Pendahuluan
Pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan ‘pe-‘ serta diimbuhi akhiran ‘-
an’. Kata ‘santri’ adalah sebuah gabungan dari dua suku kata ‘sant’ yang berarti manusia baik
dan ‘tra’ yang berarti suka menolong, sehingga pondok pesantren memiliki arti sebuah tempat
yang digunakan untuk pendidikan guna membimbing manusia menjadi orang baik. Di Indonesia
sendiri terdapat tiga jenis pondok pesantren yaitu: pertama, pondok pesantren tradisional.
Pondok pesantren tradisional atau salafiyah ini merupakan pondok pesantren yang terlaksana
pada saat awal berdirinya pondok pesantren. Pondok pesantren salafiyah ini mengajarkan kitab-
kitab yang telah ditulis ulama pada abad ke 15 dengan berbahasa Arab. Kedua, pondok
pesantren modern atau pondok pesantren khalafiyah, pondok ini merupakan pesantren yang
sudah lebih dikembangkan mengikuti perubahan zaman, dalam pembelajarannya juga dengan
sistem belajar klasik. Dan ketiga, pondok pesantren campuran yaitu pondok pesantren yang
menggunakan sistem pembelajaran campuran antara tradisional dan modern (Mansir, 2020).
Sejarah pesantren diIndonesia sangat erat kaitanya dengan sejarah Islam itu sendiri. Bila
kita mengkaji fase-fase sejarah pesantren dinusantara tampak kesejajaran dengan bukti-bukti
sejarah tersebut juga memperlihatkan bahwa pesantren senantiasa memilih posisi peran sejarah
yang tidak pernah netral atau pasif, tapi produktif. Diliat dari bentuk dan sifat kependidikannya,
lembaga pendidikan islam ada yang bersifat non formal seperti langgar/surau/rangkak, pondok
pesantren. Menurut Manfred, pesantren berasal dari masa sebelum Islam mempunyai keemasan
dengan Budha dalam bentuk asrama. Karena sekarang dianggap pasti bahwa islam bahwa islam
telah masuk kewilayah kepulauan Asia tenggara jauh lebih dini dari pada pekiraan semula, yaitu
sudah sejak petengahan abad ke9, tampaknya masuk akal, bahwa pendidikan Agama yang
melembaga berabad-abad berkembang secara pararel (Sudrajat, 2018).
Pesantren sejak awal berdiri sampai saat ini, memiliki sistem model pendidikan yang
karakternya dalam perspektif khusus dalam wacana pendidikan nasional. Sistem pendidikan
Pesantren sendiri berusaha membangkitkan spekulasi tentang sejarah di masa silam. Berdirinya
Pesantren di Indonesia sendiri telah dipengaruhi oleh jaringan internasional, yaitu Arab dan
India yang ditelusuri dalam teori Kemazhaban. Pada awal berdirinya, Pesantren sebagai tempat
pendidikan agama, namun juga masuk dalam lingkup dakwah Islamisasi. Pesantren ternyata
dalam sejarah, dakwah Islamisasi yang menonjol perannya. Lembaga pendidikan agama yang
tertua di Indonesia, Pesantren selalu diterima masyarakat nusantara. Meskipun diawal-awal
berdirinya, proses penyaluran dakwah Islamisasi sempat terjadi benturan-benturan antar
nilainilai Islami dan masyarakat yang telah mengakar didalam masyarakat nusantara. Pada
langkah selanjutnya, Pesantren mampu diterima oleh masyarakat nusantara, sehingga
selanjutnya pendirian Pesantren menjadi kebanggaan bagi masyarakat nusantara terutama
kalangan masyarakat Muslim (Susilo & Wulansari, 2020).
Pemerintah telah menetapkan dua kebijakan pokok melalui Gerakan Peningkatan Mutu
Pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dicanangkan pada tanggal 2 Mei tahun
2002. Gerakan tersebut di harapkan dapat mengembangkan kecakapan peserta didik sesuai
dengan kebutuhan dalam persepektif global. Dua kebijakan pokok dimaksud yaitu pertama,
berkaitan dengan efisiensi pengelolaan pendidikan, Pemerintah telah menerapkan Majemen
Berbasis Sekolah (MBS). Kedua, untuk lebih memacu percepatan peningkatan mutu pendidikan
pemerintah mulai tahun 2004 telah memberlakukan kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Kompetensi yang dinyatakan adalah kompetensi lulusan, kompetensi standar, dan kompetensi
dasar. Kompetensi lulusan adalah kompetensi yang harus dicapai ketika siswa tamat dari suatu
jenjang pendidikan. Kompetensi standar/ bakuan kinerja yang harus dicapai ketika siswa
menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu (Yamin et al., 2019).
Proses perubahan organisasi bisa saja terjadi tanpa perencanaan. Dalam hal ini,
organisasi bereaksi secara insidental dan parsial terhadap tuntutan perubahan. Tidak terencana
dari awal, perubahan yang terjadi biasanya didahului guncangan atau bahkan konflik.
Menghindari akibat konflik yang parah dan berkepenjangan, para pihak mencari jalan keluar
berupa perubahan pada beberapa aspek organisasi. Perubahan yang tidak direncanakan lebih
merupakan upaya menghindari tekanan dari luar. Proses perubahan organisasi, termasuk
pesantren, dapat dibedakan berdasarkan kadar atau tingkat intensitas dan dampaknya terhadap
sistem dan postur organisasi tersebut. Secara umum, intensitas dan dampak perubahan itu
terbagi ke dalam dua kategori: (1) Evolusioner, proses perubahan yang setahap demi setahap
sehingga dampak perubahannya tidak drastis, atau (2) Revolusioner, proses perubahan yang
cepat dan radikal (Mochtar, 2020).
Metode Penelitian
Berawal dari Pondok pesantren Al-Aziziyah berlokasi di dusun Kapek desa Gunungsari
kecamatan Gunungsari kabupaten Lombok Barat NTB, didirikan oleh TGH Musthofa Umar
Abdul Aziz pada tanggal 6 Jumadil Akhir 1405 H. bertepatan dengan tanggal 3 November 1985
M. Awalnya pondok pesantren ini hanya ada pendidikan non formal yaitu madrasah diniyah dan
tahfidz dan belum memiliki pendidikan formal, karena banyak pertambahan siswa dari tahun ke
tahun semakin meningkat, disamping itu pula banyak wali murid mengusulkan agar di bentuk
lembaga formal agar para siswa bisa menlanjutkan jenjang pendidikannya dipondok, maka pada
tanggal 13 juli 1993 berdiri MTs Al Aziziyah untuk pertama kalinya. Seiring bertambahnya
siswa dari tahun ketahun maka pada tahun 2008 MTs Al Aziziyah menjadi dua lembaga yakni
ada MTs Al Aziziyah Putra dan MTs Al Aziziyah putri dengan gedung sama, sistematika
pembelajaran yang digunakan adalah shif bergantian MTs Al Aiziziyah Putri masuk pagi dari
pukul 07:00 sampai 13:00 sedangkan MTs Al Aziziyah Putra dari pukul 13: 00 sampai 17: 30.
Adapun visi msisi dari dan tujuan Pondok Pesantren Al Aziziyah adalah sebagai berikut
(Robiawan, 2021):
1. Visi
Sebagai sekolah rintisan SBI yang memiliki sivitas akademika yang membangun
insan beriman, bertaqwa, berakhlakul karimah dan berprestasi unggul serta berperan aktif
dalam persaingan era global. Dan mendidik siswa untuk disiplin dan belajar sepanjang hari.
2. Misi
a. Membimbing dan mendorong semangat belajar siswa secara efektif dan efisien.
b. Meningkatkan sikap disiplin dan tertib serta tata krama.
c. Meningkatkan aktivitas keagamaan dan penerapan nilai-nilainya.
d. Menumbuhkan pembelajaran sepanjang hidup bagi warga sekolah.
e. Menumbuhkan kebiasaan membaca, menulis dan kreatif
f. Mengembangkan seni budaya secara terintegrasi.
g. Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam proses pembelajran dan
pengelolahan sekolah.
3. Tujuan
Tuan Guru Haji (TGH) Musthofa Umar Abdul Azis merupakan pendiri Pondok
Pesantren Al Aziziyah (nama pesantren dinisbahkan dari nama kakeknya sebagai penyebar
agama Islam). TGH Musthofa Umar lahir di Dusun Kapek Desa Gunungsari Kecamatan
Gunungsari Kabupaten Lombok Barat (NTB) tepatnya pada tahun 1935. Beliau belajar agama
di Ma'had Nahdatul Wathan Pancor dengan TGH Zainuddin yang terkenal pada tahun 1965 -
1977. Setelah kembali ke Dusun Kapek, beliau mendirikan Madrasah Nahdatul Muslimin Wal
Muslimat. Madrasah ini beliau bina bersama-sama kakak kandungnya yang juga pernah belajar
dari Mekah yaitu TGH Sakkaki Umar. Namun semangat untuk mendalami ilmu agama ke
Mekah menggebu-gebu. Maka dengan keyakinan penuh pada tahun 1977 TGH Musthofa Umar
berangkat bersama anak-anaknya yaitu Fauzul Banan, Fathul Azis, Fujiati, Fauzan Musthofa,
Fawaz Musthofa dan Zakiah sebagai anak bungsu. Adapun anak yang tertua tetap di Mataram
yaitu Drs. H. Munawir Mustofa dan H. Munawar, SH, keduanya belajar di Mataram dan tidak
ikut orangtua ke Mekah (Al Bone, 1997).
Pada tahun 1985 TGH Musthofa Umar bersama-sama anak-anaknya kembali ke dusun
Kapek Desa Gunungsari dan bertekad untuk mendirikan pesantren khusus Tahfidzul Quran. Hal
ini dilatarbelakangi oleh tiga hal, yaitu; (1) Merupakan tanggungjawab moral bagi beliau dan
putra-putrinya yang baru menyelesaikan tugas belajar dan mengajar di Ma'had Al Haram Mekah
guna mengamalkan ilmunya yang merupakan amanah dari Allah dan gurunya (2) Di Daerah
Lombok khususnya dan NTB pada umumnya belum ada pesantren yang secara khusus
mengelola Tahfidzul Quran dengan metode terapan seperti Darul Arqam Mekah (3) Kecamatan
Gunungsari dengan pantai Senggigi merupakan pusat keramaian pariwisata di Nusa Tenggara
Barat yang tentunya diperlukan filter yang kuat berupa iman serta ilmu agama bagi
masyarakatnya (Al Bone, 1997).
Sesuai dengan tujuan umum Pondok Pesantren Al Aziziyah yaitu ingin menanamkan
dan meningkatkan ruhul Islam dalam prikehidupan beragama secara individu maupun
bermasyarakat berdasarkan keikhlasan beribadah serta pengamalan syariat Islam secara murni
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
menuju ridha Allah swt, maka pesantren ini telah memprogramkan berbagai lembaga
pendidikan formal dan informal dengan tiga pola pengembangan yaitu (Al Bone, 1997):
1. Metode Ceramah
Metode tanya jawab adalah “suatu cara menyajikan materi pelajaran dengan jalan guru
mengajukan suatu pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk dijawab, bisa pula diatur
pertanyaan-pertanyaan diajukan oleh siswa lainnya.” Metode ini dapat diterapkan bila : (a) guru
atau ustadz bermaksud mengetahui penguasaan materi pelajaran yang telah dipelajari, baik dari
pelajaran yang lalu untuk meneruskan pelajaran berikutnya (yang baru), maupun yang sudah
ditugaskan untuk dipelajari (b) guru atau ustadz bermaksud menarik dan memusatkan perhatian
murid atau santri dalam mengikuti ceramahnya tentang suatu materi pelajaran tertentu, (c) untuk
melakukan pengecekan perhatian murid atau santri pada waktu mendengarkan ceramah,
mengenai suatu materi pelajaran dari guru atau ustadz, dan (d) guru atau ustadz bermaksud
mengarahkan atau memimpin pemikiran atau pengamatan murid atau santri (Natsir, 2020).
3. Metode Resitasi
Metode resitasi (pemberian tugas) merupakan “cara mengajar di mana seorang pendidik
memberikan tugas-tugas tertentu kepada peserta didik, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh
pendidik dan peserta didik mempertanggung jawabkannya.” Kelebihannya (1) peserta didik
belajar membiasakan untuk mengambil inisitaif sendiri dalam segala tugas yang diberikan, (2)
meringankan tugas pendidikan yang diberikan, (3) dapat mempertebal rasa tanggung jawab,
karena hasil-hasil yang dikerjakan dipertanggung jawabkan dihadapan pendidik, (4) memupuk
anak mereka dapat berdiri sendiri tanpa mengharap kan bantuan orang lain, (5) mendorong
peserta didik supaya suka berlomba-lomba untuk mencapai sukses, (6) hasil pelajaran akan
tahan lama karena pelajaran sesuai dengan minat peserta didik, (7) dapat memperdalam
pengertian dan menambah keaktipan dan kecakapan peserta didik, (8) waktu yang dipergunakan
tidak terbatas sampai pada jam-jam sekolah. Sedangkan kelemahannya (1) peserta didik yang
terlalu bodoh sukar sekali belajar, (2) kemungkinan tugas yang diberikan tapi dikerjakan oleh
orang lain, (3) kadang-kadang peserta didik menyalin atau meniru pekerjaan temannya sehingga
pengalamannya sendiri tidak ada, (4) kadang-kadang pembahasan nya kurang sempurna, (5) bila
tugas terlalu sering dilakukan oleh peserta didik akan menyebabkan (a) terganggunya kesehatan
peserta didik, karena mereka kembali dari sekolah selalu melakukan tugas, sehingga waktu
bermain tidak ada, (b) menyebabkan peserta didik asal mengerjakan saja karena mereka
menganggap tugas-tugas tersebut membosankan, (6) mencari tugas yang sesuai dengan
kemampuan setiap individu sulit, jalan pelajaran lambat dan memakan waktu yang lama, (7)
kalau peserta didik terlalu banyak kadang-kadang pendidik tidak sanggup memeriksa tugas-
tugas peserta didik tersebut (Natsir, 2020).
4. Metode Drill
Metode drill (latihan) atau disebut juga dengan latihan sikap, merupa kan “cara
menyajikan bahan pelajaran dengan jalan/cara melatih siswa agar menguasai pelajaran dan
terampil dalam melaksanakan tugas latihan yang diberikan”. Kelebihannya (1) dalam waktu
yang tidak terlalu lama siswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan, (2) siswa memperoleh pengetahuan praktis dan siap pakai, mahir dan lanca,(3)
menumbuhkan kebiasaan belajar secara kontinu dan disiplin diri, melatih diri, belajar mandiri
(4) Pada pelajaran agama dengan melalui metode latihan siap ini anak didik menjadi terbiasa
dan menumbuhkan semangat untuk beramal kepada Allah. Kekurangannya (1) dapat menjadi
penghambat bakat dan inisiatif siswa sebab melalui cara/metode ini, berarti para siswa dibawa
kepada konformitas dan diarahkan kepada uniformitas, (2) siswa dapat statis dalam
penyesuaian dengan situasi lingkungan dan terpaku dengan petunjuk-petunjuk praktis tertentu,
serta inisiatif siswa untuk mengembangkan sesuatu yang baru menjadi terikat. Hal ini berarti
bertentangan dengan prinsip-prinsip teori belajar, (3) membentuk kebiasaan yang kaku yang
bersifat mekanis dan rutinitas. Kurang memperhatikan aspek intelektual anak didik, (4)
pengajaran cenderung bersifat verbalisme, (5) dalam melaksanakan metode ini memakan
waktu/proses yang cukup banyak/lama (6) dalam pelajaran agama memerlukan
ketelatenan/ketekunan serta kesabaran dari pihak guru maupun dari siswa sendiri (Natsir,
2020).
Simpulan
Pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi awalan ‘pe-‘ serta diimbuhi akhiran ‘-
an’. Kata ‘santri’ adalah sebuah gabungan dari dua suku kata ‘sant’ yang berarti manusia baik
dan ‘tra’ yang berarti suka menolong, sehingga pondok pesantren memiliki arti sebuah tempat
yang digunakan untuk pendidikan guna membimbing manusia menjadi orang baik.
Problematika pendidikan meruapakan persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan
yang dihadapi oleh dunia pendidikan. Indonesia merupakan Negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Tetapi pada realitasnya, pendidikan Islam tidak menjadi
mayoritas dalam pendidikan nasional. Pendidikan Islam selalu dipandang berada pada posisi
kedua atau marginal dalam sistem pendidikan nasional. Upaya-upaya inovasi pembelajaran
terus dilakukan secara berkelanjutan oleh pemerintah dan pemerhati pendidikan. Hal ini
dimaksudkan agar kualitas pendidikan di Indonesia dapat terus ditingkatkan untuk mengejar
ketertinggalannya dari Negara Tetangga.
Alaika M. Kurnia Ps, B. (2019). Problematika Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam Di
Indonesia. Tawazun Jurnal Pendidikan Islam Vol. 12, No.2, e-ISSN: 2654-5845,
225-233.
Mochtar, A. (2020). Pola dan Model Perubahan Pesantren. Eduprof: Islamic Education Journal
Volume 1, Nomor 1, P-ISSN : 2723-2034, 121-132.