PISAHKAN KLINIK
YA TIDAK
Sedang atau pernah Tidak ada gejala atau riwayat PELAYANAN MTBS
mengalami: demam
Demam, atau ada riwayat Anak yang tidak termasuk
Batuk/pilek/nyeri
demam tenggorokan/sesak napas kategori ODP atau PDP
Batuk/pilek/nyeri diberikan pelayanan
tenggorokan/sesak napas
pendekatan MTBS, Jika timbul
Tatalaksana ODP: pneumonia, ikuti alur PDP
Karantina di rumah 14 hari
Tatalaksana PDP: Lapor Dinas Kesehatan/Hotline
Rujuk ke RS rujukan COVID-19
Lapor ke Dinas Kesehatan
/hotline COVID-19
Jika dalam masa karantina mengalami
demam/ batuk/pilek/sesak napas:
Tatalaksana PDP: rujuk ke RS rujukan,
Lapor Dinas Kesehatan/
hotline COVID-19
KELOMPOK 14
1. Rizkiyah Dewi Uly (30902000192)
2. Rizqa Dwi Agustina (30902000193)
3. RR. Amanda Ivanindya H (30902000194)
4. Sadira Netifara Ramadhani (30902000195)
5. Sekar Ramadhinta Wayan Putri (30902000196)
6. Senti Sene (30902000197)
7. Septianu Achmad Sayfudin (30902000198)
8. Shakhih Yudha Ardanata (30902000199)
9. Shakhih Yudhi Ardinata (30902000200)
10. Shinta Dwi Fahruroh (30902000201)
11. Silvia Putri Pratama (30902000202)
12. Sindi Kurnianingsih (30902000203)
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and adolescents, basic
training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina:
ISPAD, h 20-21.
Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of Nursing (10 th
ed.). USA: Pearson Education.
Boyd, M. A. (2011). Psychiatric Nursing: Contemporary Practice (5 th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Dougherty, L. & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures (9th ed.). UK: The
Royal Marsden NHS Foundation Trust.
Bonham, P. A., Flemister, B. G., Goldberg, M., Crawford, P. E., Johnson, J. J., & Varnado, M.
F. (2009). What’s newn in lower-extremity arterial disease? WOCN’s 2008 clinucal practice
guideline. Journal of Wound, Ostomy & Continence Nursing, 36(1), 37-44.
Shepherd, A. (2011). Measuring and managing fluid balance. Nursing Times, 107, 12-6.
KURANG
KALORI PROTEIN
Ns. Kurnia Wijayanti, M.kep
Protein
Makanan mengandung protein
merupakan bagian penting untuk
membangun dan memperbaiki
jaringan tubuh :
histidine, isoleucine,
leucine, lysine,
diurai dalam proses methionine,
phenylalanine, threonine,
pencernaan menjadi tryptophan dan valine.
asam amino.
Protein hewani, Protein nabati,
KETERSEDIAAN
PANGAN ASUHAN PELAYANAN
DITINGKAT IBU DAN ANAK KESEHATAN
RUMAH TANGGA
Kebiasaan Makan
Kesehatan
Pemeliharaan Buruk Sakit
Kesehatan
Lingkungan
PENYEBAB KKP
• Langsung :
Penyakit infeksi
Defisiensi energi dan protein
• Tidak langsung :
Tingkat pendidikan
Tingkat pengetahuan gizi
Tingkat pendapatan
Pekerjaan orang tua
Besar anggota keluarga
Pola asuh
Sosio budaya
Pola penyapihan
Pola pemberian makanan padat
KWASIORKOR
• Kwashiorkor merupakan
salah satu penyakit yang
timbul akibat
kekurangan protein,
• kwashiorkor banyak
diderita oleh bayi dan
anak pada usia enam
bulan sampai usia tiga
tahun (Batita).
DEFINISI :
• Sindrom klinik akibat dari defisiensi
protein berat dan kalori yang tidak
cukup.
• Kekurangan masukan atau masukan
kalori yang tidak cukup.
• Kekurangan masukan atau kehilangan
yang berlebihan atau kenaikan angka
metabolik yg dikarenakan infeksi kronik
akibat defisiensi vitamin dan mineral
Tanda-tanda penderita Kwashiorkor yaitu :
Moon face
Hepatomegali
Edema
Pavement dermatitis
Laboratoium
• Penurunan kadar albumin serum (tanda
khas)
• Ketonuria
• Defisiensi vitamin, kalium dan magnesium
• Kadar kolesterol serum rendah
• Anemia
• Sekresi hormon pertumbuhan bertambah
MARASMUS
(gangguan gizi karena kekurangan karbohidat pd bayi di bawah
12 bulan)
Atrofi otot,
Iga gambang, sangat kurus Lemak sangat tipis/habis
Penyebab Utama Marasmus, Nelson
(2007)
• Diet yang tidak cukup
• Kebiasaan makan yang tidak tepat
• Hubungan orang tua dengan anak terganggu
• Kelainan metabolik (renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance ) atau malformasi
kongenital.
• Faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri yang dibawa sejak lahir
• Infeksi yang berat dan lama
• Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung
bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum,
palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
• Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada
keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek
mengisap yang kurang kuat
AKIBATNYA
Gizi buruk akan melemahkan sistem
pertahanan tubuh terhadap kuman penyakit
maupun pertahanan mekanik sehingga
mudah terkena infeksi.
Dampak jangka pendekDampak jangka panjang
SELURUH PPG
KELUARGA PMT PEMULIHAN
(TERMASUK KONSELING
KELUARGA MISKIN)
KEP BERAT /
TANDA SAKIT
SEMBUH, PERLU PMT
1. PUSKESMAS
2. RUMAH SAKIT
Diagnosa
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan
yang tidak adekuat, anoreksia dan diare.
Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral
dan peningkatan kehilangan akibat diare.
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan
kalori dan protein yang tidak adekuat.
Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman
personde dan peningkatan sekresi trakheobronkhial.
Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi
trakheobronkhial sekunder terhadap infeksi saluran
pernapasan
OBESITAS PADA ANAK
Dosen Pengampu :
Ns. Indra Tri Astuti, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.An
Disusun Oleh :
1. Widya nurkhasanah (30902000229)
2. Vina Helmaliya Anas (30902000220)
3. Vira Vebirina (30902000223)
4. Zanuba Mila Azmiya (30902000233)
5. Wahyu Eka Lestari (30902000225)
6. Violita Nur Aisa (30902000221)
7.willina azza zulfiani (30902000231)
8. Zelsa Puspitasari (30902000234)
9. Zibda Ulya (30902000235)
10. Widiyanti (30902000228)
11. Yuyun Vebriana (30902000232)
12. Wanda Chamarul (30902000227)
Aliran Darah
Penurunan Kesadaran
Gangguan perfusi jaringan
serebral
Menekan SSP/Otak Tanda Gejala :
Intervensi:
➢ Sakit Kepala
➢ Kejang ➢ Tinggikan Bagian
➢ Letargi Kepala Tempat
Gangguan Neurologik ➢ Diplopia Tidur 0-45o
3
Manfaat Permainan Clay
Origami ✘ Mengembangkan kemampuan motorik halus.
✘ Melatih kemampuan mengikuti instruksi dan urutan. ✘ Mengenal konsep warna.
✘ Menumbuhkan kemampuan menyelesaikan masalah ✘ Memperluas wawasan dan pengetahuan.
✘ Meningkatkan ketelitian dan fokus ✘ Mengembangkan imajinasi dan fantasi.
✘ Memperkuat kemampuan kognitif
✘ Mendorong kepercayaan diri.
✘ Melatih kesabaran dan ketekunan
✘ Menimbulkan rasa bangga atas pencapaiannya.
✘ Mengasah ketangkasan dan koordinasi
✘ Meningkatkan imajinasi dan kebahagiaan ✘ Menurunkan tingkat kecemasan pada anak karena
ketakutan anak menjadi berkurang,
✘ Dapat meningkatkan daya ingat anak. ✘ Anak tidak akan merasa jenuh karena waktu mereka
✘ Mampu melatih kesabaran anak.
diisi dengan kegiatan mewarnai.
Puzzle
✘ Mewarnai dapat menciptakan ekspresi sebagai
pengungkapan perasaan diri dari seorang anak
4 Mewarnai
Waktu Penerapan
✘ Terapi bermain origami terhadap anak usia prasekolah 3-6
tahun sebanyak 2 kali dengan durasi 30 menit
✘ Terapi bermain mewarnai gambar dilaksanakan selama 3
kali dalam 3 hari berturut turut dengan durasi 30 menit
✘ Terapi bermain puzzle selama 3x24 jam dengan 30 menit
disetiap sesinya
✘ Terapi bermain clay dilakukan selama 3 hari berturut-
turut,1 kali sesi dengan durasi 30 menit
5
Dampak/hasil/keefektifan
✘ Bermain origami
Bermain origami berdampak positif bagi anak, karena bisa menangani rasa kecemasan
pada anak dengan typoid yang menjalani hospitalisasi. Ada penurunan kecemasan
setelah dilakukan terapi bermain origami dan terdapat pengaruh terapi bermain
origami terhadap kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi. (Efektif)
✘ Mewarnai gambar
Bermain mewarnai gambar berdampak positif bagi anak untuk menurunkan
kecemasan dampak hospitalisasi dan mengoptimalkan asuhan keperawatan yang
diberikan pada anak typoid. Mewarnai gambar efektif selain memberikan kesenangan
(relaksasi) pada anak juga mampu mengekspresikan perasaan frustasi, permusuhan,
kemarahan sehingga anak dapat melepaskan ketegangan dan dapat beradaptasi
dengan stessor dan lingkungan rumah sakit. (Efektif)
6
Dampak/hasil/keefektifan
✘ Bermain puzzle
menimbulkan dampak positif yaitu meningkatkan keterampilan motorik halus, yang
merupakan kemampuan berhubungan dengan otot-otot kecil, terutama tangan dan
jari-jari tangan dan melatih koordinasi mata dan tangan. Melalui aktivitas bermain
puzzle, tanpa disadari anak akan belajar secara aktif untuk menggunakan jari-jari
tangannya untuk menyusun gambar yang tepat. Dengan begitu dapat mengalihkan
rasa sakit yang sedang dirasakan anak. (Efektif)
✘ Bermain clay
Bermain clay berdampak positif pada hospitalisasi anak typoid terhadap penurunan
kecemasan, kehilangan kontrol, dan ketakutan pada anak yang dirawat di rumah
sakit. Bermain clay akan melepaskan anak dari ketegangan dan kecemasan yang
dialami. Dengan bermain clay anak akan dapat mangalihkan rasa sakitnya pada
permainan (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya dalam bermain. Clay
dapat meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi. (Efektif)
7
Daftar Pustaka
Al-ihsan, M., Santi, E., & Setyowati, A. (2018). Terapi bermain origami terhadap
kecemasan anak usia prasekolah. Dunia Keperawatan, 6(1), 63–70.
https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/JDK/article/view/5086
Linda, K., Savitri, D., Kusumaningsih, F. S., Ayu, D., & Rama, A. (2018). Pengaruh Clay
Therapy Terhadap Perilaku Adaptif Pada Anak Usia Prasekolah Yang Mengalami
Hospitalisasi. Community of Publishing in Nursing, 6(3), 2303–1298.
Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. Diakses 30
maret 2022
Periyadi, A., Immawati, & Nurhayati, S. (2021). Dalam Menurunkan Kecemasan Anak Usia
Prasekolah ( 3 – 5 Tahun ) Yang Mengalami Hospitalisasi Application Of Plasticine
Play Therapy ( PLaydought ) In Reduce Anxiety Of Preshool Age ( 3 – 5 YEARS
) Program DIII Keperawatan Akper Dharma Wacana Metro Email
Wesiana Heris Santy, S.Kep,Ns.,M.Kep. Ardiana. Rekawati. Jenis permainan edukatif untuk
anak usia prasekolah. 2013. Diakses 31 maret 2022
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG
Di Susun Oleh :
i
DAFTAR ISI
ii
F. Implementasi Dan Evaluasi .......................................................................................... 31
BAB V ..................................................................................................................................... 33
PENUTUP................................................................................................................................ 33
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 33
B. Saran ............................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 35
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SW yang mana atas berkat dan
pertolongan-Nya lah kelompok kami dapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini. Sholawat
serta ketauladanan Senantiasa saya haturkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad
SAW. yang selalu kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat nanti. Asuhan keperawatan ini
kami buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman mengenai
Asuhan Keperawatan kejang demam anak dalam Keperawatan anak. Dengan segala
keterbatasan yang ada penulis telah berusaha dengan segala daya dan upaya guna
menyelesaikan asuhan keperawatan ini. Penulis menyadari bahwasanya asuhan keperawatan
ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Atas kritik dan
sarannya saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan gejala demam dan usia,
serta tidak didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak.1,2 Demam
adalah kenaikan suhu tubuh lebih dari 38 C rektal atau lebih 37,8 C aksila. Pendapat
para ahli, kejang demam terbanyak terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan
sampai dengan 5 tahun. Berkisar 2%-5% anak di bawah 5 tahun pernah mengalami
bangkitan kejang demam.4,5 Lebih dari 90% kasus kejang demam terjadi pada anak
berusia di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang demam terjadi pada anak
berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan, insiden bangkitan kejang demam
tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang
demam berkisar 2%-5%. Di Asia prevalensi kejang. Demam meningkat dua kali lipat
bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Di Jepang kejadian kejang demam
berkisar 8,3%-9,9%.Bahkan di Guam insiden kejang demam mencapai 14%.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada anak.
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Faktor-faktor yang berperan dalam risiko kejang demam
yaitu, faktor demam, usia, dan riwayat keluarga, dan riwayat prenatal (usia saat ibu
hamil), riwayat perinatal (asfiksia, usia kehamilan, dan bayi berat lahir rendah).
Faktor utama terjadinya kejang demam adalah demam. Demam diartikan
sebagai suhu tubuh yang melampaui batas normal, yang dapat disebabkan oleh
kelainan pada otak ataupun disebabkan bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat
pengaturan suhu tubuh.6 Demam yang tinggi dapat merangsang terjadinya kejang.
Peningkatan suhu tubuh dapat memengaruhi nilai ambang kejang dan eksitabilitas
neural karena berpengaruh pada kanal ion, metabolism seluler, serta produksi
adenosine triphosphate (ATP).
Studi penelitian yang dilakukan di Yasoj Iran (2012), tentang penyebaran
demam dan kejang sebanyak 5,5% melaporkan bahwa kejang dapat terjadi setelah
masa vaksinasi, demam dan penyakit infeksi lainnya. Penelitian sebelumnya
didapatkan 41% tingkat kekambuhan demam yang terjadi di Iran. Kejang demam
sangat berhubungan dengan usia, selain itu faktor genetik adalah salah satu faktor
terbesar terjadinya kejang demam pada anak. Sebanyak 25% sampai 40% didapatkan
bahwa penyebab dari kejang demam dikarena riwayat keluarga dan sebanyak 27%
2
didapatkan dari saudara kandung serta 10% didapatkan dari orang tua. (Hasanpour et
al, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kejang?
2. Bagaimana klasifikasi dari kejang demam
3. Bagaimana etiologi pada kejang demam?
4. Apa patofisiologi pada kejang demam?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari kejang demam?
6. Apa saja penatalaksana yang harus di lakukan?
7. Mengapa komplikasi bisa terjadi ketika mengalami kejang demam?
8. Pemeriksaan penunjang apa aja yang harus di lakukan?
9. Bagaimana cara pencegahan untuk kejang demam ini?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus di lakukan untuk kasus ini?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui apa pengertian dari kejang
2. Bisa mengerti apa klasifikasi dati kejang demam
3. Agar dapat mengetahui etiologi dari terjadinya kejang demam
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari kejang demam
5. Bisa mengetahui apa manifestasi klinis kejang demam
6. Agar mengetahui bagaimana penatalaksana yang harus di lakukan untuk
kejang demam
7. Agar mengetahui komplikasi apa saja yang dapat terjadi ketika mengalami
kejang demam
8. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan
9. Mengetahui cara pencegahan kejang demam
10. Bisa paham akan asuhan keperawatan yang harus di lakukan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat
paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di
otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagno, 2012).
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi
(kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang
demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan
suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari, 2016).
Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat
dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang diakibatkan
karena proses ekstrakranium
B. Klasifikasi
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi, kejang demam
dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat pada
anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang
mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya
berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir
kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk
(drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak
tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan fisis dan riwayat
perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis atau
penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24 jam
dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca bangkitan.
Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama dengan kejang
demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan
umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya
anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk
timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang
4
bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila
kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan
untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.
C. Etiologi
Penyebab dari kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) yaitu :
1) Faktor genetika faktor keturunan memegang penting untuk terjadinya kejang
demam 25-50% anak yang mengalami kejang memiliki anggota keluarga yang
pernah mengalami kejang demam sekurang- kurangnya sekali.
2) Infeksi
(1) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius (pernapasan), pharyngitis
(radang tenggorokan), tonsillitis (amandel), dan otitis media (infeksi
telinga).
(2) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dan dengue (virus
penyebab demam berdarah).
(3) Demam Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada
waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam tinggi.
(4) Gangguan metabolisme Hipoglikemia, gangguan elektrolit (Na dan K)
misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
(5) Trauma
D. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh mebran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibat konsetrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsetrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konstrasi ion di dalam dan
diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh, perubahan
konsentrasi ion diruang ektraselular, rangsangan yang dating mendadak misalnya
5
mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya, perubahan patofiologi dari
membran sendiri karena penyakit atau ketularan.
Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontrasi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism
anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat (Lestari, 2016).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari kejang demam menurut Wulandari dan Erawati (2016) yaitu :
1) Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3- 4%
2) Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak laki-laki
3) Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi di luar
susunan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis, dan sebagainya
4) Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau atonik
5) Takikardi pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 per menit
F. Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa faktor yang
perlu dikerjakan yaitu :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Memberantas kejang secepat mungkin bila pasien datang dalam
keadaan status konvulsivus (kejang), obat pilihan utama yang
diberikan adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
yang diberikan pada pasien kejang disesuaikan dengan berat badan,
kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam spuit 7,5
mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/Kg BB.Biasanya dosis rata-rata
yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan maksimum 5 mg pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar.
Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit, bila
masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga
melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua masih
kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang sama juga akan
tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang akan
6
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital
atauparaldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari
pemberiandiazepan adalah mengantu , hipotensi, penekanan pusat
pernapasan.Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang
kejang seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif
adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat
badan ialah diberikan 10 mg Obat pilihan pertama untuk
menanggulangi kejang atau status konvulsivus yang dipilih oleh para
ahli adalah difenilhidantion karena tidak mengganggu kesadaran dan
tidak menekan pusat pernapasan, tetapi dapat mengganggu frekuensi
irama jantung.
2) Pengobatan penunjang Sebelum memberantas kejang tidak boleh
dilupakan pengobatan penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung,
usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan
fungsi jantung diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya
diberikan dengan dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit.
Obat untuk hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema
otak diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20-30mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason
0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3) Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya
kerja diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit
sesudah disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptic
dengan daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung
daripada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka
panjang.
4) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang
diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian
atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu
7
untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis pasien kejang
demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya dilakukan pungsi
lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi
didalam otak misalnya meningitis
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengobatan fase akuta
1) Airway
a) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala
dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah
dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
b) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar
pasien,lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
c) Berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
2) Breating
a) Isap lender sampai bersih
3) Circulation
a) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara
intensif.
b) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
(berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap
sadar). Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera
berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat
penenang.
2. Pencegahan kejang berulang
1) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3mg/kgBB
atau diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti tunggu 15
menit dapat diulang dengan dengan dosis dan cara yang sama.
2) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital
dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan
pengobatan rumat
G. Komplikasi
Komplikasi kejang demam meliputi :
a. Kejang demam berulang
8
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang adalah :
1) Riwayat keluarga dengan kejang demam (derajat pertama)
2) Durasi yang terjadi antara demam dan kejang kurang dari 1 jam
3) Usia < 18 bulan
4) Temperatur yang rendah yang membangkitkan bangkitan kejang
b. Epilepsy
Faktor risiko kejang demam yang berkembang menjadi epilepsi adalah:
1) Kejang demam kompleks
2) Riwayat keluarga dengan epilepsy
3) Durasi demam kurang dari 1 jam sebelum terjadinya bangkitan kejang
4) Gangguan pertumbuhan neurologis (contoh: cerebralpalsy,
hidrosefalus)
c. Paralisis Todd
Paralisis Todd adalah hemiparesis sementara setelah terjadinya kejang
demam. Jarang terjadi dan perlu dikonsultasikan ke bagian neurologi.Epilepsi
Parsial Kompleks Dan Mesial Temporal Sclerosis (MTS). Pada pasien epilepsi
parsial kompleks yang berhubungan dengan MTS ditemukan adanya riwayat
kejang demam berkepanjangan.
d. Gangguan Tingkah Laku Dan Kognitif
Meskipun gangguan kognitif, motorik dan adaptif pada bulan pertama
dan tahun pertama setelah kejang demam ditemukan tidak bermakna, tetapi
banyak faktor independen yang berpengaruh seperti status sosial-ekonomi
yang buruk, kebiasaan menonton televisi, kurangnya asupan ASI dan kejang
demam kompleks (Alomedika,2018)
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah :
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab demam atau
kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah,
elektrolit, urinalisi, dan biakan darah, urin atau feses.
b. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk menegakkan atau
kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
9
klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukam meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal dilakukan pada :
1) Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2) Bayi berusia 12-18 bulan dianjurkan
3) Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan
c. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan,pemeriksaan
ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6tahun, kejang demam fokal.
d. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jiak ada indikasi :
1) Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya lesi
structural di otak
2) Terdapat tanda tekanan intracranial (kesadaran menurun,muntah
berulang, ubun-ubun menonjol, edema pupil) (Yulianti,2017).
I. Pencegahan
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila Si Kecil tidak sadarkan diri, letakkan ia dalam posisi miring. Bila ada
muntah, bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidungnya.
d. Bila lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
e. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang yang terjadi.
f. Tetap dampingi Si Kecil selama dan sesudah kejang.
g. Berikan obat jika kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan berikan
bila kejang telah berhenti
J. Perawatan
Pada banyak kasus, kejang demam akan berhenti dengan sendirinya setelah
beberapa menit. Namun untuk melindungi anak dari cedera selama mengalami kejang,
orang tua dapat melakukan beberapa hal berikut di rumah :
a. Baringkan anak di lantai. Pada bayi, rebahkan di pangkuan dengan
posisi wajah bayi menghadap ke bawah. Jangan menahan tubuh anak.
b. Miringkan posisi tubuh anak agar muntah atau air liur dapat keluar dari
rongga mulut, serta mencegah lidah menyumbat saluran pernapasan.
c. Longgarkan pakaian anak dan jangan menaruh apa pun pada mulut
anak untuk mencegah tergigitnya lidah.
10
d. Hitung durasi terjadinya kejang demam dan perhatikan tingkah laku
anak saat kejang. Beritahukan hal tersebut saat berkonsultasi ke dokter.
e. Jika anak mengalami kejang demam sederhana, boleh tidak membawa
anak ke dokter setelah kejang berhenti. Meski begitu, akan lebih baik
jika tetap memeriksakannya ke dokter untuk mengetahui penyebab
demam yang dialami anak. Bila tidak ada penyebab khusus dari kejang
demam, dokter bisa tidak memberikan pengobatan apa pun. Dokter
juga bisa meresepkan obat penurun panas, seperti paracetamol, atau
obat antikejang, seperti diazepam. Umumnya, anak tidak perlu dirawat
inap di rumah sakit, namun hal ini tergantung pada penyakit yang
menyebabkan demam. Kejang demam atau penyakit step merupakan
kondisi yang tidak berbahaya, dan bisa terjadi pada anak yang
menderita demam tanpa menimbulkan komplikasi. Setelah mengalami
kejang demam, umumnya anak dapat beraktivitas kembali seperti
biasa.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Lestari (2016), pengkajian kejang demam meliputi :
1. Anamanesisi
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi, nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,
tempat tanggal lahir, agama, pendidikan, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, pendidikan orang tua, tempat tinggal.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38°C dan
akhirnya mengalami kejang. Bahkan pada pasien kejang demam
sederhana, biasanya mengelami kejang 1 kali dengan durasi 15
detik dan mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa
panas, anaknya sudah mengalami kejang 1 kali atau berulang dan
durasi kejangnya berapa lama, tegantung jenis kejang demam yang
dialami anak. Demam, suhu >38°C, muntah, kaku, kejang, sesak
nafas, kesadaran menurun, ubun-ubun cekung, bibir kering, bak
lidah ada, BAB mencret.
3) Riwayat kesehatan lalu
Khusus anak usia 0-5 tahun dilakukan pengkajian prenatal care,
natal dan postnatal. Untuk semua usia, biasanya pada anak kejang
demam sederhana, anak pernah mengalami jatuh atau kecelakaan,
sering mengkonsumsi obat bebas dan biasanya perkermbangannya
lebih lambat. Umumnya penyakit ini terjadi sebagai akibat
komplikasi perluasan penyakit lain, seperti ISPA, ionsililis, olilis
nedia, gastroeniecilis, dan meningitis.
4) Riwayat kesehatan keluarga
12
Kemungkinan ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
infeksi seperti ISPA dan meningitis. serta memiliki Riwayat kejang
yang sama dengan klien.
5) Riwayat imunisasi
Anak yang tidak lengkap melakukan imunisasi biasanya lebih
rentan terkena infeksi atau virus seperti virus influenza.
2. Data tumbuh kembang
Data tumbuh kembang dapat diperoleh dari hasil pengkajian dengan
mengumpulkan data lumbang dan dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan
perkembangan normal. Perkembangan motorik, perkembangan bahasa,
perkembangan kognitif, perkembangan emosional, perkembangan kepribadian,
dan perkembangan sosial.
3. Data fisik
Pada penyakit demam kejang sederhana didapatkan data fisik :
a) Suhu meningkat.
b) Frekuensi nafas naik.
c) Kesadaran menurun.
d) Nadi naik.
e) Kejang bersifat umum dan berlangsung sebentar.
f) Lemah, letih, lesu dan gelisah.
g) Susah tidur.
4. Pemeriksaan fisik
Menurut Lestari (2016), pemeriksaan fisik meliputi, sebagai berikut:
1) Keadaan umum
Pada anak demam kejang biasanya anak rewel dan menangis, serta
kesadaran compos mentis.
2) Tanda-tanda vital
Suhu tubuh biasanya >38°c, respirasi untuk anak 20-30 kali/menit,
nadi pada anak usia 2-4 tahun 100- 10 kali /menit.
3) Berat Badan
Biasanya pada anak kejang demam sederhana tidak mengalami
penurunan berat badan yang berarti.
4) Kepala
Keadaan kepala tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak.
13
5) Mata
Kedua mata simetris antara kiri dan kanan, sklera anemis dan
konjungtiva pucat.
6) Hidung
Bentuk hidung simetris, mukosa hidung berwarna merah muda,
penciuman baik, dan tidak ada pernapasan cuping hidung.
7) Mulut
Gigi lengkap dan tidak ada caries, mukosa bibir pucat dan pecah-
pecah, tonsil tidak hiperemis.
8) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
9) Thoraks (dada)
Saat dilakukan inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan. Saat dilakukan palpasi, biasanya
fremitus kiri kanan sama. Saat dilakukan auskultasi, biasanya ditemukan
suara nafas tambahan.
10) Jantung
Biasanya mengalami penurunan dan peningkatan denyut jantung.
Inspeksi, cordis tidak terlihat. Palpasi, iktus cordis di ICS V teraba.
Perkusi, batas kiri jantung: ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung), ICS V kiri agak ke mid linea midclavicularis kiri. Batasan bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostal III-IV kanan, di linea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercostal II kanan linea
parasternalis kanan. Auskultasi, bunyi jantung s1 s2 lup dup.
11) Abdomen
Lemas dan datar, tidak ada kembung, tidak ada nyeri tekan.
12) Anus
Biasanya tidak terjadi kelainan pada genitalia dan tidak ada lecet pada
anus.
13) Ekstermitas atas dan bawah
Tonus otot mengalami kelemahan dan CRT>2 detik, akral teraba
dingin. Penentuan penilaian tingkat kesadaran dapat dilakukan dengan
melihat kondisi fisikk klien dengan kriteria sebagai berikut :
14
a. Compos mentis (consclus), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai 13-12.
c. Delirium, yaitu gelisah dan disorentasi (waktu, tempat dan orang),
membrontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11-10.
d. Somnolen (obtundasi letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu memberi jawaban verbal,nilai GCS: 9-7.
e. Stupor (spoor koma), yaitu kesadaran seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6-4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya), nilai GCS: ≤3.
5. Pemeriksaan fisik persistem
a) Sistem pernafasan
Pada kejang yang berlangsung lama, misalnya lebih dari 15 menit
biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat
untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksia dan menimbulkan
terjadinya asidosis. Akibat langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam
adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit,
dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan.
b) Sistem sirkulasi
Gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan.
Karena itu, kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
15
c) Sistem pencernaan
Sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak, serta kerusakan gigi.
d) Sistem perkemihan
Kontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus
spinkter.
e) Sistem persyarafan
Aktivitas kejang yang berulang, riwayat trauma kepala dan infeksi
serebral.
6. Aktivitas/istirahat
Keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus/kekuatan otot, gerakan
involunter.
7. Integritas ego
Stressor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan, peka rangsangan.
8. Riwayat jatuh/trauma.
9. Data laboratorium
a) Leukosit meningkat.
b) Pada pemeriksaan tumbal punksi ditemukan cairan jernih.
c) Glukosa normal dan protein normal.
10. Data psikososial
Hubungan ibu dan anak sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu
menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat bagi anak-anak lingkungan
tidak dikenal akan menimbulkan perasaan tidak aman, berduka cita dan cemas.
Akibat sakit yang dirawat bagi anak menimbulkan perasaankehilangan
kebebasan, pergerakan terbatas menyebabkan anakmerasa frustasi sehingga akan
mengekspresikan reaksi kecemasansecara bertahap yaitu proses, putus asa dan
menolak.
11. Data sosial ekonomi
Demam kejang dapat mengenai semua tingkat ekonomi dan sosial. Penyakit
ini disebabkan oleh sanitasi lingkungan yang buruk dan disebabkan oleh
kurangnya perhatian orang tua.
16
B. Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadapgangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan respon dari
seorangindividu, keluarga, kelompok atau komunitas (Heardman & Shigemi
Kamitsuru, 2015). Diagnnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penyakit
kejang demam sebagai berikut :
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan jalan napas terganggu
3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan suhu tubuh meningkat
4. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan sensasi
5. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak
6. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
7. Risiko keterlambatan jaringan otak berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak
8. Risiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kejang berulang
9. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan oleh
perawat berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan
hasil klien. Intervensi keperawatan mencakup baik perawatan langsung dan tidak
langsung yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, serta orang- orang,
dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi pelayanan kesehatan
lainnya.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan catatan tentang tindakan yang
diberikan kepada klien. Pencataan mencakup tindakan keperawatan yang diberikan
secara mandiri maupun kolaboratif, serta pemenuhan kriteria hasil terhadap tindakan
yang diberikan kepada klien. Implemtasi yang umum dilakukan pada kasus kejang
demam pada anak yaitu kompres hangat, pemenuhan cairan, kolaborasi pemberian
obat penurun panas Paracetamol, dan pencegah kejang Diazepam.
17
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan keefektifan tindakan keperawatan dan
pencapaian hasil yang teridentifikasi lalu dievaluasi sebagai penilaian status klien.
Evaluasi harus terjadi di setiap langkah proses keperawatan. Evaluasi yang umum
dilakukan yaitu monitor TTV pada anak serta kriteria hasil pencapaian dari
implementasi yang telah dilakukan.
18
BAB IV
19
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
20
c. Jantung
Palpasi
Ictus condis teraba.
Perkusi
Konfigurasi dalam batas normal.
Auscultasi
Bunyi jantung I dan II murni, tidak ada bunyi bising.
d. Paru paru
Palpasi
Fermirtus rata antara kanan dan kiri.
Percusi
Sonor.
Auscultasi
Suara dasar vasikuler, ronchi (-), wheezing (-).
e. Abdomen
Auscultasi
Bising usus normal.
Palpasi
Tidak ada rasa nyeri.
21
Percusi
Tidak ada pembesaran.
f. Ekstermitas
Ekstermitas atas
Ket :
+ : dirasakan
- : tidak dirasakan
Ekstermitas bawah
Ket :
+ : dirasakan
- :tidak dirasakan
22
Kemampuan ROM
Ekstens
Fleksi Abduksi Adduksi Hiperekstensi Rotasi
i
Atas
+ + + + + +
Kanan
Atas
+ + + + + +
Kiri
Bawah
+ + + + + +
kanan
Bawah
+ + + + + +
kiri
Ket :
+ : dapat dilakukan
Kesa Memb
Respon Respon Total Nyeri Pandangan
Tgl / Jam dara uka
motorik verbal GCS kepala kabur
n mata
23 Maret
2022/
CM 4 6 5 15 - -
10.00
h. System integument
Tanggal / Warna
Turgor Mukosa bibir Capilarrefill Kelainan
Jam kulit
23 Maret
2022/ Pucat < 2 detik Lembab - -
10.00
23
4. Pengkajian Pola Fungsional
i. Pola Metabolik/Nutrisi
Antropometri
Sebelum masuk rumah sakit (2 bulan yang lalu)
BB : 29 kg TB : 130 cm LILA : 25 cm
Saat Dirawat :
BB : 28 kg TB : 130 cm LILA : 25 cm
Perhitungan :
BB ideal = (TB – 100) ± 10% (TB – 100) kg
= (130 – 100) ± 10% (130 – 100) kg
= 30 ± 10% 27 kg
= 26,7 – 23,7 kg
= 27 – 24 kg (rentang berat badan ideal)
𝐵𝐵
𝐼𝑀𝑇 = Nilai Kategori
𝑇𝐵(𝑚)2
< 20 Underweight
20-25 BB normal
28
𝐼𝑀𝑇 = 25-30 Overweight
130(𝑚)2
= 22,07 ( BB normal ) > 30 Obesitas
Biokimia
Hb : 11,5 gr/dl
Diit
24
Status cairan
Tabel cairan dalam 24 jam
Tanggal Intake Output Balance
cairan
Infus …tpm = 1.500 Urine = 1.500 cc
cc IWL = 30 cc
Minum/makan = 2.000 Feses = 200 cc 1.750
cc
Total input = 3.500 Total output = 1.750
BAK
5. Diagnostic
a. Laboratorium
Nilai
Periksaan Satuan
Normal
Nilai
Hematologi
Hb 13 - 16 % 11,5 gr/dl
Ht 40 - 54 % 36,9%
25
Nilai
Periksaan Satuan
Normal
Nilai
Eritrosit 45 - 65 jt/mmk
Leucosit 11 800
4 - 11 ribu/mmk
mmoI/L
MCH 27 - 32 pg 26,10 pg
MCV 76 - 96 fL 81.30 fL
RDW 11.6 –
% 12 %
14.8
MPV 4 - 11 fL 12,8 fL
Kimia klinik
Glukosa
80 - 110 mg/dl 125
sewaktu
Ureum 15 - 39 mg/dl 15
Creatinin 0.60 –
mg/dl 0.60
1.30
CK-MB 0 - 15 u/L 87
CK-MB 0 - 15 u/L -
Elektrolit
Calcium 2.12 –
mmol/L 2.13
2.52
26
Nilai
Periksaan Satuan
Normal
Nilai
0.99
Kimia klinik
HDL
35 - 60 mg/dl 37
Cholestrol
LDL
62 – 130 mg/dl 63.5
Cholesterol
Imunologi
27
6. Monitor harian pemberian obat
Cara
TGL Nama Obat Dosis Waktu Pemberian (jam)
Pemakaian
Injeksi 3 x 400
Intracutan 08.00 14.00 20.00
Amoxan mg IV
23
Kalmethason 3 x 4 mg Intracutan 08.00 14.00 20.00
Maret
Valium 7,5 mg
2022
bila Intracutan
kejang
Valium 6 mg
bila Intracutan
pusing
Depaken 3x1
Oral 08.00 14.00 20.00
sirup
Luminal 3 x 45
Intracutan 08.00 14.00 20.00
mg
28
B. Analisa Data
Nama Klien : An. D
No. Register : 12345678
Umur : 7 tahun Perawat : -
Diagnosa :
Ds:
C. Rumusan Masalah
1. Hipertemia : proses penyakit
D. Diagnose Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan demam kejang
29
E. Intervensi Keperawatan
30
F. Implementasi Dan Evaluasi
31
4. DS : - Ibu pasien
mengatakan akan
memberikan
anaknya minum
- Pasien mengatakan
mau untuk makan
dan minum
DO : Pasien
minum air putih
5. DS : Ibu pasien
mengatakan
anaknya tidak bisa
anteng
DO : Pasien miring
kanan & kiri
32
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang demam adalah perubahan aktivitas motorik atau behavior yang bersifat
paroksimal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik abnormal di
otak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh.
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi
(kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang
demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan
suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Berdasarkan atas studi epidemiologi kejang, demam dibagi 3 jenis, yaitu : a.)
Kejang demam sederhana; b.) Kejang demam kompleks; c.) Kejang demam
simtomatik. Adapun penyebab dari kejang demam yaitu : faktor genetika atau faktor
keturunan, infeksi (bakteri, virus), gangguan metabolisme, dan trauma.
1. Dari hasil pengkajian pada An. D didapatkan data pada keluhan utama
panas yang disertai dengan kejang. Riwayat penyakit sekarang demam.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 90/110 mmHg, HR : 110x/menit,
RR : 20x/menit, Suhu : 38 ̊C. Mata tampak lelah, mukosa bibir kering,
kesadaran compos mentis.
2. Diagnosis yang ditemukan pada saat dilakukan pengkajian adalah
Hipertermia : Proses penyakit.
3. Rencana asuhan keperawatan dengan hipetermia pada An. D yaitu,
Identifikasi penyebab hipertermia, Monitor suhu tubuh, Sediakan
lingkungan dingin, Longgarkan atau lepaskan pakaian, Lakukan
pendinginan eksternal (selimut hipotermia), Berikan oksigen, Anjurkan
tirah baring, Kolaborasi pemberian cairan dan elektrilit intravena.
4. Implementasi asuhan keperawatan tentang hipetermia pada An. D yaitu,
Mengkaji penyebab Hipertemi, Mengukur suhu tubuh, Melonggarkan
pakaian, Memberikan cairan oral (Air Putih), Menganjurkan pasien untuk
istirahat.
33
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar meningkatkan pelayanan, penerapan, dan pengajaran asuhan
keperawatan pada pasien dengan prioritas masalah hipertermia.
2. Bagi Keluarga
34
DAFTAR PUSTAKA
Lestari Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Wulandari. M & Ernawati. M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Hidayah, Nurul and Naviati, Elsa (2016) Pengetahuan Ibu mengenai Penanganan Pertama
Kejang Demam pada Anak di Kelurahan Ngaliyan Semarang. Undergraduate thesis,
Faculty of Medicine. Semarang : Universitas Diponegoro
Mail, E. (2017). PENATALAKSANAAN AWAL KEJANG DEMAM PADA ANAK DI
POLI ANAK RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SURABAYA. Hospital Majapahit
(JURNAL ILMIAH KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO).
Ameliya, Evi Cahyani. 2021. Asuhan Keperawatan pada Bayi Kejang Demam dengan
Masalah Keperawatan Risiko Jatuh. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah
Ponorogo.
Jasni. 2020. Asuhan Keperawatan pada An. K dengan Diagnosa Kejang Demam Sederhana
di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan. Karya Tulis Ilmiah.
Universitas Borneo Tarakan.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta : DPP PPNI.
Sabella, Rofifah Isro’atus. 2019. Gambaran Tindakan Keperawatan pada Masalah
Keperawatan Utama Anak dengan Kejang Demam di Rumah Sakit Perkebunan
Wilayah Keresidenan Besuki. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Jember.
Susanti, Susi. 2018. Asuhan Keperawatan pada An. F dengan Kejang Demam di Ruang
Rawat Inap Anak Rumah Sakit “dr. Achmad Mochtar” Bukittinggi Tahun 2018.
Karya Tulis Ilmiah. Padang : STIKes Perintis Padang.
35
TERAPI BERMAIN PADA ANAK OBESITAS
DISUSUN OLEH :
1. ODHIK ANGGRAINY_30902000177
2. PUSPA DESY LIESVI AN _30902000178
3. PUTRI DWI SUSWANTY_30902000179
4. PUTRI RARA SEKAR AMELIA_30902000180
5. RACHMA ANANDA PUTRI_30902000181
6. RAHMA ADHELIA AQIQI_30902000182
7. REKA NEBTI HELINA_30902000183
8. RESKI SALSASISCA SEPHIANTI_30902000184
9. RISMA AMALIA SAFITRI_30902000187
10. RISMA SABILA_30902000189
11. RIZKA AMALIA_30902000190
12. RIZKA DAVIN SHOFA_30902000191
S1ILMU KEPERAWATAN
2021 / 2022
Terapi Pada Anak Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relatif seseorang
sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, lemak dan protein. Obesitas pada
anak usia sekolah merupakan masalah serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa serta
merupakan faktor resiko terjadinya penyakit metabolik dan degeneratif. Uapaya pencegahan
dan terapi obesitas pada anak dapat dilakukan dengan cara pengaturan diet, peningkatan
aktifitas fisik dan mengubah pola hidup atau perilaku.
NAMA ANGGOTA :
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................. i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ............................................................................................................................. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar .................................................................................................................................... 3
1. Definisi diare ................................................................................................................................. 3
2. Etiologi diare................................................................................................................................. 3
3. Patofisiologi diare ......................................................................................................................... 4
4. Manifestasi Klinis ......................................................................................................................... 5
5. Pemeriksaan penunjang................................................................................................................. 7
6. Penatalaksanaan ............................................................................................................................ 7
B. Konsep Asuhan Keperawatan Diare ................................................................................................. 9
1. Pengkajian ..................................................................................................................................... 9
2. Diagnosa ..................................................................................................................................... 11
3. Intervensi..................................................................................................................................... 11
4. Implementasi ............................................................................................................................... 12
5. Evaluasi ....................................................................................................................................... 12
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus ............................................................................................................................................... 13
B. Pengkajian ....................................................................................................................................... 13
C. Diagnosa ......................................................................................................................................... 16
D. Intervensi......................................................................................................................................... 17
E. Implementasi ................................................................................................................................... 22
F. Evaluasi ........................................................................................................................................... 23
i
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 24
B. Saran ............................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
World Health Organizatin (WHO) (2012), menyatakan bahwa diare merupakan 10
penyakit penyebab utama kematian. Tahun 2012 terjadi 1,5 juta kematian akibat diare.
Sepanjang tahun 2012, terdapat sekitar 5 juta bayi meninggal pada tahun pertama kehidupan.
Kematian tersebut disebabkan karena pneumonia (18%), komplikasi kelahiran preterm (14%)
dan diare (12%).
Diare merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat. Diare juga
merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak di berbagai negara. Diare
dapat menyerang semua kelompok usia terutama pada anak. Anak lebih rentan mengalami
diare, karena sistem pertahanan tubuh anak belum sempurna .
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya diare pada balita, diantaranya
faktor infeksi, faktor malabsorbsi dan faktor makanan. Serta beberapa faktor yang
mempengaruhi diare meliputi faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor gizi dan faktor sosial.
Pengkajian keperawatan terhadap diare dimulai dengan mengamati keadaan umum dan
perilaku anak. Pengkajian selanjutnya yang dilakukan pada pasien diare dengan gangguan
keseimbangan cairan yaitu pengkajian dehidrasi seperti berkurangnya keluaran urine, turgor
kulit yang jelek, ubun-ubun yang cekung. Dampak yang dapat ditimbulkan jika mengalami
gangguan keseimbangan cairan yaitu terjadi hal-hal seperti dehidrasi pada bayi dan balita,
hipoglikemia, mengalami gangguan gizi, gangguan sirkulasi, hingga terjadi komplikasi pada
anak.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko meningkatnya episode diare, diantaranya
dengan pemberian ASI. Pemberian ASI pada bayi atau anak yang mengalami diare akan
memiliki manfaat antara lain untuk mengganti cairan yang hilang (rehidrasi). ASI
mengandung zatzat gizi yang berguna untuk memenuhi kecukupan zat gizi selama diare yang
diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan . Hasil penelitian 92.1% bayi yang
mendapat ASI eksklusif tidak mengalami diare dan 29,5% bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif berpeluang untuk terjadinya diare.
1
B. Rumusan masalah
Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat diberikan kepada anak dengan diare.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Definisi diare
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat
berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam
satu hari (Depkes RI 2011). Sedangkan Menurut World Helath Organization (WHO)
diare adalah kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan
frekuensi tiga kali atau lebih dalam periode 24 jam.
Tinja bayi normal atau sehat berbentuk lembut dan tidak padat. Bayi buang air
besar lebih sering pada 1 - 2 bulan pertama, karena itu sulit untuk mengatakan apakah
bayi menderita diare atau tidak. Kebanyakan bayi memiliki pola feses yang khas. Pola ini
dapat berubah perlahan-lahan dari waktu ke waktu. Berikut ini beberapa tanda bayi
mengalami diare diantaranya seperti frekuensi secara tibatiba seperti lebih dari satu kali
BAB per sekali makan, kotoran menjadi lebih encer, nafsu makan bayi memburuk dan
mengalami hidung tersumbat atau demam juga menunjukkan kecenderungan diare
(Subagyo, Bambang dan Nurtjahjo, 2012).
2. Etiologi diare
Etiologi menurut Ngastiyah (2014) antara lain
A. Faktor Infeksi
1) Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama
diare pada anak.Meliputi infeksi eksternal sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki, Poliomyelitis) Adeno-
virus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris, Strongyloides) protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur
(Candida albicans)
3
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitits
media akut
(OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah
2 tahun.
A. Faktor malabsorbsi
a) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
b) Malabsorbsi lemak
c) Malabsornsi protein
B. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan.
C. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar).
3. Patofisiologi diare
Patofisiologi Diare Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah:
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan meyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Mukosa usus halus adalah epitel
berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan
tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika terdapat
bahan yang secara osmotik dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik
dan hipertronik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat
tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan
hipertonik, air dan elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen
usus sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah
sehingga terjadi diare.
2. Gangguan Sekresi
4
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan mediator
abnormal misalnya enterotoksin yang menyebabkan villi gagal mengabsorbsi
natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal
ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
3. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya, bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula.
4. Manifestasi Klinis
Diare karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu
tanpa pengulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan pada tubuh yang mengakibatkan ranjatan hipovolemik atau karena gangguan
kimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Kehilangan cairan dapat menyebakan
haus, berat badan menurun, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turtor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi
air yang isotonik. Kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam. Reaksi ini adalah usaha tubuh
untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2
normal dan base excess sangat negatif . Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi
dan anak menjadi gelisah dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin
disertai dengan lendir ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
5
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya
asam laktat yang berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering .
Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi
menjadi :
Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadangkadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas
sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air
mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang
dingin yang dingin dan pucat.
Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya
pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan 16 pulsasi yang melemah,
hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan
ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu
minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa pengisian
kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat
6
5. Pemeriksaan penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi berat atau toksisitas berat atau diare
berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaannya antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit,
leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan
tinja, pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis
dan tes serologi amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus,
biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis.
Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki
leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada
salmonellosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan
volume cairan dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya
leukosit dalam tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan
parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam tiga bulan
sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk
pengukuran toksin clostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu
dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau
pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin
adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare,
kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma di
daerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan juga jika mukosa terlihat
inflamasi berat.
6. Penatalaksanaan
A. PENGGANTIAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Aspek paling penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan
elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus
dilakukan pada semua pasien, kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat
membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi intavena. Idealnya, cairan rehidrasi
oral harus terdiri dari 3,5 gram natrium klorida, 2,5 gram natrium bikarbonat, 1,5
gram kalium klorida, dan 20 gram glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia
secara komersial dalam paket yang mudah disiapkan dengan dicampur air. Jika
7
sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat
dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2-4
sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak
merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan
normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer laktat, suplemen kalium diberikan
sesuai panduan kimia darah. Status hidrasi harus dipantau dengan baik dengan
memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, serta penyesuaian infus jika
diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.2
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar.
Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai rumus
B. ANTIBIOTIK
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian antibiotik.
2 Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti
demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pe
lancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik dapat secara empiris
(tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifi k diberikan berdasarkan kultur dan resistensi
kuman.
C. OBAT ANTI-DIARE
Kelompok Anti-sekresi Selektif
Terobosan terbaru milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril
yang bermanfaat sebagai penghambat enzim enkephalinase, sehingga enkephalin
dapat bekerja normal kembali. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi elektrolit,
sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan. Hidrasec sebagai generasi
pertama jenis obat baru anti-diare dapat pula digunakan dan lebih aman pada anak.
Kelompok Opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl, serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat. Penggunaan kodein adalah 15-60 mg 3x sehari,
loperamid 2-4 mg/3-4 kali sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
8
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan, sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila diberikan dengan benar cukup
aman dan dapat mengurangi frekuensi defekasi sampai 80%. Obat ini tidak
dianjurkan pada diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri.
Kelompok Absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau
toksin. Melalui efek tersebut, sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-
zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
Zat Hidrofi lik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis, dan Catechu dapat membentuk koloid dengan
cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekuensi dan konsistensi feses, tetapi
tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10
mL/2 kali sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Probiotik
Kelompok probiotik terdiri dari Lactobacillus dan Bifi dobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila meningkat jumlahnya di saluran cerna akan memiliki
efek positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Untuk
mengurangi/ menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah adekuat.
1. Pengkajian
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan.
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Riwayat nutrisi
b. Pemeriksaan fisik
4. Keadaan umum
9
5. Berat badan
6. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
b) Mata
c) Hidung
d) Telinga
e) Muut dan lidah
f) Leher
g) Thorak
1. Jantung
a. Inspeksi
b. Auskultasi
2. Paru-paru
a. Inspeksi
h) Abdomen
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Auskultasi
i) Ektremitas
j) Genitalia
c. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan laboratrium
a. Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum
b. Pemeriksaan urin
c. Pemeriksaan tinja
d. Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa
2. Pemeriksaan penunjang
a. Endoskopi
b. Radiologi
c. Pemeriksan lanjutan
10
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus diare sebagai berikut :
a. Gangguan pertukaran gas
b. Diare
c. Hipovolemi
d. Gangguan integritas kulit
e. Defisit nutrisi
f. Risiko syok
g. Ansietas
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan
dari klien, dan atau/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi
dilakukan untuk membantuk klien mencapai hasil yang diharapkan.
1. Tindakan Observasi
2. Tindakan Terapeutik
Tindakan yang secara langsung dapat berefek memulihkan status kesehatan pasien
atau dapat mencegah perburukan masalah kesehatan pasien. Tindakan ini umumnya
menggunakan kata-kata ‘berikan’,’lakukan’ dan kata-kata lainnya.
3. Tindakan Edukasi
Tindakan ini yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pasien merawat dirinya
dengan membantu pasien memperoleh perilaku baru yang dapat mengatasi masalah.
Tindakan ini umumnya menggunakan kata-kata ‘ajarkan’,’anjurkan’, atau’latih’.
11
4. Tindakan Kolaborasi
4. Implementasi
Implementasi ialah kegiatan yang dilakukan dengan perencanaan dan mengacu
kepada aturan tertentu untuk mencapai tujuan suatu kegiatan. Intinya, implementasi dapat
dilakukan bila sudah terdapat rencana atau konsep acara yang hendak dilakukan. Hasil
implementasi dari rencana tersebut diharapkan mencapai tujuan secara maksimal dan
tidak mengecewakan orang-orang yang sudah menantikannya.
Tujuan dari implementasi adalah untuk menerapkan dan mewujudkan rencana
yang telah disusun menjadi bentuk nyata. Hal itu karena dalam menyusun suatu rencana
disusun pula tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian, implementasi secara
praktis bisa dikatakan sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuan terkait.
5. Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian ini merupakan
proses untuk menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. Macam-Macam
Evaluasi Keperawatan dalam asuhan keperawatan antara lain : Pertama Evaluasi proses
(formatif) yaitu Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, Berorientasi pada
etiologi, Dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai
dan Kedua Evaluasi hasil (sumatif) yaitu Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna, Berorientasi pada masalah keperawatan, Menjelaskan
keberhasilan/ketidakberhasilan, Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien
sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
12
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus
Anak laki-laki, usia 9 bulan dengan diagnosa medis Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang.
Menurut keterangan keluarga, klien baru saja ganti susu formula satu minggu yang lalu, anak
juga sering memasukan benda-benda mainanya ke dalam mulut. Keadaan umum pasien
sadar, berak cair 1 kali dari jam 08.00, warna kuning, tidak ada ampas, disertai muntah-
muntah dari jam 08.00 2 kali muntah. Setiap buang air kira-kira 75 cc dan setiap muntah
kira-kira 25 cc. Kondisi turgor kulit masih kembali dengan cepat, ubun-ubun datar, mata
tidak cekung, mukosa bibir lembab, anak rewel dan suka menangis, susah minum susu dan
biasanya langsung muntah. BB : 9 kg, PB : 70 cm, LL : 17 cm, LK : 40 cm, LD : 38 cm.
Pasien terpasang infus KAEN 3B 730 cc/24jam. Terapi : peroral : ketokonazole 1x45mg,
zink sulfat 1x20mg, paracetamol 1 cth ( k/p) dan oralit 100 cc/ BAB. Diet : 3 x bubur tempe
dan 3x200 cc susu LLM. Hasil laboratorium: Hb ; 11,3 gr/dl, HCT : 32,9 %, leukosit 15
ribu/mmk, trombosit 436 ribu/mmk,. Faeces : konsistensi cair, amoeba -, jamur +, lemak ++,
bakteri +, jamur +, protein +. Tanda-tanda vital : N : 110 x / menit, RR : 24 x / menit, S:
37,0oC. Infuse KAEN 3B : 730 cc, Susu LLM/ASI : 350 cc
B. Pengkajian
Tanggal masuk : 12 Maret 2022 (09.00)
Tanggal pengkajian : 12 Maret 2022 (10.00)
I. IDENTITTAS DATA
Nama : An.G
Tanggal lahir : 5 Juni 2021
Umur : 9 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama ayah : Tn.H
Nama ibu : Ny.S
Pekerjaan ayah : Pegawai swasta
Pekerjaan ibu : IRT
Alamat : Kel Damai Baru
13
II. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan Utama :
Mengalmi BAB 1 kali dan cair (dehidrasi ringan)
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kata orang tua klien berak cair berwarna kuning, tidak ada ampas, disertai muntah-
muntah dari jam 08.00 2 kali muntah. Anak rewel dan suka menangis, susah minum
susu dan biasanya langsung muntah.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita diare sebelumnya.
14
g. Thorak
1. Jantung
a. Inspeksi
Iktus kordis tampak terlihat
b. Auskultasi
Denyut jantung normal
2. Paru-paru
a. Inspeksi
Pernapasan normal
h. Abdomen
5. Inspeksi
Mengalami distensi abdomen dan kram
6. Palpasi
Kondisi turgor kulit masih kembali dengan cepat
7. Auskultasi
Bising usus meningkat
i. Ektremitas
CRT kembali < 2 detik, akral dingin.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb : 11,3 gr/dl
HCT : 32,9 %,
Leukosit : 15 ribu/mmk
Trombosit : 436 ribu/mmk.
Faeces : konsistensi cair, amoeba -, jamur +, lemak ++, bakteri +, jamur +,
protein+
15
C. Diagnosa
a. Diare b.d parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi, iritasi, malabsorbsi
b. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif akibat diare
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah
16
D. Intervensi
17
darah lengkap dan
elektrolit
3. Edukasi
a. Anjurkan
melanjutkan
pemberian ASI
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian obat
antimotilitas, obat
antispasmodic, atau
obat pengeras feses.
18
terganggu laboratorium
3. Intake cairan tidak h. Monitor status
terganggu hemodinamik
2. Terapeutik
a. Catat intake-output
dan hitung balance
cairan 24 jam
b. Berikan asupan
cairan, sesuai
kebutuhan
c. Berikan cairan
intravena, jika perlu
3. Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian diuretic,
jika perlu
b. Kolaborasi
pemberian cairan
IV, jika perlu
19
DS: Klien muntah- nutrienmonitor
muntah dari jam 08.00 2 Kriteria Hasil: asupan makanan
kali muntah dan setap 1. Asupan makanan d. Identifikasi perlunya
muntah kira-kira 25 cc. dan cairan tidak penggunaan selang
menyimpang dari nasogastric
rentang normal e. Monitor BB
2. Asupan makann f. Monitor hasil
secara oral adekuat pemeriksaan
3. Asupan cairan laboratorium
secara oral adekuat
4. Berat badan dalam 2. Terapeutik
kisaran normal a. Fasilitasi
menentukan
pedoman diet
b. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
c. Berikan makanan
tinggi kalori dan
protein
d. Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogatrik
jika asupan oral
dapat ditoleransi
3. Edukasi
a. Anjurkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
20
a. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
b. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu
21
E. Implementasi
No
Tgl/jam Implementasi Respon ps Ttd
DX
12 Maret 2022 1 Mengkaji keluhan pasien DS : keluarga klien mengatakan
ttv setiap 8 jam sekali bahwa anaknya diagona medis
09.00
diare akut dehidrasi ringan
sedang. Berak cair 1kali , dan
muntah-muntah
DO : kondisi turgor kulit
kembali dengan cepat , ubun-
ubun datar , mukosa bibir
lembab. N: 110x/menit ,
RR:24x/menit , T: 37,0oC.infus
KAEN 3B :739cc , susu
LLM/ASI : 350cc
Mengopservasikan tanda- DS : -
2
tanda dehidrasi DO : keluarga kooperatif
22
F. Evaluasi
S : dari keluarga klien mengatakan bahwa anaknya diagnose medis diare akut
dehisrasi ringan sedang. Berak cair 1 kali dan muntah- muntah.
O :kondisi turgor kulit kembali dengan cepat, ubun-ubun datar, mukosa bibir
lembab. N: 110x/menit, RR: 37,0 C. Infus KAEN 3B: 739cc, susu LLM/ASI:
350cc.
A : diare teratasi dan pengeluaran feses terkontrol, asupan cairan secara oral
adekuat, dan asupan makanan terutama serat adekuat.
P : intervensi dilanjutkan.
S : klien rewel dan suka menangis, susah minum susu dan biasanya langsung
muntah.
O : klien berak cair 1 kali dari jam 08.00, berwarna kuning, tidak ada ampas,
disertai muntah dan keluarga kooperatif
A : berat badan klien stabil, keseimbangan intake dan output dalam 24 jam tidak
terganggu, intake cairan tidak terganggu.
P : intervensi dihentikan
A : asupan makanan dan cairan tidak menyimpang dari rentang normal, asupan
makanan secara oral adekuat, asupan cairan secara oral adekuat, dan berat
badan dalam kisaran normal
P : intervensi dilanjutkan.
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa
air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam satu hari.
Diare merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat.Diare dapat
menyerang semua kelompok usia terutama Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya diare , diantaranya faktor infeksi, faktor malabsorbsi , faktor makanan,lingkungan,
faktor perilaku, faktor gizi dan faktor sosial. Anak akan lebih rentan mengalami diare,
karena sistem pertahanan tubuh anak belum sempurna.
B. Saran
Diare merupakan masalah penyakit yang sudah tidak asing lagi untuk masyarakat,namun
banyak orang menganggap masalah diare itu ringan sehingga mereka meremehkan. Namun
diare adalah penyakit yang berbahaya tetapi kita dapat mencegah dengan menjaga kebersihan
makanan,lingungan,kebiasaan,dan pola hidup yang sehat. Jadi tetaplah menjaga pola hidup
sehat agar terhindar dari penyakit seperti diare.
24
DAFTAR PUSTAKA
Paramita L. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diare Di Ruang 2 Ibu Dan Anak Rs
Reksodiwiryo Padang. J Keperawatan. Published online 2017.
Andhini NF. Diare. J Chem Inf Model. 2017;53(9):1689–1699.
Ii BAB, Pustaka T. Jurnal Del 7. Published online 2011:6–31.
Amin, L. Z. (2015). Tatalaksana diare akut. Cermin Dunia Kedokteran, 42(7), 504-508.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
25
WOC HYDROCEPHALUS
Hydrocephalus
Penumpukan cairan cerebrospinalis (CSS) Hydrocephalus
dalam vertrikel otak secara aktif Peningkata TIK
Desakanpadaotak&se
Desakan pada
➢ Produksi likuor berlebih jaringan otak laput meningen
➢ Peningkatan resistensi aliran likuor Desakan pada
➢ Penekanan tekanan sinus venosa medulla oblongata
Vasokonstriksi
Hambatan mobilitas fisik pembuluh darah otak
Sakit dan nyeri kepala Gangguan mekanisme pengaturan/ persyarafan (arteriotak)
di medulla oblongata
Kulit kepala tipis dan tidak dapat bergerak
Nyeri Akut
Nausea, vomitus Gangguan aliran darah keotak
Kepala membesar
Pemasangan VP sunt
Tindakakanpe
Ketidakseimbangan nutrisi Tumbuh kembang anak terganggu Resiko
mbedahan
kurang dari kebutuhan tubuh ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Resiko Keterlambatan pertumbuhan dan Krisis pada keluarga
infeksi perkembangan
Kurang informasi terhadap penyakit
Defisiensi pengetahuan
Penyebab tidak langsung (kurangnya
Penyebab
ketahanan pangan keluarga, kualitas
langsung (kurang
perawatan ibu dan anak, buruknya pelayanan
asupan
kesehatan, sanitasi lingkungan kurang, faktor
makanan,penyakit)
sosial ekonomi yang rendah)
MALNUTRISI
(Kurang Energi
Protein/KEP)
Terjadi marasmus
Defisiensi sumber Defisiensi protein dan kwarshiorkor
karbohidrat secara bersamaan
disertai edem yang
Defisiensi asam tidak mencolok
MK :
Ketidakefektifan
Pola Nafas
Diagnosa keperawatan
Pengkajian Fokus c. Pemeriksaan fisik 1. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorpsi
a. Riwayat keperawatan dan diet. 1) Keadaan fisik: apatis, lesu nutrien d.d diare dan anoreksia
1)Anggaran makan, makanan 2) Berat badan: obesitas, kurus 2. Resiko ketidakseimbangan cairan d.d diare dan
kesukaan, waktu makan (underweight ). anoreksia
2)Apakah ada diet yang dilakukan 3) Otot: flaksia / lemah, tonus 3. Gangguan tumbuh kembang b.d efek ketidakmampuan
secara khusus. kurang, tenderness, tidak fisik d.d pertumbuhan fisik terganggu
3)Adakah penurunan dan peningkatan mampu bekerja. 4. Gangguan integritas kulit jaringan b.d perubahan status
berat badan dan berapa lama periode 4) Sistem saraf: bigung, rasa nutrisi d.d kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
waktunya? terbakar, parestbesia, reflek seperti turgor kulit menurun dan kulit keriput
4) Adakah status fisik pasien yang menurun. 5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d merasa lemah
dapat meningkatkan diet seperti luka 5) Fungsi gastrointestinal: 6. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
bakar dan demam? anoreksia, konstipasi, diare, (kelemahan otot pernapasan) d.d HR meningkat dan RR
5) Adakah toleransi makanan atau pembesaranliver. meningkat
minumam tertentu? 6) Kardiovaskuler: denyut nadi 7. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi
b. Faktor yang memengaruhi diet lebih dari 100 x/menit, irama hemoglobin d.d suplai oksigena ke jaringan menurun
1)Status kesehatan abnormal,tekanan darah 8. Resiko infeksi d.d ketidakmampuan pertahanan tubuh
2) Kultur dan kepercayaan rendah/tinggi. primer : kerusakan integritas kulit, ketidakmampuan
3) Status sosial ekonomi. 7) Rambut: kusam, kering, pertahanan tubuh primer : Imunosupresi
4) Faktor psikologis pudar, kemerahan, tipis,
5) Informasi yang salah tentang pecah/patah-patah
makanan dan cara berdiet. 8) kulit: kering, pucat, iritasi,
Intervensi keperawatan
petekhie, lemak di subkutan
Manajemen nutrisi
Implementasi keperawatan
tidak ada
Observasi
Manajemen Nutrisi 9) Bibir: kering, pecah-pecah,
- Identifikasi status nutrisi
Observasi bengkak, lesi, stomatitis,
- mengidentifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
membranmukosa pucat.
- mengidentifikasi alergi dan intoleransi - Identifikasi makanan yang disukai
10) Gusi: perdarahan,
makanan - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- mengidentifikasi makanan yang disukai
peradangan.
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis 11) Lidah: edema, hiperemasis.
- Monitor asupan makanan
nutrien 12) Gigi: karies, nyeri, kotor.
- mengidentifikasi perlunya penggunaan selang
- Monitor berat badan
13) Mata: konjungtiva
nasogastrik - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
pucat,kering,exotalmus,tanda-
- monitor asupan makanan Terapeutik
- monitor berat badan
tanda infeksi.
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- monitor hasil pemeriksaan laboratorium 14) Kuku: mudah patah.
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
Terapeutik 15)Pengukuran antopometri:
- melakukan oral hygiene sebelum makan
makanan)
Laboratorium
- memfasilitas menentukan pedoman diet - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
1) Albumin (N: 4─ 5,5
- menyajikan makanan secara menarik dan suhu - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
yang sesuai
mg/100ml)
konstipasi
- memberikan makanan tinggi serat untuk 2) Transferin (N:170 ─ 25
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
mencegah konstipasi mg/100 ml)
- memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
3) Hb (N: 12 mg %)
protein - Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik
4) BUN (N:10 ─ 20 mg/100ml)
- memberikan suplemen makanan jika asupan oral dapat ditoleransi.
- memberikan pemberian makan melalui selang
5) Ekskresi kreatinin untuk 24
Edukasi
nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi jam (N: laki- lak: 0,6 ─ 1,3
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Edukasi mg/100ml, wanita: 0,5 - 1,0
- menganjurkan posisi duduk
- Ajarkan diet yang diprogramkan
mg/100ml)
- menganjurkan diet yang di programkan Kolaborasi
Kaborasi - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
- kolaborasi pemberian medikasi sebelum Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
makan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
- kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlab kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Evaluasi keperawatan
Frekuensi makan membaik
Status Nutrisi : Membaik
- Nafsu makan membaik
Kriteria hasil
- Tebal lipatan kulit trisep membaik
- Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
- Membran mukosa membaik
- Kekuatan otot pengunyah meningkat
- Kekuatan otot menelan meningkat
- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
- Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
- Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat
- Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat
- Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan
meningkat
- Diare menurun
- Berat badan membaik
- Indeks massa tubuh (IMT) membaik