Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

STUDI DESKRIPTIF PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA PADA


ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WAINGAPU
KABUPATEN SUMBA TIMUR

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Melaksanakan Penelitian Dalam Rangka


Penyusunan Karya Tulis Ilmiah

OLEH:
MOHAMMAD RISKY HUSEN
PO5303203200678

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
PRODI KEPERAWATAN WAINGAPU
2023

i
i

Lembar Persetujuan
Proposal Karya Tulis Ilmiah
Studi Deskriptif Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Pada Anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur

Disusun Oleh:

Mohammad Risky Husen


NIM: PO5303203200678

Dosen Pembimbing

Veronika Toru, S.Kep.,Ns.,M.Kep


NIP.19840913 200604 2 005

Mengetahui

Ketua Program Studi Keperawatan Waingapu

Maria Kareri Hara, S.Kep.,Ns., M.Kes


NIP. 19670210 198903 2 001
ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi
akut yang menyerang satu atau lebih bagian saluran napas mulai dari
hidung (saluran napas atas) hingga alveoli (saluran napas bawah). Jalur
utama penularan ISPA adalah melalui droplet sarat bakteri yang
dikeluarkan dari hidung/mulut saat penderita batuk atau bersin. ISPA
bertanggung jawab atas 4 dari perkiraan 15 juta kematian anak usia lima
tahun setiap tahun(Rian, 2020). WHO memperkirakan bahwa di negara
berkembang, ISPA di atas 40 per 1000 kelahiran hidup mengakibatkan
kematian kelompok usia balita tahunan sebesar 15% - 20(Rian, 2020). Ini
menunjukkan bahwa 17 anak di bawah usia lima tahun meninggal setiap
jamnya. ISPA merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia karena tingginya prevalensi ISPA, terutama pada anak usia dini.
Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% (kisaran: 17,5–41,4%), dengan
16 provinsi memiliki prevalensi lebih tinggi dari angka
nasional(Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan rekapan data tahun 2020 dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sumba Timur, insiden penyakit ISPA pada balita sebanyak
21.860 kasus. Pada tahun 2021 data kejadian ISPA pada balita sebanyak
12.841 kasus, dan pada tahun 2022 hasil rekapan data kejadian ISPA pada
balita sebanyak 20.937 kasus. Hasil rekapan data yang diperoleh dari
Puskesmas Waingapu pada tahun 2020 penyakit ISPA pada balita
sebanyak 2.167 kasus, tahun 2021 sebanyak 133 kasus, dan pada tahun
2022 sebanyak 2.068.Salah satu penyebab tingginya kejadian ISPA pada
balita di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang ISPA. ISPA
pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor lingkungan
dengan kualitas udara yang buruk, status gizi balita yang buruk, imunisasi
yang tidak lengkap, adanya anggota keluarga yang merokok di rumah, dan
2

kurangnya pengetahuan orang tua. Orang tua membutuhkan pengetahuan


untuk mengembangkan perilaku rumah tangga untuk pencegahan dan
perawatan anak sakit. Pentingnya pemahaman sikap orang tua terhadap
faktor risiko ISPA pada anak kecil penting untuk kesadaran, penyebab,
gejala, pencegahan dan perawatan ISPA pada anak kecil untuk mendorong
perubahan kebiasaan keluarga, pencegahan dan perawatan untuk
mengurangi kejadian ISPA pada anak (Oktaviani, 2022).
Pengetahuan merupakan faktor risiko kejadian ISPA pada balita.
Semakin sedikit ibu yang mengetahui tentang bahaya ISPA pada anak
kecil, maka semakin besar kemungkinan anak muda yang terkena ISPA
mengalami hal yang lebih buruk dari penyakit tersebut. Akan lebih baik
lagi jika pemahaman yang baik tentang penyakit ini membantu para ibu
dalam upaya pencegahannya. Pengetahuan dapat memotivasi perilaku
sehat, terutama dalam memerangi ISPA, sehingga orang cenderung ingin
menciptakan lingkungan yang sehat untuk menghindari ISPA setiap saat,
dan bertindak berdasarkan pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo,
2003). Melalui wawancara yang dilakukan peneliti di wilayah kerja
Puskesmas Waingapu kepada 5 orang Ibu yang anaknya dengan penyakit
ISPA, hanya 3 orang yang bisa menjawab pertanyaan dengan benar dan 2
orang tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan.
Berdasarkan masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Studi Deskriptif Pengetahuan Ibu
Tentang ISPA Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu
Kabupaten Sumba Timur”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah
“Bagaimanakah Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Pada Anak Di Wilayah
Kerja Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur”.
3

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Pada Anak Di
Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Pada Anak Di Wilayah
Kerja Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan,wawasan, dan pengalaman bagi peneliti dala
melakukan penelitian tentang Pengetahuan Ibu Tentang Ispa Pada Anak
Di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur.
1.4.2. Bagi Puskesmas
Dapat digunakan sebagai bahan referensi saat melaksanakan layanan
kesehatan penderita ISPA pada Anak di Puskesmas Waingapu
Kabupaten Sumba Timur.
1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai salah satu sarana memperkaya pengetahuan
pembaca khususnya mahasiswa.
1.4.4. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahun serta wawasan orangtua mengenai Pengetahuan
Ibu Tentang Ispa Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu
Kabupaten Sumba Timur.
4

1.4.5. Keaslian Penelitian

N Nam Judul Desain Subyek Variab Instr Analisis Hasil


a penelitian,t el ume dan
penul ahun n kesimp
is. ulan
1 Vero Studi Deskrip Semua Indepe Kuis Analisis Hasil
. nia deskriptif tif yaitu ibu ndent ione Univariat peneitia
Dani pengetahua pembag balita penget r n
ati n ibu balita ian yang ahuan menuju
Tam tentang ispa kuision anaknya ibu kkan
u di er dengan balita bahwa
Apu, kelurahan kasus tentang sebagia
2022 prailiu ISPA di ISPA n besar
wilayah Kelurah orang
kerja an tua
puskesmas Prailiu berpen
kambaniru Wilayah getahua
kabupaten Kerja n baik
sumba Puskesm
timur as
Kamban
iru

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Veronia (2022),


merupakan penelitian deskriptif. Kesimpulan penelitiannya ialah
pengetahuan ibu balita tentang ISPA yaitu sebagian besar dengan kategori
baik (63,4%). Perbedaan terletak pada lokasi dilakukannya penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengetahuan


Pengetahuan adalah hasil panca indera seseorang, atau hasil
mengetahui seseorang tentang suatu hal melalui panca indera yang dimiliki
seseorang, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Ketika persepsi menghasilkan pengetahuan, itu dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi objek, yang terutama diperoleh melalui
pendengaran dan penglihatan (Hartono, 2021).
Pengetahuan merupakan suatu hasil dari rasa ingin tahu melalui
proses sensoris, terutama pada mata dan telinga trhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan dominan terpenting dalam terbentuknya perilaku
terbuka atau open behavior (Rian, 2020).
2.1. 1. Cara Memperoleh Pengetahuan
a. Cara coba salah (trial and error), adalah cara tradisional yang dipakai
orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan jauh sebelum adanya
peradaban.
b. Kekuasaan dan otoritas, sumber pengetahuan dengan cara ini dapat
berupa pemimpin-pemimpin masyarakat, pemuka agama, pemegang
pemerintah dan sebagainya. Pengetahuan ini diperoleh berdasarkan
pemegang otoritas yang biasanya diwariskan turun-temurun dari
generasi ke generasi berikutnya.
c. Melalui jalan pikiran, manusia telah mampu menggunakan akal pikiran
penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain,
dalam memperoleh kebenaran pengethuan manusia telah menggunakan
pikirannya baik melalui induksi ataupun deduksi.
d. Dewasa ini cara baru dalam memperoleh pengetahuan yang lebih
sistematis, logis serta ilmiah adalah dengan cara modern . cara ini biasa
diebut dengan metode penelitian ilmiah.
6

2.1. 2. Cara Mengukur Pengetahuan


Menurut Arikunto (2010) untuk dapat mengetahui tingkat pengetahuan
yang dimiliki seseorang dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
a. Kategori baik apabila responden mampu menjawab pertanyaan dengan
benar 8-10 (80-100%) dari yang diharapkan.
b. Kategori cukup apabila respondn mampu menjawab pertanyaan
dengan benar 5-7 (50-70%) dari yang diharapkan.
c. Kategori kurang apabila responden mampu mejawab pertanyaan
dengan benar dibawah <5 (50%) dari yang diharapkan.

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut (Notoatmodjo Soekidjo, 2018), faktor-faktor yang mempengaruhi


pengetahuan yaitu:

a. Faktor pendidikan
Pengetahuan seringkali diperoleh dari informasi yang disampaikan
oleh orang tua, guru, dan media massa. Pendidikan sangat erat
kaitannya dengan pengetahuan, pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia dan penting untuk pengembangan diri.
Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mudah menerima dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.Semakin tinggi
tingkat pengetahuan seseorang, semakin mudah menerima informasi
tentang objek dan pengetahuan.
b. Faktor pekerjaan
Pekerjaan seseorang memiliki dampak besar pada proses
aksesinformasi yang dibutuhkan oleh objek.
c. Faktor pengalaman
Pengalaman seseorang memiliki pengaruh yang besar terhadap
pengetahuan, semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang
terhadap sesuatu, semakin banyak yang diketahuinya. Pengukuran
7

pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau kuesioner yang


menyatakan isi materi yang akan diukur dari subjek atau responden
penelitian.
d. Keyakinan
Keyakinan yang diperoleh seseorang seringkali dapat diwariskan dari
generasi ke generasi, tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, dan
keyakinan positif dan negatif dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang.
e. Sosial dan budaya
Budaya dan kebiasaan keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan,
persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu

2.2. Konsep ISPA


2.2.1. Pengertian ISPA
Pertimbangan umum untuk infeksi saluran pernapasan atas adalah
infeksi ini terutama mempengaruhi struktur saluran udara di atas
tenggorokan, tetapi paling sering penyakit ini mempengaruhi saluran udara
atas dan bawah secara bersamaan atau berurutan (Waldo E. Nelson, 2014).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernapasan akut yang ditandai antara lain dengan demam, menggigil,
sesak napas, pilek (nyeri menelan, suara serak, mendengkur, sesak napas,
nyeri dada, dan sianosis). Saluran pernapasan bagian atas terpapar
berbagai patogen. Patogen dapat masuk dan berkembang di berbagai
bagian tubuh. Patogen dapat berada di hidung, faring, terutama amandel,
laring atau trakea. Jika resistensi inang rendah, patogen dapat bereproduksi
di angka besar (Niluh, 2004).
8

2.2.2. Etiologi ISPA


Sebagian besar infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh
virusdan mikroplasma, kecuali untuk epiglottitis akut (Syamsi, 2018).
ISPA memiliki beberapa penyebab, yaitu:
a. Akut: virus, bakteri
b. Kronis : tuberkulosis, jamur, alergi, genetik
1) Virus dan bakteri : Streptococcus influenza virus,
Salmonella,Haemophilus influenzae.
2) Alergen spesifik : alergi yang disebabkan oleh debu, asap, dan
udaradingin atau panas.
3) Perubahan lingkungan cuaca: kondisi cuaca yang tidak
menguntungkanmisalnya peralihan dari panas ke hujandan lingkungan
yang tidak bersih atau tercemar.
4) Aktivitas: kondisi anak yang aktifterlepas dari kondisi medis dapat
menyebabkan seorang anak dengan ISPA.
5) Asupan nutrisi yang kurang.
9

2.2.3 Pathway

Bakteri Virus Jamur

Masuk ke saluran pernapasan

ISPA

Reaksi
antbody Radang saluran
pernapasan atas
Pengeluaran Merusak epitel
pirogen saluran Sakit saat menelan
pernapasan atas
makanan
Otak berespon iritasi
dgn menaikkan
Anoreksia
suhu tubuh
Batuk
Suhu tubuh Defisit nutrisi
meningkat Nyeri akut

Hipertermi
10

2.2.4. Tanda Dan Gejala ISPA


a) Suhu badan anak/balita > 37
b) Batuk
c) Pilek
d) Hidung tersumbat, disebabkan oleh cairan/obstruksi pada rongga
hidung
2.2.5. Manifestasi Klinik ISPA
Menurut
a. Ringan : batuk tapi tidak mempengaruhi tidur, dahak encer, pilek,
tidak ada anoreksia, demam kurang tinggi, misalnya rinitis,
nasofaringitis.
b. Sedang: sputum kental, ingus lengket, demam (tinggi), anoreksia,
tegang, nyeri menelan seperti tonsillopharyngitis.
c. Parah: demam tinggi disertai sesak napas dan mendengkur,
kadang-kadang disertai penurunan kesadaran. seperti radang paru-
paru.
2.2.6. Penanganan ISPA
Menangani suhu tinggi, yaitu: perawatan anak-anak dari 2 bulan
hingga 5 tahun berikan parasetamol 4 kali (setiap 6 jam). 2 hari atau
kompres hangat (demam pada bayi di bawah 2 bulan harus dirujuk ke
rumah sakit). Tablet diberikan dengan membagi dosis anjuran, kemudian
digerus (ditarik) dan diminumkan pada anak, diberikan kompres,
dicelupkan kain bersih ke dalam air hangat, kemudian dikompres di bagian
ketiak (ketiak) dan lipatan selangkangan, diulangi sampai hangat. untuk
mengatasi batu, obat batuk yang dianjurkan adalah ramuan tradisional: ½
sendok teh air jeruk nipis dan ½ sendok teh kecap manis atau madu.
Berikan makanan, dan bila muntah sedikit tetapi sering, berikan cairan (air
putih) untuk mengencerkan dahak.
Pakaian atau selimut yang terlalu tebal atau ketat tidak dianjurkan
untuk anak yang sedang demam. Kenakan pakaian tipis serta ringan. Jika
11

masuk angin, bersihkan hidung dengan sapu tangan atau tisu.


Membersihkan hidung akan mempercepat penyembuhan dan menghindari
komplikasi yang lebih serius. Cobalah untuk menciptakan lingkungan
hidup yang sehat dengan ventilasi yang baik dan tidak ada asap. Jika
kondisi memburuk selama perawatan di rumah, disarankan untuk segera
berobat ke petugas kesehatan atau Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.

2.2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ISPA Pada Anak/Balita


Menurut faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA pada anak/balita
adalah sebagai berikut:
a. Umur
Sebagian besar infeksi saluran pernapasan biasanya menyerang
anak di bawah usia 3 tahun, terutama bayi di bawah usia 1 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang lebih muda
lebih mungkin mengembangkan ISPA daripada anak yang lebih
tua karena sistem kekebalan mereka kurang kuat.
b. Status gizi
Status gizi merupakan ukuran keberhasilan gizi seorang anak
yang ditunjukkan dengan berat badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang dihasilkan dari
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan gizi. Studi status
gizi didasarkan pada data antropometri dan biokimia dan
pengukuran riwayat diet. Hanya dengan makanan bergizi tubuh
manusia dapat tumbuh dan terpelihara. Semua organ tubuh
berfungsi normal. Ganti bagian tubuh yang rusak. Kulit dan
rambut terus berubah dan sel-sel tubuh terus tumbuh. Sel-sel
tubuh memasak dan mengatur bahan makanan yang dimasak
sehingga bahan makanan dapat digunakan untuk kerja tubuh.
12

c. Status imunisasi
Imunisasi adalah cara pemberian imunisasi pada anak secara
sadar dan aktif terhadap penyakit agar tidak sakit. Oleh karena
itu, anak yang tidak divaksinasi lengkap lebih berisiko tertular
ISPA dibandingkan anak yang divaksinasi lengkap.
d. Status pemberian ASI eksklusif
Kolostrum adalah susu yang dikeluarkan oleh kelenjar susu
selama tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah bayi
lahir. Pemberian ASI eksklusif termasuk pemberian ASI eksklusif
tanpa makanan atau minuman tambahan pada bayi usia 0-6 bulan
bahkan tanpa air putih selama periode pemberian ASI eksklusif
ini (WHO, 2010).
e. Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan mempengaruhi penyakit, termasuk ISPA.
Kondisi lingkungan yang kotor terutama rumah yang kotor dan
sempit mendukung terjadinya penularan berbagai penyakit.
Pembuangan limbah, sampah dan saluran air yang tidak teratur
menyebabkan sampah dan kotoran menumpuk di sekitar rumah.
2.2.8. Faktor Predisposisi yang meningkatnya ISPA pada anak
1. Pengetahuan orang tua
Tingkat pengetahuan merupakan faktor penting yang
mempengaruhi terjadinya perubahan sikap dan perilaku seseorang,
hal ini didasarkan pada bertambahnya akumulasi pengalaman,
kemudian secara tidak langsung pada perubahan sikap dan
perilaku, serta tanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarga.
dan Masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan ini diperoleh
melalui kenyataan atau fakta melalui melihat dan mendengar
melalui komunikasi, surat kabar, radio, dan lain sebagainya
(Sarjono, 2003).
13

2. Perilaku
Menurut (Notoatmodjo, 2012), perilaku kesehatan pada hakekatnya
adalah respon seseorang terhadap penyakit, sistem kesehatan,
makanan, dan rangsangan lingkungan. Berdasarkan batasan
tersebut, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau upaya
seseorang untuk mempertahankan atau menjaga kesehatan agar
tidak sakit, serta upaya untuk sembuh ketika sakit.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem layanan kesehatan
Perilaku ini mengacu pada upaya atau tindakan dalam kasus
penyakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku tersebut berkisar
dari perawatan diri hingga berobat ke luar negeri (Notoatmodjo,
2003).
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan ekologis adalah cara seseorang merespon
lingkungan, dan lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, dll,
sehingga lingkungan tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan
kata lain, bagaimana seseorang menjaga lingkungannya, sehingga
tidak mempengaruhi kesehatannya sendiri, keluarganya, dan
masyarakat.
3. Kesehatan lingkungan
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang
saling terkait dengan masalah selain kesehatan itu sendiri. Pada
umumnya setiap masalah dipecahkan tidak hanya dari sudut
pandang kesehatan itu sendiri, tetapi juga dari segala aspek yang
mempengaruhi kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Lingkungan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan.
Kesehatan lingkungan merupakan suatu kondisi keadaan
lingkungan yang optimal sehingga berpengaruh positif terhadap
14

terwujudnya status kesehatan yang optimal pula. Lingkungan yang


kurang sehat dapat menyebabkan peningkatan penyakit (Slamet,
2011).

2.3. Konsep Balita


2.3.1 Pengertian balita
Menurut Prasetyawati (2011), masa balita merupakan masa
penting bagi perkembangan fisik anak. Pada usia tersebut,
pertumbuhan anak sangat pesat sehingga perlu asupan nutrisi
sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Keadaan kebutuhan nutrisi
mereka memiliki dampak yang kuat pada kesehatan berkelanjutan
mereka di masa depan.
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa
balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita
menentukan serta memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak selanjutnya. Dalam ilmu kesehatan, pertumbuhan dan
perkembangan diartikan sebagai aspek kemajuan pelayanan
manusia dari konsepsi sampai kedewasaan. Ditemukan empat
parameter perkembangan untuk menilai perkembangan anak usia
dini, yaitu:
a. Kepribadian sosial (kepribadian atau perilaku sosial). Aspek
yang berkaitan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan berinteraksi dengan lingkungan.
b. Adaptasi Motorik Halus (Fine Motor)
Aspek yang berkaitan dengan kemampuan anak dalam melihat
sesuatu sehingga gerakan hanya melibatkan bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi membutuhkan
koordinasi yang cermat. Contohnya termasuk kemampuan
menggambar, memegang benda, dll.
15

c. Bahasa Kemampuan untuk menanggapi suara, mematuhi


perintah dan berbicara secara spontan.
d. Motorik kasar (gross motor development) Aspek yang
berhubungan dengan gerak dan postur tubuh.

2.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan


Perkembangan Anak.
Menurut (Waldo E. Nelson, 2014), faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak ialah sebagai berikut:
a. Faktor lingkungan
Lingkungan eksternal seperti budaya, status sosial keluarga,
nutrisi, penyimpangan kesehatan olahraga, tatanan keluarga dan
anak, lingkungan internal, kecerdasan, hormon, emosi, dll.
b. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tercermin dari aspek fisik,
psikis dan sosial yang akan dijelaskan di bawah ini:
1) Usia 1 bulan
Pertumbuhan tubuh: berat badan bertambah 150-200g/mg,
tinggi badan bertambah 2,5cm/bulan, lingkar kepala bertambah
1,5cm/bulan, peningkatan ini berlanjut sampai usia 6 bulan,
perkembangan motorik: head-up assistance, body prone, kepala
kiri dan kanan , refleks primordial (+), menghisap, melapisi,
refleks moro, menelan, menggenggam, perkembangan sensorik:
mengikuti cahaya tengah, perkembangan sosialisasi: sudah
mulai tersenyum.
2) Usia 2-3 bulan
Pertumbuhan fisik: penutupan frontal, pertumbuhan dan
perkembangan motorik: angkat kepala, letakkan tangan di dada,
meletakkan tangan di mulut dan mulai menarik benda-benda
yang menarik, itu bisa duduk dan mulai bermain dengan jari
16

dan tangan, pertumbuhan sensorik: sudah bisa mengikuti


cahaya ke tepi, berkoordinasi secara horizontal dan vertikal,
mendengarkan suara, pertumbuhan sosial: mulai tertawa pada
beberapa orang, tertawa terbahak-bahak karena gembira, dan
tangisan mereka mulai berkurang.
3) Usia 4-5 bulan
Pertumbuhan fisik : BB 2 x BB lahir, pertumbuhan motorik :
kepala mulai seimbang saat duduk, punggung mulai kuat, bisa
miring saat tengkurap, kepala bisa berdiri tegak, refleks
primordial mulai menghilang, menjangkau dan menggunakan
tangan, pertumbuhan sensorik: pengenalan orang, adaptasi mata
(+), pertumbuhan sosial: interaksi yang menyenangkan dengan
orang lain, pertumbuhan vokal: ketika mainan diambil oleh
orang lain, sudah dapat mengeluarkan suara yang tidak senang.
4) Usia 6-7 bulan
Pertumbuhan fisik : bb tumbuh 90-150 g/mg, tb meningkat 1,25
cm/bulan, luas pertumbuhan ini berlangsung sampai 12 bulan,
gigi mulai tumbuh, pertumbuhan motorik : berputar,
menggerakkan benda dengan satu tangan ke tangan yang
lainnya, mengambil mainan dengan satu tangan, suka
memasukkan kaki ke mulut, mulai memasukkan makanan ke
dalam mulut, pertumbuhan sosialisasi: sudah bisa membedakan
orang yang dikenal, dengan orang yang tidak dikenal bayi
khawatir (takut orang asing), sudah bisa menyebutkan
m.. .m ...m..., bayi biasanya cepat menangis, tapi juga cepat
tertawa.
5) Usia 8-9 bulan
Pertumbuhan motorik: dapat duduk sendiri, koordinasi tangan-
mulut lebih sering, bayi mulai tengkurap dan mulai merangkak,
dapat menggenggam, pertumbuhan sensorik: bayi menyukai
17

benda-benda kecil, pertumbuhan dalam sosialisasi: stranger


anxiety (khawatir terhadap orang asing) sampai menangis dan
mendorong, mencium atau memeluk orang yang dicintai, ketika
marah mungkin ada tangisan, reaksi berulang kata-kata:
“dada”tetapi tidak berhasil ' itu tidak berarti apa-apa.
6) Usia 10-12 bulan
Pertumbuhan fisik : berat badan 3 x BBL, tinggi ½ x BBL,
tumbuh gigi rahang atas, pertumbuhan motorik : mulai belajar
berdiri tapi tidak lama, belajar berjalan dengan bantuan,sudah
bisa duduk dan berdiri sendiri, mulai belajar makan dengan
sendok tetapi lebih banyak menggunakan tangan, dapat bermain
petak umpet, mulai menikmati corat-coret di atas kertas,
pertumbuhan sensorik: penglihatan 20/50 22 volume polaritas,
mengembangkan sosialisasi: Emosi (+) cemburu, marah,
senang dengan akrab lingkungan sekitar, takut akan situasi
asing, memahami perintah sederhana, sudah mengetahui nama
seseorang, bisa mengatakan da a a da mama.
Tumbuh kembang balita : usia 1-3 tahun.
1) Umur 15 bulan
Motorik kasar: berlari baik, motorik halus: memegang
cangkir, memasukkan jari ke dalam lubang, membuka
kotak, melempar benda
2) Usia 18 bulan
Keterampilan motorik kasar: berlari tetapi sering jatuh,
menarik mainan, sering menaiki tangga tetapi
membutuhkan bantuan, keterampilan motorik halus:
menggunakan sendok, dapat membuka halaman buku,
belajar menyusun balok benda secara bersamaan.
3) Usia 36 bulan
18

Motorik kasar: dapat berjalan naik turun tangga sendiri,


dibantu berpakaian, mulai mengendarai sepeda roda tiga
4) Usia 4 tahun
Pada usia ini, anak sering takut, misalnya pada kegelapan,
dan mereka juga akan mulai belajar berbagi dan bermain
dengan anak lain.
5) Usia 5 tahun
Perkembangan motorik bayi anda akan mulai membaik,
seperti halnya cara anak menari dan menjalankan mainan
akan berbeda pada setiap tahap perkembangannya. Mereka
memiliki rasa tanggung jawab, penyesalan dan kebanggaan
pada diri mereka sendiri.
2.3.3. Fase-Fase Perkembangan
Menurut Erick Erickson, terdapat 4 tahap dalam perkembangan
psikososial anak antara lain sebagai berikut:
a. Kepercayaan dan ketidakpercayaan (dari lahir hingga 1 tahun)
Sikap psikososial dasar yang dipelajari anak bahwa mereka dapat
mempercayai lingkungannya Timbulnya rasa percaya diri (trust)
didukung oleh pengalaman-pengalaman berkelanjutan yang memiliki
kesamaan dengan “keyakinan” orang tua dalam memenuhi kebutuhan
dasar bayi. Dan jika kebutuhan dasar anak terpenuhi dan jika orang
tua memberikan kasih sayang yang tulus, maka anak akan menganggap
dunianya (lingkungannya) amanah atau dapat dipercaya. Sebaliknya,
jika pengasuhan orang tua terhadap anak tidak memenuhi kebutuhan
dasar, tidak konsisten atau bersifat negatif, anak akan menjadi cemas
dan tidak percaya pada lingkungannya
b. Autonomy vs shame and doubt (antara 2-3 tahun)
Begitu anak-anak belajar untuk "mempercayai" atau "tidak
mempercayai" orang tua mereka, mereka akan memperoleh tingkat
kemandirian tertentu Bagaimana jika "balita" (1,6-3 tahun) diberi
19

kesempatan dan didorong untuk melakukan apa yang mereka inginkan


dengan kecepatan dan cara mereka sendiri, tetapi dengan pengawasan
orang tua dan guru yang berpengetahuan luas, anak mengembangkan
rasa otonomi. Namun jika orang tua dan guru tidak sabar dan terlalu
sering membuang anak usia 2-3 tahun, hal ini akan menimbulkan
kecurigaan di lingkungannya. Orang tua harus menghindari anak-anak
yang memalukan ketika mereka melakukan perilaku yang tidak
disetujui oleh orang tua mereka. Karena rasa malu seringkali
menimbulkan rasa ragu terhadap kemampuan diri sendiri.
c. Inisiative vs (antara 4-5 tahun)
Kemampuan untuk terlibat dalam berbagai aktivitas fisik dan mampu
memulai tindakan. Namun tidak semua keinginan anak diterima oleh
orang tua dan guru. Perasaan percaya diri dan kebebasan yang baru
saja dia terima, tetapi kemudian muncul keinginan untuk menarik
rencana atau kemauannya, dan kemudian muncul rasa bersalah.
20
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Pengetahuan ibu Penyakit ISPA

Keterangan:
: Diteliti

: Tidak diteliti

: Garis yang mempengaruhi


22

3.2 Definisi Operasional

Variab Definisi Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur


el ukur

Variabe Pengetahu Ibu mampu Kuesioner Ordin a) Dikatakan


l an adalah menjelaskan al baik
indepen apa yang tentang: apabila
dent diketahui a. Pengerti menjawab
pengeta ibu an ISPA pertanyaan
huan tentang b. Penyeba benar 80-
ibu ISPA pada b ISPA 100%.
tentang anak/balita c. Tanda b) Dikatakan
ISPA . dan cukup
gejala apabila
ISPA menjawab
d. Penanga pertanyaan
nan benar 50-
ISPA 70%.
e. Pencega c) Dikatakan
han ispa kurang
apabila
menjawab
pertanyaan
benar
<50%.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode dekriptif yaitu suatu metode penelitian yang
digunakan untuk membuat suatu gambaran atau deskriptif terhadap suatu
peneitian secara obyektif atau untuk menjawab permasalahan yang sedang
dihadapi saat ini. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Pada Anak Di Wilayah Kerja
Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur.
4.2 Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan studi deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan ibu tentang ISPA pada anak di wilayah kerja
Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur.
4.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2014).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu balita di wilayah kerja
Puskesmas Waingapu Kabupaten Sumba Timur.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau objek
penelitian (Notoatmodjo, 2014). Pada penelitian ini, jumlah sampel
adalah sebagian dari populasi ibu balita yang anaknya dengan kasus
ISPA di Puskesmas Waingapu yang diperoleh dengan teknik survei,
yaitu mendatangi dari rumah ke rumah pada ibu balita yang anaknya
dengan kasus ISPA. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
minimal 30 orang.
24

a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi merupakan kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi
setiap anggota yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,
2012). Dalam penelitian ini, kriteri inklusi antara lain:
a) Ibu balita yang mempunyai anak dengan kasus ISPA.
b) Responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan
menjadi responden.
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi merupakan ciri-ciri bagian dari populasi yang tidak
dapat dijadikan sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Dalam
penelitian ini, kriteria ekslusi yaitu:
a) Bukan ibu balita
b) Tidak dapat membaca dan menulis
c) Tidak bersedia menjadi responden

4.4 Variabel Penelitian


4.4.1 Variabel Independent (Variabel Bebas)
Menurut (Nursalam, 2015), variabel independent merupakan
stimulus aktivitas yang dimanipulasi oleh Peneliti yang bertujuan untuk
menciptakan suatu dampak pada variabel dependent (variabel
terikat).Variabel independent adalah Pengetahuan Ibu
4.4.2 Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas.Adapun variabel dependent dala penelitian ini adalah penyakit
ISPA.
4.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Waingapu Kabupaten
Sumba Timur pada bulan Februari 2023.
25

4.6 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa lembar
kuesioner dengan jumlah soal 15 butir yang dibuat oleh Peneliti
berdasarkan tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui pengetahuan
ibu tentang ISPA pada anak di wilayah kerja Puskesmas Waingapu.

4.7 Teknik Pengumpulan, Pengolahan Dan Analisa Data


4.7.1 Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan dari
responden melalui kuesioner yaitu ibu yang anaknya pernah/sedang
menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Waingapu Kabupaten
Sumba Timur.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari suatu institusi
terkait dengan penelitian ini. Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sumba Timur dan Puskesmas Waingapu.
4.7.2 Teknik Pengolahan Data
a. Editing, yaitu untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah terisi
lengkap atau belum
b. Decoding, yaitu mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut
macamnya dengan membedakan pengetahuan responden baik, cukup,
dan kurang.
4.7.3 Analisa Data
Data yang dikumpulkan dan dikelompokkan kemudian diolah
secara univariate sesuai dengan variabel penelitian. Hasil penilaian jika
responden menjawab benar diberi nilai 1, jka responden menjawab salah
diberi nilai 0. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi
sehingga mengetahui Pengetahuan Ibu Tentang ISPA Pada Anak Di
Wilayah Kerja Puskesmas Waingapu
26

4.8 Etika Penelitian


4.8.1 Informed Consent
Tujuannya adalah agar responden mengetahui maksud dan tujuan
penelitian. Jika responden bersedia diteliiti maka harus menandatangani
lembaran persetujuan, jika responden menolak utnuk diteliti makapeneliti
tidak memaksa dan tetap menghormati haknya.
4.8.2 Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
mncantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar
kuesioner) dan lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
4.8.3 Confodentially
Peneliti akan menjamin kerahasiaan informasi yang diberikan oleh
responden.
27

DARTAR PUSTAKA

Hartono, D. (2021). LITERATURE REVIEW HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU


TENTANG ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT) DENGAN
KEJADIAN ISPA PADA BALITA TAHUN 2021.
Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian
Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan Cetakan Kedua. Rineka
Cipta, 16(2), 35–48.
Notoatmodjo Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. In Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. edisi revisi. In
Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2015). Nursalam. 2015. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Imu Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen, Penelitian
Keperawatan. Yogyakarta: Salemba Medika Padila. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Oktaviani, S., Fujiana, F., & Ligita, T. (2022). HUBUNGAN PERILAKU
MEROKO KELUARGA DI DALAM RUMAH TANGGA DENGAN
KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA
BALITAi Wilayah Kerja Puskesmas Rasau Jaya. Jurnal Vokasi
Keperawatan (JVK), 5(1), 1–11. https://doi.org/10.33369/jvk.v5i1.21652
Rian, E. (2020). LITERATURE REVIEW : TINGKAT PENGETAHUAN IBU
TENTANG ISPA PADA BALITA.
Syamsi, N. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Ibu Balita
Tentang Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas
Bontosikuyu Kabupaten Kepulauan Selayar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 6(1), 49–57. https://doi.org/10.35816/jiskh.v6i1.14
Waldo E. Nelson, M. (2014). Nelson Ilmu Kesehatan Anak. In Pediatrics.
28

Anda mungkin juga menyukai