Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH AKUNTANSI

ANALISIS KASUS PEMALSUAN KREDIT FIKTIF

BANK MANDIRI SYARIAH CABANG BOGOR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi yang diampu oleh

Fitriana Rakhma Dhanias, SE., MSA.

DISUSUN OLEH:

1. Randa Agung Gymnastyar (213141514111026)


2. Shabrina Indra Dewi (213141514111247)
3. Anisa Puspitasari C. (213141514111268)
4. Yemima Angresia Ester (213141514111280)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

PERBANKAN FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah dengan judul “Analisis Kasus Pemalsuan Kredit Fiktif Bank
Mandiri Syariah Cabang Bogor” ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah akuntansi yang diampu oleh Fitriana Rakhma Dhanias,
SE., MSA.

Penyusunan makalah ini tidak dapat berjalan dengan baik tanpa bantuan serta
dukungan semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama penyusunan makalah.
Penulis menyadari makalah yang disusun ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
saran serta kritik yang bersifat membangun diharapkan oleh penulis agar ke depannya
menjadi lebih baik lagi.

Penulis berharap makalah yang telah disusun ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
memberikan rahmat kepada kita semua.

Malang, 17 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................1
BAB I........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................................6
2.1 Risiko.........................................................................................................................................6
2.2 Manajemen Risiko.....................................................................................................................7
2.3 Fungsi Pokok Manajemen Risiko..............................................................................................9
2.4 Klasifikasi Risiko.....................................................................................................................10
BAB III....................................................................................................................................................12
PEMBAHASAN......................................................................................................................................12
3.1 Pemalsuan Kredit Fiktif Bank Mandiri Syariah.......................................................................12
3.2 Penerapan Manajemen Risiko Bank Syariah Mandiri..............................................................16
3.3 Pengelolaan Risiko..................................................................................................................17
3.4 Profil Risiko Bank Syariah Mandiri.........................................................................................19
3.5 Evaluasi...................................................................................................................................20
3.6 Kesimpulan..............................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bank merupakan perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, yang artinya aktivitas
perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan, seperti telah ditegaskan dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak (Kasmir, 2013:24). Terdapat berbagai jenis-jenis kredit
yang disediakan oleh bank yang dapat digunakan. Kredit terbagi ke dalam beberapa kelompok
dengan tujuan dan fungsinya masing-masing. Kredit bank seringkali digunakan sebagai
alternatif dana seperti contohnya untuk memulai suatu usaha.

Kredit merupakan fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau suatu badan
usaha untuk meminjam dana guna membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka
waktu yang ditentukan dengan dikenakan bunga. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan,
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.

Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank dialokasikan menjadi berbagai bentuk
pengalokasian dana, salah satunya adalah pemberian kredit. Menurut Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam
antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Kasmir, 2013:85).

1
Semakin banyak dana yang disalurkan tentu saja semakin besar potensi kemungkinan
untuk menimbulkan gagal bayar yang akan menimbulkan kredit bermasalah (non performing
loan). Bank merupakan salah satu bidang usaha yang dapat mengalami kegagalan akibat risiko
tertentu. Bank tidak dapat menghasilkan keuntungan yang diharapkan apabila tidak terjadi
pengembalian kredit dan penyimpanan oleh nasabah. Hal ini mengakibatkan risiko yang
ditanggung oleh bank dari penerbitan produk dan pelaksanaan aktivitas menjadi semakin tinggi.
Peningkatan risiko yang ditanggung oleh bank harus diimbangi dengan pengendalian risiko
yang memadai.untuk mengendalikan risiko yang dimaksud, bank perlu meningkatkan kualitas
penerapan manajemen risiko.

Secara umum bank merupakan pihak yang menghubungkan antara nasabah yang memiliki
dana dan nasabah yang memerlukan dana, dan keuntungan bank didapat dari pengembalian
dana yang dilakukan oleh nasabah. Hal tersebut menunjukkan bahwa bank dalam proses
bisnisnya selalu berkaitan dengan adanya risiko. Oleh karena itu, bank harus memiliki
manajemen risiko yang baik karena jika tidak memiliki manajemen risiko yang baik serta risiko
yang dikelola tidak baik maka dapat menyebabkan kegagalan seperti yang telah terjadi terhadap
beberapa bank di Indonesia.

Manajemen risiko merupakan suatu bidang keahlian yang memiliki output berupa
rancangan prosedur dan tata cara pelaksanaan prosedur tersebut untuk menangani suatu risiko.
Manajemen risiko juga dapat berfungsi sebagai cara untuk menindaklanjuti suatu risiko yang
akan terjadi. hal tersebut berkaitan dengan semakin kompleksnya aktivitas yang terjadi dalam
suatu proses bisnis. Secara umum, risiko sering terjadi pada bidang usaha atau bisnis sehingga
pelaksanaan proses bisnis tidak dapat dilepaskan dari manajemen risiko. Upaya peningkatan
kualitas penerapan manajemen risiko yang dimaksud tidak hanya ditujukan bagi kepentingan
bank itu sendiri, namun juga bagi kepentingan nasabah. Salah satu aspek penting dalam
melindungi kepentingan nasabah serta dalam rangka pengendalian risiko adalah tranparansi
informasi terkait produk maupun aktivitas bank.

2
Pada dasarnya, manajemen risiko sangat diperlukan tidak hanya pada dunia perbankan,
namun juga di berbagai sektor dan aktivitas. Faktor risiko yang dipertimbangkan juga akan
berbeda dari satu aktivitas dengan aktivitas yang lain. Dalam dunia perbankan faktor risiko
yang terjadi dapat bersumber dari berbagai faktor serta definisi risikonya pun terbatas
menyangkut pada kerugian yang mungkin akan ditimbulkan di masa mendatang. Dalam hal ini,
manajemen risiko dalam dunia perbankan diharapkan dapat mengendalikan risiko-risiko yang
mungkin timbul untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan. Bank Mandiri Syariah
merupakan salah satu anak perusahaan di bawah PT. Bank Mandiri Persero yang merupakan
bank terbesar di Indonesia. Sebagai salah satu bank yang berasaskan syariah islam, Bank
Mandiri Syariah selalu berhadapan dengan risiko yang berhubungan dengan penyalahgunaan
dokumen atas oknum berupa pemalsuan kredit fiktif sehingga bisnis yang dijalankan tidak
sesuai dengan tujuan dari bank tersebut. Oleh karena itu, Bank Mandiri Syariah perlu
melakukan manajemen risiko untuk menghindari risiko-risiko yang ada.

Risiko yang dimaksud disini adalah risiko yang memang dapat menimbulkan hal negatif
yaitu kerugian pada masa mendatang. Risiko yang sangat riskan dan bisa saja paling
mengancam yaitu salah satunya adalah risiko kredit. Hal ini dapat diatasi dengan analisis kredit.
Akan tetapi, analisis kredit ini bukanlah suatu manajemen risiko yang efektif dan efisien.
Efektivitas dari manajemen risiko kredit ini masih perlu banyak dipelajari karena masih banyak
celah yang harusnya diperbaiki.

Pada zaman sekarang ini memang dunia perbankan semakin marak serta semakin maju.
Tidak hanya para pelaku dalam dunia perbankan saja yang harus memperbarui pengetahuan
mengenai dunia perbankan, akan tetapi para pengawas serta jajaran manajemen perbankan pun
juga harus turut serta mengetahui tren risiko perbankan yang mungkin akan dihadapi di masa
yang akan datang. Memang dalam menciptakan situasi perbankan yang stabil, terdapat cukup
banyak faktor yang turut berperan, akan tetapi pengawasan perbankan dianggap menjadi salah
satu faktor terpenting dalam mencipatakan situasi perbankan yang stabil dan sehat. Dalam
menciptakan suatu pengawasan perbankan yang baik diperlukan beberapa faktor pendukung
yaitu infrastruktur yang mendukung, peraturan perbankan yang memadai proses penyelesaian
permasalahan yang baik serta banyak terdapat hal lain yang juga mempengaruhi. Manajemen
risiko dalam dunia perbankan yang salah satunya juga ditempuh melalui pengawasan perbankan
yang baik tidak hanya semata-mata dengan analisis kredit atau keuangan saja karena analisis
3
seperti ini tidak cukup efektif dalam mengelola risiko yang ada.

Perbankan yang ada di Indonesia tentunya sudah melakukan analisis-analisis dan teknik
yang berkaitan dengan upaya untuk mengurangi kerugian yang timbul di masa mendatang
melalui proses pengelolaan risiko kredit seperti analisis kredit. Kegiatan tersebut merupakan
salah satu dalam proses pengendalian risiko, sehingga jika dikatakan bahwa Indonesia belum
menerapkan pengendalian risiko hal itu tidak sepenuhnya benar. Namun, pendekatan dalam
pengendalian risiko perbankan yang ada di Indonesia masih menggunakan teknik dan
pendekatan konvensional sehingga efektivitasnya pun masih dipertanyakan karena belum
efektif serta konsistensi penerapannya perlu diuji kembali.

Mengacu pada ketentuan Bank Indonesia PBI No. 05/08/PBI/2003 dan perubahannya No.
11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, terdapat 8 risiko
yang harus dikelola oleh suatu bank, antara lain:

1. Risiko Kredit
2. Risiko Pasar
3. Risiko Likuiditas
4. Risiko Opersional
5. Risiko Kepatuhan
6. Risiko Stratejik
7. Risiko Hukum
8. Risiko Reputasi

Penerapan manajemen risiko di atas sudah menjadi suatu kebutuhan bagi dunia perbankan
dalam meningkatkan kinerja usaha suatu bank dan juga telah merupakan suatu keharusan
menurut ketentuan Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
05/02/DPNP/2003. Pengelolaan profil risiko dalam proses penerapan manajemen risiko
perbankan di Indonesia tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Permasalahan yang
muncul adalah bagaimana mengelola manajemen risiko pada suatu bank agar fungsi perbankan
tetap konsisten dan terpadu. Proses penerapan manajemen risiko meliputi identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko.

4
Identifikasi risiko yang dilakukan bersifat proaktif, mencakup seluruh aktivitas bisnis bank
dan dilakukan dalam rangka menganalisis sumber dan kemungkinan timbulnya risiko serta
dampaknya. Selanjutnya, bank perlu melakukan pengukuran risiko sesuai dengan karakteristik
dan kompleksitas kegiatan usaha. Dalam pemantauan terhadap hasil pengukuran risiko, bank
menetapkan Satuan Kerja Manajemen Risiko untuk memantau tingkat dan tren serta
menganalisis arah risiko. Selain itu, efektivitas penerapan manajemen risiko didukung oleh
pengendalian risiko dengan mempertimbangkan hasil pengukuran dan pemantauan risiko.
Dalam rangka mendukung proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
risiko, bank juga mengembangkan sistem informasi manajemen yang disesuaikan dengan
karakteristik, kegiatan, dan kompleksitas kegiatan usaha suatu bank.

1.2 Rumusan Masalah

Melalui kasus yang telah dijelaskan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah
pada makalah ini adalah:
1. Risiko seperti apa yang dapat muncul pada Bank Mandiri Syariah?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi risiko pada Bank Mandiri Syariah?
3. Bagaimana cara Bank Mandiri Syariah dalam mengelola risiko?
4. Kerugian apa saja yang dialami oleh Bank Mandiri Syariah?
1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:


1. Mengidentifikasi risiko yang muncul pada Bank Mandiri Syariah.
2. Mengetahui cara mengidentifikasi risiko pada Bank Mandiri Syariah.
3. Memahami cara Bank Mandiri Syariah dalam mengelola risiko.
4. Mengetahui kerugian yang dialami oleh Bank Mandiri Syariah.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Risiko

Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain. Tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko, maka tidak akan pernah ada bank. Ini
berarti bahwa bank muncul karena adanya keberanian untuk mengambil risiko serta bank
bahkan mampu untuk bertahan dikarenakan keberaniannya untuk mengambil risiko. Namun,
jika risiko tersebut tidak dapat dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan
bahkan akibat terburuknya lagi dapat mengalami kebangkrutan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), risiko adalah kemungkinan, bahaya
kerugian, akibat kurang menyenangkan dari sesuatu perbuatan, usaha, dan sebagainya.
Menurut Soehatman Ramli (2010:27), risiko merupakan kombinasi dari kemungkinan dan
keparahan dari suatu kejadian. Besarnya risiko ditentukan oleh berbagai faktor, seperti
besarnya paparan, lokasi, pengguna, kuantiti, serta kerentanan unsur yang terlibat. Risiko
menurut Pandia (2012:199) adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian
yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata
lain risiko merupakan kemungkinan menderita kerugian karena kehilangannya sebagian atau
seluruh modal. Risiko sendiri ditimbulkan karena adanya ketidakpastian. Menurut Hanafi
(2006:1), risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah
proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Risiko dapat diartikan
sebagai suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suatu kerugian.

Dari pengertian-pengertian risiko yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan


bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan
yang tidak diduga atau tidak diharapkan. Oleh demikian, risiko sendiri memiliki karakteristik:

1. Merupakan ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa.


2. Merupakan ketidakpastian yang jika terjadi akan menimbulkan kerugian.

6
Jadi, ketidakpastian merupakan kondisi yang menyebabkan timbulnya risiko. Kondisi
ketidakpastian sendiri timbul karena berbagai sebab, antara lain:

1. Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan sampai kegiatan itu berakhir,
dimana makin panjang tenggang waktunya akan makin besar ketidakpastiannya.
2. Keterbatasan informasi yang tersedia yang diperlukan untuk penyusunan
rencana.
3. Keterbatasan pengetahuan atau kemampuan pengambilan keputusan dari
perencana.

2.2 Manajemen Risiko


Dalam kaitannya dengan pengelolaan risiko, bank dituntut untuk melakukan
manajemen risiko yang sehat. Menurut Bramantyo (2008:43), manajemen risiko merupakan
proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan,
mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan memonitor serta mengendalikan
penanganan risiko. Implementasi dari manajemen risiko ini membantu perusahaan dalam
mengidentifikasi risiko sejak awal dan membantu dalam membuat keputusan untuk
mengatasi risiko tersebut. Menurut Pandia (2012:198), pengertian manajemen risiko secara
sederhana adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko,
terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan, keluarga dan masyarakat.
Jadi, manajemen risiko mencakup kegiatan merencanakan, mengorganisir, menyusun,
memimpin atau mengkoordinasi, dan mengawasi (termasuk mengevaluasi) program
penanggulangan risiko.

Bank Indonesia melalui peraturan Bank Indonesia No. 05/08/PBI/2003 tanggal 19


Mei 2003 yang diuraikan lebih rinci dalam lampiran surat edaran Bank Indonesia No.
05/21/DPNP tanggal 29 September 2003 menjelaskan tentang pengertian manajemen risiko
adalah serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-
beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh
masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan,
teknologi, manusia, organisasi, dan politik.

7
Proses manajemen risiko merupakan tindakan dari seluruh entitas terkait dalam
organisasi. Tindakan berkesinambunganyang dilakukan sejalan dengan definisi manajemen
risiko yang telah dikemukakan yaitu identifikasi, kuantifikasi, menetukan sikap, menetapkan
solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko. Proses manajemen risiko terdiri dari:

1. Melakukan Identifikasi dan Pemetaan Risiko


Identifikasi risiko bertujuan untuk menemukan secara sistematis risiko (kerugian
potensial) yang mungkin dihadapi suatu usaha. Dalam hal ini, apabila risiko tidak
teridentifikasi, maka berarti usaha tersebut menanggung risiko secara tidak sadar.
2. Melakukan Kuantifikasi Menilai atau Peringkat Risiko
Melakukan aplikasi teknik permodelan dalam mengukur risiko dan perluasan
dengan memanfaatkan tolak ukur (bench marking), permodelan (modeling), dan
peramalan (forecasting) yang berasal dari luar organisasi atau usaha. Sumber
eksternal yang dimaksud berasal dari praktik-praktik terbaik yang telah dilakukan di
dalam industri.
3. Menegaskan Profil Risiko atau Rencana Manajemen Risiko
Melakukan identifikasi selera risiko organisasi (risk appetite), apakah manajemen
secara umum terdiri dari penghindaran risiko (risk aveter), penerima risiko
sewajarnya (risk neutral), dan pencari risiko (risk seeker).
4. Solusi Risiko Implementasi Tindakan Mitigasi
a) Hindari (Avoidance)
Keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktivitas yang dimaksud.
Artinya bank tidak harus mengambil keputusan untuk tidak melakukan aktivitas
atau tindakan yang merugikan bank itu sendiri.
b) Alihkan (Transfer)
Artinya membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya terdapat biaya
yang harus dikeluarkan atau berbagi keuntungan yang diperoleh.
c) Mitigasi Risiko (Mitigation Risk)
Artinya menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan
untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas proses, serta aturan
yang jelas terhadap pelaksanaan aktivitas dan risikonya.

8
d) Menahan Risiko Residual (Retention of Risidual Risk)
Artinya menerima risiko yang mungkin timbul dari aktivitas yang dilakukan.
Ketersediaan menerima risiko ini dikaitkan dengan ketersediaan penyangga jika
kerugian atas risiko terjadi.
5. Pemantauan dan Pengkinian atau Kaji Ulang Risiko dan Kontrol
Dalam penyusunan permohonan kredit, bahasan mengenai aspek risiko bertujuan
untuk menjelaskan mengenai layak tidaknya usaha tersebut dibiayai apabila terjadi
perubahan-perubahan pada unsur-unsur kelayakan pemasaran, teknologi dan produksi serta
keuangan. Kajian terhadap aspek risiko ini terutama untuk menyajikan dan menganalisis yang
pertama yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya risiko kegagalan usaha yang
mungkin akan dihadapi pengusaha. Kedua, aspek risiko dalam suatu analisis kelayakan usaha
apabila dikemudian hari ternyata usaha ini akan diusulkan dan dibiayai oleh bank. Ketiga,
perumusan langkah-langkah yang perlu diantisipasi untuk dapat keluar dari risiko kegagalan
usaha.

Dalam konteks organisasi manajemen risiko, bank terus harus dapat menciptakan
fungsi manajemen risiko yang independen terhadap Risk Taking Unit. Jadi, harus ada yang
mengawasi dan diawasi. Bank harus mengembangkan kebijakan, metodologi, dan
infrastruktur yang dapat melindungi bank dari kerugian akibat risiko disetiap sisi
aktivitasnya. Dalam kebijakan-kebijakan bank harus menentukan tingkat toleransinya
terhadap risiko yang tetap konsisten terhadap strategi usahanya, serta strategi itu sendiri harus
menyatakan tujuan yang ingin dicapai dalam ukuran risiko dan target imbal hasil.

2.3 Fungsi Pokok Manajemen Risiko


Fungsi manajemen risiko antara lain:

1. Menemukan Kerugian Potensial


Yaitu berupaya untuk menemukan atau mengidentifikasi seluruh risiko murni
yang dihadapi oleh perusahaan yang meliputi:
a) Kerusakan fisik dari harta kekayaan perusahaan.
b) Kehilangan pendapatan atau kerugian lainnya akibat terganggunya operasi
perusahaan.
c) Kerugian akibat adanya tuntutan hukum dari pihak lain.
d) Kerugian yang timbul karena penipuan maupun tindakan kriminal lainnya,
tidak jujurnya para karyawan, dll.

9
e) Kerugian yang timbul akibat “keyman” meninggal dunia, sakit, atau menjadi
cacat.
2. Mengevaluasi Kerugian Potensial
Yaitu melakukan evaluasi dan penilaian terhadap semua kerugian potensial yang
dihadapi oleh perusahaan. Evaluasi dan penilaian ini meliputi perkiraan mengenai:
a) Besarnya kemungkinan frekuensi terjadinya kerugian, artinya memperkirakan
jumlah kemungkinan terjadinya kerugian selama suatu periode tertentu atau
berapa kali terjadinya kerugian tersebut selama suatu periode tertentu
(biasanya 1 tahun).
b) Besarnya kegawatan dari tiap-tiap kerugian, artinya menilai besarnya kerugian
yang diderita, yang biasanya dikaitkan dengan besarnya pengaruh kerugian
tersebut, terutama terhadap kondisi finansial perusahaan.
c) Memilih teknik atau cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari
teknik-teknik yang tepat guna menanggulangi kerugian.

2.4 Klasifikasi Risiko


Risiko dapat diartikan dalam berbagai cara, namun pengertian risiko yang paling
umum adalah seluruh hal yang dapat mengakibatkan penyimpangan dari tujuan yang
ingin dicapai oleh bank. Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No.
11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum per 1 Juli 2010
membagi risiko keuangan dalam kelompok sebagai berikut:
1. Risiko Kredit
Yaitu risiko akibat kegagalan debitur dan atau pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada bank. Yang termasuk dalam risiko kredit yaitu risiko
konsentrasi kredit. Risiko konsentras kredit merupakan risiko yang timbul akibat
terkonsentrasinya penyediaan dana kepada satu pihak atau sekelompok pihak,
industri, sektor, dan atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan
kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha bank.
2. Risiko Pasar
Yaitu risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi
derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko
perubahan harga option. Jenis dari risiko pasar yaitu diantaranya adalah risiko
suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas, risiko komoditas, risiko spesifik,
risiko umum, trading book, dan banking book.

10
3. Risiko Likuiditas
Yaitu risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang
jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan atau dari aset likuid berkualitas
tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan
bank.
4. Risiko Operasional
Yaitu risiko akibat ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses
internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan atau adanya kejadian-
kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank.
5. Risiko Hukum
Yaitu risiko akibat tuntutan hukum dan atau kelemahan aspek yuridis.
6. Risiko Stratejik
Yaitu risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan atau pelaksanaan
suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis.
7. Risiko Reputasi
Yaitu risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan skateholder yang
bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.
8. Risiko Kepatuhan
Yaitu risiko akibat bank tidak mematuhi dan atau tidak melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.

11
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pemalsuan Kredit Fiktif Bank Mandiri Syariah


Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie mengatakan
pihaknya tengah mengkaji pidana pemalsuan dalam kasus penggelapan dana bermodus
kredit fiktif di Bank Syariah Mandiri (BSM), Bogor, Jawa Barat. “Pasal pemalsuan
KUHP juga berlaku seperti halnya UU Perbankan selain UU Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, tapi pasal pemalsuan masih dikaji” kata
Ronny di Jakarta, Kamis (24/10). Pasal pemalsuan dokumen rencananya akan
diikutsertakan dalam pidana yang menjerat keempat tersangka penggelapan dana
bermodus kredit fiktif senilai 102 miliar. Hal itu karena sindikat yang terdiri dari tiga
orang pimpinan kantor cabang Bank Syariah Mandiri di Bogor, Jawa Barat, itu diduga
memalsukan identitas para nasabah yang mengajukan permintaan kredit pembiayaan.
“Hasil sementara penyidikan, identitas 197 nasabah itu dipalsukan berikut kartu tanda
penduduk (KTP) serta data persyaratan pengajuan kredit ke bank tersebut dipalsukan,”
ujarnya. Kendati demikian, Ronny mengatakan pihaknya tidak bisa serta merta
menjatuhkan jerat pidana tanpa terlebih dahulu memberi bukti. Menurutnya, perihal
dokumen pengajuan kredit nasabah itu aspal (asli tapi palsu) atau benar- benar palsu
akan dibuktikan dengan pemeriksaan dari ahli terkait. “Akan butuh keterangan ahli dan
konprehensif penyidikannya, jadi biar nanti didalami penyidik” katanya. Sebelumnya,
Dittipideksus Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penggelapandana senilai
Rp.102 miliar di kantor cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor,Jawa Barat. Ada
empat tersangka yang kini ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri, yakni Kepala
Cabang Utama BSM Bogor M. Agustinus Masrie (MA), Kepala Cabang Pembantu BSM
Bogor Chaerulli Hermawan (CH), Accounting Officer BSM Bogor John Lopulisa (JL)
serta Iyan Permana (IP) sebagai debitur. Penangkapan keempatnya dilakukan Rabu
(23/10) atas laporan yang disampaikan pada 12 September 2013 dari Bank Syariah
Mandiri Pusat. Sementara itu, barang bukti berupa sembilan unit mobil mewah dan satu
unit motor gede telah disita kepolisian sejak Rabu (23/10) siang.

12
Kesepuluh kendaraan yang disita terdiri atas Honda Freed warna putih bernomor
polisi F 630 CW, Toyota Fortuner warna putih F 1030 DO, Honda CRV warna hitam F
1299 L, Honda Jazz putih F 39 A, Mercedes Benz putih B 741 NDH, MercedesBenz
SLK kuning B 1 ADG, Toyota Alphard putih B 1650 RL, Hummer hitam B 741 FKD
dan Toyota Altis F 1649 DK, serta satu unit motor gede Honda Goldwings F6B Bhitam
tanpa plat nomor. Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menahan dua tersangka
lagi dalam kasus pembobolan dana Bank Syariah Mandiri (BSM) Bogor, Jawa Barat.
Total tersangka dalam kasus itu, kini sudah menjadi enam orang. “Mereka adalah Hen
Hen Gunawan dan Dokter Rizky 1rdiansyah MPH. Keduanya ditangkap Minggu (3/11)
di dua tempat yang berbeda. Gunawan di Hasyim Asyari 59 Ciledug, Tanggerang dan
Rizky di Perumahan Bukit Indra Prasta blok d-2 no 8 Kemang, Parung” kata Direktur
Eksus Brigjen Arief Sulistyanto di Mabes Polri Senin (4/11). Gunawan diduga ikut
mengajukan pembiayaan fiktif ke BSM dengan modal KTP milik 26 karyawannya tanpa
sepengetahuan si pemilik identitas. Sehingga total ada Rp. 12,4 miliar yang dia kantongi.
Demikian pula Rizky yang meminjam KTP milik tetangganya untuk ikut-ikutan
membobol bank. Rizky mampu mengantongi Rp.12,2 miliar. “Kedua tersangka baru ini
tidak saling mengenal tapi mereka ini diorder accounting Officer BSM Bogor, John
Lopulisa untuk mencari KTP untuk membobol banknya sendiri” imbuhnya. Atas aksinya
itu Jhon, yang juga telah ditahan dalam kasus ini, kecipratan sekitar Rp.4 miliar dalam
bentuk uang dan barang. Lalu Kepala Cabang Utama BSM Bogor M.Agustinus Masrie
kecipratan Rp. 1,7 miliar, dan Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli
Hermawan dapat Rp. 3 miliar. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus
Bareskrim Polri, Rabu (6/11), menangkap notaris yang bertindak sebagai pembuat akta
dalam kasus pengajuan kredit fiktif di Kantor Cabang Bank Syariah Mandiri Bogor,
Jawa Barat. “Ia ditangkap Rabu (6/11) dan Kamis (7/11) resmi ditahan. Sebelumnya,
polisi sudah melakukan pemanggilan, tapi dalam panggilan pertama ia tidak datang
dengan alasan sakit” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Pol Arief
Sulistyanto di Jakarta, Kamis. Notaris atas nama Sri Dewi (51), asal Bogor, merupakan
orang yang ditunjuk langsung oleh pihak bank untuk membuat akta pengikat perjanjian
pembiayaan dengan akad murabahah. Dijelaskan Arief, SD dinyatakan ikut bersalah
karena merupakan notaris yang mengikat proses pengajuan kredit fiktif itu.Tersangka
SD juga diketahui membuat akta pembiayaan hanya dihadiri oleh tersangka Iyan
Permana (IP) tanpa debitur lainnya.

13
Selain itu, SD menggunakan sertifikat tanah salinan (fotocopy) sebagai agunan.
“Ia juga menerima dana hasil kredit fiktif melalui transfer rekening sejumlah 2,6 miliar,
ada juga tunai tapi jumlahnya mereka (tersangka IP dan SD) lupa. Ia juga menerima
pemberian satu unit sedan Mercedes Benz C200” katanya. Sindikat kejahatan perbankan
ini disebutkan hampir sempurna. Selain melibatkan orang dalam, juga melibatkan pihak
eksternal sehingga bisa secara mudah kredit bisa dicairkan. Dari sisi debitur ada tiga
tersangka, Iyan Permana, Hen Hen Gunawan, dan Rizky Irdiansyah masing-masing
mengajukan 150 nasabah, 21 nasabah dan 26 nasabah. sehingga total kredit yang
diajukan ada 197 nasabah. Dari 197 nasabah yang diajukan kredit, 113 kredit fiktif
diajukan Iyan Permana, kemudian Henhen mengajukan 20 kredit fiktif, dan Rizky
mengajukan 20 kredit fiktif. Sehingga total kredit fiktif sebanyak 153 nasabah. Setelah
para debitur melengkapi persyaratannya, kemudian masuklah ke tangan Accounting
Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa.Pengajuan 197 kredit tersebut
dimaksudkan supaya kredit bisa disetujui hanya setingkat Kepala Cabang saja. John
sebagai Account Officer yang memang sudah mengetahui data-data fiktif tersebut tidak
melakukan pengecekan lapangan sehingga kredit yang diajukan bisa dengan mudah di
kabulkan Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan, begitu pula
dengan persetujuan dari Kepala Cabang Utama BSM Bogor Agustinus Masrie yang
memang sudah bersekongkol. Kemudian 197 kredit tersebut dibawa kepada Sri Dewi
selaku notaris yang membuat akta akad kredit. Tanpa dihadiri pihak debitur dan
sertifikat tanah hanya berupa fotocopy dengan mudah perikatan kredit antara debitur dan
pihak bank dibuat. Ketiga tersangka dipersangkakan Pasal 63 UU 21 Tahun 2008.
tentang perbankan syariah dan pasal 3 dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan
danpemberantasan tindak pidana pencucian uang. Sejak 2012 Sementara itu, Pihak BSM
mencium telah terjadi pelanggaran dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan
pegawai BSM cabang Bogor sejak tahun 2012. Senior Vice President Corporate
Secretary BSM Taufik Machrus mengatakan, atas temuan tersebut BSM menurunkan
tim audit internalnya. “Hasil (temuan tim audit internal, red) memperkuat dugaan
terjadinya tindak pidana perbankan” kata Taufik. Setelah itu, lanjut Taufik, BSM
melaporkan hasil temuan tim audit internal keBareskrim Mabes Polri. Dari pelaporan ini,
Mabes Polri kemudian mengusut hingga menetapkan tiga pegawai BSM cabang Bogor
sebagai tersangka kasus kredit fiktif. “Dengan pelaporan ini, BSM menyerahkan
penanganannya kepada proses hokum” tambahnya.

14
Taufik menjelaskan, terhadap tiga pegawai BSM yang menjadi tersangka tindak
pidana itu, telah dilakukan tindakan tegas. Tindakan tersebut berupa Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Untuk mantan Kepala BSM cabang utama Bogor berinisial MA
PHK dijatuhkan pada tanggal 1 November 2012 PHK kepada mantan Kepala BSM
cabang pembantu Bogor berinisial HH dijatuhkan pada tanggal 1 Desember 2012.
Sedangkan kepada Account Officer BSM cabang pembantu Bogor berinisial JL jatuh
pada tanggal 4 Oktober 2013. Konsultan Hukum BSM Bambang Sulistio
menambahkan, kredit yang disalurkan oleh ketiga tersangka jumlahnya mencapai Rp.
102 miliar. Dari jumlah itu, telah terjadi pengembalian dana ke BSM sekitar Rp.50
miliar. Sedangkan sisanya, ia berharap proses hukum dapat membantu untuk
mengembalikannya. BSM sendiri belum mengetahui nilai kerugian yang terjadi dalam
kasus ini. Ia menyerahkan sepenuhnya berapa angka kerugian dalam kasus ini kepada
pihak kepolisian. “Yang belum kembali Rp. 50-an miliar, masih dalam proses
penyelesaian. Kita berharap dengan kasus ini bisa tertutupi makanya dilaporkan ke pihak
yang berwajib” kata Sulistio. Meskipun terjadi kasus kredit fiktif, lanjut Sulistio, angka
Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah BSM tak terganggu. Ia mengatakan,
kasus ini mencerminkan bahwa sistem peringatan dini BSM telah berjalan baik. “Saya
kira (NPL) tidak terganggu” katanya. Ia mengakui dari mulai dugaan terjadinya tindak
pidana pada 2012 hingga dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri pada September 2013
terdapat waktu yang panjang.Menurut Sulistio, waktu tersebut dipergunakan BSM untuk
mengumpulkan data dugaan pelanggaran. Hingga akhirnya BSM memperoleh data telah
terjadi mark up. “Dari hasil yang kita dapatkan baru diyakini terjadi pelanggaran.
Setelah itu barulapor, karena butuh alat bukti permulaan untuk melapor.” ujar Sulistio.
Terkait ditetapkannya salah satu debitur BSM sebagai tersangka, Sulistio menyerahkan
sepenuhnya kepada pihak Kepolisian. Menurut dia, penetapan seseorang sebagai
tersangka merupakan kewenangan penuh aparat penegak hukum. “Itu kewenangan
penyidik untuk lakukan tindakan hukum.(Debitur, red) Orang yang menyediakan lahan
perumahan untuk dibeli oleh pemohon pembiayaan,” katanya.

15
Atas perbuatannya, SD dipersangkakan Pasal 64 UU Nomor 21 Tahun 2008
tentang tindak pidana perbankan syariah, pasal 264 ayat 1 KUHP atas pemalsukan
dokumen oleh notaris, serta Pasal 3 dan atau 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak
pidana pencucian uang. Sebelumnya, polisi telah menetapkan enam tersangka dalam
kasus kredit fiktif itu,diantaranya Kepala Cabang Utama BSM Bogor M. Agus (MA),
Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Haerul Hermawan (HH), Account Officer BSM
Bogor John Lopulisa (JL), serta tiga debitur Iyan Permana (IP), Hen Hen Gunawan (HG)
dan Rizky Adiansyah (RA). Dalam kasus itu, IP bersama HG dan RA yang bertindak
sebagai debitur mengajukan akad murabahah untuk pembiayaan perumahan. Mereka
mengajukan kredit atas nama 197 nasabah dengan data palsu dan berhasil mencairkan
Rp. 102 miliar untuk kepentingan pribadi. Sekitar Rp. 43 miliar telah dibayarkan ke
pihak bank sehingga perseroan masih merugi Rp.59miliar. Keenam tersangka lainnya
dipersangkakan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah dan Pasal 3 dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang.

3.2 Penerapan Manajemen Risiko Bank Syariah Mandiri


Bank Syariah Mandiri menerapkan manajemen risiko secara terintegrasidengan
mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut bertujuan untuk mencapai
pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan, serta mengoptimalkan tingkat risk-adjusted
return Bank mengelola risiko melalui proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan
pengendalian risiko yang berdampak terhadap bisnis, operasional, dan organisasi. Untuk
mendukung implementasi manajemen risiko, Bank Syariah Mandiri telah
menyusunkebijakan, proses, kompetensi, akuntabilitas, pelaporan dan teknologi
pendukung. Dalam mengimplementasikan tata kelola risiko, Bank Syariah Mandiri
menerapkan pendekatan Enterprise Risk Management (ERM). Penerapan ERM akan
memberikan nilai tambah (value added) bagi Bank dan stakeholder bekaitan dengan
penilaian kinerja berbasis risiko (Risk Base Performance) Bank Syariah Mandiri
mengimplementasikan ERM melalui dua pendekatan yaitu pengelolaan risiko melalui
permodalan dan pengelolaan risiko melalui aktifitas operasional.

16
3.3 Pengelolaan Risiko

1. Pengelolaan Risiko Melalui Permodalan


Pengelolaan risiko melalui permodalan bertujuan untuk memastikan Bank
Mandiri Syariah memiliki kecukupan modal untuk menutupi risiko kredit,risiko pasar
dan risiko operasional, baik dalam kondisi normal maupunkondisi stress. Bank
Syariah Mandiri melakukan perhitungan kecukupanmodal untuk risiko kredit, risiko
pasar dan risiko operasional yaitu:
a) Risiko kredit menggunakan pendekatan Standardized Approach.
b) Risiko pasar menggunakan Model Standar, sedangkan secara internal
Bank Mandiri Syariah telah menggunakan Value at Risk sebagai Model
Internal.
c) Risiko operasional mengacu pada pendekatan Indikator Dasar Basel II
(Basic Indicator Approach)
2. Pengelolaan Risiko Melalui Aktivitas Operasional
Pengelolaan risiko pada aktivitas operasional bertujuan untuk mengelolarisiko
dalam aktivitas bisnis sehari-hari agar berjalan semakin baik dan tidak melebihi
toleransi risiko yang telah ditetapkan dalam pengelolaan risiko kredit di bidang
pembiayaan dilakukan melalui penguatan end to end process dan infrastruktur
pembiayaan. Pengelolaan risiko pasar dilakukan melalui sistem limit antara lain limit
transaksi tresuri, limit giro wajib Minimum, limit Posisi Devisa Neto (PDN) limit
secondary reserve dan limit pembiayaan gadai emas per individu. Sedangkan untuk
pengelolaan risiko operasional dilakukan menggunakan ORMIS (Operational Risk
Management System) RCSA (Risk and control self Assesment) LED (Lost Event
Database)
3. Pengelolaan Risiko Kredit
Risiko kredit di Bank Syariah Mandiri berasal dari aktivitas pemberian
pembiayaan, penempatan pada surat berharga dan kepada bank lain, sales kepada
nasabah, dan aktivitas trading. Risiko kredit juga berasal dari transaksi komitmen dan
kontijensi kepada nasabah dan klien. Proses pelaksanaan risiko kredit di Bank Syariah
Mandiri dilakukan oleh Business Unit, Financing Operation Unit, dan Risk Assesment
Financing Unit. Bank Syariah Mandiri mengelola risiko kredit dengan:

17
a) Kebijakan, Prosedur, dan Tools Risiko Kredit
Bank Syariah Mandiri memiliki suatu kebijakan yaitu Kebijakan Pembiayaan
Bank Syariah Mandiri (KPBSM), Standar Prosedur Operasional (SPO) Pembiayaan
per segmen bisnis. Ketentuan tersebut merupakan pedoman pengelolaan risiko kredit
meliputi penetapan target market, analisa, persetujuan, dokumentasi,pencairan
pembiayaan, pemantauan/pengawasan, dan proses penanganan pembiayaan
bermasalah.
b) Proses Persetujuan Pembiayaan
Persetujuan pembiayaan dilakukan dengan prinsip four eye yaitu pemutusan
pembiayaan melibatkan minimal dua fungsi pemegang wewenang memutus
pembiayaan yang berasal dari Business Unit dan Risk Management. Sebelum
melakukan persetujuan pembiayaan, bank melakukan identifikasi dan pengukuran
risiko menggunakan rating dan scoring system untuk segmen tertentu. Rating dan
Scoring system terdiri dari Financing Risk Rating (FRR) Consumer Scoring, Micro
Banking Scoring dan LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah) Scoring. Bank
Syariah Mandiri mengembangkan Small Business Scoring dan BSM Rating System
untuk meningkatkan proses analisa pembiayaan yang cepat dan prudent.
c) Monitoring Pembiayaan
Bank Syariah Mandiri memantau dan menjaga kualitas portofolio pembiayaan
dengan melakukan:
1) Pemantauan atas perkembangan kualitas portofolio pembiayaan
berdasarkan segmen bisnis, sektor industri, dan skema pembiayaan.
2) Stress test terhadap portofolio pembiayaan yang meliputi:
a. Stress test terhadap situasi atau kondisi ekonomi makro dan
industri. Untuk mengetahui dampak pada kualitas pembiayaan,
Bank Syariah Mandiri menggunakan skenario stress test berupa
penurunan ekspor, impor, serta GDP. Hasil stress test tersebut
menunjukkan skenario tidak berdampak signifikan terhadap potensi
penurunan kualitas pembiayaan bank.

18
b. Stress test terhadap situasi atau kondisi ekonomi makro dan
industri yaitu dengan melakukan simulasi menggunakan skenario
stress test berupa kenaikan inflasi dan kenaikan biaya produksi.
Hasil stress test tersebut menunjukkan skenario berdampak relatif
kecil terhadap kualitas portofolio pembiayaan Bank.
c. Stress test terhadap risiko penurunan harga emas (pengelolaan
pembiayaan rahn emas)
4. Pengelolaan Risiko Pasar
Risiko pasar di Bank Syariah Mandiri adalah risiko pada posisi neraca dan
rekening administratif akibat perubahan harga pasar antara lain risiko perubahan nilai
dari aset yang dapat diperdagangkan atau disewakan. Bank Syariah Mandiri
menghadapi risiko pasar atas portofolio surat berharga trading dan valuta asing.
Pengelolaan risiko pasar mengacu pada Kebijakan Manajemen Risiko Pasar,
Kebijakan Investasi Surat Berharga, Standar Prosedur Operasional Investasi Surat
Berharga dan ketentuan terkait lainnya.
5. Pengelolaan Risiko Likuiditas
Likuiditas bank dipengaruhi oleh struktur dana, likuiditas aset, dan komitmen
pembiayaan kepada debitur Pengelolaan risiko likuiditas pada Bank mengacu pada
Kebijakan Manajemen Risiko, Pedoman Pengelolaan Dana dan ketentuan terkait
lainnya.
6. Pengelolaan Risiko Operasional
Proses internal, sistem, manusia, dan kejadian eksternal adalah factor-faktor
yang mengakibatkan terjadinya kejadian (event) risiko operasional. Kejadian tersebut
berpontensi memberikan dampak berupa kerugian baik secara finansial maupun non
finansial.

3.4 Profil Risiko Bank Syariah Mandiri

Penilaian profil risiko bertujuan untuk memberikan informasi kepada seluruh


stakeholder mengenai kondisi risiko usaha yang dihadapi Bank SyariahMandiri. Profil
risiko meliputi penilaian terhadap risiko inheren dan efektifitas kualitas penerapan
manajemen risiko. Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko yang melekat
pada kegiatan bisnis Bank Mandiri Syariah, melalui analisa kuantitatif atas parameter
tertentu.

19
Bank Mandiri Syariah melakukan penilaian kualitas penerapan manajemen risiko
yang mencerminkan penilaian kecukupan sistem pengendalian risiko.Penilaian tersebut
dilakukan secara self assesment melalui analisa kualitatif terhadap empat aspek penilaian
yang meliputi pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, kecukupan kebijakan,
prosedur dan penetapan limit, kecukupan proses identifikasi pengukuran, pemantauan
dan pengendalianrisiko serta sistem informasi manajemen risiko, serta sistem
pengendalianintern yang menyeluruh

3.5 Evaluasi

1) Pelaku
a. Kepala Cabang Utama BSM Bogor : M. Agustinus Masrie
b. Kepala Cabang !embantu BSM Bogor : Chaerulli Hermawan
c. Accounting Officer BSM Bogor : John Lopulisa
d. Debitur : Iyan Permana, Hen Hen Gunawan, dan Rizky Adiansyah
e. Notaris : Sri Dewi
2) Jenis pelanggaran
Pemalsuan dokumen identitas 197 nasabah dalam kasus penggelapan dana
bermodus kredit fiktif senilai Rp. 102 miliar di kantor cabang pembantu Bank
Syariah Mandiri Bogor.
3) Faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya kasus kredit fiktif
a. Gaya hidup para pelaku yang konsumtif dan diatas rata-rata.
b. Keserakahan.
c. Moral karyawan yang rendah.
d. Adanya motivasi untuk melakukan fraud, seperti adanya tekanan, peluang
dan sikap yang membenarkan tindakan fraud.
e. Kelemahan sistem pengendalian internal perusahaan.
4) Dampak
Rusaknya reputasi bank yang berakibat menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder antara lain regulator, nasabah, masyarakat, manajemen bank dan pegawai
terhadap bank, akibat persepsi negatif yang dapat mempengaruhi keberlangsungan
usaha bank.

20
5) Solusi
a. Bank syariah harus mengetatkan pengawasan. Apalagi BSM adalah bank
yang berbasis syariah, internal audit harus benar-benar dipastikan berjalan.
Bank juga harus melakukan perbaikan terus menerus.
b. Pihak BSM seharusnya menindak lanjuti permasalahan didalam
perusahaannya agar tidak ada lagi yang merasa dirugikan apalagi jumlah
kerugian yang masih ada. Dan masalah seharusnya jangan ditutupi, masalah
tersebut harus segera diselesaikan.
3.6 Kesimpulan

Dalam kasus kredit fiktif pada bank syariah mandiri cabang bogor ini terdapat
pelanggaran kode etik profesi. Seperti prinsip tanggung jawab,kepentingan publik,
integritas, dan obyektifitas. Di karenakan adanya pelanggaran internal perusahaan
yang terjadi, adanya kerjasama antara pihak bank dengan pihak eksternal untuk
melakukan kecurangan dengan modus pengajuan kredit oleh 197 nasabah yang di
ajukan oleh iyan permana selaku debitur, yang ternyata dari 113 nasabah tersebut
menggunakan data-data palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi. Yang mana
pada awalnya dilakukan pengajuan kredit untuk pengerjaan proyek pembangunan
perumahan sebagaimana yang diajukan oleh debitur namun pada kenyataannya tidak
demikian. Dalam kasus ini tersangka dapat menampung uang hasil kejahatannya
senilai Rp.102 miliar. Dari kasus yang terjadi merupakan bukti bahwa fungsi
pengawasan internal bank dan regulator masih lemah karena masih bisa dibobol. Baik
itu karena standard operating procedure (SOP) tidak benar-benar berjalan, atau karena
ada bagian-bagian tertentu yang tidak dijalani. Bisa juga karena tidak adanya evaluasi
dan monitoring yang rutin dan kuat dari pihak BSM pusat ketika SOP berjalan. Tetapi
apabila melihat modus pembobolan yang terjadi di KCP BSM Bogor, seharusnya
tidak perlu terjadi apabila manajemen peka dan mulai bisa mendeteksi sedini
mungkin, sehingga kerugian tidak membesar. Dampak yang terjadi dari kasus ini
selain menyebabkan kerugian dan rusaknya reputasi bank syariah mandiri, berakibat
pula pada hilangnya kepercayaan masyarakat kepada bank yang berbasis syariah
tersebut. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kasus diatas:

21
1) Dapat dilakukan dengan melaksanakan sistem tata kerja dan penempatan profesi
secara professional dan integritas moral yang tinggi.
2) Menerapkan sanksi pidana yang maksimal dan secara tegas agar paratersangka
merasa takut akan hukuman yang akan didapat jika melakukan kolusi.
3) Perlunya pengawasan yang rutin dan kuat dari pihak bsm pusat agar para profesi
akuntan dan petinggi bsm tersebut tidak memiliki kesempatan untuk melakukan
kecurangan.
4) Perlu diberlakukan penerapan etika dalam profesi akuntan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Karim Basir Abd. (Tanpa Tahun). Manajemen Risiko Pada Bank Mandiri Syariah
Cabang Bogor. https://www.scribd.com/doc/262016518/Manajemen-Resiko-pada
Bank-Syariah-Mandiri-Cabang-Bogor-Kasus-Kredit-Fiktif (Diakses pada 18 Mei
2022)

23
Sumber Berita:
https://m.tribunnews.com/amp/metropolitan/2013/11/08/modus-kredit-fiktif-bsm-bogor-
hampir-sempurna-ini-peran-ketujuh-tersangka-pembobol-rp-102-m

24

Anda mungkin juga menyukai