Anda di halaman 1dari 83

PENGELOLAAN REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

Tinjauan Terhadap Casemix, Hukum Kesehatan dan Standar Operasional Prosedur


(SOP)

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN


SEMESTER VI TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020

Disusun Oleh :
Nadintya Ayyu Eka Sari (2015173)
Rossita Dewi Sukmaningtyas (2017036)
Istiyana (2017074)
Rizky Aprilliani (2017220)
An Nisa Nurlaily Chasanah (2017233)
Febry Mela Herwinda (2017295)

PRODI D3 REKAM MEDIK DAN INFORMASI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Nadintya Ayyu Eka Sari 2015173


Rossita Dewi Sukmaningtyas 2017036
Istiyana 2017074
Rizky Aprilliani 2017220
An Nisa Nurlaily Chasanah 2017233
Febry Mela Herwinda 2017295
Mata Kuliah : Praktik Lapangan
Semester : VI / Tahun Akademik 2019 / 2020
Judul : Pengelolaan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Tinjauan
Terhadap Casemix, Hukum Kesehatan dan Standar Operasional
Prosedur (SOP)

Mengesahkan,
Ketua Program Studi D3 RMIK Pembimbing Akademik
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Duta Bangsa Surakarta

(Linda Widyaningrum, S.K.M., MPH) (Riska Rosita, S.KM., M.Kes)

Mengetahui,
Dekan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Duta Bangsa Surakarta

(Warsi Maryati, S.K.M., MPH)

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayahnya yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan laporan tentang Pengelolaan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Tinjauan Terhadap Casemix, Hukum Kesehatan dan Standar Operasional Prosedur

(SOP). Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Warsi Maryati, S.K.M., MPH selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Duta Bangsa Surakarta.

2. Linda Widyaningrum, S.K.M., MPH selaku Ketua Program Studi D3 RMIK

Fakultas Ilmu Kesehtan Universitas Duta Bangsa Surakarta.

3. Riska Rosita, S.KM., MPH selaku pembimbing akademik.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kesalahan dan

kurang sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan penyusunan laporan di lain hari. Semoga laporan

ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Surakarta, April 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 4
A. Casemix ......................................................................................... 4
B. Hukum Kesehatan ......................................................................... 12
C. Standar Operasional Prosedur (SOP) ............................................ 18
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 30
A. Casemix ......................................................................................... 30
B. Hukum Kesehatan ......................................................................... 45
C. Standar Operasional Prosedur ....................................................... 57
DAFTAR ISI
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Casemix Main Groups (CMG) ................................................. 6

Tabel 2.2 Group Tipe Kasus dalam INA-CBGs ....................................... 8

Tabel 2.3 Contoh Kode INA-CBGs ............................................................. 9

Tabel 3.1 Kode Penyakit dan Tindakan pada Sistem INA-CBGs ............ 38

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Mengaktifkan XAMPP ................................................................. 30

Gambar 3.2 Membuka browser ........................................................................ 31

Gambar 3.3 Masukkan username dan password ............................................. 31

Gambar 3.4 Mengentry username dan password ............................................. 32

Gambar 3.5 Menu coding dan grouping .......................................................... 32

Gambar 3.6 Masukkan data identitas pasien .................................................... 33

Gambar 3.7 Mengentry data identitas pasien ................................................... 33

Gambar 3.8 Menu klaim baru ......................................................................... 34

Gambar 3.9 Mengentry data identitas pasien untuk klaim............................... 34

Gambar 3.10 Mengentry biaya perawatan dan pengobatan pasien .................. 35

Gambar 3.11 Mengentry kode diagnosa dan tindakan ..................................... 35

Gambar 3.12 Menu grouper ............................................................................. 36

Gambar 3.13 Menu final klaim ........................................................................ 36

Gambar 3.14 Menu cetak klaim ....................................................................... 37

Gambar 3.15 Menu cetak klaim ....................................................................... 37

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal Hukum Kesehatan Pelepasan Informasi

Lampiran 2 Jurnal Hukum Kesehatan Informed Consent

Lampiran 3 Cetak Berkas Klaim Kasus 1

Lampiran 4 Cetak Berkas Klaim Kasus 2

Lampiran 5 Cetak Berkas Klaim Kasus 3

Lampiran 6 Cetak Berkas Klaim Kasus 4

Lampiran 7 Cetak Berkas Klaim Kasus 5

Lampiran 8 Cetak Berkas Klaim Kasus 6

Lampiran 9 Cetak Berkas Klaim Kasus 7

Lampiran 10 Cetak Berkas Klaim Kasus 8

Lampiran 11 Cetak Berkas Klaim Kasus 9

Lampiran 12 Cetak Berkas Klaim Kasus 10

Lampiran 13 Jurnal Pelepasan informasi

Lampiran 14 Jurnal Informed Consent

Lampiran 15 Bukti Postest Online

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang baik sangat dibutuhkan mengingat semakin

meningkatnya daya tarik masyarakat akan pentingnya kesehatan. Rumah sakit

merupakan salah satu sarana penyedia pelayanan kesehatan, oleh karena itu

rumah sakit dituntut selalu menyediakan pelayanan kesehatan yang efektif dan

efisien. Pada pelaksanaan pelayanan kesehatan, rumah sakit harus mengadakan

rekam medis untuk menunjang pelayanan dan pengelolaan informasi pasien.

Menurut Permenkes 269 tahun 2008, rekam medis adalah berkas yang

berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan,

pengobatan yang telah diberikan serta tindakan dan pelayanan lain yang telah

diberikan kepada pasien. Tujuan rekam medis salah satunya yaitu tercapainya

tertib administrasi dan menunjang financial dalam pelayanan kesehatan untuk

pengambilan keputusan pembiayaan di rumah sakit.

Pembiayaan kesehatan merupakan bagian yang penting dalam

implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), salah satu sistem

pembiayaan tersebut melalui casemix. Sistem casemix adalah pengelompokan

diagnosis dan prosedur dengan mangacu pada ciri klinis yang mirip atau sama

dan biaya perawatan yang mirip atau sama, pengelompokan dilakukan dengan

menggunakan grouper.

1
2

Menurut Peraturan Hukum Kesehatan Indonesia, hukum kesehatan adalah

semua ketentuan yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau

pelayanan kesehatan dan penerapannya serta hak dan kewajiban, baik

perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan

kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala

aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medis, ilmu kesehatan dan hukum

serta sumber-sumber lainnya. Salah satu bagian tersebut adalah pelapasan

informasi medis. Pelepasan informasi medis adalah petugas yang diberi

wewenang, dokter yang merawat berhak memberikan informasi tentang

kesehatan pasien atas permintaan pasien tersebut. Pelepasan informasi dapat

digunakan sebagai bukti hukum jika terjadi kejadian yang tidak diinginkan.

Selain itu hal yang terpenting dalam tindakan medis selain pelepasan informasi

juga ada persetujuan atas dasar informasi yang telah diberikan dikenal dengan

istilah informed consent. Informed consent merupakan alat untuk menuntukan

nasib pasien sendiri dalam tindakan kedokteran oleh karena itu pasien hanya

dapat memberikan persetujuan secara nyata apabila pasien dapat menerima dan

memahami isi informasi mengenai tindakan yang akan diberikan. Informed

consent merupakan salah satu dasar pertimbanagan para dokter dalam

mengambil tindakan medik untuk menyelamatkan nyawa pasiennya sesuai

dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Untuk

meningkatkan pelayanan yang lebih baik rumah sakit harus memiliki acuan

dalam pelaksanaan kegiatan kerja seperti Standar Operasional Prosedur (SOP).


3

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis

yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas

organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa

dilakukan. Dengan adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) diharapkan

dapat memperjelas job description pada masing-masing bagian. Salah satu

contoh Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah pendaftaran pasien rawat

jalan. Pendaftaran pasien rawat jalan adalah tata cara penerimaan pasien yang

akan berobat agar dapat berjalan dengan teratur, tertib, aman dan mengurangi

waktu tunggu pasien.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik mengambil judul

“Pengelolaan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Tinjauan Terhadap

Casemix, Hukum Kesehatan dan Standar Operasional Prosedur (SOP)”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Pengelolaan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan Tinjauan

Terhadap Casemix, Hukum Kesehatan dan Standar Operasional Prosedur

(SOP)?
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Casemix

1. Pengertian Casemix

Menurut PMK No 27 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Sistem

Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) Pasal 1 Petunjuk Teknis Sistem

Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs) merupakan acuan bagi fasilitas

kesehatan tingkat lanjut, BPJS (Badan Pelayanan Jaminan Sosial) Kesehatan

dan pihak yang terkait mengenai metode pembayaran INA-CBGs dalam

pembayaran penyelenggaraan jaminan kesehatan. Sistem casemix adalah

pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang

mirip atau sama dan penggunaan sumber daya atau biaya perawatan yang

mirip atau sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software

grouper. Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah

diatur pola pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjut adalah

dengan INA-CBGs sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013

tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Presiden Nomor 111 Tahun 2013.

2. Tujuan Casemix

Menurut Miller (2007) dalam Permenkes 27 tahun 2014

tujuan pembiayaan kesehatan adalah :

4
5

a. Mendorong peningkatan mutu.

b. Mendorong layanan berorientasi pasien.

c. Mendorong efisiensi tidak memberikan penghargaan terhadap pemberi

yang melakukan lebih dari perawatan, dalam perawatan maupun

melakukan kejadian buruk, dan mendorong pelayanan tim.

3. Metode Casemix

Berdasarkan Permenkes Nomor 27 tahun 2014 terdapat dua metode

pembayaran rumah sakit yaitu :

a. Pembayaran retrospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas

layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien berdasarkan pada setiap

aktifitas layanan yang diberikan, semakin banyak layanan kesehatan yang

diberikan semakin besar biaya yang harus dibayarkan.

b. Pembayaran prospektif adalah pembayaran yang dilakukan atas layanan

kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan

diberikan.

4. Struktur Kode INA-CBG’s

Pengelompokan menggunakan sistem teknologi informasi berupa

aplikasi INA-CBGs sehingga dihasilkan 1077 group atau kelompok kasus

yang terdiri dari 789 kelompok kasus rawat inap dan 288 kelompok kasus

rawat jalan dengan dasar pengelompokan menggunakan ICD-10 untuk

diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan. Setiap group dilambangkan dengan

kode kombinasi abjad dan angka dengan contoh sebagai berikut :

Kode INA-CBGs : K-4-17-I


6

Keterangan :

Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups)

Digit ke-2 merupakan tipe kasus

Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus

Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan tingkat keparahan

Struktur Kode INA-CBGs terdiri atas :

a. Case-Mix Main Groups (CMGs)

Case-Mix Main Groups adalah klasifikasi tahap pertama dengan

dilabelkan huruf abjad (A sampai Z) yang berhubungan dengan sistem

organ tubuh, pemberian label huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD

untuk setiap sistem organ, terdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22

Acute Care CMGs, 2 Ambulatory CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic

CMGs, 4 Special CMGs dan 1 Error CMGs) dengan total CBGs sampai

saat ini sebanyak 1220.

Tabel 2.1
Casemix Main Groups (CMG)
CMG
No Casemix Main Groups (CMG)
Codes
1. Central nervous system groups G
2. Eye and adnexa groups H
3. Ear, nose, mouth & throat groups U
4. Respiratory system groups J
5. Cardiovascular system groups I
6. Digestive system groups K
7. Hepatobiliary & pancreatic system groups B
8. Musculoskeletal system & connective tissue groups M
7

CMG
No Casemix Main Groups (CMG)
Codes
9. Skin, subcutaneous tissue & breast groups L
10. Endocrine system, nutrition & metabolism groups E
11. Nephro-urinary system groups N
12. Male reproductive system groups V
13. Female reproductive system groups W
14. Deleiveries groups O
15. Newborns & neonates groups P
16. Haemopoeitic & immune system groups D
17. Myeloproliferative system & neoplasms groups C
18. Infectious & parasitic diseases groups A
19. Mental health and behavioral groups F
20. Substance abuse & dependence groups T
21. Injuries, poisonings & toxic effects of drugs groups S
22. Factors influencing health status & other contacts Z
with health services groups
23. Ambulatory groups-episodic Q
24. Ambulatory groups-package QP
25. Sub-acute groups SA
26. Special procedures YY
27. Special drugs DD
28. Special investigations I II
29. Special investigations II IJ
30. Special prosthesis RR
31. Chronic groups CD
32. Errors CMGs X
8

b. Case-Base Groups (CBGs)

Sub-group kedua menunjukkan tipe kasus yaitu :

Tabel 2.2
Group Tipe Kasus dalam INA-CBGs
Tipe Kasus Group

Prosedur Rawat Inap Group-1

Prosedur Besar Rawat Jalan Group-2

Prosedur Signifikan Rawat Jalan Group-3

Rawat Inap Bukan Prosedur Group-4

Rawat Jalan Bukan Prosedur Group-5

Rawat Inap Kebidanan Group-6

Rawat Jalan Kebidanan Group-7

Rawat Inap Neonatal Group-8

Rawat Jalan Neonatal Group-9

Error Group-0

c. Kode CBGs

Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBGs yang dilambangkan

dengan numerik mulai 01 sampai dengan 99.

d. Severity Level

Sub-group keempat merupakan tingkat intensitas sumber daya yang

menunjukkan tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya

komorbiditas ataupun komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan

kasus dalam INA-CBGs terbagi menjadi :


9

1) “0” untuk Rawat jalan

2) “I – Ringan” untuk Rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa

komplikasi maupun komorbiditi).

3) “II – Sedang” untuk Rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan

ringan komplikasi dan komorboditi).

4) “III – Berat” untuk Rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan

berat komplikasi dan komorbiditi).

Tabel 2.3
Contoh Kode INA-CBGs
Kode INA-
Tipe Layanan Deskripsi Kode INA-CBGs
CBGs
I-4-10-I Infark Miocard Akut Ringan

Rawat Inap I-4-10-II Infark Miocard Akut Sedang

I-4-10-III Infark Miocard Akut Berat

Rawat Q-5-18-0 Konsultasi atau pemeriksaan lain-lain

Jalan Q-5-35-0 Infeksi Akut

Kode INA-CBGs dan deskripsinya tidak selalu menggambarkan

diagnosis tunggal tetapi bisa merupakan hasil satu diagnosis atau

kumpulan diagnosis dan prosedur.

e. Ketepatan koding diagnosis dan prosedur sangat berpengaruh terhadap

hasil grouper dalam aplikasi INA-CBGs.

1) ICD-10 (International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems Tenth Revisioin)

Terdiri dari 3 volume dan 21 BAB dengan rincian sebagai berikut :


10

a) Volume 1 merupakan daftar tabulasi dalam kode alfanumerik tiga

atau empat karakter dengan inklusi dan eksklusi, beberapa aturan

pengkodean, klasifikasi morfologis neoplasma, daftar tabulasi

khusus untuk morbiditas dan mortalitas, definisi tentang penyebab

kematian serta peraturan mengenai nomenklatur.

b) Volume 2 merupakan manual instruksi dan pedoman pengunaan

ICD-10

c) Volume 3 merupakan Indeks alfabetis, daftar komprehensif semua

kondisi yang ada di daftar Tabulasi (volume 1), daftar sebab luar

gangguan (external cause), tabel neoplasma serta petunjuk memilih

kode yang sesuai untuk berbagai kondisi yang tidak ditampilkan

dalam tabular list.

2) ICD-9-CM (Intenational Classification Of Disease Nine Clinical

Modification)

ICD-9-CM digunakan untuk pengkodean tindakan atau prosedur

yang berisi kode prosedur bedah atau operasi dan pengobatan serta non

operasi seperti CT Scan, MRI, dan USG. ICD-9-CM berisi daftar yang

tersusun dalam tabel dan index alfabetis. Prosedur bedah operasi

dikelompokkan pada bagian 01-86 dan prosedur bukan bedah/non

operasi dibatasi pada bagian 87-99. Struktur klasifikasi berdasarkan

anatomi dengan kode berupa numerik. ICD-9-CM terdiri dari 16 bab.


11

5. Aplikasi INA-CBGs v5

Aplikasi INA-CBG merupakan aplikasi yang digunakan program

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai pada 1 Januari 2014.

Aplikasi ini sebelumnya juga telah digunakan dalam program jaminan

kesehatan yang dicanangkan oleh pemerintah seperti JAMKESMAS pada

tahun 2010 dengan versi sebelumnya.

Aplikasi INA-CBG pertama kali dikembangkan dengan versi 5.1 yang

berkembang sampai saat ini menjadi versi 5 dengan perkembangan pada

beberapa hal diantaranya :

a. Interface

b. Fitur

c. Grouper

d. Penambahan Variable

e. Tarif INA-CBG

f. Modul Protokol Integrasi dengan SIMRS serta BPJS

g. Rancang Bangun Pengumpulan Data dari rumah sakit (Data Center

Kementrian Kesehatan RI)

Aplikasi E-Klaim v5 yang dimiliki oleh rumah sakit hanya bisa diakses

oleh rumah sakit yang bersangkutan dan pihak lain tidak dapat mengakses

untuk tujuan privasi dan keamanan data rumah sakit.

Pada aplikasi ini yang akan digunakan pada tahun 2016 telah mengalami

perubahan yang cukup signifikan baik dari segi interface maupun rancang

bangun alur pengiriman data. Aplikasi INA-CBG sampai saat ini telah
12

digunakan oleh rumah sakit dan klinik yang melayani peserta Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN).

Cara mengoperasionalisasi aplikasi INA-CBGs v5 :

a. Mengaktifkan XAMPP dengan cara klik kanan icon XAMPP.

b. Membuka browser yang ada di komputer dan diketik pada lamat url :

localhost/eclaim, kemudian masukkan username : inacbg dan password :

inacbg.

c. Klik menu coding atau grouping, masukkan nomor rekam medik atau

nomor SEP atau nama apabila pasien lama, atau klik pasien baru bagi

pasien yang baru pertama kali datang. Untuk pasien baru, silahkan

memasukan data sesuai variabel yang di minta sampai dengan proses

grouping.

d. Klik menu klaim baru, masukkan data sesuai variabel yang diminta (Data

identitas pasien, tarif rumah sakit, kode diagnosa dan tindakan) kemudian

klik grouper.

e. Setelah dinilai data sudah valid kemudian klik final klaim.

B. Hukum Kesehatan

1. Aspek Hukum

Menurut Astuti (2009) institusi pelayanan kesehatan harus menyimpan

catatan mengenai kesehatan karena hukum atau peraturan tersebut penting

sebagai kepedulian pasien dan dokumen yang sah. Ada beberapa hal yang

perlu dipahami dari rekam medis ditinjau dari aspek hukumnya. Aspek
13

hukum tersebut isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum

atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan

bahan bukti untuk menegakkan keadilan, beberapa hal tersebut meliputi :

a. Pemanfaatan Data Rekam Medis

Merupakan sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai

kepentingan, mengingat data tersebut bersifat rahasia maka dalam hal

penarikan, pemaparan, maupun penggunaan data untuk berbagai macam

kepentingan perlu memperhatikan aspek hukumnya. Penggunaan data

rekam medis dalam hal kepentingan hukum harus memperhatikan hukum

yang berlaku, sedangkan untuk kepentingan yang mengutamakan pihak

lain harus ada ijin dari pasien yang bersangkutan, meliputi :

1) Keperluan hukum

2) Riset atau edukasi

3) Rujukan ke pelayanan kesehatan yang lainnya untuk kepentingan

pasien atau keluarga

4) Evaluasi pelayanan di institusi pelayanan kesehatan sendiri

5) Kontrak badan atau organisasi pelayanan

b. Pelepasan Data dan Informasi

Menurut Astuti (2009) pihak yang terlibat dalam pelepasan data atau

informasi rekam medis adalah :

1) Diklat

2) Sub bagian rekam medis

3) Dokter atau tenaga medis


14

4) Petugas ruangan

Pelepasan data dan informasi ini sangat dibutuhkan oleh beberapa

pihak, antara lain bagi perusahaan asuransi, proses lembaga peradilan, dan

untuk media (pers, radio dan televisi). Pelepasan data dan informasi ini

tidak bisa terlepas dari peraturan yang ada dan berlaku, karena dokumen

rekam medis tidak bisa keluar dari wilayah instalasi pelayanan kesehatan

tersebut. Dokumen rekam medis hanya digunakan untuk kepentingan-

kepentingan pihak perusahaan asuransi, proses peradilan, dan untuk

media, mereka hanya menerima resume dari berkas rekam medis.

c. Informed Consent

Menurut PERMENKES Nomor 290/MENKES/PER/III/2008,

persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh

pasien atau keluarga terdekat setelah medapat penjelasan secara lengkap

mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

terhadap pasien.

Berdasarkan PERMENKES Nomor 290/MENKES/PER/III/2008,

jenis informend consent, yaitu :

1) Informend consent secara tertulis

Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi harus

meperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

memberikan persetujuan.
15

2) Informend consent secara lisan

Tindakan kedokteran yang tidak mengandungv resiko tinggi

dapat diberikan dengan persetujuan lisan. Persetujuan lisan dapat

diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan

menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai uacapan setuju.

Bila dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.

Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien

dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan

kedokteran. Dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan

sesegera mungkin kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada

keluarga terdekat. Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan

atau ditarik oleh yang memberi persetujuan sebelum dimulainya

tindakan. Pembatalan persetujuan tindakan harus dilakukan secara

tertulis oleh yang memberi persetujuan. Segala akibat yang timbul dari

pembatalan persetujuan tindakan kedokteran menjadi tanggung jawab

yang membatalkan persetujuan.

d. Kewajiban Pemberi Tindakan

Penjelasan tentang tindakan kedokteran diberikan langsung kepada

pasien dan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.

Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar,

penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar.

Penjelasan tentang tindakan kedokteran sekurang-kurangnya mencakup :


16

1) Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran.

a) Penjelasan tentang diagnosa dan keadaan kesehatan pasien dapat

meliputi :

(1) Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat

tersebut.

(2) Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegagkan,

maka sekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis

banding.

(3) Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan

dilakukannya tindakan kedokteran.

(4) Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak

dilakukan tindakan.

2) Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan.

a) Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,

diagnostik, teraupetik, ataupun rehabilitatif.

b) Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien

selama dan sesudah tindakan, serta efek samping atau

ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.

c) Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya

dibandingkan dengan tindakan yang direncanakan.

d) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing

alternatif tindakan.
17

e) Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi

keadaan darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau tak

terduga lainnya.

f) Alternatif tindakan lain dan resikonya.

g) Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran

adalah semua risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti

tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali :

(1) Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan

umum.

(2) Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang

dampaknya sangat ringan.

(3) Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibanyangkan

sebelumnya (unforeseeable).

(4) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan dan.

Penejlasan tentang prognosis meliputi :

(a) Prognosis tentang hidup matinya (ad vitam).

(b) Prognosis tentang fungsiny (ad functionam).

(c) Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam).

3) Perkiraan pembiayaan.
18

C. Standar Operasional Prosedur (SOP)

1. Pengertian Standar Operasional Prosedur (SOP)

Menurut Atmoko (2011) Standar Operasional Prosedur (SOP)

merupakan suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan

sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah

berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai

tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.

2. Tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP)

Menurut Hartatik (2014) tujuan Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu :

a. Untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi

tertentu dan kemana petugas dan lingkungan dalam melaksanakan sesuatu

tugas atau pekerjaan tertentu.

b. Sebagai acuan dalam pelaksanaan kesehatan tertentu bagi sesama pekerja

dan supervisior.

c. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan (dengan demikian

menghindari dan mengurangi konflik), peraduan, duplikasi serta

pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan.

d. Merupakan parameter untuk menilai mutu pelayanan.

e. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara efisien

dan efektif.

f. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari

petugas yang terkait.


19

g. Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai pelaksanaan proses

kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan mal praktek dan kesalahan

administratif lainnya, sehingga sifatnya melindungi rumah sakit dan

petugas.

h. Sebagai dokumen yang digunakan untuk pelatihan.

i. Sebagai dokumen sejarah bila telah di buat revisi SOP yang baru.

3. Fungsi Standar Operasional Prosedur (SOP)

Menurut Hartatik (2014) fungsi Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu :

a. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja

b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.

c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.

d. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja.

e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

4. Prinsip-Prinsip Standar Operasional Prosedur (SOP)

Dalam Parmenpan PER/21/M-PAN/11/2008 disebutkan bahwa

penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) harus memenuhi prinsip-

prinsip antara lain: kemudahan dan kejelasan, efisiensi dan efektivitas,

keselarasan, keterukuran, dimanis, berorientasi pada pengguna, kepatuhan

hukum, dan kepastian hukum.

a. Konsisten. Standar Operasional Prosedur (SOP) harus dilaksanakan secara

konsisten dari waktu ke waktu, oleh siapapun, dan dalam kondisi apapun

oleh seluruh jajaran organisasi pemerintahan.


20

b. Komitmen. Standar Operasional Prosedur (SOP) harus dilaksanakan

dengan komitmen penuh dari seluruh jajaran organisasi, dari level yang

paling rendah dan tertinggi.

c. Perbaikan berkelanjutan. Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur

(SOP) harus terbuka terhadap penyempurnaan-penyempurnaan untuk

memperoleh prosedur yang benar-benar efisien dan efektif.

d. Mengikat. Standar Operasional Prosedur (SOP) harus mengikat pelaksana

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur standar yang telah

ditetapkan.

e. Seluruh unsur memiliki peran penting. Seluruh pegawai peran-peran

tertentu dalam setiap prosedur yang distandarkan. Jika pegawai tertentu

tidak melaksanakan perannya dengan baik, maka akan mengganggu

keseluruhan proses, yang akhirnya juga berdampak pada proses

penyelenggaraan pemerintahan.

f. Terdokumentasi dengan baik. Seluruh prosedur yang telah distandarkan

harus didokumentasikan dengan baik, sehingga dapat selalu dijadikan

referensi bagi setiap mereka yang memerlukan.

5. Unsur Standar Operasional Prosedur (SOP)

Menurut Hartanto (2017) unsur Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu :

a. Unsur Dokumentasi

Unsur dokumentasi merupakan unsur dari Standar Operasional

Prosedur (SOP) yang berisi hal-hal yang terkait dengan proses

pendokumentasian Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai sebuah


21

dokumen. Adapun unsur dokumentasi Standar Operasional Prosedur

(SOP) antara lain mencakup :

1) Halaman Judul (Cover)

Halaman judul merupakan halaman pertama sebagai sampul muka

sebuah dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP). Halaman judul

ini berisi informasi mengenai:

a) Judul Standar Operasional Prosedur (SOP).

b) Instansi / Satuan Kerja.

c) Tahun pembuatan.

d) Informasi lain yang diperlukan.

2) Keputusan Pimpinan

Dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan

pedoman setiap pegawai (baik pejabat struktural, fungsional, atau yang

ditunjuk untuk melaksanakan satu tugas dan tanggung jawab tertentu),

dokumen ini harus memiliki kekuatan hukum.

3) Daftar isi dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP)

Daftar isi ini dibutuhkan untuk membantu mempercepat pencarian

informasi dan menulis perubahan atau revisi yang dibuat untuk bagian

tertentu dari Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait. (Catatan:

Pada umumnya, karena prosedur-prosedur yang di Standar Operasional

Prosedur (SOP) akan mencakup prosedur dari seluruh unit kerja,

kemungkinan besar dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP)

akan sangat tebal. Oleh karena itu, dokumen ini dapat dibagi ke dalam
22

beberapa bagian, yang masing-masing memiliki daftar isi).

4) Penjelasan singkat penggunaan

Sebagai sebuah dokumen yang menjadi manual, maka dokumen

Standar Operasional Prosedur (SOP) hendaknya memuat penjelasan

bagaimana membaca dan menggunakan dokumen tersebut. Isi dari

bagian ini antara lain mencakup :

a) Ruang Lingkup

b) Menjelaskan tujuan prosedur dibuat dan kebutuhan organisasi.

c) Ringkasan, memuat ringkasan singkat mengenai prosedur yang

dibuat.

d) Definisi atau pengertian umum, memuat beberapa definisi yang

terkait dengan prosedur yang distandarkan.

b. Unsur Prosedur

Unsur prosedur merupakan bagian inti dari dokumen Standar

Operasional Prosedur (SOP), unsur ini dibagi dalam dua bagian, yaitu

bagian identitas dan bagian flowchart.

1) Bagian Identitas

Bagian Identitas dari unsur prosedur dalam Standar Operasional

Prosedur (SOP) dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Logo dan Nama Instansi atau Satuan Kerja atau Unit Kerja,

nomenklatur satuan atau unit organisasi pembuat.

b) Nomor Standar Operasional Prosedur (SOP), nomor prosedur yang

di Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai dengan tata naskah


23

dinas yang berlaku.

c) Tanggal Pembuatan, tanggal pertama kali Standar Operasional

Prosedur (SOP) dibuat berupa tanggal selesainya Standar

Operasional Prosedur (SOP) dibuat bukan tanggal dimulainya

pembuatannya.

d) Tanggal Revisi, tanggal Standar Operasional Prosedur (SOP)

direvisi atau tanggal rencana ditinjau ulangnya Standar Operasional

Prosedur (SOP) yang bersangkutan.

e) Tanggal Efektif, tanggal mulai diberlakukan Standar Operasional

Prosedur (SOP) atau sama dengan tanggal ditandatanganinya

dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP).

f) Pengesahan oleh pejabat yang berkompeten pada tingkat satuan

kerja. item pengesahan berisi nomenklatur jabatan, tanda tangan,

nama pejabat yang disertai dengan NIP serta stempel/cap instansi.

g) Judul Standar Operasional Prosedur (SOP), judul prosedur yang di

Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai dengan kegiatan yang

sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki.

h) Dasar Hukum, berupa peraturan perundang-undangan yang

mendasari prosedur yang di Standar Operasional Prosedur (SOP)

beserta aturan pelaksanaannya.

i) Keterkaitan, memberikan penjelasan mengenai keterkaitan prosedur

yang distandarkan dengan prosedur lain yang distandarkan Standar

Operasional Prosedur (SOP) lain yang terkait secara langsung dalam


24

proses pelaksanaan kegiatan dan menjadi bagian dari kegiatan

tersebut.

j) Peringatan, memberikan penjelasan mengenai kemungkinan-

kemungkinan yang terjadi ketika prosedur dilaksanakan atau tidak

dilaksanakan. Peringatan memberikan indikasi berbagai

permasalahan yang mungkin muncul dan berada di luar kendali

pelaksana ketika prosedur dilaksanakan, serta berbagai dampak lain

yang ditimbulkan. Dalam hal ini dijelaskan pula bagaimana cara

mengatasinya bila diperlukan. Umumnya menggunakan kata

peringatan, yaitu jika/apabila-maka (if-than) atau batas waktu (dead

line) kegiatan harus sudah dilaksanakan.

k) Kualifikasi Pelaksana, memberikan penjelasan mengenai kualifikasi

pelaksana yang dibutuhkan dalam melaksanakan perannya pada

prosedur yang distandarkan. Standar Operasional Prosedur (SOP)

dilakukan oleh lebih dari satu pelaksana, oleh sebab itu maka

kualifikasi yang dimaksud adalah berupa kompetensi (keahlian dan

ketrampilan) bersifat umum untuk semua pelaksana dan bukan

bersifat individu, yang diperlukan untuk dapat melaksanakan

Standar Operasional Prosedur (SOP) ini secara optimal.

l) Peralatan dan Perlengkapan, memberikan penjelasan mengenai

daftar peralatan utama (pokok) dan perlengkapan yang dibutuhkan

yang terkait secara langsung dengan prosedur yang di Standar

Operasional Prosedur (SOP).


25

m) Pencatatan dan Pendataan, memuat berbagai hal yang perlu didata

dan dicatat oleh pejabat tertentu. Dalam kaitan ini, perlu dibuat

formulir-formulir tertentu yang akan diisi oleh setiap pelaksana yang

terlibat dalam proses. (Misalnya formulir yang menunjukkan

perjalanan sebuah proses pengolahan dokumen pelayanan perizinan.

Berdasarkan formulir dasar ini, akan diketahui apakah prosedur

sudah sesuai dengan mutu baku yang ditetapkan dalam SOP). Setiap

pelaksana yang ikut berperan dalam proses, diwajibkan untuk

mencatat dan mendata apa yang sudah dilakukannya, dan

memberikan pengesahan bahwa langkah yang ditanganinya dapat

dilanjutkan pada langkah selanjutnya. Pendataan dan pencatatan

akan menjadi dokumen yang memberikan informasi penting

mengenai “apakah prosedur telah dijalankan dengan benar”.

2) Bagian Flowchart

Bagian Flowchart merupakan uraian mengenai langkah- langkah

(prosedur) kegiatan beserta mutu baku dan keterangan yang diperlukan.

Bagian Flowchart ini berupa flowchart yang menjelaskan langkah-

langkah kegiatan secara berurutan dan sistematis dari prosedur yang

distandarkan, yang berisi: Nomor kegiatan; Uraian kegiatan yang berisi

langkah-langkah (prosedur); Pelaksana yang merupakan pelaku (aktor)

kegiatan; Mutu Baku yang berisi kelengkapan, waktu, output dan

keterangan.
26

6. Pendaftaran Pasien Rawat Jalan

a) Pengertian Pendaftaran Pasien Rawat Jalan

Pendaftaran rawat jalan dapat dilakukan secara manual dan elektronik.

Dalam melakukan pendaftaran manual maka petugas rekam medis

menggunakan buku register untuk meregistrasi setiap pasien rawat jalan

yang mendaftar di Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ),

sedangkan pendaftaran elektronik menggunakan aplikasi Sistem Infromasi

Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) untuk meregistrasi pasien rawat jalan,

baik pengunjung baru maupun pengunjung lama (Sudra, 2014).

Pengunjung baru adalah pengunjung yang baru pertama kali

mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau pelayanan

kesehatan, sedangkan pengunjung lama adalah pengunjung yang sudah

pernah mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau pelayanan

kesehatan (Sudra, 2014).

b) Tujuan Pendaftaran Rawat Jalan

Menurut Sudra (2014) tujuan pendaftaran pasien rawat jalan yaitu :

1) Untuk memperoleh informasi mengenai jenis pengunjung, cara

pembayaran dari setiap pasien rawat jalan yang mendaftar melalui

TPPRJ.

2) Sebagai acuan langkah-langkah pelaksanaan penerimaan pasien baru

dan lama.
27

c) Alur dan Prosedur Pendaftaran Pasien Rawat Jalan

Menurut Wijaya dan Dewi (2017) alur dan prosedur pendaftaran pasien

rawat jalan yaitu :

1) Pasien Baru

a) Pasien menuju petugas untuk mendapatkan nomor antrian. Pasien

yang datang bisa disebabkan oleh kemauan sendiri, rujukan rumah

sakit, rujukan dokter praktek, rujukan puskesmas atau instansi

kesehatan lain.

b) Pasien menuju mesin antrian dan mengambil antrian pendaftaran.

c) Pasien melaksanakan pendaftaran dengan identifikasi petugas

mengenai data pasien, apakah pasien tersebut pasien baru atau pasien

lama. Bagi pasien baru, petugas akan meminta pasien atau keluarga

untuk mengisi formulir pendaftaran. Formulir pasien baru akan

dicek petugas dengan identitas lain (KTP/SIM/PASPOR/lainnya).

Selanjutnya petugas melakukan pengecekan pada dokumen lainnya

jika pasien menggunakan asuransi kesehatan kemudian registrasi

sesuai klinik yang dituju. Pasien baru akan mendapatkan nomor

rekam medis dankartu berobat.

d) Pasien menuju klinik yang sesuai dengan pendaftaran dan menunggu

panggilan antriansesuai nomor antrian klinik.

e) Dokter melakukan pemeriksaan dan berkonsultasi dengan pasien.

f) Setelah pasien diperiksa dan berkonsultasi oleh dokter, lanjutan

pelayanan dapat berupa :


28

(1) Sembuh, pasien menyelesaikan pembayaran di kasir dan

mengambil obat di apotik.

(2) Jika pasien mendapat pengantar untuk pemeriksaan penunjang,

pasien menuju ke instalasi pemeriksaan penunjang dengan

membawa surat pengantar dari dokter.

(3) Jika pasien dirujuk ke luar, dokter akan membuat surat

pengantar rujukan.

(4) Jika pasien dikonsulkan ke spesialis lain, dokter akan membuat

surat konsultasi. Untuk pendaftaran di klinik spesialis lainnya

bisa dilakukan dihari tersebut atau sesuai jadwal dokter spesialis

tersebut.

(5) Jika pasien dirawat, maka mengikuti alur pasien masuk rawat.

g) Pasien menyelesaikan pembayaran di kasir, mengambil obat di

apotik, dan pulang.

2) Pasien Lama

a) Pasien datang ke petugas pendaftaran untuk melakukan registrasi ke

klinik yang dituju dengan menyerahkan kartu berobat, dokumen

lainnya untuk pasien asuransi kesehatan dan surat rujukan.

b) Petugas akan mencetak registrasi dan memberikan nomor antrian

klinik yang dituju pasien.

c) Pasien akan mendapatkan nomor antrian klinik dan diarahkan

menunggu di klinik yang dituju.

d) Setelah pasien selesai berkonsultasi dengan dokter, lanjutan


29

pelayanan dapat berupa :

(1) Sembuh.

(2) Jika pasien mendapat pengantar untuk pemeriksaan penunjang,

pasien menuju ke instalasi pemeriksaan penunjang dengan

membawa surat pengantar dari dokter.

(3) Jika pasien dirujuk ke luar, dokter akan membuat surat pengantar

rujukan.

(4) Jika pasien dikonsulkan ke spesialis lain, dokter akan membuat

surat konsultasi. Pendaftaran di spesialis lain bisa dilakukan

dihari tersebut atau sesuai jadwal dokter spesialis tersebut.

(5) Jika pasien dirawat, maka mengikuti alur pasien masuk rawat.

e) Pasien menyelesaikan pembayaran di kasir dan mengambil obat di

apotik.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Casemix

1. Alur Pengoperasian Aplikasi INA-CBGs

Entry data pada aplikasi INA-CBGs dapat dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

a. Mengaktifkan XAMPP dengan cara klik kanan icon XAMPP dan klik

start pada tombol Apache dan MySQL

Gambar 3.1
Mengaktifkan XAMPP

30
31

b. Membuka browser yang ada di komputer dan mengetik pada alamat url :

localhost/E-Klaim/

Gambar 3.2
Membuka Browser

c. Masukkan username dan password

Gambar 3.3
Masukkan username dan password
32

Gambar 3.4
Mengentry username dan password

d. Klik menu Coding atau Grouping dan memasukkan nomor rekam medik

atau nomor SEP atau nama pasien apabila pasien lama. Jika pasien baru

maka klik menu pasien baru.

Gambar 3.5
Menu coding atau grouping
33

e. Mengentry data identitas pasien baru dan klik simpan

Gambar 3.6
Masukkan data identitas pasien

Gambar 3.7
Mengentry data identitas pasien
34

f. Klik menu klaim baru untuk menambahkan klaim baru.

Gambar 3.8
Menu Klaim Baru

g. Mengentry data identitas pasien yang digunakan untuk klaim

Gambar 3.9
Mengentry data identitas pasien untuk klaim
35

h. Mengentry biaya perawatan dan pengobatan pasien

Gambar 3.10
Mengentry biaya perawatan dan pengobatan pasien

i. Mengentry kode diagnosa dan tindakan sesuai dengan ICD-10 dan ICD-

9-CM

Gambar 3.11
Mengentry kode diagnosa dan tindakan
36

j. Klik Grouper untuk menggrouping kode dan biaya INA-CBGs

Gambar 3.12
Menu Grouper

k. Setelah dinilai data sudah valid kemudian klik Final Klaim

Gambar 3.13
Menu Final Klaim
37

l. Klik Cetak Klaim untuk mencetak berkas klaim INA-CBGs

Gambar 3.14
Menu Cetak Klaim

Gambar 3.15
Menu Cetak Klaim
38

Tabel 3.1
Kode Penyakit dan Tindakan pada Sistem INA-CBGs

Kode Kode
Diagnosis Diagnosis Kode Lama Dirawat Kode Tarif INA-
No Diagnosis Diagnosis Tindakan
Primer Sekunder Tindakan dan Kelas Grouping CBGs
Primer Sekunder
1. Unspecified E14.5 a. Disorder of a. E88.0 a. Tranfusion of a. 99.07 Tgl Masuk : E-4-12-II 11,419,600
Diabetes Plasma- b. E87.6 Other Serum b. 99.04 1 Maret 2020
Mellitus With Protein b. Tranfusion of Tgl Keluar :
Peripheral Metabolism, Packed Cells 8 Maret 2020
Circula-tory Not Elsewhere Kelas Perawatan :
Complica-tions Classified Kelas 1
b. Hypocalaemia
2. Twin Pregnancy O30.0 a. Other Multiple a. O84.8 a. Other a. 74.99 Tgl Masuk : O-6-10-II 8,115,100
Delivery b. O36.4 Caesarean of b. 73.59 3 Maret 2020
b. Maternal Care c. Z37.3 Unspecified Tgl Keluar :
for Type 9 Maret 2020
Intrauterine b. Other Kelas Perawatan :
Death Manually Kelas 2
c. Twins, One Assisted
Liveborn and Delivery
One Stillborn
3. Placenta O44.1 a. Delivery by a. O82.0 a. Other a. 74.99 Tgl Masuk : O-6-10-I 5,253,900
Praevia With Elective b. Z37.0 Caesarean of b. 66.39 4 Maret 2020
Haemorrhage Caesarean Unspecified Tgl Keluar :
Section Type 10 Maret 2020
39

No Diagnosis Kode Diagnosis Kode Tindakan Kode Lama Dirawat Kode Tarif INA-
Primer Diagnosis Sekunder Diagnosis Tindakan dan Kelas Grouping CBGs
Primer Sekunder
b. Single Life b. Other Kelas Perawatan :
Birth Bilateral Kelas 3
Destruction or
Occlusion of
Vallopian
Tubes
4. Acute K05.2 Sepsis, A41.9 Incision Of Gum 24.0 Tgl Masuk : U-4-14-III 12,347,500
Periodontitis Unspecified Or Alveolar Bone 4 Maret 2020
Tgl Keluar :
7 Maret 2020
Kelas Perawatan :
Kelas 2
5. Burns Involving T31.0 Unspecified E14.9 a. Exicional a. 86.22 Tgl Masuk : L-1-20-I 36,570,400
Less Than 10% Diabetes Mellitus, Debridement b. 86.69 4 Maret 2020
Of Body Surface Without of Wound, Tgl Keluar :
Complications Infection, or 10 Maret 2020
Burn
b. Other Skin
Graft to Other
Sites
6. Gastritis K29.7 a. Obs. Palpitis a. K04.0 a. EKG a. 89.52 Tgl Masuk : K-4-11-I 3,318,900
b. Susp Colitis b. A09.9 b. Laboratorium b. 90.59 7 Maret 2020
c. Foto Thorax c. 87.49 Tgl Keluar :
d. ECHO d. 88.72 10 Maret 2020
40

Kode Kode
Diagnosis Diagnosis Kode Lama Dirawat Kode Tarif INA-
No Diagnosis Diagnosis Tindakan
Primer Sekunder Tindakan dan Kelas Grouping CBGs
Primer Sekunder
Kelas Perawatan :
Kelas 1
7. GE A09.9 - a. Laboratorium a. 90.59 Tgl Masuk : K-4-17-I 2,795,300
Darah b. 90.99 8 Maret 2020
b. Laboratorium Tgl Keluar :
Faeces 11 Maret 2020
Kelas Perawatan :
Kelas 1
8. Pleuritis TB dd A16.9 Malignant C78.0 a. Fungsi Pleura a. 34.91 Tgl Masuk : J-4-15-II 10,274,700
suspek neoplasma lung b. Laboratoriu b. 90.59 10 Maret 2020
c. Foto Thorax c. 87.49 Tgl Keluar :
d. Catheter d. 34.04 18 Maret 2020
Kelas Perawatan :
Kelas 1
9. Pneumonia J18.9 DM II E11.0 a. EKG a. 89.52 Tgl Masuk : J-4-16-III 14,732,200
hypoglikemia b. Laboratorium b. 90.59 11 Maret 2020
c. Foto Thorax c. 87.49 Tgl Keluar :
17 Maret 2020
Kelas Perawatan :
Kelas 2
10. Stroke I64 a. Hypertension a. I10 a. ECG a. 89.52 Tgl Masuk : G-4-15-II 9,495,000
Berat b. E11.9 b. FT (IR, Ixc, b. 93.39 12 Maret 2020
b. DM type II c. G81.9 BF, nebulizer) c. 87.03 Tgl Keluar :
c. Hemiparesis c. CT Scan Head d. 90.59 22 Maret 2020
41

No Diagnosis Kode Diagnosis Kode Tindakan Kode Lama Dirawat Kode Tarif INA-
Primer Diagnosis Sekunder Diagnosis Tindakan dan Kelas Grouping CBGs
Primer Sekunder
d. Laborat Blood Kelas Perawatan :
Kelas 1
42

2. Kode Grouping dan Tarif INA-CBGs

a. Kasus 1

Kode Grouping : E-4-12-II

E = Endocrine system, nutrition and metabolism groups

4 = Rawat inap bukan prosedur

12 = Spesifikasi CBG kasus

II = Sedang, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2

Total tarif INA-CBGs : Rp. 11,419,600

b. Kasus 2

Kode Grouping : O-6-10-II

O = Deleiveries Groups

6 = Rawat inap kebidanan

10 = Spesifikasi CBG kasus

II = Sedang, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2

Total tarif INA-CBGs : Rp. 8,115,100

c. Kasus 3

Kode Grouping : O-6-10-I

O = Deleiveries Groups

6 = Rawat inap kebidanan

10 = Spesifikasi CBG kasus

I = Ringan, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1

Total tarif INA-CBGs : Rp. 5,253,900


43

d. Kasus 4

Kode Grouping : U-4-14-III

U = Ear, nose, mouth and throat Groups

4 = Rawat inap bukan prosedur

14 = Spesifikasi CBG kasus

III = Berat, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3

Total tarif INA-CBGs : Rp. 12,347,500

e. Kasus 5

Kode Grouping : L-1-20-I

L = Skin, subcutaneous tissue and breast Groups

1 = Prosedur rawat inap

20 = Spesifikasi CBG kasus

I = Ringan, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1

Total tarif INA-CBGs : Rp. 36,570,400

f. Kasus 6

Kode Grouping : K-4-11-I

K = Digestive system Groups

4 = Rawat inap bukan prosedur

11 = Spesifikasi CBG kasus

I = Ringan, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1

Total tarif INA-CBGs : Rp. 3,318,900


44

g. Kasus 7

Kode Grouping : K-4-17-I

K = Digestive system Groups

4 = Rawat inap bukan prosedur

17 = Spesifikasi CBG kasus

I = Ringan, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1

Total tarif INA-CBGs : Rp. 2,795,300

h. Kasus 8

Kode Grouping : J-4-15-II

J = Respiratory system Groups

4 = Rawat inap bukan prosedur

15 = Spesifikasi CBG kasus

II = Sedang, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2

Total tarif INA-CBGs : Rp. 10,274,700

i. Kasus 9

Kode Grouping : J-4-16-III

J = Respiratory system Groups

4 = Rawat inap bukan prosedur

16 = Spesifikasi CBG kasus

III = Berat, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3

Total tarif INA-CBGs : Rp. 14,732,200


45

j. Kasus 10

Kode Grouping : G-4-15-II

G = Central nervous system Groups

4 = Rawat inap bukan prosedur

15 = Spesifikasi CBG kasus

II = Sedang, untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2

Total tarif INA-CBGs : Rp. 9,495,000

B. Hukum Kesehatan

1. Resume Jurnal Tentang Pelepasan Informasi Medis

a. Resume Jurnal

1) Nama Peneliti

Peneliti pada jurnal pelepasan informasi medis dilakukan oleh

Warijan dan Martha Marshyntha Nur ‘Afifah.

2) Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Salatiga, waktu penelitian

dilaksanakan pada tanggal 18 - 26 Mei 2017 di Bagian Tata Usaha/

Sekretariat dan Instalasi Rekam Medis RSUD Kota Salatiga.

3) Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pelaksanaan

pelepasan informasi medis di RSUD Kota Salatiga.


46

4) Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif

kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode

wawancara dan observasi/pengamatan. Data di analisis menggunakan

analisa non statistik dan disajikan dalam bentuk narasi.

5) Hasil Penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di RSUD Kota Salatiga

mempunyai 3 alur pelepasan informasi medis, namun masih ada yang

belum sesuai dengan standar prosedur operasional yang ada. Terdapat

3 standar prosedur operasional yang mengatur untuk menjamin aspek

hukum kerahasiaan rekam medis pada pelaksanaan pelepasan

informasi medis. Perlu adanya penegasan untuk memperketat

persyaratan yang harus dibawa oleh pasien untuk permintaan

pelepasan informasi medis agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang

tidak bertanggung jawab.

6) Saran Penelitian

a) Bagi Petugas Bagian Tata Usaha/Sekretariat

Sebaiknya petugas bagian tata usaha/sekretariat lebih

mempertegas dan memperketat persyaratan yang harus dibawa

oleh pasien untuk permintaan pelepasan informasi medis.

b) Bagi Petugas Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

(1) Sebaiknya petugas rekam medis lebih memperhatikan

persyaratan permintaan informasi medis pasien untuk


47

menghindari penyalahgunaan informasi medis oleh pihak yang

tidak berwenang.

(2) Sebaiknya perlu diadakan sosialisasi tentang Standar Prosedur

Operasional Prosedur Pelepasan Informasi Rekam Medis

kepada petugas yang terlibat dalam pelepasan informasi medis

di RSUD Kota Salatiga.

(3) Sebaiknya Standar Prosedur Operasional Pelepasan Informasi

Rekam Medis pada bagian alur pelepasan informasi medis

kepada pihak kepolisian untuk visum et repertum diperjelas

kembali jabatan pihak kepolisian yang meminta, sehingga

dapat meminimalisir jatuhnya informasi medis pasien kepada

pihak yang tidak bertanggung jawab.

b. Korelasi antara isi jurnal dengan teori yang ada

1) Alur Pelepasan Informasi Medis di RSUD Kota Salatiga

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah penulis

lakukan, RSUD Kota Salatiga sudah melayani banyak permintaan

pelepasan informasi medis, diantaranya yaitu permintaan pelepasan

informasi medis untuk keperluan asuransi, visum et repertum, dan

surat permohonan penelitian.

a) Alur Pelepasan Informasi Medis Untuk Keperluan Asuransi di

RSUD Kota Salatiga.

Alur pelaksanaan pelepasan informasi medis untuk keperluan

asuransi dimulai dari pihak pasien atau keluarga pasien yang


48

membawa surat atau blangko permintaan pelepasan informasi

medis ke Bagian Tata Usaha/ Sekretariat RSUD Kota Salatiga

dilengkapi dengan pengisian formulir permintaan atau surat kuasa

apabila yang meminta bukan pasien sendiri, fotocopy rincian biaya

atau surat kematian. Surat permintaan pelepasan informasi untuk

keperluan asuransi tersebut didisposisikan ke Instalasi Rekam

Medis untuk selanjutnya di proses oleh rekam medis.

Untuk alur pelepasan informasi medis kepada pihak asuransi

di RSUD Kota Salatiga masih ditemukan pasien atau keluarga

pasien yang tidak membawa persyaratan secara lengkap. Petugas

bagian tata usaha/sekretariat dan petugas rekam medis tetap

menerima permintaan tersebut walaupun pasien atau keluarga

pasien tidak membawa kartu identitas yang sah. Hal ini belum

sesuai dengan SOP Pelepasan Informasi Rekam Medis yang

menyatakan bahwa pasien atau keluarga pasien (ahli waris) datang

ke RSUD Kota Salatiga dengan membawa fotocopy rincian biaya

perawatan, dan fotocopy KTP atau KK sebagai bukti identitas diri.

Menurut Rustiyanto (2009) alur pemberian informasi rekam

medis kepada pihak ketiga seperti asuransi yang pertama harus ada

surat kuasa dari pasien. Pemegang kuasa harus menunjukkan

identitas diri. Selain itu juga belum sesuai dengan Permenkes pasal

12 ayat (4) yang menyebutkan bahwa “Ringkasan rekam medis

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dicatat atau dicopy oleh
49

pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis

pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu”.

b) Alur Pelepasan Informasi Medis Kepada Pihak Kepolisian untuk

Visum Et Repertum di RSUD Kota Salatiga.

Alur pelaksanaan pelepasan informasi medis kepada pihak

kepolisian untuk visum et repertum di RSUD Kota Salatiga dimulai

dari pihak kepolisian yang menyerahkan surat permintaan visum et

repertum ke Bagian Tata Usaha/ Sekretariat RSUD Kota Salatiga

dengan membawa persyaratan surat permohonan resmi dari

kepolisian kepada direktur rumah sakit. surat permintaan visum et

repertum tersebut didisposisikan ke Instalasi Rekam Medis untuk

selanjutnya di proses oleh rekam medis.

Dalam pelaksanaannya sudah sesuai dengan SOP Pelepasan

Informasi Rekam Medis yang menjelaskan bahwa untuk keperluan

visum et repertum dibuatkan setelah pihak RSUD Kota Salatiga

mendapatkan surat permohonan resmi dari pihak kepolisian yang

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Menurut Budiyanto

(1997) visum et repertum pembuatannya harus memenuhi syarat

formal, yaitu berdasarkan atas permintaan tertulis dari penyidik dan

digunakan sebagai barang bukti dalam perkara hukum (pidana).


50

c) Alur Pelepasan Informasi Medis Kepada Pihak Pendidikan atau

Penelitian di RSUD Kota Salatiga

Alur pelaksanaan pelepasan informasi medis kepada pihak

pendidikan atau penelitian di RSUD Kota Salatiga dimulai dari

mahasiswa atau instansi pendidikan yang menyerahkan surat

permohonan penelitian ke Bagian Tata Usaha/ Sekretariat. Setelah

di proses, surat perijinan penelitian dari direktur didisposisikan ke

Bagian Diklat dan Instalasi Rekam Medis. Mahasiswa/ instansi

pendidikan dapat meminta data yang dibutuhkan kepada petugas

pengolahan data dengan persyaratan membayar administrasi

terlebih dahulu.

Dalam pelaksanaan pelepasan informasi medis kepada pihak

pendidikan atau penelitian SOP Pelepasan Informasi Rekam Medis

yang menyatakan bahwa mahasiswa yang melaksanakan penelitian

di RSUD Kota Salagia diwajibkan menyerahkan surat penelitian

dari kampus yang ditujukan kepada Direktur RSUD Kota Salatiga

dan tembusan ke Bagian Diklat dan Instalasi Rekam Medis.

Menurut Rustiyanto (2009) dalam melaksanakan penelitian di

instansi pelayanan kesehatan khususnya unit rekam medis,

mahasiswa diwajibkan untuk membuat surat pengantar dari

kampus atau akademik ke instansi yang bersangkutan ditujukan

kepada direktur tembusannya ke bagian diklat/pendidikan dan

pelatihan, setelah disetujui surat tersebut akan di disposisikan ke


51

bagian unit rekam medis, melalui kepala bagian rekam medis.

Sedangkan menurut Depkes RI (2006) juga menyebutkan bahwa

pembukaan informasi medis guna penelitian atau riset tidak

diperlukan persetujuan pasien, akan tetapi harus dengan

persetujuan tertulis dari pimpinan rumah sakit.

c. Perbandingan isi jurnal dengan teori

1) Kesesuaian dengan teori

Kesesuaian isi jurnal dengan teori yang peneliti tulis yaitu sama-

sama menerangkan alur pelepasan informasi medis untuk keperluan

asuransi, alur pelepasan informasi medis kepada pihak kepolisian

untuk Visum Et Repertum, alur pelepasan informasi medis kepada

pihak pendidikan atau penelitian. Hal ini sudah sesuai dengan teori

Astuti (2009 : 71) yaitu tentang pemanfaatan data rekam medis

ditinjau dari aspek hukum.

2) Perbedaan dengan teori

Perbedaan isi jurnal dengan teori yang peneliti tulis yaitu pada

laporan ini penulis menggunakan teori dari Astuti (2009) sedangkan

pada jurnal menggunakan teori dari Rustiyanto (2009), Budiyanto

(1997) dan Depkes RI (2006).


52

2. Resume Jurnal Tentang Informed Consent

a. Resume Jurnal

1) Nama Peneliti

Penelitian ini dilakukan oleh Friska Realita, Agnes Widanti, dan

Daniel Budi Wibowo.

2) Tempat Dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Sultan

Agung Semarang pada kegiatan bakti sosial kesehatan.

3) Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melindungi pasien terhadap

segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien.

4) Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah

yuridis sosiologis yang artinya yaitu studi yang dipelajari sebagai

variable akibat yang timbul sebagai hasil akhir dari berbagai kekuatan

dalam proses social sebagai langkah – langkah dan desain teknis

penelitian hukum mengikuti pola ilmu sosial dan berakhir dengan

kesimpulan.

5) Hasil Penelitian

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan bakti

sosial kesehatan di Rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang belum

terdapat peraturan pelaksanaan tindakan kedokteran dibakukan yang

tertuang dalam SOP (Standar Operasional prosedur). Responden


53

dalam melakukan persetujuan tindakan medis terdapat lima (55,5%)

responden yang melakukan persetujuan tindakan medis satu (11,1%)

responden yang kadang memberikan Penjelasan tindakan medis dan

tiga (33,3%) responden tidak melakukan persetujuan tindakan medis

baik itu persetujuan tindakan medis dalam bentuk lisan dan tertulis.

Kendala-kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan persetujuan

tindakan medik yaitu masalah dalam penjelasan yang tidak begitu

dimengerti oleh pasien mungkin bisa dikarenakan dalam memberikan

penjelasan dilakukan secara massal, Pasien menolak apabila diberikan

penjelasan dan Faktor sosial, ekonomi dan pendidikan.

6) Saran Penelitian

a) Rumah Sakit melakukan penyegaran tentang informed consent

maupun Ketentuan yang mengatur informed consent kepada dokter

dan tenaga kesehatan sekaligus membuat standar operasional

prosedur sebelum mengadakan sebuah kegiatan sosial dan

mengevaluasi pelaksanaanya.

b) Rumah Sakit seharusnya tidak hanya menyediakan lembar

persetujuan informed consent tetapi juga menyediakan lembar

persetujuan untuk anastesi dan lembar penolakan tindakan medis.

c) Dokter hendaknya dapat lebih meningkatkan komunikasi yang

baik dengan pasien bakti sosial kesehatan, sebab dengan

komunikasi yang baik maka penerapan persetujuan tindakan medik

(informed consent) dapat berjalan dengan baik. Selain itu dengan


54

adanya komunikasi yang baik akan lebih meminimalkan resiko

terjadinya malpraktek di bidang medis.

d) Dokter selalu mementingkan hak pasien dengan selalu

memberikan persetujuan tindakan kedokteran sebelum melakukan

pelayanan.

e) Pemerintah memberikan peraturan yang jelas tentang informed

consent pada kegiatan bakti sosial kesehatan

b. Korelasi antara isi jurnal dengan teori yang ada

1) Implementasi Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) pada

kegiatan Bakti Sosial Kesehatan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Semarang

Kegiatan bakti sosial kesehatan pada dasarnya adalah kegiatan

kesehatan dasar yang tujuannya untuk membantu kesembuhan dan

meningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya masyarakat yang

kurang mampu. Kegiatan bakti sosial kesehatan yang diadakan di

Rumah Sakit Islam Sultan agung Semarang terdiri dari tiga kegiatan

yaitu :

a) Kegiatan bakti sosial kesehatan operasi katarak massal

b) Kegiatan bakti sosial kesehatan khitan massal

c) Kegiatan bakti sosial kesehatan pengobatan massal

Yang membedakan dalam kegiatan diatas adalah untuk

pemberian informed consent pada masing-masing kegiatan. Untuk

operasi katarak pemberian informed consent secara tertulis. Pertama


55

setelah pasien dan saksi dari pasien datang dikumpulkan disuatu

ruangan ditempat yang telah disiapkan untuk mendengarkan

penjelasan dari dokter. Salah satu dokter membuka jalannya acara dan

dilanjutkan untuk penjelasan tindakan medis yang akan dilakukan.

Penjelasan mengenai manfaat tindakan dan efek samping tindakan.

setelah penjelasan selesai dilanjutkan dengan penandatanganan

lembar persetujuan informed consent yang dari pihak rumah sakitnya

diwakilkan oleh perawat yang ikut dalam kegiatan bakti sosial

kesehatan. Penandatanganan diawali oleh pihak pasien diikuti saksi

dari perawat dan Dokter. Waktu yang dibutuhkan untuk proses

penjelasan tersebut kurang lebih 5-10 menit.

Pada kegiatan khitan massal pemberian informed consent secara

tertulis Pasien datang ke pelayanan kegiatan bakti sosial Rumah Sakit

Islam Sultan Agung untuk mengikuti khitan massal. Untuk khitan

massal penjelasan diwakilkan oleh orang tua / wali pasien karena

pasien masih dibawah umur 15 tahun. Pertama setelah pasien dan

semua orang tua / wali pasien datang dikumpulkan disuatu ruangan

ditempat yang telah disiapkan untuk mendengarkan penjelasan dari

dokter. Salah satu dokter membuka jalannya acara dan dilanjutkan

untuk penjelasan tindakan medis yang akan dilakukan. Penjelasan

biasanya mengenai manfaat tindakan dan efek samping tindakan.

setelah penjelasan selesai dilanjutkan dengan penandatanganan

lembar persetujuan informed consent yang dari pihak rumah sakitnya


56

diwakilkan oleh perawat yang ikut dalam kegiatan bakti sosial

kesehatan. Penandatanganan diawali oleh pihak pasien diikuti saksi

dari perawat dan Dokter. Waktu yang dibutuhkan untuk proses

penjelasan tersebut kurang lebih 5-10 menit. Pada kegiatan

pengobatan massal informed consent dilakukan secara implied

consent (tersirat). Pasien datang ke pelayanan bakti sosial kesehatan

untuk memeriksakan keluhan yang dialaminya. Setelah bertemu

dokter dan sudah menyampaikan keluhan yang dialami pasien,

seketika itu dokter langsung memberikan tindakan pengobatan.

Pengobatan bisa hanya meberikan diagnosa, resep atas keluhan pasien

sampai pemberian injeksi. Berdasarkan diagnosa dokter, pasien lalu

diarahkan mengambil obat di titik lain di sekitarnya.

Dalam pelaksanaan bakti sosial kesehatan di Rumah sakit Islam

Sultan Agung Semarang belum terdapat peraturan pelaksanaan

tindakan kedokteran dibakukan yang tertuang dalam SOP (Standart

Oprasional Prosedur). Dari penelitian yang sudah dilakukan bahwa

seluruh responden yang menyatakan telah menjadi pelaksana dan

pengorganisir dalam bakti sosial kesehatan yang dimaksud disini

adalah dokter yang melakukan operasi katarak massal, dokter khitan

massal dan dokter pengobatan massal. Responden dalam melakukan

persetujuan tindakan medis terdapat lima (55,5%) responden yang

melakukan persetujuan tindakan medis, ini sesuai dengan pasal 2

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


57

290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

Bahwa Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap

pasien harus mendapat persetujuan. tetapi yang sangat disayangkan

masih terdapat satu (11,1%) responden yang kadang memberikan

Penjelasan tindakan medis dan tiga (33,3%) responden tidak

melakukan persetujuan tindakan medis baik itu persetujuan tindakan

medis dalam bentuk lisan dan tertulis.

c. Perbandingan isi jurnal dengan teori

1) Kesesuaian dengan teori

Kesesuaian isi jurnal dengan teori yang peneliti tulis yaitu sama-

sama menerangkan kewajiban pemberi tindakan kedokteran

sekurang-kurangnya mencakup diagnosa penyakit, manfaat tindakan,

tujuan tindakan, tata cara pelaksanaan tindakan dan efek samping

tindakan.

2) Perbedaan dengan teori

Perbedaan isi jurnal dengan teori yang peneliti tulis yaitu pada

jurnal menerangkan bahwa informed consent pada kegiatan bakti

sosial kesehatan sedangkan teori pada laporan ini berisi informed

consent secara umum.


58

C. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pendaftaran Pasien Rawat Jalan

PENDAFTARAN PASIEN RAWAT


JALAN

RUMAH SAKIT DUTA No Dokumen : Revisi : Halaman :


BANGSA SURAKARTA 003/RSDBS/2020 00 1/2
Ditetapkan Oleh,
DIREKTUR
STANDAR
Tanggal Terbit :
OPERASIONAL
24 Maret 2020
PROSEDUR
Warsi Maryati, S.K.M., MPH
NIK. 111011044
Proses pencatatan identitas pasien dan proses registrasi
DEFINISI
pendaftaran pasien yang akan berobat ke poliklinik rawat jalan.
Sebagai acuan untuk melaksanakan proses pendaftaran pasien
TUJUAN
rawat jalan.
Penerimaan pasien yang dilaksanakan dengan mengutamakan
KEBIJAKAN
kelancaran pelayanan pada pasien.
a. Pasien mengambil nomor antrian.
b. Loket pendaftaran dimulai pukul :
1) Senin s/d Kamis : 07.00 s/d 11.00 WIB
2) Jum’at : 07.00 s/d 10.00 WIB
3) Sabtu : 07.00 s/d 11.00 WIB
c. Memanggil nomor antrian pasien.
d. Memastikan terlebih dahulu apakah pasien sudah pernah
berobat di Rumah Sakit Duta Bangsa Surakarta atau belum.
e. Menanyakan keluhan utama pasien untuk menentukan jenis
pelayanan rawat jalan yang dibutuhkan.
PROSEDUR
f. Pasien Lama :
1) Pasien menunjukkan Kartu Identitas Berobat (KIB).
2) Pasien menyerahkan syarat-syarat penjaminan apabila
menggunakan Asuransi Kesehatan.
3) Apabila pasien tidak membawa Kartu Identitas Berobat
(KIB)-nya, maka tanyakan nama dan alamatnya untuk
dicari di SIMRS.
4) Memasukkan nomor rekam medis pasien ke aplikasi
SIMRS yang selanjutnya dibuatkan tracer yang terkirim
ke filing untuk dicarikan dokumen rekam medisnya.
59

PENDAFTARAN PASIEN RAWAT


JALAN

RUMAH SAKIT DUTA No Dokumen : Revisi : Halaman :


BANGSA SURAKARTA 003/RSDBS/2020 00 1/2
5) Print out label identitas pasien dan menyerahkan ke
poliklinik.
6) Print out Surat Eligibilitas Pasien (SEP) untuk pasien
yang menggunakan Asuransi Kesehatan dan
menyerahkan SEP ke pasien.
7) Print out gelang pasien untuk pasien Hemodialisa.
h. Pasien Baru :
1) Menanyakan data identitas pasien dan memasukkan data
pasien ke dalam aplikasi SIMRS.
2) Pasien menyerahkan syarat-syarat penjaminan apabila
menggunakan Asuransi Kesehatan.
3) Memasukkan nomor rekam medis yang telah dibuat
secara otomatis oleh SIMRS yang selanjutnya akan
terkirim ke filing untuk dibuatkan dokumen rekam medis
baru.
PROSEDUR 4) Print out label identitas pasien dan menyerahkan ke
poliklinik.
5) Print out Kartu Identitas Berobat (KIB).
6) Print out Surat Eligibilitas Pasien (SEP) untuk pasien
yang menggunakan Asuransi Kesehatan dan
menyerahkan SEP ke pasien.
7) Print out gelang pasien untuk pasien Hemodialisa.
i. Untuk pasien yang membayar sendiri, setelah mengetahui
pelayanan rawat jalan mana yang akan dituju, pasien
dipersilakan membayar jasa pelayanan pengobatan di kasir
rawat jalan dan kemudian menunggu panggilan di poliklinik
yang dituju.
j. Menyerahkan Kartu Identitas Berobat (KIB) kepada pasien
dengan pesan “Kartu Identitas Berobat (KIB) agar selalu
dibawa saat berobat ke Rumah Sakit Duta Bangsa
Surakarta”.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Endang Kusuma. 2009. Transaksi Terapeutik Dalam Upaya Pelayanan


Medis Di Rumah Sakit. Bandung : PT Citra Aditya Bakti
Atmoko, Tjipto. 2012. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Skripsi Unpad. Jakarta.
Hartanto, Handoko. 2017. Jenis, Format, Dokumen dan Penetapan SOP AP.
https://slideplayer.info/slide/11825044/ (Diakses pada hari Selasa 26
Maret 2019 pukul 16.17 WIB)
Hartatik, Indah Puji. 2014. Buku Praktis Mengembangkan SDM. Yogyakarta.
Laksana.
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Petunjuk Teknis Aplikasi E-Klaim (Aplikasi INA-
CBG)-v5.3. Jakarta : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tentang Petunjuk
Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) Tahun 2014.
Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290. 2008. Permenkes
Nomor.290/Menkes/Per/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran. Jakarta: Menteri Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Permenkes
Nomor.269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Jakarta :
Menteri Kesehatan
Realita, Friska; Widanti, Agnes dan Wibowo, Daniel Budi. 2016. Implementasi
Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) pada Kegiatan Bakti
Sosial Kesehatan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan. 2 (1) : 30 - 41
Sudra, Rano Indradi. 2014. Rekam Medis. Tangerang : Universitas Terbuka.
Warijan dan ‘Afifah, Martha Marshyntha. 2019. Tinjauan Pelaksanaan Pelepasan
Informasi Medis. Jurnal Rekam Medis dan Informasi Kesehatan e-
ISSN 2622-7641. 2 (1) : 26-33
Wijaya, Lily dan Dewi, Deasy Rosmala. 2017. Manajemen Informasi Kesehatan II
: Sistem dan Sub Sistem Pelayanan RMIK. Jakarta : Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
L

N
Lampiran 3
Cetak Berkas Klaim Kasus 1
Lampiran 4
Cetak Berkas Klaim Kasus 2
Lampiran 5
Cetak Berkas Klaim Kasus 3
Lampiran 6
Cetak Berkas Klaim Kasus 4
Lampiran 7
Cetak Berkas Klaim Kasus 5
Lampiran 8
Cetak Berkas Klaim Kasus 6
Lampiran 9
Cetak Berkas Klaim Kasus 7
Lampiran 10
Cetak Berkas Klaim Kasus 8
Lampiran 11
Cetak Berkas Klaim Kasus 9
Lampiran 12
Cetak Berkas Klaim Kasus 10
Lampiran 13
Jurnal Pelepasan Informasi
Lampiran 14
Jurnal Informed Consent
Lampiran 15
Bukti Postest Online

Anda mungkin juga menyukai