Anda di halaman 1dari 57

USULAN PENELITIAN

PENGARUH AROMATERAPI CHAMOMILE TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN PADA IBU BERSALIN DI
WILAYAH PUSKESMAS UJUNG PADANG
KABUPATEN SIMALUNGUN
TAHUN 2021

OLEH
SANTY MORAUDUT TIOLOPAN SARAGI
1911171

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN SUMATERA UTARA
TAHUN 2021
SKRIPSI

PENGARUH AROMATERAPI CHAMOMILE TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN PADA IBU BERSALIN DI
WILAYAH PUSKESMAS UJUNG PADANG
KABUPATEN SIMALUNGUN
TAHUN 2021

OLEH
SANTY MORAUDUT TIOLOPAN SARAGI
1911171

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN SUMATERA UTARA
TAHUN 2021
SKRIPSI

PENGARUH AROMATERAPI CHAMOMILE TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN PADA IBU BERSALIN DI
WILAYAH PUSKESMAS UJUNG PADANG
KABUPATEN SIMALUNGUN
TAHUN 2021

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar


Sarjana Kebidanan

OLEH
SANTY MORAUDUT TIOLOPAN SARAGI
1911171

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN SUMATERA UTARA
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Usulan Penelitian dengan judul


PENGARUH AROMATERAPI CHAMOMILE TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN PADA IBU BERSALIN DI
WILAYAH PUSKESMAS UJUNG PADANG
KABUPATEN SIMALUNGUN
TAHUN 2021

Telah Disetujui untuk Diujiankan


Tanggal Maret 2021

Pembimbing

Desi Br Sembiring, SST., M.Tr. Keb


NIDN: 0128128802

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kebidanan Program Sarjana

Emi Br Barus, SST., M.Keb


NIDN: 0113118702
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran atas segala limpah, rahmat

dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul

“Pengaruh aromaterapi chamomile terhadap tingkat kecemasan pada ibu bersalin

di wilayah Puskesmas Ujung Padang Kabupaten Simalungun tahun 2021”

Selesainya penelitian ini karena adanya bantuan moril, bimbingan dan

arahan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada:

a. Bapak Prof. Dr. H. Paul Sirait, M.Kes dan Drs. Asman R Karo-Karo, MM,

selaku Pengurus Yayasan Institut Kesehatan Sumatera Utara

b. Bapak Dr. Ferial Pasha Sirait, SE, M.Si, selaku Ketua Yayasan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara

c. Ibu Diana, SKM, M.Kes, selaku Rektor Institut Kesehatan Sumatera Utara

d. Ibu Mazly Astuty, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Wakil Rektor I Institut

Kesehatan Sumatera Utara

e. Ibu Martalena Siahaan, S. Kep., Ns., M.Kep, selaku Wakil Rektor II Institut

Kesehatan Sumatera Utara

f. Bapak Dian Fajahari, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Wakil Rektor III Institut

Kesehatan Sumatera Utara

g. Ibu Dameria Ginting, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Institut Kesehatan Sumatera Utara

5
h. Ibu Emi Br Barus, SST, M.Keb selaku Ketua Program Studi S-1 Kebidanan

Institut Kesehatan Sumatera Utara

i. Ibu Desi Br Sembiring, SST., M.Tr. Keb selaku pembimbing yang

senantiasa menyediakan waktunya dan memberi pengetahuan,bimbingan

dorongan, masukan dan arahan yang sangat bermanfaat sehingga

penyusunan dapat diselesaikan tepat waktunya.

j. Serta seluruh staf dosen yang selama ini telah memberikan ilmu dan

pendidikan kepada penulis selama masa perkuliahan sehingga penulis

memperoleh ilmu yang bermanfaat dan berharga.

Akhir kata penulis mohon maaf atas kesalahan yang disengaja maupun

tidak disengaja dalam penelitian ini dan penulis berharap semoga penelitian ini

bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

................., Maret 2021

Santy Moraudut Tiolopan Saragi

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa persalinan merupakan salah satu tahapan yang mendebarkan bagi

setiap wanita (Kasdu, 2014). Bagi beberapa wanita yang akan menghadapi

persalinan, cerita tentang persalinan dan kelahiran ataupun menghadiri kelahiran

menggambarkan proses yang dapat menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan

dan perasaan takut kehilangan kendali. Akibat dari ketakutan akan rasa sakit

tersebut mengakibatkan mereka kehilangan pandangan bahwa persalinan

merupakan suatu hal yang normal dan alami (Chopra, 2015).

Persalinan merupakan suatu proses janin, plasenta, dan membran keluar

melalui jalan lahir dari rahim. Proses persalinan diawali dengan adanya

pembukaan dan dilatasi serviks yang terjadi akibat adanya frekuensi, durasi, dan

kekuatan yang teratur pada kontraksi uterus (Rohani, 2011). Hasil Riset

Kesehatan Dasar Tahun 2013 didapatkan bahwa proporsi kelahiran berdasarkan

metode persalinan normal di Indonesia sebanyak 89,2% sedangkan di Provinsi

Sumatera Utara sebanyak 87,4% dan tercatat 21,4% persalinan tersebut terjadi di

Rumah Sakit di Provinsi Sumatera Utara.

Tahapan persalinan terbagi menjadi 4 kala yaitu: kala I (pembukaan); kala

II (pengeluaran janin); kala III (pengeluaran plasenta); dan kala IV (observasi)

(Sulisetyawati dan Nugraheny, 2012). Pada persalinan kala I terjadi perubahan

psikologis pada seorang ibu yaitu adanya perasaan khawatir, cemas, sedangkan

pada persalinan kala II seorang ibu sudah dapat mengontrol dirinya kembali, lelah,
gelisah, pada kala III nyeri pada ibu mulai berkurang dan adanya perasaan gelisah,

lelah yang berlanjut, dan pada kala IV seorang ibu akan melepaskan tekanan dan

ketegangan yang dirasakannya, serta mendapat tanggung jawab baru untuk

mengasuh dan merawat bayi yang telah dilahirkannya (Cunnigham, 2014).

Menurut Nolan (2012) selama persalinan kala I, seorang wanita akan

mengalami gangguan psikologi yaitu kecemasan. Kecemasan merupakan reaksi

fisik, mental, kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan,

mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang

(Yosep, 2015). Berdasarkan penelitian Simamora di Medan dari beberapa rumah

bersalin tahun 2016, lebih dari 50% ibu dalam masa persalinan mengalami

gangguan kecemasan dengan hasil penelitian yaitu pada ibu primigravida

mengalami kecemasan sedang sebesar 65,6% dan pada ibu multigravida dengan

kecemasan ringan 81,3%.

ada setiap tahap kehamilan sampai dengan


menjelang persalinan, selain perubahan fisik ibu juga
akan mengalami perubahan psikologis, dimana ibu
ada setiap tahap kehamilan sampai dengan
menjelang persalinan, selain perubahan fisik ibu juga
akan mengalami perubahan psikologis, dimana ibu
ada setiap tahap kehamilan sampai dengan
menjelang persalinan, selain perubahan fisik ibu juga
akan mengalami perubahan psikologis, dimana ibu
ada setiap tahap kehamilan sampai dengan
menjelang persalinan, selain perubahan fisik ibu juga
akan mengalami perubahan psikologis, dimana ibu
Pada setiap tahap kehamilan sampai dengan
menjelang persalinan, selain perubahan fisik ibu juga
akan mengalami perubahan psikologis, dimana ibu
Pada setiap tahap kehamilan sampai menjelang persalinan, selain

perubahan fisik, ibu juga mengalami perubahan psikologis, dimana ibu dituntut

untuk dapat beradaptasi terhadap setiap perubahan yang terjadi. (Sulistyawati,


2012). Menurut Aryasatiani (2014) terdapat beberapa penentu terjadinya

kecemasan pada ibu bersalin yaitu, nyeri persalinan, keadaan fisik ibu, riwayat

pemeriksaan kehamilan, kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan,

dukungan dari lingkungan sosial serta latar belakang psikososial lain dari ibu

yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan

yang tidak diinginkan, dan sosial ekonomi. Salah satu faktor yang berhubungan

dengan gangguan kecemasan pada kala I adalah pengetahuan.

Prevalensi tingkat kecemasan wanita hamil menjelang persalinan di

Portugal (18,2%), Banglades (29%), Hongkong (54%), dan Pakistan sebesar

(70%). Di Indonesia tahun 2012 didapatkan bahwa ibu primigravida mengalami

kecemasan tingkat berat mencapai 83,4% dan kecemasan sedang sebesar 16,6%

sedangkan pada ibu multigravida didapatkan kecemasan tingkat berat 7%,

kecemasan tingkat sedang 71,5%, dan cemas ringan 21,5% (WHO, 2014).

Di Indonesia penelitian yang dilakukan pada primigravida trimester III

sebanyak 33,93% mengalami kecemasan (Larasati IP, 2012). Kecemasan

merupakan salah satu penyebab terjadinya partus lama dan kematian janin. Partus

lama memberikan sumbangsih 5 % terhadap penyebab kematian ibu di Indonesia.

Faktor yang berkontribusi terjadinya persalinan lama antara lain kekuatan ibu

saat melahirkan tidak efektif dan psikologis ibu yang tidak siap menghadapi

persalinan (Shodiqoh, 2014).

Tingkat pengetahuan juga dapat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan

ibu hamil primigravida. Pengetahuan ibu hamil yang memadai dapat membantu

ibu memperoleh informasi yang banyak tentang kehamilan dan perubahan yang
dialami selama hamil sehingga ibu akan merasa tenang dalam menghadapi

kehamilan, namun sebaliknya apabila pengetahuan ibu tentang kehamilan itu

kurang maka perasaan cemas atau takut menghadapi kehamilan dan

perubahannya akan muncul (Notoatmodjo, 2012).

Selain itu, adapun faktor psikologis yang berhubungan dengan kecemasan

selama persalinan yaitu beberapa ketakutan melahirkan. Takut akan peningkatan

nyeri, takut akan kerusakan atau kelainan bentuk tubuhnya seperti episiotomi,

rupture, jahitan ataupun seksio sesarea, serta ibu takut akan melukai bayinya.

Faktor psikis dalam persalinan merupakan faktor yang sangat penting

mempengaruhi lancar tidaknya proses kelahiran (Simpkin, 2014). Menurut Stuart

(2015) faktor fisiologis penyebab kecemasan yaitu terjadinya perubahan fisik

yang dialami ibu. Perubahan tersebut yaitu perubahan kardiovaskuler,

pernafasan, neuromuskular, gastrointestinal, saluran perkemihan dan kulit.

Secara epidemiologis, gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua

persalinan baik pada persalinan primigravida maupun multigravida. Dalam

sebuah penelitian ditemukan lebih dari 12% ibu yang pernah melahirkan

mengatakan bahwa mereka mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan

dalam hidupnya yaitu cemas pada saat melahirkan. Pengeluaran hormon

adrenalin akibat stress yang mereka alami dikarenakan rasa takut dan sakit

mereka dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan mengurangi

aliran darah yang membawa oksigen ke rahim sehingga terjadi penurunan

kontraksi rahim yang akan memperpanjang waktu persalinan. Hal ini merupakan

suatu kerugian bagi seorang ibu maupun janin yang berada dalam rahim ibu
(Aryasatiani, 2014).

Gangguan kecemasan memiliki beberapa efek dalam persalinan yaitu,

kadar katekolamin yang berlebihan pada kala I juga menyebabkan turunnya

kontraksi rahim, turunnya aliran darah ke plasenta, turunnya oksigen yang

tersedia untuk janin serta dapat meningkatkan lamanya persalinan kala I

(Simpkin, 2014).

Rasa takut dan sakit menimbulkan stress yang mengakibatkan

pengeluaran adrenalin yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah

sehingga terjadi penurunan kontraksi rahim menyebabkan memanjangnya waktu

persalinan sehingga perlu adanya upaya untuk mengurangi kecemasan dengan

memanfaatkan aromaterapi essential thyme (Syukrini, 2016).

Beberapa rumah bersalin lebih dari 50% ibu bersalin mengalami

kecemasan dengan hasil penelitian pada ibu primigravida mengalami kecemasan

sebesar 65,6% (Uripmi, Lia 2011) .

Kecemasan pada calon ibu disebabkan adanya rasa takut terhadap

kesehatan, usia kehamilan, kesulitan keuangan, dan masalah-masalah pokok lain

dalam kehidupan. Kondisi ini semakin menjadi ketika calon ibu percaya 4

Journal of Issues in Midwifery, April – Juli 2017, Vol. 1 No. 1, 1-18 pada cerita

tahayul dan terpengaruh informasi tentang bayi dan kehamilannya, meskipun

sumber informasi belum terbukti kebenarannya (Manai, Evi, 2011)

Kecemasan pasti akan memberikan akibat pada janin yang dikandungnya

karena janin yang berada di dalam rahim akan merespon apa pun yang sedang

dialami dan dirasakan oleh sang ibu, akibatnya resiko anak dilahirkan dengan
berat badan lahir rendah (BBLR), ukuran kepala kecil (Macrosomia),

perkembangan sarafnya tidak seimbang, dan lahir premature menjadi lebih tinggi

dibandingkan ibu yang menjalani kehamilan dengan hati dan pikiran penuh

sukacita (Aprilia, Yesie, (2011) .

Pada kehamilan trimester III, kecemasan menjelang persalinan akan

muncul. Perasaan takut mati para ibu sering dirundung ketakutan kematian, baik

untuk dirinya sendiri atau bagi bayinya, ketakutan konkret ditunjukkan dalam

sikap ketakutan jika anak lahir cacat atau keadaan patologis, bernasib buruk

akibat dosa-dosanya dimasa lalu, rasa bersalah atau berdosa berkaitan dengan

kehidupan emosi dan cinta kasih yang diterima dari orang tuanya, terutama pada

ibunya, dan halusinasi Hipnagogik (Ysmael dkk,2011).

Saat dalam proses persalinan seorang ibu akan mengalami nyeri dalam

sehingga menimbulkan stress dan rasa cemas sehingga terjadi pelepasan hormon.

Merangsang respon stres neuroendocrinological dan mengeluarkan banyak energi

serta mengalami perubahan pada fisiologis maupun psikologis ibu (Syukrini,

2016).

Kecemasan dapat dikurangi dengan beberapa terapi penurun kecemasan

yaitu terapi farmakologi dan non-farmakologi. Benzodiazepine, buspirone, dan

antidepresan dapat menjadi terapi farmakologi untuk menurunkan gangguan

kecemasan yang biasanya kronik sedangkan terapi non-farmakologi untuk

menurunkan kecemasan yaitu terapi psikologis, psikoterapi, kognitif-perilaku dan

berorientasi insight yang meliputi relaksasi, latihan pernapasan dan distraksi

(Husny, 2014).
Salah satu cara untuk menurunkan kecemasan adalah dengan pemberian

aromaterapi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan

inhalasi pada aromaterapi mampu menurunkan tingkat kecemasan seseorang

(Indrati, 2009 dalam Arwani dkk, 2013). Aromaterapi merupakan tindakan

terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang bermanfaat

meningkatkan keadaan fisik dan psikologi seseorang agar menjadi lebih baik.

Setiap minyak essensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti

antibakteri, antivirus, diuretic, vasodilator, penenang, dan merangsang adrenal

(Runiari, 2012; Ana, 2012).

Aromaterapi merupakan suatu terapi yang menggunakan essential oil atau

sari minyak murni untuk membantu memperbaiki atau menjaga kesehatan,

membangkitkan semangat, menyegarkan serta menenangkan jiwa dan raga.

Aromaterapi memiliki manfaat yang sangat beragam, mulai dari pertolongan

sampai membangkitkan rasa gembira. Aroma inilah yang kemudian

menimbulkan berbagai reaksi pada perasaan ibu sehingga mempengaruhi emosi

dan kondisi fisik. Secara ilmiah, reaksi terjadi karena wewangian tadi

mengirimkan sinyal tertentu pada bagian otak yang mengatur emosi (Aprilia,

Yesie, 2011) .

Butje & Shattel (2016) juga menyebutkan bahwa inhalasi terhadap minyak

essensial dapat meningkatkan kesadaran dan menurunkan kecemasan. Efek positif

pada sistem saraf pusat diberikan oleh molekul-molekul bau yang terkandung

dalam minyak essensial, efek positif tersebut menghambat pengeluaran Adreno

Corticotriphic Hormone (ACTH) dimana hormon ini adalah hormon yang


mengakibatkan terjadinya kecemasan pada individu. Aromaterapi terkenal dengan

penggunaannnya dalam mengatasi stres (Varney & Buckle, 2013), dan secara

jelas, persalinan merupakan pengalaman stres untuk hampir semua ibu. Oleh

karenanya hal ini tidak mengejutkan jika beberapa laporan saat ini menyarankan

aromaterapi untuk menurunkan stres pada kehamilan (Conrad, 2012; Tilllet &

Ames, 2012).

Chamomile adalah salah satu ramuan obat tertua dan paling banyak

dipelajari, sejak ribuan tahun. Penyebutan sastra pertamanya adalah dari Mesir

kuno, di mana ia digunakan untuk mengobati demam (kemudian dikenal sebagai

ague). Bahan aktif dalam chamomile termasuk flavonoid seperti apigenin, luteolin,

dan quercetin; terpenoid termasuk antioksidan chamazulene sebagai anti-inflamasi

yang hanya ditemukan dalam minyak esensial chamomile dan azulene dan juga

kumarin senyawa alami yang terbukti memiliki manfaat antiinflamasi dan

antioksidan (Aini, 2012).

Senyawa lain yang ditemukan dalam minyak esensial chamomile termasuk

Alpha-pinene, suatu yang dapat menghambat aktivitas enzim yang menargetkan

neurotransmitter yang mengirim pesan dari otak ke seluruh tubuh, memberikannya

kekuatan potensial untuk melindungi fungsi otak termasuk memori. Alpha-pinene

juga berinteraksi dengan neurotransmitter yang sama yang dipengaruhi oleh obat

anti-kecemasan, menjadikannya senyawa yang dapat menghilangkan stres.

Senyawa Alpha-pineneini juga membatu hormon endorfin dimana hormon ini

berperan penting dalam mencegah munculnya respons stres pada tubuh kita

sehingga bisa mengurangi risiko munculnya rasa cemas atau timbulnya gejala
panik dalam kehidupan sehari-hari. Karena chamomile juga mengandung myrcene,

sebuah monoterpene yang diyakini dapat membantu meredakan kegelisahan,

chamomile menyediakan dosis ganda untuk menghilangkan stres. Myrcene efektif

karena memiliki molekul yang cukup kecil untuk melewati sawar darah-otak,

sehingga dapat berinteraksi dengan neurotransmiter yang terkait dengan perasaan

stres (Aini, 2012).

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Ujung

Padang, jumlah ibu bersalin periode Januari-Oktober 2020 sebanyak 25 orang.

Wawancara dengan 2 ibu in partu di puskesmas, 1 orang ibu mengatakan sudah

pernah melahirkan normal 1 kali, dan mengatakan cemas menghadapi

persalinannya karena membayangkan rasa nyeri yang akan dirasakan selama

proses persalinannya, sehingga timbul keinginan untuk mengakhiri persalinannya

dengan operasi. 1 orang ibu mengatakan ini adalah pengalaman pertama

melahirkan, tetapi merasakan cemas karena mendengar pengalaman temannya

ketika melahirkan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi kecemasannya

dengan berdoa dan adanya pendampingan dari suami. Ketika peneliti bertanya

apakah pernah mendengar bahwa aromaterapi Chamomile dapat mengurangi

tingkat kecemasan, kedua ibu tersebut mengatakan belum pernah mendengarnya.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk memilih judul

Pengaruh aromaterapi chamomile terhadap tingkat kecemasan pada ibu bersalin di

wilayah Puskesmas Ujung Padang Kabupaten Simalungun tahun 2021.

1.2. Rumusan Masalah


Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“bagaimanakah Pengaruh aromaterapi chamomile terhadap tingkat kecemasan

pada ibu bersalin di wilayah Puskesmas Ujung Padang Kabupaten Simalungun

tahun 2021?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh aromaterapi chamomile terhadap tingkat

kecemasan pada ibu bersalin di Puskesmas Ujung Padang tahun 2021

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat kecemasan ibu bersalin sebelum diberikan

aromaterapi Chamomile

2. Untuk mengetahui tingkat kecemasan ibu bersalin setelah diberikan

aromaterapi Chamomile

3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan ibu bersalin sebelum dan

sesudah diberikan aromaterapi Chamomile

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi bagi

peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan penelitian ini dengan variabel yang

berbeda

1.4.2. Manfaat Praktis


1. Bagi pelaksana praktek kebidanan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu terapi dalam

mengurangi kecemasan pada ibu bersalin.

2. Bagi pendidikan kebidanan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pada mata

kuliah asuhan kebidanan khususnya Asuhan Kebidanan pada Persalinan.

3. Bagi responden

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk

mengurangi kecemasan pada ibu bersalin.

1.5. Risiko Penelitian

Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan risiko penelitian,

diantaranya kemungkinan ibu tidak menyukai aroma Chamomile dan berdampak

terhadap fisik dan psikologis responden

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Persalinan

2.1.1. Defenisi

Persalinan merupakan suatu proses janin, plasenta, dan membran keluar

melalui jalan lahir dari rahim. Proses persalinan diawali dengan adanya

pembukaan dan dilatasi serviks yang terjadi akibat adanya frekuensi, durasi, dan
kekuatan yang teratur pada kontraksi uterus. Kekuatan kontraksi uterus yang

muncul diawali dengan kekuatan yang kecil, dan terus meningkat mencapai

puncaknya yaitu pembukaan serviks yang sudah lengkap. Pembukaan serviks

yang lengkap merupakan pembukaan yang siap untuk rahim ibu mengeluarkan

janin (Rohani dkk, 2011).

Persalinan adalah rangkaian proses berakhir dengan pengeluaran hasil

konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang

ditanndai oleh perubahan progresif pada serviks, dan diakhiri dengan pelahiran

plasenta (Varney, 2013).

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau

melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri)

(Sulistyawati dan Nugraheny, 2012)

2.1.2. Tahap Persalinan

Tahapan persalinan terbagi menjadi 4 kala yaitu: kala I (pembukaan); kala

II (pengeluaran janin); kala III (pengeluaran plasenta); dan kala IV (observasi)

(Sulisetyawati dan Nugraheny, 2012).

Menurut Dipta (2012) tahapan persalinan meliputi 4 fase/kala:

1. Kala I: Dinamakan kala pembukaan, pada kala ini serviks membuka

sampai terjadi pembukaan 10 cm. Proses membukanya serviks dibagi

atas 2 fase:
a. Fase laten berlangsung selama 7-8 jam pembukaan terjadi sangat

lambat sampai mencapai ukuran diameter 3cm

b. Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi dalam waktu 2 jam,

pembukaan 3cm tadi menjadi 4cm dan fase dilatasi maksimal dalam

waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4cm menjadi

9cm dan fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali dalam

waktu 2 jam pembukaan dari 9cm menjadi lengkap 10cm.

Kala I ini selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada

primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam sedang pada multigravida 8

jam. Pembukaan primigravida 1cm tiap jam dan multigravida 2cm tiap jam.

Menurut Rohani dkk (2011) inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur

darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari pembuluh

darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-pergeseran ketika

serviks mendatar dan membuka.


2. Kala II: Kala pengeluaran karena berkat kekuatan his dan kekuatan

mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Kala ini berlangsung 1,5 jam

pada primigravida dan 0,5 jam pada multipara.

Menurut Wiknjosastro (2016) gejala dan tanda kala II persalinan

adalah:

a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan adanya kontraksi

b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau

vaginanya

c. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka

d. Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah

3. Kala III: Kala uri/plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan.

Prosesnya 6-15 menit setelah bayi lahir.

Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2012) lepasnya plasenta

sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai

berikut:

a. Uterus mulai membentuk bundar

b. Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah

rahim

c. Tali pusat bertambah panjang

d. Terjadi perdarahan

4. Kala IV: Observasi dilakukan mulai lahirnya plasenta selama 1 jam, hal ini

dilakukan untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum. Observasi

yang dilakukan melihat tingkat kesadaran penderita, pemeriksaan tanda-tanda


PA

vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan), kontraksi uterus dan terjadinya

perdarahan.

Menurut Sulisetyawati dan Nugraheny (2012) kala IV mulai dari

lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Kala IV dilakukan observasi terhadap

perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi 2 jam pertama. Observasi

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Tingkat kesadaran pasien

b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, dan

pernafasan

c. Kontraksi uterus

d. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila

jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc

2.1.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi persalinan

Menurut Rohani dkk (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

persalinan yaitu:

1. Power (Tenaga/Kekuatan)

a. Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi

otot-otot perut, kontraksi diagfragma, aksi dari ligament.

b. Kekuatan power yang diperlukan dalam persalinan adalah his,

sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga.

2. Passage (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar

panggul, yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul
harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.

3. Passenger (Janin dan Plasenta)

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar

panggul yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul

harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.

Menurut Sulistyawati dan Nugraheni (2012) tanda-tanda masuk dalam

persalinan adalah terjadinya his karakter persalinan dari his persalinan yaitu:

1. Pengeluaran cairan

2. Pinggang terasa sakit menjalar ke depan

3. Sifat his teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar

4. Terjadi perubahan pada serviks

5. Jika pasien menambah aktivitasnya, misalnya dengan berjalan, maka

kekurangannya

6. Pengeluaran lendir dan darah (penandaan persalinan)

Dengan adanya his persalinan, terjadinya perubahan pada serviks yang

menimbulkan pendataran dan pembukaan yang menyebabkan selaput lendir

yang terdapat pada kanalis terlepas sehingga terjadi perdarahan karena kapiler

pembuluh darah pecah.

2.2. Kecemasan

2.2.1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah menunjukan reaksi terhadap bahaya yang

memperingatkan orang “dari dalam “ secara naluri, bahwa ada bahaya dan orang
PA

yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi tersebut. Kecemasan

adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan kekuatiran yang

mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas,

kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas‐

batas normal (Hawari, 2016).

Sementara itu Stuart & Laraia (2014) mengartikan kecemasan sebagai

kekhawatiran yang tidak jelas menyebar di alam pikiran dan terkait dengan

perasaan ketidakpastian dan ketidakberdayaan, tidak ada objek yang dapat

diidentifikasi sebagai stimulus kecemasan.

Beberapa teori yang mengemukakan faktor predisposisi (pendukung)

terjadinya kecemasan antara lain :

1. Teori Psikoanalitik

Menurut pandangan psikoanalitik, kecemasan terjadi karena adanya konflik

yang terjadi antara emosional eleman kepribadian yaitu id dan super ego. Id

mewakili insting, super ego mewakili hati nurani sedangkan ego menengahi

konflik yang terjadi antara kedua elemen yang bertentangan, dan timbulnya

kecemasan merupakan upaya dalam memberikan tanda adanya bahaya pada

elemen ego.

2. Teori Interpersonal

Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut

terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.

3. Teori Behavior

Berdasarkan teori behavior (perilaku), kecemasan merupakan produk frustasi


yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Teori Perspektif Keluarga

Kajian keluarga menunjukkan pola interaksi yang terjadi di dalam

keluarga. Kecemasan menunjukkan adanya pola interaksi yang tidak adaptif

dalam sistem keluarga.

2.2.2 Rentang Respon Kecemasan

Menurut Stuart (2015), rentang respon induvidu terhadap cemas

berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang paling

adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk beradaptasi dengan

cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang yang paling maladaptif

adalah panik dimana individu sudah tidak mampu lagi berespon terhadap cemas

yang dihadapi sehingga mengalami ganguan fisik dan psikososial.

Respon Adaptif Respon


Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.2.2 Rentang Respon Cemas (Stuart, 2015).

2.2.3 Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Kecemasan

Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya

kecemasan antara lain (Stuart and Sundeen, 2015):


PA

1. Ancaman terhadap integritas biologi seperti : penyakit, trauma fisik, dan

pembedahan yang akan dilakukan.

2. Ancaman terhadap konsep diri seperti proses kehilangan, perubahan peran,

perubahan lingkungan atau status sosial ekonomi).

2.2.4 Tingkat Kecemasan

Tingkat – tingkat kecemasan adalah antara lain (Hawari, 2016) :

1. Cemas ringan

Ketegangan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lapangan

persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar serta menghasilkan

pertumbuhan serta aktivitas.

2. Cemas sedang

Seseorang masih memungkinkan untuk memusatkan pada sesuatu yang

penting dan mengesampingkan yang lainnya sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif namun masih dapat melakukan

sesuatu yang lebih terarah.

3. Cemas berat

Kecemasan ini menyebabkan persepsi terkurangi sehingga cenderung

untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak dapat

berfikir tentang hal lain. Perilaku ditunjukan untuk mengurangi

ketegangan. Individu ini perlu banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan perhatiannya pada yang lain.

4. Cemas panik
Kecemasan yang berhubungan dengan ketakutan, teror. Individu

mengalami panik tidak mampu mengontrol persepsi walaupun dengan

pengarahan. Panik merupakan disorganisasi kepribadian, terjadi

peningkatan aktivitas motorik, menurunkan kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain, persepsi penyimpangan pemikiran

rasional. Cemas ini jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang

lama dapat mengakibatkan terjadinya kelelahan dan kematian.

2.2.5. Cara Pengukuran Variabel

Kecemasan dinilai dengan menggunakan kuesioner dengan alat ukur

Hamilton Scale for Anxiety (HRS-A) (Hawari, 2011). Alat ukur ini terdiri dari 14

kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala

spesifik:

0 = Tidak ada (tidak ada gejala samasekali)

1 = Ringan ( satu gejala dari pilihan yang ada)

2 = sedang (separuh dari gejala yang ada)

3 = berat ( lebih dari separuh dari gejala yang ada)

3 = Sangat Berat ( semua gejala ada)

Hasil observasi di deskripsikan sebagai berikut:

1. Tidak Cemas : Skor <6


2. Kecemasan Ringan : Skor 6-15
3. Kecemasan Sedang : Skor 15-27
4. Kecemasan Berat : Skor >27
PA

2.3. Aromaterapi

2.3.1. Defenisi Aromaterapi

Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak

essensial yang bermanfaat meningkatkan keadaan fisik dan psikologi seseorang

agar menjadi lebih baik. Setiap minyak essensial memiliki efek farmakologis

yang unik, seperti antibakteri, antivirus, diuretic, vasodilator, penenang, dan

merangsang adrenal. (Rafika et al, 2013)

Chamomile adalah salah satu ramuan obat tertua dan paling banyak

dipelajari, sejak ribuan tahun. Penyebutan sastra pertamanya adalah dari Mesir

kuno, di mana ia digunakan untuk mengobati demam (kemudian dikenal sebagai

ague). Bahan aktif dalam chamomile termasuk flavonoid seperti apigenin,

luteolin, dan quercetin; terpenoid termasuk antioksidan chamazulene sebagai anti-

inflamasi yang hanya ditemukan dalam minyak esensial chamomile dan azulene

dan juga kumarin senyawa alami yang terbukti memiliki manfaat antiinflamasi

dan antioksidan. Senyawa lain yang ditemukan dalam minyak esensial chamomile

termasuk Alpha-pinene, suatu yang dapat menghambat aktivitas enzim yang

menargetkan neurotransmitter yang mengirim pesan dari otak ke seluruh tubuh,

memberikannya kekuatan potensial untuk melindungi fungsi otak termasuk

memori. Alpha-pinene juga berinteraksi dengan neurotransmitter yang sama yang

dipengaruhi oleh obat anti-kecemasan, menjadikannya senyawa yang dapat

menghilangkan stres. Karena chamomile juga mengandung myrcene, sebuah


monoterpene yang diyakini dapat membantu meredakan kegelisahan, chamomile

menyediakan dosis ganda untuk menghilangkan stres. Myrcene efektif karena

memiliki molekul yang cukup kecil untuk melewati sawar darah-otak, sehingga

dapat berinteraksi dengan neurotransmiter yang terkait dengan perasaan stres

(Aini, dkk 2016).

Dilihat dari kesenjangan dalam praktik akhir-akhir ini, perhatian yang

diberikan kepada penggunaan Complementary and Alternative Medicine (CAM)

sebagai pengobatan tambahan mengalami peningkatan. Aromaterapi adalah salah

satu jenis dari CAM yang banyak digunakan dengan tujuan menghirup uap atau

penyerapan minyak ke dalam kulit yang berguna mengobati atau mengurangi

gejala fisik dan emosional (Price, 2015)

2.3.2. Sejarah Aromaterapi di Indonesia

Pengobatan tradisional di Indonesia kebanyakan mendapat pengaruh dari

Ayuverdic dan pengobatan China. Pengobatan tersebut bisa berpengaruh dan

berkembang di Indonesia dikarenakan pengaruh agama Hindu yang tiba di

Indonesia pada sekitar abad 400 SM. Pemimpin agama Hindu yang

memperkenalkan pengobatan Ayuverdic, dimana pengobatan yang dilakukan

menggunakan minyak yang berasal dari tanaman. Agama Budha juga memberikan

pengaruh terhadap masuknya aromaterapi di Indonesia, ketika ada biksu Budha

yang mengajarkan pengobatan tradisional China. Kemudian, pada masa

Pemerintahan Kerajaan Majapahit di Jawa Tengah, salah satu Raja, ada yang

mempersunting wanita cantik yang merupakan keturunan bangsa China. Dari

situlah, seni penyembuhan akupuntur dan refleksiologi diperkenalkan Rafika,


PA

2013.

Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1450 SM, akibat kedatangan

umat Muslim, membuat penduduk Hindu berpindah ke dataran Bali, dengan

membawa pengetahuan pengobatan yang dimiliki selama di Jawa Tengah. Sejarah

tersebutlah yang menyebabkan pengobatan dan refleksiologi yang terdapat di

Jawa Tengah dan Bali menjadi hampir serupa dan historikal itu pula yang

menyebabkan banyaknya produk aromaterapi yang berasal dari Bali dan Jawa

Tengah – Jogjakarta (Rafika, 2013).

2.3.3. Teknik Pemberian Aromaterapi

Menurut Craig (2013), teknik pemberian/penggunaan aromaterapi dengan

cara sebagai berikut:

1. Inhalasi

Teknik ini disarankan untuk masalah gangguan pernafasan, dengan cara

meneteskan beberapa tetes minya esensial kedalam mangkuk air

mengepul. Uap yang berasal dari air uang mengepul dihirup selama

beberapa saat.

2. Massage/Pijat

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan efek menenangkan dengan cara

memakai minyak esensial yang dioleskan ke area tertentu atau ke seluruh

tunuh kemudian dilakukan pijatan.

3. Difusi

Teknik ini digunakan dengan cara menuangkan beberapa tetes minyak

esesnsial dalam diffuser dan menyalakan sumber panas dengan demikian


aromaterapi disemprotkan ke udara. Pengguna duduk dalam jarak 3 kaki

(sekitar 1 meter) dari difusser selama 30 menit.

4. Kompres

Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan kompres panas/dingin yang

mengandung esensial aromaterapi. Dianjurkan untuk mengurangi nyeri,

memar dan sakit kepala.

5. Perendaman

Teknik ini dilakukan dengan cara mandi berendam didalam air yang

ditetesi esensial aromaterapi selama 10-20 menit. Direkomendasikan

untuk gangguan pada kulit dan dapat menenangkan syaraf

2.3.4. Mekanisme Kerja Aromaterapi

Mekanisme penerimaan aromaterapi pada tubuh dijelaskan melalui diagram

alir di bawah ini (Craig Hospital, 2013):


PA

Setelah aroma masuk ke epitelium, aroma disalurkan dari sel akson

olfaktorius menuju bulbus olfaktorius sehingga membentuk retikulum di dalam

amigdala. Kemudian disalurkan langsung ke hipotalamus, memunculkan pesan-

pesan yang harus disampaikan ke bagian otak dan bagian tubuh, termasuk korteks

olfaktorius sehingga membuat bau tercium. Perlu diketahui bahwa molekul aroma

dapat juga masuk melalui tenggorokan sehingga menuju ke dalam aliran darah.

Studi telah membuktikan bahwa jejas minyak esensial telah terdeteksi di dalam

darah, urin, keringat, dan jaringan tubuh setelah terapi. Hal ini juga

mempengaruhi aspek kesejahteraan emosi.

Aromaterapi yang digunakan melalui cara inhalasi atau dihirup akan

masuk ke sistem limbik dimana nantinya akan diproses sehingga bau minyak

esensial dapat tercium. Sistem limbik merupakan satu set struktur otak, termasuk

hipocampus, amigdala, nukleus thalamic anterior, septum, korteks limbik, dan

forniks. Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak

sehingga dibedakan dari pemetaan bagian otak secara eksternal. Sistem limbik

lebih bertanggung jawab pada berbagai fungsi psikologis otak, termasuk emosi,

perilaku, dan memori jangka panjang.

Pada saat kita menghirup suatu aroma, komponen kimianya akan masuk ke

bulbus olfaktorius, kemudian ke sistem limbik pada otak. Limbik adalah struktur

bagian dalam dari otak yang berbentuk seperti cincin yang terletak di bawah

korteks serebral. Sistem limbik sebagai pusat nyeri, senang, marah, takut, depresi,

dan berbagai emosi lainnya. Sistem limbik menerima semua informasi dari sistem

pendengaran, sistem penglihatan, dan sistem penciuman. Amigdala sebagai bagian


dari sistem limbik bertanggung jawab atas respon emosi terhadap aroma.

Hippocampus (bagian dari otak besar yang terletak di lobus temporal)

bertanggung jawab sebagai tempat dimana bahan kimia pada aromaterapi

merangsang gudang-gudang penyimpanan memori otak terhadap pengenalan bau.

Penerapan aromaterapi secara inhalasi akan memperoleh dua efek penyembuhan

sekaligus, yaitu penyembuhan secara psikis melalui sistem limbik dan

penyembuhan keluhan fisik melalui endokrin dan sistem saraf.

2.4. Chamomile

2.4.1. Sejarah Chamomile

Nama chamomile berasal dari kata Yunani, chamos dan milos, yang berarti

tanah dan apel. Gabungan kedua kata tersebut akan berarti tanaman yang tumbuh

rendah (dekat permukaan tanah) yang memiliki bau apel. Tanaman chamomile

dapat ditemukan di Eropa, Afrika Utara, dan beberapa bagian Asia. Chamomile

Inggris (Anthemis nobilis) dan chamomile Jerman (Matricaria chamomilla)

adalah spesies yang paling sering digunakan untuk tujuan pengobatan. Diyakini

bahwa minyak yang diekstrak dari chamomile Jerman lebih kuat dibandingkan

dengan chamomile Inggris. Kepala bunga kering dari kedua varietas sering pula

digunakan untuk membuat teh herbal, salep, bunga rampai, shampo, obat-obatan

herbal, dan kosmetik (Fitriana, 2019).

2.4.2. Penggunaan Chamomile

Penggunaan chamomile bisa dilacak kembali ke periode Mesir kuno.

Mereka percaya bahwa tanaman ini merupakan hadiah suci dari dewa dan menjadi
PA

obat untuk banyak penyakit. Orang Mesir kuno manawarkan bunga chamomile

sebagai persembahan kepada Dewa Matahari. Tanaman ini juga merupakan bahan

penting dari minyak pembalseman yang digunakan untuk mumifikasi (Kashani,

2015).

Chamomile digunakan pula untuk tujuan kosmetik di Mesir kuno.

Sementara orang Romawi menggunakan chamomile untuk membuat dupa dan

minuman. Selain itu, Hippocrates, dokter Yunani kuno, percaya bahwa ramuan ini

berguna untuk mengobati sesak napas dan dismenore (Fitriana, 2019)..

Selama Abad Pertengahan, orang Anglo-Saxon menganggap chamomile

sebagai salah satu dari Sembilan Herbal Suci. Para pendeta juga memainkan peran

penting dalam menyebarkan kesadaran tentang sifat obat chamomile.Selama

periode ini, alkemis di Eropa mulai mengekstrak minyak atsiri dari tumbuhan ini

melalui penyulingan. Saat ini, chamomile ditanam secara komersial dan banyak

digunakan dalam aromaterapi dan bentuk lain dari pengobatan alternatif (Fitriana,

2019).

2.4.3. Manfaat Chamomile

Chamomile merupakan bunga kecil yang bersifat anti inflamasi dan anti

spasmodic. Chamomile juga digunakan untuk merangsang persalinan proses

kelahiran dan efek chamomile dapat menurunkan tingkat kecemasan. Aromaterapi

chamomile sering digunakan untuk mengobati gangguan tidur, pereda rasa nyeri,

masalah pencernaan dan kecemasan (Kashani, 2015).

2.4.4. Senyawa dalam Chamomile

Chamomile telah digunakan sejak zaman kuno untuk pengobatan,


perawatan kesehatan, antioksidan, obat astringen dan penyembuhan ringan.

Chamomile mengandung triptofan yang dapat membantu menyenangkan dan

mengurangi ansietas (Srivastava, 2010). Senyawa lain dalam chamomile adalah

Alpha pinene. Senyawa ini berinteraksi dengan neurotransmitter yang sama

dipengaruhi obat anti kecemasan, dan dapat menjadikannya senyawa yang dapat

menghilangkan stress (Aini, 2012).

Minyak atsiri bunga chamomile dapat berperan penting dalam aromaterapi

karena sebagai penenang dan efek chamomile dapat menurunkan kecemasan

(Carnahan, 2014). Kandungan minyak essensial yang ada di dalam akan diuraikan

menjadi partikel-partikel kecil akan lebih mudah masuk ke sistem pernafasan dan

akan mengakibatkan rileks dan kantuk dalam kerja otak (Fitriana, 2019).

Kandungan yang terdapat dalam minyak essensial chamomile seperti

Amino acid tryptophan, alpha-bisalcohol, alpa pinene, chamozulene, flavonoid,

glyycience yang diuraikan menjadi molekul-molekul kecil dengan alat humidifier

akan lebih mudah masuk dalam aliran pernafasan. Aromaterapi chamomile tidak

hanya mepengaruhi fisik tetapi juga emosi. Mekanisme kerja aromaterapi melalui

system penciuman. Aroma tersebut akan masuk melalui hidung dan sillia,

rambutrambut halus dilapisan sebelah dalam hidung. Reseptor dalam sillia akan

berhubungan dengan tonjolan olfaktorius yang berada di ujung syaraf penciuman.

Ujung dari saluran tersebut berhubungan dengan otak. Bau akan diubah oleh sillia

menjadi impuls listrik yang akan diteruskan ke otak melewati sistem olfaktorius.

Semua impuls dan kandungan dari chamomile akan mencapai system limbik.

Limbik adalah struktur bagian dalam dari otak yang berbentuk seperti cincin yang
PA

terletak di bawah cortex cerebral. Tersusun ke dalam 53 daerah dan 35 saluran

atau tractus yang berhubungan dengannya, termasuk amygdala dan hipocampus.

Sistem limbik sebagai pusat nyeri, senang, marah, takut, depresi, dan berbagai

emosi lainnya. Sistem limbik menerima semua informasi dari sistem pendengaran,

sistem penglihatan, dan sistem penciuman. Sistem ini juga dapat mengontrol dan

mengatur suhu tubuh, rasa lapar, dan haus. Amygdala sebagai bagian dari sistem

limbic bertanggung jawab atas respon emosi manusia terhadap aroma.

Hipocampus bertanggung jawab atas memori dan pengenalan terhadap bau juga

tempat dimana bahan kimia pada aromaterapi merangsang gudang-gudang

penyimpanan memori otak kita terhadap pengenalan bau-bauan. Semua bau yang

mencapai system limbik berpengaruh pada suasana hati. Semua impuls tersebut

menyebabkan hati yang tenang dan secara tidak langsung pengguna dapat berfikir

untuk menghadapi stressor (Sharma, 2011).

2.4.5. Cara Pengunaan Aromaterapi Chamomile

Pada waktu pemberian aromaterapi chamomile kondisi keadaan

lingkungan sekitar harus cukup baik, suhu normal, dan suasana tenang tidak

ramai.

2.5. Kerangka Konseptual Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Aromaterapi Chamomile Tingkat Kecemasan ibu bersalin

2.6. Hipotesa
Hipotesa adalah suatu pertanyaan atau asumsi tentang hubungan antara

dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam

penelitian (Sugiyono, 2017). Dengan nilai p value < 0,05 jika Ha diterima, nilai p

value > 0,05 jika Ho ditolak.

Ho : Tidak ada pengaruh aromaterapi chamomile terhadap tingkat

kecemasan pada ibu bersalin di wilayah Puskesmas Ujung Padang

Kabupaten Simalungun tahun 2021.


Ha : Ada pengaruh aromaterapi chamomile terhadap tingkat kecemasan

pada ibu bersalin di wilayah Puskesmas Ujung Padang Kabupaten

Simalungun 2021.
PA

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan desain pre eksperimen dengan pendekatan

one-group pretest-posttest design yaitu suatu teknik untuk mengetahui pengaruh sesudah

pemberian perlakuan (Sugiyono, 2017).

3.2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah One Group Pre test Post test Designs

O1 X1 O2
Rancangan Pre test-Post Test

Keterangan:

1. O1 : Pre-tes tingkat kecemasan ibu bersalin.

2. X1 : Pemberian aromaterapi chamomile

3. O2 : Post-test tingkat kecemasan ibu bersalin

3.3. Populasi Dan Sampel

3.3.1. Populasi

Lubis (2015), menyatakan Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di wilayah puskesmas

Ujung Padang Kabupaten Simalungun tahun 2021 sebanyak 25 orang .


3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2015). Kriteria inklusi

pada penelitian ini yaitu :

1. Bersedia menjadi responden penelitian.

2. Ibu bersalin Kala I fase aktif

Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu :

1. Ibu hamil

2. Ibu bersalin di luar wilayah Puskesmas Ujung Padang Kabupaten Simalungun.

3. Ibu dengan komplikasi persalinan

3.3.3. Besar Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 25 orang.

3.3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan accidental

sampling yaitu dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau

tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2012)

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Ujung Padang Kabupaten

Simalungun tahun 2021


PA

3.4.2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan November yang dimulai dengan

survey awal penelitian sampai Maret 2021

3.4. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

Variabel

No Variable Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur

1 Aromaterapi Pengobatan dengan memakai - -


Chamomile bau-bauan yang berasal dari
tanaman bunga Chamomile
dalam sedaian minyak

2 Tingkat Level perasaan tidak nyaman Lembar 1. Tidak Cemas


Kecemasan atau ketakutan yang disertai oleh cecklist : skor <6
respon autonom (penyebab observasi
2. Kecemasan
sering tidak spesifik atau tidak
Ringan: skor
diketahui pada setiap individu)
6-14
akibat dari antisipasi diri
terhadap bahaya pada ibu 3. Kecemasan
bersalin Sedang Skor
15-27
4. Kecemasan
Berat: Skor
28-36
5. Kecemasan
Berat sekali:
Skor>36
3.5. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

3.5.1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data

yang didapatkan langsung dari responden melalui kuesioner tentang rasa cemas

yang dirasakan oleh responden.Sedangkan data sekunder berupa data jumlah ibu

bersalin di wilayah puskesmas Ujung Padang Kabupaten Simalungun tahun 2021.

3.5.2. Cara Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan melalui beberapa proses.

1. Proses yang pertama

Dimulai dari konsultasi ke pembimbing, tinjauan pustaka, menyusun

proposal hingga seminar proposal.

2. Tahap pelaksanaan meliputi

a. Mengurus perijinan, serta menyiapkan instrument penelitian untuk

mengukur nyeri dan kecemasan selama persalinan.

b. Tahap pengumpulan data yaitu memilih sample dengan kriteria inklusi

dan eksklusi kemudian peneliti datang ke puskesmas Ujung Padang,

dan peneliti menemui responden kemudian memperkenalkan diri dan

menjelaskan maksud dan tujuan pengumpulan data awal, serta

memberikan informed consent bagi responden yang sudah memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi untuk meminta persetujuan menjadi

responden.
PA

c. Mengobservasi tingkat kecemasan ibu bersalin menggunakan

Hamilton Scale for Anxiety (HRS-A) dan mencatat hasilnya dalam

lembat cecklist

d. Ketika ibu memasuki Kala I fase aktif (pembukaan 4-10), memberikan

aromaterapi chamomile dengan difuser selama 30 menit dengan jarak

minimal 1 meter dari difuser, ibu diminta memilih posisi yang nyaman

dan meminta ibu menghirup aromarerapi dengan relaks

e. Mengobservasi kembali tingkat kecemasan ibu menggunakan

Hamilton Scale for Anxiety (HRS-A) dan mencatat hasilnya dalam

lembat cecklist

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1. Pengolahan Data

Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui tahapan-

tahapan berikut ini (Notoadmojo (2015)):

1. Editing

Editing digunakan untuk memeriksa daftar pertanyaan yang telah

diserahkan oleh para pengumpul data.

2. Coding

Coding adalah memberikan kode pada setiap data yang telah diperoleh

kedalam bentuk angka untuk memudahkan peneliti dalam proses

mengolah data.
3. Entry Data

Setelah semua jawaban dari masingmasing responden yang dalam bentuk

kode (angka atau huruf) dimasukkan dalam program atau software

computer. Maka pemprosesan data dilakukan dengan cara mengentry data

dari angket ke program SPSS

4. Cleaning

Cleaning dilakukan untuk memastikan bahwa keseluruhan data sudah di

entry dan tidak terdapat kesalahan dalam memasukkan data sehingga siap

untuk di analisis

5. Tabulating

Tabulating adalah kegiatan untuk meringkas data yang diperoleh kedalam

tabel-tabel yang telah disiapkan.Data yang diperoleh kemudian

dikelompokkan dan diproses dengan menggunakan table tertentu.Tabulasi

data dalam penelitian ini menggunakan system komputer.

3.6.2. Analisis Data

1. Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing varabel,

baik varabel bebas maupun variabel terikat melalui presentase dan

frekuensinya.

2. Analisa Bivariat
PA

Analisis bivariate bertujuan untuk mempelajari antara 2 variabel yaitu

variable independen dengan variable dependen. Uji statistic yang

digunakan adalah uji maan whitney dimana α< 0,05.

3.7. Kerangka Operasional

Perizinan Lokasi Penelitian

Menjelaskan tujuan dan prosedur penelitian kepada calon


responden (informed Choice dan Informed Consent)

Menentukan Sampel Penelitian

Observasi tingkat kecemasan (pre)

Pemberian aromaterapi Chamomile

Observasi Kecemasan (post)

Analisis Data

3.8. Ethical Clearance

Secara umum prinsip etika dalam penelitan atau pengumpulan data dapat

dibedakan menjadi prinsip manfaat, prinsip menghargai subyek, dan prinsip

keadilan (Nursalam, 2003).Penelitian ini telah dirancang sesuai dengan petunjuk

dan aturan yang telah ditetapkan. Peneliti mengajukan permohonan ijin kepada

pihak Puskesmas Ujung Padang Kabupaten Simalungun, kemudian dalam

penelitian akan menekankan pada masalah etika yang meliputi:

1. Informed concent
Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian kepada responden.Responden

yang bersedia selanjutnya diminta menandatangani lembar persetujuan.

2. Confidentiality

Semua responden harus dijaga kerahasiaannya. Peneliti menjaga

kerahasiaan semua informasi serta data-data penelitian.

3. Anonymity

Peneliti merahasiakan dan tidak mencantumkan nama melainkan

menggunakan kode responden.


PA

DAFTAR PUSTAKA

Aini, R., Widiastuti, R., & Nadhifa, N. A. (2016). Uji Efektifitas Formula
Spray dari Minyak Atsiri Herba Kemangi ( Ocimum Sanctum L )
Sebagai Repellent Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ilmiah Manuntun,
2(2), 189–197.

Arwani, Iis Sriningsih, Rodhi Hartono. 2013. Pengaruh Pemberian


Aromaterapi terhadapa Tingkat Kecemasan Pasien Sebelum
Operasi dengan Anastesi Spinal di RS Tugu Semarang. Prosising
Konfrensi Nasional PPNI Jawa Tengah

Aprilia , Yesie. 2011. Hipnostetri : Rileks, Nyaman, dan Aman Saat Hamil
& Melahirkan. Jakarta: Gagas Media.

Craig Hospital (2013). Aromatherapy.


https://www.craighospital.org/repository/documents/HealtgInfo/PDF
s/801.CAM.Aromatherapy.pdf.

Fitriana Ari, Setiyawan, dan Ari Pebru Nurlaily. (2019). Pengaruh


Pemberian Aromaterapi Chamomile Terhadap Insomnia Pada
Lansia Di Panti Wredha Dharma Bhakti Kasih Surakarta. Skripsi.
Stikes Kusuma Husada Surakarta

Hawari, Dadang, (2011), Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi, Jakarta,


FKUI

Kashani F., Kashani P., Moghimian M., Shakour M. (2015). Effect of stress
inoculation training on the levels of stress, anxiety, and depression
in cancer patients. Iran J Nurse Midwifery Res. 20(3):359-64.

Larasati, IP, (2012). Pengaruh Keikutsertaan Senam Hamil Terhadap


Kecemasan Primigravida Trimester Ketiga Dalam Menghadapi
Persalinan (Skripsi). Departemen Jurnal Kesehatan Bakti Tunas
Husada Volume 17 Nomor 2 Agustus 2017 221 Biostatistika dan
Kependudukan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga.

Manai, Evi, (2011), Melahirkan dengan Mudah dan Lancar Lewat Terapi
Aroma [Internet], Bersumber dari:
http://www.artikelklinik.net/melahirkan-mudahdan-lancar-
lewatterapiaroma/28042001.mht/. [diakses tanggal 27 Februari
2021]

Notoatmodjo, Soekidjo 2015 Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta : Rineka Cipta

Posadzki, Paul, Alotaibi, Amani & Ernst, Edzard (2012). Adverse Effects of
Aromatherapy: A Systematic Review of Case Reports and Case
Series, International Journal of Risk & Safety in Medicine, 24, 147-
161. DOI 10.3233/JRS-2012-1568 [pdf]

Poerwadi, R. Aromaterapi Sahabat Calon Ibu. In. Jakarta: Dian Rakyat;


2006.

Price (2007). Aromatherapy for healt profesuional.3rd Ed. Philadelpia


Churchil Livingstone ;Elsevier

Rafika (2013). Perancangan ulangan kemasan “Viko aromaterapi”. Desain


komunikasi visual Bina; Nusantara University

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung: Alfabeta

Sulistyawati, A. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan, Salemba


Medika Jakarta

Syukrini, R.D., 2016 . Pengaruh Aromaterapi Tehadapa Tingkat


Kecemasan Pada Ibu Bersalin kala I. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shodiqoh, E.R., Fahriani, S. (2014). Perbedaan Tingkat Kecemasan Dalam


Menghadapi Persalinan Antara Primigravida Dan Multigravida.
Jurnal Berkala Epidemiologi. 2(1). 141-150.

Uripmi, Lia C, (2011), Psikologi Kebidanan, Jakarta, EGC

WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015.

World Health Organization (WHO). (2014). Maternal Mortality. Geneva :


Departement of Reproductive Health and Research WHO

Ysmael F, Elizon L, Bejoc J, Gonzaga J, Caneda H. (2011). Music on The


Second Stage of Labor among Women in the First Pregnancy. Cebu
Normal University. International Peer Reviewed Journal.;1:2094-
PA

9243.

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh aromaterapi chamomile terhadap

tingkat kecemasan pada ibu bersalin di wilayah puskesmas Ujung Padang

Kabupaten Simalungun tahun 2021.

Demi keberhasilan penelitian ini, peneliti sangat memerlukan bantuan para

Ibu untuk berpartisipasi dalam pemberian aromaterapi chamomile pada ibu

bersalin . Tanpa partisipasi ibu penelitian ini tidak akan berjalan sesuai harapan.

Perlu diberitahukan bahwa informasi yang ibu berikan semata-mata hanya

untuk penelitian ini.Atas segala bantuannya, peneliti mengucapkan terima kasih.

.............................., 2021

Responden Peneliti

(……………………………..) (Santi Moraudut Tiolopan Saragi)


INSTRUMEN PENELITIAN

PENGARUH AROMATERAPI CHAMOMILE TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA IBU


BERSALIN DI WILAYAH PUSKESMAS UJUNG PADANG
KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2021

No Tingkat Kecemasan (Pre) Tingkat Kecemasan (Post)


Resp
Tidak Ringan Sedang Berat Panik Tidak Ringan Sedang Berat Panik
cemas cemas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
Kuesioner Tingkat kecemasan – HARS (HAMILTON ANXIETY RATING
SCALE)
A. Penilaian :
0 : Tidak ada (Tidak ada gejala sama sekali)
1 : Ringan (Satu gejala dari pilihan yang ada)
2 : Sedang (Separuh dari gejala yang ada)
3 : Berat (Lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 : Sangat berat (Semua gejala ada)
B. Penilaian derajat kecemasan
Skor < 6 (Tidak ada kecemasan)
6-14 (Kecemasan ringan)
15-27 (Kecemasan sedang)
28-36 (Kecemasan berat)
>36 (kcemasan berat sekali/panik)
C. Berilah tanda Check list (√) pada jawaban yang paling sesuai dengan
pendapat Ibu.
1. Perasaan cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
Mudah emosi
2. Ketegangan
Merasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat dengan tenang
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3.Ketakutan
Pada gelap
Ditinggal sendiri
Pada orang asing
Pada kerumunan banyak orang
4.Gangguan tidur
Sukar memulai tidur
Terbangun malam hari
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
5.Gangguan kecerdasan
Daya ingat buruk
Sulit berkonsentrasi
Sering bingung
Banyak Pertimbangan
6.Perasaan depresi
Kehilangan minat
Sedih
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah
7.Gejala somatik (otot-otot)
Nyeri otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemertak
Suara tak stabil
8.Gejala sensorik
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
9.Gejala kardiovaskuler
Denyut nad cepat
Berdebar-debar
Nyeri dada
Rasa lemah seperti mau pingsan
10.Gejala pernafasan
rasa tertekan di dada
perasaan tercekik
merasa nafas pendek/sesak
sering menarik nafas panjang
11.Gejala gastrointestinal
Sulit menelan
Mual muntah
Perut terasa penuh dan kembung
Nyeri lambung sebelum makan dan sesudah
12.Gejala urogenitalia
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
13.Gejala otonom
Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Sakit kepala
Bulu roma berdiri
14.Apakah anda merasakan
Gelisah
Tidak terang
Mengerutkan dahi muka tegang
Nafas pendek dan cepat

Jumlah skor :................


SOP PEBERIAN AROMATERAPI CHAMOMILE DENGAN DIFUSER

Pengertian Teknik pemberian aromaterpi yang digunakan dengan cara

menuangkan beberapa tetes minyak chamomile esesnsial

dalam diffuser dan menyalakan sumber panas dengan

demikian aromaterapi disemprotkan ke udara


Tujuan Sebagai acuan pemberian aromaterapi chamomile essential

oil pada ibu bersalin


Alat dan bahan Aromaterapi chamomile essential oil

Sarung tangan
Langkah Kerja 1. Perkenalkan diri kepada pasien dan menjelaskan

tujuan dan tindakan yang akan dilakukan

2. Lakukan cuci tangan dan menggunakan sarung

tangan

3. Atur posisi pasien senyaman mungkin minimal 1

meter dari difuser

4. Ukur skor tingkat kecemasan sebelum diberikan

aromaterapi Chamomile

5. Teteskan 3 tetes aromaterapi chamomile essential oil

pada diffuser

6. Anjurkan pasien untuk menghirup chamomile

essential oil selama 30 menit

7. Bereskan alat

8. Lakukan evaluasi skor tingkat kecemasan ibu setelah

diberikan aromaterapi chamomile essential oil


LEMBAR KONSULTASI PROPOSAL SKRIPSI
Nama Mahasiswa : Santy Moraudut Tiolopan Saragi
NIM : 1911171
Judul Skripsi : Pengaruh aromaterapi chamomile terhadap tingkat
kecemasan pada ibu bersalin di wilayah puskesmas
Ujung Padang Kabupaten Simalungun tahun 2021.
Dosen Pembimbing : Desi Br Sembiring, SST., M.Tr. Keb

No Hari/ Tanggal Materi bimbingan Catatan pembimbing Paraf


pembimbing
1

2 -

3 -

Anda mungkin juga menyukai