Anda di halaman 1dari 65

BAB 1 KONSEP DASAR TES DALAM BIMBINGAN dan KONSELING

1. Pengertian Tentang Psikologis


Tes Psikologis adalah seperangkat yang di susun secara sistemati, objekti
dan telah di standardisasikan untuk mengukur ciri-ciri psikologis indiviud,
baik berupa intelegensi, bakat, minat, maupun ciri psikologis lain yang ada
di individu. Tes itu harus reliable Tes itu harus reliable Tes itu harus reliable
Tes itu harus reliable

Pengertian yang dikemukakan oleh cronbach ini menunjukkan bahwa suatu tes
psikologis mengandung makna :

a. Cara (prosedur) dalam tes psikologis yaitu dengan melakukan suatu kegiatan
pengukuran
b. Kegiatan pengukuran tersebut dilakukan secara sistematis (dengan
menggunakan kaidah tertentu secara runtut, tidak asal-asalan)
c. Cara yang sistematis tersebut dimaksudkan untuk tingkah laku individu
d. Yang perilaku tersebut berupa gambaran perilaku yang tampak dalam
pengamatan (gejalanya), misalnya orang berpikir diamati dari hasil berpikirnya
berupa pekerjaannya dalam memecahkan tes psikologis (betul berupa item,
salah berupa item), bukan dari kerut dahinya ataupun ketenangan dan
kegelisahannya menghadapi persoalan di depannya
e. Gambaran tersebut dinyatakan dalam skala numerik atau kategori yang
dibakukan
f. Berdasarkan skala numerik atau kategori yang baku tersebut dapat disimpulkan
tentang perilaku individu yang di atas atau diukur

Makna yang tersirat dalam pengertian tes sebagaimana dikemukakan oleh Goodenough,
sebagai berikut :

a. Berupa tugas atau serangkaian tugas (tes tunggal atau baterai tes)
b. Tugas tersebut diberikan kepada individu atau kelompok individu
c. Tujuannya adalah untuk menentukan kecakapan relatif mereka
d. Dengan cara membandingkan kecakapan (yang diperoleh mereka) diantara
mereka sendiri atau dengan standar
e. Standar tersebut diciptakan berdasarkan (performance) diantara kelompok
mereka sendiri yang relatif sama

Dari berbagai tentang teks yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa suatu tes mengandung pengertian yang mencakup

a. Tes berupa seperangkat alat yang digunakan untuk mengungkapkan ciri-ciri


psikologis individu (testi) dengan cara melakukan pengukuran
b. Tes merupakan tugas atau serangkaian tugas yang berbentuk pertanyaan atau
perintah yang harus dijawab atau dilakukan individu
c. Tes memandang bahwa atas dasar jawaban pertanyaan atau perilaku individu
d. Tes disusun secara sistematis dan objektif merupakan perangkat cara
membandingkan hasil yang dicapai dengan individu lain, kelompok, maupun
standar yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, tes psikologis ini akan dapat memberikan gambaran tentang aneka
ragam sifat individu, akan menampakan aneka ragam perbedaan perbedaan individu,
sehingga dapat dikatakan bahwa tes psikologis merupakan alat untuk mengukur
perbedaan individu. Pemahaman individu didasarkan pada keterangan tentang diri
individu yang akurat dan sahih. Data yang diperoleh dari prosedur tentang psikologis,
dalam batas-batas tertentu diyakini mempunyai keakuratan dan kesahihan dalam
memberikan gambaran dan pemahaman tentang individu.

2. Tujuan Tes Psikologis

Dalam peraturan menteri Pendidikan dan kebudayaan nomor 111 / 2014 tentang
bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Pasal 1
ayat 1) disebutkan, bahwa bimbingan dan konseling merupakan upaya sistematis,
objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau
Guru bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik atau
konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya.

Lebih lanjut dalam pasal 2 ditegaskan bahwa layanan bimbingan dan konseling bagi
konseli pada satuan pendidikan memiliki fungsi :

a. Pemahaman diri dan lingkungan


b. Fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan
c. Penyesuaian diri dengan diri sendiri dan lingkungan
d. Penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir
e. Pencegahan timbulnya masalah
f. Perbaikan dan penyembuhan
g. Pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk perkembangan
diri konseli
h. Advokasi diri terhadap perlakuan diskriminatif
i. Membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap program dan
aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat,
kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan konseli

Mengacu pada pendapat nurkancana (1991) dalam kaitannya dengan penyelenggaraan


bimbingan konseling di sekolah, tes psikologis mempunyai tujuan sebagaimana
dipaparkan berikut ini.

a. Membentuk siswa untuk mengenal dirinya sendiri; yaitu agar siswa mengerti
dan memahami tentang kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya
b. Membantu orang tua untuk mengenal anaknya, yaitu agar orang tua memahami
dan mengerti kelebihan dan kelemahan anaknya.
c. Membantu guru dalam merencanakan dan mengelola pengajaran. Jika guru
mengenal dan memahami murid-muridnya dengan baik, ia akan dapat mengajar
dengan baik pula.
d. Membantu kepala sekolah dalam menetapkan suatu kebijakan. Kepala sekolah
perlu mendapatkan gambaran umum tentang keadaan siswa pada masing-
masing kelas.
e. Untuk keperluan bimbingan konseling, seperti bahan diagnostik (baik diagnostik
kesulitan belajar maupun diagnostik kesulitan pribadi lainnya), bahan informasi
dalam penyusunan layanan penempatan (pemilihan program khusus, pemilihan
kelanjutan studi, pemilihan lapangan pekerjaan, dan penempatan lainnya),
bahan pertimbangan dalam menentukan suatu treatment konseling individual,
dan sebagainya

3. Dasar Pemikiran Penggunaan Tes Psikologis


Dasar pikiran utama dari kegiatan testing merupakan upaya untuk mencari jawaban
atas masalah kebutuhan akan metodologi penelitian psikologi yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Di lingkungan pendidikan formal (sekolah)
kebutuhan dan dorongan semacam itu terasa sekali di kalangan guru. Kemudian di
sekolah diadakan penggolongan anak berdasarkan kemampuannya, yaitu :

a) Anak-anak yang terbelakang kemampuan belajarnya (educationally recarted)


b) Anak-anak yang normal
c) Anak-anak yang berkemampuan lebih dari normal (intellectually gifted)

Dengan mengetahui golongan kemampuan anak, maka guru akan dapat menentukan
perlakuan yang akan diberikan kepada anak didiknya. Selain apa yang telah
dikemukakan di atas, ternyata kondisi psikis seorang siswa akan melatarbelakangi
aktivitas belajarnya. Seorang guru sebelum memulai tindakan membantu memecahkan
kesulitan belajar siswa tersebut pada awalnya harus berpikir apakah siswa berprestasi
rendah karena kemampuan mentalnya yang memang rendah atau sebaliknya ia
tergolong under achiever. Dalam bidang psikologi, metodologi yang dimaksudkan yaitu
dengan melakukan testing. Dengan sesungguhnya kita berupaya Untuk menimbulkan
suatu reaksi pada diri orang yang dites melalui rangsangan rangsangan tertentu.

4. Cara Pendekatan Dalam Tes Psikologis

Teknik tes untuk memahami individu sebagai aplikasi pengukuran psikologis,


menggunakan dua cara pendekatan yaitu pendekatan psikometrik dan pendekatan
impresionistik (Cronbach, 1984 : 41-44; Martensi Mugiarso & Handayani 1988 : 20-23;
Kencana 1993 – 18-21)

a) Pendekatan pertama psikometrik merupakan suatu cara pendekatan dalam


pengadministrasian dan penginterpretasian pengukuran psikologis yang
didasarkan atas perhitungan numerikal dengan menggunakan satuan ukuran
tertentu terhadap suatu aspek psikis tertentu.
b) Pendekatan yang kedua impresionis merupakan pendekatan pengukuran
psikologis yang lebih ditunjukkan kepada perolehan deskripsi yang lengkap
tentang individu yang diselidiki.
Dalam teknik tes terdapat beberapa perbedaan pokok penerapan kedua pendekatan
tersebut. Perbedaan itu dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang sebagaimana
dikemukakan oleh Cronbach (1984 : 41-44), Martensi Mugiarso & Handayani (1988 :
20-23), nurkancana (1993 : 18-21)

a. Definiteness of Task (Ketentuan / Kekhususan Tugas)

Ketentuan tugas teks dapat dirumuskan secara tegas ataukah tersamar. Aliran
psikometrik cenderung menggunakan item yang berstruktur, atau item yang
menyediakan beberapa alternatif jawaban. Sementara itu, aliran impresionisme
cenderung menggunakan item yang tidak berstruktur, atau item yang menghendaki
jawaban bebas, misalnya pengukuran tentang minat khusus dengan menggunakan
teknik proyektif, pertanyaan yang diajukan kepada tes tidak dapat diartikan oleh testis
secara jelas.

 Coba anda ceritakan tentang berbagai kegiatan yang menarik minat anda !
 Coba anda ceritakan tentang rencana kegiatan untuk mengisi liburan anda !

b. Constructed Response vs Response Choice

Kebanyakan tes dalam menanyakan dikonstruksi untuk dijawab secara lisan atau
tertulis Untuk memanipulasi kan objek. Seorang interviewer bertanya dengan sungguh-
sungguh, “apa yang yang membuat Anda tentram dalam lingkungan keluarga?” Dan
interviewer menunggu dan memperhatikan berbagai kemungkinan jawaban testi yang
cenderung impresionis. Tester psikometrik biasanya nya lebih suka memilih bentuk
jawaban alternatif, karena dapat diskon secara lebih objektif, tidak dipengaruhi oleh
kecepatan dan ekspresi, serta memperkecil salah pengertian terhadap soal
dibandingkan dengan bentuk jawaban bebas. Sebaliknya, tester impresionistik lebih
menyukai jawaban bebas, karena jawaban bebas memungkinkan tester memperoleh
gambaran yang lebih jelas tentang aspek yang diukur.

c. Analysis of Performance

Pendekatan psikometrik tidak menaruh perhatian terhadap proses suatu tindakan


melainkan hanya memperhatikan hasil kerja yang diselesaikan testi. Sebaliknya,
pendekatan impresionistik memperhatikan testi pada waktu mengerjakan tugas
tersebut, sehingga dari proses tersebut akan dapat ditarik suatu kesan umum yang
merupakan data psikis testi, misalnya pada waktu testi menyusun balok-balok dalam
tes Wiggly Block, aliran psychometric hanya menilai bagaimana hasil susunan balok,
berapa menit yang digunakan untuk menyusun balok tersebut. Berdasarkan hasil
pekerjaan testing pendekatan psikometrik memberikan skor tertentu terhadap setiap
pilihan alternatif yang dilakukan oleh testi.

d. Critical Validation

Kritik validitas merupakan persoalan terakhir yang dibahas dalam pendekatan


psikometrik dan pendekatan impresionistik. Berat Ester psychometric pada umumnya
kurang mempercayai kaidah atau hukum yang berasal dari teknik pengamatan
(observasi) terhadap tingkah laku testi. Sebaliknya tester impresionistik kurang suka
memakai validitas secara formal. Bagi mereka yang mendukung gagasan prosedur
psikometrik menganggapnya sebagai sumber mencari kebenaran pengukuran dan
penilaian. Sebaliknya, yang lebih suka prosedur impresionistik menganggap bahwa
tekstur adalah seorang yang benar-benar peka dalam menilai kepribadian, sehingga
tidak tergantung pada bentuk tes. Pendekatan psikometrik dan impresionistik
merupakan pendekatan yang berbeda yang masing-masing diyakini secara kuat oleh
masing-masing pengikutnya. Disarankan agar konselor atau psycholog menggunakan
sikap bijaksana berupa jalan Tengah, yaitu menggunakan kedua pendekatan tersebut
secara terpadu.

5. Syarat-syarat Tes Psikologis

Suatu tes psikologis yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Adapun
suryabrata (1984b : 23) menyatakan bahwa :

a. Tas itu harus valid. Menurut Annastasi & Urbina (1999 : 85) validitas sebuah tes
menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik dan itu bisa mengukur.
Dengan demikian, validitas berkaitan dengan sesuatu aspek yang diukur oleh tes
itu.
b. Tes itu harus reliable. Reliabilitas suatu tes adalah taraf sejauh mana tes itu sama
dengan dirinya sendiri atau dapat dikatakan bahwa reliabilitas suatu tes adalah
kebijakan suatu tes. Realibilitas mengandung persamaan dengan validitas dalam
hal keduanya dibandingkan dengan sesuatu; bedanya kalau validitas itu alat
pembandingnya adalah hal yang diluar tes itu, yaitu kriteria, sedangkan pada
realibilitas alat pembanding adalah tes itu sendiri.
c. Tes itu harus di standardisasikan. Beberapa hal yang perlu di standardisasi kan
adalah materi tes, penyelenggaraan tes, skoring tes, dan interpretasi hasil tes.
d. Tes itu harus objektif. Objektivitas suatu tes ditinjau dari segi apakah tester (baik
tes administrator maupun tes interpreter) mempunyai pengaruh terhadap
penilaian hasil testing.
e. Tes itu harus diskriminatif. Pelaksanaan tes dimaksudkan untuk mengetahui
perbedaan antara individu yang satu dan individu lainnya. Jadi, tes yang
diskriminatif akan menunjukkan perbedaan yang kecil mengenai sifat (faktor)
tertentu pada individu yang berbeda-beda.
f. Tes itu harus komprehensif. Tes yang komprehensif dapat sekaligus
mengungkap (menyelidiki) banyak hal. Terutama dalam tes prestasi, hal ini
sangat penting, misalnya kita ingin menyelidiki prestasi anak dalam mempelajari
bahan ujian tertentu, maka tes yang cukup komprehensif akan mampu
mengungkap pengetahuan testi mengenai segala hal yang harus dipelajari, jadi
hal itu juga mencegah dorongan untuk berspekulasi
g. Tes itu harus mudah digunakan. Selain tes harus memenuhi syarat-syarat yang
terdahulu, yang tidak kalah pentingnya yaitu bahwa test harus mudah
digunakan. Tidak ada artinya sama sekali suatu tes kalau sulit penggunaannya.
Jika penggunaannya sulit maka nilai tes itu menjadi kurang berarti

6. Jenis-jenis Tes Psikologis

a. Berdasarkan banyaknya testi, tes dibedakan menjadi :


 Tes individual (individual test) yaitu tes yang dalam pelaksanaannya
tester menghadapi suatu testi
 Tes kelompok (group test) yaitu tester menghadapi sekelompok testi
b. Berdasarkan atas cara menyelesaikannya
 Tes verbal (verbal test) yaitu dalam menyelesaikan atau mengerjakan tes
tersebut testi harus menggunakan kata-kata, misalnya memberikan
keterangan, memberikan hasil hitungan, dan menjelaskan keterangan
suatu gambar.
 Tes non verbal (non verbal test) atau performance test adalah pada saat
memberikan respons testi tidak harus menggunakan bahasa, melainkan
dengan melakukan sesuatu misalnya mengangkat tangan, menyusun
rancangan balok, menyusun gambar, dan sebagainya.
c. Berdasarkan cara menilai nya
 Tes alternatif, yaitu tes yang penilaiannya berdasarkan atas benar salah.
 Tes gradual, yaitu tes yang penilaiannya bersifat gradual
e. Berdasarkan atas fungsi psikis yang diungkap :
 Tes perhatian
 Teks fantasi
 Tes ingatan
 Tes kemamuan
f. Berdasarkan atas materi yang berhubungan dengan latar belakang teorinya:
 Tes proyektif (projective test), yaitu tes yang disusun atas dasar
mekanisme proyeksi. Jadi, diharapkan supaya testing dengan demikian itu
pada testis terjadi mekanisme proyeksi yang semaksimal mungkin.
 Tes non proyektif, yaitu tes yang sama sekali tidak mempertimbangkan
adanya mekanisme proyeksi
g. Berdasarkan atas bentuknya
 Tes benar salah
 Tes pilihan ganda (multiple choice test)
 Tes isian
 Tes mencari pasangan (matching test)
 Tes penyempurnaan (completion test)
 Tes mengatur objek (object arrangement test)
 Tes deret angka (digit span test)
 Tes rancang balok (block design test)
 Tes asosiasi (association tes)
h. Penggolongan tes menjadi 4 golongan :
 Tes intelegensi (intellegence test)
 Tes bakat khusus
 Tes kepribadian (personality test)
 Tes prestasi belajar

BAB 3 TES INTELIGENSI

A. HAKIKAT INTELEGENSI

Intelegensi atau kecerdasan merupakan salah satu hal penting dalam dunia pendidikan
dan pengajaran, karena itu sudah sewajarnya jika masalah ini banyak dibicarakan oleh
orang titik dalam proses pendidikan peranan intelegensi ini ada yang menganggap
sedemikian pentingnya, sehingga dipandang menentukan berhasil atau tidaknya
seseorang dalam belajar, tetapi di lain pihak ada juga yang beranggapan bahwa
inteligensi tidak lebih penting pengaruhnya dalam belajar dari aspek jiwa manusia yang
lain.

Adapun pendapat Binet tersebut oleh suryabrata 1984 dijelaskan lebih lanjut, bahwa
sifat hakikat intelegensi itu dapat dilihat dalam berfungsinya tiga macam kualitas pada
manusia, yaitu :

a. Kecenderungan untuk mengarahkan pikiran dan mempertahankan tujuan


tertentu.
b. Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud untuk mencapai
tujuan itu
c. Kemampuan untuk melakukan otokritik, yaitu kemampuan untuk mengkritik
diri sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya.

Intelegensi merupakan suatu keseluruhan kemampuan individu untuk bertindak


dengan tujuan mencapai sesuatu, untuk berpikir secara rasional dan untuk menghadapi
lingkungan sekitar secara efektif menurut David wechsler dalam Morgan dan king 1971.

B. Angka kecerdasan dan realitanya


Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada perbincangan tentang orang-
orang yang pandai, cerdas, kurang cerdas dengan mengacu pada angka-angka
kecerdasan yang diperoleh dari suatu tes kecerdasan, misalnya nilai kecerdasan yang
diperoleh Ani 75 diartikan cukup cerdas, sedangkan yang diperoleh beni 89 diartikan
agak kurang cerdas. Kenyataan ini sering membingungkan pemahaman dan
mengecewakan orang awam tentang angka kecerdasan.

Realita semacam ini sering menjebak pemahaman orang awam tentang angka-angka
kecerdasan yang digunakan untuk masing-masing tes intelegensi tidak sama. Dalam
contoh di atas, kriteria kecerdasan Ani lebih baik dari Doni pada angka kecerdasan Ani
lebih rendah dari Doni. Hal ini terjadi karena tes yang digunakan untuk mengukur
kecerdasan Ani adalah tes SPM yang menggunakan norma persentil, sedangkan tes yang
diberikan kepada Doni adalah tes CFIT yang menggunakan norma Binet.

Kecerdasan sebagaimana tersebut di atas, mencakup 2 komponen dasar (Rahardjo,


1995 : 6), yaitu :

a. Kuantitas, menunjukkan tingkat angka kecerdasan dari angka terendah sampai


tertinggi, misalnya kuantitas kecerdasan menurut SPM adalah PP 5, 10, 25, 50,
75, 90, dan 95. Adapun menurut WAIS adalah 65 kebawah, 66-79, dan
seterusnya sampai dengan 128 keatas. Bandingkan penggolongan angka
kecerdasan menurut SPM dan WAIS dengan Binet.
b. Kualitas, menunjukkan tingkatan taraf kecerdasan dari tingkat terendah sampai
tertinggi, misalnya borderline, Low Average, Average/Norma/Rerata, High
Average, Superior, Very Superior

C. Penggunaan beberapa jenis alat ukur intelegensi


1. Asal mula pengukuran intelegensi

Semenjak Cattel (1890) mengembangkan tes sebagai teknik pengukuran dalam


lapangan psikologi, para ahli psikologi terdorong untuk melakukan pengukuran
mengenai intelegensi

Orang yang dianggap sebagai pelopor dalam pengukuran intelegensi yaitu Alfred Binet,
seorang ahli psikologi bahasa Perancis. Sejak 1904 Binet dan Henri telah memikirkan
untuk mengembangkan metode objektif guna menyeleksi anak-anak yang lambat
mental, karena mereka dianggap memerlukan bantuan khusus dalam proses pendidikan

Tas ini pertama kali dipublikasikan pada 1905 yang mengandung 30 item dari dua tipe
dasar. Dengan menggunakan seleksi tes intelegensi ini anak-anak mental retarded
dikelompokkan sesuai dengan taraf intelegensinya. Selanjutnya tahun 1908 tes ini
direvisi dan dikembangkan untuk mengukur taraf intelegensi anak-anak yang normal.
Binet tidak memiliki teori intelegensi tertentu, tetapi ia bekerja di bidang tes tes yang
menunjukkan sampel tingkah laku anak dan membedakan kemampuan dari tingkat
umur yang berbeda-beda. Iyan menemu bukan teori bahwa pada setiap tingkat umur
berapa anak lebih baik dari anak lainnya. Anak yang paling pandai dalam tes disebut
bright (pandai, cemerlang), sedangkan anak yang paling rendah dalam tes disebutnya
miskin.

2. Perkembangan dan macam tes intelegensi

Dalam perkembangannya, tes yang telah sekian lama diterima banyak orang tanpa
kritik, pada akhirnya timbul keraguan keraguan terhadap Tes intelegensi itu sebagai
alat peramal. Para ahli mulai menyadari bahwa Tes intelegensi bukanlah hal yang
almighty (serba baik, serba kuat, maha kuasa).

Raven Progressive Matrices terdiri atas tes dengan penggunaan yang berbeda-beda,
yaitu :

 Standard Progressive Matrices (SPM)


 Coloured Progressive Matrices (CPM)
 Advanced Progressive Matrices (APM)

D. Perlakuan Bimbingan Konseling Pada Tiap Tingkat Kecerdasan

Setiap guru pembimbing sebagai personal bimbingan konseling yang berkompeten


dengan masalah intelegensi anak didik, maka perlakuan guru pembimbing pada setiap
tingkat kecerdasan dapat dideskripsikan, sebagai berikut:

a. Genius, merupakan tingkat kecerdasan yang paling tinggi.


b. Very Superior, mereka dapat ditempatkan di sekolah biasa tetapi ada tambahan
berupa layanan individual atau program pengayaan dan akselerasi
c. Superior, di sekolah biasa dan masih dapat dikembangkan aspek afektif nya
d. High Average, studinya relatif stabil
e. Average, mulai diperlukan adanya bimbingan preventif, karena hasil belajarnya
bisa naik dan bisa pula turun
f. Low Average, adalah kelompok anak yang sehari-hari disebut sebagai slow
learners(lamban belajar)
g. Borderline, merupakan golongan yang kognitifnya tidak dapat berkembang
h. Mentally Deffective, merupakan anak-anak yang harus ditempatkan di sekolah
luar biasa

E. Persamaan dan perbedaan antara diagnosis kecerdasan

Persamaan :

Ketiganya dapat mendiagnosis kecerdasan umum seseorang

Perbedaan :

1) Raven
 Dapat dilaksanakan secara individual maupun klasikal
 Untuk kepentingan seleksi lebih praktis, karena dapat dilaksanakan secara
klasikal
 Dapat dilakukan untuk orang yang buta huruf sekalipun

2) Binet Simon
 Harus dilaksanakan secara individual
 Dapat digunakan untuk mendiagnosis kecerdasan sampai taraf genius, debil,
embisil, dan idiot yang tidak dapat dilakukan oleh Raven dan wechsler
 Hanya dapat diberikan kepada orang yang mampu membaca dan menulis

3) Wechsler
 Harus dilaksanakan secara individual
 Lebih sesuai untuk kepentingan diagnosis kesulitan belajar, karena tes ini
mencakup aspek verbal dan performance sehingga hasilnya dapat mendiagnosis
kesulitan belajar klien pada aspek performance atau verbal
 Hanya dapat diberikan kepada orang yang mampu membaca dan menulis

Dengan mempelajari dan memahami persamaan dan perbedaan antara teks yang
disusun oleh raven, Binet dan Wechsler, mahasiswa mampu mendeskripsikan
karakteristik, kelebihan dan kelemahan diagnosis kecerdasan menurut Raven, Binet dan
Wechsler.

BAB IV TES BAKAT

A. Latar Belakang

Di sekolah kita sering menjumpai dua anak yang mempunyai kecerdasan yang sama
tetapi mempunyai penampilan yang berbeda. Jefri dan Dono mempunyai tingkat
kecerdasan yang sama yaitu 120 berdasarkan hasil tes WAIS, tetapi Jefri lebih suka
bermain musik sedangkan Dono melawak. Melihat keadaan Jefri dan download
tersebut, jelas ada struktur yang berbeda pada diri pribadi mereka berdua. Kejadian
semacam ini yang sering kita jumpai dalam masyarakat mengkritik para ahli psikologi
dan pendidikan untuk mengetahui dan mencari perbedaan-perbedaan khusus tersebut.

Pada umumnya, kemampuan untuk menyerap faktor-faktor kebudayaan terdiri dari


kemampuan umum yang minimal harus dipunyai untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Faktor umum inilah yang diukur dengan tes kecerdasan umum.
Adapun faktor-faktor khusus seperti mengapa Jefri lebih suka menekuni musik dan
dengan cepat dapat mengekspresikan isi hatinya kedalam nada-nada yang tersusun rapi
dan dinamis, serta Dono lebih cepat mengekspresikan apa yang ditangkapnya menjadi
banyolan segar, sedangkan mereka mempunyai gradien kecerdasan yang sama,
merupakan faktor khusus yang perlu dikaji. Faktor khusus inilah yang sering disebut
dengan bakat.

Dalam kegiatan pendidikan Muhammadiyah 2001 mengatakan bahwa usaha untuk


menemukan, mengenal dan memahami bakat siswa merupakan perkara penting.
Setelah pendidik menemukan bakat dan kemampuan siswa yang lain dan hal ini perlu
dilakukan sedini mungkin, kemudian dikenali, dan dipahami.

B. Bakat dan Dimensi

Adapun pengertian bakat dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Kemampuan manusia yang bersifat alamiah. Ini berarti bakat merupakan


pembawaan, tidak dipelajari
 Kemampuan tersebut digunakan untuk memperoleh pengetahuan atau
keterampilan. Dengan demikian, orang yang tidak mempunyai kemampuan
alamiah ini akan mengalami kesulitan dalam memperoleh pengetahuan atau
keterampilan
 Kemampuan alamiah tersebut dapat berupa kemampuan yang bersifat umum,
dan yang bersifat khusus. Kemampuan umum ini yang biasanya dikenal sebagai
bakat intelektual umum, sedangkan kemampuan yang bersifat khusus dikenal
sebagai bakat akademik khusus.

Munandir 2001 mengatakan, bahwa bahkan sering dikatakan merupakan kemampuan


yang dibawa orang sejak lahir, dengan kata lain bersifat keturunan atau genetis.
Pandangan ini sering kita dengar secara umum sebagaimana para ahli dan orang ayam
ada yang setuju bahwa bakat dibawa sejak lahir, sementara yang lain mengatakan
bahwa bakat tidak dibawa sejak lahir.

Sementara itu, Suzuki 1993 memberi penjelasan, bahwa kata-kata bakat dan
kemampuan digunakan dalam arti luas, yang bermakna kesanggupan seseorang untuk
berpikir, bertindak atau merasakan dalam situasi tertentu. Dengan demikian, Suzuki
menunjukkan fakta-fakta bahwa seseorang bisa mengembangkan kemampuannya
untuk menjadi seorang pemarah ataupun seorang yang luwes dalam bergaul. Iya juga
bisa mengembangkan bakatnya untuk menjadi orang yang penting dan bisa mengerti
perasaan orang lain. Dengan demikian, tampaknya pendapat Suzuki tentang bakat lebih
luas dibandingkan ahli-ahli lainnya. Analisis tingkah laku memberikan kesimpulan
bahwa tingkah laku itu mengandung tiga aspek, yaitu :

 Aspek tindakan
 Aspek sebab atau akibatnya
 Aspek ekspresif

Tingkah laku individu, yang mempunyai tiga aspek itu merupakan pengejawantahan
dari kualitas individu yang didasari oleh bakat-bakat tertentu. Disini guilford
menjelaskan lebih jauh tiga dimensi yang tercakup dalam bakat, yaitu dimensi
perseptual, dimensi psikomotor dan dimensi intelektual.

I. Dimensi perseptual, meliputi kemampuan dalam mengadakan persepsi dan ini


meliputi faktor faktor antara lain :
 Kepekaan indera
 Perhatian
 Orientasi Ruang
 Orientasi Waktu
 Luasnya daerah persepsi
 Kecepatan persepsi, dan sebagainya

II. Dimensi psikomotor


 Faktor kekuatan
 Faktor Impuls
 Faktor kecepatan gerak
 Faktor ketelitian/ketepatan
 Faktor koordinasi, dan
 Faktor keluwesan

III. Dimensi intelektual


 Faktor ingatan
 Faktor pengenalan
 Faktor evaluatif
 Faktor berpikir konvergen
 Faktor berpikir divergen

Catatan:
Berfikir konvergen yaitu proses menghasilkan jawaban yang tepat dan benar dari
informasi yang telah diketahui dan diingat sedangkan berpikir divergen yaitu proses
pikiran dengan arah yang berbeda-beda dan beraneka ragam dari informasi yang telah
diketahui dan diingat

C. Cara Pengukuran Bakat

Berkaitan dengan pengukuran bakat yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling
di sekolah, para ahli banyak menggunakan seperangkat tes bakat yang digunakan untuk
mengungkapkan bakat bakat yang dimiliki peserta didik.

Sebagai bahan orientasi dalam pengenalan tes bakat dalam buku ajar ini akan diuraikan
secara singkat tentang tes bakum dan DAT, karena 2 tes inilah yang sering digunakan
dalam layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

1. Tes Bakum ( Bakat Umum)

Tes Bakum (Bakat Umum) disebut juga TKD (Tes Kemampuan Diferensial) atau Tintin
69 (Tes Intelegensi Umum). Tes Bakum dan TKD atau Tintum 69 adalah serangkaian tes
kemampuan diferensial yang praktis untuk mengetahui serangkaian bakat individu.
Thurstone mengemukakan selusin faktor yang dirancang sebagai 7 faktor kemampuan
mental primer yaitu :

 Verbal Comprehension (Kemampuan Verbal) atau faktor verbal merupakan


kemampuan menggunakan bahasa
 Word Fluency (Kefasihan kata-kata), yaitu faktor kelancaran atau kefasihan
menggunakan kata-kata, dan faktor ini secara umum dianggap sesuatu indikator
mudah tidaknya seseorang mengubah rasio nya dan mengalihkan rasionya
sesuai dengan kebutuhannya
 Number Facility faktor-faktor bilangan, yaitu kemampuan untuk bekerja dengan
bilangan (kecakapan menghitung)
 Space Relation (penguasa ruangan), yaitu kemampuan untuk mengadakan
orientasi tempat dan ruang, khususnya persepsi dan visualisasi dalam tiga
dimensi
 Assosiative Memory atau faktor ingatan, yaitu kemampuan untuk mengingat
 Perceptual Speed atau kecepatan persepsi, yaitu faktor kemampuan untuk
mengamati atau persepsi dengan cepat, cermat, dan teliti
 R Induction atau Reasoning (faktor penalaran), yaitu kemampuan untuk berfikir
logis

2. Tes DAT (Differential Aptitude Feat)

Tes DAT dapat memberikan gambaran tentang keseluruhan bakat seseorang secara
maksimal dan terperinci. Tes DAT banyak digunakan untuk penjurusan di SMA SMU dan
SMK dan akhir-akhir ini sering digunakan dalam konseling pendidikan dan pekerjaan
bagi para remaja yang memasuki dunia kerja dan seleksi lamaran kerja.Tes DAT terdiri
dari 9 subtes yaitu untuk mengukur :

 Verbal Reasoning (Penalaran Verbal)


 Numerical Ability (Kemampuan Angka)
 Abstract Reasoning (Penalaran Abstrak)
 Space Relations (Tilikan Ruang
 Mechanical Reasoning (Penalaran Mekanis)
 Clerical Speed an Accuracy (Kecepatan dan Ketelitian Klerikal)
 Language Usage: Spelling and Grammar (Pemakaian Bahasa: Mengeja dan Tata
Bahasa)
 Subtes Mengeja (Spelling)
 Scholastic Aptitude (Bakat Skolasik)

3. General Aptitude Feat Battery (GATB)

Ada 9 aspek yang diukur melalui tes ini. Aspek tersebut, sebagai berikut:

 Aptitude G: Intelligence, merupakan kemampuan belajar secara umum yaitu


kemampuan menangkap dan mengerti konsep prinsip, penalaran dan
pembuatan keputusan
 Aptitude V: Verbal, merupakan kemampuan untuk mengerti arti dari beberapa
kata dan penggunaan kata secara efektif
 Aptitude N: Numerical, kemampuan melakukan operasi angka secara cepat dan
tepat
 Aptitude S: Spatial, kemampuan untuk berpikir secara visual pada bentuk
geometris
 Aptitude P: From Perceptiom, mengukur kemampuan untuk melihat bagian dari
benda, gambar secara visual
 Aptitude Q: Clerical Perseption, mengukur kemampuan untuk mengungkapkan
objek klerimal atau angka dan huruf.
 Aptitude K: Motor Coordination, mengukur kemampuan mengkoordinasikan
gerakan otot mata, tangan dan jari dengan terampil dan teliti dalam gerakan
yang cepat dan tepat
 Aptitude F: Finger Dexterity, mengukur kemampuan gerakan jari-jemari,
memanipulasi objek kecil secara terapi dan teliti
 Aptitude M: Manual Dexterity, mengukur kemampuan menggerakkan tangan
dengan mudah dan terampil, dan mengukur kemampuan bekerja dengan tangan
dalam menempatkan dan memindahkan

D. Pemanfaatan Hasil Pengukuran Bakat dalam Bimbingan Konseling

Bakat atau kemampuan khusus sebagai potensi yang dimiliki individu siswa perlu sekali
untuk digali agar muncul dan dapat diaktualisasikan dengan tepat sesuai bidangnya.
Pengenalan dan pemahaman bakat individu dalam layanan bimbingan dan konseling
secara eksplisit dapat digunakan untuk:

 Membantu dalam merencanakan dan membuat keputusan tentang pilihan


jurusan/program khusus, pendidikan lanjutan dan pekerjaan
 Menggambarkan kekuatan dan kelemahan individu
 Kaitannya dengan fungsi distribusi, hasil tes bakat akan membantu guru
pembimbing untuk mengarahkan atau menyalurkan siswa sesuai dengan
bakatnya sehingga siswa dapat menempati suatu jurusan ataupun program
khusus atau pekerjaan yang tepat sesuai dengan kemampuan dasarnya
 Sebagai salah satu instrumen asesmen diri siswa yang dapat digunakan oleh
konselor dalam membuat perencanaan individual atau merujuk pada pola
layanan bimbingan konseling komprehensif bagi pengembangan potensi peserta
didik secara optimal

BAB 5 : TES KEPRIBADIAN

1. Hakikat Tes Kepribadian

Tes kepribadian sering dibatasi sebagai tes yang bermaksud mengukur dan menilai
aspek-aspek non kognitif, artinya aspek-aspek yang bukan abilitas dan “kepribadian”
manusia (Martensi, Mugiarso, Dewanti, 1988: 41). Aspek non kognitif ini sesuai dengan
analisis faktor banyak jumlahnya. Akan tetapi, sebagaimana dikemukakan oleh
stamboel (1986): 119) dalam konteks tes kepribadian cukup dibatasi pada aspek pokok
yang meliputi motivasi, emosi, dan hubungan sosial.

Tes kepribadian mencakup dua macam teknik, yaitu teknik prot inventory dan teknik
proyektif. Bersifat melaporkan keadaan diri sendiri mengenai kehidupan testitif
seseorang. Diantara model tas yang termasuk dalam yaitu Wood worth personal data
sheet (PDS), Edwards personal preference schedule (EPPS), Kudet preference record
vocational (KPRV), Rothwell Miller inven Tory blank (RMIB), Dan tes minat belajar.

2. Edwards Personal Preference schedule (EPPS)


a. Identifikasi dan dimensi-dimensi kepribadian

Edwards Personal Preference schedule yang dikenal dengan singkatan epps ditujukan
untuk mengungkap kecenderungan atau kebutuhan (needs) khusus yang dimiliki
seseorang. Epps ini merupakan tes kepribadian yang bersifat atau personality
inventory, yang diciptakan oleh Allen L. Edwards pada 1953. Semula tas ini disusun
untuk kepentingan clinical psychology dan counseling. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya digunakan untuk berbagai kepentingan.

Penyebab terjadinya incon ini mungkin:

a) Resti belum integrated (menyatu) dengan pernyataan epps


b) Testi cenderung tidak jujur
Menghadapi kasus ini, langkah yang dilakukan guru pembimbing yaitu:

a. Mengadakan re-tes
b. Memberikan bimbingan konseling

Tes ini diberikan untuk orang dewasa (minimal berpendidikan SLTA) dengan waktu
penyajian antara 40-60 menit. Namun jika sampai 60 menit tidak selesai, waktunya
ditambah sampai seselesainya, pada prinsipnya testi harus menjawab semua item yang
berjumlah 225, tanpa batasan waktu ketat selama 60 menit jika tidak selesai
menjawabnya, maka hasil pekerjaan epps tidak dapat dianalisis dan diinterpretasi.

b. Material dan instruksi epps

Epps berbentuk buku dan lembar jawaban yang terpisah. Terdiri dari 225 pasang
pernyataan titik dimuka setiap pernyataan itu ada huruf “A” untuk pernyataan pertama
dan “B” untuk pernyataan kedua.

Sebelum tes dimulai testi diminta mengisi identitas dirinya pada bagian atas kertas
lembar jawaban yang terdiri atas nomor, nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, dan
tangga pemeriksaan (pelaksanaan tes) serta nama pemeriksa. Adapun bagian kota-kota
di bawah yang berjumlah lima belas, serta bagian kanan yang berisi kolom-kolom di
bawah huruf r, c, s, dan ss tidak boleh diisi. Bagian ini akan diisi oleh pemeriksa.

Kepada testi diminta memilih 1 pernyataan dari setiap pasangan pernyataan itu yang
dianggapnya paling sesuai untuk dirinya dan bukan yang dianggap umum atau wajar
oleh masyarakat sekitarnya. Jawaban yang telah dipilih testi dituliskan pada kertas
jawaban yang telah disediakan, dengan cara melingkari huruf “A” atau “B” yang menjadi
pilihannya. bukan persoalan tidak dicoret-coret atau ditulisi sesuatu.

Pada halaman muka dari buku persoalan, terdapat petunjuk pelaksanaan tes. Bagian ini
merupakan instruksi tes. Memberikan instruksi seperti apa yang tercantum di situ.
Sebelum pelaksanaan tes, tester membacakan petunjuk tersebut dengan baik dan jelas,
yaitu dengan menerangkan isi petunjuk tersebut. Selengkapnya baca petunjuk pada
buku EPPS.

c. Profil laporan ilmiah dan awam

Setelah diskor, akan diperoleh standard score (ss) EPPS. Skor standar perlu di ketahui,
bahwa dengan melihat psikogram EPPS, kita akan dapat mengetahui kecenderungan
kepribadian seseorang. Namun demikian, bagi orang awam, psikogram yang merupakan
bahasa teknis tidak mudah dipahami. Karena itu, seseorang guru pembimbing harus
dapat memahami bahasa teknis dan bahasa awam terutama jika akan memberikan
informasi (mengkomunikasikan) hasil EPPS kepada testi atau orang lain yang
membutuhkan data epps tersebut untuk kepentingan testi. Dengan memahami
deskripsi teknis dan awam ini, guru pembimbing akan mudah mengkomunikasikan
epps untuk kepentingan klien atau siapa apa saja yang membutuhkan data epps
kliennya.

d. Kegunaan EPPS

Dalam prakteknya epps seringkali digunakan untuk kepentingan diagnosis dalam


bidang :

1) Seleksi dan penempatan.

Seleksi dan penempatan karyawan baik di lingkungan instansi pemerintah maupun


swasta, mempunyai nilai yang cukup efektif dengan menggunakan epps. Karena dengan
epps akan dapat diketahui kecenderungan pribadi statistik untuk diterima atau
ditempatkan pada job yang sesuai dengan kepribadiannya. Misalnya untuk job kasir
dibutuhkan orang yang mempunyai needs of achievement, order, dan endurance yang
tinggi.

2) Bimbingan konseling

Berdasarkan data epps seseorang guru pembimbing dapat memberikan layanan


bimbingan konseling, khususnya pada kecenderungan kepribadian tertentu yang
menonjol, baik negatif maupun positif misalnya testis cenderung inkonsisten.

3) Psikoterapi

Dengan melihat data epps terapis akan dapat memberikan treatment yang sesuai
dengan masalah yang muncul dari 15 kecenderungan kepribadian testis.

4) Riza sumber daya manusia

Untuk mengetahui kemampuan sumber daya manusia dalam berbagai kepentingan,


dengan menggunakan epps akan dapat memberikan masukan yang cukup lengkap
tentang kecenderungan kepribadian seseorang, yang pada saatnya dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan kualitas dan menyalurkan sumber daya manusia sesuai dengan
tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya.

e. Karakteristik EPPS

EPPS merupakan tes kepribadian yang menggunakan teknik port inventory,


mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan dengan tes psikologis pada
umumnya. Karakteristik yang menonjol dari epps adalah bahwa skor yang tinggi tidak
selalu menunjukkan kepribadian testi baik, dan skor yang rendah tidak selalu
menunjukkan kepribadiannya tidak baik, tergantung dengan konteks apa epps itu
digunakan. Karakteristik yang lain dari epps ini yaitu dengan melihat skor jawaban
aspek consistence dari testi, kita akan dapat mengetahui apakah tesnya cenderung
Sebagai pribadi yang jujur ataukah tidak.

f. Kelebihan dan kelemahan EPPS

Sebagai suatu tes psikologis IPS mempunyai beberapa kelebihan antara lain:

1) Dapat mendeteksi tingkat kejujuran testi yaitu dengan melihat tingkat


konsistennya. Hal ini dapat diketahui dengan melihat jawaban atas
pertanyaan tertentu yang berpasangan sebagaimana telah disebutkan di
muka. Jawaban yang berbeda menunjukkan testi tidak jujur
(inconsistence).
2) Individu adalah orang yang paling tahu tentang keadaan dirinya sendiri.
Dengan epps yang merupakan maka kita akan mendapatkan gambaran
yang relatif benar tentang kepribadian (kecenderungan kepribadian)
testi.
3) Individu mempunyai kemampuan dan kesadaran untuk menyatakan
keadaan dan penghayatannya menurut apa adanya. Dalam
pelaksanaannya tes ini ternyata mampu mengungkap ada tidaknya
sesuatu atribut pada kepribadian seseorang dan apabila ada dapat pula
diungkap seberapa besar kecenderungannya.

Selain kelebihan, epps juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan
yaitu:
1) Terikat budaya, sebagai teks yang menggunakan bahasa, tes
ini harus diadaptasikan pemakaiannya.
2) Materinya yang banyak akan menimbulkan kejenuhan pada
testis
3) Bagi korektor, prosedur skoring tes ini melelahkan dan
menjenuhkan
4) Teknik interpretasi secara teknis dan awam membutuhkan
keterampilan yang tinggi dari interpreter nya.
5) Sering terjadi adanya pemalsuan jawaban kelas di baik yang
bersifat gaming good maupun faking bad.

3. Rothwell Millier inventory blank (RMIB)


a. Identifikasi tes RMIB

Tes RM atau Rothwell Miller atau the Rothwell Miller Inventory Blank (RMIB) menurut
sejarahnya disusun oleh rasul pertama kali pada tahun 1947. Saat itu tes ini hanya
memiliki 9 jenis kategori dari jenis-jenis pekerjaan yang ada. Kemudian pada tahun
1958, tes diperluas dari 9 menjadi 12 kategori oleh Kenneth Miller. Sejak itu tas interest
tersebut disebut sebagai test interest rothwell-miller.

Tes ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengukur interest seseorang berdasarkan
sikap seseorang terhadap suatu pekerjaan. Pemikiran yang mendasari pembentukan tes
ini adalah bahwa setiap orang memiliki konsep stereotip terhadap jenis-jenis pekerjaan
yang tersedia atau disediakan oleh masyarakatnya, dan testi kemudian memilih
pekerjaan sesuai dengan ide-ide tersebut, meskipun terdapat juga stereotipe yang tidak
berdasarkan pada idea tertentu atau tidak ada hubungannya sama sekali dengan
pekerjaan yang dimaksud. Tetapi tujuan terpenting dari tes ini bukanlah hanya sekedar
untuk mengetahui kebenaran dari stereotipe tersebut, tetapi untuk mengetahui bahwa
konsep tersebut benar-benar ada dan dapat merupakan pengaruh yang kuat terhadap
konsep-konsep seseorang mengenai suatu pekerjaan. Karena biasanya, apabila
seseorang menyatakan suka atau tidak suka terhadap suatu pekerjaan tertentu maka
mereka juga memperlihatkan sikap yang sama terhadap dirinya, meskipun secara
kenyataannya banyak pekerjaan yang berbeda dengan konsepnya.

b. Aspek-aspek ( dimensi-dimensi ) yang diukur


Suka dan tidak suka terhadap kelompok pekerjaan merupakan faktor yang diukur oleh
tes RM ini. Tes-tes diminta untuk menuliskan suka dan tidak suka dalam setiap
kelompok pekerjaan dari ranking 1 sampai dengan 12 tanpa harus urut, misalnya pada
kelompok pekerjaan A testi menuliskan rankingnya dari atas ke bawah 5, 7, 3, 1, 9, 8, 12,
10, 4, 11, 2.

Pekerjaan yang berhubungan dengan minat seseorang dalam tas RM digolongkan dalam
12 jenis pekerjaan yaitu:

 Qut : outdoor, yaitu pekerjaan yang aktivitasnya dilakukan di luar ruangan atau
di udara terbuka, atau pekerjaan yang tidak berhubungan dengan hal-hal yang
rutin sifatnya.
 Mec : mechanical, yaitu pekerjaan yang berhubungan dengan atau menggunakan
mesin, alat-alat, dan gaya mekanik.
 Com : computational, yaitu pekerjaan yang berhubungan dengan angka-angka.
 Sci : Scientific, yaitu pekerjaan yang dapat disebutkan sebagai kreatif kan dalam
analisis dan penyelidikan, eksperimen, kimia dan ilmu pengetahuan pada
umumnya.
 Pers : personal contact, yaitu pekerjaan yang berhubungan dengan manusia,
diskusi, membujuk, bergaul dengan orang lain. Pada dasarnya merupakan suatu
pekerjaan yang membutuhkan kontak (hubungan) dengan orang lain.
 Aest : Aesthetic, yaitu pekerjaan yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat
seni dan menciptakan sesuatu.
 Lit : Literary, yaitu pekerjaan yang berhubungan dengan buku-buku, kegiatan
membaca dan mengarang.
 Mus : musical, yaitu Memet memainkan alat-alat musik, atau untuk
mendengarkan orang lain bermain, bernyanyi atau membaca sesuatu yang
berhubungan dengan musik. Penghargaan terhadap musik.
 S.s : Social service, yaitu minat terhadap kesejahteraan penduduk, keinginan
untuk menolong dan membimbing/menasehati tentang program dan kesulitan
mereka. Keinginan untuk mengerti orang lain, dan mempunyai ide yang besar
atau kuat tentang pelayanan.
 Clear : Clerical, yaitu minat terhadap tugas-tugas rutin yang menuntut kecepatan
dan ketelitian.
 Prac : practical, yaitu minat terhadap pekerjaan yang praktis, karya pertukangan
dan dia memerlukan keterampilan.
 Med : medical, yaitu minat terhadap pengobatan, mengurangi akibat dari pada
penyakit lama penyembuhan dan di dalam bidang medis serta hal-hal biologis
pada umumnya.

4. Tes Minat Belajar


a. Identifikasi

Tes minat belajar berupa buku yang terdiri dari 176 daftar pernyataan yang harus
dijawab semuanya oleh responden. Lembar jawaban tes terpisah dengan buku tes pada
setiap pernyataan dibawah ini dengan pilihan jawaban S R T (suka, ragu-ragu, atau
tidak menyatakan sikap suka atau tidak suka, tidak suka).

b. Aspek-aspek (dimensi) yang diukur

Tes minat belajar ini dalam mengukur minat belajar seseorang dilakukan dengan cara
mengukur minatnya terhadap pekerjaan tertentu melalui pilihan sikap, ragu-ragu, tidak
suka terhadap pernyataan yang disediakan. Asumsinya, seorang yang berminat
terhadap pekerjaan tertentu berkaitan dengan pelajaran tertentu yang harus disiapkan
untuk pekerjaan yang akan dilakukannya.

5. Tes Wartegg
a. Identifikasi

Tes wartegg adalah tes kepribadian yang bertujuan untuk memperoleh insight struktur
kepribadian seseorang yang dinyatakan dalam berbagai fungsi dasar kepribadian. Tes
menggambar yang diciptakan oleh Eurich Wartegg (1939) terdiri dari suatu seri
gambar yang harus dikerjakan testi, kemudian hasil pekerjaan tersebut dinilai dari
sudut diagnostic yakni ekspresi dan sifat proyektif nya.

Tes menyempurnakan gambar warteg ini dapat dimasukkan ke dalam jenis tes
proyektif atas dasar ciri-ciri khas yang meliputi: pertama, tugas yang diberikan sampai
pada taraf tertentu bersifat tak struktur yang sama, sehingga memungkinkan kebebasan
berekspresi dan menghasilkan banyak variasi hasil pelaksanaan tugas. Kedua, tes
tersamar (disquished testing) artinya sampai pada penyelesaian tugasnya testi tidak
menyadari bagaimana sebenarnya hasil karyanya itu ditafsirkan.

b. Aspek-aspek (dimensi) yang diungkap

Tes Wartegg merupakan tes proyektif yang digunakan untuk mengungkapkan data-data
mengenai struktur kepribadian seseorang yang dinilai secara kuantitatif maupun
kualitatif. Penilaian secara kuantitatif yaitu dengan melihat skor yang diperoleh dari 35
sifat yang terdapat dalam gambar testi. Adapun penilaian kualitatif ditinjau dari
gambar-gambar testi dalam hubungan dengan rangsangan, isi, dan cara
mengerjakannya. Penilaian secara kuantitatif dilakukan dengan mengisi tabel skoring
Tes Wartegg yang diperoleh dari berbagai sifat 8 gambar itu.

c. Keuntungan dan kelemahan Tes Wartegg

Keuntungan ( pedoman tes menggambar warteg, 1973: 1) yang terdapat pada tes ini
sebagai berikut:

1) Bahan tas tidak mahal


2) Tes ini cepat dilakukan, dinilai dan diinterpretasi (rata-rata 20
menit)
3) Dapat dilakukan sebagai tes kelompok atau klasikal
4) Orang muda menyatakan dirinya dan tes ini pada umumnya
tidak menimbulkan penolakan.
5) Tes ini sebagai tes kepribadian yang sedikit jumlahnya
memungkinkan untuk memperoleh norma-norma secara
empiris.

Kelemahan yang terdapat pada tes ini sebagai berikut:

1) Bahwa bagaimanapun juga hasil tes ini sedikit banyak terpengaruh oleh
keterampilan menggambar sebagaimana tes ini dapat diamati kesan baik
buruknya gambar. Hal ini dapat terjadi karena menggambar merupakan bentuk
keterampilan khusus hasil bakat dan latihan.
2) Subjektivitas korektor pada waktu memberikan skoring sangat mungkin terjadi,
lebih-lebih pada corrector yang belum berpengalaman. Hal ini dimungkinkan
dapat terjadi karena karakter diberi kesempatan untuk memberikan skor pada
setiap sifat gambar mulai dari 0, ½, 1, 1 ½, 2, sampai dengan 3. Dengan demikian,
untuk suatu gambar yang sama dapat diskon berbeda oleh karakter yang
berbeda.

6. Tes Kraepelin
a. Identifikasi Tes Kraepelin

Koentjoro dan Nuryati Atamimi (1984: 1) mengatakan tes kraepelin ini diciptakan oleh
Emile Kraepelin seorang psychiater dari Jerman yang hidup antara tahun 1956 – 1926,
dan pernah menjadi murid Wilhelm Wundt. Pada permulaan tahun 1880 ia bekerja
pada laboratorium Wundt, dalam usaha memecahkan problem waktu reaksi. Dari sini
dasar-dasar pemikiran Wundt berpengaruh dalam bidangnya terutama dalam
pemecahan masalah neurologis, yang dalam penelitiannya ia kerjakan di
laboratoriumnya di lepzig menggunakan pasien-pasien psikiatrik.

Karakteristik tes ini yaitu materinya hanya berupa angka-angka 1 sampai dengan 9
yang disebar secara acak membentuk lanjur dan baris. Lajur dari kiri ke kanan terdiri
dari 50 lajur, dan dari bawah ke atas membentuk 28 baris.. testi bertugas
menjumlahkan angka-angka tersebut dalam dua angka yang berdekatan dengan setiap
lajur dari bawah keatas dengan waktu 15 detik. Setelah 15 detik dan ada aba-aba, maka
testi harus pindah ke lajur berikutnya tanpa harus menyelesaikan lajur yang sedang
dikerjakan. Begitu seterusnya sampai 50 lajur selesai dalam waktu 12'30.

b. Tes kraepelin sebagai tes kepribadian

Tes kraepelin sebagai tes kepribadian digunakan untuk menentukan tipe performance.
Hal ini dicontohkan oleh Marcham darokah. Sebagaimana dikutip oleh Kuntjoro dan
Atamimi (1984:2), misalnya:

1) Bila hasil menjumlahkan angka-angka “ansich”, rendah sekali


dan tidak pada kedudukan minimum normal hal ini dapat
diprediksi bahwa ada gejala depresi mental pada testi.
2) Bila terdapat salah hitung terlalu banyak dalam jumlah angka
dan dibawa minimum normal, diprediksikan bahwa testi
mengalami distraksi mental atau mental disorder.
3) Hasil tes menunjukkan ritme yang tajam, artinya pada suatu
ketika terjadi hasil rendah, ini disebabkan pada suatu saat
kehilangan ingatannya, sehingga dapat disimpulkan adanya
gejala epilepsi.
4) Bila terdapat range ritme yang terlalu besar pada hasil tes hingga
dibawah minimum normal, dapat diprediksikan bahwa testing
mengalami gangguan emosional.
c. Tes kraepelin sebagai tes bakat

Tes kraepelin sebagai tes bakat dimaksudkan untuk mengukur “ximum performance”
seseorang. Karena itu, tekanan skoring dan testinya didasarkan pada hasil hasil tes
secara objektif, dan bukan proyektif nya. Setelah perhitungan objektif dilakukan,
menurut Mark and darokah (1967) seperti yang dikutip oleh Koentjoro dan Nuryati
Atamimi (1984: 3). Hasil ini dapat diinterprestasikan dengan menggunakan dasar
faktor-faktor bakat yang terkandung di dalamnya yaitu :

1) Faktor kecepatan atau speed factor


2) Faktor ketelitian atau accuracy factor
3) Faktor keajekan atau ritme factor
4) Faktor ketahanan atau ausdauer factor
d. Kegunaan dalam bimbingan konseling

Dalam kegiatan bimbingan konseling di sekolah ke atas karya paling antara lain
mempunyai kegunaan sebagai berikut:

1) Dengan melihat hasil performance nya guru pembimbing dapat


mengetahui masalah kepribadian yang dialami siswa, sehingga
kepada siswa dapat diberikan terapi yang sesuai dengan
masalahnya.
2) Dapat mengungkap empat aspek bakat siswa (ketelitian,
kecepatan, keajekan, dan ketahanan kerja) yang selanjutnya
dapat digunakan untuk pertimbangan:
a) Penjurusan, karena jurusan/program yang satu dengan
lainnya memasyarakatkan bahkan ketelitian, kecepatan,
keajekan, dan ketahanan kerja yang berbeda.
b) Lanjutan studi, Karena untuk melanjutkan studi diperlukan
syarat bakat yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Sehingga dengan melihat bakatnya dari hasil tes kraepelin
guru pembimbing dapat memberikan saran program studi
apa yang sesuai untuk siswa.
c) Karir / pekerjaan, karena pada pekerjaan tertentu
membutuhkan ketelitian yang lebih baik dibandingkan
dengan kecepatan kerja. Dengan demikian kama
pemahaman tentang bakat siswa menurut tes kraepelin ini
akan membantu siswa menentukan pilihan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuannya.
e. Kelebihan dan keterbatasan tes kraepelin

Tas kreapelin mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

1) Dapat mengungkap bakat dan kepribadian sekaligus dengan


melihat hasil kerja testi.
2) Sebagai teks yang bersifat speedtest dapat digunakan untuk
seleksi yang mempunyai nilai kompetitif artinya tesnya
cenderung terdorong untuk bersaing dengan testi lain.
3) Tes kraepelin juga bersifat power test sehingga dapat mengukur
daya tahan atau ausdauer seseorang dalam menyelesaikan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.
4) Alat ukur yang praktis dan bebas budaya
5) Memberikan informasi tentang penempatan dan dapat
menemukan khusus yang dihadapi testi.

Namun demikian, tes kraepelin juga mempunyai keterbatasan antara lain:

1) Testi dituntut kemampuan baca dan tulis, khususnya kemampuan baca tulis
angka atau matematika sederhana.
2) Testi juga dituntut mempunyai kemampuan berpikir cepat hal ini akan terlihat
pada hasil tes pada aspek kecepatan kerja.
3) Teknik skoring tes ini juga memerlukan ketelitian dari korektor nya karena itu
pelaksanaan skoringnya menjenuhkan.
4) Tes ini tidak tepat untuk teknisi dan olahragawan.

7. Tes pauli
a. Sejarah tes pauli

Tas polo sebenarnya adalah perbaikan dan penyempurnaan dari tes kraepelin yang
disusun oleh email kreapelin. Email seorang psychiater akhir abad ke-19 menciptakan
alat tes kraepelin yang digunakan sebagai alat bantu untuk mendiagnosis gangguan otak
yaitu alzheimer dan dementia. Tes ini sangat sederhana, siapapun yang bisa menghitung
dapat mengikuti tes ini titik pada periode tidak lama selanjutnya pada 1938 Prof. Dr.
Richard pauli bersama Dr. Wilhem Arnold serta Prof. Dr. Vanmethod memperbarui tes
kreplin tadi sehingga dapat meningkatkan suatu cek method yang sangat
menguntungkan dan dapat dipercaya.

Berdasar atas cara yang diajukan oleh pauli, tes ini juga mempunyai corak
eksperimental. Juga menghubungkan metode eksperimental tersebut dengan
karakterologi modern, sehingga tes pauli dapat dibandingkan dengan tes kepribadian.

b. Tujuan tes pauli

Tes pauli bertujuan untuk melihat hasil kerja yang dipengaruhi oleh: daya tahan,
ketekunan dan ketelitian. Hasil kerja merupakan fungsi dari motivasi dan kemampuan.
Motivasi merupakan hasil dari niat dan kemauan. Kemampuan merupakan kekuatan
tindakan yang responsif berupa gerakan motorik, kegiatan intelektual, pengendalian
diri secara umum, dan kemampuan untuk membedakan hal yang penting.

c. Aspek-aspek yang diukur tes pauli

Ada 6 aspek yang diukur menggunakan tes ini. Aspek-aspek tersebut dijelaskan
sebagaimana berikut ini:

1) Energi psikis (jml): energi psikis mengungkap besarnya potensi


energi kerja terutama ketika dibawah tekanan.
2) Ketelitian dan tanggung jawab (be): ketelitian dan tanggung
jawab menunjukkan adanya kesediaan bertanggung jawab,;
kepedulian, akan tetapi dapat berarti pula mudah dipengaruhi,
labil, kurang waspada.
3) Kehati-hatian (sa): kehati-hatian menunjukkan adanya
kecermatan, hati-hati konsentrasi, kesiagaan, dan kemantapan
kerja terhadap pengaruh tekanan.
4) Pengendalian perasaan (si): pengendalian perasaan
menunjukkan adanya ketenangan, penyesuaian diri,
keseimbangan dan sebaliknya dapat berarti menggambarkan
penuh temperamen mudah terangsang dan cenderung
egosentris.
5) Dorongan berprestasi (Ti): dorongan berprestasi
menggambarkan kesediaan dan kemampuan berprestasi, serta
kemauan untuk mengembangkan diri.
6) Vitalitas dan perencanaan (To): vitalitas dan perencanaan
menunjukkan ambisi untuk mengarahkan diri dan mengatur
kemampuan dalam mengatur tempo dan irama kerja.

8. Tes kuder Preference Record-Vocational (KPR-V)


a. Sejarah singkat

Tes kuder Preference Record-Vocational (KPR-V) disusun oleh G. Frederich Kuder, di


mana perkembangan dari tes ini dimulai dari tahun 1934-1935 di bidang pendidikan.
Pendekatannya pada pengukuran minat dibedakan dalam dua hal. Pertama kuder
menggunakan butir-butir soal tiga serangkai pilihan terbatas dengan responden
mengindikasikan yang mana dari tiga kegiatan itu yang paling disukai dan mana yang
paling kurang disukai. Kedua, skor-skor dipengaruhi tidak untuk pekerjaan tertentu
melainkan untuk 10 bidang minat yang luas yaitu di luar ruangan, mekanis, pekerjaan
ilmiah, persuasif, artistik, sastra, musik, kerja sosial, dan administrasi.

b. Aspek-aspek yang diukur

Ada 10 aspek kepribadian yang dapat diukur dalam tes ini ke titik a 10 aspek tersebut
yaitu:

 Outdoor: pekerjaan di mana aktivitasnya dilakukan diluar atau pekerjaan yang


tidak berhubungan dengan hal-hal yang bersifat rutin, contohnya : petani
 Mekanik: pekerjaan yang berhubungan atau menggunakan mesin alat-alat dan
daya mekanik contohnya: tukang bubut.
 Computational: pekerjaan yang berhubungan dengan angka-angka contohnya:
akuntan
 Scientific: pekerjaan yang dapat disebutkan sebagai keaktifan dalam hal analisis
dan penyelidikan, kimia eksperimen dan ilmu pengetahuan pada umumnya,
contohnya: ahli biologi.
 Persuasif: pekerjaan yang berhubungan dengan manusia, diskusi membujuk,
bergaul dengan orang lain. Pada dasarnya yaitu pekerjaan yang membutuhkan
kontak dengan orang lain, contohnya: penyiar radio.
 Artistik: pekerjaan yang berhubungan dengan hal-hal yang bersifat seni dan
menciptakan sesuatu, contohnya: perancang pakaian.
 Literary: pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan membaca, mengarang,
contohnya: penulis sandiwara radio
 Musical: minat memainkan alat musik atau untuk mendengarkan orang lain
menyanyi atau bermain musik atau membaca sesuatu yang berhubungan dengan
musik, penghargaan terhadap musik, contohnya: pemain piano (pianist).
 Social service: minat terhadap kesejahteraan penduduk, dengan keinginan untuk
menolong atau membimbing/menasehati tentang problem dan kesulitan
mereka, contoh: psikologi pendidikan.
 Clerical: minat terhadap tugas-tugas rutin yang menuntut ketetapan dan
ketelitian contohnya: penyusun arsip.
c. Kegunaan tes

Secara umum, ada dua kegunaan utama dari ini yaitu:

1) Sebagai alat untuk mengukur minat berdasarkan sikap dan ide-


ide yang terhadap suatu pekerjaan.
2) Sebagai alat untuk seleksi karyawan sesuai dengan bidang minat
bekerja yang dimiliki.
d. Relevansi penggunaan tes KPR-V dalam dunia bimbingan dan
konseling

Meskipun proyeksi awal tes ini adalah untuk kepentingan dunia industri dalam hal ini
yaitu perusahaan, tidak ada salahnya jika dunia bimbingan dan konseling di sekolah
yang juga punya kaitan erat dengan perencanaan karir menggunakan tes ini. Hal ini
berkaitan dengan kematangan dalam perencanaan serta pengambilan keputusan karir
di sekolah. Jika sudah terdeteksi dari awal minat vokasional seorang peserta didik, tentu
akan jauh lebih membantu dalam pembimbingan merencanakan karir di masa depan.

9. Thematic apperception test

Thematic apperception test, singkatan TAT, adalah suatu teknik proyeksi, yang
digunakan untuk mengungkap dinamika kepribadian yang tampakkan diri dalam
hubungan interpersonal dan dalam apresiasi (atau interprestasi yang ada artinya)
terhadap lingkungan. Konsep ini pertama kali dilahirkan oleh Christina Morgan dan
Henry Murray pada 1935 ( Grot-Marnat, 2010:409). Pada awalnya tes ini dibangun
dengan kerangka teori yang mengasumsikan bahwa individu berinteraksi dengan
lingkungan di sekitarnya sehingga saling mempengaruhi (Murray, 1935; Grot Marnat,
2010: 412).

a. Letak TAT dalam teknik proyeksi

Ada berbagai teknik proyeksi yang digunakan sebagai tes kepribadian di antara jajaran
tes jenis ini TAT mendapatkan jenjang kedua sesudah tes Rorschach. Beberapa ahli
menyarankan digunakan kedua tes ini (TAT dan Rorschach) untuk mengungkapkan
kepribadian secara lengkap. Tes Rorschach (selanjutnya kita sebut ro) yang sifatnya
formal dan menggunakan analisis persepsi, yaitu tes yang paling baik diantara tes tes
formal ekspresif mengenai jalan pikiran dan organisasi emosi.

b. Dasar pemikiran

Menurut pandangan organismik, semua bagian merupakan fungsi dari keseluruhan,


maka segala aspek tingkah laku manusia, termasuk kecenderungan dalam menanggapi
gambar/lingkungan dapat digunakan untuk pengetesan, atau sebagai sampel yang
memungkinkan dibuatnya kesimpulan mengenai keseluruhan kepribadian.

c. Kelebihan dan kekurangan TAT

Kelebihan TAT, sebagai berikut:

1) Secara teoritik TAT mampu mengakses struktur kepribadian


yang tertutup dan lebih mendalam dari seorang individu.
2) Fokus pada sifat-sifat global kepribadian dan bukan pada
pengukuran objektif berbagai ciri sikap atau sifat tertentu.
3) Mudah menciptakan rapport karena pada pelaksanaannya TAT
dapat memicu ketertarikan seseorang dalam mengerjakannya.

TAT juga memiliki beberapa kekurangan yang menjadi kekurangan tes ini yaitu:

1) Proses penentuan konsistensi dari test dan sulit dilaksanakan karena data
normatif (norma standar penentuan asesmen menjadi sangat kurang karena
bersifat relatif) yang diperoleh sangat kurang.
2) TAT sangat sensitif terhadap variabel situasional yang sangat mengganggu
objektivitas aspek yang diukur.

10.Tes Rorschach

Pertama kali Teknik ini dipublikasikan secara resmi tahun 1921 oleh Hermann
Rorschach dalam monograf nya psychodiagnostic. Dalam monograf nya Hermann
Rorschach mengemukakan bercak tinta yang terpilih, temuan diagnostik nya, dan
landasan teori dari temuannya.

a. Eksperimen Herman Rorschach

Dalam psikodiagnostik tersebut Rorschach menulis bahwa dia telah menyelesaikan satu
seri bercak tinta yang terdiri dari 10 kartu dari beribu-ribu kartu yang telah dicobakan.
Menurut Klopfer (1962) teknik bercinta yang disusun oleh Rorschach merupakan titik
puncak keberhasilan dari penelitian yang menggunakan bercak tinta selama 20 tahun di
Eropa dan Amerika. Rorschach berhasil menerobos aspek-aspek yang belum pernah
dijangkau oleh peneliti lain.

b. Cara membuat bercak tinta dalam tes Rorschach


1) Standarisasi alat tes, alat tes ini distandarisasikan dengan
populasi pasien RS tempat Herman menjabat sebagai kepala
psychiater ini merupakan hasil kerja 10 tahun riset dan
eksplorasi.
2) Perkembangan riset sebelumnya, telah banyak penelitian
sebelumnya yang tertarik melakukan investigasi tentang bercak
tinta. Secara tidak sengaja menyadari banyak hal yang bisa
dilihat pada bercak tinta ia tidak menyadari adanya
kemungkinan hubungan persepsi ini.
3) Perkembangan instrumen tes Rorschach, publikasi ro pertama
kali tahun 1921, dan tahun 1922 roh meninggal (lahir 1884).
Tahun 1924 publikasi pertama metode Hero muncul di Inggris
yang merupakan terjemahan dari paper yang ditulis oleh to.
4) Kartu-kartu dalam tes Rorschach, dalam administrasi tes
Rorschach terdapat 10 kartu yang dikelompokkan menjadi 2
yaitu:
 Kartu Achromatik, kelompok Kartini hanya mempunyai
warna.
 Kartu cromatic. Kelompok kartu kromatik mempunyai
aneka warna lain, misalnya merah dan biru hijau. Ya itu
kartu II, III, VIII, IX, dan X.
5) Skoring, tujuan dari skoring yaitu:
 Untuk mengelompokkan bahan dari hasil tes Rorschach
 Untuk mengubah jawaban yang masih bersifat kualitatif
 Sebagai sarana komunikasi antara ahli satu dan lainnya.

BAB 6 : TES PRESTASI BELAJAR

1. Latar belakang

Prestasi belajar merupakan sasaran personal yang terlibat dalam proses belajar
mengajar di sekolah. Pada hakekatnya prestasi belajar merupakan cerminan
keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan oleh guru, siswa, dan
komponen sekolah yang lain dalam kurun waktu tertentu, misalnya satu caturwulan,
satu tahun ajaran ataupun satu jenjang pendidikan dari kelas 1 sampai kelas yang
terakhir di lembaga pendidikan tersebut.

Belajar merupakan suatu proses yang aktif yang memerlukan dorongan dan bimbingan
ke arah tercapainya tujuan yang dikehendaki. Stimuli atau pengaruh dari luar yang
terpenting yaitu datang dari guru dalam kewajibannya sebagai pengajar di dalam kelas,
pertanyaan yang dikemukakan, bantuan yang dikerjakannya yang dapat dilihat dan
segala sesuatu yang dapat diperbuatnya sehingga pelajaran dapat menarik perhatian
dan aktif. Akan tetapi, respons atau tanggapan yang timbul dari lubuk hati pelajar
adalah pula merupakan dasar yang utama dari bermacam-macam berlangsungnya
perbuatan belajar. Selama pelajar mempunyai inisiatif sendiri, pelajar akan
dibangkitkan hatinya sehingga ia akan memiliki ketekunan dalam belajar.

Pengertian yang dikemukakan Crow & Crow dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Belajar merupakan perbuatan, action, perilaku seseorang yang dilakukan


dengan sengaja dan atau tidak sengaja.
b. Memperoleh sesuatu kebiasaan, misalnya seseorang yang pada saat
berpuasa menunggu waktu berbuka listrik mati, sehingga ia tidak dapat
mendengar adzan dari masjid yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya.
Iya pernah mendengar dari orang tuanya bahwa berdasarkan
pengalaman orang-orang tua dulu kalau sudah ada kelelawar terbang,
berarti matahari sudah terbenam dan dengan waktu berbuka telah tiba.
Perbuatan ini ia lakukan berulang-ulang, setiap kali menjelang waktu
berbuka ia keluar rumah mengamati kelelawar dan jika kelelawar sudah
muncul.
c. Memperoleh ilmu pengetahuan. Perolehan ini lebih ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya karena dikonstruksi dengan cara-
cara ilmiah. Kebiasaan melihat kelelawar tersebut mungkin saja tidak
dapat dilakukan karena terjadi hujan. Karena itu ia berusaha memperoleh
jadwal puasa dan waktu salat dari lembaga-lembaga yang dapat
dipercaya, sebagai pedoman beribadah.
d. Memperoleh berbagai sikap. Sikap adalah penilaian umum yang dibuat
seseorang terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek, atau isu-isu.
Berdasarkan pada perbuatan dirinya sendiri dan atau orang lain kamu
mengamati objek dan isu-isu yang terjadi seseorang menilai positif atau
negatif terhadap dirinya sendiri, orang lain, maupun objek dan isu-isu
yang terjadi tersebut. Proses menilai dan kemudian bersikap sesuatu
tersebut merupakan perbuatan belajar.

Sumadi suryabrata (1984a: 253) menyimpulkan pengertian belajar setelah mengkaji


pendapat para ahli, bahwa terdapat hal-hal pokok sebagai berikut:

a. Bahwa belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioral changes, aktual
maupun potensial).
b. Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru
(dalam arti kenntnis dan fertingkeit).
c. Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha sadar yang
dilakukan individu untuk mendapatkan kecakapan baru melalui suatu proses
perubahan sebagai hasil mengalami sesuatu.

2. Jenis dan fungsi pengukuran hasil belajar

Tes hasil belajar yang distandarisasikan merupakan tes psikologi yang paling maju
perkembangannya. Selain tes hasil belajar yang distandarisasikan ada pula tes hasil
belajar buatan guru (Stamboel, 1986: 209).

a. Tes hasil belajar yang distandarisasikan

Di sini akan dibicarakan tes hasil belajar yang bersifat umum dan khusus beberapa hal
yang perlu diketahui:

1) Tujuan utama dari tes hasil belajar yang distandarisasikan yang


bersifat umum yaitu penilaian terhadap pengaruh
pengajaran/pendidikan /kursus tertentu. Tes ini didasarkan atas
tujuan pendidikan yang bersifat umum.
2) Tes semacam ini dikonstruksikan dengan keahlian oleh ahli-ahli
dalam bidang konstruksi tes.
3) Sampel yang dicobakan harus bersifat representatif, yang
diambil dari suatu populasi anak normal pada sekolah-sekolah
umum.
4) Petunjuk untuk administrasi dan penilaian yang
distandarisasikan dirumuskan secara mendetail.

Selain dibedakan tes hasil belajar yang bersifat umum dengan tes hasil belajar khusus,
perlu juga dibedakan antara tes hasil belajar yang bersifat umum dan tes kemampuan,
terutama berbeda dalam tingkat pengalaman.

2. Tes hasil belajar yang bersifat umum mengukur efek pengalaman


yang secara relatif dicakup oleh suatu pengalaman yang
distandarisasikan, yaitu suatu rencana pelajaran, umpamanya
kursus bahasa tertentu, sedangkan tes kemampuan mengukur
efek belajar yang secara relatif terwujud dalam kondisi yang
tidak terkontrol datang diketahui. Tes kemampuan meramalkan
sesuatu yang akan dicapai seseorang dalam sesuatu latihan
pelajaran atau kursus yang akan datang.
3. Tes hasil belajar yang bersifat khusus adalah tes-tes yang
mencakup bidang-bidang khusus yaitu terutama tes membaca,
matematika dan tes dengan tujuan pendidikan yang luas, yang
terutama digunakan dalam bantuan terhadap anak yang
mengalami kesulitan belajar. Fungsi tes hasil belajar khusus
boleh dikatakan berada di antara tes kemampuan dan prestasi
belajar umum, karena pengukuran tes ini ditekankan terutama
pada kemampuan khusus yang diperlukan dalam mengikuti
keseluruhan pendidikan dan rencana pelajaran.

b. Tes hasil belajar buatan guru

Tes ini paling lazim digunakan di negara kita, terutama dibuat dengan tujuan untuk
mengetahui hasil belajar yang dicapai murid setelah mereka mengikuti proses belajar
dalam kurun waktu tertentu. Tes hasil belajar buatan guru dapat digolongkan menjadi
tes objektif dan subjektif (essay). Disebut objektif karena cara pemeriksaannya
(skornya) yang seragam terhadap semua murid yang telah mengikuti tes itu. Adapun
subjektif cara penilaiannya cenderung dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat subjektif
seperti prasangka, suka atau tidak suka, rajin atau tidak dalam mengikuti pelajaran.
Tes objektif yang disusun oleh guru dapat berbentuk betul-salah (true false test),
pilihan ganda (multiple choice test), menjodohkan (match ing test), melengkapi/isian
(completion test). Adapun tes essay berbentuk bebas (free essay) dan terbatas (limited
essay). Setiap jenis tes ini, objektif maupun subjektif, mempunyai kelebihan dan
kelemahan tertentu. Karena itu disarankan untuk mengukur hasil belajar siswa agar
dilakukan secara bijaksana.

Dalam praktek ini lingkup pendidikan, tes hasil belajar mempunyai beberapa fungsi
yaitu:

1. Fungsi tes hasil belajar terutama adalah untuk seleksi. Hal ini dilakukan
jika subject yang terdaftar melebihi data yang ada, misalnya calon
mahasiswa yang dibutuhkan 40 sedangkan pendaftar 70.
2. Tidak saja dalam seleksi, juga dalam anak untuk ditempatkan sesuai
dengan kelompok yang sama kemampuannya (homogeneous ability)
digunakan tes hasil belajar, sebab suatu pengajaran yang bersifat klasikal
sebenarnya banyak mengabaikan segi-segi perbedaan individual anak
didik.
3. Untuk mengatur standar suatu kelakuan minimum yang dicapai misalnya
untuk mengikuti pelajaran berikutnya anak dituntut telah memiliki
kemampuan tertentu sebagaimana yang digariskan.
4. Penetapan kenaikan tingkat kelas biasanya juga menggunakan tes hasil
belajar sebagai patokan, karena tes ini bersifat objektif dan universal bila
dikonstruksikan secara baik.
5. Untuk keperluan remedial teaching (perbaikan pelajaran).
6. Dan akhirnya tes hasil belajar digunakan dalam bidang penyuluhan
(bimbingan konseling). Hasil tes prestasi belajar akan mempunyai
manfaat yang penting dalam kegiatan bimbingan konseling di sekolah
terutama dalam kaitannya dengan layanan bimbingan belajar.

Layanan bimbingan belajar yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan siswa


mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi
belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek
tujuan dan kegiatan belajar lainnya. Hal ini berarti siswa yang memiliki kemampuan
lebih dapat menyelesaikan masa belajarnya lebih cepat.
Bab 7 Tes Kreativitas

A. TUJUAN UMUM
Tujuan umum yang hendak dicapai setelah mempelajari tes kreativitas
mahasiswa mampu :
1. Memahami hakikat kreativitas dan tes kreativitas
2. Memahami tujuan pelaksanaan tes kreativitas
3. Memahami dan menginterpretasikan hasil tes kreativitas
4. Memahami macam-macam tes kreativitas
B. TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. pemahaman tentang klasifikasi tingkat kreativitas individu
2. Menginterpretasikan skor hasil tes kreativitas figural
3. Memberikan perlakuan yang tepat kepada setiap individu yang sedang
berkembang sesuai dengan klasifikasi kreativitas yang dimiliki
4. Mengetahui kegunaan berbagai jenis tes kreativitas serta
menginterpretasikannya sebagai data awal untuk menyusun rancangan
perlakuan yang sesuai dengan klasifikasi kreativitas individu
5. Memahami hasil tes kreativitas sebagai angka kemampuan dasar yang tidak
selalu berkorelasi positif terhadap prestasi akademik yang diperoleh siswa
C. KUNCI
Tes tes kreativitas, tes figural, ttct
D. MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang digunakan dalam bab ini meliputi laptop.
E. Uraian
1 Latar Belakang
Dalam sebuah diskusi di kelas perikesit seorang siswa XI di SMA
dewaraka menceritakan bahwa setiap memiliki waktu luang di rumah dia
selalu berusaha memanfaatkan barang-barang bekas seperti kaleng bekas
minuman dan kaleng susu untuk dijadikan mainan titik baik itu untuk
digunakan olehnya sendiri maupun dimanfaatkan oleh adiknya yang
masih duduk di sekolah dasar beda dengan Parikesit, rusali bercerita
bahwa dia sering menemui kesulitan dalam memilih waktu belajar di
rumah yang sekaligus digunakan sebagai tempat usaha oleh orang tuanya.
Suara bising yang diakibatkan aktivitas produksi mebel menyebabkan dia
sulit berkonsentrasi dalam belajar titik setelah berpikir keras kemudian
dia memilih untuk belajar dengan telinga ditutup earphone tanpa musik
untuk mengurangi kebisingan dan menambahnya berkonsentrasi. dalam
konteks pendidikan secara umum dan pelayanan bimbingan konseling
sebagai bagian dari pendidikan tersebut pemahaman mengenai tingkat
kreativitas yang dimiliki oleh peserta didik menjadi penting untuk
dilakukan tujuan utama tes kreativitas yang untuk kreativitas anak didik
karena kreativitas sangat bermakna dalam hidup masyarakat terutama
orang tua dan guru ingin memberikan pengalaman yang pengayaan
kepada mereka yang berbakat kreatif. Secara historis bakatan diartikan
sebagai mempunyai integrasi yang tinggi, dan Tes intelegensi tradisional
merupakan ciri utama untuk mengizinkan meloncat kelas atau masuk
kelas khusus yang menuntut mereka harus bekerja lebih banyak lebih
keras.
2 Kreativitas dan dimensinya
A. kerjaang kreativitas
Mencermati cerita Parikesit dan rusali tentu memantik pemikiran
pemikiran mengenai siapa yang lebih kreatif. Secara umum, orang
tentu berpendapat bahwa Parikesit memiliki kreativitas yang tinggi
karena mampu memanfaatkan bahan-bahan bekas untuk diubah
menjadi bahan-bahan yang bermanfaat titik tetapi di sisi lain rusali
juga dapat dikatakan kreatif buktinya rusali dapat mengatasi masalah
kebisingan dengan cara yang baik sehingga ia tetap bisa belajar dalam
suasana bising. Munandar (2004: 25) menjelaskan bahwa kreativitas
adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang
baru sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan baru yang
dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai
kemampuan untuk meliputi hubungan-hubungan baru antara unsur-
unsur yang sudah ada sebelumnya. Pengertian ini memberikan
gambaran bahwa kreativitas tidak hanya didominasi oleh dimensi
produktivitas tetapi juga menyangkut dimensi kognitif yang berwujud
adanya gagasan dalam menyelesaikan masalah. kreativitas adalah
kemampuan berekreasi berdasarkan data atau informasi yang
bersedia Dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap
suatu masalah, di mana penekanannya yaitu pada kualitas, ke tempat
gunaan, dan keragaman jawaban. Jawaban yang diberikan harus
sesuai dengan masalah yang dihadapi dengan memperhatikan kualitas
data mutu dari jawaban tersebut titik berpikir kreatif dalam
menjawab segala masalah yaitu dengan menunjukkan kelancaran
berpikir atau dapat memberikan banyak jawaban yang bervariasi, dan
melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan titik secara
operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai warisan alias dalam
berfikir, serta kemampuan untuk mengolah borasi atau
mengembangkan, memperkaya, memerinci suatu. Hal ini dikuatkan
oleh pendapat Strenberg (Carter, 2003:84) yang menyatakan bahwa
kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut
psikologis yaitu intelegensi gaya kognitif, dan kepribadian atau
motivasi.bagat tahap kehidupan. Davis (1992: 88) melihat tiga
kegunaan utama kreatif, pene litian, serta untuk bimbingan dan
konseling. Kreativitas atau bakat krea tif dapat diukur secara langsung
dan tidak langsung, dan dapat meng gunakan metode tes dan non-tes.
Ada pula alat untuk mengukur ciri-ciri kepribadian kreatif, dan dapat
dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif. Untuk
mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual le bih cermat,
tetapi lebih banyak memakan waktu dan biaya. Yang sudah digunakan
di Indonesia yaitu tes Stanford-Binet dan wechsler intelligence scale
for children waktu dan biaya. Keterbatasannya yaitu kita tidak tahu
apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesia yang sudah banyak
digunakan adalah progressive matrices test. intelligence test dan tes
inteligensi kolektif Indonesia yang khusus dikonstruksi untuk
Indonesia. Tes potensi akademik (TPA) yang khusus dirancang untuk
Indonesia, dapat diguna kan untuk mengukur bakat akademik,
misalnya sejauh mana seseorang mampu mengikuti pendidikan
tersier. Tes untuk mengukur bakat kepe mimpinan belum banyak
digunakan di Indonesia, demikian pula tes un tuk mengukur bakat
dalam salah satu bidang seni atau bakat psikomoto rik. Tes luar negeri
yang mengukur kreativitas yaitu tes dari Guilford yang mengukur
kemampuan berpikir divergen, dengan membedakan aspek
kelancaran, kelenturan, orisionalitas, dan kerncian dalam berpikir.
Perhitungan Skor Kreativitas Berpikir Dalam perhitungan skor,
jawaban peserta tes atas butir-butir per tanyaan kreativitas berpikir
diubah ke dalam skor kreativitas berpikir dengan cara tertentu,
Pengukuran kreativitas berpikir dilakukan dengan meminta peserta
tes membuat jawaban sebanyak mungkin atas butir butir tugas dalam
waktu yang ditentukan. Untuk dapat diubah menjadi skor, jawaban
diinterpretasikan dalam kelancaran, keluwesan, dan keas lian.
Menurut Ellis dan Hunt (1993: 12-13), Woolfolk dan Nicolich (1984:
31), Good dan Brophy (1990: 27), Winkel (2004: 48) dan Rakhmat
(1999: 55), respons peserta tes akan diinterpretasikan berdasarkan
tingkat ke lancaran ( ), keluwesan ( ), dan keaslian (originality) pro ses
berpikir. Skor kreativitas berpikir adalah skor gabungan dari ketiga
unsur. Kelancaran menjawab berhubungan dengan kemampuan
mengha silkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam
waktu yang singkat. Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan
banyak alterna tif pemecahan masalah. Oleh karenanya kemampuan
ini berhubungan dengan arus ide. Menurut Good dan Brophy (1990:
66), BBMkelancaran ada lah kemampuan menghasilkan banyak
gagasan pemecahan masalah da lam waktu singkat. Hal yang sama
dinyatakan oleh Rakhmat (1999: 12), menit untuk setiap soal,
sementara untuk tes berikutnya per soal diberi durasi empat menit.
Hasil akhir tes kreativitas ini sama halnya dengan tes IQ, yakni be rupa
skor. Testee yang mencapai skor 90-110 berarti tingkat kreativitas
nya rata-rata, skor di bawah 80 dikateg ikan sangat lamban,
sedangkan yang mampu mencapai skor 130 ke atas tergolong sangat
unggul. Namun. dari pengalaman Utami selama ini, hanya sedikit
testee yang bisa men capai skor kreativitas yang tinggi. Kebanyakan
berada pada kisaran skor 90-100. Sebaliknya, banyak sekali testee
yang bisa mencapai skor tinggi. untuk tes IQ. Menurutnya. "Hal ini
disebabkan berpikir kreatif kurang dirangsang, sehingga testee tak
terbiasa berpikir bermacam-macam arah." Selain pengukuran
kreativitas yang sudah disebutkan, ada juga pengukur an skala sikap
kreatif yang lebih menyangkut pada segi afektif.
F. EVALUASI
1 mempelajari materi tentang tes krativitas, amatilah orang orang di
sekitar Anda (minimal dua orang) yang Anda anggap memili ki krativitas
di atas rata-rata. Berdasarkan pemahaman Anda menge nai konsep
tentang kreativitas amati perbedaan dimensi kreativitas yang dimiliki
kedua orang tersebut, manakah yang lebih dominan di antara yang lain,
serta berikan argumentasi mengenal pendapat Anda tersebut.
2 Berikan rasional pentingnya pengukuran atau tes kreativitas sebagai
bahan untuk pelayanan bimbingan dan konseling
Lakukan tes kreativitas sederhana dengan tes circle test pada minimal 5
testee kemudian lakukan analisis serta buat interpretasi hasil
berdasarkan hasil tes pada

Bab 8 PENGUMPULAN DATA (TES) DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

A. TUJUAN UMUM
Tujuan umum yang hendak dicapai setelah mempelajari pengum
pulan data (tes) dalam bimbingan dan konseling, mahasiswa mampu:
1. Memahami prosedur pengumpulan data tes dalam bimbingan dan
konseling.
2. Memahami kode etik penggunaan tes psikologi. Melakukan
interpretasi hasil tes sesuai dengan kompetensi yang di miliki.
B. TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1 batasan-batasan untuk melakukan tes dan analisis hasil tes
yang dapat dilakukan oleh konselor.
2 Mempraktikkan analisis dan interpretasi data hasil tes untuk
keper pengembangan diri individu.
3 Melakukan diagnosis awal terjadinya gejala negatif yang
diakibat kan adanya hambatan berkembangnya potensi
dalam diri individu
4 Menyusun rancangan kegiatan untuk pengembangan diri
siswa ber dasarkan analsis dan interpretasi hasil tes.
C. KATA KUNCI
Pengumpulan data, hasil tes, bimbingan, dan konseling.
D. MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang digunakan dalam bab ini meliputi laptop,
LCD, contoh hasil tes yang dimiliki mahasiswa, Penelitian atau Riset
Di dalam tiap lapangan ilmu pengetahuan atau bagian dari ilmu
pengetahuan, riset merupakan kegiatan yang mutlak harus dilakukan.
Dalam bidang tes psikologis ini riset dilakukan dengan tujuan berma
cam-macam, di antaranya yang penting:
1. Riset untuk penyusunan tes. Tes psikologis yang baik tidak dapat
di susun dari belakang meja saja (teoretis), melainkan harus
berdasar kan riset (di lapangan) yang secara ilmiah benar-benar
dapat diper tanggungjawabkan.
2. Riset untuk eksplorasi sifat-sifat psikologis tertentu pada
kelompok masyarakat tertentu, misalnya riset mengenal bakat-
bakat khusus pada siswa-siswa SMU, untuk mengetahui potensi
generasi muda sesuatu masyarakat, motif sosial remaja suku Jawa
dan keturunan Cina di beberapa SMA Yogyakarta (Martaniah,
1984), ekspresi wajah untuk mengungkap emosi dasar manusia
(Prawitasari, 1990).
3. Riset untuk fompok masyarakat tertentu, misalnya telah ada
dugaan adanya sifat-sifat atau sikap-sikap tertentu dalam
masyarakat, untuk Nomeya kinkan hal tersebut dilakukan testing
psikologis. Riset untuk menerangkan dan menunjukkan
penyelesaian problem sosial tertentu. Problem soaial yang ada
atau timbul dalam mas yarakat sering kali membutuhkan
pendekatan secara psikologis, dan untuk dapat melakukan
pendekatan ini sering diperlukan riset dengan melakukan testing,
misalnya sifat anarkis yang sekarang ini marak di berbagai pelosok
Indonesia, psikologi dapat melakukan tes untuk mengetahui
problem masyarakat kenapa cenderung bertin dak anarkis.
E. Diagnosis untuk Keperluan Psikoterapi
Mungkin sekali psikologi menghadapi individu yang mengalami
kesukaran psikis tertentu, malah mungkin menunjukkan gejala kelain
an. Individu yang demikian ini perlu mendapatkan pertolongan. Untuk
dapat memberikan pertolongan itu (secara psikologis), jadi untuk
dapat menentukan terapinya, psikolog perlu mengerti benar-benar
kesukaran. Kode Etik Penggunaan Hasil Tes Psikologis Kode etik
(Nurkancana 1993: 27) merupakan suatu pola ketentuan/ aturan/tata
cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas
suatu profesi. Pola ketentuan/aturan/tata cara tersebut seha rusnya
diikuti dan ditaati oleh setiap orang yang menjalankan profesi
tersebut. Profesi menurut Nurkancana (1993: 27) adalah pekerjaan
yang dipegang oleh orang-orang yang mempunyai dasar pengetahuan
dan ke terampilan dan sikap khusus tertentu dan pekerjaan itu diakui
oleh ma syarakat sebagai suatu keahlian. Keahlian tersebut menuntut
dipenuhi nya standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus di
perguruan tinggi dan pengalaman kerja dalam bidang tersebut.
Selanjutnya keang gotaan profesi menuntut keikutsertaan secara aktif
dalam ikatan profesi dan dalam usaha pengembangan profesi melalui
penelitian-penelitian dan percobaan serta usaha lain untuk
pertumbuhan diri dalam jabatan selama hidup tanpa mencari
keuntungan pribadi. Guru pembimbing dapat berpartisipasi aktif
sebagai anggota dalam organisasi profesi Asosi asi Bimbingan
Konseling Indonesia atau ABKIN yang pada awalnya dise but sebagai
IPBI atau Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang didirikan di
Malang pada 17 Desember 1975. Sesuatu jenis tes hanya boleh
diberikan oleh petugas yang berwe nang menggunakan dan
menafsirkart hasilnya. Konselor harus sela lu memeriksa dirinya,
apakah ia mempunyai kewenangan yang di maksud. Testing
diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat, atau ciri kepri badian
yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas,
misalnya taraf inteligensi, minat, bakat khusus, dan ke cenderungan
dalam pribadi seseorang. Data dari hasil testing itu diintegrasikan
dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari
sumber lain. Data hasil testing diperlakukan "setaraf" seperti data dan
informasi tentang klien.

Bab 7 Tes Kreativitas

G. TUJUAN UMUM
Tujuan umum yang hendak dicapai setelah mempelajari tes kreativitas
mahasiswa mampu :
5. Memahami hakikat kreativitas dan tes kreativitas
6. Memahami tujuan pelaksanaan tes kreativitas
7. Memahami dan menginterpretasikan hasil tes kreativitas
8. Memahami macam-macam tes kreativitas
H. TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan mampu :
6. pemahaman tentang klasifikasi tingkat kreativitas individu
7. Menginterpretasikan skor hasil tes kreativitas figural
8. Memberikan perlakuan yang tepat kepada setiap individu yang sedang
berkembang sesuai dengan klasifikasi kreativitas yang dimiliki
9. Mengetahui kegunaan berbagai jenis tes kreativitas serta
menginterpretasikannya sebagai data awal untuk menyusun rancangan
perlakuan yang sesuai dengan klasifikasi kreativitas individu
10. Memahami hasil tes kreativitas sebagai angka kemampuan dasar yang tidak
selalu berkorelasi positif terhadap prestasi akademik yang diperoleh siswa
I. KUNCI
Tes tes kreativitas, tes figural, ttct
J. MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang digunakan dalam bab ini meliputi laptop.
K. Uraian
1 Latar Belakang
Dalam sebuah diskusi di kelas perikesit seorang siswa XI di SMA
dewaraka menceritakan bahwa setiap memiliki waktu luang di rumah dia
selalu berusaha memanfaatkan barang-barang bekas seperti kaleng bekas
minuman dan kaleng susu untuk dijadikan mainan titik baik itu untuk
digunakan olehnya sendiri maupun dimanfaatkan oleh adiknya yang
masih duduk di sekolah dasar beda dengan Parikesit, rusali bercerita
bahwa dia sering menemui kesulitan dalam memilih waktu belajar di
rumah yang sekaligus digunakan sebagai tempat usaha oleh orang tuanya.
Suara bising yang diakibatkan aktivitas produksi mebel menyebabkan dia
sulit berkonsentrasi dalam belajar titik setelah berpikir keras kemudian
dia memilih untuk belajar dengan telinga ditutup earphone tanpa musik
untuk mengurangi kebisingan dan menambahnya berkonsentrasi. dalam
konteks pendidikan secara umum dan pelayanan bimbingan konseling
sebagai bagian dari pendidikan tersebut pemahaman mengenai tingkat
kreativitas yang dimiliki oleh peserta didik menjadi penting untuk
dilakukan tujuan utama tes kreativitas yang untuk kreativitas anak didik
karena kreativitas sangat bermakna dalam hidup masyarakat terutama
orang tua dan guru ingin memberikan pengalaman yang pengayaan
kepada mereka yang berbakat kreatif. Secara historis bakatan diartikan
sebagai mempunyai integrasi yang tinggi, dan Tes intelegensi tradisional
merupakan ciri utama untuk mengizinkan meloncat kelas atau masuk
kelas khusus yang menuntut mereka harus bekerja lebih banyak lebih
keras.
2 Kreativitas dan dimensinya
A. kerjaang kreativitas
Mencermati cerita Parikesit dan rusali tentu memantik pemikiran
pemikiran mengenai siapa yang lebih kreatif. Secara umum, orang
tentu berpendapat bahwa Parikesit memiliki kreativitas yang tinggi
karena mampu memanfaatkan bahan-bahan bekas untuk diubah
menjadi bahan-bahan yang bermanfaat titik tetapi di sisi lain rusali
juga dapat dikatakan kreatif buktinya rusali dapat mengatasi masalah
kebisingan dengan cara yang baik sehingga ia tetap bisa belajar dalam
suasana bising. Munandar (2004: 25) menjelaskan bahwa kreativitas
adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan sesuatu yang
baru sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan baru yang
dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai
kemampuan untuk meliputi hubungan-hubungan baru antara unsur-
unsur yang sudah ada sebelumnya. Pengertian ini memberikan
gambaran bahwa kreativitas tidak hanya didominasi oleh dimensi
produktivitas tetapi juga menyangkut dimensi kognitif yang berwujud
adanya gagasan dalam menyelesaikan masalah. kreativitas adalah
kemampuan berekreasi berdasarkan data atau informasi yang
bersedia Dalam menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap
suatu masalah, di mana penekanannya yaitu pada kualitas, ke tempat
gunaan, dan keragaman jawaban. Jawaban yang diberikan harus
sesuai dengan masalah yang dihadapi dengan memperhatikan kualitas
data mutu dari jawaban tersebut titik berpikir kreatif dalam
menjawab segala masalah yaitu dengan menunjukkan kelancaran
berpikir atau dapat memberikan banyak jawaban yang bervariasi, dan
melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjauan titik secara
operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai warisan alias dalam
berfikir, serta kemampuan untuk mengolah borasi atau
mengembangkan, memperkaya, memerinci suatu. Hal ini dikuatkan
oleh pendapat Strenberg (Carter, 2003:84) yang menyatakan bahwa
kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut
psikologis yaitu intelegensi gaya kognitif, dan kepribadian atau
motivasi.bagat tahap kehidupan. Davis (1992: 88) melihat tiga
kegunaan utama kreatif, pene litian, serta untuk bimbingan dan
konseling. Kreativitas atau bakat krea tif dapat diukur secara langsung
dan tidak langsung, dan dapat meng gunakan metode tes dan non-tes.
Ada pula alat untuk mengukur ciri-ciri kepribadian kreatif, dan dapat
dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif. Untuk
mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual le bih cermat,
tetapi lebih banyak memakan waktu dan biaya. Yang sudah digunakan
di Indonesia yaitu tes Stanford-Binet dan wechsler intelligence scale
for children waktu dan biaya. Keterbatasannya yaitu kita tidak tahu
apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesia yang sudah banyak
digunakan adalah progressive matrices test. intelligence test dan tes
inteligensi kolektif Indonesia yang khusus dikonstruksi untuk
Indonesia. Tes potensi akademik (TPA) yang khusus dirancang untuk
Indonesia, dapat diguna kan untuk mengukur bakat akademik,
misalnya sejauh mana seseorang mampu mengikuti pendidikan
tersier. Tes untuk mengukur bakat kepe mimpinan belum banyak
digunakan di Indonesia, demikian pula tes un tuk mengukur bakat
dalam salah satu bidang seni atau bakat psikomoto rik. Tes luar negeri
yang mengukur kreativitas yaitu tes dari Guilford yang mengukur
kemampuan berpikir divergen, dengan membedakan aspek
kelancaran, kelenturan, orisionalitas, dan kerncian dalam berpikir.
Perhitungan Skor Kreativitas Berpikir Dalam perhitungan skor,
jawaban peserta tes atas butir-butir per tanyaan kreativitas berpikir
diubah ke dalam skor kreativitas berpikir dengan cara tertentu,
Pengukuran kreativitas berpikir dilakukan dengan meminta peserta
tes membuat jawaban sebanyak mungkin atas butir butir tugas dalam
waktu yang ditentukan. Untuk dapat diubah menjadi skor, jawaban
diinterpretasikan dalam kelancaran, keluwesan, dan keas lian.
Menurut Ellis dan Hunt (1993: 12-13), Woolfolk dan Nicolich (1984:
31), Good dan Brophy (1990: 27), Winkel (2004: 48) dan Rakhmat
(1999: 55), respons peserta tes akan diinterpretasikan berdasarkan
tingkat ke lancaran ( ), keluwesan ( ), dan keaslian (originality) pro ses
berpikir. Skor kreativitas berpikir adalah skor gabungan dari ketiga
unsur. Kelancaran menjawab berhubungan dengan kemampuan
mengha silkan banyak gagasan alternatif pemecahan masalah dalam
waktu yang singkat. Unsur ini mengukur kemampuan menguraikan
banyak alterna tif pemecahan masalah. Oleh karenanya kemampuan
ini berhubungan dengan arus ide. Menurut Good dan Brophy (1990:
66), BBMkelancaran ada lah kemampuan menghasilkan banyak
gagasan pemecahan masalah da lam waktu singkat. Hal yang sama
dinyatakan oleh Rakhmat (1999: 12), menit untuk setiap soal,
sementara untuk tes berikutnya per soal diberi durasi empat menit.
Hasil akhir tes kreativitas ini sama halnya dengan tes IQ, yakni be rupa
skor. Testee yang mencapai skor 90-110 berarti tingkat kreativitas
nya rata-rata, skor di bawah 80 dikateg ikan sangat lamban,
sedangkan yang mampu mencapai skor 130 ke atas tergolong sangat
unggul. Namun. dari pengalaman Utami selama ini, hanya sedikit
testee yang bisa men capai skor kreativitas yang tinggi. Kebanyakan
berada pada kisaran skor 90-100. Sebaliknya, banyak sekali testee
yang bisa mencapai skor tinggi. untuk tes IQ. Menurutnya. "Hal ini
disebabkan berpikir kreatif kurang dirangsang, sehingga testee tak
terbiasa berpikir bermacam-macam arah." Selain pengukuran
kreativitas yang sudah disebutkan, ada juga pengukur an skala sikap
kreatif yang lebih menyangkut pada segi afektif.
L. EVALUASI
1 mempelajari materi tentang tes krativitas, amatilah orang orang di
sekitar Anda (minimal dua orang) yang Anda anggap memili ki krativitas
di atas rata-rata. Berdasarkan pemahaman Anda menge nai konsep
tentang kreativitas amati perbedaan dimensi kreativitas yang dimiliki
kedua orang tersebut, manakah yang lebih dominan di antara yang lain,
serta berikan argumentasi mengenal pendapat Anda tersebut.
2 Berikan rasional pentingnya pengukuran atau tes kreativitas sebagai
bahan untuk pelayanan bimbingan dan konseling
Lakukan tes kreativitas sederhana dengan tes circle test pada minimal 5
testee kemudian lakukan analisis serta buat interpretasi hasil
berdasarkan hasil tes pada

Bab 8 PENGUMPULAN DATA (TES) DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING

A. TUJUAN UMUM
Tujuan umum yang hendak dicapai setelah mempelajari pengum
pulan data (tes) dalam bimbingan dan konseling, mahasiswa mampu:
3. Memahami prosedur pengumpulan data tes dalam bimbingan dan
konseling.
4. Memahami kode etik penggunaan tes psikologi. Melakukan
interpretasi hasil tes sesuai dengan kompetensi yang di miliki.
B. TUJUAN KHUSUS
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1 batasan-batasan untuk melakukan tes dan analisis hasil tes
yang dapat dilakukan oleh konselor.
2 Mempraktikkan analisis dan interpretasi data hasil tes untuk
keper pengembangan diri individu.
3 Melakukan diagnosis awal terjadinya gejala negatif yang
diakibat kan adanya hambatan berkembangnya potensi
dalam diri individu
4 Menyusun rancangan kegiatan untuk pengembangan diri
siswa ber dasarkan analsis dan interpretasi hasil tes.
C. KATA KUNCI
Pengumpulan data, hasil tes, bimbingan, dan konseling.
D. MEDIA PEMBELAJARAN
Media pembelajaran yang digunakan dalam bab ini meliputi laptop,
LCD, contoh hasil tes yang dimiliki mahasiswa, Penelitian atau Riset
Di dalam tiap lapangan ilmu pengetahuan atau bagian dari ilmu
pengetahuan, riset merupakan kegiatan yang mutlak harus dilakukan.
Dalam bidang tes psikologis ini riset dilakukan dengan tujuan berma
cam-macam, di antaranya yang penting:
4. Riset untuk penyusunan tes. Tes psikologis yang baik tidak dapat
di susun dari belakang meja saja (teoretis), melainkan harus
berdasar kan riset (di lapangan) yang secara ilmiah benar-benar
dapat diper tanggungjawabkan.
5. Riset untuk eksplorasi sifat-sifat psikologis tertentu pada
kelompok masyarakat tertentu, misalnya riset mengenal bakat-
bakat khusus pada siswa-siswa SMU, untuk mengetahui potensi
generasi muda sesuatu masyarakat, motif sosial remaja suku Jawa
dan keturunan Cina di beberapa SMA Yogyakarta (Martaniah,
1984), ekspresi wajah untuk mengungkap emosi dasar manusia
(Prawitasari, 1990).
6. Riset untuk fompok masyarakat tertentu, misalnya telah ada
dugaan adanya sifat-sifat atau sikap-sikap tertentu dalam
masyarakat, untuk Nomeya kinkan hal tersebut dilakukan testing
psikologis. Riset untuk menerangkan dan menunjukkan
penyelesaian problem sosial tertentu. Problem soaial yang ada
atau timbul dalam mas yarakat sering kali membutuhkan
pendekatan secara psikologis, dan untuk dapat melakukan
pendekatan ini sering diperlukan riset dengan melakukan testing,
misalnya sifat anarkis yang sekarang ini marak di berbagai pelosok
Indonesia, psikologi dapat melakukan tes untuk mengetahui
problem masyarakat kenapa cenderung bertin dak anarkis.
E. Diagnosis untuk Keperluan Psikoterapi
Mungkin sekali psikologi menghadapi individu yang mengalami
kesukaran psikis tertentu, malah mungkin menunjukkan gejala kelain
an. Individu yang demikian ini perlu mendapatkan pertolongan. Untuk
dapat memberikan pertolongan itu (secara psikologis), jadi untuk
dapat menentukan terapinya, psikolog perlu mengerti benar-benar
kesukaran. Kode Etik Penggunaan Hasil Tes Psikologis Kode etik
(Nurkancana 1993: 27) merupakan suatu pola ketentuan/ aturan/tata
cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas
suatu profesi. Pola ketentuan/aturan/tata cara tersebut seha rusnya
diikuti dan ditaati oleh setiap orang yang menjalankan profesi
tersebut. Profesi menurut Nurkancana (1993: 27) adalah pekerjaan
yang dipegang oleh orang-orang yang mempunyai dasar pengetahuan
dan ke terampilan dan sikap khusus tertentu dan pekerjaan itu diakui
oleh ma syarakat sebagai suatu keahlian. Keahlian tersebut menuntut
dipenuhi nya standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus di
perguruan tinggi dan pengalaman kerja dalam bidang tersebut.
Selanjutnya keang gotaan profesi menuntut keikutsertaan secara aktif
dalam ikatan profesi dan dalam usaha pengembangan profesi melalui
penelitian-penelitian dan percobaan serta usaha lain untuk
pertumbuhan diri dalam jabatan selama hidup tanpa mencari
keuntungan pribadi. Guru pembimbing dapat berpartisipasi aktif
sebagai anggota dalam organisasi profesi Asosi asi Bimbingan
Konseling Indonesia atau ABKIN yang pada awalnya dise but sebagai
IPBI atau Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia yang didirikan di
Malang pada 17 Desember 1975. Sesuatu jenis tes hanya boleh
diberikan oleh petugas yang berwe nang menggunakan dan
menafsirkart hasilnya. Konselor harus sela lu memeriksa dirinya,
apakah ia mempunyai kewenangan yang di maksud. Testing
diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat, atau ciri kepri badian
yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas,
misalnya taraf inteligensi, minat, bakat khusus, dan ke cenderungan
dalam pribadi seseorang. Data dari hasil testing itu diintegrasikan
dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari
sumber lain. Data hasil testing diperlakukan "setaraf" seperti data dan
informasi tentang klien.

BAB 9 ANALISIS DAN INTERPRETASI TES UNTUK KONSELING

A. Latar Belakang

Salah satu alat untuk memahami individu dalam keseluruhan layanan


konseling (1971:23)  dalam hal ini memandang bahwa penggunaan tes untuk
kepentingan konseling dikelompokkan menjadi dua yaitu : pertama, untuk
kepentingan informasi atau for informational purpose;  kedua, untuk
kepentingan non informasi atau for informational purpose. Lebih lanjut
goldman menjelaskan bahwa super (1957) dan bordir  (1955) menetapkan
ada 3 kategori untuk tes informasi yaitu: precounseling diagnostic
information (informasi konseling untuk menetapkan  diagnostik), information
for konseling proses it self  (informasi yang digunakan untuk membantu
pelaksanaan konseling itu sendiri), dan information for post konseling plans
and action (informasi untuk menetapkan rencana dan tindakan setelah
konseling).  Tes untuk kepentingan non informasi terdiri atas simulating
interest in areas not considered atau merangsang minat terhadap bidang
tertentu yang sebelumnya tidak ikut dipertimbangkan, legging work for letter
country atau meletakkan dasar kerja konseling, learning experience atau
memperoleh pengalaman belajar membuat keputusan,  dan facilitating
conversation atau penyediaan fasilitas percakapan dalam konseling. 

Informasi adalah segala sesuatu yang membuat orang menjadi tahu tentang
sesuatu munandir 1956 165.  Segala apa yang berasal dari luar itu masuk ke
dalam diri untuk diolah dan disimpan didalam sistem ingatan kita sehingga
informasi kemudian menjadi pengetahuan bagi kita tentang sesuatu.

Martensii mugiarso dan handayani (1989:7) mengemukakan bahwa konseling


itu tidak lain merupakan usaha bantuan untuk menentukan pilihan serta
merupakan upaya mencari jawaban atas persoalan apa yang harus saya
lakukan?. Pilihan seseorang atas informasi yang diperolehnya merupakan
keputusan dan proses konseling satu diantaranya tidak mungkin menghindari
tahap pembuatan keputusan. 

Hasil tes psikologis untuk kepentingan penjurusan dianalisis dan


diinterpretasikan untuk kepentingan konseling pembahasan tentang analisis
dan interpretasi hasil tes untuk konseling mengetengahkan tentang tes,,
analisis hasil tes, interpretasi hasil tes, hasil tes, dan masalah konseling. 

B. Tujuan Tes Psikologi dalam Konseling

Suryabrata 1984 41 menyimpulkan bahwa pada umumnya tes psikologis


digolongkan menjadi 4 yaitu :

a) Tes intelegensi
b) Tes  bakatkhusus
c) Tes kepribadian
d) Tes prestasi belajar

Dalam kegiatan konseling martensii mugiarso dan Dewanti 1989 33-35


berpendapat bahwa tes diberikan kepada klien dengan tujuan-tujuan sebagai
berikut:

a) Menyediakan informasi yang tidak ada sebelumnya


b) Meninjau  keterandalan informasi yang telah ada sebelumnya
c) Memperjelas alternatif pilihan yang terbuka bagi klien
d) Merawat atau sebagai pengganti bagi pemikiran klien dalam
mengambil keputusan yang menyangkut  hidupnya
e) Menyisihkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak ada gunanya untuk
dipertimbangkan dalam bantuan pengambilan keputusan Klien

C. Analisis dan Interpretasi Hasil Tes

Skor merupakan persoalan yang mendapat perhatian sangat penting dalam


upaya penafsiran hasil tes dalam hal ini ada dua tipe skor yang lazim
digunakan dalam pengukuran psikologis, Yaitu skor mentah (Raw score) dan
skor yang telah ditransformasikan  (transformed score)

1. Skor Mentah (raw Score)

Skor mentah dapat diartikan sebagai suatu skor yang diperoleh secara
langsung dari suatu pengukuran. menurut Azwar 1999:  106 dengan
berdiri sendiri, skor mentah belum dapat bercerita banyak mengenai
individu yang diukur. dalam prosedur kerja penafsiran( interpretasi) 
hasil pengukuran mugiarso Dewanti menyatakan bahwa pada
umumnya setiap skor mentah akan disesuaikan menjadi distribusi
angka untuk kepentingan melihat dimana kedudukan suatu skor dalam
kelompok yang tersebut dengan demikian suatu skor mentah hasil
pengukuran atau tes tidak mempunyai makna yang berarti tanpa
diikuti dengan tindakan pemaknaan ( interpretasi) dengan melakukan
kaji Banding dengan norma atau dengan individu lain atau dengan
kelompok pembanding.
2. SKor yang Telah Ditransformasikan ( Transformed Score) 

Skor yang lain adalah sekolah yang dijabarkan atau derivat skor atau
ada yang menyebutnya dengan istilah skor yang telah
ditransformasikan (transformed score). Tambul 1986;  menyatakan
Bahwa maksud dari nilai yang telah ditransformasikan sebagai
berikut : 

a) Nilai semacam itu menunjukkan kedudukan individu Dalam sampel


yang telah dianggap normatif,  sehingga tindakannya dapat
dibandingkan dengan tindakan orang lain dalam kelompok yang
berbeda.
b)  Ini menghasilkan penilaian yang disebut komparatif yang
memungkinkan tindakan individu pada tes tes yang berbeda-beda
secara langsung dibandingkan.

Skor mentah dan skor yang telah ditransformasikan tidak dapat


disamakan, karena roscore tidak memberikan gambaran untuk
menyatakan tentang Tingkat kemampuan atau level of performance
untuk seseorang,  sedangkan Transformers dapat memberikan
gambaran untuk menyatakan Tingkat kemampuan seseorang setelah
dibandingkan dengan sampel yang normatif maupun dengan Jenis teks
yang lain. 

3. Analisis Hasil Tes 

Setelah konselor melakukan tes psikologis yang kemudian diikuti dengan


analisis hasil tes maka diperoleh skor mentah dan skor yang
ditransformasikan.  berdasar skor yang interpretasi hasil seorang testi. 
Dengan kata lain interpretasi terhadap suatu hasil tes dapat dilakukan Jika
sudah dilakukan Analisis terhadap hasil tes tersebut. analisis dan
interpretasi hasil tes merupakan dua kegiatan yang tidak dapat berdiri
sendiri dan tidak terpisahkan,  artinya jika kita hanya sampai pada tahap
analisis dan tidak melakukan interpretasi maka suatu kegiatan testing
tidak mempunyai makna apa-apa.  Sebaliknya kita tidak dapat melakukan
kegiatan interpretasi Tanpa didahului dengan kegiatan analisis
D. Analisis dan Interpretasi Hasil Tes untuk Konseling
Suatu hasil tes dapat digunakan untuk berbagai kepentingan antara lain untuk
kepentingan penjurusan atau pilihan program studi pilihan karir penempatan
dan penyaluran jabatan.

1. Pertimbangan untuk penetapan prioritas jurusan

Penjurusan di sma harus mempertimbangkan faktor kecerdasan bakat dan


minat siswa

a) Kecerdasan, untuk dapat masuk ke program/ jurusan di smu siswa


harus mempunyai tingkat kecerdasan normal. Dengan kecerdasan
normal siswa dapat memasuki jurusan manapun di smu.  Jika tingkat
kecerdasannya kurang dari normal tidak dapat menempati jurusan,
maka untuk penjurusan siswa ini digunakan tes prestasi belajar.
b) Bakat, sebagai pertimbangan pokok karena sedikit banyak
menggambarkan kemampuan dasar dari serangkaian sub bakat ini
menjadi acuan prioritas penjurusan di smu
c) Minat, merupakan dasar pertimbangan yang masih luwes

2. Analisis Hasil Tes

Tes psikologis yang digunakan dalam penjurusan pada contoh kasus ini
adalah SPM, bakum dan RM. ketiga tes psikologis tersebut diatas seringkali
digunakan untuk kepentingan penjurusan di SMA karena alasan; 

a) dapat dilaksanakan secara klasikal, sehingga lebih hemat dalam


waktu tenaga dan biaya penyelenggaraan
b) ketiga jenis tes psikologis tersebut( tes kecerdasan, bakat dan minat)
dapat memberikan gambaran yang memadai tentang kemampuan
psikologis anak
c) validitas ketiga jenis tes psikologis tersebut memadai sebagai alat
ukur psikologis
d) secara empirik hasil tes psikologis tersebut dapat memberikan
deskripsi dan prediksi relatif sesuai dengan hasil belajar siswa
e) konselor pada umumnya mempunyai kemampuan untuk
menerjemahkan hasil tes psikologis ini.

3. Interpretasi HAsil Tes

Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan interpretasi hasil tes
yaitu dasar interpretasi adalah norma standar dan interpretasi dilakukan
untuk tiap aspek maupun keseluruhan.

a) Dasar norma standar


Interpretasi hasil tes didasarkan pada norma standar untuk tes yang
bersangkutan. Norma standar suatu tes biasanya melekat sebagai
suatu kesatuan dengan manual teks tersebut. Dengan mengacu pada
norma standar maka hasil tes dapat dipercaya.
b) Interpretasi tiap aspek
Mengacu pada norma standar yang ada sebagaimana disebutkan di
atas bahwa setiap aspek kecerdasan bakat umum dan minat dapat
diinterpretasikan.

BAB 10

Isu,Etika dan Kewenangan Penggunaan Tes Psikologi Dalam Bimbingan dan Konseling
di Indonesia

A. Tujuan Umum

Tujuan umum yang hendak dicapai setelah mempelajari bab ini mahasiswa mampu :

1. Memahami isu isu mengenai penggunaan tes dalam bimbingan dan konseling

2. Memahami batas kewenangan penggunaan tes psikologi


3. Memahami relevansi penggunaan hasil tes untuk keperluan bimbingan dan konseling

B. Tujuan Khusus

Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu :

1. memahami sejarah tentang penggunaan tes psikologi untuk keperluan bimbingan dan
konseling

2. memahami perbedaan wilayah tes psikologi bagi psikologi dan wilayah tes psikologi
bagi konselor untuk keperluan bimbingan dan konseling

3. Memahami batasan-batasan wilayah kerja konselor dan psikolog

4. memahami dan mampu memanfaatkan hasil tes psikologi untuk keperluan layanan
bimbingan dan konseling

C. Kata Kunci

Tes psikologi,konselor, psikolog, bimbingan dan konseling

D. Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan dalam bab ini meliputi laptop, LCD,kode etik
psikolog dan kode etik profesi bimbingan dan konseling

E. Uraian Materi

1. sejarah singkat tentang tes psikologi dan penggunaannya dalam bimbingan dan
konseling di Indonesia.

testing dalam mengukur aspek psikologis seseorang tentu bukan hal yang baru di
Indonesia. tetapi walaupun keberadaannya sudah dirintis para pendahulu kurang lebih
50 tahun yang lalu gerakan untuk melaksanakan tes psikologi belum menjadi gerakan
dalam skala nasional. di Amerika dan Eropa gerakan untuk mengukur psikologi sudah
dimulai sejak akhir 1890-an oleh Alfred binet dan Simon dari Perancis. salah satu latar
belakang munculnya gerakan tes psikologi saat itu adalah adanya revolusi industri baik
di Amerika maupun di Eropa.

pada awalnya tes psikologi diadakan untuk memenuhi tuntutan dunia industri akan
kebutuhan pekerja yang memiliki kemampuan sesuai bidang kerja perusahaan.
di Indonesia kesadaran pemerintah maupun masyarakat untuk menggunakan tes
psikologi sebagai salah satu alat ukur objektif untuk mengukur komponen psikologi
manusia mulai berkembang. sejumlah perguruan tinggi terutama yang memiliki
fakultas psikologi serta IKIP saat itu dengan didorong oleh kebutuhan akan cara-cara
yang objektif untuk mengukur kepribadian akhirnya mulai merintis pengembangan
instrumen tes psikologi. Kebutuhan yang menjadi urgensi saat itu yaitu kebutuhan di
lingkungan pendidikan secara umum untuk penerimaan siswa dan penyelenggaraan
bimbingan dan konseling. selain itu kebutuhan dilingkungan lain juga bermunculan
yaitu di lingkungan industri lembaga atau instansi pemerintah serta militer guna
penerimaan serta penempatan pegawai pada pos-pos tertentu sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. usaha yang dilakukan untuk pengembangan tes psikologi di
Indonesia pada umumnya adalah dengan mengadaptasi berbagai instrumen tes yang
telah ada dan berkembang di dunia barat.

Tes psikologi dalam dunia bimbingan dan konseling kini menjadi salah satu menu yang
"wajib" dilaksanakan. Dikatakan demikian karena untuk mewujudkan visi "pelayanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan dalam optimalisasi peserta didik", tentu
harus disadari dengan perencanaan yang matang. singkat kata dari mana konselor bisa
mengembangkan bakat dan minat siswa Jika dia saja tidak tahu apa bakat dan minat
yang dimiliki oleh siswanya. sehingga untuk mendapatkan hasil yang objektif dan
akuntabel dari pengukuran bakat dan minat tes psikologi menjadi jawaban
terdepannya.

2. Isu-isu mengenai pemanfaatan tes psikologi dalam BK

sejak awal munculnya profesi konselor di Indonesia memang masih selalu diidentikkan
dengan profesi penolong yang lain seperti psikolog maupun psikiater. bukan semata-
mata anggapan yang salah karena ilmu bimbingan dan konseling secara teoritik berakar
dari ilmu ilmu psikologi. namun seiring perkembangan zaman bimbingan dan konseling
memiliki fokus sendiri terutama mengenai konteks tugas serta ekspektasi layanan yang
diharapkan mampu diselenggarakan oleh seorang konselor.

a. Pertanyaan mengenai siapa yang lebih berwenang dalam menyelenggarakan tes


psikologi di sekolah.

1. Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah.


Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana anak-anak belajar, mengingat dan
berpikir dan bagaimana mereka mengembangkan mental selama proses pembelajaran.

psikologi sekolah adalah bidang yang menerapkan prinsip psikologi klinis dan psikologi
pendidikan dengan diagnosis dan pengobatan anak-anak dan remaja perilaku dan
masalah belajar. psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi
anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi dan emosi yang
bertujuan untuk membentuk mind set anak.

2. Kawasan komplemen konselor dan psikolog pendidikan

berkaitan dengan kewenangan melakukan psychodiagnostic banyak yang masih


memperdebatkan siapakah yang berwenang. adanya garis komplemen pada bidang
keilmuan psikologi pendidikan khususnya psikologi sekolah dengan bidang keilmuan
bimbingan dan konseling membuat sering terjadi perdebatan mengenai siapa yang lebih
berhak dalam kaitan dengan psikodiagnostik terutama kegiatan testing psikologi.
bimbingan konseling dapat berfungsi pengembangan artinya bimbingan konseling yang
diberikan dapat membantu para siswa dalam mengembangkan keseluruhan pribadinya
secara lebih terarah dan mantap.

b. Apa batasan dan jenis tes psikologi yang bisa digunakan dan diselenggarakan oleh
konselor?

sasaran bimbingan dan konseling adalah hanya orang-orang yang normal yang
mengalami masalah. melalui bantuan psychologist yang diberikan konselor diharapkan
orang tersebut dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. jika seseorang
mengalami keabnormalan yang aku tentunya menjadi wewenang psychiater atau
dokter untuk penyembuhannya.

pelayanan bimbingan dan konseling merupakan usaha membantu peserta didik atau
individu dalam mencari dan menetapkan pilihan serta mengambil keputusan yang
menyangkut kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar serta perencanaan
dan pengembangan karir. upaya melakukan pemahaman peserta didik baik psikologis
dan perkembangannya merupakan tujuan utama dalam pelayanan bimbingan dan
konseling. pemahaman perkembangan peserta didik syaratkan konsuler menguasai
kompetensi sebagai pelayan profesional.
1. Tes intelegensi

2. Tes kepribadian

3. Tes bakat

4. Tes minat

5. Tes prestasi

6. Tes kreativitas

c. Bagaimana implikasi penggunaan tes psikologi dalam bimbingan dan konseling?

seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua jenis tes psikologi digunakan
dalam layanan bimbingan dan konseling. tes psikologi yang digunakan didasarkan atas
kebutuhan memahami peserta didik atas dasar pemahaman tersebut konselor dapat
menyusun program untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

keseluruhan hasil pemeriksaan psikologis digunakan untuk keperluan bahan diagnostik


baik diagnostik kesulitan belajar maupun diagnostik kesulitan pribadi lainnya bahan
informasi dalam layanan penempatan pemilihan program khusus, pemilihan kelanjutan
studi, pemilihan lapangan kerja dan penempatan lainnya.

1. Layanan orientasi

2. Layanan informasi

3. Layanan penempatan dan penyaluran

4. Layanan penguasaan konten

5. Layanan konseling perorangan

6. Layanan bimbingan kelompok

7. Layanan konseling kelompok

8. Layanan konsultasi

9. Layanan mediasi

10. Layanan advokasi

3. Relevansi tes psikologi dalam pelayanan bimbingan dan konseling


dalam melaksanakan perannya konsuler kadang membutuhkan bantuan alat guna
memahami potensi yang ada dalam diri siswa dan mendeteksi faktor-faktor pendukung
dan penghambat siswa dalam belajar khususnya faktor internal. Alat tersebut salah
satunya adalah tes psikologi. Mengapa dikatakan salah satunya? ya Karena masih
banyak alat dan cara yang dapat digunakan untuk memahami potensi dan mendeteksi
faktor pendukung dan penghambat siswa dalam belajar misalnya dengan observasi,
wawancara, konseling dan studi dokumentasi. Sebagai alat, psychotest memiliki fungsi
prediksi, diagnosis dan evaluasi. Sebagai alat yang berfungsi memprediksi,tes psikologi
bertujuan untuk memprediksi potensi yang dimiliki siswa dalam kaitannya dengan
pencapaian hasil belajar di masa yang akan datang. contoh tes psikologi dalam
kaitannya dengan fungsi prediksi yaitu penggunaan tes psikologi untuk memprediksi
keberhasilan siswa dalam belajar di suatu jurusan tertentu.

Sebagai alat yang berfungsi mendiagnosis, tes psikologi akan memberikan gambaran
mengenai penyebab, karakteristik, gejala maupun tanda-tanda yang mengarah pada
suatu gangguan,masalah atau penyakit yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
siswa.

sebagai alat evaluasi tes psikologi melanjutkan fungsi monitoring bila dari hasil tes
terdahulu siswa yang dinyatakan bermasalah dikenai bimbingan atau pengarahan.
setelah bimbingan dan penanganan tersebut tentunya kita ingin mengetahui efektifitas
dari pemberian bimbingan dan penanganan tersebut. di sinilah tes psikologi kita
gunakan untuk melihat perkembangan siswa setelah diberi bimbingan dan penanganan.

Tes mendapat tempat sentral dalam layanan bimbingan dan konseling. Menurut
Shertzer & Stone (1981:128) dan NA PPPK (2008) ada beberapa komponen layanan
program bimbingan dengan pola komprehensif di mana Di dalam komponen tersebut
atas mempunyai tempat yang sentral dan penting,yaitu :

a. Layanan dasar bimbingan

b. Layanan responsif

c. Layanan perencanaan individual

d. Dukungan sistem
Kegiatan utama layanan dasar bimbingan, responsif,perencanaan individual dan
dukungan sistem dalam implementasinya didukung oleh beberapa jenis layanan
bimbingan dan konseling. dari berbagai layanan pendukung ada beberapa layanan yang
menempatkan tes sebagai salah satu instrumen yang antara lain

1. Layanan informasi

2. Layanan konseling individual

3. Layanan konsultasi

4. Layanan penempatan

5. Layanan Appraisal dan tindak lanjut

Anda mungkin juga menyukai