Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (CA et al., 2008). Sebagian besar
fraktur disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan tidak langsung.
Traumalangsungberartibenturanpadatulangdanmengakibatkanfraktur di
tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan (Helmi, 2014).

Menurut (Sudrajat et al., 2019) fraktur pada ekstremitas bawah, sering


mengenai tulang panjang yang meliputi femur, tibia dan fibula. Fraktur tibia
fibula adalah terputusnya kontinuitas pada tulang tibia fibula akibat pukulan
langsung, jatuhdalam posisi menekuk/fleksio atau gerakan memuntir yang
keras.
1.2 Jenis Fraktur

Menurut (Helmi, 2012), secara umum keadaan patah tulang secara


klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh
fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan atau tidak mempunyaihubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open/compound)
Bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar
melalui lukapada kulit dan jaringan lunak dan dapat berbentuk dari
dalam (from within) atau dari luar (from without). Fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat,yaitu:

1
1) Derajat I
a. Luka kurang dari 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka
remuk.
c. Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
d. Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
a. Leserasi lebih dari 1cm
b. Kerusakan jaringan lunak,tidak luas,avulse.
c. Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot danneurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
3. Jenis khusus fraktur
1) Bentuk garis patah
a. Garis patah melintang
b. Garis patah obliq
c. Garispatahspiral
d. Fraktur kompresi
e. Fraktur avulasi
2) Jumlah garis patah
a. Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktursegmental, garis patah lebih dari satu tetapi saling
berhubungan.
c. Fraktur multiple, garis patah lebih dari satu tetapi pada
pada tulang yangberlainan.
3) Bergeser-tidak bergeser
a. Fraktur undisplaced, garis fraktur komplit tetapi kedua
fragmen tidakbergeser
b. Fraktur displaced, terjadi pergeseran fragmen-fragmen
fraktur

2
1.3 Etiologi Fraktur
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatandandaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat
:
A. Peristiwa trauma tunggal

Menurut (Apley & Solomon, 2018), Sebagian besar fraktur


disebabkan oleh kekuatanyangtiba– tibadanberlebihan, yangdapat
berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh
dengan posisi miring, pemuntiran, ataupenarikan. Bila terkena kekuatan
langsung tulang dapat patah pada tempat yangterkena; jaringan lunak juga
pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan
frakturmelintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai
kerusakanjaringanlunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur
pada tempat yangjauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada. Kekuatan dapat
berupa :
a. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan frakturspiral
b. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang
menyebabkan frakturmelintang
c. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur
sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu

3
berbentuk segitiga yang terpisah
d. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang
menyebabkanfraktur obliq pendek
e. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik
tulang sampai terpisah
B. Tekanan Berulang-ulang
Menurut (Rockwood et al., 2015), Fraktur terjadi pada tulang
normal yang mengalami tekanan yang berat dan berulang, biasanya
terjadi pada atlet, penari atau personil militer yang memlki 7
program latihan yang melelahkan atau ketika intensitas latihan
meningkat secara signifikan dari pada dasarnya. Ketika paparanstres
dan deformasi berulang serta berkepanjangan, resorpsi tulang
terjadi lebih cepat dari pada penggantian (Pembentukan tulang
baru) dan meninggalkan daerah yang bisa patah. Masalah serupa
terjadi pada individu yang sedang menjalani pengobatan yang
mengubah keseimbangan normal dari resorpsi tulang dan
penggantian
C. Kelemahan Abnormal Pada Tulang (Fraktur Patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(Rockwood et al., 2015).

4
1.4 Patofisiologi Fraktur

Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis pada
tulang dapat menyebabkan fraktur pada tulang. Fraktur merupakan
diskontinuitas tulang atau pemisahan tulang ke dalam beberapa fragmen
tulang menyebabkan perubahan padajaringan sekitar fraktur meliputi laserasi
kulit akibat perlukaan dari fragmen tulangtersebut, perlukaan jaringan kulit
ini memunculkan masalah keperawatan berupa kerusakan integritas kulit.
Perlukaan kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya
pembuluh darah vena dan arteri di area fraktur sehingga menimbulkan
perdarahan. Perdarahan pada vena dan arteri yang berlangsung dalam jangka
waktutertentu dan cukup lama dapat menimbulkan penurunan volume darah
serta cairan yang mengalir pada pembuluh darah sehingga akan muncul
komplikasi berupa syok hipovolemik jika perdarahan tidak segera dihentikan.
Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan
deformitas pada area fraktur karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri.
Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh yang lain
menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas akibat
perubahan dan gangguan fungsi pada area deformitas tersebut sehingga
muncul masalah keperawatan berupa gangguan mobilitas fisik. Pergeseran
fragmen tulang sendiri memunculkan masalah keperawatan berupa nyeri.
Beberapa waktu setelah fraktur terjadi, otot-otot pada area fraktur akan
melakukan mekanisme perlindungan pada area fraktur dengan melakukan
spasme otot. Spasme otot merupakan bidai alamiah yang mencegah pergeseran
fragmen tulang ke tingkat yang lebih parah dan menyebabkan peningkatan
tekanan pembuluh darah kapiler dan merangsang tubuh untuk melepaskan
histamin yang mampu meningkatkan permeabilitaspembuluh darah sehingga
muncul perpindahan cairan intravaskuler ke interstitial. Perpindahan cairan
intravaskuler ke interstitial turut membawa protein plasma. Perpindahan
cairan intravaskuler ke interstitial yang berlangsung dalambeberapa waktu
akan menimbulkan edema pada jaringan sekitar atau interstitial oleh karena
penumpukan cairan sehingga menimbulkan kompresi atau penekanan pada

5
pembuluh darah sekitar dan perfusi sekitar jaringan tersebut mengalami
penurunan.
Penurunan perfusi jaringan akibat edema memunculkan masalah
keperawatan berupa gangguan perfusi jaringan. Masalah gangguan perfusi
jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri.
Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang
meningkatkan tekanan sistem tulang yang melebihi tekanan kapiler dan
tubuh melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress.
Katekolamin berperan dalam mobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah
sehingga asam lemak tersebut bergabung dengan trombosit dan membentuk
emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah dan
mengganggu perfusi jaringan.

6
1.5 Pathway Fraktur

7
1.6 Manifestasi Klinis
Gejala umum fraktur menurut (Lukman, 2013), adalah sebagai berikut:
1) Nyeri dan terus-menerus serta bertambah beratnya sampai fragmen
tulangdimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur yang
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian yang fraktur tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap regid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang dapat diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnyaotot.
3) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah
tempat fraktur. Fragmensering saling melingkupisatu sama lain
sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
4) Saat tempat fraktur di periksa teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi
sebagai akibat trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini bisa terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
setelah cidera.

8
1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wijaya & Putri, 2013), Untuk memperjelas dan menegakkan
diagnosis pemeriksaanyang dapat dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya
fraktur/trauma.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan
fraktur. Pemeriksaan penunjang ini juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap
5. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multipel). Peningkatan jumlah sel darah putih adalah
respons stress normal setelahtrauma.
6. Kreatinin (Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal).
7. Profil koagulasi
8. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel,
atau cedera hati.
1.8 Penatalaksanaan Fraktur
Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani
fraktur, yaitu:
1. Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat
kecelakaan dan selanjutnya di rumah sakitdengan melakukan
pengkajian terhadap riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis
kekuatan yang berperan pada pristiwa yang terjadi serta
menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan
keluhan dari klien

9
2. Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis)
a. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi
interna (missal: pen, kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)
b. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi,
brace, bidai dan fiksator eksterna
3. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga
terjadi penyatuan. Metode imobilisasi dilakukan dengan fiksasi
eksterna dan interna untuk mempertahankan dan mengembalikan
fungsi:
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

b. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan

c. Memantau status neuromuskuler

d. Mengontrol kecemasan dan nyeri

e. Latihan isometric dan setting otot

f. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap.


1.9 Komplikasi Fraktur
A. Komplikasi Awal
1. Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah
edema. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur
2. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom
(FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.

10
3. Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari
kebutuhan. Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius
yang terjadi karenaterjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain
itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang
terlalu kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen
dikenal dengan 5P, yaitu:
a. Nyeri
b. Pallor (pucat)
c. Pulselessness (hilangnya denyut nadi)
d. Parastesia (kesemutan)
e. Paralysis (lumpuh)
4. Infeksi dan tromboemboli
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada traumaorthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Inibiasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
5. Koagulopati intravasukuler diseminata
B. Komplikasi Lanjut
a. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak
seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
d. Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi
karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia
e. Reaksi terhadap alat fiksasi interna (Wahid, 2013)

11
1.10 Proses Penyembuhan Tulang
Penyembuhan fraktur merupakan proses biologis yang luar biasa. Tidak
seperti jaringan lainnya, fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian
tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur
merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses penyembuhan
pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila
lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Selain
factor biologis, faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi secarafisik fragmen
fraktur sangatpenting dalam penyembuhan (Rasjad, 2009) :
1. Fase Hematoma
Akibat robekan pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli-
kanalikuli system haversi sehingga terjadi ekstravasasi ke dalam
jaringan lunak, yang menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler
tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase Proliferasi Seluler Subperiosteal dan Andosteal


Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Terbentuk kalus eksterna yang belum mengandung
tulang sehingga secara radiology bersifat radiolusen

3. Fase Pembentukan Kalus


Terbentuk woven bone atau kalus yang telah mengandung tulang. Fase ini
merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur

12
4. Fase Konsolidasi
Woven bone membentuk kalus primer

5. Fase Remodeling
Union telah lengkap dan terbentuk tulang kompak yang berisi system
haversi danterbentuk rongga sumsum

6. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pemulihan


a. Usia
b. Imobilisasi
c. Komplikasi atau tidak, misalnya infeksi biasa menyebabkan
penyembuhan lebih lama.
d. Keganansan lokal
e. Penyakit tulang metabolik
f. Kortikosteroid

13
BAB II
PENGKAJIAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tgl. Pengkajian : 18 April 2022 No. Register : 532509
Jam Pengkajian : 13.00 Tgl. MRS : 4 April 2022 11:54
Ruang/Kelas : Diponegoro Bawah

I. IDENTITAS
Identitas Pasien Identitas Penanggung Jawab
Nama : Subandi Nama : Hermin
Umur : 45 th (1-1-77) Umur : 35 th (25-8-87)
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pekerjaan : Swasta
Pekerjaan : Swasta Alamat : Ampelgading
Gol. Darah : -
Alamat : Ampelgading

II. KELUHAN UTAMA


1. Keluhan Utama saat MRS
Kaki kiri pendek sebelah dan jalan dibantu dengan alat krek. Tidak terasa sakit. Tidak nyaman
dibuat berjalan

2. Keluhan Utama saat Pengkajian


Nyeri pada paha kiri. Nyeri terasa cenut-cenut, panas, dan menetap tidak hilang-hilang

III. DIAGNOSA MEDIS


Non-Union Fraktur Segmental Femur Sinistra

IV. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat Kesehatan Sekarang
7 bulan yang lalu pasien tertimpa kayu di paha kirinya pada saat bekerja. Selepas itu, langsung
dibawa ke Sangkal Putung untuk ditangani. Setelah dibawa ke Sangkal Putung, pasien merasa
baik-baik saja. 7 bulan kemudian 4 April 2022, pasien MRS dikarenakan kaki kiri pendek sebelah
dan tidak nyaman dibuat jalan. Kemudian pasien di foto rontgen, didapatkan fraktur pada paha
kirinya. Pada saat pengkajian, pasien merasa nyeri dan panas pada paha kirinya, nyeri terasa
cenut-cenut dengan skala nyeri 8 dan nyeri menetap. Pasien telah menjalani dua operasi, yang
pertama skeletal traksi pada 5 April 2022 dan yang kedua pada 18 April 2022 ORIF. Pasien
mengeluh belum bisa menggerakkan kaki kirinya dikarenakan masih dalam masa observasi post
op.

2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Tidak ada

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada

14
V. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN
1. Pola Aktivitas Sehari-hari (ADL)
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit
Pola pemenuhan kebutuhan Makan / Minum Makan / Minum
nutrisi dan cairan (Makan dan Jumlah : 3x sehari Jumlah : 3x sehari
Minum ) Jenis : Jenis :
- Nasi : Nasi putih - Nasi : nasi tim
- Lauk : ikan, tempe, tahu, dll - Lauk : TKTP
- Sayur : bayam, kangkung - Sayur : sop
- Minum : air putih - Minum : Air putih + infus
RL 500 ml 20 tpm
Pantangan : Pantangan :
- -

Kesulitan Makan / Minum : Kesulitan Makan / Minum :


- -

Usaha Mengatasi kesulitan : Usaha Mengatasi kesulitan :


- -

Pola Eliminasi BAK : pasien terpasang kateter,


BAK : Jumlah, Warna, Bau, sehari penuh 2x, warna kuning
Masalah, Cara Mengatasi.

NORMAL
BAB : Jumlah, Warna, Bau, BAB : 3-4 hari sekali karena
Konsistensi, Masalah, Cara tidak nyaman di RS, warna
Mengatasi. kuning kecoklatan, bau khas,
konsistensi padat. BAB dibantu
keluarga

Pola Istirahat Tidur Sebelum operasi, tidak bisa


- Jumlah/Waktu 7-8 jam sehari tidur karena cemas
- Gangguan Tidur Kaget tiba-tiba
- Upaya Mengatasi gangguan - Setelah operasi, kembali ke
tidur ruangan jam 16.00 (18 April
- Apakah mudah terbanguan Mudah terbangun 2022)
- Jika terbangun berapa Cukup cepat 3 menitan
menit bisa tertidur lagi
- Hal-hal yang -
mempermudah tidur
- Hal-hal yang -
mempermudah bangun
Pola Kebersihan Diri (PH) NORMAL Mandi 2x sehari diseka
- Frekuensi mandi Keramas dengan air setiap hari
- Frekuensi Mencuci rambut Gosok gigi 1x sehari
- Frekuensi Gosok gigi Keadaan kuku bersih
- Keadaan kuku CRT <3 detik
- Melakukan mandiri/
dibantu Aktivitas dibantu keluarga

15
Aktivitas Lain - -
Aktivitas apa yang dilakukan
klien untuk mengisi waktu
luang ?

2. Riwayat Psikologi :
Pasien merasa cemas dan gelisah selama akan melakukan operasi pertama sampai sesudah
operasi kedua.

3. Riwayat Sosial :
Pasien mengatakan sering berkumpul dengan tetangga, kadang teman-temannya mengunjungi
rumahnya. Sering mengikuti kerja bakti dan tahlil

4. Riwayat Spiritual :
Pasien mengatakan sholat 5 waktu

VI. KONSEP DIRI


A. Gambaran Diri : -

B. Identitas Diri : -

C. Peran :-

D. Ideal Diri :-

E. Harga Diri :-

VII. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum :
KU cukup, Compos Mentis

B. Pemeriksaan TTV :
TD : 201/72 mmHg
N : 124 bpm
Suhu : 36,5o C
SPO2 : 97%
RR : 19x/menit

16
DATA PENYEBAB MASALAH DIAGNOSA
DS Agen pencedera Nyeri akut Nyeri akut b.d agen
P : post op ORIF femur sinistra. fisik D.0077 pencedera fisik
Nyeri terasa hebat ketika dibuat
menyamankan posisi baring
Q : panas cenut-cenut
R : femur sinistra
S:8
T : nyeri menetap sejak operasi
pertama (5 Apr. 2022)
DO
- TD : 201/72 mmHg
- N : 124 bpm
- Kesulitan tidur post op kedua
- Nampak cemas, gelisah dan
meringis

DS Kerusakan Gangguan Gangguan mobilitas fisik


- Nyeri dan panas pada paha integritas struktur mobilitas fisik b.d kerusakan integritas
kiri tulang D.0054 struktur tulang
- Paha kiri tidak bisa
digerakkan
- Cemas dan gelisah saat akan
menggerakkan paha kirinya
DO
- ROM paha kiri menurun
- Gerakan terbatas
- Kekuatan otot menurun
5 5
- 5 0

DS Efek prosedur Risiko infeksi Risiko infeksi d.d leukosit


- Nyeri dan panas pada paha invasif D.0142 diatas normal, trombosit
kiri post op ORIF diatas normal, neutrofil
DO diatas normal, limfosit
- Leukosit 32,000 (N=4,300- dibawah normal. Monosit
10,300) diatas normal.
- Trombosit 501,000
(N=142,000-424,000)
- Neutrofil 87,1 (N=51-67)
- Limfosit 6,5 (N=25-33)
- Monosit 5,7 (N=2-5)

22
DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI TGL/ IMPLEMENTASI TGL/ EVALUASI
HARI HARI
Nyeri akut b.d L.08066 I.08238 18 1. Mengidentifikasi PQRST 18 S
agen pencedera Setelah dilakukan Manajemen Nyeri April 2. Mengidentifikasi respon April P : post op ORIF femur
fisik intervensi keperawatan Observasi : 22 nyeri nonverbal 22 sinistra. Nyeri terasa
selama 3 x 24 jam, 1. Identifikasi PQRST 3. Mengidentifikasi faktor hebat ketika dibuat
diharapkan Tingkat 2. Identifikasi respon nyeri yang memperberat dan menyamankan posisi
Nyeri menurun dengan nonverbal memperingan nyeri baring
kriteri hasil: 3. Identifikasi faktor yang 4. Memonitor efek samping Q : panas cenut-cenut
1. Nyeri menurun memperberat dan penggunaan analgetik R : femur sinistra
2. Meringis menurun memperingan nyeri 5. Memonitor TTV S:8
3. Gelisah menurun 4. Monitor efek samping 6. Memberikan teknik T : nyeri menetap sejak
4. Kesulitan tidur penggunaan analgetik nonfarmakologis untuk operasi pertama (5 Apr.
menurun 5. Monitor TTV mengurangi rasa nyeri 2022)
5. Frekuensi nadi Terapeutik : (teknik napas dalam) O
membaik 6. Berikan teknik 7. Kolaborasi analgesik (inj. - Nyeri skala 8
6. TD membaik nonfarmakologis untuk Santagesik 3x1gr, - Meringis
mengurangi rasa nyeri cefuroxim 2x250 mg) - Gelisah
(teknik napas dalam) - Kesulitan tidur
7. Fasilitasi istirahat tidur 19 1. Mengidentifikasi PQRST - Frekuensi nadi 124
Edukasi : Apr. 2. Mengidentifikasi respon bpm
8. Jelaskan strategi 22 nyeri nonverbal - TD 201/72 mmHg
meredakan nyeri 3. Memonitor TTV A masalah belum teratasi
9. Kolaborasi analgesik (inj. 4. Memberikan teknik P lanjutkan intervensi
Santagesik 3x1gr, nonfarmakologis untuk
cefuroxim 2x250 mg) mengurangi rasa nyeri 19 S
(teknik napas dalam) Apr. P : Nyeri terasa hebat
5. Kolaborasi analgesik (inj. 22 ketika dibuat
Santagesik 3x1gr, menyamankan posisi
cefuroxim 2x250 mg) baring
Q : cenut-cenut
20 1. Mengidentifikasi PQRST R : femur sinistra
April 2. Mengidentifikasi respon S:7
22 nyeri nonverbal T : nyeri menetap
3. Memonitor TTV O
- Nyeri skala 7
- Meringis

23
4. Kolaborasi analgesik (inj. - Gelisah
Santagesik 3x1gr, - Kesulitan tidur
cefuroxim 2x250 mg) berkurang
- Frekuensi nadi 100
bpm
- TD 180/75 mmHg
A masalah belum teratasi
P lanjutkan intervensi

20 S
April P : Nyeri terasa ketika
22 dibuat menyamankan
posisi baring
Q : cenut-cenut
R : femur sinistra
S:6
T : nyeri menetap
O
- Nyeri skala 6
- Meringis berkurang
- Gelisah berkurang
- Kesulitan tidur
berkurang
- Frekuensi nadi 90
bpm
- TD 168/77 mmHg
A masalah teratasi
sebagian
P lanjutkan intervensi

24
Gangguan L.05042 I.06171 18 1. Mengidentifikasi adanya 18 S
mobilitas fisik Setelah dilakukan asuha Dukungan Ambulasi April nyeri atau keluhan fisik April - Nyeri dan panas pada
b.d kerusakan keperawatan Observasi : 22 lainnya 22 paha kiri
integritas selama 3x24 jam, maka 1. Identifikasi adanya nyeri 2. Memonitor TTV dan KU - Paha kiri tidak bisa
struktur tulang Mobilitas Fisik atau keluhan fisik lainnya sebelum dan sesudah digerakkan
meningkat dengan 2. Monitor TTV dan KU ambulasi - Cemas dan gelisah saat
kriteria hasil : sebelum dan sesudah 3. Mengidentifikasi toleransi akan menggerakkan
1. Pergerakan ambulasi fisik melakukan ambulasi paha kirinya
ekstremitas 3. Identifikasi toleransi fisik 4. Mengajarkan ambulasi O
meningkat melakukan ambulasi sederhana yang harus - Pergerakan
2. Kekuatan otot Terapeutik : dilakukan (mis. berjalan esktremitas bawah
meningkat 4. Fasilitasi aktivitas ambulasi dari tempat tidur ke kiri menurun
3. Rentang gerak dengan alat bantu (mis. - Kekuatan otot
kursi roda, berjalan dari
meningkat tongkat, kruk) 5 5
tempat tidur ke kamar
4. Nyeri menurun 5. Libatkan keluarga untuk 5 0
5. Kecemasan membantu pasien dalam mandi, berjalan sesuai - ROM menurun
menurun meningkatkan ambulasi toleransi) - Nyeri skala 8
6. Gerakan terbatas Edukasi : 5. Melibatkan keluarga untuk A masalah belum teratasi
menurun 6. Jelaskan tujuan dan membantu pasien dalam P lanjutkan intervensi
prosedur ambulasi meningkatkan ambulasi
7. Ajarkan ambulasi 19 S
sederhana yang harus 19 1. Mengidentifikasi adanya April - Nyeri pada paha kiri
dilakukan (mis. berjalan April nyeri atau keluhan fisik 22 - Paha kiri sedikit bisa
dari tempat tidur ke kursi 22 lainnya digerakkan
roda, berjalan dari tempat 2. Memonitor TTV dan KU - Cemas dan gelisah saat
tidur ke kamar mandi, sebelum dan sesudah akan menggerakkan
berjalan sesuai toleransi) ambulasi paha kirinya
3. Mengajarkan ambulasi O
sederhana yang harus - Pergerakan
dilakukan (mis. berjalan esktremitas bawah
dari tempat tidur ke kiri tetap
kursi roda, berjalan dari - Kekuatan otot
tempat tidur ke kamar 5 5
mandi, berjalan sesuai 5 1
toleransi) - ROM sedikit membaik
- Nyeri skala 7
A masalah belum teratasi

25
4. Melibatkan keluarga untuk P lanjutkan intervensi
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi 20 S
Apr. - Nyeri pada paha kiri
20 1. Mengidentifikasi adanya 22 - Paha kiri sedikit bisa
April nyeri atau keluhan fisik digerakkan
22 lainnya - Cemas dan gelisah
2. Memonitor TTV dan KU berkurang
sebelum dan sesudah O
ambulasi - Pergerakan
3. Mengajarkan ambulasi esktremitas bawah
sederhana yang harus kiri meningkat
dilakukan (mis. berjalan - Kekuatan otot
dari tempat tidur ke 5 5
kursi roda, berjalan dari 5 2
- ROM membaik
tempat tidur ke kamar
- Nyeri skala 6
mandi, berjalan sesuai A masalah belum teratasi
toleransi) P lanjutkan intervensi
4. Melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi

26
Risiko infeksi L.14137 I.14539 18 Pencegahan Infeksi : 18 S
d.d leukosit Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi April 1. Monitor tanda dan gejala April - Nyeri dan panas pada
diatas normal, intervensi keperawatan Observasi : 22 infeksi local dan sistemik 22 paha kiri post op ORIF
trombosit selama 3 x 24 jam, 1. Monitor tanda dan gejala 2. Jelaskan tanda dan gejala O
diatas normal, diharapkan Tingkat infeksi local dan sistemik infeksi. - Kemerahan
neutrofil diatas Infeksi menurun Edukasi : 3. Anjurkan meningkatkan - Nyeri skala 8
normal, limfosit dengan kriteri hasil: 1. Jelaskan tanda dan asupan nutrisi (diet TKTP) - Kadar leukosit 32,000
dibawah 1. Kemerahan gejala infeksi. (N=4,300-10,300)
normal. Monosit menurun 2. Anjurkan Perawatan Luka : A masalah belum teratasi
diatas normal. 2. Nyeri menurun meningkatkan asupan 1. Monitor karakteristik luka P lanjutkan intervensi
3. Kadar sel darah nutrisi 2. Lepaskan balutan dan
putih membaik plester secara perlahan 19 S
I.14564 3. Bersihkan dengan cairan April - Nyeri pada paha kiri
Perawatan Luka NaCl 22 post op ORIF
Observasi : 4. Bersihkan lesi, darah dan O
1. Monitor karakteristik luka jaringan nekrotik - Kemerahan tetap
Terapeutik : 5. Berikan salep yang sesuai - Nyeri skala 7
2. Lepaskan balutan dan - Kadar leukosit 23,000
ke kulit/ lesi
plester secara perlahan (N=4,300-10,300)
6. Pasang balutan sesuai jenis
3. Bersihkan dengan cairan A masalah belum teratasi
NaCl luka
P lanjutkan intervensi
4. Bersihkan lesi, darah dan 7. Pertahankan teknik steril
jaringan nekrotik saat melakukan perawatn 20 S
5. Berikan salep yang sesuai luka Apr. - Nyeri pada paha kiri
ke kulit/ lesi 8. Ganti balutan sesuai 22 post op ORIF
6. Pasang balutan sesuai jenis jumlah eksudat dan O
luka drainase - Kemerahan menurun
7. Pertahankan teknik steril 9. Anjurkan mengkonsumsi - Nyeri skala 6
saat melakukan perawatn makanan tinggi kalori dan - Kadar leukosit 16,000
luka protein (N=4,300-10,300)
8. Ganti balutan sesuai jumlah A masalah belum teratasi
eksudat dan drainase P lanjutkan intervensi
Edukasi
9. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein

27
DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G., & Solomon, L. (2018). Apley’s system of orthopaedicsand fractures.

CA, T., JL, T., & JL, C. (2008). Evaluation of Closed Reduction, and Screw Fixation
in Lag Fashion of Sacroiliac Fracture-Luxations. Veterinary Surgery,
37(7), 603– 607.

Erwin, Amiruddin, Rusli, Etriwati, S, M., A, M., ER, C., & YK, A. (2019). Fiksasi
Internal secara Terbuka Fraktur Bilateral Pelvis pada Anjing. Acta
Veterinaria Indonesiana, 7(1), 23–28.

Helmi, Z. N. (2012). Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Salemba

Medika. Helmi, Z. N. (2014). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Salemba


Medika.

Lukman, N. N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Muskuloskeletal. Salemba Medika.

Rasjad, C. (2009). Pengantar Ilmu Bedah Ortoped. PT Yarsif Watampone.

Rockwood, C. A., Green, D. P., Heckman, J. D., & Bucholz, R. W. (2015). Rockwood
and Green’s fractures in adults. Lippincott Williams &Wilkins.

Sudrajat, A., Wartonah, Riyanti, E., & Suzana. (2019). Self Efficacy
Meningkatkan Perilaku Pasien Dalam Latihan Mobilisasi Post Operasi
ORIF Pada Ekstremitas Bawah. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan,
6(2).

Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. CV Sangung Seto.

Wijaya, & Putri. (2013). Pemeriksaan Penunjang Pada Pasien Fraktur


Mandibula. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 4(2), 156.

28

Anda mungkin juga menyukai