Anda di halaman 1dari 4

Nama: Habibah Shabila

NPM: 1806139310

Kelas: Hukum Agraria Reguler C

Quiz Hukum Agraria (Materi Penyediaan Tanah untuk Pembangunan)

1. Dari kasus PT LSN, dapat disimpulkan bahwa hak atas tanah yang paling tepat
digunakan untuk kepentingan usaha perkebunan tersebut adalah Hak Guna
Usaha. Berdasarkan Pasal 4 Permen Agraria/Kepala BPN No 7 Tahun 2017
tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha, syarat yang
harus dipenuhi sebelum PT. LSN melakukan perolehan tanah dengan
permohonan Hak Guna Usaha adalah harus memperoleh dan menguasai tanah
yang dimohon yang dibuktikan dengan data yuridis dan data fisik. Oleh karena
PT LSN adalah badan hukum, maka PT LSN juga harus mempunyai izin lokasi
yang diatur dalam Permen Agraria/Kepala BPN 17/2019. Selain itu, lokasi
proyek harus sesuai penggunaannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 Permen Agraria/Kepala BPN
17/2019 dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
PT LSN tidak boleh langsung melakukan perolehan tanah tanpa memenuhi
persyaratan di atas tersebut. Salah satu alasannya adalah karena dalam hal lokasi
proyek tidak sesuai dengan RTRW, maka izin lokasi untuk melakukan perolehan
tanah tidak dapat terbit berdasarkan Pasal 4 Permen Agraria/Kepala BPN
17/2019. Selain itu, berdasarkan UU 26/2007, pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang akan dikenai sanksi.

2. Persyaratan izin lokasi harus diperoleh oleh PT. LSN agar dapat melakukan
perolehan tanah di lokasi tersebut. Pengaturan mengenai izin lokasi tersebut
diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang Izin
Lokasi (Permen Agraria/Kepala BPN 17/2019). Berdasarkan Pasal 19 Permen
Agraria/Kepala BPN 17/2019 tersebut, izin lokasi memiliki jangka waktu tiga
tahun sejak izin lokasi berlaku efektif. Jika dalam jangka waktu tersebut
perolehan tanah belum selesai, maka izin lokasi dapat diperpanjang jangka
waktunya selama satu tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai
sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari luas tanah yang ditunjuk
dalam izin lokasi.

3. Berdasarkan Pasal 9 Permen Agraria/Kepala BPN 17/2019, yang berwenang


menerbitkan izin lokasi tersebut adalah Lembaga Online Single Submission
(OSS) untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau
bupati/wali kota.

4. Kaitan antara penggunaan tanah sesuai rencana PT. LSN dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) harus selaras. Hal ini diatur dalam Pasal 4 Permen
Agraria/Kepala BPN 17/2019 yang mana disebutkan bahwa: “Objek Izin Lokasi
merupakan tanah yang menurut rencana tata ruang wilayah diperuntukkan bagi
penggunaan yang sesuai dengan rencana kegiatan usaha yang akan
dilaksanakan oleh Pelaku Usaha”. Selain itu, berdasarkan Pasal 45 UU No 39
Tahun 4014 tentang Perkebunan, harus ada kesusuain antara RTRW dengan
rencana perkebunan dalam rangka untuk mendapatkan izin usaha perkebunan.
Dengan demikian, penggunaan tanah antara rencana PT LSN dengan RTRW
harus selaras karena berkaitan dengan perolehan izin lokasi dan izin usaha
perkebunan untuk dapat dilakukan perolehan tanah untuk kepentingan kegiatan
usaha.

5. PT LSN sebaiknya memiliki tanah hak guna usaha untuk kepentingan usaha
perkebunannya. Prosedur yang tepat menurut hukum yang harus dilakukan PT.
LSN agar dapat menguasai tanah secara sah untuk masing-masing status tanah
(dan jenis hak atas tanah) yang tersedia sesuai hasil inventarisasi yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. beberapa bidang tanah yang sudah terdaftar (bersertifikat) dengan
bermacam-macam jenis hak atas tanah yang tersedia seperti Hak Milik dan
Hak Pakai  dengan prosedur pelepasan status tanah hak milik dan hak
pakai untuk menjadi tanah negara kemudian dilakukan prosedur permohonan
hak guna usaha (Pasal 6 dan Pasal 7 Permen Agraria/Kepala BPN 7/2017).
Prosedur pelepasan hak tersebut harus dengan adanya kesediaan dari pemilik
tanah untuk melepaskan haknya dan harus dilakukan dengan adanya
musyawarah dan pembayaran ganti kerugian antara PT LSN dengan pemilik
hak sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum (Perpres 36/2005)
b. beberapa bidang tanah yang belum bersertifikat  prosedur pelepasan hak
atas tanah (Perpres 36/2005) kemudian dilakukan prosedur permohonan hak
atas tanah berupa hak guna usaha yang diatur dalam Permen Agraria/Kepala
BPN No 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak
Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (Permen Agraria/Kepala BPN
9/1999). Prosedur ini juga harus memperhatikan ketentuan PP 24/1997
tentang Pendaftaran Tanah yang mana dibutuhkan sertifikat untuk
pembuktian.
c. tanah ulayat masyarakat Musi Banyuasin  prosedur pelepasan tanah
menjadi tanah negara (dengan adanya persetujuan tertulis dari Masyarakat
Hukum Adat) kemudian dilakukan prosedur permohonan hak atas tanah
berupa hak guna usaha (Pasal 8 Permen Agraria/Kepala BPN 7/2017).

6. Untuk tanah yang berstatus tanah Hak Milik, PT. LSN tidak dapat melakukan
tata cara perolehan tanah berupa pemindahan hak (jual beli) dari para
pemiliknya menurut hukum tanah nasional. Hal tersebut adalah karena PT LSN
merupakan badan hukum yang mana bukan termasuk ke dalam subjek yang
dapat memegang Hak Milik berdasarkan Pasal 21 UU No 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang
Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah (PP 38/1963).

7. Untuk tanah yang berstatus tanah Hak Pakai, PT. LSN dapat melakukan tata cara
perolehan tanah berupa pemindahan hak (jual beli) dari para pemiliknya menurut
hukum tanah nasional. Hal ini adalah karena Hak Pakai dapat dialihkan dengan
cara jual beli bedasarkan Pasal 54 ayat (3) PP 40/1996. Lebih lanjut, PT LSN
merupakan badan hukum yang mana termasuk ke dalam subjek yang dapat
mempunyai Hak Pakai berdasarkan Pasal 39 PP 40/1996. Dengan demikian, PT.
LSN dapat melakukan tata cara perolehan tanah berupa pemindahan hak (jual
beli) dari para pemiliknya.

8. Jika seandainya terdapat oknum staf PT. LSN melakukan jual beli tanah untuk
dan atas nama perusahaan dengan Bapak Dino selaku salah seorang pemilik
tanah dengan status Hak Milik, maka yang akan terjadi berdasarkan Pasal 26
UUPA adalah jual beli tanah tersebut menjadi batal karena hukum dan tanahnya
jatuh kepada Negara dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang
membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima
oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali. Hal yang demikian dapat terjadi
karena PT. LSN bukan termasuk ke dalam subjek hukum yang dapat
mempunyai hak milik berdasarkan Pasal 21 UUPA dan Pasal 1 PP 38/1963
sehingga berlaku ketentuan Pasal 26 UUPA tersebut.

Anda mungkin juga menyukai