Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIK PROFESI

READING JURNAL TENTANG EFEKTIFITAS OKSITOSIN DAN MISOPROSTOL


SEBAGAI PENGINDUKSI PERSALINAN PADA IBU BERSALIN INDIKASI KPD
TAHUN AKADEMIK 2021

Disusun Oleh :
(Fitri Ramdhani - 2110106004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH
YOGYAKARTA
LAPORAN READING JOURNAL
STASE KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK
JUDUL KASUS EFEKTIFITAS OKSITOSIN DAN MISOPROSTOL SEBAGAI
PENGINDUKSI PERSALINAN PADA IBU BERSALIN INDIKASI KPD
TAHUN AKADEMIK 2021

Dosen Pembimbing Pendidikan : Nidatul Khofiyah, S.Keb., Bd., MPH

Disusun Oleh :
(Fitri Ramdhani - 2110106004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN READING JOURNAL
STASE KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK
JUDUL KASUS EFEKTIFITAS OKSITOSIN DAN MISOPROSTOL SEBAGAI
PENGINDUKSI PERSALINAN PADA IBU BERSALIN INDIKASI KPD
TAHUN AKADEMIK 2021

Bantul, November 2021


Pembimbing Pendidikan Preceptor Mahasiswa
TTD TTD TTD

Nidatul Khofiyah, S.Keb., Sylvia Puspitasari, Fitri Ramdhani


Bd., MPH S. ST
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga Dapat Menyelesaikan Penyusunan Reading Journal Tentang
“Efektifitas Oksitosin Dan Misoprostol Sebagai Penginduksi Persalinan Pada Ibu Bersalin
Indikasi KPD.” Reading Journal ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan target
pada Stase KDPK Praktik Profesi Bidan Program Profesi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta.
Telah banyak bantuan dari berbagai pihak dalam Reading Journal ini, oleh karena itu dalam
kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati dan penuh rasa hormat, penulis haturkan ucapan
terimakasih yang setulusnya kepada:
1. Warsiti, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat selaku rektor Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
2. M. Ali Imron, S.Sos., M.Fis selaku dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta
3. Nidatul Khofiyah, S.Keb.,Bd.MPH selaku ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
Program Profesi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dan selaku
pembimbing pendidikan
4. Sylvia Puspitasari, S.ST selaku preceptor di RS PKU Muhammadiyah Bantul
5. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan Reading Journal yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas segala bentuk bantuan dan kerjasama kalian dengan balasan
kebaikan dan kebahagiaan, aamiin. Penulis membutuhkan saran dan masukan yang bersifat
membangun demi kesempurnaan dalam penulisan Reading Journal ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bantul, November 2021


DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Masalah
Induksi persalinan merupakan suatu tindakan buatan atau memberikan perlakuan
untuk merangsang kontraksi uterus yang dilanjutkan oleh dilatasi progresif dan pendataran
dari serviks kemudian diakhiri dengan kelahiran bayi (Nyoman et al., 2017). Induksi
persalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang belum dalam
persalinan untuk merangsang terjadinya persalinan.
Induksi persalinan daapt dilakukan dengan dua metode induksi yaitu metode mekanis
dan metode farmakologis. Metode mekanis mempergunakan dilatator higroskopik
(laminaria), dengan ballon catheter dan amniotomi. Sedangkan metode farmakologis
menggunakan obat-obatan seperti oksitosin dan prostaglandin (Dewi & Salmiyati, 2016).
Induksi persalinan diperlukan apabila Ketuban Pecah Dini (KPD), kehamilan lewat waktu,
oligohidramnion, korioamnionitis, preeklampsi berat, intrauterine fetal death (IUFD) dan
pertumbuhan janin terhambat (PJT), insufisiensi plasenta, dan perdarahan antepartum
(Medforth et al., 2013).
Salah satu dari indikasi dilakukannya induksi persalinan adalah ibu hamil aterm
dengan kasus KPD. Bila KPD terjadi pada umur kehamilan aterm maka sebaiknya dilakukan
terminasi kehamilan. Pilihan pervaginam maupun bedah seksio sesaria tergantung kondisi
ibu, janin dan kehamilannya. KPD merupakan salah satu permasalahan obstetrik yang dapat
menyebabkan komplikasi pada ibu sehingga dibutuhkan tindakan segera untuk mencegah
terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun bayinya.
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda
persalinan, yang ditandai dengan pembukaan serviks 3 cm pada primipara atau 5 cm pada
multipara. Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling
sering ditemui. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD terbagi menjadi KPD preterm yang terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu dan KPD yang memanjang yaitu KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan (Maryunani, 2013).
B. Skala
Persoalan Bangsa Indonesia dari waktu ke waktu masih berkisar pada masalah masih
tingginya Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Angka Kematian Ibu (AKI) yang
dimaksud adalah banyaknya perempuan yang meninggal dari suatu penyebab kematian
terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan, bunuh
diri atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan, dan dalam masa nifas (42 hari
setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup
(Kementrian PPN & Bappenas, 2020).
Beberapa tahun terakhir trend kasus kematian Ibu mengalami penurunan pada tahun
2012 AKI (Angka Kematian Ibu) sebesar 359 / 100.000 KH, kemudian SUPAS (Survey
Penduduk Antar Sensus) tahun 2015 menjadi 305 /100.000 KH (Kelahiran Hidup) dan AKB
(Angka Kematian Bayi) menurut SDKI (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia) 2017
sebesar 24 / 1000 KH. Jumlah kematian ibu menurut provinsi tahun 2018-2019 terdapat
penurunan dari 4.226 menjadi 4.221 kematian ibu di Indonesia berdasarkan laporan. Pada
tahun 2019, penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi
dalam kehamilan (1.066 kasus), infeksi (207 kasus) (Kemenkes RI, 2020).
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan salah satu komlikasi terjadinya infeksi yang
tentunya berbahaya tidak hanya pada ibu, juga pada bayi.. KPD ini terjadi 5-10% dari
seluruh persalinan. 70% kasus KPD terjadi padapersalinan aterm. American College of
Obstetricians and Gynecologist (ACOG) 2007 merekomendasikan KPD yang terjadi pada
kehamilan aterm agar dilakukan induksi persalinan untuk menurunkan kejadian resiko
komplikasi ibu dan janin. Namun keputusan ini tetap dengan mempertimbangkan beberapa
hal diantaranya presentasi janin,kesejahteraan janin, kematangan serviks, dan kemungkinan
infeksi (ACOG, 2007).
Pada tahun 2007 induksi persalinan terjadi antara 10% sampai 20% dari seluruh
persalinan dengan berbagai indikasi, baik untuk keselamatan ibu maupun keselamatan janin
(Nyoman et al., 2017). Hasil survei demografi kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2009
menunjukkan tahun 2009 terdapat ibu bersalin yang dilakukan induksi pada saat persalinan
sebanyak 285 kasus dari 1046 persalinan yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan
sejumlah rumah sakit di Indonesia (Kemenkes RI, 2020).
C. Kronologi
Penilaian serviks merupakan hal yang paling berpengaruh dalam keberhasilan
induksi persalinan. Sebelum dimulainya induksi persalinan, ada prosedur standar yang
harus dilakukan untuk menilai serviks, yaitu periksa dalam. Setelah kita lakukan periksa
dalam, serviks akan digolongkan ke dalam dua golongan yaitu, matang dan belum matang
(ripe dan unripe). Sangat diperlukan metode pematangan serviks yang sederhana dan
efisien sebelum induksi persalinan . Dijumpai berbagai macam metode dari pematangan
serviks dengan keuntungan dan kerugiannya, antara lain dengan pemberian oksitosin,
prostaglandin, prostaglandin analog, penggunaan herbal dan minyak kastor, atau metode
mekanik seperti penggunaan kateter foley, dan metode yang lainnya. Oksitosin dan
misoprostol merupakan salah satu agen yang paling sering digunakan dalam pematangan
serviks maupun induksi persalinan (Serudji & Erkadius, 2018).
Misoprostol dapat dijumpai dalam bentuk tablet dengan 2 sediaan yaitu

100
g dan 200g . Misoprostol dapat diberikan secara vaginal, oral, sublingual, bukal
maupun rektal. Misoprostol akan berikatan dengan reseptor prostaglandin Ep2 dan Ep3.
Ep2 lebih banyak terdapat di serviks sehingga setelah terjadi sintesis dengan unsur kimiawi
akan menimbulkan aksi berupa dekolagenisasi dan penyusunan kembali kompleks
glikosaminoglikan (suatu jaringan yang bersifat hidrofil). Kondisi serviks seperti ini disebut
matang. Reseptor Ep3 terutama terdapat dalam miometrium. Proses sintesis dengan
melibatkan unsur – unsur kimiawi akan menimbulkan kontraksi miometrium.
Misoprostol yang diberikan secara sublingual dapat digunakan dalam induksi abortus
maupun pematangan serviks Misoprostol dapat larut dalam 20 menit ketika diletakkan di
bawah dan konsentrasi akan mencapai puncaknya dalam waktu 30 menit. Pemberian secara
bukal merupakan cara yang lain dalam penggunaan misoprostol obat ini diletakkan antara
gusi dan membran mukosa di antara pipi sehingga memudahkannya untuk diabsorsi melalui
mukosa mulut. Pemberian secara bukal efektif diberikan pada tindakan abortus dan
pematangan serviks. Efek samping misoprostol yang sering dilaporkan adalah, mual,
muntah, nyeri perut, demam dan mengigil. Efek samping ini tergantung dari dosis yang
diberikan. Dosis yang tinggi ataupun interval yang dipendekkan berhubungan dengan
tingginya efek samping dari misoprostol itu sendiri terutama gejala hiperstimulasi yang
ditandai dengan kontraksi yang bertahan lebih dari 90 detik atau lebih.
Pemberian induksi oksitosin perlu mendapat pengawasan ketat agar mampu
menimbulkan kontraksi uterus yang adekuat (mampu menyebabkan perubahan serviks) tanpa
terjadinya hiperstimulasi uterus. Tanda terjadinya hiperstimulasi adalah kontraksi >60 detik,
kontraksi muncul lebih dari 5x/10 menit atau 7x/15 menit, atau timbulnya pola djj yang
meragukan. Induksi oksitosin diberikan intravena, dengan dosis 10-20 IU dicampur
dengan larutan RL. Dosis yang lazim digunakan di Indonesia adalah 2,5-5 unit oksitosin
dalam 500 ml cairan kristaloid. Tetesan infus dimulai dari 8 tpm dan ditambahkan 4 tpm tiap
30 menit hingga dosis optimal untuk his adekuat tercapai. Dosis maksimum pemberian
oksitosin adalah 20mU/menit. Efek samping pemberian oksitosin pada ibu hamil yaitu
rasa mual, muntah dan intoksikasi air serta daapt terjadi ruptur uteri jika dosis dan his tidak
terkontrol (Nyoman et al., 2017).
D. Solusi
Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam penanganan KPD yaitu dengan
memberikan asuhan kebidanan pada ibu bersalin secara tepat, cepat dan komprehensif,
karena jika ibu bersalin dengan KPD tidak mendapat asuhan yang sesuai, maka resikonya
akan berakibat pada ibu maupun janin. Dengan harapan setelah dilakukannya asuhan
kebidanan yang cepat dan tepat maka kasus ibu bersalin dengan KPD dapat di tangani
dengan baik, sehingga angka kematian ibu di Indonesia dapat di kurangi.
Peran bidan dalam kasus patologi ini, khususnya dalam induksi persalinan di rumah
sakit dengan memberikan asuhan kebidanan, yaitu asuhan yang dilakukan oleh bidan sebagai
anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari
sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan. Dimana tindakan tersebut merupakan salah
satu tindakan awal dalam penatalaksanaan KPD yang tentunya memerlukan perhatian khusus
baik sebelum meberikan tindakan induksi persalinan, selama tindakan berlangsung, hingga
setelah tindakan diberikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Kebidanan
Asuhan Kebidanan Intranatal Care Patologi pada Ny. “R” dengan G1P0A0 Usia Kehamilan 38 Minnggu 6 Hari
disertai Ketuban Pecah Dini (KPD) Di Kamar Bersalin RS PKU Muhammadiyah Bantul
Tanggal 28 Oktober 2021

Deskripsi Kegiatan

Tanggal : Subjektif ( S )
28-10-2021, 1. Ibu mengatakan hamil anak pertama dan tidak pernah keguguran sebelumnya
Jam : 17.00 WIB 2. Ibu mengatakan HPHT tanggal 29-01-2021
No RM : 10406436 3. Ibu mengeluh keluar flek coklat pukul 13.00 WIB tanggal 28-10-2021
4. Ibu mengeluh keluar cairan tidak teratasi lewat jalan lahir sejak jam 02.00 tanggal 28-10-2021 tanpa rasa
Identitas Pasien : mules

Nama : Ny. “R” Objektif ( O )


Umur : 25 tahun 1. KU ibu baik, kesadaran composmentis
Agama : Islam 2. Hari tafsiran persalinan tanggal 5-11-2021
Suku : Jawa 3. UK 38 minggu 6 hari
Pendidikan : SMA 4. Vital Sign : TD 148/72 mmHg, N 94x/menit, RR 20x/menit, S 36.5oC
Pekerjaan : 5. Pemeriksaan obstetri :
Pegawai Swasta Leopold I TFU 31 cm, Leopold II Punggung kiri, Leopold III presentasi kepala, Leopold IV belum masuk
Alamat : PAP.
Tlogotunggal RT 01 VT : V/U tidak tampak ada varises, portio tebal kaku, belum ada pembukaan, STLD (-), air ketuban (+)
Sumber jernih
No.Hp : HIS belum ada
085785101656 DJJ : 138x/menit
6. Pemeriksaan penunjang : darah lengkap dalam batas normal, urine : protein urin (-), swab AG (-),
HbSAg (-), screening HIV (-)
Deskripsi Kegiatan

Analisa/Assesment ( A )
G1P0A0, Umur Kehamilan 38 minggu 6 hari, intra uterin, janin tunggal, hidup, keadaan ibu dan janin
dalam pengawasan, Belum Dalam Persalinan (BDP) dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) 15 jam

Penatalaksanaan ( P )
Tanggal 28-10-2021, jam 17.20 WIB
1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter Obgyn untuk penatalaksanaan KPD
3. Melakukan pemeriksaan NST (Non Stress Test)
4. Memberikan Obat Co Amoxiclav 3x500 mg
5. Melakukan informed consent sebelum tindakan induksi persalinan, hasilnya pasien dan keluarga setuju
untuk dilakukan induksi persalinan
6. Memasang infus dan melakukan induksi persalinan menggunakan oxitocin 5 unit dalam RL 500 ml mulai
dari 8 tetes per menit, dan dinaikkan 4 tetes setiap 15 menit dengan tetesan maksimal 20 tetes per menit
7. Mengobservasi Vital Sign ibu setiap 4 jam, DJJ dan His setiap 1 jam kala I fase laten atau jika ada indikasi
8. Mengajarkan teknik relaksasi dan pengaturan napas dalam saat kontraksi
9. Menganjurkan untuk makan dan minum jika tidak ada kontraksi
10. Menganjurkan kepada ibu agar senantiasa berdoa untuk kelancaran proses persalinan serta kesehatan ibu
dan bayinya.
11. Melakukan pendokumentasian
B. Telaah Jurnal

Jurnal Judul Populasi Intervensi Comparasion Outcome Time

Jurnal Efektifitas Ibu bersalin Indikasi KPD yang Indikasi KPD yang Kemajuan persalinan 2016
Kebidanan, Pemberian dengan KPD diberikan induksi diberikan induksi pada ibu bersalin
Vol. 3 No. 3, Misoprostol yang dengan misoprostol dengan oksitosin atas indikasi KPD
Pervaginam
P : 121-126 melakukan pervaginam intravena
Dengan Oksitosin
(Reni & Intravena Terhadap persalinan di
Sunarsih : Kemajuan Rumah Sakit
Juli 2017) Persalinan Pada Ibu Asy-Syifaa
Bersalin Indikasi Bandar Jaya
KPD Di Rs Islam yang dilakukan
Asy-Syifaa Bandar induksi
Jaya Tahun 2016
persalinan
dengan
misoprostol
pervaginam
dan oksitosin
intravena
C. Hasil Asuhan Kebidanan
Pasien datang dengan keluhan KPD 15 jam tanpa rasa mules dan terdapat spoting
dilakukan pemeriksaan anamnesa dan pemeriksaan fisik sehingga di tegakkan diagnosa
dengan G1P0A0 UK 38 minggu 6 hari dengan KPD 15 jam Belum Dalam Persalinan
(BDP) di awal pengkajian pasien. Sehingga dilakukan kolaborasi bersama DPJP untuk
menentukan asuhan selanjutnya. Setelah berkolaborasi dengan DPJP, maka salah satu
asuhan yang dilakukan adalah dengan melakukan induksi persalinan menggunakan
oksitosin 5 unit intravena dalam RL 500 ml dengan tetesan awal 8 tetes per menit hingga
tetesan maksimal 20 tetes per menit dengan menaikkan tetesan tiap 15 menit sebanyak 4
tetes. Dimana asuhan tersebut dilaksanakan pada pukul 18.45 WIB tanggal 28 Oktober
2021, tentunya dengan tetap memantau keadaan janin, HIS dan kemajuan persalinan jika
ada indikasi.
Asuhan kebidanan pada ny. R dilakukan induksi persalinan menggunakan oksitosin
intravena mulai pukul 18.45 WIB sampai dengan pukul 19.30 WIB dengan tetesan
berhenti di 20 tetes permenit. Terus dilakukan pemantauan dengan hasil HIS timbul pada
pukul 20.30 WIB dengan kekuatan lemah, frekuensi 2x10 menit dengan durasi 20-35
detik setiap kali HIS muncul, DJJ 154x/menit. Tidak dilakukan pemeriksaan kemajuan
persalinan dikarenakan tidak terdapat indikasi.
Induksi persalinan menjadi salah satu pilihan dalam penatalaksanaan KPD yang
belum dalam persalinan dengan kehamilan aterm. Terlihat pada teori jurnal oleh Reni &
Sunarsih, 2017 bahwa induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang
belum inpartu, baik secara operatif maupun medikasi, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Dikenal dua jenis induksi yaitu secara
mekanis dan medisinalis. Pemakaian balon kateter, batang laminaria, dan pemecahan
selaput ketuban termasuk cara mekanis. Induksi medisinalis dapat dengan menggunakan
infus oksitosin intravena dengan keuntungan waktu paruh yang pendek hingga
mudah diawasi dan dikendalikan bila terjadi komplikasi, namun sangat bergantung
pada skor bishop sehingga perlu pematangan serviks terlebih dahulu. Dalam induksi
persalinan, harus memperhatikkan 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam
mengambil tindakan asuhan kebidanan terhadap kasus KPD yaitu umur kehamilan dan
ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
Penelitian yang dilakukan oleh Reni & Sunarsih : 2017, dengan populasi seluruh
ibu bersalin dengan KPD yang melakukan persalinan di Rumah sakit Islam Asy-Syifaa
Bandar Jaya sebanyak 37 orang dengan teknik pengambilan sampel dilakukan metode
Accidental Sampling. Sehingga yang memenuhi kriteria pemberian misoprostol
pervaginam dan oksitosin intravena sebanyak 34 orang. Hasil penelitiannya menjelaskan
bahwa induksi persalinan dengan misoprostol pervaginam pada ibu bersalin indikasi
KPD nilai minimal (nilai terendah) 2 cm dan nilai maksimal (nilai tertinggi) 7 cm dengan
nilai rata- rata kemajuan persalinan 4,18 dan standar deviasi 1,510. Sedangkan induksi
persalinan dengan oksitosin intravena mempunyai nilai minimal (nilai terendah) 1 cm dan
nilai maksimal (nilai tertinggi) 5 cm dengan nilai rata-rata kemajuan persalinan 3,12 dan
standar deviasi 0,993. Berdasarkan beberapa responden yang diteliti, hasil induksi
misoprostol pervaginam rata-rata kemajuannya 4-6 jam dan oksitosin intravena 6-8 jam.
Sehingga terdapat perbedaan pemberian induksi persalinan misoprostol pervaginam
dengan oksitosin intravena pada ibu bersalin indikasi KPD, dengan nilai pvalue = 0,012.
Disimpulkan bahwa lebih efektif pemberian misoprostol pervaginam dibandingkan
dengan oksitosin intravena terhadap kemajuan persalinan pada ibu bersalin indikasi KPD.
D. Teori Pokok Bahasan
Ketuban Pecah Dini merupakan pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan
atau sebelum inpartu, pada pembukaan < 4cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini termasuk
dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa
akibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya (Reni & Sunarsih,
2017).
Pengelolaan KPD untuk mempercepat persalinan dengan pengawasan ketat dapat
dilakukan dengan cara induksi persalinan yang memiliki beberapa metode seperti induksi
menggunakan oksitosin intravena maupun misoprostol pervaginam. Oksitosin
merupakan preparat yang sering digunakan untuk induksi persalinan, tetapi kegagalan
induksi dengan oksitosin sering terjadi walaupun komplikasi pada janin dan ibu kurang,
karena dapat terkontrol dosisnya dengan tujuan induksi persalinan atau mempercepat
jalannya persalinan Efek samping pemberian oksitosin pada ibu hamil yaitu rasa mual,
muntah dan intoksikasi air. (Nyoman et al., 2017).
Misoprostol adalah analog oral prostaglandin E1 sintetik yang saat ini semakin
popular digunakan dalam dunia obstetrika. Pemakaian paling banyak adalah untuk
induksi persalinan karena kemampuannya dalam pematangan serviks dan memacu
kontraksi miometrium juga dalam usaha pencegahan dan pengobatan perdarahan
postpartum karena efeknya yang kuat sebagai uterotonika. Selain itu dari segi ekonomi
obat ini tergolong murah dan tahan terhadap suhu tropis sehingga dapat bertahan lama
(Reni & Sunarsih, 2017).
Induksi persalinan dengan infus oksitosin dalam kasus KPD, di luar 36 minggu
kehamilan, dalam serviks dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi dari induksi gagal,
durasi yang lebih lama dari tenaga kerja dan tingkat yang lebih tinggi dari operasi caesar,
dibandingkan dengan mereka yang misoprostol pervaginam. Induksi persalinan adalah
upaya menstimulasi uterus untuk memulai terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi
atau akselerasi persalinan adalah meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi
uterus dalam persalinan. Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai
terjadi persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membran. Augmentasi merujuk
pada stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak adekuat karena kegagalan
dilatasi serviks dan penurunan janin. Induksi persalinan adalah upaya memulai
persalinan dengan cara-cara buatan sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan
jalan merangsang timbulnya his (Reni & Sunarsih, 2017).
Misoprostol dapat diberikan peroral, sublingual atau pervaginam. tablet misoprostol
dapat ditempatkan di forniks posterior vagina. Misoprostol pervaginam diberikan dengan
dosis 25 mcg dan diberikan dosis ulang setelah 6 jam tidak ada his. Apabila tidak ada
reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, maka dosis dinaikkan menjadi 50 mcg setiap 6
jam. Misoprostol tidak dianjurkan melebihi 50 mcg dan melebihi 4 dosis atau 200 mcg.
Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian ruptur uteri, oleh karena itu
misoprostol hanya digunakan pada pelayanan kesehatan yang lengkap (ada fasilitas
operasi).
Misoprostol digunakan untuk pematangan serviks dan hanya digunakan pada kasus-
kasus tertentu misalnya: (1) pre eklampsia berat atau eklampsia dan serviks belum
matang sedangkan seksio sesarea belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu
premature untuk bias hidup, (2) kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum
inpartu dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah. Misoprostol tidak
dianjurkan pada ibu yang memiliki jaringan parut pada uterus.
Oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi dari
hiperstimulasi. Walaupun jarang, ruptur uteri dapat pula terjadi,lebih- lebih pada
multipara. Untuk itu senantiasa lakukan observasi yang ketat pada ibu yang mendapat
oksitosin. Dengan demikian, manfaat yang lebih banyak didapatkan dengan memberikan
regimen dosis yang lebih tinggi dibandingkan dosis yang lebih rendah. Di Parkland
hospital penggunaan regimen oksitosin dengan dosis awal dan tambahan 6 mU/menit
secara rutin telah dilakukan hingga saat ini. Sedangkan di Birmingham Hospital di
University Alabama memulai oksitosin dengan dosis 2 mU/menit dan menaikkannya
sesuai kebutuhan setiap 15 menit yaitu menjadi 4, 8, 12, 16, 20, 25, dan 30 mU/menit.
Walaupun regimen yang pertama tampaknya sangat berbeda, jika tidak ada aktifitas
uterus, kedua regimen tersebut mengalirkan 12 mU/menit selama 45 menit ke dalam
infus.Penggunaan Misoprostol pervaginam pada kasus ibu dengan KPD aman diberikan
untuk kemajuan persalinan, tetapi tetap harus dilakukan observasi (denyut jantung janin,
his dan tanda bahaya persalinan). Penggunaan oksitosin intravena pada kasus ibu dengan
KPD perlu pertimbangan dikarenakan lebih banyak terjadi kegagalan dalam kemajuan
persalinan pada kala I contohnya adalah fetal distress (Reni & Sunarsih, 2017).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil reading journal yang dilakukan dengan judul Efektifitas Pemberian
Misoprostol Pervaginam Dengan Oksitosin Intravena Terhadap Kemajuan Persalinan Pada Ibu
Bersalin Indikasi Kpd Di Rs Islam Asy-Syifaa Bandar Jaya Tahun 2016 , dari beberapa responden
yang diteliti, hasil induksi misoprostol pervaginam rata-rata kemajuannya 4-6 jam dan
oksitosin intravena 6-8 jam. Sehingga terdapat perbedaan pemberian induksi persalinan
misoprostol pervaginam dengan oksitosin intravena pada ibu bersalin indikasi KPD, dengan
nilai pvalue = 0,012. Disimpulkan bahwa lebih efektif pemberian misoprostol pervaginam
dibandingkan dengan oksitosin intravena terhadap kemajuan persalinan pada ibu bersalin
indikasi KPD. Penggunaan Misoprostol pervaginam dan oksitosin intravena pada kasus ibu
dengan KPD aman diberikan untuk kemajuan persalinan, tetapi tetap harus dilakukan
observasi selama persalinan. Penggunaan oksitosin intravena perlu dipertimbangkan karena
lebih banyak terjadi kegagalan dalam kemajuan persalinan pada kala I.
DAFTAR PUSTAKA
ACOG, C. on P. B.-O. (2007). Clinical management guidelines for obstetrician-
gynecologists. ACOG Practice Bulletin.

Dewi, P. I., & Salmiyati, Z. (2016). Evaluasi Penggunaan Misoprostol pada Kehamilan
Postterm di bangsal Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang. Akademi Farmasi
Prayoga.

Kemenkes RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Kementrian Kesehatan RI.

Kementrian PPN, & Bappenas. (2020). Metadata Indikator Pilar Pembangunan Sosial (II).
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.

Maryunani, A. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Trans Info Medika.

Medforth, J., Battersby, S., Evans, M., Marsh, B., & Walker, A. (2013). Kebidanan Oxford
dari bidan untuk bidan. EGC.

Nyoman, N. S., Weking, J. M., & Fauziah, N. (2017). Kajian Penggunaan Misoprostol Dan
Oksitosin Sebagai Penginduksi Persalinan Di RSUD Kota Bandung. Jurnal Kesehatan
Bakti Tunas Husada, 17(2), 253–260.

Reni, & Sunarsih. (2017). Efektifitas Pemberian Misoprostol Pervaginam Dengan Oksitosin
Intravena Terhadap Kemajuan Persalinan Pada Ibu Bersalin Indikasi Kpd Di Rs Islam
Asy-Syifaa Bandar Jaya Tahun 2016. Jurnal Kebidanan, 3(3), 121–126.

Serudji, J., & Erkadius. (2018). Keefektifan Misoprostol Peroral Sebagai Pematangan Serviks
Pada Ketuban Pecah Dini Kehamilan Aterm Dengan Skor Bishop ≤ 4 Di Padang.
Andalas Obstetric and Gynecology Journal, 2(2), 62–65.

Anda mungkin juga menyukai