Anda di halaman 1dari 1

Nama : Intan Rivinia Putri

NIM : 031911133187
Kelas : Etika Profesi Hukum A1

Dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris terdapat larangan bagi Notaris untuk mempunyai
lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan. Jelaskan
mengenai filosofi adanya larangan tersebut!
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN)
mengatakan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang ini atau berdasarkan Undang-undang lainnya.”. Sebagai pejabat umum, Notaris
mempunyai kewenangan, kewajiban, serta larangan yang harus diperhatikan, yang mana hal
tersebut tercantum di dalam Kode Etik Notaris. Pada dasarnya, adanya larangan dalam Pasal
4 ini ditetapkan untuk menjaga Notaris dalam menjalankan praktiknya, agar dapat lebih
bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya.
Berkaitan dengan larangan untuk mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor
cabang ataupun kantor perwakilan, hal ini juga telah disebutkan dalam Pasal 19 ayat (1) dan
(2) UUJN, bahwa “Notaris wajib mempunyai satu kantor yaitu di tempat kedudukanya;
dan notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat
kedudukanya.” Hal ini menandakan bahwa seorang Notaris mempunyai tempat kedudukan
tertentu untuk menjalankan tugas dan kewajibannya, dimana sesuai Pasal 18 ayat (1) dan (2)
UUJN tempat kedudukan Notaris yaitu di daerah kabupaten atau kota, dan Notaris
mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukanya.
Adanya tempat kedudukan yang telah ditentukan ini tentu berpengaruh terhadap Akta Notaris
yang dibuat. Dalam Pasal 17 huruf a UUJN yang mengatakan bahwa “Notaris dilarang
menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya”, yang dimaksud “menjalankan jabatan”
disini adalah Notaris melaksanakan kewenangan dan kewajibannya, khususnya dalam
pembuatan Akta Notaris. Sebagai contoh, seorang Notaris yang memiliki wilayah kerja di
Bandung, tidak dapat membuka praktik atau membuat Akta Notaris di wilayah Surabaya. Hal
ini berkaitan dengan peran Notaris sebagai pejabat umum, yang mana harus dapat
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang menggunakan jasanya dalam
pembuatan Akta Notaris, sebab Akta Notaris ini memiliki kekuatan pembuktian yang
sempurna, berbeda dengan akta dibawah tangan. Maka dari itu, Notaris dilarang memiliki
kantor cabang dimana-mana, sebab hal itu akan mempengaruhi kekuatan dari Akta Notaris
yang dibuatnya. Mengingat dalam Pasal 17 huruf a ditegaskan bahwa “Notaris dilarang
menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya”, artinya Notaris dilarang menjalankan
jabatan diluar wilayah provinsi dimana ia bertempat kedudukan. Sehingga apabila Notaris itu
telah bertempat di Surabaya, ia tidak dapat membuka kantor lagi di Jakarta. Hal ini
dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada masyarakat, serta dimaksudkan pula
untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar sesama notaris dalam menjalankan
tugas jabatanya, khususnya dalam pembuatan Akta Notaris, sebab di setiap wilayah pasti
terdapat Notaris yang memiliki kewenangan disitu, sehingga Notaris lain yang sebenarnya
tidak berkedudukan di wilayah tersebut, lalu membuka kantor di wilayah itu, tentu akan
mengganggu kinerja dari Notaris yang sebenarnya berkedudukan di wilayah tersebut,
khususnya berkaitan dengan persaingan diantara Notaris tersebut untuk mendapatkan klien.

Anda mungkin juga menyukai