Anda di halaman 1dari 22

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/343166552

Konsep dan Aplikasi Budaya Organisasi

Chapter · September 2020

CITATIONS READS

0 1,953

1 author:

Khristian Edi Nugroho Soebandrija


Binus University
104 PUBLICATIONS   24 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Aerodynamics Assessment on Military and Civilian Aircraft View project

Corporate Strategy: Product-Service Ecosystems and Future Priming View project

All content following this page was uploaded by Khristian Edi Nugroho Soebandrija on 03 October 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


8
8 KONSEP DAN APLIKASI BUDAYA
ORGANISASI

Dr. Khristian Edi Nugroho Soebandrija, B.S.I.E., M.M.

There’s no magic formula for great company culture. The key is just to
treat your staff how you would like to be treated.

— Richard Branson

8.1 PENDAHULUAN
Budaya organisasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam faktor
keunggulan kompetitif yang berkesinambungan, yang dikenal sebagai
competitive sustainable advantage (CSA). Dalam lingkup diskusi yang
ilmiah maupun praktis, terdapat diskusi spesifik terkait human capital-
based competitive advantage (HC-BCA). Dalam beberapa managerial
implication, diskusi HC-BCA dikaitkan dengan firm-specific incentive (FSI).
Pendekatan yang dilakukan dalam diskusi spesifik tersebut, mengacu
pada dua hal utama, yaitu pelanggan dan staf, yang didefinisikan sebagai
customer and employee. Untuk acuan pertama pada pelanggan,
organisasi melakukan diferensiasi produk dengan menciptakan unique
value for customers; dan juga acuan kedua, yaitu unique value for
employees yang dapat mempertahankan karyawan terbaik sebagai human
capital-based competitive advantage. Sehingga, kedua hal tersebut
membantu perusahan dalam budaya organisasi yang terintegrasi dengan
competitive sustainable advantage (Kryscynski dkk., 2020)

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 1
Konsep dan aplikasi budaya organisasi dalam diskusi ini mencakup
multi disiplin yang tidak hanya dari sisi teoritis, namun juga dari sisi empiris.
Aspek multi disiplin yang dimaksud terutama mengintegrasikan juga unsur
engineering, dalam trilogy of professional engineering, industrial
engineering and business engineering.
Diskusi budaya organisasi dalam bab ini merupakan daftar bacaan
manajemen strategis kontemporer yang wajib diperbarui dan menarik,
dalam kapasitas pembaca sebagai sebagai manajemen puncak dan
pengambil keputusan dalam the next normal and sustainability.
The next normal and sustainability menjadi sangat penting dalam
Industry X.0 and strategic management dalam era digital yang didominasi
transformasi digital dan disrupsi inovasi (Suriyankietkaew dan Petison,
2020).

8.2 KONSEP TRANSFORMASI DIGITAL


Transformasi digital dianggap sebagai bagian terpenting dari kehidupan
manusia dan sangat diperlukan dalam semua upaya untuk pertumbuhan,
perluasan, kualitas, dan keberlanjutan; termasuk mengejar keberlanjutan
manajemen strategis. Diskusi ini mengelaborasi tinjauan literatur
sistematis dari beberapa pemikiran akademisi. Pemikiran tersebut
dielaborasi dalam pilar trilogi metodologi penelitian. Selanjutnya pilar
tersebut berkontribusi pada sektor yang diterapkan dan memberikan
kontribuasi melalui dukungan transformasi digital yang menjadi tulang
punggung dalam budaya organisasi (Gebayew dkk., 2020).
Dengan melihat pola konsumsi yang beragam, produsen dapat
membuat suatu ransformasi digital di era digital tersebut terjalin erat
dengan inovasi disruptif, dan bisa juga disebut sebagai inovasi disruptif
digital. Inovasi yang mengganggu dalam teori disrupsi ini tidak, dan tidak
akan pernah, menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi
secara khusus atau kesuksesan bisnis secara umum. Pada akhirnya,
inovasi yang mengganggu di mana-mana ini merupakan leksikon
manajemen populer. Leksikon tersebut menjadi semakin nyata dalam
penerapan di budaya organisasi (Christensen dkk., 2015).

2 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
8.3 KONSEP INDUSTRY X.0
Industri X.0 dalam diskusi ini mengacu pada portmanteau, atau perpaduan
linguistik dari kata-kata glokalisasi sebagai campuran globalisasi dan
lokasi; termasuk pendekatan serempak dari pendekatan teoretis dan
empiris. Globalisasi tepatnya mengacu pada globalisasi Industri X.0 dalam
konstelasi global; dan lokalisasi mengacu pada kearifan dan budaya
Indonesia.
Industri X.0 mengatur teknologi yang muncul, terhubung dan cerdas
untuk mengubah industri secara digital; istilah yang diciptakan oleh
Accenture (Abood dan Quilligan, 2018). Menurut definisi Accenture,
Industri X.0 adalah salah satu pendekatan yang memanfaatkan teknologi
canggih untuk menemukan kembali produk dan layanan dari desain dan
rekayasa hingga manufaktur dan dukungan, mempercepat efisiensi
operasional dan pertumbuhan di seluruh perusahaan (Abood dan
Quilligan, 2018).
Industri X.0 merupakan kebaruan dalam leksikon manajemen
populer yang berkaitan dengan transformasi digital di mana praktisi Eric
Schaeffer menekankan nilai di era digital saat ini. Nilai ini memicu
kebutuhan bisnis korporasi menuju Industri X.0 yang tertata dan
manajemen strategis untuk keberlanjutan di era digital. Berdasarkan
penelitian dan wawasan yang signifikan, Abood dan Quilligan (2018) telah
mengidentifikasi kompetensi inti dalam transformasi digital.
Industri X.0 memikat transformasi termasuk transformasi digital
dalam pendekatannya yang unik. Transformasi digital tersebut
mengintegrasikan kerangka kerja dalam pilar trilogi produk terhubung,
rekayasa digital, dan operasi digital seperti yang digambarkan pada
Gambar 8.1.

8.4 KONSEP STRATEGIC MANAGEMENT


Tinjauan bibliometrik dari manajemen strategis untuk keberlanjutan
disediakan dalam diskusi ini melalui komposisi pengelompokan pada
keberlanjutan termasuk strategi keberlanjutan perusahaan dan strategi
keberlanjutan sistem, yang diilustrasikan pada Gambar 8.2. Perusahaan

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 3
beroperasi dalam lingkungan yang berubah dengan cepat, di mana
"manajemen strategis untuk keberlanjutan" memiliki peran penting di
panggung utama dan tinjauan bibliometriknya mulai dari tahun 1991
hingga 2019 (Suriyankietkaew dan Petison, 2020; Wang dkk., 2020).

Gambar 8.1 Industri X.0 dan transformasi digital (Abood dan Quilligan,
2018)

Gambar 8.2 Empat puluh bibliometrik dari manajemen strategi dan


kesinambungan (Wang dkk., 2020)

4 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
8.5 KONSEP ORGANIZATIONAL CULTURE (OC)
Konsep budaya organisasi, atau yang lebih dikenal sebagai organizational
culture, (OC) adalah konsep yang secara klasik telah banyak didiskusikan
dan diilustrasikan di Gambar 8.3. Terutama diskusi oleh akademisi telah
dilakukan dan dipublikasikan sejak tahun 1983 oleh Schein; tahun 1986
oleh Barney, dan 1987 oleh Weick. Kemudian berlanjut di tahun 1991 oleh
Oreilly, sampai beberapa publikasi oleh beberapa akademisi di tahun 1991
oleh Oreilly dan juga di tahun 2000 termasuk di tahun 2006 oleh Leidner
(Duarte dkk., 2019).

Gambar 8.3 Analisis bibliometrik tentang organizational culture 1980-


2018 (Duaret dkk., 2019)

Budaya organisasi didefinisikan dengan beberapa perspektif dan


pengertian yang berbeda (Ertosun dan Adiguzel, 2018). Sebagai ilustrasi
pertama, definisi yang ada adalah bagaimana sekelompok orang belajar
selama periode waktu tertentu untuk memecahkan masalah kelangsungan
hidupnya dalam lingkup internal dan eksternal (Schein, 1990). Kemudian,
sebagai ilustrasi ketiga, Schneider dkk. (2013) mendefinisikan budaya

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 5
organisasi sebagai asumsi dasar tentang dunia dan nilai-nilai yang
menjadi panduan aktifitas dalam kehidupan organisasi.
Budaya organisasi adalah aspek penting dari bisnis atau organisasi
yang sukses (Kasemsap dkk., 2017). Dalam hal ini, budaya organisasi
mempengaruhi karyawan dan proses organisasi dan memainkan peran
penting dalam perusahaan dan, dapat membawa keunggulan kompetitif
bagi organisasi (Ertosun dan Adiguzel, 2018). Selanjutnya, budaya
organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan efektivitas sebuah
perusahaan dan itu dapat menjadi faktor keberhasilan sebuah organisasi.
(Warrick, 2017). Dalam perspektif yang lain budaya organisasi
menunjukkan cara khas dalam mengarahkan anggota organisasi ke arah
tujuan bersama (Calciolari dkk., 2018).
Secara spesifik, menarik untuk memberikan pemetaan tentang
universitas dan institusi manakah yang secara produktif mempublikasikan
karya akademis terkait budaya organisasi, dalam ilustrasi Gambar 8.4.

Gambar 8.4 Karya ilmiah terkait budaya organisasi dan universitas serta
institusi yang produktif mempublikasikan (Cui dkk. 2018)

6 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
8.6 KONSEP DAN APLIKASI FIRM-SPECIFIC INCENTIVE (FSI)
Pertama secara konsep, firm-specific incentive (FSI) menjadi topik penting
dalam diskusi #6 ini, termasuk hubungannya topik penting lainnya dalam
diskusi #7, yaitu human capital-based competitive advantage (HC-BCA).
FSI dan HC-BCA menjadi bagian strategis dalam budaya organisasi, baik
dalam lingkup konsep maupun aplikasinya untuk mencapai competitive
sustainable advantage (CSA) bagi organisasi.
Meskipun terdapat literatur yang kaya tentang insentif dan banyak
penelitian yang mengeksplorasi keduanya penggerak motivasi moneter
dan non-moneter, kami tidak menemukan teori eksplisit tentang
perusahaan-spesifisitas sebagai aspek insentif di luar penyebutan
sederhana ini sebagai kemungkinan (Coff, 1997; Campbell dkk. 2012;
Chadwick, 2017).
Kedua, diskusi ini melanjutkan secara konsep, dengan mengacu
pada aplikasi FSI, dengan berangkat dari perspektif teoritis menuju
perspektif empiris dari dimensi yang ada. Dimensi umum dari insentif
dalam literatur yang sudah dipublikasikan secara umum menunjukan
bahwa FSI dapat bervariasi dan lintas dimensi dari satu perusahan
dibandingkan perusahaan lainnya (Kryscynski dkk., 2020).
Aplikasi yang dimaksud Kryscynski dkk. (2020) tersebut mengacu
pada beberapa dimensi terkait incentive typologie. Dimensi pertama
mengacu pada pecuniary/material/tangible. Dimensi tersebut diaplikasikan
berdasarkan definisi bahwa insentif memiliki nilai uang atau yang bisa
dikonversikan secara mudah ke dalam nilai moneter (Clark dan Wilson,
1961).
Dimensi kedua, selanjutnya, mengacu pada intrinsic/intangible.
Dimensi tersebut diaplikasikan berdasarkan definisi bahwa Insentif terkait
kepuasan pribadi dari keterlibatan dalam pekerjaan yang menyenangkan
secara bawaan (Gottschalg dan Zollo, 2007).
Dimensi ketiga, memberikan perspektif yang mengacu pada
extrinsic. Dimensi tersebut diaplikasikan berdasarkan definisi bahwa
insentif bersifat imbalan eksternal, berwujud atau tidak berwujud, yang

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 7
tidak diturunkan langsung dari pekerjaan itu sendiri. Imbalan tersebut
sering berupa uang (Gottschalg dan Zollo, 2007).
Dimensi keempat, melengkapi perspektif dari dimensi lainnya,
mengacu pada high powered. Dimensi tersebut diaplikasikan berdasarkan
definisi bahwa insentif terkait imbalan yang terikat erat untuk kinerja
individu (Zenger dan Hesterly, 1997).
Dimensi kelima, selanjutnya, mengacu pada low powered. Dimensi
tersebut diaplikasikan berdasarkan definisi bahwa Insentif terkait imbalan
yang fleksibel untuk kinerja individu (Zenger dan Hesterly, 1997).
Dimensi keenam, sebagai kesatuan dengan dimensi lainnya,
mengacu pada solidary. Dimensi tersebut diaplikasikan berdasarkan
definisi bahwa insentif berupa motivasi dari keanggotaan kelompok dan
identifikasi; status dari asosiasi (Clark dan Wilson, 1961).

8.7 KONSEP DAN APLIKASI HUMAN CAPITAL-BASED


COMPETITIVE ADVANTAGE (HC-BCA)
Beberapa penelitian akademisi telah menyentuh tentang firm-specific
incentive (FSI) seperti Bidwell dkk. (2015) menemukan bahwa perusahaan
berstatus tinggi mungkin memiliki daya tarik keuntungan dan temuan
Burbano (2016) bahwa karyawan dapat menerima upah yang lebih rendah
ketika perusahaan menawarkan misi sosial yang unik. Literatur ini
menyiratkan bahwa insentif khusus perusahaan dapat memfasilitasi
human capital-based competitive advantage (HC-BCA) (Coff, 1997;
Chadwick, 2017).

8.8 KONSEP DAN APLIKASI COMPETITIVE SUSTAINABLE


ADVANTAGE (CSA)
Meskipun gagasan bahwa perusahaan dapat menawarkan firm-specific
incentive (FSI) perusahaan dipandang tidak mengejutkan, tidak ada
pengembangan teoritis yang kohesif tentang bagaimana mereka
melakukan pendekatan yang berbeda dari banyak jenis insentif yang
dieksplorasi di dalam literatur. Sehingga hal ini menjadi tidak jelas dari

8 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
mana sumber insentif khusus perusahaan berasal dan kapan tepatnya
mereka paling mungkin memfasilitasi competitive advantages, baik human
capital-based competitive advantage (HC-BCA) maupun competitive
sustainable advantage (CSA).
Dengan kata lain, tampaknya, sementara perusahaan sering secara
aktif berupaya memanfaatkan firm-specific incentive (FSI) perusahaan
untuk menciptakan competitive advantage dalam praktiknya, namun ada
perbedaan mendasar dari perkembangan teoritis dalam mengidentifikasi
bagaimana dan kapan mereka menjadi efektif.
Perbedaan mendasar dari teori semacam itu menjadi bermasalah
apabila dilihat dari tiga pertimbangan. Pertimbangan pertama, strategi
tradisional pendekatan competitive advantage berbasis modal manusia
secara implisit memakai asumsi bahwa perusahaan relatif homogen dalam
insentif yang mereka tawarkan. Artinya, perusahaan hanya perlu
mengidentifikasi alternatif strategis yang tepat dan selanjutnya memilih
paket insentif yang optimal (Miles dan Snow, 1984; Galbraith dan
Kazanjian, 1986; Balkin dan Gomez-Mejia, 1990). Hal ini dilakukan dengan
asumsi mereka dapat menawarkan insentif apa pun dan dengan situasi di
mana biaya setiap insentif tidak bervariasi di seluruh perusahaan. Ini
membatasi kemampuan teori yang ada untuk memasukkan heterogenitas
dalam pemberian insentif.
Pertimbangan kedua, insentif dipandang dapat menjelaskan
bagaimana dan mengapa beberapa perusahaan menyadari competitive
advantage secara independen sumber daya manusia khusus perusahaan.
Sebagian besar penelitian sebelumnya berujung pada asumsi bahwa
modal manusia umum tidak dapat menjadi source of competitive
advantage (Molloy dkk., 2011), tetapi ini mengabaikan alternatif bahwa
perusahaan dapat membedakan diri mereka berdasarkan insentif.
Pertimbangan ketiga, teori yang kuat tentang spesifik perusahaan
insentif dapat memberikan bantuan sebagai jembatan konseptual antara
penelitian mikro tentang insentif dan theory of competitive advantage.
Sementara para akademisi telah mempelajari pengaruh dari
berbagai jenis insentif pada hasil individu, teori khusus perusahaan insentif

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 9
berfokus pada upaya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan.
Pendekatan multi level ini meningkatkan pemahaman yang lebih dalam
tentang fondasi mikro dari strategi (Felin dan Foss, 2005).

8.9 APLIKASI ORGANIZATIONAL CULTURE ASSESSMENT (OCA)


Secara teoritis maupun empiris, budaya organisasi diukur dengan
menggunakan beberapa macam metode. Dalam diskusi lebih lanjut,
penelitian tersebut mengacu pada metode Reigle (2003) yang berjudul
Organizational Culture Assessment: Development of a Descriptive
Instrument Text, yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian harapan
dan kenyataan budaya organisasi. Reigle secara teorities maupun empiris
dalam hal aplikasi di konteks diskusi ini menggunakan rancangan sebuah
instrumen yang bertujuan untuk penelitian, dan dikenal dengan metode
yang dikenal sebagai organizational culture assessment (OCA).
Terdapat lima dimensi dalam OCA untuk mengukur budaya
organisasi, yaitu bahasa, artefak dan simbol, pola perilaku, nilai, dan
asumsi dasar. Pemilihan metode ini oleh peneliti dengan
mempertimbangkan bahwa kompleksitas alat ukur yang tidak dapat
dilakukan dan ditemukan apabila menggunakan metode lain (Reigle
2003).

8.10 APLIKASI ORGANIZATIONAL CULTURE ASSESSMENT


INSTRUMENT (OCAI)
Organizational culture assessment instrument (OCAI) dalam perspektif
aplikasinya diwujudkan dalam penilaian diagnostik budaya berdasarkan
tiga hal yaitu, pertama: pemeriksaan nilai inti; kedua: asumsi bersama;
ketiga: pendekatan umum untuk bekerja (Cameron dan Quinn, 1999).
Dalam perspektif untuk klasifikasi budaya, aplikasi OCAI
dibutuhkan untuk mengidentifikasi organisasi yang mempunyai budaya
asli sebagai awal perubahan budaya, yang diukur dalam konteks budaya
kontroversial (Lim, 1995).

10 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
Pengukuran kuantitatif budaya masih dipandang sebagai budaya
kontroversial, namun dalam diskusi ini disebutkan bahwa Cameron dan
Quinn (1999) menyatakan bahwa data menggunakan pendekatan
kuantitatif. Data OCAI yang dikumpulkan tersebut berasal dari beberapa
individu dalam organisasi. Tujuan pengumpulan data tersebut adalah
memanfaatkan nilai-nilai inti dan asumsi organisasi, sehingga dapat
merepresentasikan budaya yang realistis.
OCAI menggunakan model empat faktor untuk mengklasifikasikan
budaya, sehingga secara pemahaman yang visual maka empat faktor
tersebut terbagi dalam dua kontinu yang membelah dua (Cameron dan
Quinn, 2006). Pertama, kontinum yang dimaksud adalah pemahaman dua
sisi dari stabilitas versus fleksibilitas dalam pendekatan kerja. Kedua,
kontinum yang dimaksud adalah pemahaman dua sisi dan fokus internal
versus eksternal organisasi. Empat faktor untuk mengklarifikasikan
budaya diilustrasikan dalam Gambar 8.5.

Gambar 8.5 Struktur faktor OCAI dalam framework terhadap competing


values (Cameron dan Quinn, 2006)

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 11
8.11 BIBLIOMETRIC ANALYSIS DALAM LINGKUP
ORGANIZATIONAL CULTURE
Organizational culture (OC), atau yang dikenal sebagai budaya organisasi
dalam diskusi ini didefinisikan sebagai aspek penting dari bisnis atau
organisasi yang sukses (Kasemsap dkk., 2017).
Hal ini mempengaruhi karyawan dan proses organisasi serta
memainkan peran penting dalam perusahaan dan dapat membawa
keunggulan kompetitif bagi organisasi (Ertosun dan Adiguzel, 2018).
OC berfungsi sebagai hal yang mempengaruhi kinerja dan
efektivitas suatu perusahaan serta dapat berfungsi sebagai faktor penentu
keberhasilan suatu organisasi (Warrick, 2017). Secara spesifik, dari
lingkup bibliometric analysis, maka budaya organisasi ini adalah indikasi
dari cara khas mengarahkan anggota organisasi ke arah tujuan bersama
(Calciolari dkk., 2018).
Diskusi ilmiah secara teori maupun empiris tentang OC semakin
meningkat, dari tahun ke tahun dari tahun 2000 sampai 2015 dan
seterusnya. Konstruksi dari konsep OC tersebut memberikan kontribusi
yang bervariasi, walaupun pengaruhnya masih dalam hasil penelitian yang
beragam. Untuk mengatasi keragaman tersebut, maka dilakukanlah
analisis bibliometrik.
Analisis tersebut merupakan kuantitatif materi bibliografi, dan dapat
memberikan gambararan yang menyeluruh dari penelitian baik dari
rentang waktu, media diseminasi maupun hal lainn yang hendak dikaji
lebih lanjut suatu bidang penelitian, termasuk OC itu sendiri (Merigo dan
Yang, 2017).
Analisis bibliometrik sangat berharga alat penelitian yang secara
sistematis dapat mewakili sifat disiplin ilmu tertentu oleh menyoroti poin
penelitian kritis dan mengidentifikasi tren penelitian (Zhang dkk., 2016).

12 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
8.12 TRILOGY OF PROFESSIONAL ENGINEERING, INDUSTRIAL
ENGINEERING AND BUSINESS ENGINEERING
Melanjutkan diskusi singkat di bagian pendahuluan, maka konsep dan
aplikasi budaya organisasi ini mencakup multi disiplin yang tidak hanya
dari sisi teoritis, namun juga dari sisi empiris. Aspek multi disiplin yang
dimaksud terutama mengintegrasikan juga unsur engineering, dalam
trilogy of professional engineering, industrial engineering and business
engineering.
Trilogi tersebut sangat penting, terutama untuk pimpinan
perusahaan yang menjadi pengambil keputusan. Pengambilan keputusan
yang mencakup multi disiplin menjadi sangat penting terutama di era
transformasi digital saat ini.
Tepatnya, multi disiplin yang dimaksud menjadi sangat holistik
karena tidak hanya mempertimbangkan sisi engineering namun juga sisi
non engineering. Pertimbangan yang sama berlaku bagi kombinasi antara
financial dan non financial.
Dengan pertimbangan holistik tersebut, maka budaya organisasi
menjadi motor penggerak maksimal bagi organisasi, tidak saja dalam hal
agility and resilience; namun juga dalam hal the next normal and
sustainability yang menjadi bahasan selanjutnya.
Demikian pula hal tersebut berlaku bagi peran serta budaya
organisasi menuju competitive sustainable advantage (CSA). Dalam
lingkup diskusi yang ilmiah maupun praktis, terdapat diskusi spesifik terkait
human capital-based competitive advantage (HC-BCA). Dalam beberapa
managerial implication, diskusi HC-BCA dikaitkan dengan firm-specific
incentive (FSI).
Selanjutnya, sebagai gambaran besar konsep dan aplikasi budaya
organisasi, maka peran serta CSA dikaitkan pula secara spesifik terkait
unique value for customers and unique value for employees.

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 13
8.13 THE NEXT NORMAL AND SUSTAINABILITY
The next normal and sustainability menjadi bagian besar dari motor
penggerak bagi perusahaan dalam lingkup budaya organisasi yang
memprioritaskan competitive sustainable advantage (CSA). Hal ini
bermuara pada konstalasi saat ini di beberapa situasi krisis dan
manajemen resiko, baik beberapa financial crisis sebelumnya, maupun di
situasi pandemi COVID-19.
Konstelasi yang dinamis menunjukkan kondisi dalam situasi
pandemi COVID-19 di mana stakeholders, yang dikenal sebagai
pemangku kepentingan, sudah memperlihatkan pola yang dinamis.
Tepatnya, hal ini perlu disikapi dengan dinamika budaya organisasi yang
juga berorientasi pada stakeholders tersebut, apabila perusahaan
berusaha tetap pada radar ekspektasi yang diinginkan stakeholders.
Konstelasi tersebut tidak hanya memerlukan inovasi bagi customer,
namun juga memerlukan inovasi bagi employee untuk hasil yang maksimal
bagi perusahaan demi menjadi CSA dengan visi the next normal and
sustainability.

8.14 UNIQUE VALUE FOR CUSTOMERS


Product differentiation, atau yang dikenal sebagai diferensiasi produk,
menjadi ujung tombak di kondisi bisnis saat ini yang dinamis. Dalam hal
ini, extra mile sangat diperlukan melalui pendekatan di mana di satu sisi,
perusahaan melakukan juga diferensiasi produk untuk unique value for
customers, atau yang dikenal sebagai nilai unik bagi pelanggan. Di sisi
lain, perusahan melakukan banyak hal sehingga menghasilkan unique
value for employees, atau yang dikenal sebagai, nilai unik bagi karyawan
mereka.
Beberapa pendekatan telah dilakukan perusahaan dengan
menawarkan insentif karyawan, tunjangan, dan keuntungan yang sangat
unik bagi perusahaan dan menjadi sulit untuk ditiru oleh perusahaan lain
karena diferensiasi yang dilakukan dan entry barrier yang ada. Insentif,
tunjangan, dan manfaat unik ini dapat menjadi motor penggerak
perusahaan-perusahaan ini untuk menarik, memotivasi, dan

14 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
mempertahankan talenta terbaik dengan diskon finansial dan, karenanya,
dapat membantu perusahaan-perusahaan ini meningkatkan competitive
sustainable advantage (CSA).

8.15 UNIQUE VALUE FOR EMPLOYEES


Competitive sustainable advantage (CSA), atau yang dikenal sebagai
keunggulan kompetitif yang berkesinambungan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan human capital-based competitive advantage (HC-
BCA) dan firm-specific incentive (FSI).
Secara spesifik, HC-BCA dan FSI tersebut, membahas motor
penggerak CSA dalam lingkup unique value for customers and unique
value for employees. Pertanyaan mendasar dan signifikan mengacu pada
pertanyaan akan kapankah insentif khusus perusahaan memfasilitasi
keunggulan kompetitif?
Untuk hal tersebut, maka menarik untuk membahas konsep dan
aplikasi budaya organisasi dalam lingkup CSA, HC-BCA, FSI dan
kombinasi unique value for customers and unique value for employees.
Secara elaborasi, dapat dijabarkan dan dipastikan bahwa bahwa beberapa
perusahaan dapat menawarkan utilitas karyawan yang unik karena
keistimewaan karyawan tersebut sebagai kumpulan sumber daya. Namun,
dalam hal ini terdapat ketidakjelasan kondisi di mana insentif khusus
perusahaan memfasilitasi competitive sustainable advantage (CSA).
Dalam hal ini CSA mengadopsi beberapa definisi tipikal keunggulan
kompetitif dari pandangan resource base view (RBV), atau yang dikenal
sebagai dan berbasis sumber daya (RBV). Secara spesifik RBV
mempunyai lingkup definisi di mana organisasi mencapai kinerja
keuntungan ekonomi yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
pesaing. Keuntungan ekonomi yang dimaksud adalah keuntungan
menangkap kesenjangan antara kesediaan pelanggan untuk membayar
dan biaya ekonomi produksi perusahaan (Peteraf dan Barney, 2003;
Molloy dan Barney, 2015; Chadwick, 2017).
Secara spesifik, keuntungan ekonomi dan modal manusia, maka
perbedaannya antara nilai guna modal manusia dan biaya untuk menarik,

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 15
memotivasi, dan mempertahankannya modal manusia, semuanya sama.
Analisis dan pengambilan keputusan dalam diskusi ini memberikan
prioritas pada kondisi perusahaan-insentif khusus membantu perusahaan
untuk mewujudkan factor market advantage (FMA). Pengertian lebih luas,
maka keuntungan ini dapat meningkat karena karyawan sebagai motor
penggerak sumber daya lebih memilih supaya perusahaan fokus karena
insentif khusus perusahaan yang memberinya akses dengan biaya lebih
rendah (Barney, 1986).

16 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
DAFTAR PUSTAKA
Abood, D., Quilligan, A. (2018). Combine and conquer, Accenture, 15
Oktober 2018. Diambil dari https://www.accenture.com/us-
en/insights/industry-x-0/vision-value-combine-conquer. Diakses 15
Agustus 2020.
Balkin, D.B, Gomez-Mejia, L.R. (1990). Matching compensation and
organizational strategies. Strategic Management Journal 11(2), 153-
169.
Barney, J.B. (1986). Strategic factor markets: Expectations, luck, and
business strategy. Management Science 32, 1231-1241.
Bidwell M, Won S, Barbulescu R. 2015. I used to work at Goldman Sachs!
How firms benefit from organizational status in the market for human
capital. Strategic Management Journal36(8), 1164-1173.
Burbano VC. 2016. Social Responsibility Messages and Worker Wage
Requirements: Field Experimental Evidence from Online Labor
Marketplaces. Organization Science 27(4), 1010-1028.
Calciolari, S., Prenestini, A., & Lega, F. (2018). An organizational culture
for all seasons? How cultural type dominance and strength influence
different performance goals. Public Management Review, 20(9), 1400-
1422. DOI:10.1080/14719037.2017.1383784
Cameron, K.S., Quinn, R.E. (1999). Diagnosing and changing
organizational culture: Based on the Competing Values Framework.
AddisonWesley, Reading.
Cameron, K.S., Quinn, R.E. (2006). Diagnosing and changing
organizational culture: Based on the Competing Values Framework.
JosseyBass, San Francisco.
Campbell, B.A.A., Coff, R.W., Kryscynski, D. (2012). Rethinking sustained
competitive advantage from human capital. Academy of Management
Review 37(3), 376-395.
Chadwick C. (2017). Toward a More Comprehensive Model of Firms’
Human Capital Rents. Academy of Management Review 42(3), 499-
519.
Christensen, C.M., Raynor, M.E., McDonald, R. (2015). What is disruptive
innovation? Harvard Business Review 93(12), 44-53.
Clark, P.B., Wilson, J. (1961). Incentive systems: A theory of organizations.
Administrative Science Quarterly 6(2), 129-166.

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 17
Coff, R.W. (1997). Human assets and management dilemmas: Coping with
hazards on the road to resource-based theory. Academy of
Management Review 22(2), 374-402.
Cui, Y., Liu, Y., Mou, J. (2018). Bibliometric analysis of organisational
culture using CiteSpace. South African Journal of Economic and
Management Sciences 21(1), 1-12. DOI: 10.4102/sajems.v21i1.2030
Ertosun, O.G., Adiguzel, Z. (2018). Leadership, Personal Values, and
Organizational Culture. In Dincer, H., Hacioglu, U., Yuksel, S. (Eds.),
Strategic Design and Innovative Thinking in Business Operations: The
Role of Business Culture and Risk Management. Springer, New York.
pp. 51-74.
Felin, T., Foss, N.J. (2005). Strategic organization: A field in search of
micro-foundations. Strategic Organization 3(4), 441-455.
Galbraith, J.R., Kazanjian, R.K. (1986). Strategy implementation:
Structure, systems, and process. West publishing, St Paul.
Gebayew, C., Hardini, I.R., Panjaitan, G.H.A, Kurniawan, N.B, Suhardi
(2018). A Systematic Literature Review on Digital Transformation.
Prosiding: 2018 International Conference on Information Technology
Systems and Innovation (ICITSI).
Gottschalg, Z. (2007). Interest alignment and competitive advantage. The
Academy of Management Review 32(2), 418-437.
Heritage, B., Pollock, C., Roberts, L. (2014) Validation of the
Organizational Culture Assessment Instrument. PLoS ONE 9(3),
e92879. DOI:10.1371/journal.pone.0092879
Kasemsap, K., Styron, R.A., Styron, J.L. (2017). Exploring the Role of
Organizational Culture in Modern Organizations. Igi Global, Hersey.
Kryscynski, D., Coff, R., Campbell, B. (2020). Charting a Path between
Firm-Specific Incentives and Human Capital-Based Competitive
Advantage. Strategic Management Journal. DOI: 10.1002/smj.3226
Lim B (1995) Examining the organizational culture and organizational
performance link. Leadership & Organization Development Journal 16,
16-21.
Merigo, J.M., Yang, J.B. (2017). A bibliometric analysis of operations
research and management science. Omega-International Journal of
Management Science 73, 37-48. DOI:10.1016/j.omega.2016.12.004

18 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
Miles R.E., Snow, C.C. (1984). Designing strategic human resources
systems. OrganizationalDynamics 13(1): 36-52. DOI: 10.1016/0090-
2616(84)90030-5
Molloy, J.C., Ployhart, R.E., Wright, P.M. (2011). The myth of ‘the’ micro-
macro divide: Bridging system-level and disciplinary divides. Journal of
Management 37(2), 581-609. DOI: 10.1177/0149206310365000
Reigle, R.F. (2003). Organizational culture assessment: Development of a
descriptive test instrument. Dissertations (Ph.D). University of Alabama
in Huntsville.
Schein, E.H. (1990). Organizational Culture. American Psychologist 45(2),
109-119. DOI:10.1037/0003-066x.45.2.109
Schein, E.H. (2000). Commentary: Sense and nonsense about culture and
climate. In: Ashkanasy, N.M., Wilderom, C.P.M., Peterson, M. (ed).,
Handbook of organizational culture and climate. Sage, Thousand Oaks.
Schneider, B., Ehrhart, M.G., Macey, W.H. (2013). Organizational Climate
and Culture. Annual Review of Psychology 64, 361-388. DOI:
10.1146/annurev-psych-113011-143809
Suriyankietkaew, S., Petison, P. (2020) A Retrospective and Foresight:
Bibliometric Review of International Research on Strategic
Management for Sustainability, 1991-2019. Sustainability 12, 91. DOI:
10.3390/su12010091
Wang, C., Lim, M. K., Zhao, L., Tseng, M.-L., Chien, C.-F., Lev, B. (2019).
The evolution of Omega-The International Journal of Management
Science over the past 40 years: A bibliometric overview. Omega. DOI:
10.1016/j.omega.2019.08.005
Warrick, D.D. (2017). What leaders need to know about organizational
culture. Business Horizons 60(3), 395-404.
DOI:10.1016/j.bushor.2017.01.011
Zenger, T.R., Hesterly, W.S. (1997). The disaggregation of corporations:
Selective intervention, high-powered incentives, and molecular units.
Organization Science 8(3), 209-222.
Zhang, J., Yu, Q., Zheng, F.S., Long, C., Lu, Z.X., Duan, Z.G. (2016).
Comparing keywords plus of WOS and author keywords: A case study
of patient adherence research. Journal of the Association for
Information Science and Technology 67(4), 967-972 DOI:
10.1002/asi.23437

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 19
GLOSARIUM
Transformasi digital Transformasi dalam organisasi dengan
memanfaatkan teknologi digital
Nilai pelanggan Nilai bermanfaat yang diberikan perusahaan terhadap
pelanggannya
Nilai karyawan Nilai bermanfaat yang diberikan perusahaan terhadap
karyawannya
Budaya organisasi Pengertian bersama akan hal dan kegiatan tangible
dan intangible yang disepakati dalam lingkup organisasi untuk mencapai
tujuan bersama untuk pemangku kepentingan

20 P e n g a n t a r M a n a j e m e n O r g a n i s a s i K o n t e m p o r e r
DAFTAR ISI
8 KONSEP DAN APLIKASI BUDAYA ORGANISASI ......................... 1
8.1 Pendahuluan ........................................................................................ 1
8.2 Konsep transformasi digital .................................................................. 2
8.3 Konsep Industry X.0 ............................................................................. 3
8.4 Konsep strategic management ............................................................. 3
8.5 Konsep organizational culture (OC) ..................................................... 5
8.6 Konsep dan aplikasi firm-specific incentive (FSI) ................................. 7
8.7 Konsep dan aplikasi human capital-based competitive advantage (HC-
BCA)..................................................................................................... 8
8.8 Konsep dan aplikasi competitive sustainable advantage (CSA) ........... 8
8.9 Aplikasi organizational culture assessment (OCA) ............................. 10
8.10 Aplikasi organizational culture assessment instrument (OCAI) .......... 10
8.11 Bibliometric analysis dalam lingkup organizational culture ................. 12
8.12 Trilogy of professional engineering, industrial engineering and
business engineering ......................................................................... 13
8.13 The next normal and sustainability ..................................................... 14
8.14 Unique value for customers ................................................................ 14
8.15 Unique value for employees ............................................................... 15

DAFTAR GAMBAR
Gambar 8.1 Industri X.0 dan transformasi digital .......................................
Gambar 8.2 Empat puluh bibliometrik dari manajemen strategi dan
kesinambungan ...........................................................................................
Gambar 8.3 Analisis bibliometrik tentang organizational culture 1980-
2018 .............................................................................................................
Gambar 8.4 Karya ilmiah terkait budaya organisasi dan universitas serta
institusi yang produktif mempublikasikan ....................................................
Gambar 8.5 Struktur faktor OCAI dalam framework terhadap competing
values...........................................................................................................

K o n s e p d a n A p l i k a s i B u d a y a O r g a n i s a s i 21

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai