Anda di halaman 1dari 13

USULAN JUDUL PENELITIAN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BATUI

OLEH :
IKA TENRI SALI

NIM : P 101 18 080

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
TABEL SINTESA

Nama Judul Metode


No Populasi/Sampel Hasil Penelitian Jenis Variabel
Peneliti/Tahun Penelitian Penelitian
1. Mawar Jangga ANALISIS Desaian Populasi dalam Ada hubungan antara Pengetahuan,
(2018) FAKTOR penelitian yang penelitian ini pengetahuan, Kebiasaan Merokok,
YANG digunakan adalah kebiasaan merokok, Jumlah Penghuni
BERHUBUNG adalah penderita ISPA, jumlah penghuni Rumah, Status
AN DENGAN penelitian dan sampel rumah dan status gizi Gizi dan ISPA
KERJADIAN deskriptif sebanyak dengan kejadian
INFEKSI analitik 34 orang yang ISPA pada pasien di
SALURAN dengan diambil secara Rumah Sakit
PERNAPASA menggunakan aksidental. Umum Daerah Kabupaten
N AKUT PADA metode Pangkep,
PASIEN pendekatan serta variabel yang paling
DI RUMAH studi Cross berhubungan adalah
SAKIT UMUM Sectional kebiasaan
DAERAH study dimana merokok.
KABUPATEN
PANGKEP data yang
menyangkut
variabel
independen
dan dependen
diteliti dalam
waktu periode
yang
sama.
Penelitian ini
dilaksanakan
pada bulan
Maret sampai
dengan Mei
2018 di Rumah
Sakit Umum
Daerah
Kabupaten
Pangkep.
2. Riska Jalil, FAKTOR- Jenis penelitian Populasi pada 1.Ada hubungan yang ISPA, Pemberian ASI
Yasnani, La Ode FAKTOR YANG ini adalah penelitian ini adalah bermakna antara Ekslusif, lingkungan fisik
Muhamad Sety BERHUBUNGA kuantitatif seluruh balita di pemberian rumah, paparan asap
(2018) N DENGAN dengan Wilayah Kerja Asi Eksklusif dengan rokok dan pengetahuan
KEJADIAN ISPA menggunakan Puskesmas kejadian ISPA pada balita ibu.
PADA BALITA pendekatan Kabangka di
DI WILAYAH cross sectional sebanyak 237 balita. Wilayah Kerja Puskesmas
KERJA study yaitu Sampel dalam Kabangka Kecamatan
PUSKESMAS suatu penelitian penelitian ini Kabangka Kabupaten
KABANGKA untuk adalah sebanyak 68 Muna Tahun 2018.
KECAMATAN mempelajari orang. 2. Tidak ada hubungan
KABANGKA dinamika antara lingkungan fisik
KABUPATEN kolerasi rumah
MUNA TAHUN antara faktor- dengan kejadian ISPA
2018 faktor resiko pada balita di Wilayah
dengan efek, Kerja
dengan cara Puskesmas Kabangka
pendekatan, Kecamatan Kabangka
observasi atau Kabupaten Muna Tahun
pengumpulan 2018.
data 3. Ada hubungan yang
sekaligus pada bermakna antara paparan
saat point time asap
approach rokok dengan kejadian
ISPA pada balita di
Wilayah
Kerja Puskesmas
Kabangka Kecamatan
Kabangka
Kabupaten Muna Tahun
2018.
4. Ada hubungan yang
bermakna antara
pengetahuan
ibu dengan kejadian ISPA
pada balita di Wilayah
Kerja Puskesmas
Kabangka Kecamatan
Kabangka
Kabupaten Muna Tahun
2018.
3. Nur Syamsi N.L Faktor Penelitian ini Populasi Ada hubungan antara ISPA,
(2019) Yang merupakan dalam penelitian ini status Status gizi,
Berhubun penelitian adalah semua gizi, kebiasan merokok, Kebiasan merokok,
gan deskriptif yang balita yang ada di kepadatan penghuni Kepadatan penghuni
Dengan menggunakan wilayah kerja rumah, pendidikan rumah,
Kejadian rancangan puskesmas ibu dan status imunisasi Pendidikan ibu,
Infeksi studi cross Puskesmas Batua terhadap kejadian Infeksi Status imunisasi.
Saluran sectional. Kecamatan Saluran
Pernafas Penelitian Panakkukang Kota Pernafasan Atas pada
an Atas cross sectional Makassar. balita. Kesimpulan,
Pada adalah suatu penyebarluasan
Balita penelitian informasi tentang ISPA
dimana agar masyarakat
variabel yang senantiasa tidak
termasuk membiarkan anaknya
faktor resiko terpapar dengan faktor
dan variabel risiko Infeksi
yang termasuk Saluran Pernafasan Atas,
efek kesadaran dari orang tua
diobservasi terutama yang suka
pada waktu merokok agar tidak
yang sama. merokok dalam
lingkungan rumah
karena akan
mempengaruhi
kesehatan saluran
pernapasan
terutama pada balita
sehingga harus dilakukan
sosialisasi bahaya
merokok pada
masyarakat oleh petugas
kesehatan setempat.
Imunisasi merupakan
salah faktor yang
mempengaruhi kejadian
ISPA pada balita
sehingga perlu adanya
penyuluhan tentang
pentingnya imunisasi
pada balita oleh petugas
kesehatan
setempat.
4. Irma Rahayu, FAKTOR YANG Penelitian ini Populasi dalam Ada hubungan antara ISPA, Kondisi Fisik
Nani Yuniar, Andi BERHUBUNGA menggunakan penelitian ini kepadatan hunian (p value Rumah, Imunisasi Balita,
Faizal Fachlevy N DENGAN jenis Penelitian adalah seluruh balita = 0,007 < α), Luas Ventilasi ASI Ekslusif
(2018) KEJADIAN ini di Wilayah Kerja (p value = 0,013
PENYAKIT ISPA adalah penelitian Puskesmas < α), jenis dinding (p value
PADA BALITA observasional Soropia Kabupaten = 0,015 < α), langit-langit
DI WILAYAH analitik dengan Konawe yang rumah (p value = 0,005 <
KERJA rancangan cross berjumlah 632 α), paparan asap rokok (p
PUSKESMAS sectional14. orang. value =
SOROPIA Penelitian ini 0,019 < α), pemberian ASI
KABUPATEN dilakukan di Ekslusif (p value = 0,005 <
KONAWE wilayah kerja α) dan status imunisasi (p
TAHUN 2017 Puskesmas value = 0,019 < α) dengan
Soropia kejadian
Kabupaten ISPA pada balita di
Konawe Puskesmas Soropia
pada bulan Kabupaten Konawe tahun
Maret 2018. 2017.
5. Pajeriaty (2018) FAKTOR YANG Metode Populasi Berdasarkan analisis chi- Kejadian ISPA,
BERHUBUNGA Penelitian yang dalam penelitian ini square Pengetahuan Orang Tua,
N DENGAN digunakan adalah balita yang diperoleh ρ= 0,011 lebih Status Gizi
KEJADIAN observasional menderita penyakit besar dari nilai α= 0,05.
INFEKSI analitik dengan ISPA di RSUD Haji Dari analisis tersebut
SALURAN pendekatan Makassar. Sampel diartikan bahwa Ha ditolak
PERNAPASAN cross sectional. yang digunakan atau tidak ada hubungan
AKUT (ISPA) yaitu 40 antara pengetahuan orang
PADA PASIEN responden. tua dengan kejadian ISPA
ANAK BALITA di RSUD Haji
(1-5 TAHUN) DI Makassar, 2) Berdasarkan
RSUD HAJI analisis chi-square
MAKASSAR diperoleh ρ = 0,004 lebih
kecil dari nilai α= 0,05, darii
analisis tersebut diartikan
bahwa Ha diterima atau
ada hubungan antara
status gizi dengan kejadian
infeksi saluran pernapasan
akut pada pasien anak
balita (1-5 tahun) di RSUD
Haji Makassar, saran
untuk peneliti selanjutnya
yang berminat meneliti
tentang ISPA diharapkan
untuk meneliti faktor-faktor
lain yang dapat
menyebabkan terjadinya
ISPA dan Ibu yang
mempunyai balita
sebaiknya
meningkatkan kesadaran
terhadap kesehatan anak
dan mempunyai informasi
kesehatan yang cukup
Ringkasan Usulan Penelitian
A. ISPA DAN KESEHATAN MASYARAKAT
ISPA atau Acuta Respiratory Insfection (ARI) adalah infeksi akut yang
berlangsung kurang dari 14 hari disebabkan oleh mikro organisme disaluran
pernapasan mulai dari hidung, telinga, laring, trachea, bronchus, bronchiolus
sampai dengan paru-paru. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya
pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada golongan
usia balita. Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang serius baik di negara
maju maupun di negara berkembang (Depkes RI, 2009). ISPA merupakan
kelompok penyakit yang kompleks dan heterogen disebabkan oleh berbagai
etiologi dan dapat mengenai setiap tempat disepanjang saluran pernapasan.
Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat
diklasifikasikan menurut lokasi anatomis, etiologi dan berat ringannya penyakit
(Kardjati, 2008).
Kesehatan masyarakat menurut Winslow (1958) adalah ilmu dan seni
mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan
mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk
meningkatkan sanitasi lingkungan, control infeksi di masyarakat, untuk diagnose
dini, pencegahan menyakit dan pengembangan aspek social yang akan
mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang
kuat untuk menjaga kesehatannya.
Sampai saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Di New
York jumlah penderita ISPA adalah 48.325 anak dan memperkirakan di Negara
berkembang berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari Negara maju dan diduga 20% dari
bayi yang lahir di Negara berkembang gagal mencapai usia 5 tahun dan 26-30
dari kematian anak disebabkan oleh ISPA. Hal ini dapat di lihat dari tingginya
angka kesakitan dan kematian akibat ISPA. Kematian akibat penyakit ISPA pada
balita mencapai 12,4 juta pada balita golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak
80,3% kematian ini terjadi di Negara berkembang.
Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian
pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10
penyakit terbanyak di rumah sakit dan puskesmas. Survei mortalitas yang
dilakukan oleh Subdit ISPA menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab
kematian bayi terbesar di Indonesia dengan presentase 22,30% dari seluruh
kematian balita. Episode kejadian ISPA pada anak balita berkisar 3 sampai 6 kali
setahun.Dari sekitar 450.000 kematian balita yang terjadi setiap tahunnya
diperkirakan 150.000 mdiantaranya disebabkan oleh ISPA terutama pneumonia.
Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dengan morbiditas pneumonia pada
bayi 2,2% dan pada balita.

B. PENTINGNYA PENELITIAN TENTANG ISPA


Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada
tahun 2014 jumlah penderita ISPA pada balita sebanyak 1.237 kasus, pada tahun
2015 jumlah penderita ISPA pada balita sebanyak 1.312 kasus dan pada tahun
2016 jumlah penderita ISPA pada balita sebanyak 3.270 kasus.
Berdasarkan uraian di atas, penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit
dengan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi sehingga dalam
penangannya diperlukan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun
petugas kesehatan, terutama tentang beberapa faktor yang mempegaruhi derajat
kesehatan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan angka
kesakitan dan angka kematian ISPA.
Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi
pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian
rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi,
vitamin A, dan status imunisasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, faktor yang
berhubungan dengan kejadian ISPA di berbagai daerah memperoleh hasil bahwa
adanya faktor yang berhubungan dengan terjadinya penyakit. Hal ini lah yang
menjadi pendorong akan pentingnya penelitian tentang ISPA untuk mengetahui
apakah terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA.
C. DATA TERBARU ISPA

TREND CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA PROPINSI SULAWESI


TENGAH
TAHUN 2012 - 2019

Sumber :Bidang Bina Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dinkes


Sulteng Tahun 2019

Grafik diatas menjelaskan bahwa cakupan penemuan pneumonia balita sangat


rendah pada tahun 2012 (30,94%) namun dari tahun ke tahun terus meningkat dan
mencapai puncak pada tahun 2015 (72,24%). Salah satu upaya yang telah dilakukan
pada tahun 2014-2015 adalah peningkatan kapasitas petugas kesehatan (dokter
poli/pengelola ISPA) puskesmas di semua kabupaten/kota. Capaian cakupan penemuan
pneumonia balita mulai menurun kembali di tahun 2017-2019. Terjadi rotasi petugas
terlatih baik di tingkat kabupaten/kota maupun puskesmas sedangkan program ISPA
Propinsi tidak dapat melakukan kegiatan setiap tahun terkait peningkatan kapasitas
mengingat keterbatasan pembiayaan.
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA KABUPATEN/KOTA SE-
PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2019

Sumber :Bidang Bina Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dinkes


Sulteng Tahun 2019

Grafik diatas menunjukkan bahwa cakupan penemuan pneumonia balita tingkat


kabupaten/kota belum mencapai target 90% kecuali Kabupaten Banggai (92,8%). Hal ini
terjadi karena adanya rotasi pengelola ISPA dibeberapa kab/kota dan puskesmas yang
sudah terlatih dan belum semua mampu melakukan pencatatan dan pelaporan dengan
tepat dan akurat. Dan untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus pneumonia balita
di puskesmas, diperlukan dukungan penentu kebijakan untuk melakukan kegiatan
orientasi tatalaksana pneumonia balita bagi tenaga medis/paramedis puskesmas di
kabupaten yang capaiannya masih dibawah target nasional.

Anda mungkin juga menyukai