Anda di halaman 1dari 20

JURNAL HUKUM EKONOMI ISLAM

KONSEP WAKAF DALAM PLATFORM DIGITAL DI INDONESIA

Habibah Shabila
Hanifah Rizmadeta
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Email: habibahshabila@gmail.com
rizmadetah@gmail.com

Abstract
Nowadays, technological advances in Indonesia continue to develop. One
of the uses of these technological developments is the creation of an online
application as a platform for Indonesian people, especially Muslims to do the waqf.
With this application, the waqf candidates who want to contribute in waqf will be
greatly facilitated because waqf now can be done only by opening a mobile phone.
However, the emergence of online waqf in Indonesia raises several questions, such
as how the implementation of waqf using a digital platform and whether this online
waqf is in accordance with the teachings of Islamic jurisprudence. In conducting
this research, the writer is directly involved in becoming a waqif in the e-Salaam
application and the results will be analyzed juridically that is in accordance with
Islamic law. The research results obtained are online waqf through the e-Salaam
application has met the pillars and conditions of waqf according to Islam so that
there are no problems.

Keywords : waqf, online waqf, e-Salaam application.

Abstrak
Dewasa ini, kemajuan teknologi di Indonesia terus berkembang. Salah satu
pemanfaatan perkembangan teknologi tersebut, yaitu dibuatnya aplikasi online
sebagai platform bagi masyakarat Indonesia khususnya umat Islam untuk berwakaf.
Dengan adanya aplikasi ini, para calon wakif yang hendak berwakaf akan sangat
dimudahkan karena wakaf dapay diselesaikan hanya dengan membuka handphone.
Namun, munculnya wakaf online di Indonesia menimbulkan beberapa pertanyaan,
seperti bagaimanakah pelaksanaan wakaf dengan menggunakan platform digital
dan apakah wakaf online ini sudah sesuai dengan ajaran fiqih islam. Dalam
melakukan penelitian ini, penulis terlibat secara langsung menjadi wakif di aplikasi
e-Salaam dan hasilnya akan dianalisis secara yuridis yaitu sesuai dengan syariat
islam. Hasil penelitian yang diperoleh adalah wakaf online melalui aplikasi e-
Salaam ini sudah memenuhi rukun dan syarat wakaf menurut islam sehingga tidak
terdapat permasalahan.
Kata kunci : wakaf, wakif, wakaf online, aplikasi e-Salaam.

LATAR BELAKANG
Wakaf merupakan salah satu ibadah umat Islam yang mana dilakukan
dengan cara menyisihkan sebagian harta untuk disalurkan demi kepentingan
kesejahteraan bersama. Di masa lalu, implementasi wakaf seringkali hanya terbatas
pada pembangunan masjid dan tempat yang digunakan untuk aktivitas dakwah
lainnya. Berdasarkan data yang dimiliki Wakafpro99 tahun 2011, ada 330 hektar
tanah wakaf yang ada di Indonesia, di mana 68% diantaranya digunakan untuk
pembangunan masjid, 9% untuk pendidikan, 8% untuk kuburan, dan 15% lainnya
digunakan untuk hal yang lain.1 Data tersebut menunjukkan bahwa belum
seimbangnya pengelolaan wakaf antara fungsi ibadah dan fungsi sosial ekonomi.
Tujuan implementasi sebagai fungsi ibadah dengan mayoritas
pembangunan masjid tersebut memang dipandang bermanfaat untuk keperluan
ibadah umat Islam. Namun, untuk kehidupan ekonomi dan sosial yang bersifat
duniawi, implementasi wakaf yang demikian tidak cukup memberikan dampak
yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya umat Islam. Padahal,
selain ibadah yang bersifat hablum minallah, umat Islam juga memerlukan fasilitas
yang memadai demi menunjang kesejahteraan sosial dan ekonomi karena nantinya
kesejahteraan sosial ekonomi tersebut akan mempengaruhi pula terhadap ibadah
kepada Allah.
Dari data yang tertera di atas, dapat terlihat bahwa hanya sedikit tanah wakaf
yang digunakan untuk tujuan ekonomi dan sosial. Berangkat dari fakta tersebut,

1
Muhammad Iman Sasta Minhajat, “Membangun Indonesia Emas dengan Zakat dan
Wakaf Produktif,” http://www.dompetdhuafa.org/post/detail/464/membangun-indonesia-emas-
dengan-zakat-dan-wakaf-produktif, diakses 18 Oktober 2019.

1
maka seiring berjalannya waktu, mulai dipelopori oleh sebuah lembaga wakaf yang
bertujuan produktif untuk memajukan kesejahteraan ekonomi dan sosial
masyarakat, yaitu wakaf produktif. Jadi, wakaf produktif adalah wakaf yang
ditujukan untuk pengelolaan kegiatan-kegiatan yang memberikan hasil yang
relevan dengan kemajuan sosial dan ekonomi.
Salah satu jalan untuk mengelola wakaf produktif adalah melalui wakaf
uang. Hal ini berbeda dengan wakaf yang dijalankan pada masa lalu, yaitu wakaf
yang berkaitan dengan benda tidak bergerak, seperti tanah dan bangunan. Wakaf
uang tentu adalah dengan menggunakan uang yang disalurkan kepada wadah-
wadah pengelola wakaf. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf (UU 41/2004), wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.2 Selanjutnya
dalam Pasal 28 UU 41/2004 tersebut, disebutkan bahwa wakaf dapat dilakukan
dengan benda bergerak berupa uang melalui lembaga syariah yang ditunjuk oleh
Menteri.3
Seiring perubahan zaman dan berkembangnya teknologi, maka berkembang
pula pengelolaan wakaf di Indonesia. Wakaf online berbasis digital mulai
diperkenalkan oleh berbagai macam lembaga wakaf sebagai bentuk lembaga wakaf
yang mudah dan fleksibel untuk digunakan. Hal ini karena wakaf berbasis digital
dapat diakses kapan saja dan di mana saja. Salah satu platform wakaf online yang
dibuat oleh sebuah Bank Syariah adalah aplikasi e-salaam. E-salaam merupakan
sebuah platform digital yang dibentuk CIMB Niaga Syariah yang bekerja sama
dengan rekanan penyediaan layanan pembayaran zakat dan wakaf ke berbagai
lembaga amil zakat dan wakaf.4 CIMB Niaga Syariah sendiri telah berkontribusi
aktif terhadap pembangunan proyek infrastruktur pemerintah Indonesia dengan

2
Indonesia, Undang-Undang Wakaf, UU No. 41 Tahun 2004, LN No. 159 Tahun 2004,
Ps. 1
3
Ibid., Ps. 28.
4
Maizal Walfajri, “Optimalkan Digital Banking, CIMB Niaga Syariah Luncurkan Aplikasi
E-Salaam,” https://keuangan.kontan.co.id/news/optimalkan-digital-banking-cimb-niaga-syariah-
luncurkan-aplikasi-e-salaam, diakses 22 Oktober 2019.

2
penyaluran pembiayaan yang diambil dari total penghimpunan dana yang bernilai
total sebesar Rp 21,3 triliun.
Namun, oleh sebab dalam pelaksanaan wakaf tersebut dilakukan secara
online, maka mayoritas masyarakat masih merasa kurang percaya dan merasa tidak
aman untuk melakukan wakaf secara online. Hal tersebut adalah karena sulit bagi
orang yang memberikan wakaf uang melalui platform digital untuk mendeteksi dan
mengetahui penggunaan uangnya tersebut secara konkret. Padahal, jika masyarakat
Indonesia, khususnya umat Islam bersedia menyisihkan uangnya untuk keperluan
wakaf produktif, maka dampak yang akan dihasilkan akan sangat besar mengingat
mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai
konsep wakaf online melalui platform digital tersebut. Mengenai pertanyaan untuk
penelitian, berikut merupakan pertanyaan yang muncul berkaitan dengan wakaf
online: (1) Bagaimana pelaksanaan wakaf secara online melalui platform aplikasi
digital e-salaam? (2) Apakah pelaksanaan wakaf online melalui e-salaam sudah
sesuai dengan ketentuan syariat Islam?

METODE PENELITIAN
Menurut Sugiyono (2013:2), Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah
berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional,
empiris, dan sistematis.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif yang menurut Strauss & Corbin (Putra, 2013: 63), penelitian kualitatif
tidak diperoleh melalui prosedur statistik.
Untuk metode pengumpulan data pada jurnal ini, penulis menggunakan metode
observasi lebih khususnya adalah observasi terlibat. Observasi atau pengamatan
merupakan suatu aktivitas pemusatan perhatian terhadap suatu objek yang dikaji
dengan menggunakan seluruh alat indra. Creswell (2010: 267) berpendapat bahwa
kegiatan observasi dalam penelitian kualitatif merupakan sebuah bentuk
pengamatan dimana peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati atau
terlibat secara langsung dengan fenomena yang akan diteliti.

3
Untuk menjawab sekaligus menganalisis wakaf dengan platform digital di
Indonesia yang akan dibahas dalam jurnal ini, pendekatan penelitian yang sesuai
adalah pendekatan kualitatif serta metode pengumpulan data dengan observasi
terlibat. Yang artinya, penulis ikut terlibat langsung menjadi wakif dalam aplikasi
e-Salaam dimana proses serta hasilnya akan dianalisis secara yuridis yaitu sesuai
dengan syariat islam.

KAJIAN TEORI
Secara terminologi, “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab yaitu
“Waqafa”. Asal kata “Waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di
tempat” atau “tetap berdiri”. Kata “Waqafa-Yuqifu-Waqfan” sama artinya dengan
“Habasa-Yahbisu-Tahbisan”.5 Maksud menghentikan, menahan atau wakaf di sini
yang berkenaan dengan harta dalam pandangan hukum Islam, seiring disebut ibadah
wakaf atau habs. Khusus istilah habs di sini, atau ahbas biasanya dipergunakan
kalangan masyarakat di Afrika Utara yang bermazhab Maliki.6
Beberapa ahli fiqih juga memberikan definisi mengenai wakaf menurut istilah,
berbagai pandangan tersebut adalah:
1. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif
dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi
itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan
menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut
menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah
“menyumbang kan manfaat”. Karena itu madzhab Hanafi mendefinisikan wakaf
adalah : “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus tetap
sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak
kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”. 7
2. Mazhab Maliki

5
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa ‘Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr al Mu’ashir,
2008), hlm. 151.
6
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam cet.1, (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 80.
7
Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa ‘Adillatuhu, hlm. 151.

4
Wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif,
namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan
kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban
menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.
Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq
(penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan
hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang.
Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu
sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda
itu dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya
untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedangkan
benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa
tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal (selamanya). 8
3. Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal
Wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif,
setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja
terhadap harta yang diwakafkan, seperti: perlakuan pemilik dengan cara
pemilikannya kepada yang lain, baik dengan cara tukaran atau tidak. Jika wakif
wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya.
Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih
(yang diberikan wakaf) sebagai shadaqah yang mengikat, di mana waqif tidak dapat
melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarang, maka Qadli
berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf ‘alaih. Maka dari itu
Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu tindakan
atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”.9
Ahmad bin Hambal mengatakan wakaf terjadi karena dua hal. Pertama,
yaitu karena kebiasaan (perbuatan) bahwa dia itu dapat dikatakan mewakafkan
hartanya. Seperti seorang mendirikan masjid, kemudian mengizinkan orang shalat
di dalamnya secara spontanitas bahwa ia telah mewakafkan hartanya itu menurut

8
Ibid.
9
Ibid, hlm. 153.

5
kebiasaan (urf). Walaupun secara lisan ia tidak menyebutkannya, dapat dikatakan
wakaf karena sudah kebiasaan. Kedua, dengan lisan baik dengan jelas atau tidak. Ia
memaknai kata-kata habastu, wakaftu, sabaltu, tasadaqtu, abdadtu, harramtu. Bila
menggunakan kalimat seperti ini ia harus mengiringinya dengan niat wakaf. Bila
telah jelas seseorang mewakafkan hartanya, maka si wakif tidak mempunyai
kekuasaan bertindak atas benda itu dan juga menurut Hambali tidak bisa
menariknya kembali. Hambali menyatakan, benda yang diwakafkan itu harus benda
yang dapat dijual, walaupun setelah jadi wakaf tidak boleh dijual dan benda yang
kekal dzatnya karena wakaf bukan untuk waktu tertentu, tapi buat selama-
lamanya.10
Di indonesia, wakaf telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan
Kompilasi Hukum Islam. Pengertian wakaf tersebut adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf terdapat dalam Pasal
1 angka 1:
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.11
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 215 ayat 1:
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan
hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya
untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran islam.12
3. PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang
wakaf Pasal 1 ayat (1):
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau

10
Ibid.
11
Indonesia, Undang-Undang Wakaf, Ps. 1 ayat (1) angka 1.
12
Indonesia, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan
Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, Ps. 215 ayat (1).

6
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut Syari’ah.13
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep
wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang
digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada
keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Dalil
yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf dalam al-Quran adalah:14
1. Ali-Imran ayat 92

“Kamu
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)

2. Al-Hajj ayat 77

“Perbuatlah
kebajikan,
supaya kamu mendapat kemenangan” (QS : al-Hajj: 77).
3. Al-Baqarah ayat 267

13
Indonesia, Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Wakaf, PP No. 42 Tahun 2006, Ps. 1 ayat
(1).
14
Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta:
Departemen Agama), hlm.12.

7
“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267)
4. Al-Baqarah ayat 261

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)
bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah (2): 261)
Dalam wakaf dikenal adanya syarat dan rukun wakaf yang harus dipenuhi agar
wakaf dapat dikatakan sah. Terdapat 4 rukun wakaf yang harus dipenuhi menurut
fiqih, yaitu:
1. Wakif (orang yang
mewakafkan harta);
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. 15 Unsur waqif
ini bisa terdiri atas perseorangan, organisasi atau badan hukum. Orang yang
berwakaf ini berarti dia hendak melakukan kebaikan dan harus atas kehendaknya
sendiri (tanpa paksaan dari orang lain). Pada hakikatnya amalan wakaf adalah
tindakan tabbaru’ (mendermakan harta benda), karena itu syarat seorang wakif
cakap melakukan tindakan tabarru’. Artinya, sehat akalnya, dalam keadaan sadar,
tidak dalam keadaan terpaksa/ dipaksa, dan telah mencapai umur baligh.16 Dan
wakif adalah benar-benar pemilik harta yang diwakafkan.17 Oleh karena itu wakaf
orang yang gila, anak-anak, dan orang yang terpaksa/dipaksa, tidak sah.18 Selain

15
Indonesia, Undang-Undang Wakaf, Ps. 1 ayat (1) angka 1.
16
Abi Yahya Zakariyah al-Ansari, Fath al-Wahhab Juz 1, (Beirut : Dar al-Fikr), dikutip
oleh Ahmad Rofiq.
17
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam cet.1, (Jakarta: UI Press, 1988), hlm.85
18
Sayyid Bakri al-Dimyati, I’anah al-Talibin Juz 3, (Beirut : Dar al-Fikr), hlm. 494.

8
itu, terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa syarat waqif adalah seorang
wakif mesti termasuk individu yang oleh hukum dan syariat dianggap layak untuk
melakukan transaksi ekonomi, seperti dewasa, berakal sehat dan merdeka. Tidak
sah wakafnya anak kecil, orang gila dan hamba sahaya. 19
2. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan);
Para ulama sepakat bahwa harta yang diwakafkan bersifat maal
mutaqawwim, yaitu harta yang boleh dimanfaatkan menurut syari’at. Suatu harta
yang diwakafkan harus benda yang manfaatnya kekal dalam arti bahwa
barang/bendanya tidak rusak ketika manfaatnya dipergunakan. Syarat bagi Mauquf
adalah harta wakaf tersebut adalah nyata, dapat dimanfaatkan, bermanfaat, tahan
lama dan merupakan hak milik waqif sendiri.20
3. Mauquf 'Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf);
Syarat mauquf alaih adalah peruntukan hasil wakaf dapat diserahkan kepada
pihak yang berhak menerima hasil wakaf pada waktu wakaf dilakukan. Maka
benda-benda yang dijadikan sebagai objek wakaf hendaknya benda-benda yang
termasuk dalam bidang untuk mendekatkan diri kepada Allah swt serta bermanfaat
untuk kepentingan umum.21
4. Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta bendanya).
Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. 22 Syarat
lafadz akad wakaf adalah bahwa lafadz tersebut harus jelas menunjukkan terjadinya
perbuatan wakaf. Lafadz sighat wakaf ada dua macam, yaitu:
a. Lafadz yang jelas (sharih).
Lafal wakaf bisa dikatakan jelas apabila lafal itu populer sering digunakan
dalam transaksi wakaf. Terdapat beberapa pendapat dari fuquha, Ibnu Qudamah
berkata: “Lafal-lafal wakaf yang sharih (jelas) itu ada tiga macam yaitu: waqaftu
(saya mewakafkan), habistu (saya menahan harta) dan sabbitu (saya

19
Achmad Arief Budiman, Hukum Wakaf Administrasi, Pengelolaan dan Pengembangan,
(Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015), hlm. 25-30.
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Indonesia, Undang-Undang Wakaf, UU No. 41 Tahun 2004, Ps. 1 ayat (1) angka 2.

9
mendermakan).23 Dalam kitab Raudhah Al Thalibin, Imam Nawawi berkata :
“Perkataan waqaftu (saya mewakafkan), habistu (saya menahan), atau
didermakan, semua itu merupakan lafal yang jelas, dan yang demikian ini adalah
yang paling benar sebagaimana ditegaskan oleh mayoritas fuqaha”.24
b. Lafaz kiasan (kinayah)
Lafal ini dipakai harus dibarengi dengan niat wakaf. Sebab lafadz
“tashaddaqtu” bisa berarti shadaqah wajib seperti zakat dan shadaqah sunnah.
Lafadz “harramtu” bisa berarti dzihar, tapi bisa juga berarti wakaf. Kemudian
lafadz “abbadtu” juga bisa berarti semua pengeluaran harta benda untuk
selamanya. Sehingga semua lafadz kiasan yang dipakai untuk mewakafkan
sesuatu harus disertai dengan niat wakaf secara tegas. 25
Masing-masing dari rukun di atas juga harus memenuhi persyaratan
tertentu. Syarat adalah sesuatu yang tergantung kepadanya adanya hukum, tetapi
itu berada di luar hakikat sesuatu yang dikenai hukum itu. Syarat merupakan hal
yang menentukan sah atau tidaknya suatu wakaf.26 Setidaknya ada 4 syarat
mengenai benda yang akan diwakafkan serta harus dipenuhi diantaranya:
1. Benda wakaf mempunyai nilai (harga)
Benda yang mempunyai nilai (harga) adalah harta benda yang dimiliki
oleh seseorang yang sah dan dapat digunakan secara hukum baik dalam keadaan
bagai manapun. Harta tersebut juga harus memiliki nilai yang dapat dijamin
pengembaliannya jika terjadi kerusakan. Selain itu juga dapat digunakan dalam jual
beli, pinjam meminjam, serta sebagai hadiah. 27
2. Benda wakaf harus jelas (wujud dan batasannya)
Para ulama mensyaratkan harta wakaf harus diketahui secara pasti dan
tidak mengandung sengketa. Jika harta wakaf tidak diketahui secara pasti sifat dan
kadar jumlahnya. Maka haruslah diberi batasan khusus agar kesaksian wakaf dapat
dinyatakan sah. Melihat konteks sekarang dibutuhkan adanya bukti otentik dalam

23
Ibnu Qudama, Al Mughni, juz 6, dikutip oleh Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi,
op. cit, hlm. 89.
24
Ibid.
25
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, op, cit, hal. 56.
26
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm.20
27
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, terj. Ahrul Sani Faturrahman,
(Jakarta: IIMAN Press, 2004), hlm. 248.

10
setiap tindakan pengalihan kepemilikan, pernyataan wakaf dari seseorang haruslah
diberi batasan yang secara jelas. Hal ini disebabkan karena wakaf itu identik
waktunya lama. Kemungkinan suatu saat akan muncul permasalahan ketidakjelasan
harta wakaf, meskipun statusnya masih wakaf. Oleh sebab itu, semua hal yang
menjadi penguat dari wakaf haruslah mencakup segala sesuatu yang dibutuhkan
dalam syarat sah wakaf, misalnya sertifikat tanah.28
3. Benda wakaf harus hak milik penuh waqif
Harta benda yang akan diwakafkan harus harta milik pewakaf sendiri (hak
milik). Hal tersebut menjadi kesepakatan para ulama‟ fiqh karena wakaf adalah
tindakan yang menyebabkan terlepasnya satu kepemilikan seseorang. Hal ini
sejalan dengan KHI pasal 215 ayat 1 menyatakan bahwa benda wakaf adalah milik
mutlak waqif. Dan pasal 217 ayat 3 ditegaskan bahwa benda wakaf harus bebas dari
segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa. Maka dari itu, pewakaf haruslah
pemilik yang sah atas harta yang akan diwakafkan atau orang yang berhak untuk
melaksanakan tindakan wakaf terhadap suatu harta apabila ia menjadi wakil pemilik
harta tersebut. Harta benda wakaf bisa saja bercampur dengan milik orang lain/
umum. Sebagaimana tanah, suatu ketika tanah tersebut akan dibuat masjid yang
mempunyai fungsi yang besar sebagai sarana beribadah kepada Allah kemudian
suatu saat beralih fungsi lainnya karena juga menjadi milik dari orang lain. Maka
hal itu tidak dapat terlaksana jika kepemilikan tanah tempat masjid itu tidak jelas.
Dengan demikian harta benda yang akan diwakafkan harus terpisah dari
kepemilikan orang lain dan harus independen.29
4. Benda wakaf harus kekal
Para fuqaha berpendapat bahwa harta benda yang diwakafkan dzatnya
harus kekal. Menurut Imam Malik, wakaf itu boleh dalam waktu tertentu. Menurut
Ulama Hanafiyyah, bahwa harta benda yang diwakafkan itu dzatnya harus kekal
(benda tidak bergerak) dan dapat dimanfaatkan terus-menerus.
Wakaf, menurut Abu Hanifah, bermaksud menahan harta di bawah
pemiliknya sekaligus memberi manfaat bagi orang di sekitarnya dengan
menyediakan sedekah. Selama ini, wakaf lebih dikenal dalam bentuk barang atau

28
Ibid., hlm. 251.
29
Indonesia, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Ps. 215.

11
properti seperti tanah maupun bangunan. Properti tersebut diwakafkan oleh
pemiliknya untuk kepentingan masyarakat banyak sehingga diharapkan dapat
membantu berbagai aspek sosial mereka.
Seiring dengan perkembangan zaman, mulai muncul apa yang disebut
dengan wakaf uang hal ini sejalan dengan sebagian besar ulama yang berpendapat
bahwa wakaf dapat dilakukan dalam bentuk uang. Dalam catatan sejarah Islam,
sebenarnya wakaf uang sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriah
sebagaimana dijelaskan oleh M. Syafi’i Antonio yang mengutip hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, dijelaskan bahwa Imam al-Zuhri (w. 124 H)
salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar kodifikasi hadis memfatwakan,
dianjurkannya wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial,
dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan uang
tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya. 30
Sebagai instrumen keuangan, wakaf tunai (uang) menjadi produk baru
dalam sejarah perbankan Islam. wakaf tunai (uang) membuka peluang bagi
penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial.
Seorang wakif (pewakaf) dapat menyampaikan amanahnya melalui seseorang atau
lembaga nadzir (pengurus wakaf) untuk kemudian digunakan demi kemaslahatan
umat sesuai dengan syariat Islam. Amanah dalam bentuk uang tersebut kemudian
dapat dikelola secara produktif dalam berbagai macam bentuk seperti sumur,
masjid, fasilitas umum lainnya.
Pendapat ulama yang setuju mengenai wakaf uang adalah Mazhab Hanafi
membolehkan wakaf uang asalkan hal itu sudah menjadi ‘urf (adat kebiasaan) di
kalangan masyarakat. Mazhab Hanafi memang berpendapat bahwa hukum yang
ditetapkan berdasarkan ‘urf (adat kebiasaan) mempunyai kekuatan yang sama
dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash.31 Cara mewakafkan uang,
menurut Mazhab Hanafi, adalah dengan menjadikannya modal usaha dengan cara

30
Tim penulis, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, (Jakarta: Departemen Agama RI,
2008), hlm. 101.
31
Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, (Damaskus: Dār al-Fikr, 1985), J.
VII, hlm. 162.

12
mudhārabah atau mubāḍaʻah. Adapun keuntungannya disedekahkan kepada yang
diberi wakaf.32
Mazhab Maliki berpendapat boleh berwakaf dengan dinar dan dirham.33
Dalam hal ini terdapat penjelasan dalam kitab al-Mudawwanah mengenai
penggunaan wakaf uang, yaitu melalui cara pembentukan dana pinjaman.
Kaidahnya adalah uang tersebut diwakafkan dan digunakan sebagai pinjaman
kepada pihak tertentu di mana peminjam terikat untuk membayar pinjaman
tersebut.34

PEMBAHASAN
PELAKSANAAN WAKAF ONLINE PADA APLIKASI E-SALAAM
Langkah awal melakukan wakaf dalam aplikasi e-salaam adalah dengan
registrasi dengan kewajiban mencantumkan nama lengkap, nomor telepon dan
email. Setelah selesai dengan tahap registrasi, selanjutnya pengguna akan
dihadapkan pada tampilan home e-salaam yang menyediakan berbagai macam
pilihan pembayaran, yaitu pembayaran ibadah umrah, zakat, wakaf uang, donasi,
tiket, dan qurban serta aqiqah. Selain menu pembayaran, tersedia juga informasi
mengenai jadwal shalat, arah kiblat, video tentang doa dan pembacaan ayat Al-
quran serta artikel-artikel yang berkaitan dengan ekonomi islam, seperti tujuan
wisata halal. Oleh sebab tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan
wakaf uang di e-salaam, maka pengguna dapat memilih menu wakaf uang pada
tampilan home. Setelah memilih, pengguna akan dihadapkan dengan berbagai
pilihan program wakaf yang ingin diikuti. Program wakaf yang penulis lihat pada
saat melakukan wakaf uang, yaitu program pembangunan masjid, tempat wudhu,
sumur serta wakaf ternak. Dalam hal ini, penulis memilih program wakaf yang
ditujukan untuk pembangunan sumur yang diselenggarakan oleh Nazhir bernama

32
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad al-Imām Aḥmad Ibn Ḥanbal, (Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 2008), hlm. 485.
33
Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, (Damaskus: Dār al-Fikr, 1985), J.
X, hal. 7610.
34
Wahbah al-Zuhaylī, al-Waṣāyā wa al-Waqf fī al-Fiqh al-Islāmī, (Beirut: Dār al-Fikr al-
Muʻāṣir, 1998), hlm. 162.

13
Global Wakaf. Terdapat pula deskripsi singkat mengenai program wakaf sumur
tersebut. Mengutip pada halama deskripsi, isi penjelasannya adalah sebagai berikut:
“Wakaf sumur: Program wakaf untuk pembangunan sumur di daerah yang
mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih untuk dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar sebagai penerima wakaf (Mauquf Alaih).”
Selanjutnya, pengguna dapat memilih ‘wakaf sekarang’ pada halaman wakaf
sumur untuk memberikan wakaf uang. Jumlah uang yang dapat diwakafkan adalah
minimal senilai Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah). Pada saat mewakafkan uang
tersebut, penulis memilih nominal uang sebesar Rp 25.000 (dua puluh lima ribu
rupiah). Jika telah mengisi nominal uang yang ingin dibayarkan, maka kemudian
calon wakif diwajibkan untuk membaca niat wakaf, yaitu:
“Saya, (nama wakif), berniat berwakaf untuk diri sendiri melalui wakaf uang
sejumlah Rp (nominal uang yang diwakafkan) untuk program Wakaf Sumur
(tergantung program wakaf yang dipilih) karena Allah Ta’ala.”
Calon wakif dapat memilih metode pembayaran yang ditawarkan, yaitu bisa
melalui rekening ponsel, CIMB Clicks, Visa/Master Card/JCB atau transfer antar
bank. Jika telah memilih, calon wakif dapat segera membayar sesuai dengan
nominal yang dipilih dalam waktu 6 jam. Setelah melakukan pembayaran, nama,
nominal beserta tanggal pembayaran wakif akan tertera pada halaman ‘donatur’
dalam program wakaf sumur yang dipilih. Dengan demikian, langkah mewakafkan
uang secara online telah selesai dengan pembayaran uang sesuai dengan jumlah
nominal yang dipilih.

ANALISIS WAKAF UANG ONLINE DITINJAU DARI SYARIAT ISLAM


Cara berwakaf melalui aplikasi wakaf online e-Salaam cukup mudah, tidak
terlalu banyak persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon wakif. Jika ditinjau
kesesuaian prosedur dari terpenuhinya rukun dan syarat menurut fiqih, maka dapat
dilihat dalam rincian sebagai berikut:
1. Wakif
Sesuai dengan pengertian menurut UU 41/2004 tentang wakaf, wakif adalah
pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. Syarat agar seseorang dapat menjadi
wakif menurut beberapa fiqih ulama adalah:

14
a. Berakal sehat
b. Tidak terpaksa atau berada dalam keadaan sadar
c. Baligh atau dewasa
d. Pemilik asli dari harta/barang yang akan diwakafkan
e. Merdeka atau bukan hamba sahaya
Dalam aplikasi e-Salaam, setiap orang yang memiliki akun e-Salaam dapat menjadi
wakif. Pembuatan akun tersebut juga sangat mudah dalam hal persyaratannya.
Calon wakif hanya diminta untuk mengisi nama lengkap, email, kata sandi, serta
nomor teleponnya dan tidak ada syarat umur dan lain-lainnya. Namun, logikanya
adalah ketika telah memiliki akun email, maka pengguna akun tersebut telah cakap
melakukan perbuatan hukum (dewasa) karena dalam pembuatan email, salah satu
syarah yang harus dipenuhi adalah umur calon pengguna. Dengan demikian,
pelaksanaan wakaf pada e-Salaamt tentang ketentuan wakif telah terpenuhi
menurut syariat Islam.
2. Mauquf bih (barang atau harta yang diwakafkan)
Barang atau harta yang dapat diwakafkan melalui aplikasi e-Salaam hanya
dapat berupa uang (wakaf uang) yang dibayarkan melalui berbagai metode
pembayaran. Aplikasi e-Salaam tidak menyediakan layanan wakaf dengan bentuk
lain seperti barang atau tanah.
Uang tergolong barang atau harta yang dapat diwakafkan menurut ilmu fiqih
sehingga rukun mauquf bih terpenuhi.
3. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberikan waqaf atau peruntukan waqaf)
Aplikasi e-Salaam merupakan wadah untuk mempertemukan para nadzir
dengan calon wakifnya. Dalam aplikasi tersebut, terdapat beberapa nadzir yang
mana peruntukan wakafnya pun berbeda-beda. Misalnya ada yang untuk
membangun masjid, sekolah tahfidz, membangun sumur di suatu desa tertentu, dan
lain sebagainya. Kemudian para calon wakif dibebaskan untuk memilih kepada
siapa dan untuk apa wakaf uang yang diberikan.
Dalam setiap pilihan program wakaf tersebut, terdapat deskripsi mengenai
untuk apa dana wakaf yang terkumpul itu digunakan serta bagaimana
pengolahannya. Sebagai contoh, dalam program wakaf sumur oleh Global Wakaf,
disediakan deskripsi berupa:

15
“Wakaf sumur: Program wakaf untuk pembangunan sumur di daerah yang
mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih untuk dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar sebagai penerima wakaf (Mauquf ‘Alaih).”
Dengan demikian, terdapat informasi yang jelas mengenai pihak penerima
wakaf sehingga rukun mauquf ‘alaih telah terpenuhi.
4. Shigat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
sebagian harta bendanya).
Setiap wakif yang sudah yakin untuk mewakafkan hartanya (berupa uang),
maka harus mengucapkan ikrar. Pada aplikasi e-Salaam, ikrar tersebut berbentuk
niat yang harus dibaca oleh wakif. Niat tersebut berbunyi berbunyi:
“Bismillahirrahmanirrahim, saya (nama) berniat berwakaf untuk diri sendiri
-- melalui wakaf uang sejumlah (jumlah nominal yang diwakafkan) untuk
program wakaf (nama program wakaf) -- Karena Allah Ta’ala”
Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan
dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Syarat
lafadz akad wakaf adalah bahwa lafadz tersebut harus jelas menunjukkan terjadinya
perbuatan wakaf. Lafal wakaf bisa dikatakan jelas apabila lafal itu populer sering
digunakan dalam transaksi wakaf. Terdapat beberapa pendapat dari fuquha, Ibnu
Qudamah berkata: “Lafal-lafal wakaf yang sharih (jelas) itu ada tiga macam yaitu:
waqaftu (saya mewakafkan), habistu (saya menahan harta) dan sabbitu (saya
mendermakan). Dalam kitab Raudhah Al Thalibin, Imam Nawawi berkata:
“Perkataan waqaftu (saya mewakafkan), habistu (saya menahan), atau didermakan,
semua itu merupakan lafal yang jelas, dan yang demikian ini adalah yang paling
benar sebagaimana ditegaskan oleh mayoritas fuqaha”
Apabila dikaitkan dengan teori tersebut, maka ikrar wakaf yang terdapat di
aplikasi e-Salaam tersebut sah. Hal ini dikarenakan lafadznya jelas yaitu dengan
mengucapkan kalimat berupa:
“Saya, (nama wakif), berniat berwakaf untuk diri sendiri melalui wakaf uang
sejumlah Rp (nominal uang yang diwakafkan) untuk program wakaf Wakaf Sumur
(tergantung program wakaf yang dipilih) karena Allah Ta’ala.”

16
Pada aplikasi e-Salaam, sebelum melakukan pembayaran, wakif wajib
untuk membaca niat tersebut sehingga dengan demikian, ikrar wakaf menjadi sah
karena telah dilakukan secara lisan.

PENUTUP

Pelaksanaan wakaf uang secara online melalui aplikasi e-Salaam telah


sesuai dengan ketentuan syariat Islam namun perbedaanya disini adalah wakif tidak
bertemu langsung dengan nadzirnya. Mulai dari subjeknya (wakif), barang yang
diwakafkan (mauquf bih), pihak penerima wakaf (mauquf ‘alaih), serta ikrar wakaf
(shigat), semua unsur-unsur tersebut dalam implementasinya melalui platform e-
salaam telah memenuhi ketentuan syariat Islam.

17
DAFTAR PUSTAKA

I. Buku
Arief Budiman, Achmad. Hukum Wakaf Administrasi, Pengelolaan dan
Pengembangan. Semarang: CV Karya Abadi Jaya, 2015.
Al-Ansari, Abi Yahya Zakariyah. Fath al-Wahhab Juz 1. Beirut : Dar al-Fikr.
Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam cet.1. Jakarta: UI Press, 1988.
Al-Zuhaylī, Wahbah. al-Waṣāyā wa al-Waqf fī al-Fiqh al-Islāmī. Beirut: Dār al-
Fikr al-Muʻāṣir, 1998.
Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. Hukum Wakaf, terj. Ahrul Sani
Faturrahman. Jakarta: IIMAN Press, 2004.
Bakri al-Dimyati, Sayyid. I’anah al-Talibin Juz 3. Beirut: Dar al-Fikr.
Departemen Agama RI. Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf.
Jakarta: Departemen Agama.
Hanbal, Ahmad Ibn. Musnad al-Imām Aḥmad Ibn Ḥanbal. Beirut: Dār al-Kutub
al-‘Ilmiyah, 2008.
Tim penulis. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta: Departemen Agama
RI, 2008.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhu al-Islami wa ‘Adillatuhu. Damaskus: Dar al-Fikr al
Mu’ashir, 2008.

II. Internet
Minhajat, Muhammad Iman Sasta. “Membangun Indonesia Emas dengan Zakat
dan Wakaf Produktif.”
http://www.dompetdhuafa.org/post/detail/464/membangun-indonesia-emas-
dengan-zakat-dan-wakaf-produktif. Diakses 18 Oktober 2019.

18
Walfajri, Maizal. “Optimalkan Digital Banking, CIMB Niaga Syariah
Luncurkan Aplikasi E-Salaam.”
https://keuangan.kontan.co.id/news/optimalkan-digital-banking-cimb-niaga-
syariah-luncurkan-aplikasi-e-salaam. Diakses 22 Oktober 2019.

III. Peraturan Perundang-undangan


Indonesia. Undang-Undang Wakaf. UU No. 41 Tahun 2004. LN No. 159 Tahun
2004.
Indonesia. Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam Ditjen Pembinaan
Kelembagaan Islam Departemen Agama. Kompilasi Hukum Islam.
Indonesia. Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Wakaf. PP No. 42 Tahun 2006.

19

Anda mungkin juga menyukai