Anda di halaman 1dari 30

Mata Kuliah : keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pengampuh : Andi Nurhikma Mahdi,S.Kep.,Ns.,M.Kep

ASKEP
FRAKTUR

Disusun Oleh :
Kelompok I
Muhamad Ilham Ismail (4201020010)
Isya Mayuni Sompi (4201020007)
Afrianti (164201021044)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) IST BUTON
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2021/2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT karena atas berkat karunia-Nya
hingga ASKEP ini dapat di susun insya Allah dengan baik. Dalam ASKEP yang
kami susun ini membahas mengenai FRAKTUR.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pihak
manapun untuk memperbaiki ASKEP ini demi terwujudnya ASKEP yang baik.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Fraktur.........................................................................................
B. Etiologi......................................................................................................
C. Manifestasi Klinis......................................................................................
D. Patofisiologi...............................................................................................
E. Pemeriksaan diagnosti...............................................................................
F. Penatalaksanaan Medik..............................................................................
G. Komplikasi................................................................................................
H. Pengkajian keperawatan............................................................................
I. Diagnosa Keperawatan..............................................................................
J. Intervensi Keperawatan.............................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur merupakan terputus atau rusaknya kontinuitas jaringan tulang
yang disebabkan oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung,
kekuatan yang meremukkan, gerakkan memuntir yang mendadak atau bahkan
karena kontraksi otot yang ekstrem (Brunner & Suddart, 2016). Fraktur
merupakan diskontinuitas dari jaringan tulang yang disebabkan adanya
kekerasan yang timbul secara mndadak atau fraktur dapat terjadi akibat
trauma langsung maupun trauma tidak langsung (Krisanty,dkk, 2014).
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
memuntir yang mendadak, dan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat
mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat
fragmen tulang (Brunner dan Suddarth, 2013). Fraktur juga disebabkan oleh
kekerasan langsung yang menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan, dan disebabkan juga trauma langsung pada kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang
paha yang menyebabkan faktor patologis, biasanya bersifat Fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring, dan kekerasan tidak
langsung juga menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan, yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan (Wijaya, 2013).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penelti uraiakan diatas, maka
rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien dengan fraktur femur di Ruangan Trauma Center Irna Bedah
RSUP Dr. M.Djamil padang tahun 2019 ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan, biasanya patahan
lengkap dan fragmen ulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh,
keadaan ini disebut fraktur tertutup, kalau kulit atau salah satu dari rongga
tubuh tertembus kadaan ini disebut fraktur terbuka yang cenderung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi (Wijaya, 2013). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh ruda paksa (Wahid,
2013).
Fraktur merupakan rusaknya kontinuitas struktur tulang yang
menyebabkan pergeseran fragmen tulang hingga deformitas.Pada luka fraktur
dan luka insisi dapat terjadi edema dan nyeri yang mengakibatkan
keterbatasan lingkup gerak sendi,dan keterbatasan klien dalam menumpu
berat badannya sehingga seringkali klien mengalami gangguan mobilitas fisik
(Çelik et al., 2018). Ada beberapa macam fracture berdasarkan hubungan
tulang dengan jaringan di sekitarnya dibagi menjadi fracture terbuka dan
fracture tertutup. Fracture terbuka merupakan fracture yang merusak jaringan
kulit sehingga terdapat hubungan fragmen tulang dengan dunia
luar,sedangkan fracture tertutup merupakan fracture tanpa hubungan antara
fragmen tulang dan dunia luar.Fracture yang disebabkan oleh peristiwa
trauma (traumatic fracture) dapat terjadi pada kecelakaan lalu lintas maupun
nonlalu lintas (Ramadhani et al., 2019).
B. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan
suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi
pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio,
Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010)
dapatdibedakan menjadi:
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan
b. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
a. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
b. Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif
c. Rakhitis
d. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
C. Manifestasi Klinis
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis menurut Black dan Hawks
(2014).
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi
fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau
gesekan antar fragmen fraktur.
9. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau
kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
10. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

D. Patofisiologi
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan
fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang
mungkin hanya retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti
tabrakan mobil, maka tulang dapat pecah berkepingkeping. Saat terjadi
fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat
mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot
yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser
tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah
tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena faktor
penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat
bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa
segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari
tulang yang patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi
cedera jaringan lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau
cedera pada tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma
terjadi diantara fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan
tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan
yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan
fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis juga merupakan
tahap penyembuhan tulang menurut Black dan Hawks (2014).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang terdiri dari,
sebagai berikut:
1. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada
perdarahan : peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfus
atau cedera hati.
F. Penatalaksanaan Medik
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
1. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan
untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang
sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan.
2. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran
garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi
terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis
untuk menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk
mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau
kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi
terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat
fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plate. Alat-alat
tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open
Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat
tersambung kembali.
3. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen
dan mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan.
Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi
ekstremitas yang mengalami fraktur.
G. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014).
Komplikasi tergantung pada jenis cedera, usia klien, adanya masalah
kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang mempengaruhi
perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang
terjadi setelah fraktur antara lain :
1. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera
dapat menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan
tungkai klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada
kemampuan klien untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai.
parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat.
2. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi
oleh jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan
membesar jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi
sebagai respon terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan
tekanan kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler.
Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik
jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan
suatu kondisi gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas.
Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan ukuran
kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan
menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot yang terkena,
menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi lebih lanjut.
Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme
anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan
tekanan jaringan. Hal ini akan menyebabkan suatu siklus peningkatan
tekanan kompartemen.
Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi paling
sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan
sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot.
3. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat
sindroma kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan
yang terus-menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan
diganti oleh jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma
kompartemen setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau
kebas, disfungsional, dan mengalami deformasi.
4. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada
pasien fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari
tulang panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:
a. Kaku sendi atau artritis
Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi
dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan
ligamen, atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan
semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif untuk menurunkan
resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis avaskular
Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur
di proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan
sirkulasi lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya
nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya untuk
perbaikan tulang setelah terjadinya fraktur.
c. Malunion
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang
serta gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban
pada tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau
apabila alat bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang
baik pada lokasi fraktur.
d. Penyatuan terhambat
Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi
tidak benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada
fragmen fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.
e. Non-union
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan
setelah cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya
tidak terjadi. Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak
cukup dan tekanan yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan fibrosa
Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur.
Kehilangan tulang karena cedera maupun pembedahan
meningkatkan resiko pasien terhadap jenis penyatuan fraktur.
g. Sindroma nyeri regional kompleks
Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma
disfungsi dan penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan
pembengkakan tungkai yang sakit
H. Pengkajian Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau
metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima
tahap yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
1. Pengkajian :
a. Anamnesis
 Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomer register, tanggal masuk rumah sakit,
diagnosis medis (Padila, 2012).
 Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu
klien juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan menurut
Padila (2012) :
 Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
 Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk
 Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit memepengaruhi
kemampuan fungsinya.
 Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang (Padila, 2012).
 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Padila,
2012).
 Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari (Padila, 2012).
 Pola-pola
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadi kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid
yang dapat menggangu metabolisme kalsium, pengonsumsian
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melaksanakan olahraga atau tidak (Padila, 2012).
 Pola nutrisi dan metabolisme
Insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau
ketoasidosis), malnutrisi termasuk obesitas, membran mukosa
kering karena pembatasan pemasukan atau periode post puasa
(Doenges dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010). Pada
klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin untuk
membantu proses penyembuhan tulang dan pantau
keseimbangan cairan (Padila, 2012).
 Pola eliminasi
Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya, warna, bau,
dan jumlah apakah terjadi retensi urine. Retensi urine dapat
disebabkan oleh posisi berkemih yang tidak alamiah,
pembesaran prostat dan adanya tanda infeksi saluran kemih Kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
 Pola tidur dan istirahat
Klien akan merasakan nyeri, keterbatasan gerak sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur (Padila, 2012). Tidak dapat beristirahat,
peningkatan ketegangan, peka terhadap rangsang, stimulasi
simpatis.
 Pola aktivitas
Timbulnya nyeri, keterbatasan gerak maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas (Padila, 2012).
 Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap (Padila, 2012).
 Persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien adalah rasa takut akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal dan pandangan dirinya yang salah
(Padila, 2012).
 Pola sensori dan kognitif
Klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
fraktur, sedangkan pada indera yang lainnya tidak timbul
gangguan begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan (Padila, 2012).
 Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri.
Selain itu, klien juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya (Padila, 2012).
 Pola penanggulangan stress
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress
multiple seperti masalah finansial, hubungan, gaya hidup.
 Timbul kecemasan akan kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien biasanya
tidak efektif (Padila, 2012).
 Pola tata nilai dan keyakinan
Klien tidak dapat melakukan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi (Padila, 2012).
b. Pemeriksaan fisik antara lain :
1. Keadaan umum :
o Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
o Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang
berkaitan dengan pembedahan : tanda vital, derajat
kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas,
pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan
merokok.
o Pantau keseimbangan cairan
o Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah
pada pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah turun, konfusi, dan gelisah)
o Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis
biasanya timbul selama minggu kedua) dan tanda vital
o Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai
nyeri tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis
o Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas,
tingkah laku, dan tingkat kesadaran
o Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi
perubahan frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit,
suhu tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung sebelumnya
o Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan
merokok.
2. Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:
a) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, edema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan faring
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j) Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronkhi
k) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur
l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak
Teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
m) nguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan
buang air besar.
n) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan,
darah merembes atau tidak.
3. Tindakan Kolaborasi Perawat
Penggunaaan antikoagulasi, steroid, dan antibiotik, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,
dekongestan, analgetik, anti inflamasi, anti koagulan.. Penggunaan
alkohol (resiko akan kerusakan ginjal yang mempengaruhi
koagulasi dan pilihan anastesia dan juga potensial penarikan diri
post operasi
4. Pemeriksan Diagnostik menurut Istianah (2017) antara lain:
a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya
fraktur.
b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk
memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
c. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya
kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat
atau
menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit
mungkin terjadi sebagai respon terhadap peradangan.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di tandai dengan pasien tampak
meringgis, gelisah.
2. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit.
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang di
tandai dengan pasien nyeri saat bergerak.
4. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelembabpan di tantai dengan
klien tanpak nyeri, perdarahan, kemerahan
5. Risiko Disfungsi Neorovaskuler perifer b.d fraktur, penekanan klinis
(balutan)
6. Resiko pedarahan b.d trauma dan tindakan pembedahan
7. Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi di tandai dengan
klien tanpak menunjukan prilaku tidak sesuai dengan anjuran dan
menunjukan prilaku berlebihan.
J. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi

1. Nyeri Akut b.d Agen cedera Observasi


fisik di buktikan dengan 1. Identifikasi local,
pasien tampak meringgis, karakteristik,durasi,frekuensi,
gelisah. kualitas, intensitas nyeri,.
2. Identifikasi nyeri.
3. Identifikasi respon nyeri non verbal.
4. Identifikasi factor yang memperberat
dan memperingan nyeri.
Monitor efek samping
penggunaan analgetik.
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis.tarik napas dalam, kompres
hanagat/dingin).
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri .
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategy
meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri.
4. Anjurkan mengunakan analgetik
secara tepat.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik .jika perlu.
2. Resiko Infeksi berhubungan Observasi
dengan integritas kulit 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik.
Terapeutik
1. Batasi jumlah pengunjung.
2. Berikan perawatan kulit pada area
edema.
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien.
4. Pemberian teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi.
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar.
3. Ajarkan etika batuk.
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi.
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi.
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu.
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Observasi
kerusakan integritas struktur 1. Identifikasi kebutuhan dilakukan
tulang dibuktikan dengan pembidaian.(fraktur).
pasien tanpak nyeri saat 2. Monitor bagian distal area cidera.
bergerak. 3. Monitor adanya adanya pedarahan
pada daerah cidera.
4. Identifikasi material bidai yang
sesuai.
5. Tutup luka terbuka dengan
balutan.
6. Atasi perdarahan sebalum
bidai di pasang.
7. Berikan bantalan pada bidai.
8. Imobilisasi sendi di atas dan di
bawah area cidera.
9. Topang kaki mengunakan
penyangga kaki.
10. Tempatkan eksremitas yang
cidera dalam posisi fungsional.
11. Pasang bidai pada posisi tubuh
seperti saat di temukan
12. Gunakan kedua tanagan untuk
menopang area cedera.
13. Gunakan kain gendong secara
tepat
14. Jelaskan tujuan dan
langkahlangkah prosedur sebelum
pemasangan bidai
15. Anjurkan membatasi gerak pada
area cedera
4. Gangguan Integritas Observasi
Kulit/Jaringan b.d 1. Monitor karakteristik luka
kelembapan di buktikan (dranase, warna, ukuran, bau)
pasien dengan kerusakan 2. Monitor tanda-tanda infeksi.
jarinagn / lapisan kulit nyeri, Terapeutik
pendarahan, hematoma. 1. Lepaskan balutan dan plaster
secara perlahan.
2. Cukur rambut di sekitar luka,
jika perlu
3. Bersihkan dengan NACL atau
pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik.
5. Berikan salep yang sesuai
dengan luka / lesi, jika perlu
6. Bersihkan jaringan nekrotik.
7. Pasang balutan sesuai jenis luka.
8. Pertahankan teknik steril saat
perawatan luka.
9. Ganti balutan sesuai dengan
jumlah eksudat dan drenase.
10. Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai dengan
kondisi pasien.
11. Berikan diet dengan kalori 30-35
kkl/kg / hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari.
12. Berikan suplemen vitamin dan
mineral , sesuai indikasi. Berikan
terapi TENS , jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein.
3. Ajarkan perawatan luka
secara mandiri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement
(mis, enzimatik,biologis,
mekanis)
2. Kolaborasi pemberian anti
biotik,jika perlu.
5. Risiko Disfungsi Observasi
Neorovaskuler perifer b.d 1. Periksa sirkulasi perifer secara
fraktur, penekanan klinis menyeluruh (mis, pulsasi perifer,
(balutan) edema, warna, dan suhu
eksremitas)
2. Monitor nyeri pada daerah yang
terkena .
3. Monitor tanda-tanda penurunan
sirkulasi vena .(mis,
bengkak ,nyeri, peningkatan
nyeri pada posisi tergantung,
nyeri menetap saat hangat, mati
rasa, pembesaran vena
superfesial, merah, hangat,
perubahan warna kulit).
Terapeutik
1. Tinggikan daerah yang cidera 20
derjat di atas jantung.
2. Lakukan rentang gerak aktif
dan pasif.
3. Ubah posisi setiap 2 jam.
4. Hindari akses intravena
antekubiti.
5. Hindari memijat atau
mengompres otot yang cidera.
Edukasi
1. Jelaskan mekanisme terjadinya
embili perifer.
2. anjurkan menghindari maneuver
valsava.
3. Ajarkan cara mencegah emboli
perifer. (mis, hindari imobilisasi
jangka panjang).
4. Ajarkan pentingnya antikoagulan
selama 3 bulan.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antikoagulan.
2. Kolaborasi pemberian
3. prometazim intravena dalam
NaCL 0,9% 25-50 secara lambat
dan hindari pengenceran kuran
dari 10 cc.
6. Resiko pedarahan b.d trauma Observasi
dan tindakan pembedahan 1. Monitor tanda dan gejala
pendarahan.
2. Monitor hematokrik/hemoglobin
sebelum dan setelah kehilangan
darah.
3. Monitor tanda-tanda vital
ortostatik.
4. Monitor koagulasi.
Terapeutik
1. Pertahankan bed rest selama
pedarahan.
2. Batasi tindakan infasif.
3. Gunakan kasue pencegah
decubitus.
4. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
pedarahan.
2. Anjurkan mengunakan kaus kaki
saat ambulasi.
3. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk menghindari
konstipasi.
4. Anjurkan menghindari aspirin
atau antikuagula.
5. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin k.
6. Anjurkan segera melapor jika
terjadi pedarahan.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan.
2. Kolaborasi pemberian produk
darah.
3. Kolaborasi pemberian peluna
tinja
7. Deficit pengetahuan b.d Observasi
kurang terpapar informasi di 1. Identifikasi kesiapan dan
tandai dengan klien tanpak kemampuan menerima informasi.
menunjukan prilaku tidak 2. Identifikasi factor-faktor yang
sesuai dengan anjuran dan dapat meningkatkan dan
menunjukan prilaku menurunkan motifasi prilaku
berlebihan hidup bersih dan sehat.
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan.
2. Jadwalkan pendidikan Kesehatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya.
Edukasi
1. Jelaskan factor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehtan.
2. Ajarkan perilaku hidup sehat dan
bersih.
3. Ajarkan strategi yang dapat di
gunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup sehat dan bersi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pasien fraktur tulang akibat kecelakaan
lalu lintas di bagian Forensik RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2018,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Jumlah kasus fraktur tulang pada pasien kecelakaan lalu lintas adalah
sebanyak 518 penderita dengan total fraktur sebanyak 768 tulang.
2. Usia pasien fraktur tulang akibat kecelakaan lalu lintas terbanyak terdapat
pada kelompok usia 17 − 25 tahun dengan usia terbanyak adalah 17
tahun.
3. Usia rata-rata adalah 30,71 tahun. Usia paling muda adalah 1 tahun dan
usia paling tua adalah 86 tahun.
4. Fraktur tulang akibat kecelakaan lalu lintas lebih banyak dialami laki-laki
dibandingkan perempuan.
B. SARAN
Agar jumlah kasus kecelakaan lalu lintas dapat diminimilasir dan
korban kecelakaan lalu lintas dapat diselamatkan, maka perlu dilakukan
upaya-upaya sebagai berikut :
1. Kepada pemerintah supaya mengontrol faktor-faktor yang dapat
meningkatkan angka
2. kecelakaan lalu lintas seperti pengendara yang belum cukup usia,
pengendara tanpa SIM, penegendara yang mengkonsumsi minuman
beralkohol, kondisi kendaraan serta sarana dan prasana jalan diperhatikan.
3. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme kejadian
trauma untuk lebih dapat mendapatkan info mengenai faktor risiko
kecelakaan lalu lintas di Padang.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Krisanty dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta EGC
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Ramadhani, R. P., Romadhona, N., Djojosugito, M.A., Hadiati, D. E., & Rukanta
D. (2019). Hubungan Jenis Kecelakaan dengan Tipe Fraktur pada Fraktur
Tulang Panjang Ekstremitas Bawah. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains.
https://doi.org/10.29313/jiks.v1i1.4317
DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh (2014), Keperawatan Medikal bedah,
Ed. I, Yogyakarta: Rapha publishing
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Istianah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai