Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBELAJARAN KOOPERATIF ATAU COOPERATIVE LEARNING

Mata Kuliah: Perencanaan Pembelajaran

JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pembelajaran
Kooperatif Atau Cooperative Learning” ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
membantu mahasiswa pada mata kuliah perencanaan pembelajaran tahun 2021. Makalah ini akan
menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan tentang bagaimana model pembelajaran
kooperatif atau cooperative learning.

Selain itu, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, adanya kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 11 Februari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Contents
MAKALAH 1
PEMBELAJARAN KOOPERATIF ATAU COOPERATIVE LEARNING 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
A. Latar belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
A. Pengertian Cooperative Learning 6
B. Tujuan Cooperative Learning 7
C. Macam-macam teknik pembelajaran cooperative learning 8
D. Kelebihan Cooperative Learning 11
E. Kekurangan Cooperative Learning 12
BAB III 13
KESIMPULAN 13
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Model pembelajaran merupakan sebuah pola yang dipakai sebagai Pedoman
dalam pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model pembelajaran mengacu kepada
pendekatan-pendekatan yang akan digunakan, baik itu tujuan pembelajaran, lingkungan
dan sistem pengelolaan dalam kelas. Melalui pembelajaran pengajar dapat membantu
peserta didik memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan
mengekspresikan idenya. Juga sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan pembelajaran cooperative telah memiliki sejarah yang
panjang sejak zaman dahulu kala, para pengajar telah mendorong siswa-siswa mereka
untuk bekerja sama melalui tugas-tugas kelompok tertentu dalam diskusi, debat, atau
pelajaran tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa cooperative learning tidak hanya
unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, akan tetapi sangat berguna
untuk menumbuhkan berfikir kritis.
Jadi, cooperative learning adalah konsep yang lebih luas yang meliputi semua
jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Dalam hal ini, guru perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan
belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini
sesuai dengan pandangan konstruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya
bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal
siswa. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri
siswa, diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah model
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang yang sudah disampaikan penulis, maka dapat diambil
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1.    Apa pengertian dari model pembelajaran cooperative learning ?


2.    Apa saja unsur-unsur model pembelajaran cooperative learning?
3.    Apa karakteristik dari model pembelajaran cooperative learning ?
4.    Apa tujuan dari model pembelajaran cooperative learning ?
5.    Apa saja model-model dari model pembelajaran cooperative learning ?
6.    Apa peran guru dalam model pembelajaran cooperative learning ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini, antara lain :

1. Mengetahui tentang pengertian dari pembelajaran cooperative.


2. Mengerti apa saja unsur-unsur model pembelajaran cooperative.
3. Mengerti tentang karakteristik pembelajaran cooperative learning.
4. Mengerti tujuan model pembelajaran cooperative learning.
5. Mengetahui model-model cooperative learning.
6. Mengetahui peran guru dalam pembelajaran cooperative learning.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Cooperative Learning


Pengertian Pembelajaran Kooperatif dapat dipahami dari arti kata kooperatif yang
mempunyai arti “bersifat kerja sama” atau “bersedia membantu” (Depdiknas, 2008).
Jadi pengertian Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu model pembelajaran di mana
siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil (umumnya terdiri dari 4-5 orang siswa)
dengan keanggotaan yang heterogen (tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan suku/ras
berbeda) (Arends, 2012). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling
bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Oleh karena
itu, Pembelajaran Kooperatif perlu dikembangkan karena pada saat penerapan
Pembelajaran Kooperatif siswa berlatih berbagai keterampilan kooperatif (keterampilan
sosial) sesuai dengan tuntutan kompetensi pada Kurikulum 2013 yaitu kompetensi sikap
sosial, selain kompetensi sikap spiritual, pengetahuan, dan keterampilan.

Pembelajaran Kooperatif dapat disebut juga sebagai metode atau model


Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning yakni strategi pembelajaran yang
menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang
berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil (Saptono, 2003:32). Kepada siswa diajarkan
keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam
kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat
teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan
sebagainya.
A. Unsur-unsur Model Cooperative Learning
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
cooperative learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran
cooperative learning yaitu :
a) Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk
menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian
rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain dapat mencapai tujuan mereka.
b) Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative
Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat
persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota
kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam
kelompok bisa dilaksanakan.
c) Tatap muka
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan
untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari
sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi
kekurangan.
d) Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan
berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan
para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga
merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat
dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan
perkembangan mental dan emosional para siswa.
e) Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif.

B. Tujuan Cooperative Learning


Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang
menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada
kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan
situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya (Slavin, 1994). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh
Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Selain mencakup berbagai tujuan sosial, cooperative learning juga bertujuan
memperbaiki prestasi siswa dan tugas-tugas akademik lainnya. Model pembelajaran ini
unggul dalam memahami konsep-konsep sulit. Model pembelajaran cooperative dapat
meningkatkan nilai siswa pada pelajaran akademik dan norma yang berhubungan dengan
hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan norma hasil
belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari
orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai
latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai
satu sama lain.
c. Pengembangan ketrampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting
dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan
sosial.

C. Macam-macam teknik pembelajaran cooperative learning


1. Kancing gemerincing

Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Teknik ini bisa digunakan dalam
semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Dalam kegiatan Kancing
Gemerincing, masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk
memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota yang
lain. Teknik ini dapat digunakan untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang
sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anak yang terlalu
dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, juga ada anak yang pasif dan pasrah saja pada
rekannya yang lebih dominan. Dalam situasi seperti ini, pemerataan tanggung jawab dalam
kelompok bisa tidak tercapai karena anak yang pasif terlalu menggantungkan diri pada
rekannya yang dominan. Teknik ini memastikan setiap siswa mendapatkan kesempatan untuk
berperan serta.

● Caranya :

a. Guru menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing-kancing (atau benda kecil
lainnya).

b. Sebelum kelompok memulai tugasnya, setiap siswa masing-masing

c. kelompok mendapatkan 2 atau 3 buah kancing (jumlah kancing tergantung pada sukar
tidaknya tugas yang diberikan).

d. Setiap kalo siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat, dia harus menyerahkan salah
satu kancingnya dan meletakkannya ditengah-tengah.

e. Jika kancing yang dimiliki siswa habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai semua
rekannya juga menghabiskan kancingnya. Jika semua kancing sudah habis, sedangkan
tugas belum selesai, kelompok boleh mengambil kesepakatan untuk membagi-bagi
kancing lagi dan mengulangi prosedurnya kembali.

2. Lingkaran kecil lingkaran besar

Dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar saling
berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Pendekatan ini bisa digunakan dalam beberapa
mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan sosial, agama, matematika, dan bahasa. Bahan
pelajaran yang paling cocok digunakan dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan
pertukaran pikiran dan informasi antarsiswa. Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya
struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang berbeda
dengan singkat dan teratur. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana
gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Bisa digunakan untuk semua tingkatan usia anak
didik dan sangat disukai, terutama oleh anak-anak.

● Caranya :

Lingkaran Individu,

a. Separuh kelas (atau seperempat Jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri membentuk
lingkaran kecil. Mereka berdiri melingkar dan menghadap keluar.
b. Separuh keias lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran yang pertama. Artinya,
mereka berdiri menghadap ke dalam dan berpasangan dengan siswa yang berada di
lingkaran dalam.
c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Siswa
berada di lingkaran kecil yang memulai. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh
semua pasangan dalam waktu yang bersamaan.
d. Kemudian, siswa yang berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa berada
di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah perputaran jarum jam. Dengan
cara ini, masing-masing siswa mendapatkan pasangan yang baru untuk berbagi.
e. Sekarang giliran siswa yang berada di lingkaran besar yang membagikan informasi.
Demikian seterusnya.
Lingkaran Kelompok,

a. Satu kelompok berdiri di lingkaran kecil menghadap keluar. Kelompok lain berdiri di
lingkaran besar.

b. Kelompok berputar seperti prosedur lingkaran individu yang dijelaskan di atas dan saling
berbagi.

3. Jigsaw

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative Learning.
Teknik ini bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun
berbicara. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan
berbicara. Pendekatan ini bisa pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa.

Teknik ini cocok untuk semua kelas/tingkatan. Dalam teknik ini, guru memperhatikan
skernata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata
ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna.Selain itu, siswa bekerja dengan sesama
siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Caranya :

a. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian.

b. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik


yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik
di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan
brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap
menghadapi bahan pelajaran yang baru.

c. Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

d. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yeang pertama. Sedangkan siswa yang
kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya.
e. Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka masing-masing

f. Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca/dikerjakan


masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara
satu dengan yang lainnya.

g. Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian pengajar membagikan bagian cerita yang
belum terbaca kepada masing masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut. Kegiatan
ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi
bisa dilakukan antara, pasangan atau dengan seluruh kelas.

Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa bisa membentuk kelompok para ahli. Siswa
berkumpul dengan siswa lain yang mendapatkan bagian yang sama dari kelompok lain.
Mereka bekerja sama mempelajari/mengerjakan bagian tersebut. Kemudian, masing-masing
siswa kembali ke kelompoknya sendiri dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada
rekan-rekan dalam kelompoknya.

4. STAD

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkin,
merupakan pendekatan Cooperatif Learning yang paling sederhana. STAD mengacu pada
belajar kelompok, menyajikan informasi akademik baru pada siswa setiap minggu dengan
menggunakan presentasi verbal dan teks.

Caranya :

a. Siswa dalam 1 kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan jumlah 4 atau 5 orang.
b. Setiap kelompok harus heterogen yaitu laki dan perempuan bermacam suku dan
kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan untuk menuntaskan pelajarannya.
d. Kemudian saling membantu sama lain untuk memahami pelajaran melalui tutorial, kuis
dan melakukan diskusi.
e. Setiap minggu atau 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis diskor dan tiap individu diberi skor
perkembangan. Skor perkembangan tidak berdasarkan skor mutlak siswa tetapi
berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu.
f. Setiap minggu lembar penilaian diumumkan dengan skor tertinggi.
g. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar
tersebut.

5. Kepala bernomor terstuktur

Teknik belajar ini sebagai pengembangan dari teknik Kepala Bernomor.  Memudahkan dalam
pembagian tugas. Memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya
dalam saling keterkaitan dengan rekan sekelompoknya. Bisa digunakan untuk semua mata
pelajaran serta semua tingkatan usia anak didik.

Caranya:

a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. 
Misalnya: Siswa nomor 1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data
yang mungkin berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa nomor 2 bertugas mencari
penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan melaporkan hasil kerja kelompok.

c. Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit), guru juga bisa mengadakan kerja sama
antar kelompok. Siswa bisa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama
beberapa siswa yang bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini,
siswa-siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja
mereka.

Catatan:

Untuk efisiensi pembentukan kelompok dan penstrukturan tugas, Teknik Kepala Bernomor
ini bisa dipakai dalam kelompok yang dibentuk permanen. Artinya, siswa disuruh mengingat
kelompok dan nomornya sepanjang caturwulan atau semester. Supaya ada pemerataan
tanggung jawab, penugasan berdasarkan nomor bisa diubah-ubah. Misalnya, siswa nomor 1
bertugas mengumpulkan data kali ini, tapi akan disuruh melaporkan pada kesempatan yang
lain.

6. Dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray).

Dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Dapat digunakan bersama denga Teknik Kepala
Bernomor. Bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak
didik. Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi
dengan kelompok lain.

Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa
bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal
kenyataan hidup di luar sekolah kehidupan dan kerja saling bergantung satu dengan yang
lainnya. Christophorus Columbus tidak akan menemukan benua Amerika jika tidak tergerak
oleh penemuan Galileo Galilei yang menyatakan bahwa bumi itu bulat. Einstein pun
mendasarkan teori pada teori Newton.

Caranya :

a. Siswa bekerja sama dengan kelompok berempat seperti biasa.


b. Setelah selesai, 2 orang dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya
dan masing-masing bertamu ke dua kelompok.
c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.

D. Kelebihan Cooperative Learning


a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri dan cara
memecahkan masalah,
b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreativitas dalam melakukan
komunikasi dengan teman sekelompoknya,
c. Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka namun tegas,
d. Meningkatkan motivasi belajar siswa,
e. Membantu guru dalam pencapaian tujuan pembelajar. Kare4na langkah-langkah
pembelajaran kooperatif mudah diterapkan di sekolah

E. Kekurangan Cooperative Learning


Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif adalah  diperlukan waktu yang
cukup lama untuk melakukan diskusi, seperti belajar kelompok biasa, siswa yang pandai
menguasai jalannya   diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai kurang kesempatan
untuk   mengeluarkan pendapatnya, yang tidak terbiasa dengan belajar. Selain itu dalam
penerapan model pembelajaran kooperatif, kelompok yang merasa asing dan sulit untuk
bekerja sama.
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Cooperative learning adalah suatu metode pengajaran yang mana pra siswa bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari
materi pembelajaran.
2. Tujuan cooperative learning adalah untuk meningkatkan hasil belajar akademik, menerima
terhadap perbedaan individu, dan mengembangkan ketrampilan sosial.
3. Karakteristik cooperative learning antara lain: Positive Independence, Personal
Responsibility, Face to Face Promotive Interaction, Interpersonal Skill, Group Processing.
4. Model- model cooperative learning antar lain : jigsaw, group investigation dan listening
team.
5. Peran guru dalam cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator, director
motivator dan evaluator.
B. Saran
Terkait dengan hal tersebut, saya menyarankan beberapa hal untuk diperhatikan seperti
berikut ini :
1. Menerapkan metode Cooperative learning dengan membuat sebuah kelompok belajar
dalam proses pembelajaran di dalam kelas, Agar antar peserta didik dapat bekerjasama,
melatih kemampuan kognitifnya memecahkan sebuah personal dengan menyatukan ide dan
gagasan masing-masing peserta duduk.
DAFTAR PUSTAKA

https://gapurakampus.blogspot.com/2017/11/makalah-model-pembelajaran-kooperatif.html

file:///C:/Users/User/Downloads/503-1662-1-PB.pdf

Anda mungkin juga menyukai