Anda di halaman 1dari 16

(BAB III

PEMBAHASAN

A. Kasus

Tn.N umur 60 tahun, suku padang, agama Islam, pensiunan pegawai negeri gol.II,

riwayat pendidikan tamat SMP, istri sudah meninggal 2 tahun lalu, dan saat ini Tn.N

tinggal dengan anak pertamanya. Tn.N dirawat di ruang perawatan neurologi Rumah

Sakit MC, Tn.N dirawat hari yang ketiga.Tn. dirawat di ruang tersebut dengan

diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk kesadaran menurun, GCS:

10, TD: 170/100, RR: 30 x/mt, N: 68 x/mt. Nafas tampak cepat dan terdengar suara

ngorok. Kondisi pada saat ini (hari 3) perawatan dan didapatkan data sebagai berikut:

Kesadaran conpos mentis, GCS 13, TD: 160/100, N: 68 x/mnt, RR: 28, terdengar

bunyi ronki basal kiri/kanan. kelumpuhan anggota gerak bagian atas dan bawah kanan

(hemiparese dextra), bicara tidak jelas (pelo), tetapi bila diajak bicara Tn.T dapat

mengerti dan dapat menjawab pertanyaan dengan menganggukan kepala dan bicara

tetapi tidak jelas (pelo). Tn.N tidak dapat menelan sehingga terpasang NGT untuk

memasukan makanannya, masih terpasang oksigen kanul 3 lt/mnt, terpasang IV line

cairan NaCl 20 tts/mnt, pada saat ini juga Tn.N sudah dianjutkan untuk melakukan

aktivitas ringan yang dapat dilakukan dan melakukan ROM aktif pada daerah yang

tidak terjadi kelumpuhan dan dilakukan ROM pasif pada daerah yang mengalami

kelumpuhan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makan/minum,

toileting/bab dan bak, mandi dan dalam melakukan aktifitas Tn.N harus selalu

dibantu.
B. Aplikasi Konsep ADL dan Teory Self Care Orem dalam

Asuhan Keperawatan

A. Manusia

Beberapa penekanan pandangan dari Orem berkaitan dengan manusia, yaitu:

Manusia sebagai kesatuan unit fungsi biologis, memerlukan self care secara

mandiri, keadaan normal self care terpenuhi dan kondisi sakit self care individu

akan membutuhkan bantuan, manusia mempunyai kemampuan untuk berkembang

dan belajar, juga dipengaruhi oleh kondisi mental, sosial, budaya dan emosi.

Secara biologis manusia merupakan satu kesatuan unit dan merupakan satu sistem

yang melakukan fungsi biologisnya guna terpenuhi kebutuhan self carenya.

Setiap manusia dalam kondisi normal/sehat dapat melakukan pemenuhan

kebutuhan sehari-harinya, tetapi pada kondisi sakit manusia mengalami gangguan

dalam kebutuhan sehari-harinnya atau ketidakmampuan melakukan kebutuhan

sehari-harinya, Orem memperjelas bahwa kebutuhan adanya kebutuhan psikologis

dan biologis, seperti kebutuhan udara, air, makanan, eliminasi, aktifitas dan

lainnya. Didalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya manusia/individu akan

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, karena kebutuhan-kebutuhan yang

disampaikan oleh teori orem menyangkut kebutuhan dasar dan kebutuhan yang

bersifat komplek. Pada konseptual model Orem penekanannya lebih pada

kemampuan atau kemamdirian individu dalam memenuhi kebutuhan perawatan

sehari-harinya sedangkan dalam konsep ADL adalah bentuk aktivitas yang

dilakukan manusia/individu dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dan


kedua kondisi ini saling berkaitan dan dapat diukur dan dinilai apakah seseorang

mampu melakukan aktifitasnya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pada dimensi kebutuhan psikis/ mental individu dapat dilihat pada proses

kemampuan manusia untuk berkembang dan belajar. Pemenuhan kebutuhan metal

individu dilihat apakah manusia/individu sudah mempunyai kemampuan untuk

berkembang dan belajar disini ditekankan kearah maturasitas atau kematangan

individu dalam melakukan ADL.baik dari usia bayi sampai usia lanjut.

B. Lingkungan

Lingkungan menurut Orem berkaitan dengan bagaimana suatu lingkungan

mempengaruhi individu dalam memenuhi kebutuhan self carenya, dikatakan

lingkungan pendukung (positif) dan lingkungan menghambat (negatif). Ini

mengambarkan bahwa penekanan pada lingkungan yang bersifat eksternal dan

internal tubuh, baik yang sifatnya fisik, kimia, biologi dan sosial dan lingkungan

internal merupakan bentuk gangguan yang berada dalam tubuh, seperti kondisi

sakit akibat stoke, kelemahan dan sebagainya. Sebagai contoh untuk memenuhi

kebutuhan oksigen orang akan bernafas cepat, belum tentu orang tersebut sakit,

ada proses kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigennya.

Kemampuan dalam melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari dipengaruhi oleh

lingkungan-lingkungan tersebut baik internal maupun exsternal, kondisi inilah

yang perlu dinilai atau dikaji sehingga lingkungan positif maupun negatif dapat
diketahui sehingga dalam memberikan bantuan kebutuhan hidup sehari-hari dapat

terarah dan terencana dengan memanfaatkan kondisi lingkungan positif sehingga

pasien dapat beraktivitas dengan aman dan nyaman.

C. Sehat dan Kesehatan

Sehat dan kesehatan berkaitan dengan fungsi tubuh yang terintegritasi dalam

memenuhi kebutuhan self carenya, bila seseorang mampu memenuhi kebutuhan

self care dikatakan sehat dan dapat ditingkatkan menjadi sejahtera, tetapi bila

seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhannya dikatakan mengalami sakit baik

fisik maupun mental. Sehat menurutnya hasil dari individu menghadapi dan

mengatasi stimulus, tuntutan kebutuhan dan dorongan serta keinginan. Bila

seseorang tidak dalam kondisi sehat maka kebutuhan self carenya akan terganggu

demikian juga bentuk Aktivitas pemenuhan sehari-hari, hal Ini menunjukan

bentuk integritas dari motivasi individu untuk melakukan ADL dalam memenuhi

kebutuhan self care. Dan dengan adanya motivasi ini individu dapat mampu

mencari dan memanfaatkan segala sumber daya dan kekuatannya dalam

memenuhi kebutuhan self carenya dengan ADL yang mampu dilakukannya.

Kondisi sehat dapat dikatakan sebagai bentuk keseimbangan antara kebutuhan

self care dan kemampuan melakukan ADL, bila kebutuhan self care meningkat

maka aktivitas atau ADL juga akan meningkat, bila kebutuhan self care menurun

maka kemampuan dalam melakukan ADL juga akan menurun dan pada kondisi

inilah pasien/individu memerlukan bantuan.


D. Keperawatan

Penekanan konseptual model Orem tentang keperawatan adalah keperawatan

merupakan bentuk pelayanan bantuan sukarela yang spesifik dari sekelompok

orang yang telah memperoleh pendidikan keperawatan. Aktifitas perawat

merupakan produk dan hasil dari pemenuhan kebutuhan self care pasien.

Sedangkan sasaran pelayanan keperawatan terdiri dari individu yang mengalami

sakit, kelemahan, usia lanjut dan kecacatan yang mana kondisi tersebut

menunjukan kondisi penyimpangan kebutuhan self care.

Pada kondisi self care deficit individu/pasien akan terganggu pula pemenuhan

ADLnya, maka tugas perawat adalah memberi bantuan terhadap ADL

pasien/individu sesuai tingkat ketidakmampuannya baik bantuan secara totally,

partialy dan Suportif/edukatif.

Dengan demikian aplikasi dalam Asuhan keperawatan dapat dilaksanakan pada

setiap langkah proses keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian,

perumusan diagnosa, perencanaan dan evaluasi, menggunakan self care deficit

dan bentuk ketidakmampuan melakukan ADL, sebagai berikut:

1. Tahap Pengkajian

Berfokus pada bentuk self care deficit dan ketidakmampuan melakukan

ADLnya. Penyimpangan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti

pemenuhan akan oksigen, eliminasi, makan dan minum dan lain-lain harus
dikaji secara mendetail. Penting pula dilakukan pengkajian pada bentuk

ketidakmampuan dalam melakukan aktifitasnya memenuhi kebutuhan dasar

dan intrumentnya (komplek), karena dengan pengkajian yang detail inilah

akan didapat bentuk ketidakmampuan akan kebutuhan sehari-hari

pasien/individu, termasuk juga penting dikaji beberapa faktor-faktor yang

mempengaruhi bentuk ketidakmmapuan melakukan aktifitas, seperti sosial,

lingkungan, fungsi kognitif, kondisi fisik dan mental.

Karakteristik perawatan diri secara normal, berkaitan dengan kemampuan dan

kondisi normal dalam melakukan fungsi perkembangan dan bagaimana

berpakaian, makan, dan toileting tersebut bahwa ketidakmampuan

pasien/individu dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari

dan perawatan diri sendiri dipengaruhi dari dalam diri pasien/individu tersebut

seperti, umur, jenis kelamin, kondisi mental/psichological termasuk prilaku,

budaya, emosi, kebiasaan dan status perkawinannya, sedangkan dari luar diri

pasien/indivu, diantarannya: kekuatan fisik, ability, bentuk penyimpangan

kesehatan yang spesific, lamanya masalah yang terjadi.

Semua kondisi-kondisi tersebut harus dikaji dengan teliti dan komprehensif

agar dalam melakukan intervensi keperawatan dapat direncanakan dengan

baik. Tehnik-tehnik dalam mendapatkan pengkajian dapat dilakukan dengan

wawancara, observasi langsung pasien dan pemeriksaan fisik serta fungsi

kognitifnya.
Pada banyak difinisi dinyatakan ketidakmampuan dalam melakukan

perawatan diri/self care berhubungan erat dengan kemampuan dalam

melakukan ADL dan dalam pengkajian sudah terdapat beberapa cara dalam

menilai atau mengidentifiakasi baik bentuk self care dan bentuk ADL, hal

terpenting dalam melakukan penilaian apabila berkaitan dengan self care

maka terdapat tingkatan dari tingkat 0 – tingkat 4, dimana tingkat 4 (level 4)

didiskripsikan bahwa pasien dapat melakukan semua aktivitas self care secara

mandiri. Sedangkan tingkat 0 (level 0) pasien tidak dapat melakukan self care

secara mandiri (dibantu penuh) (Craven & Hirnle, 2002). Apabila

mengkaji/penilaian tentang ADL, yaitu semua aktivitas pemenuhan sehari-

hari, seperti mandi, berpakaian, toileting dan eliminasi dapat dilhat dari

tingkat independensi dan dependent pasien, sebagai contoh dalam memenuhi

kebutuhan toileting, pasien mengalami kelumpuhan maka perawat membantu

dalam menyiapkan dan memberi penjelasan tentang pemakaian bedpan.

2. Tahap Perumusan diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah defisit self care,

perubahan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, seperti self

care defisit: kebersihan diri, berpakaian, eliminasi dan lain-lain. Sedangkan

ketidakmampuan melakukan aktifitas hidup sehari-hari baik yang bersifat total

care, partial care maupun berbentuk suportif care. Bahwa ini menjelaskan inti

dari bentuk diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah tingkat


ketergantungan pasien/individu dalam memenuhi kebutuhan dan perawatan

dirinya berbeda-beda.

3. Tahap Perencanaan

Perencanaan keperawatan meliputi tindakan menetapkan tujuan perawatan

yang sesuai dengan tingkat ketidakmampuan pasien/individu dalam

melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Rencana keperawatan

diformulasikan oleh perawat dan pasien/individu bersama-sama dan harus

diimplementasikan untuk mendukung pasien menuju kemandiriannya

4. Tahap Implementasi

Implementasi keperawatan dilakukan dengan memberikan asuhan

keperawatan berdasarkan tingkat ketidakmampuan pasien dalam melakukan

aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik ketidakmampuan

yang bersifat menyeluruh (totally), Sebagian (partially) dan bentuk

suportif/edukasi. Bentuk implementasi disesuaikan dengan kondisi-kondisi

tersebut agar kerja perawat dapat dilakukan seoptimal mungkin.

Dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat harus melibatkan

pasien/individu untuk berpartisipasi didalamnya agar proses memandirikan

individu/pasien dapat tercapai sesuai tujuan yang diharapkan. Bila bentuk

implementasi tidak sesuai dengan masalah keperawatan yang ada akan

menghambat proses kemandirian dan kontinuitas asuhan keperawatan yang


diterima pasien/individu karena rasa ketergantgungan yang terlalu tinggi

pasien/individu terhadap perawat menjadikan motivasi untuk proses

kemandiriannya tidak terjadi.

Dengan kemampuan pasien mendeteksi ketidakmampuan dalam beraktivitas

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maka bentuk bantuan/implementasi

dapat sesuai tujuan yang diharapkan sesuai tingkatan ketergantungannya.

Bentuk implementasi yang dapat dilakukan yaitu melakukan tindakan

langsung terhadap ketidakmampuan dalam memenuhi perawatan diri,

memberikan pendidikan kesehatan, membimbing dan memotivasi pasien dan

keluarga dan yang penting adalah memfasilitasi lingkungan yang dapat

menunjang pemenuhan self care dan aktivitasnya.

5. Tahap Evaluasi

Evaluasi terhadap terpenuhinya bantuan dan kebutuhan pasien/individu,

diantaranya: mempertahankan kondisi sehat, sehat dari sakit atau kebutuhan

self care terpenuhi, dan kemampuan pasien/individu meningkat dalam

melakukan ADL sesuai harapan sehingga terhindar dari kecacatan dan

kematian. Oren tidak menuliskan secara spesifik mengenai evaluasi dalam

bukunya, akan tetapi ia mengemukakan bahwa pasien membutuhkan

kemandirian dalam hal mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu

evaluasi difokuskan pada: Kemampuan pasien mempertahankan kebutuhan

self-care, Kemampuan pasien untuk mengatasi defisit perawatan diri dan


sampai sejauh mana perkembangan kemandirian pasien, Kemampuan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri anggota keluarganya

yang tidak mampu.

II. Aplikasi Konsep pada Kasus Tn.N

Apabila penerapkan asuhan keperawatan teori self care Orem dan konsep ADL pada

kasus Tn.N, maka tetap menggunakan langkah-langkah proses keperawatan, yaitu:

pengkajian, diagnosa masalah, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian

Bila mengacu pada teori self care, maka hal-hal yang perlu dikaji adalah faktor

personal, universal self care, development self care, health deviation, medical

problem and plan dan self care deficit, dan data yang dapat dikumpulkan dari

kasus Tn.N, adalah sebagai berikut:

Faktor personal: Usia 60 tahun, TB/BB tidak ada data, Suku padang, WNI, status

perkawinan duda, Agama Islam, pekerjaan pensiunan PNS.

Universal self care: Tn.N tampak sesak, terdapat suara rongki basal kiri/kanan,

RR 28 x/mnt, TD 160/100 mmHg, terpasang IV line NaCl, aktivitas (ADL) dan

kebutuhan sehari-hari dibantu, Tn.N mengalami kelumpuhan anggota gerak

atas/bawah kanan, bicara pelo/tidak jelas.

Development self care: Tn.N seorang duda dan tinggal dengan anak pertamanya,

pensiunan PNS gol.II, keterbatasan melakukan aktivitas karena adanya

kelumpuhan anggota gerak atas dan bawah kanan, membutuhkan bantuan

sepenuhnya/total, membutuhkan latihan ADL secara bertahap.


Health Deviation: Aktual gangguan sistem neurologi dan adanya kelumpuhan

anggota gerak bawah/atas kanan, sesak nafas, tidak dapat menelan, bicara pelo.

Medical problem and plan: Diagnosa medik adalah Stroke iskemik dengan

hipertensi dan adanya kelumpuhan anggota gerak atas/bawah kanan, tidak dapat

menelan, bicara pelo. Perencanaan: Istirahat, lakukan ROM aktif pada anggota

gerak yang tidak mengalami kelumpuhan dan ROM pasif anggota gerak yang

lumpuh secara bertahap, Berikan Oksigen 3 lt/mnt, Monitor TTV (TD,N,RR),

Monitor tingkat kesadaran pasien, membantu dalam pemenuhan kebutuhan ADL

dan perawatan diri, mengajarkan pasien dan keluarga secara bertahap tentang

perawatan Tn.N, Meningkatkan aktivitas secara bertahap, Motivasi pasien dan

keluarga dalam menghadapi penyakit yang diderita.

Self Care Deficit: Adanya ketergantungan pasien karena kondisi penyakit dan

kelumpuhannya dan adanya hipertensi sehingga pasien tidak mampu dalam

memenuhi self care dan ADLnya.

B. Diagnosa Keperawatan

Beberapa yang telah terkumpul dapat ditegakan suatu diagnosa/masalah

keperawatan yang terjadi pada Tn.N, adalah sebagai berikut:

1. Gangguan perfusi jaringan otak yang

disebabkan adanya asuhan oksigen ke jaringan otak berkurang dan adanya

iskemic pada jaringan otak.

2. Self care deficit berhubungan dengan

kelemahan/kelumpuhan anggota gerak kanan dampak dari stroke iskemic


3. Ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas (ADL) berhubungan dengan

keterbatasan gerak adanya kelumpuhan.

C. Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini tujuan dari masalah self care deficitnya, yaitu

mengembalikan kebutuhan self care dan ADL dalam kondisi normal atau optimal,

dengan criteria: Tn.N dapat melakukan aktivitas bernafas normal, dapat

makan/minum tanpa terpasang NGT, dapat mandi dan memenuhi bab/bak dengan

sendirinya (kamar mandi) atau dilakukan ditempat tidur dan dapat melakukan

ROM Aktif pada semua anggota gerak.

Model system keperawatan: Wholly/totally compensatory, dan metode yang

dilakukan, membantu, membimbing, mendukung, mengajarkan, intervensi

langsung dan memberikan lingkungan yang nyaman dan aman.

D. Implementasi

1. Perawat bersama pasien dan keluarga melakukan kontrak untuk dapat

memenuhi kebutuhan self care dan ADLnya.

2. Menentukan hal-hal yang perlu dilakukan baik bagi pasien dan keluarga

3. Bersama keluarga dan pasien mengidentifikasi beberapa aktivitas yang dapat

dilakukan pasien dan yang tidak dapat dilakukan pasien

4. Membantu, membimbing, mendukung pasien dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari, aktivitas dan kegiatan lain yang mendukung pasien dan keluarga

yang dapat meningkatkan kemampuannya.


5. Keberhasilan dalam mengembalikan fungsi self care dan ADL yang normal

harus didukung sepenuhnya oleh perawat dan keluarga.

E. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan bertitik tolak dari masalah yang terjadi, rencana

keperawatan dan intervensi yang dilakukan pada Tn.N, tetapi yang penting dalam

evaluasi adalah menjalankan fungsi control pada aktivitas dan umpan balik aksi

keperawatan, dari kasus Tn.N dapat dievaluasi beberapa hal sebagai berikut:

1. Tidak terjadi komplikasi penyakit dari kondisi Tn.N karena harus istirahat

2. Tidak terjadi kontraktur karena adanya kelumpuhan yang terjadi pada Tn.N

3. Kelumpuhan pada anggota gerak yang terjadi dapat kembali pada kondisi

optimal atau normal secara bertahap

4. Terpenuhinya semua kebutuhan seflcare dan dapat terpenuhinya ADL

5. Tn.N dan keluarga mengerti dan dapat melakukan aktivitas yang telah

diajarkan oleh perawat

6. Penilaian menyeluruh terhadap sistem totally compensatory, apakah efektif

dalam meningkatkan self care agent Tn.N.


BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Konseptual model self care yang dikembangkan oleh Dorothea E. Orem (1959, 1971,

1984, 1991) merupakan salah satu model yang menekankan pada kemampuan

individu untuk memenuhi kebutuhan self care secara mandiri dan selama masih

memungkinkan dan menekankan supaya individu menjadi agen self care bagi dirinya

sendiri. Dimana manusia merupakan kesatuan unit fungsional yang menjalankan

fungsi biologisnya, sedangkan sehat-kesehatan merupakan kondisi seseorang dapat

memenuhi kebutuhan self carenya dan kondisi sehat akan mudah dicapai. Apabila

individu mempunyai kemampuan dan kesadaran yang tinggi dalam merawat dirinya

sendiri dan mengoptimalkan kesehatannya, serta memodifikasi lingkungan yang

dapat menunjang dalam aktivitas hidup sehari-hari.

Peran keperawatan dalam kondisi ketidakmampuan dalam melakukan self care

ditekankan kepada proses bagaimana memberi bantuan dan membimbing,

memfasilitasi dan memotivasi individu untuk memenuhi kebutuhan self carenya

dengan membantu ADLnya. Bila individu gagal memenuhi kebutuhan self carenya,

maka bentuk ADLnya juga akan terganggu baik aktivitas dasar dan aktivitas

instrument (komplek), pada kondisi ini perawat bertindak sebagai agen self care bagi

individu tersebut.
Konseptual model self care dan konsep ADL dapat diimplementasikan dalamProses

asuhan keperawatan yang merupakan metode penyelesaian masalah keperawatan

secara ilmiah dan komprehensif dengan langkah-langkah pengkajian, perumusan

masalah, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Tingkat ketidakmampuan dalam

memenuhi self care sangat berkaitan dengan ketidakmampuan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari, tingkatan self care dapat dinilai dari level 0 – 4 yang

menunjukkan tingkat ketergantungan pasien/individu, yang selanjutnya

ketergantungan ADL dinilai dari tingkat ketidakmampuan dalam melkukan

aktivitasnya. Oleh karena itu pengkaian dalam menentukan tingkat independensi dan

dependen dari pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan sehari-hari merupakan

langkah awal yang sangat penting sehingga dalam melakukan intervensi sejalan

dengan meningkatkan kemandirian pasien/individu .

B. SARAN

Sejalan dengan konseptual model Orem dan aplikasinya pada asuhan keperawatan

pada aplikasi konsep ADL yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, maka

beberapa saran dibawah ini dapat menjadi masukan. Sebagai berikut:

1. Kedua konsep tersebut masih dapat berkembang dan dikembangkan

menjadi beberapa teori keperawatan yang baru sesuai dengan kondisi pasien.

2. Konseptual model Dorothea E. Orem dapat diaplikasikan pada praktek

keperawatan pada semua unit baik Rumah Sakit, Keluarga/komunitas tergantung

pada areanya dan sasaran pasiennya


3. Kedua konsep tersebut dapat memperjelas peran perawat dan

pasien/keluarga, yang diharapkan adalah kesadaran pasien mampu melakukan

perawatan diri secara mandiri.

4. Pada pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien, diperlukan adanya self-

care agent yang membantu pasien tidak mampu.

5. Kedua teori tersebut dapat menjadi landasan bagi praktisi keperawatan

baik untuk pendidikan, perawat klinik, administrasi, penelitian.

Anda mungkin juga menyukai