Anda di halaman 1dari 38

DITULIS OLEH :

IDAYANTI NURSYAMSI i
HASNAWIYA HASAN
ABDUL RAZAK MUNIR
ANDI RENI SYAMSUDDIN
LEADERSHIP TECHNOLOGICAL INNOVATION

Idayanti Nursyamsi

Hasnawiya Hasan

Abdul Razak Munir

Andi Reni Syamsuddin

COPYRIGHT © 2023

No. QRCBN (Quick Response Code Book Number): 62-1768-8646-310

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023

ii
DAFTAR ISI

PROLOG

BAB I Leadership

a. Manajemen Sumber Daya Manusia


b.......Leadership

BAB II Teknological
a...... Technological Innovation Capabilities
b...... Organizational Learning
c...... Teknologi Digitalisasi

BAB III STUDI KASUS


a.......Deskripsi Studi Kasus
b...... Analisis Data

PROLOG

DAFTAR PUSTAKA

iii
PROLOG

Di dunia saat ini, teknologi berkembang pesat, persaingan menjadi global dan

lebih sulit, kebutuhan dan harapan konsumen terus meningkat dan berubah, dan siklus

hidup produk menjadi lebih pendek. Perusahaan harus beradaptasi dengan struktur

pasar yang dinamis dan merespon dengan output yang inovatif agar dapat bertahan,

memberikan keunggulan kompetitif, membuat keuntungan ini berkelanjutan,

mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar mereka. Dalam kondisi ini, inovasi

sangat penting bagi perusahaan (Ince dkk., 2016).

Tren digitalisasi ekonomi sedang terjadi di dunia. Perkembangan teknologi

informasi telah mengubah perilaku konsumen dan juga cara berbisnis. Gencarnya

digitalisasi ini juga diharapkan bisa membawa imbas yang cukup signifikan dari sisi

ekonomi di Indonesia. Masyarakat Indonesia semakin merasakan hadirnya era digital

yang memasuki berbagai bidang kehidupan, mengikuti tren yang terjadi dalam lingkup

global. Disaat yang sama, era digital menawarkan peluang-peluang ekonomi baru yang

sebelumnya belum terlihat, melalui berbagai cara kreatif yang berbasis layanan digital.

Model bisnis dalam bertransaksi juga bergerak cepat dari sistem pasar konvensional

menuju pasar bertema e-commerce, yang tidak lagi mengenal batas-batas wilayah

antara produsen maupun konsumen.

Masalah utama bagi industrialisasi dan pemerintah dimanapun adalah kebutuhan

untuk mendorong inovasi dan perubahan dalam rangka meningkatkan produktivitas

dan meningkatkan posisi kompetitif industri. Untuk mencapai tujuan ini, penting bahwa

iv
semua yang terlibat dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi peningkatan

produktivitas dan pengembangan industri memahami proses dan dinamika yang

kompleks yang bekerja di dalam dan di antara organisasi dan individu yang juga terlibat

dalam konteks sistem inovasi (Azubuike, 2013).

Bagaimana perusahaan dapat bertahan di kancah persaingan seringkali

ditentukan oleh bagaimana jajaran pemimpin dalam perusahaan tersebut mengambil

keputusan dan mengolah sumber daya yang dimiliki. Baik segi manufaktur maupun non

manufaktur, persyaratan yang dibutuhkan bagi perusahaan seringkali memiliki

persamaan, yaitu bagaimana pemimpin dapat membawa perusahaan atau organisasi

yang dipimpinnya bertahan dan dapat beradaptasi sesuai dengan perkembangan

permintaan pasar. Pentingnya kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi

dengan lingkungan bisnis yang dinamis dan tidak bisa diprediksi ini sangat

berpengaruh bagi pengambilan keputusan/strategi yang diambil oleh pemimpin dalam

menetapkan langkah-langkah proses pembelajaran yang diperlukan oleh perusahaan.

(Halim dan Tarigan, 2015).Kemampuan berinovasi yang baik akan membantu

munculnya inisiatif untuk menghasilkan metode-metode kerja yang lebih efektif dan

efisien (Aristanto, 2017).

Inovasi teknologi merupakan sumber pertumbuhan yang penting dan merupakan

kunci keunggulan kompetitif bagi banyak organisasi. Mencapai inovasi membutuhkan

upaya terkoordinasi dari berbagai aktor dan integrasi kegiatan di seluruh fungsi

spesialis, domain pengetahuan, konteks, dan aplikasi. Kemampuan organisasi untuk

berinovasi adalah prasyarat bagi keberhasilan pemanfaatan sumber daya inovatif dan

teknologi baru (Azubuike, 2013).

v
Saat ini teknologi digital telah merambah hampir setiap aspek kehidupan manusia

dan telah membuka peluang bisnis baru yang besar dan cepat dalam pertumbuhannya.

Organizational learning, relevan untuk membangun pengetahuan, penting untuk inovasi.

Ini penting untuk inovasi dan kinerja bisnis (Liu, 2002).

Dalam setiap perekonomian, organisasi seakan dipaksa dalam persaingan yang

ketat, perubahan teknologi, dan siklus hidup produk yang berkurang, untuk mencari

cara terbaru dan terbaik dalam berbisnis. Membangkitkan dan mengembangkan produk

baru yang dipasarkan telah lama dianggap sebagai keunggulan strategis utama bagi

kelangsungan hidup organisasi dan kemampuannya untuk mengungguli kompetitornya

(Beyene dkk, 2016).

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat dan

perekonomian Indonesia yang kurang stabil, hal ini bisa saja menjadi sumber, kendala

organisasi namun bisa juga menjadi sumber keuntungan organisasi. Kepemimpinan

yang efektif bisa membantu organisasi untuk bisa bertahan dalam situasi

ketidakpastian di masa datang (Koh dkk., 1995). Seorang pemimpin yang efektif harus

tanggap terhadap perubahan, mampu menganalisis kekuatan dan kelemahan sumber

daya manusianya sehingga mampu memaksimalkan kinerja organisasi dan

memecahkan masalah dengan tepat.

Pemimpin yang efektif sanggup mempengaruhi para pengikutnya untuk

mempunyai optimisme yang lebih besar, rasa percaya diri, serta komitmen kepada

tujuan dan misi organisasi (Yukl, 1994). Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap

pemimpin berkewajiban untuk memberikan perhatian sungguh-sungguh dalam

vi
membina, menggerakkan dan mengarahkan seluruh potensi karyawan di

lingkungannya agar dapat mewujudkan stabilitas organisasi dan peningkatan

produktivitas yang berorientasi pada tujuan organisasi. Leadership yang efektif menjadi

faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan organisasi. Untuk mengantisipasi

perubahan-perubahan yang terjadi, organisasi membutuhkan pemimpin dan

kepemimpinan yang cocok dengan karakteristik organisasi masa depan.

Kemampuan pengembangan teknologi perusahaan mengarah pada perubahan

teknis yang memungkinkan proses inovasi yang sukses. Setelah produk baru dipikirkan,

perusahaan perlu memproduksinya pada skala komersial. Ini dimungkinkan dengan

kapabilitas operasi, yang mewujudkan produk yang diciptakan oleh kemampuan

pengembangan teknologi. Mereka mengoordinasikan pekerjaan yang dilakukan oleh

kemampuan lain (Zawislak dkk, 2012)

Pertumbuhan berkelanjutan adalah tentang faktor kunci keberhasilan semua

perusahaan yang sukses, dan inovasi adalah faktor kunci dalam pertumbuhan.

Perusahaan dapat memperoleh kesuksesan jangka panjang hanya dengan

menciptakan produk, sistem, dan layanan yang inovatif dan departemen sesuai dengan

tuntutan pelanggan (Bergman dkk, 2012). Perusahaan dengan kemampuan yang lebih

inovatif akan lebih berhasil dalam menanggapi perubahan lingkungan dan

meningkatkan daya saing mereka (Wang dan Shuai, 2013).

Tidak jarang bahwa perusahaan harus melakukan transformasi bisnis agar dapat

secara optimal bermain di dalam arena ekonomi digital. Hal ini disebabkan karena

untuk mengimplementasikannya, diperlukan model bisnis yang sama sekali baru.

vii
Statistik menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan lama yang ingin

memanfaatkan keberadaan ekonomi digital harus mengadakan perubahan mendasar

pada proses bisnisnya secara radikal (business process reengineering).

viii
BAB I

LEADERSHIP

A. Manajemen Sumber Daya Manausia

Pendekatan yang digunakan dalam manajemen sumber daya manusia

merupakan faktor kunci keberhasilan dari suatu organisasi. Semakin kompetensi dan

alat yang digunakan dirancang untuk meraih keberhasilan organisasi, maka organisasi

semakin adaptif dan inovatif menghadapi berbagai tantangan yang dimiliki.

Pengetahuan dan tantangan yang berhubungan teknologi dan proses dalam suatu

industry memerlukan pendekatan strategi, khususnya pada bidang human resources

management yang semakin dibutuhkan oleh perusahaan manufaktur. Perusahaan

semakin membutuhkan proses yang semakin simple dengan semakin meningkatnya

kompleksitas pekerjaan. Tantangan sumber daya manusia semakin membutuhkan

tingkat pendidikan yang semakin baik, kualitas sumber daya manusia, fasilitas pension

yang semakin baik merupakan tantangan lingkungan kerja yang dideskripsikan

sebagai suatu pendekatan strategi yang dibutuhkan dalam human recources

management (Hecklau, Fabian., Galeitzke, Mila., Flachs, Sebastian, 2016).

Kontribusi budaya organisasi akan memberikan pengaruh positif dan signifikan

terhadap karyawan ( Usla, Tina 2015., Nursyamsi, Idayanti, 2012). Organizational

Commitment pada survey diperbankan memberikan keunikan dan pendekatan baru

temuan human resources management practice memberikan pengaruh positif dan

signifikan secara signifikan pada kinerja perbankan (Pasaoglu, Didem. 2015), peran

penting organizational commitment diteliti oleh Nursyamsi, Idayanti (2012) yang

1
memberikan kontribusi bahwa dengan adanya komitmen berupa kemauan, keinginan

bekerja dan percaya kepada organisasi memberikan pengaruh signifikan terhadap

kinerja karyawan. Strategic HumanResources Management, Innovation Capability and

Performance pada industry software di Indonesia membuktikan bahwa praktek human

resources management berhubungan positif dan signifikan terhadap kapabilitas

B.Leadership

Leadership adalah proses memengaruhi orang lain untuk memahami dan

menyetujui hal-hal yang perlu dilakukan dan cara melakukannya (Yukl, 2006).

Northouse (2007) menjelaskan bahwa leadership adalah proses ketika seseorang

mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Gibson dalam

Suwarto (2010:207) leadership adalah suatu upaya penggunaan jenis mempengaruhi

dan bukan merupakan paksaan untuk memotivasi orang-orang melalui komunikasi

guna mencapai suatu tujuan tertentu dalam organisasi.

Leadership dapat dilihat sebagai proses kelompok, atribut kepribadian, seni

mendorong sikap complaisance, latihan pengaruh, jenis tindakan atau perilaku tertentu,

bentuk persuasi, hubungan kekuasaan, instrumen untuk mencapai tujuan, hasilnya.

interaksi, peran yang berbeda atau inisiasi struktur (Bass, 2000).

Hersey dkk. (2001), menyatakan bahwa esensi leadership melibatkan

pencapaian tujuan dengan dan melalui orang. Weihrich dan Koontz (1994)

mendefinisikan leadership sebagai proses mempengaruhi orang sehingga mereka

berusaha dengan kehendak dan antusiasme mereka sendiri untuk mencapai tujuan

2
kelompok. Dengan cara ini, leadership, bersama dengan stimulan dan insentif,

mempromosikan motivasi orang untuk mencapai tujuan bersama, memiliki peran yang

relevan dalam proses pembentukan, transmisi dan perubahan budaya organisasi

(Senge, 1990).

Kunci keberhasilannya, leadership yang efektif adalah mengetahui jenis arahan

apa yang dibutuhkan di dalam situasi dan memiliki fleksibilitas serat keterampilan untuk

melakukan perubahan seperlunya (Lorinkova dkk.,2013). Bahkan, memiliki kemampuan

untuk memanfaatkan berbagai gaya kepemimpinan cenderung cukup bermanfaat (Yukl,

2012). Meski ada banyak gaya kepemimpinan yang dibahas dalam literatur akademis,

salah satu perbedaan paling mendasar adalah sejauh mana seorang pemimpin

memasukkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan atau mengecualikan

yang lain untuk meminimalkan perselisihan dan memastikan pengambilan keputusan

yang cepat (Lorinkova dkk.,2013).

Tingkah laku pemimpin yang istimewa, pertama adalah kemampuan

memberi inspirasi bersama atau pemimpin sebagai inspirational motivation, yaitu

memberikan gambaran ke masa depan dan membantu orang lain. Kedua, adalah

kemampuan membuat model pemecahan (idealized influence), yaitu memberi

keteladanan dan merencanakan keberhasilan-keberhasilan kecil. Semuanya untuk

memahami tentang transformational leadership, yaitu bahwa seorang pemimpin

dapat mentransformasikan bawahannya melalui empat cara: idealized influence,

inspirational motivation, intelectual stimulation dan individualized consideration

(Bass, 1997).

3
Salah satu format yang paling menonjol untuk mengklasifikasikan dan

mempelajari leadership mencakup tiga gaya, yaitu kepemimpinan transformasional,

transaksional, dan laissez-faire. Penelitian ini menggunakan pendekatan kepemimpinan

karismatik untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan manajer publik. Dalam

pendekatan ini, kepemimpinan dikonseptualisasikan oleh bidang perilaku dari gaya

laissez-faire (non-kepemimpinan), melalui kepemimpinan transaksional (yang

bergantung pada sistem penghargaan dan hukuman), kepemimpinan transformasional

(yang didasarkan pada inspirasi dan karisma perilaku) (Bass dan Avolio, 1993).

Dalam studi ini, digunakan taksonomi Yudah (1989) dari 14 praktik

kepemimpinan yang kemudian dikembangkan menjadi ukuran kepemimpinan yang

dikenal luas yang dikenal sebagai Managerial Practices Survey (MPS). Praktik-praktik

ini adalah perilaku umum yang berlaku untuk semua jenis manajer dan organisasi, dan

termasuk: jaringan, membangun tim, mendukung, mentoring, menginspirasi, mengenali,

memberi penghargaan, konsultasi, mendelegasikan, perencanaan, klarifikasi,

penyelesaian masalah, pemantauan, dan pemberian informasi.

4
BAB II

TECHNOLOGICAL

A. Technological Innovation Capabilities

Perusahaan harus memenuhi tuntutan untuk inovasi untuk memenuhi kebutuhan

pasar, menciptakan kebutuhan baru untuk pasar dan mengantisipasi perkembangan

teknologi. Jimenez-jimenez dan Sanz-Valle (2011) berpendapat bahwa definisi inovasi

adalah berbagi ide yang mengimplikasikan adopsi ide atau perilaku baru.

Inovasi adalah proses teknologi, sosial, dan ekonomi yang kompleks. Oleh

karena itu, kesuksesan tidak diukur hanya melalui satu atau dua faktor dan tidak ada

faktor yang bisa efektif sendirian. Dengan demikian, tidak ada manajemen atau alat

atau instrumen teknis yang dapat membentuk lingkungan yang efisien untuk inovasi.

Bahkan, apa yang kita peroleh dalam penelitian adalah kumpulan faktor-faktor yang

berbeda yang harus secara teratur membangun dan meningkatkan lingkungan inovasi

untuk menjamin keberhasilan inovasi dalam suatu organisasi (Barnano, 2005).

Inovasi teknologi secara luas dilihat sebagai komponen penting daya saing,

tertanam dalam struktur organisasi, proses, produk dan layanan dalam suatu

perusahaan. Inovasi adalah salah satu instrumen fundamental strategi pertumbuhan

untuk memasuki pasar baru, untuk meningkatkan pangsa pasar yang ada dan untuk

menyediakan perusahaan dengan keunggulan kompetitif (Azubuike, 2013).

Teknologi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan produk

baru, dimana dengan menggunakan teknologi yang canggih, perusahaan dapat,

menciptakan produknya menjadi lebih baik atau lebih inovatif. Keunggulan diferensiasi

5
produk memiliki pengaruh yang sangat besar, terutama pada perusahaan yang

berteknologi tinggi, dimana hal ini ditunjukkan oleh beberapa keunggulan yang berbeda

(Voss dan Voss, 2000).

Penerapan teknologi baru merupakan faktor penentu dalam pengembangan

produk baru. Keunggulan teknologi suatu produk dapat menarik minat beli konsumen

untuk mengadakan pembelian pada produk baru yang dihasilkan. Dengan adanya

teknologi dapat mempercepat pengembangan produk baru, kemampuan perusahaan

dalam memproduksi teknologi tinggi dan produk dengan teknologi terapan sangat

mempengaruhi keunggulan pada produk tersebut (Li dan Calantone, 1998).

Burgelman dkk. (2004) mendefinisikan Technological Innovation Capabilities

sebagai seperangkat karakteristik organisasi yang memfasilitasi dan mendukung

strategi inovasi teknologinya. Technological Innovation Capabilities adalah sejenis aset

atau sumber daya khusus yang mencakup teknologi, produk, aset, atau pengetahuan,

pengalaman, dan organisasi (Guan dan Ma, 2003). Lall (1992) mendefinisikan

Technological Innovation Capabilities sebagai keterampilan dan pengetahuan yang

diperlukan untuk menyerap, menguasai, dan meningkatkan teknologi yang ada secara

efektif, dan untuk menciptakan yang baru. Evangelista dkk. (1997) menganggap

kegiatan R&D sebagai komponen utama dari kegiatan inovasi teknologi perusahaan

dan sebagai pengeluaran inovasi intangible yang paling penting. Tidak hanya inovasi

teknologi yang sukses bergantung pada kemampuan teknologi, tetapi juga memerlukan

kemampuan inovasi lainnya di bidang manufaktur, pemasaran, organisasi,

perencanaan strategi, pembelajaran, dan alokasi sumber daya (Yam dkk., 2004).

6
Menurut Adler dan Shenbar (1990), empat jenis TIC diidentifikasi, termasuk: 1)

Kapasitas memenuhi kebutuhan pasar dengan mengembangkan produk baru, 2)

Kapasitas pembuatan produk-produk ini dengan menggunakan teknologi proses yang

tepat, 3) Kapasitas kebutuhan masa depan yang memuaskan dengan

mengembangkan dan memperkenalkan produk-produk baru dan teknologi proses baru,

dan 4) Kapasitas untuk menanggapi aktivitas teknologi yang tidak terduga yang dibawa

oleh pesaing dan keadaan tak terduga.

Yam dkk., (2004) mengklasifikasikan kemampuan inovasi teknologi ke dalam

tujuh dimensi, yaitu learning capability, R&D capability, manufacturing capability,

marketing capability, resource allocation capability, organizing capability, dan strategic

planning capability based on functional approach.

Learning capability adalah kemampuan untuk menginternalisasi pengetahuan

baru yang penting untuk mendapatkan keunggulan kompetitif (Guan dan Ma, 2003).

Manufacturing capability adalah kemampuan untuk menghasilkan produk untuk

menyesuaikan kondisi pasar dengan menggunakan output R & D (Yam dkk., 2004).

Marketing capability adalah kemampuan untuk membuat perbedaan dalam aktivitas

pemasaran untuk membedakan produk sendiri (Cheng dan Lin, 2012). R & D capability

adalah kemampuan untuk mengembangkan produk baru dengan menggunakan

pendekatan dan teknologi baru (Guan dan Ma, 2003). Resource allocation capability

adalah kemampuan untuk mengumpulkan sumber daya yang sesuai untuk proses

inovasi (Yam dkk., 2004). Organizing capability adalah kemampuan untuk mengatur

semua kegiatan untuk mempercepat proses inovasi (Guan dan Ma, 2003). Strategic

planning capability based on functional approach adalah kemampuan untuk membuat

7
rencana strategis yang kompatibel dengan visi dan misi perusahaan dengan

mempertimbangkan spesifikasi perusahaan secara objektif (Yam dkk., 2004).

B. Organizational Learning

Organizational learning adalah berbagi pengetahuan dalam perusahaan,

meningkatkan keterampilan, dan pengalaman kepada manajer perusahaan (Ipe, 2003).

Berbagi pengetahuan dan pengalaman secara teratur adalah cara diskusi internal

(Calantone dkk., 2002). Sirmon dkk. (2007), organizational learning sangat penting

untuk menyediakan kemampuan potensial untuk fleksibilitas strategis dan beradaptasi

dengan perubahan lingkungan.

Organizational learning, menurut Miller (1996), perolehan pengetahuan baru oleh

anggota staf dan penerapan pengetahuan itu dalam pengambilan keputusan. Karena

organisasi beroperasi dalam lingkungan yang semakin kompleks dan dinamis,

pembelajaran organisasi sangat penting untuk meningkatkan fleksibilitas strategis dan

adaptasi terhadap perubahan lingkungan (Sirmon dkk, 2007).

Spillane (2015) menganggap pembelajaran organisasi sebagai berbagai

penyesuaian untuk keyakinan fundamental, sikap & perilaku, dan pengaturan struktural

dalam proses untuk mengatasi perubahan lingkungan dalam rangka meningkatkan

efektivitas operasi dan kelangsungan hidup permanen dan pengembangan perusahaan

atau lembaga.

8
Celuch dkk. (2002) menyatakan bahwa organizational learning memiliki peran

yang sangat penting dan strategis dalam mendukung kemajuan perusahaan sebagai

melalui organisasi belajar, perusahaan dapat memiliki keunggulan kompetitif sambil

meningkatkan kinerja.

Orientasi organizational learning yang dirancang dengan baik dan didukung oleh

tujuan pembelajaran, komitmen sumber daya yang berkelanjutan, dan berbagi budaya

informasi serta menjalankan tujuannya dengan baik (Beyene dkk., 2016). Wang (2008)

menunjukkan secara empiris bahwa organisasi yang memberikan perhatian penuh

untuk pembelajaran dan terorganisir untuk mendukung perusahaan secara terus

menerus melakukan lebih baik ke rekan-rekan mereka.

Organizational learning merupakan karakteristik organisasi yang menunjukkan

upaya untuk memahami pelanggan dan pesaing di pasar dan membantu organisasi

untuk mengeksploitasi peluang di lingkungan bisnis (Santos-Vijande dkk, 2012).

Organizational learning membutuhkan integrasi organisasi dan lingkungan untuk

menjaga keunggulan kompetitif dan inovasi. Dalam hal ini, organisasi berdasarkan

pengalaman masa lalu, harus menyajikan potensi pembelajaran, tidak belajar, namun

belajar kembali. Organisasi adaptif adalah strategi serta aktivitas untuk beradaptasi

dengan lingkungan perubahan eksternal, sebagai adaptif akan memandu organisasi

untuk belajar konstan (Lubik dkk., 2013).

Organizational learning mengacu pada anggota organisasi yang secara konstan

memperluas kemampuan, mengembangkan metode pemikiran baru dan luas, dan terus

belajar cara belajar (Phelps dkk, 2012). Chiu & Huang, (2013) menyatakan dalam

9
penelitian mereka bahwa karena globalisasi organisasi bergerak menuju zona

kompetitif, pembelajaran organisasi adalah sumber utama yang memaksimalkan kinerja

organisasi dengan maksud untuk mencapai keunggulan kompetitif dan harus

digunakan secara efektif dan efisien.

Marsick dan Watkins (2003) dalam penelitiannya, mengelompokkan penerapan

Organizational Learning dalam perusahaan menjadi dua tingkatan, yaitu tingkat individu

(Individual Level) dan tingkat organisasi (Organizational Level). Dua tingkat ini tidak

dapat dipisahkan karena setiap unsur atau tingkat punya pengaruh yang besar pada

penerapan Organizational Learning. Dua tingkat pembelajaran dalamnya memiliki

dimensi penerapan (framework) yang dijabarkan menjadi 7 dimensi. Dimensi tersebut

meliputi:

1. Mencipakan peluang belajar berkelanjutan,

2. Mempromosikan pertanyaan dan pertanyaan dialog,

3. Mendorong kolaborasi dan pembelajaran tim,

4. Menetapkan sistem dan menangkap serta berbagi pembelajaran,

5. Memberdayakan orang-orang menuju visi kolektif,

6. Menghubungkan organisasi ke lingkungannya, dan

7. Memberikan kepemimpinan strategis sebagai pembelajaran

B. Teknologi Digitalisasi

Berbagai perkembangan inovasi pada teknologi informasi dan telekomunikasi

(TIK) atau teknologi digital selama satu dekade terakhir, berdampak pada bidang

10
ekonomi dan bisnis disebut sebagai masyarakat pasca industri (post industrial society),

ekonomi berlandaskan iptek, ekonomi inovasi, ekonomi online, ekonomi baru, e-

conomy, dan ekonomi digital (Cohen dkk., 2000). Ekonomi digital adalah suatu hal yang

kompleks dan merupakan fenomena yang baru muncul terkait dengan aspek-aspek

ekonomi mikro, ekonomi makro, teori organisasi, dan administrasi. Ekonomi digital akan

menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi beberapa dekade yang akan

datang.

Konsep mengenai digital ekonomi pertama kali diperkenalkan Tapscott (1998),

menjelaskan sebuah sosiopolitik dan sistem ekonomi yang mempunyai karakteristik

sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi informasi, berbagai akses instrumen informasi

dan pemrosesan informasi dan kapasitas komunikasi. Komponen ekonomi digital yang

berhasil diidentifikasi pertama kalinya adalah industri TIK, aktivitas e-commerce antar

perusahaan dan individu, distribusi barang digital dan jasa, dukungan pada penjualan

barang-barang terutama sistem dan jasa-jasa yang menggunakan internet.

Sedangkan konsep ekonomi digital lainnya adalah digitalisasi informasi dan

infrastruktur TIK (Zimmerman, 2000). Konsep ini sering digunakan untuk menjelaskan

dampak global teknologi informasi dan komunikasi, tidak hanya pada internet, tetapi

juga pada bidang ekonomi. Konsep ini menjadi sebuah pandangan tentang interaksi

antara perkembangan inovasi dan kemajuan teknologi dan dampaknya pada ekonomi

makro maupun ekonomi mikro. Ekonomi digital adalah sektor ekonomi meliputi barang-

barang dan jasa-jasa saat pengembangan, produksi, penjualan atau suplai-nya

tergantung kepada teknologi digital.

11
BAB III

STUDI KASUS

A. Deskripsi Studi Kasus

Studi kasus dilakukan pada Industri Tenun Sutra di Provinsi SULSELBAR,

dengan mempertimbangkan industri yang repsresentatif yang dipilih sebagai objek studi

kasus. Obyeknya yankni akan mengkaji masalah leadership, technological innovation

capabilities, organizational learning, dan digitilisasi ekonomi pada industri tenun sutra di

Provinsi SULSELBAR.

Studi kasus ini, menggabungkan beberapa metode seperti survei, yaitu penelitian

dengan pengambilan sampel dengan menggunakan alat kuesioner, wawancara

merupakan suatu alat teknik pengumpulan data dengan meneliti responden penelitian,

kuesioner merupakan alat bantu berupa angket pertanyaan, dokumentasi merupakan

pengumpulan data-data literatur dan hasil penelitian, studi kasus merupakan suatu

teknik penelitian, dengan cara mengungkapkan fakta terhadap hubungan sebab akibat.

Populasi pada studi kasus ini adalah industri tenun sutra di Provinsi SULSELBAR,

dengan desain teknik accidental sampling, yaitu teknik pegambilan sampel secara

aksidentil dengan mengacu kepada tujuan tertentu (purposive), yaitu siapa saja dapat

menjadi sampel penelitian dibantu dengan menggunakan alat kuesioner manual.

Jumlah populasi industri tenun sutra di Provinsi SULSELBAR belum diketahui secara

pasti, sehingga studi kasus ini bersifat infinite. Ketidakpastian pada jumlah populasi dan

sampel, sehingga penulis memilih non-probability sampling method atau non-random

sampling method (Sugiyono, 1999). Analisis data menggunakan taktik analisis statistik

12
deskriptif dan teknik analisis Path yang akan mengukur dan menganalisis hubungan

serta pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total antar variabel.

B. Analisis Data

Teknik pengolahan data dengan menggunakan metode SEM berbasis Partial

Least Square (PLS) memerlukan 2 tahap untuk menilai Fit Model dari sebuah model

penelitian (Ghozali, 2006). Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pengujian Kualitas Data

1. Menilai Outer Model atau Measurement Model

Indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score yang

diestimasi dengan Software Smart-PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika

berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang diukur. Namun menurut Chin, 1998

(dalam Ghozali, 2006) untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala

pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup memadai. Dalam penelitian

ini akan digunakan batas loading factor sebesar0,50.

Hasil pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat pada nilai outer

model atau korelasi antara konstruk dengan variabel pada awalnya belum memenuhi

convergen validity karena masih ada indikator yang memiliki nilai loading factor di

bawah 0,50. Modifikasi model dilakukan dengan mengeluarkan indikator-indikator yang

memiliki nilai loading factor di bawah 0,50. Pada model modifikasi sebagaimana pada

tabel 5.9 tersebut menunjukkan bahwa semua loading factor memiliki nilai di atas 0,50,

sehingga konstruk untuk semua variabel sudah tidak ada yang dieliminasi dari model.

13
2. Mengevaluasi Reliability dan Average Variance Extracted (AVE)

Kriteria reliabilitas dapat dilihat dari nilai reliabilitas suatu konstruk dan nilai

Average Variance Extracted (AVE) dari masing-masing konstruk. Konstruk dikatakan

memiliki reliabilitas yang tinggi jika nilainya 0,60 dan AVE beradapada nilai 0,50. Pada

tabel 5.11 akan disajikan nilai Composite Reliability dan AVE untuk seluruh variabel.

Nilai AVE untuk variabel Leadership sebesar 0,624 mempunyai makna bahwa

variabel Leadershipsudah memenuhi persyaratan validitas konvergen. Hal ini

mempunyai pengertian bahwa variabel laten tersebut sudah mewakili indikator-

indikator dalam bloknya. Nilai AVE untuk variabel innovation culture sebesar 0,627,

mempunyai makna bahwa variabel innovation culture sudah memenuhi persyaratan

validitas konvergen. Hal ini mempunyai pengertian bahwa variabel laten tersebut

sudah mewakili indikator-indikator dalam bloknya. Nilai AVE untuk variabel innovation

capability sebesar 0,487, mempunyai makna bahwa variabel innovation capability

sudah mendekati persyaratan validitas konvergen sehingga tetap dipertahankan. Hal

ini mempunyai pengertian bahwa variabel laten tersebut sudah mewakili indikator-

indikator dalam bloknya. Nilai AVE untuk variabel organization commitment sebesar

0,586, mempunyai makna bahwa variabel organization commitment sudah memenuhi

persyaratan validitas konvergen. Hal ini mempunyai pengertian bahwa variabel laten

tersebut sudah mewakili indikator-indikator dalam bloknya.

Nilai AVE untuk variabel employee ownership sebesar 0,669, mempunyai

makna bahwa variabel employee ownership sudah memenuhi persyaratan validitas

konvergen. Hal ini mempunyai pengertian bahwa variabel laten tersebut sudah

14
mewakili indikator-indikator dalam bloknya. Nilai AVE untuk variabel innovation

performance sebesar 0,567, mempunyai makna bahwa variabel innovation

performance sudah memenuhi persyaratan validitas konvergen. Hal ini mempunyai

pengertian bahwa variabel laten tersebut sudah mewakili indikator-indikator dalam

bloknya. Nilai AVE untuk variabel penguatan Teknologi sebesar 0,606, mempunyai

makna bahwa variabel penguatan Teknologi sudah memenuhi persyaratan validitas

konvergen. Hal ini mempunyai pengertian bahwa variabel laten tersebut sudah

mewakili indikator- indikator dalam bloknya.

Nilai reliabilitas komposit untuk variabel Leadershipsebesar 0,908 > reliabilitas

standar 0,6. Hal ini mempunyai maksud pengukuran konsistensi internal variabel laten

berada diatas nilai standar. Nilai reliabilitas komposit untuk variabel innovation culture

sebesar 0,869 > reliabilitas standar 0,6. Hal ini mempunyai maksud pengukuran

konsistensi internal variabel laten berada diatas nilai standar. Nilai reliabilitas komposit

untuk variabel innovation capability sebesar 0,822 > reliabilitas standar 0,6. Hal ini

mempunyai maksud pengukuran konsistensi internal variabel laten berada diatas nilai

standar. Nilai reliabilitas komposit untuk variabel comiitment organizational sebesar

0,893 > reliabilitas standar 0,6. Hal ini mempunyai maksud pengukuran konsistensi

internal variabel laten berada diatas nilai standar. Nilai reliabilitas komposit untuk

variabel employee ownership sebesar 0,910 > reliabilitas standar 0,6. Hal ini

mempunyai maksud pengukuran konsistensi internal variabel laten berada diatas nilai

standar. Nilai reliabilitas komposit untuk variabel innovation performance sebesar

0,867 > reliabilitas standar 0,6. Hal ini mempunyai maksud pengukuran konsistensi

internal variabel laten berada diatas nilai standar. Nilai reliabilitas komposit untuk

15
variabel penguatan Teknologi sebesar 0,884 > reliabilitas standar 0,6. Hal ini

mempunyai maksud pengukuran konsistensi internal variabel laten berada diatas nilai

standar.

b. Pengujian Model Struktural (Inner Model)


Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan

antara konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Model struktural

dievaluasi dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen uji t serta

signifikansi dari koefisien parameter jalur struktural.

Nilai R-square untuk variabel Penguatan Teknologi diperoleh sebesar 0,3893.

Hasil ini menunjukkan bahwa 38,93% variabel Penguatan Teknologi dapat

dipengaruhi oleh variabel strategic HRM, innovation culture, innovation capability,

organizational commitment, employee ownership dan innovation performance,

sedangkan 61,07% dipengaruhi oleh variabel lain diluar yang diteliti. Nilai R-square

untuk variabel Innovation performance diperoleh sebesar 0,4792. Hasil ini

menunjukkan bahwa 47,92% variabel Innovation performance dipengaruhi oleh

variabel strategic HRM, innovation culture, innovation capability, organizational

commitment dan employee ownership, sedangkan 52,08% dipengaruhi oleh variabel

lain diluar yang diteliti.

1. Pengujian Hipotesis Pengaruh Langsung

Dasar yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah nilai yang terdapat pada

16
output path coefficients. output estimasi untuk pengujian model struktural. Dalam PLS

pengujian secara statistik setiap hubungan yang dihipotesiskan dilakukan dengan

menggunakan simulasi. Dalam hal ini dilakukan metode bootstrap terhadap sampel.

Pengujian dengan bootstrap juga dimaksudkan untuk meminimalkan masalah

ketidaknormalan data penelitian, hasil pengujian dengan bootstrapping dari analisis

PLS adalah sebagai berikut:

Pengujian Hipotesis H1a (Leadership berpengaruh signifikan terhadap


Penguatan Teknologi)

Hipotesis 1a yang menyatakan bahwa Leadership berpengaruh signifikan

terhadap Penguatan Teknologi tidak terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil pengujian

hipotesis 1a menunjukkan bahwa Leadership dengan Penguatan Teknologi

menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,029 dengan nilai t sebesar 0,299. Nilai

tersebut lebih kecil dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa Leadership berpengaruh

tidak signifikan terhadap Penguatan Teknologi. Dengan demikian hipotesis 1a ditolak.

Pengujian Hipotesis H1b (Leadership berpengaruh signifikan terhadap


Innovation Performance)

Hipotesis 1b yang menyatakan bahwa Leadership berpengaruh signifikan

terhadap Innovation Performance tidak terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil

pengujian hipotesis 1b menunjukkan bahwa Leadership dengan Innovation

Performance menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,003 dengan nilai t sebesar

0,032. Nilai tersebut lebih kecil dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa Leadership

17
berpengaruh tidak signifikan terhadap Innovation Performance. Dengan demikian

hipotesis 1b ditolak.

Pengujian Hipotesis H2a (Innovation Culture berpengaruh signifikan terhadap


Penguatan Teknologi)

Hipotesis 2a yang menyatakan bahwa Innovation Culture berpengaruh signifikan

terhadap Penguatan Teknologi terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasilpengujian hipotesis

2a menunjukkan bahwa Innovation Culture dengan Penguatan Teknologi menunjukkan

nilai koefisien jalur sebesar 0,207 dengan nilai t sebesar 1,850. Nilai tersebut lebih

besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa Innovation Culture berpengaruh

signifikan terhadap Penguatan Teknologi. Dengan demikian hipotesis 2a diterima.

Pengujian Hipotesis H2b (Innovation Culture berpengaruh signifikan terhadap


Innovation Performance)

Hipotesis 2b yang menyatakan bahwa Innovation Culture berpengaruh signifikan

terhadap Innovation Performance terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil pengujian

hipotesis 2b menunjukkan bahwa Innovation Culture dengan Innovation Performance

menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,144 dengan nilai t sebesar 1,839. Nilai

tersebut lebih besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa Innovation Culture

berpengaruh signifikan terhadap Innovation Performance. Dengan demikian hipotesis

2b diterima.

18
Pengujian Hipotesis H3a (Innovation Capability berpengaruh signifikan terhadap
Penguatan Teknologi)

Hipotesis 3a yang menyatakan bahwa Innovation Capability berpengaruh

signifikan terhadap Penguatan Teknologi terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil pengujian

hipotesis 3a menunjukkan bahwa Innovation Capability dengan Penguatan Teknologi

menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,330 dengan nilai t sebesar 3,112. Nilai

tersebut lebih besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa Innovation Capability

berpengaruh signifikan terhadap Penguatan Teknologi. Dengan demikian hipotesis 3a

diterima.

Pengujian Hipotesis H3b (Innovation Capability berpengaruh signifikan terhadap


Innovation Performance)

Hipotesis 3b yang menyatakan bahwa Innovation Capability berpengaruh

signifikan terhadap innovation performance terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil

pengujian hipotesis 3b menunjukkan bahwa Innovation Capability dengan innovation

performance menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,184 dengan nilai t sebesar

2,066. Nilai tersebut lebih besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa Innovation

Capability berpengaruh signifikan terhadap innovation performance. Dengan demikian

hipotesis 3b diterima.

19
Pengujian Hipotesis H4a (commitment organizational berpengaruh signifikan
terhadap Penguatan Teknologi)

Hipotesis 4a yang menyatakan bahwa commitment organizational berpengaruh

signifikan terhadap Penguatan Teknologi terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil pengujian

hipotesis 4a menunjukkan bahwa commitment organizational dengan Penguatan

Teknologi menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,144 dengan nilai t sebesar 1,718.

Nilai tersebut lebih besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa commitment

organizational berpengaruh signifikan terhadap Penguatan Teknologi. Dengan demikian

hipotesis 4a diterima.

Pengujian Hipotesis H4b (commitment organizational berpengaruh signifikan


terhadap Innovation Performance)

Hipotesis 4b yang menyatakan bahwa commitment organizational berpengaruh

signifikan terhadap innovation performance terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil

pengujian hipotesis 4b menunjukkan bahwa commitment organizational dengan

innovation performance menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,316 dengan nilai t

sebesar 3,417. Nilai tersebut lebih besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa

commitment organizational berpengaruh signifikan terhadap innovation performance.

Dengan demikian hipotesis 4b diterima.

20
Pengujian Hipotesis H5a (Employee ownership berpengaruh signifikan terhadap
Penguatan Teknologi)

Hipotesis 5a yang menyatakan bahwa Employee ownership berpengaruh

signifikan terhadap Penguatan T e k n o l o g i tidak terbukti. Hal ini bisa dilihat dari

hasil pengujian hipotesis 5a menunjukkan bahwa Employee ownership dengan

Penguatan Teknologi menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar -0,348 dengan nilai t

sebesar 3,557. Nilai tersebut lebih besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa

Employee ownership berpengaruh tidak signifikan terhadap Penguatan Teknologi.

Dengan demikian hipotesis 5a diterima.

Pengujian Hipotesis H5b (Employee ownership berpengaruh signifikan terhadap


Innovation Performance)

Hipotesis 5b yang menyatakan bahwa Employee ownership berpengaruh

signifikan terhadap innovation performance terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil

pengujian hipotesis 5b menunjukkan bahwa Employee ownership dengan innovation

performance menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,210 dengan nilai t sebesar

2,276. Nilai tersebut lebih besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa Employee

ownership berpengaruh signifikan terhadap innovation performance. Dengan demikian

hipotesis 5b diterima

21
Pengujian Hipotesis H6 (Innovation Performance berpengaruh signifikan
terhadap Penguatan Teknologi)

Hipotesis 6 yang menyatakan bahwa Innovation Performance berpengaruh

signifikan terhadap Penguatan Teknologi terbukti. Hal ini bisa dilihat dari hasil pengujian

hipotesis 6 menunjukkan bahwa Innovation Performance dengan Penguatan Teknologi

menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0,236 dengan nilai t sebesar 2,317 Nilai

tersebut lebih besar dari t-tabel (1,643). Hal ini berarti bahwa Innovation Performance

berpengaruh signifikan terhadap Penguatan Teknologi. Dengan demikian hipotesis 6

diterima.

2. Pengujian Hipotesis Pengaruh Tidak Langsung

Selain pengujian pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung (inderect effect)

juga ditemukan pada analisis SEM PLS. Pengujian pengaruh tidak langsung dijelaskan

berikut ini:

Pengujian Hipotesis H1c Efek mediasi Innovation Performance (Y1) pada


Leadership (X1) terhadap Penguatan Teknologi (Y2)

Nilai koefisien jalur Leadership terhadap Innovation performance sebesar 0,003

dan tidak signifikan, Innovation performance terhadap Penguatan Teknologi sebesar

0,236 dan signifikan, kemudian pengaruh Leadership terhadap penguatan Teknologi

sebesar 0,029 dan tidak signifikan. Hasil pemerikasaan tersebut memberikan bukti

bahwa nilai koefisien jalur pengaruh tidak langsung (Innovation performance) dalam

menjelaskan pengaruh Leadership terhadap Penguatan Teknologi sebesar 0,001 =

0,003 x 0,236 dan menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan dengan nilai t sebesar

22
1,100 < 1,643.

Pengujian Hipotesis H2c Efek mediasi Innovation Performance (Y1) pada


Innovation Culture (X2) terhadap Penguatan Teknologi (Y2)

Nilai koefisien jalur Innovation Culture terhadap Innovation performance sebesar

0,144 dan signifikan, Innovation performance terhadap Penguatan Teknologi sebesar

0,236 dan signifikan, kemudian pengaruh Innovation Culture terhadap penguatan

performance sebesar 0,207 dan signifikan. Hasil pemerikasaan tersebut memberikan

bukti bahwa nilai koefisien jalur pengaruh tidak langsung (Innovation performance)

dalam menjelaskan pengaruh Innovation Culture terhadap Penguatan Teknologi

sebesar 0,034 = 0,144 x 0,236 dan menunjukkan pengaruh yang signifikan dengan nilai

t sebesar 3,815 > 1,643.

Pengujian Hipotesis H3c Efek mediasi Innovation Performance (Y1) pada


Innovation Capability (X2) terhadap Penguatan Teknologi (Y2)

Nilai koefisien jalur Innovation Capability terhadap Innovation performance sebesar

0,184 dan signifikan, Innovation performance terhadap Penguatan Teknologi sebesar

0,236 dan signifikan, kemudian pengaruh Innovation Capability terhadap penguatan

performance sebesar 0,330 dan signifikan. Hasil pemerikasaan tersebut memberikan

bukti bahwa nilai koefisien jalur pengaruh tidak langsung (Innovation performance)

dalam menjelaskan pengaruh Innovation Capability terhadap Penguatan Teknologi

sebesar 0,043 = 0,184 x 0,236 dan menunjukkan pengaruh yang signifikan dengan nilai

t sebesar 4,953 > 1,643

23
Pengujian Hipotesis H4c Efek mediasi Innovation Performance (Y1) pada
commitment organizational (X2) terhadap Penguatan Teknologi (Y2)

Nilai koefisien jalur commitment organizational terhadap Innovation performance

sebesar 0,316 dan signifikan, Innovation performance terhadap Penguatan Teknologi

sebesar 0,236 dan signifikan, kemudian pengaruh commitment organizational terhadap

penguatan performance sebesar 0,144 dan signifikan. Hasil pemerikasaan tersebut

memberikan bukti bahwa nilai koefisien jalur pengaruh tidak langsung (Innovation

performance) dalam menjelaskan pengaruh commitment organizational terhadap

Penguatan Teknologi sebesar 0,075 =0,316 x 0,236 dan menunjukkan pengaruh

yang signifikan dengan nilai t sebesar2,142 > 1,643

Pengujian Hipotesis H5c Efek mediasi Innovation Performance (Y1) pada


employee ownership (X2) terhadap Penguatan Teknologi (Y2)

Nilai koefisien jalur employee ownership terhadap Innovation performance

sebesar 0,201 dan signifikan, Innovation performance terhadap Penguatan Teknologi

sebesar 0,236 dan signifikan, kemudian pengaruh employee ownership terhadap

penguatan performance sebesar -0,348 dan tidak signifikan. Hasil pemerikasaan

tersebut memberikan bukti bahwa nilai koefisien jalur pengaruh tidak langsung

(Innovation performance) dalam menjelaskan pengaruh employee ownership terhadap

Penguatan Teknologi sebesar 0,047 = 0,201 x 0,236 dan menunjukkan pengaruh yang

tidak signifikan dengan nilai t sebesar 1,155 < 1,643

24
EPILOG

Hasil dari studi kasus pada buku ini, menunjukkan bahwa: a. Leadership

ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap Penguatan Teknologi dan Innovation

Performance. Namun, jika dimediasi oleh Innovation Performance maka Leadership

akan berpengaruh signifikan terhadap Penguatan Teknologi; b. Innovation Culture

ditemukan berpengaruh signifikan terhadap Innovation Performance dan berpengaruh

signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap Penguatan Teknologi;

c. Innovation Capability ditemukan berpengaruh signifikan terhadap Innovation

Performance dan berpengaruh signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung

terhadap Penguatan Teknologi; d. Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan

terhadap Innovation Performance dan berpengaruh signifikan baik secara langsung

maupun tidak langsung terhadap Penguatan Teknologi; e. Employee Ownership

ditemukan tidak berpengaruh signifikan terhadap Penguatan Teknologi tetapi

berpengaruh signifikan terhadap Innovation Performance, f. Innovation Performance

ditemukan berpengaruh signifikan terhadap Penguatan Teknologi.

Berdasarkan hasil studi kasus tersebut di atas, maka di sarankan: a. Untuk

meningkatkan penguatan teknologi dan Teknologi pada usaha Industri Tenun Sutra di

Provinsi SULSELBAR. Untuk itu faktor yang sangat penting untuk menjadi perhatian

adalah budaya inovasi, kapabilitas inovasi, komitmen organisasi dan rasa kepemilikan

karyawan terhadap organisasi yang kemudian akan meningkatkan kinerja inovasi

pelaku mikrofinance; b. Meskipun pada studi kasus ini, ditemukan bahwa Leadership

belum berpengaruh langsung terhadap penguatan teknologi dan Teknologi hal ini

disebabkan karena sebahagian besar usaha Industri Tenun Sutra di Provinsi

25
SULSELBAR masih menggunakan manajemen sederhana yang belum menerapkan

human resource planning, manajemen kinerja dan manajemen reward serta teknologi.

Namun, perlu menjadi pertimbangan untuk diterapkan pada usaha Industri Tenun Sutra

di Provinsi SULSELBAR untuk lebih memberikan penguatan pada teknologi dan

Teknologi. c. Hasil studi kasus ini ini juga menunjukkan peran penting Kinerja teknologi

dan Inovasi dimana jika kinerja inovasi pelaku Teknologi di SulselBar tinggi maka akan

turut memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan Teknologi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Adler, P.S. and Shenbar, A. 1990. Adapting your technological base: the
organizational challenge. Sloan Management Review, Vol. 25, pp.
25-37

Aristanto, Deny Bagus. 2017. Pengaruh Knowledge Sharing Terhadap


Individual Innovation Capability dan Kinerja Karyawan. Jurnal EMBA
Vol.5 No.2, Hal.1539-1545

Asegaff, M, & Wasitowati. 2015. Knowledge Sharing Sebagai Sumber


Inovasi dan Keunggulan Bersaing pada Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) Sektor Batik. Jurnal UNISSULA Teknik Ekonomi.
2(1): 208-221

Azubuike, Vera M. U. 2013. Technological Innovation Capability and Firm’s


Performance in New Product Development. Communications of the
IIMA. 13(1)

Barnano A. M. (2005), Getting innovation Technology, Revista Brasileira


Journal, 4, n. 1, 57–96

Bergman, J. Z., Rentsch, J. R., Small, E. E., Davenport, S. W., & Bergman,
S. M. 2012. The shared leadership process in decision-making teams.
The Journal of Social Psychology, 152 (1), 17-42

Beyene, K.T., Shi, C.S., dan Wu, W.W. 2016. Linking Culture,
Organizational Learning Orientation, and Product Innovation
Performance: The Case of Ethiopian Manufatirung Firms. South
African Journal of Industrial Engineering May 2016 Vol 27(1), pp 88-
101

Calantone, R. J., Cavusgil, S. T., & Zhao, Y. 2002. Learning orientation,


firm innovation capabality, and firm performance. Journal of Industrial
Marketing Management, 31, 515–524

Celuch, K. G., Kasouf, C. J., & V. Peruvembac. (2002). The effects of


perceived market and learning orientation on assessed
organizational capabilities. Industrial Marketing Management, 31,
545– 554

37
Cheng, Y. L. & Lin, Y. H. 2012. Performance evaluation of technological
innovation capabilities in uncertainty. Procedia-Social and Behavioral
Sciences, 40, 287-314

Chiu, L. J., & Huang, N. T. N. 2013. A Study on the Relationships among


the Organizational Learning Capacity, Organizational Learning
Culture, and Organizational Innovation Performance

Evangelista, R., Perani, G., Rapiti, F., dan Archibugi, D. 1997. Nature and
impact of innovation in manufacturing: some evidence from the Italian
innovation survey. Research Policy, Vol. 26, pp. 521-536

Hecklau, Fabian., Galeitzke, Mila., Flachs, Sebastian, 2016. Holistic


Approach for Human Resouces Management in Industry 4.0. 6 th
CLF- 6th CIRP Conference on Learning Factories. Procedia CIRP
54(2016). Hal 1-6.
Nursyamsi, Idayanti. 2012. Pengaruh Kepemimpinan, Pemberdayaan, dan
Stress Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Serta Dampaknya
Terhadap Kinerja Dosen. Proceeding of Conference in Business,
Accounting and Management (CBAM). Unissula. Semarang.

Ince, H., Imamoglu, S. Z., dan Turkcan, H. 2016. The Effect of


Technological Innovation Capabilities and Absorptive Capacity on
Firm Innovativeness: A Conceptual Framework. Procedia - Social
and Behavioral Sciences. 23(5): 764-770

Ipe. 2003. Knowledge sharing in organizations: a conceptual framework.


Human Resource Development Review, 2(4), 337-359

Jiménez-Jiménez, D. and R. Sanz-Valle, 2011. Innovation, Organizational


Learning, and Performance, Journal of Business Research, Vol.
64, No.4, p.p.408-417

Lau, Antonio K.W., Yam, Richard C.M., dan Tang, Esther P.Y. 2010. The
impact of technological innovation capabilities on innovation
performance an empirical study in Hong Kong. Journal of Science
and Technology Policy in China, 1(2), 163-186

Lall, S. 1992. Technological capabilities and industrialization. World


Development, Vol. 20 No. 2, pp. 165-86

38
Li, Tiger dan Calantone, Roger, J. 1998. The Impact of Market Knowledge
Competence on New Product Advantage: Conceptualization and
Empirical Examination, Journal of Marketing, Vol. 62, October

Liu, S. S., Luo, X., & Shi, Y. 2002. Integrating customer orientation in
organizations in transition: an empirical study. International. Journal
of Research in Marketing, 19, 367-382

Lubik, S., Garnsey, E., Minshall, T., & Platts, K. (2013). Value creation from
the innovation environment: partnership strategies in university
spin‐outs. R&D Management, 43(2), 136-150

Marsick, V.J. dan Watkins, K.E. 2003. Demonstrating The Value of an


Organization‟s Learning Culture: The Dimensions of Learning
Organizations Questionnaire. Advances in Developing Human
Resources, 5(2), 132–15

Miller, D. 1996. “A preliminary typology of organisational learning:


Synthesizing the literature.” J. Manage., 22(3), 485–505

Phelps, C., Heidl, R., & Wadhwa, A. (2012). Knowledge, networks, and
knowledge networks a review and research agenda. Journal of
Management, 38(4), 1115-1166

Santos-Vijande, M. L., Lopez-Sanchez, J. A., & Gonzalez-Mieres, C. 2012.


Organizational learning, innovation, and performance in KIBS.
Journal of Management & Organization, 18(6), pp. 870-904

Sirmon, D. G., Hitt, M. A., and Ireland, R. D. (2007). “Managing firm


resources in dynamic environments to create value: Looking inside
the black box.” Acad. Manage. Rev., 32(1), 273–292

Spillane, J. P. 2015. Leadership and learning: Conceptualizing relations


between school administrative practice and instructional practice
[Monograph]. Societies, 2015(5), 277-294

Uslu, Tuna. 2015. Innovation Culture and Strategic Human Resource


Management in Public and Private SectorWithin The Framework
Of Employee Ownership.

39
World Conference on Technology, Innovation and Entrepreneurship.
Procedia Social and Behavior Sciences 195 (2015) hal 1463-1470.

Voss, Glen. B dan Voss, Zannie, Giraud. 2000. “Strategic Orientation and
Firm
Performance in an Artistic Environment”, Journal of Marketing, Vol.
64

Wang, C.L. 2008. Entrepreneurial orientation, learning orientation, and firm


performance, Entrepreneurship Theory and Practice, 32(4), pp 635-
657

Wang, D. dan Shuai, C. 2013. Does intellectual capital matter? High-


performance work systems and bilateral innovative capabilities,
International Journal of Manpower, 34, Iss 8, 861-879

Yam, R.C.M., Guan, J.C., Pun, K.F., dan Tang, E.P.Y. 2004. An audit of
technological innovation capabilities in Chinese firms: some empirical
findings in Beijing, China. Research Policy, Vol. 33, pp. 1123-1140

Zawislak, P.A., Alves, A.C., Tello-Gamarra, J., Barbieux, D., dan Reichert,
F.M. 2013. novation Capability: From Technology Development to
Transaction Capability, Journal of Technology Management and
Innovation, Vol 7, Iss 2

40

Anda mungkin juga menyukai