0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan13 halaman
1. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Batui. Metode penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif.
2. Populasi penelitian ini adalah balita di wilayah tersebut dengan sampel sebanyak 237 balita.
3. Faktor-faktor yang diteliti antara lain pemberian ASI eksklusif, lingkungan rumah, paparan asap ro
1. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Batui. Metode penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif.
2. Populasi penelitian ini adalah balita di wilayah tersebut dengan sampel sebanyak 237 balita.
3. Faktor-faktor yang diteliti antara lain pemberian ASI eksklusif, lingkungan rumah, paparan asap ro
1. Penelitian ini membahas faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Batui. Metode penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif.
2. Populasi penelitian ini adalah balita di wilayah tersebut dengan sampel sebanyak 237 balita.
3. Faktor-faktor yang diteliti antara lain pemberian ASI eksklusif, lingkungan rumah, paparan asap ro
PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATUI
OLEH : IKA TENRI SALI
NIM : P 101 18 080
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TADULAKO 2020 TABEL SINTESA
Nama Judul Metode
No Populasi/Sampel Hasil Penelitian Jenis Variabel Peneliti/Tahun Penelitian Penelitian 1. Mawar Jangga ANALISIS Desaian Populasi dalam Ada hubungan antara Pengetahuan, (2018) FAKTOR penelitian yang penelitian ini pengetahuan, Kebiasaan Merokok, YANG digunakan adalah kebiasaan merokok, Jumlah Penghuni BERHUBUNG adalah penderita ISPA, jumlah penghuni Rumah, Status AN DENGAN penelitian dan sampel rumah dan status gizi Gizi dan ISPA KERJADIAN deskriptif sebanyak dengan kejadian INFEKSI analitik 34 orang yang ISPA pada pasien di SALURAN dengan diambil secara Rumah Sakit PERNAPASA menggunakan aksidental. Umum Daerah Kabupaten N AKUT PADA metode Pangkep, PASIEN pendekatan serta variabel yang paling DI RUMAH studi Cross berhubungan adalah SAKIT UMUM Sectional kebiasaan DAERAH study dimana merokok. KABUPATEN PANGKEP data yang menyangkut variabel independen dan dependen diteliti dalam waktu periode yang sama. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2018 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pangkep. 2. Riska Jalil, FAKTOR- Jenis penelitian Populasi pada 1.Ada hubungan yang ISPA, Pemberian ASI Yasnani, La Ode FAKTOR YANG ini adalah penelitian ini adalah bermakna antara Ekslusif, lingkungan fisik Muhamad Sety BERHUBUNGA kuantitatif seluruh balita di pemberian rumah, paparan asap (2018) N DENGAN dengan Wilayah Kerja Asi Eksklusif dengan rokok dan pengetahuan KEJADIAN ISPA menggunakan Puskesmas kejadian ISPA pada balita ibu. PADA BALITA pendekatan Kabangka di DI WILAYAH cross sectional sebanyak 237 balita. Wilayah Kerja Puskesmas KERJA study yaitu Sampel dalam Kabangka Kecamatan PUSKESMAS suatu penelitian penelitian ini Kabangka Kabupaten KABANGKA untuk adalah sebanyak 68 Muna Tahun 2018. KECAMATAN mempelajari orang. 2. Tidak ada hubungan KABANGKA dinamika antara lingkungan fisik KABUPATEN kolerasi rumah MUNA TAHUN antara faktor- dengan kejadian ISPA 2018 faktor resiko pada balita di Wilayah dengan efek, Kerja dengan cara Puskesmas Kabangka pendekatan, Kecamatan Kabangka observasi atau Kabupaten Muna Tahun pengumpulan 2018. data 3. Ada hubungan yang sekaligus pada bermakna antara paparan saat point time asap approach rokok dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kabangka Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna Tahun 2018. 4. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kabangka Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna Tahun 2018. 3. Nur Syamsi N.L Faktor Penelitian ini Populasi Ada hubungan antara ISPA, (2019) Yang merupakan dalam penelitian ini status Status gizi, Berhubun penelitian adalah semua gizi, kebiasan merokok, Kebiasan merokok, gan deskriptif yang balita yang ada di kepadatan penghuni Kepadatan penghuni Dengan menggunakan wilayah kerja rumah, pendidikan rumah, Kejadian rancangan puskesmas ibu dan status imunisasi Pendidikan ibu, Infeksi studi cross Puskesmas Batua terhadap kejadian Infeksi Status imunisasi. Saluran sectional. Kecamatan Saluran Pernafas Penelitian Panakkukang Kota Pernafasan Atas pada an Atas cross sectional Makassar. balita. Kesimpulan, Pada adalah suatu penyebarluasan Balita penelitian informasi tentang ISPA dimana agar masyarakat variabel yang senantiasa tidak termasuk membiarkan anaknya faktor resiko terpapar dengan faktor dan variabel risiko Infeksi yang termasuk Saluran Pernafasan Atas, efek kesadaran dari orang tua diobservasi terutama yang suka pada waktu merokok agar tidak yang sama. merokok dalam lingkungan rumah karena akan mempengaruhi kesehatan saluran pernapasan terutama pada balita sehingga harus dilakukan sosialisasi bahaya merokok pada masyarakat oleh petugas kesehatan setempat. Imunisasi merupakan salah faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita sehingga perlu adanya penyuluhan tentang pentingnya imunisasi pada balita oleh petugas kesehatan setempat. 4. Irma Rahayu, FAKTOR YANG Penelitian ini Populasi dalam Ada hubungan antara ISPA, Kondisi Fisik Nani Yuniar, Andi BERHUBUNGA menggunakan penelitian ini kepadatan hunian (p value Rumah, Imunisasi Balita, Faizal Fachlevy N DENGAN jenis Penelitian adalah seluruh balita = 0,007 < α), Luas Ventilasi ASI Ekslusif (2018) KEJADIAN ini di Wilayah Kerja (p value = 0,013 PENYAKIT ISPA adalah penelitian Puskesmas < α), jenis dinding (p value PADA BALITA observasional Soropia Kabupaten = 0,015 < α), langit-langit DI WILAYAH analitik dengan Konawe yang rumah (p value = 0,005 < KERJA rancangan cross berjumlah 632 α), paparan asap rokok (p PUSKESMAS sectional14. orang. value = SOROPIA Penelitian ini 0,019 < α), pemberian ASI KABUPATEN dilakukan di Ekslusif (p value = 0,005 < KONAWE wilayah kerja α) dan status imunisasi (p TAHUN 2017 Puskesmas value = 0,019 < α) dengan Soropia kejadian Kabupaten ISPA pada balita di Konawe Puskesmas Soropia pada bulan Kabupaten Konawe tahun Maret 2018. 2017. 5. Pajeriaty (2018) FAKTOR YANG Metode Populasi Berdasarkan analisis chi- Kejadian ISPA, BERHUBUNGA Penelitian yang dalam penelitian ini square Pengetahuan Orang Tua, N DENGAN digunakan adalah balita yang diperoleh ρ= 0,011 lebih Status Gizi KEJADIAN observasional menderita penyakit besar dari nilai α= 0,05. INFEKSI analitik dengan ISPA di RSUD Haji Dari analisis tersebut SALURAN pendekatan Makassar. Sampel diartikan bahwa Ha ditolak PERNAPASAN cross sectional. yang digunakan atau tidak ada hubungan AKUT (ISPA) yaitu 40 antara pengetahuan orang PADA PASIEN responden. tua dengan kejadian ISPA ANAK BALITA di RSUD Haji (1-5 TAHUN) DI Makassar, 2) Berdasarkan RSUD HAJI analisis chi-square MAKASSAR diperoleh ρ = 0,004 lebih kecil dari nilai α= 0,05, darii analisis tersebut diartikan bahwa Ha diterima atau ada hubungan antara status gizi dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada pasien anak balita (1-5 tahun) di RSUD Haji Makassar, saran untuk peneliti selanjutnya yang berminat meneliti tentang ISPA diharapkan untuk meneliti faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA dan Ibu yang mempunyai balita sebaiknya meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan anak dan mempunyai informasi kesehatan yang cukup Ringkasan Usulan Penelitian A. ISPA DAN KESEHATAN MASYARAKAT ISPA atau Acuta Respiratory Insfection (ARI) adalah infeksi akut yang berlangsung kurang dari 14 hari disebabkan oleh mikro organisme disaluran pernapasan mulai dari hidung, telinga, laring, trachea, bronchus, bronchiolus sampai dengan paru-paru. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) khususnya pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada golongan usia balita. Pneumonia merupakan masalah kesehatan yang serius baik di negara maju maupun di negara berkembang (Depkes RI, 2009). ISPA merupakan kelompok penyakit yang kompleks dan heterogen disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat mengenai setiap tempat disepanjang saluran pernapasan. Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomis, etiologi dan berat ringannya penyakit (Kardjati, 2008). Kesehatan masyarakat menurut Winslow (1958) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, control infeksi di masyarakat, untuk diagnose dini, pencegahan menyakit dan pengembangan aspek social yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga kesehatannya. Sampai saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Di New York jumlah penderita ISPA adalah 48.325 anak dan memperkirakan di Negara berkembang berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari Negara maju dan diduga 20% dari bayi yang lahir di Negara berkembang gagal mencapai usia 5 tahun dan 26-30 dari kematian anak disebabkan oleh ISPA. Hal ini dapat di lihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA. Kematian akibat penyakit ISPA pada balita mencapai 12,4 juta pada balita golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak 80,3% kematian ini terjadi di Negara berkembang. Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit dan puskesmas. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan presentase 22,30% dari seluruh kematian balita. Episode kejadian ISPA pada anak balita berkisar 3 sampai 6 kali setahun.Dari sekitar 450.000 kematian balita yang terjadi setiap tahunnya diperkirakan 150.000 mdiantaranya disebabkan oleh ISPA terutama pneumonia. Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dengan morbiditas pneumonia pada bayi 2,2% dan pada balita.
B. PENTINGNYA PENELITIAN TENTANG ISPA
Berdasarkan data dari Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2014 jumlah penderita ISPA pada balita sebanyak 1.237 kasus, pada tahun 2015 jumlah penderita ISPA pada balita sebanyak 1.312 kasus dan pada tahun 2016 jumlah penderita ISPA pada balita sebanyak 3.270 kasus. Berdasarkan uraian di atas, penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi sehingga dalam penangannya diperlukan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun petugas kesehatan, terutama tentang beberapa faktor yang mempegaruhi derajat kesehatan. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan angka kesakitan dan angka kematian ISPA. Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan, faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA di berbagai daerah memperoleh hasil bahwa adanya faktor yang berhubungan dengan terjadinya penyakit. Hal ini lah yang menjadi pendorong akan pentingnya penelitian tentang ISPA untuk mengetahui apakah terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit ISPA. C. DATA TERBARU ISPA
TREND CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA PROPINSI SULAWESI
TENGAH TAHUN 2012 - 2019
Sumber :Bidang Bina Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dinkes
Sulteng Tahun 2019
Grafik diatas menjelaskan bahwa cakupan penemuan pneumonia balita sangat
rendah pada tahun 2012 (30,94%) namun dari tahun ke tahun terus meningkat dan mencapai puncak pada tahun 2015 (72,24%). Salah satu upaya yang telah dilakukan pada tahun 2014-2015 adalah peningkatan kapasitas petugas kesehatan (dokter poli/pengelola ISPA) puskesmas di semua kabupaten/kota. Capaian cakupan penemuan pneumonia balita mulai menurun kembali di tahun 2017-2019. Terjadi rotasi petugas terlatih baik di tingkat kabupaten/kota maupun puskesmas sedangkan program ISPA Propinsi tidak dapat melakukan kegiatan setiap tahun terkait peningkatan kapasitas mengingat keterbatasan pembiayaan. CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA KABUPATEN/KOTA SE- PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2019
Sumber :Bidang Bina Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dinkes
Sulteng Tahun 2019
Grafik diatas menunjukkan bahwa cakupan penemuan pneumonia balita tingkat
kabupaten/kota belum mencapai target 90% kecuali Kabupaten Banggai (92,8%). Hal ini terjadi karena adanya rotasi pengelola ISPA dibeberapa kab/kota dan puskesmas yang sudah terlatih dan belum semua mampu melakukan pencatatan dan pelaporan dengan tepat dan akurat. Dan untuk meningkatkan cakupan penemuan kasus pneumonia balita di puskesmas, diperlukan dukungan penentu kebijakan untuk melakukan kegiatan orientasi tatalaksana pneumonia balita bagi tenaga medis/paramedis puskesmas di kabupaten yang capaiannya masih dibawah target nasional.