Anda di halaman 1dari 69

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah

sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri atas:
a. Mulut
b. Tenggorokan (faring)
c. Kerongkongan
d. Lambung
e. Usus halus
f. Usus besar
g. Rektum dan Anus.

2. pengakajian data dasar sistem pencernaan


Pengkajian data dasar sistem pencernaan menurut Doengoes (2000) yaitu:
a. Aktivitas / Istirahat

Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, pembatasan aktivitas sehubungan dengan

efek proses penyakit.

a. Integritas Ego

Gejala: Ansietas, ketakutan, emosi, perasaan tidak berdaya, faktor stress akut/ kronis

misalnya: hubungan keluarga, pengobatan yang mahal, faktor budaya, peningkatan

prevelensi pada populasi, menolak, perhatian menyempit, depresi.


a. Eliminasi

Gejala: Episode diare yang tidak dapat disekresikan, hilang timbul, sering tidak

terkontrol, flatus lembut dan semi cair : bau busuk dan berlemak (steneatorea),

melena, konstipasi hilang timbul.

a. Nutrisi/ Cairan

Gejala: anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diare/

sensitif misalnya produk susu/ makanan berlemak, kelemahan, tonus otot dan turgor

kulit buruk, membran mukosa kering.

b. Hygiene

Gejala: ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.

c. Nyeri/ Kenyamanan

Gejala: nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadran kanan bawah: nyeri

abdomen tengah, nyeri tekan menjalar ke bagian peri umbilikal, titik nyeri berpindah,

nyeri tekan arthritis, nyeri mata, fotopobia, iritasi, distensi abdomen.

d. Keamanan

Gejala : riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, peningkatan suhu 39,6–40°C

(eksaserbasi akut)

e. Interaksi Sosial

Gejala: masalah berhubungan dengan peran sehubungan dengan kondisi

ketidakmampuan aktivitas secara sosial.


3. pemeriksaan fisik sistem pencernaan
a. Keadaan Umum
Kesadaran klien composmentis, Vital Sign TD 110/90 mmHg, Nadi 70x/menit, irama
reguler kekuatan sedang, Respirasi 26x/menit, irama regular, Suhu 36,50 C
b.
 Kepala : kulit kepala normal, tidak ada hematoma, lesi atau kotor. Rambut mudah
patah saat dicabut, hitam tanpa uban, dan bersih.
 Mata : mata klien secara umum normal, bentuk simetris, konjungtiva tampak
anemis, sklera tidak ikterik, pupil dapat merespon terhadap cahaya, palpebra
normal, tidak ada oedema. Lensa mata normal, jernih, visus mata kanan dan kiri
normal. Tampak garis kehitaman pada kelopak mata klien bagian bawah.
 Hidung : Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi, polip, epistaksis,
gangguan indera pencium, atau secret.
 Mulut : Mulut klien normal, dimana gigi klien  normal, tidak ada lubang, dan tidak
ada gigi palsu. Bibir klien kering, tidak stomatitis, dan tidak sianosis. Gusi klien
berwarna merah, lidah klien tampak kotor.
 Telinga : telinga klien simetris, bersih, dan tidak ada gangguan pendengaran.
 Leher : leher klien normal, tidak ada pembesaran thyroid, tidak ada kaku kuduk,
tidak ada hematoma, tida ada lesi.
 Tenggorokan klien normal, tidak ada nyeri tekan, tidak hipremis, dan tidak ada
pembesaran tonsil.

c.
 Dada : bentuk dada klien normal
 Pulmo : Inspeksi : pengembangan dada simetris. Palpasi : Fremitus taktil kanan
sama dengan kiri. Perkusi : pulmo kanan dan kiri sonor. Auskultasi : vesikuler
pada pulmo kanan dan kiri
 Cor : Inspeksi: ictus cordis tidak nampak. Palpasi : Ictus cordis teraba pada mid
clavicula sic 5, Perkusi : menunjukkan batas jantung normal.
 Auskultasi : Bunyi jantung I (SI) di ruang intercosta V sebelah kiri, Bunyi jantung
II (SII) di ruang intercosta II sebelah kanan, Bunyi jantung III (SIII) tidak ada,
murmur tidak ada.

d. Abdomen : inspeksi : bentuk agak cembung. Palpasi : adanya nyeri tekan pada    perut
bawah. Auskultasi : peristaltik  permenit.
e. Genetalia : Laki-laki : normal, tidak ada perdarahan.
f. Rektum : Normal, tidak ada hemoroid, tidak ada prolaps, dan tidak ada tumor.
g. Ekstremitas :
- atas : Kekuatan otot ka/ki : 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif
- bawah : kekuatan otot ka/ki: 6/6, ROM ka/ki : aktif/aktif
4. Pemeriksaan penunjang sistem pencernaan
 Endoscopi
 Radiologi : barium enema
 Usg
 Labolatorium
 Biopsi

5. pathway sistem pencernaan


6. Diagnosa dan Intervensi CA Colon menurut SDKI & SIKI

A. Defisit Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Anoreksia

Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

2 Gejala dan Faktor Defisit Observasi


Tanda Mayor Predisposisi Nutrisi 1. Identifikasi
DS : dan Faktor status nutrisi
Tidak Tersedia Prespitasi 2. Identifikasi
DO : kebutuhan kalori
1. BB menurun CA COLON dan Nutrien
min. 10% 3. Monitor asupan
dibawah Anoreksia makanan
rentang ideal 4. Monitor BB
Intake 5. Monitor hasil
Gejala dan Nutrisi tidak Lab
Tanda Minor Adekuat Terapeutik
6. Berikan makanan
DS : Defisit
tinggi serat untuk
1. Kram / Nyeri Nutrisi
mencegah
Abdomen
konstipasi
2. Nafsu makan
7. Berikan makanan
menurun
TKTP
DO :
8. Berikan
1. Diare
suplemen
makanan (Jika
Perlu)
Edukasi
9. Ajarkan diet
yang
diprogamkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi
pemberian
medikasi
sebelum makan
(jika perlu)
11. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk pemberian
TKTP

B. Nyeri Akut b.d Agen Injuri Fisik

Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

1 Gejala dan Faktor Nyeri Observasi


Tanda Mayor Predisposisi Akut 1. Identifikasi lokasi,
DS : dan Faktor karakteristik,
Mengeluh Prespitasi durasi, frekuensi,
Nyeri kualitas dan
DO : CA COLON intensitas nyeri.
1. Tampak 2. Identifikasi skala
meringis Inflamasi nyeri
2. Bersikap jaringan dari 3. Identifikasi respon
protektif efek nyeri non verbal
3. Gelisah kompresi 4. Identifikasi
tumor penetahuan dan
Gejala dan keyakinan tentang
Tanda Minor Kompresi nyeri
saraf lokal Terapeutik
DS :
5. Berikan terapi non
Tidak Tersedia farmakologis
DO : Nyeri saat untuk mengurangi
1. Menarik diri ditekan/ saat rasa nyeri
2. Proses defekasi 6. Fasilitasi istirahat
berfikir dan tidur
terganggu Nyeri Akut 7. Pertimbangkan
3. Berfokus jenis dan sumber
pada diri nyeri dalam
sendiri pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
8. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
9. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
10. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk meredakan
nyeri
Kolaborasi
11. Kolaborasi
pemberian
Analgetik
C. Resiko Infeksi b.d Penurunan Pertahanan Primer dan Sekunder
Tubuh

Masalah Intervensi
No Data Etiologi
Kep. Kep.

4 Faktor Resiko Faktor Resiko Observasi


1. Efek prosedur Predisposisi Infeksi 1. Monitor
invasif dan Faktor tanda dan
2. Ketidakadekuata Prespitasi gejala
n pertahanan infeksi
tubuh primer : CA COLON lokal dan
- Gangguan sistemik
peristaltik Tatalaksana Terapeutik
- Statis cairan Ca Colon 2. Berikan
tubuh perawatan
3. Ketidakadekuata Pasca kulit
n Pertahanan Pembedaha 3. Pertahankan
Tubuh Sekunder n teknik
- Supresi aseptik
Luka Pasca
respon pada pasien
Bedah
inflamasi beresiko
tinggi
Perawatan
Edukasi
Luka Tidak
4. Jelaskan
Intensif
tanda dan
gejala
Resiko
infeksi
Infeksi
5. Ajarkan
cara
memeriksa
kondisi
luka operasi
6. Anjurkan
asupan
nutrisi dan
cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasi
dengan ahli
gizi tentang
peningkata
n asupan
makanan
protein
D. Intoleransi Aktivitas b.d Anemia

Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

3 Gejala dan Faktor Intoleransi Observasi


Tanda Predisposisi Aktifitas 1. Identifikasi
Mayor dan Faktor gangguan fungs
DS : Prespitasi tubuh yang
Mengeluh mengakibatkan
Lelah CA COLON kelelahan
DO : 2. Monitor pola dan
Tidak Kerusakan jam tidur
Tersedia jaringan 3. Monitor lokasi dan
vaskular ketidaknyamanan
Gejala dan lokal selama melakukan
Tanda Minor aktivitas
Perdarahan, Terapeutik
DS :
feses 4. Berikan aktivitas
Merasa
bercampur distraksi yang
Lemah
darah menenangkan
DO :
Edukasi
Tekanan Anemia
5. Anjurkan tirah
Darah
baring
berubah Intoleransi
6. Anjurkan
Aktifitas
melakukan
aktivitas secara
bertahap
7. Anjurkan
menghubungi
perawat jika
keluhan tidak
berkurang
8. Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
9. Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang
peningkatan
asupan makanan
APPENDISITIS

1. Anatomi dan Fisiologi Appendix


Appendix vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex
caecum, tetapi seiring pertumbuhan dan distensi caecum. Posisi apendiks terletak
posteromedial caecum. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
dan posisinya bervariasi. Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di
bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum.
Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara
klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis
yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan
bersifat basa mengandung amilase dan musin. Apendiks menghasilkan lender 1-2
ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya
berperan pada pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah
IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumahnya
disaluran cerna dan diseluruh tubuh.
2    Definisi
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang
tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling
umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson &
Goldman, 1989).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada di umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa terjadi pernanahan. Bila infeksi bertambah parah,
apendiks itu bisa pecah.
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

3. Etiologi
Appendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-
faktor prediposisi yang menyertai. Faktor tersering yang muncul adalah obtruksi
lumen.
1.    Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a.    Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b.    Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c.    Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d.   Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2.    Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3.    Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4.    Tergantung pada bentuk appendiks.
5.    Appendik yang terlalu panjang.
6.    Appendiks yang pendek.
7.    Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8.    Kelainan katup di pangkal appendiks.
4. Manifestasi Klinik
Nyeri terasa pada abdomen kuadran kanan bawah menembus kebelakang
(kepunggung) dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan
tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau
diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila
appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di
daerah lumbal, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat
diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa
ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan
pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi.
Palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri
yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri
dan dapat lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan
kondisi klien memburuk.

5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks.
Obst tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran
limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang
disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding
appendiks yang diikuti ganggren Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa.
Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut
appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Omentum pada anak-anak lebih pendek dan appendiks lebih panjang,
dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua
mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

6. Penatalaksanaan
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi
appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi,
istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang
tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut
kanan bawah.
1.    Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik
dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah
baring dan dipuasakan
2.    Tindakan operatif : appendiktomi
3.    Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk
tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak
dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien
pulang.

7. Komplikasi
1.    Perforasi dengan pembentukan abses
2.    Peritonitis generalisata
3.    Pieloflebitis dan abses hati (jarang terjadi)
8. Pathway

Invasi & multiplikasi bakteri Hiperterm Febris


i
APENDISITIS Peradangan pada jaringan Kerusakan kontrol suhu
terhadap inflamasi

Operasi Sekresi mukus berlebih pada


lumen apendiks
Luka insisi Ansietas
Apendiks terenggang
Kerusakan Jaringan Pintu masuk kuman

Ujung saraf terputus Resiko infeksi

Pelepasan prostaglandin Kerusakan integritas


jaringan
Stimulasi dihantarkan
Spasme dinding apendiks Tekanan intraluminal
lebih dari tekanan vena
Spinal cord Nyeri akut
Hipoksia jaringan apendiks
Cortex serebri Nyeri dipersepsikan
Ulserasi
Resiko ketidakefektifan
perfusi gastrointestinal Perforasi

Reflek batuk Akumulasi sekret


Anestesi
berkurang
Peristaltik usus berkurang Depresi sistem respirasi Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Distensi abdomen Anoreksia

Mual & muntah Ketidakseimbangan nutrsi


Gangguan rasa nyaman
kurang dari kebutuhan
tubuh
Resiko kekurangan volume
cairan
9. Asuhan keperawatan
Pengkajian
1.  Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
2.  Riwayat kesehatan
a)  Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang menembus
kebelakang sampai pada punggung dan mengalami demam tinggi
c)  Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
d)  Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
3.  Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
a) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak menyeringai,
konjungtiva anemis.
b)  Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema, TD
>110/70mmHg; hipertermi.
c) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada simetris, ada
tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan cuping hidung, tidak
terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing, stridor.
d)  Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan tanda
adanya infeksi dan pendarahan.
e) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancar
f) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena proses
perjalanan penyakit
g)  Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun, sianosis, pucat.
h) Abdomen : terdapat nyeri tekan, peristaltik pada usus ditandai dengan distensi
abdomen.
4.  Pola fungsi kesehatan menurut Gordon
a)  Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan  olah raga (lama frekwensinya), karena dapat mempengaruhi
lamanya penyembuhan luka.
b)  Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat
pembatasan intake makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali
normal.
c)  Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih,
rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur  akan mempengaruhi
pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang
sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan
fungsi.
d)  Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri,
aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah
pembedahan.
e)  Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua,
waktu dan tempat.
f)  Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
g)  Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala
kebutuhan harus dibantu.  Klien mengalami kecemasan tentang keadaan
dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
h)   Pola hubungan
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. penderita mengalami
emosi yang tidak stabil.
i)   Pola Reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama
beberapa waktu.
j)   Pola penanggulangan  stress
Sebelum MRS :  klien kalau setres mengalihkan pada hal lain.
Sesudah MRS : klien kalau stress murung sendiri, menutup diri
k)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebelum MRS : klien rutin beribadah, dan tepat waktu.
Sesudah MRS : klien biasanya tidak tepat waktu beribadah.
5.   Pemeriksaan diagnostik
a)   Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut
b)  Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non
spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan abnormal atau untuk
mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi
d)  Pemeriksaan Laboratorium
§  Darah     : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml
§  Urine      : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
3.  Intervensi
1. Dx kep. 1 : Ganggan rasa nyaman (nyeri) b/d adanya perangsangan pada
epigastrium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
nyeri pasien dapat berkurang
KH : Nyeri hilang, skala 0-3, pasien tampak rileks, mampu tidur/ istirahat selama
7-9 jam dalam sehari
No. data etiologi INTERVENSI RASIONAL
1. DS : pasien mengatakan Luka insisi 1. Kaji nyeri, 1. Berguna dalam
nyeri pada abdomen catat lokasi, pengawasan
keefektifan obat,
kanan bawah tembus ke Kerusakan karakteristik,
Jaringan kemajuan
punggung beratnya (skala penyembuhan.
DO : 0-10) Perubahan pada
Ujung saraf
karakteristik nyeri,
Ø Wajah tampak terputus 2. Pertahankan
menunjukkan
menyeringai istirahat terjadinya
Ø P : nyeri karena adanya Pelepasan dengan posisi abses/peritonitis.
prostaglandin 2. Menghilangkan
perangsangan semi fowler
tegangan abdomen
Ø Q : nyeri seperti tertusuk- 3. Dorong yang bertambah
Stimulasi
tusuk dihantarkan ambulasi dini dengan posisi
Ø R : nyeri dibagian kanan 4. Berikan terlentang
3. Merangsang
bawah abdomen Spinal cord aktifitas
peristaltik dan
Ø S : skala nyeri 8 hiburan kelancaran flatus,
Cortex serebri menurunkan
Ø T : nyeri terjadi saat 5.Kolaborasi
ketidaknyamanan
ditekan pemberian
Nyeri abdomen
dipersepsikan analgetik 4. Meningkatkan
relaksasi dan dapat
meningkatkan
Nyeri akut
kemampuan koping
5. Menghilangkan
dan mengurangi
nyeri
2. Dx kep. 2 : Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap
luka insisi bedah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien tidak
menunjukkan tanda dan gejala infeksi
KH : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, drainase purulen, tidak ada
eritema dan tidak ada demam. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor ) luka
bersih dan kering
No data etiologi INTERVENSI RASIONAL
1. DS : - Operasi 1. Awasi TTV 1. Dugaan adanya
DO : Perhatikan demam infeksi/ terjadinya
Ø TTV : Suhu 380C; Nadi Luka insisi menggigil, sepsis, abses
>80x/menit; TD berkeringat, 2.Menurunkan risiko
Ansietas
>110/70 mmHg; RR perubahan mental. penyebaran bakteri
>20x/menit 2. Lakukan 3. Memberikan
Pintu masuk
Ø Terdapat luka insisi kuman pencucian tangan deteksi dini
bedah yang baik dan terjadinya proses
Resiko infeksi perawatan luka infeksi
aseptic 4. Pengetahuan
3. Lihat insisi dan tentang kemajuan
balutan. Catat situasi memberikan
karakteristik dukungan emosi,
drainase luka membantu
4. Berikan informasi menurunkan ansietas
yang tepat pada 5. Mungkin
pasien/ keluarga diberikan secara
pasien profilaktik atau
5. Berikan antibiotik menurunkan jumlah
sesuai indikasi organisme (pada
infeksi yang ada
sebelumnya) untuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhannya
3. Dx kep 3 : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi
sekunder terhadap proses penyembuhan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
KH : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : membran mukosa lembab, turgor kulit
baik (< 2 detik), TTV stabil (TD : 110/70-120/80 mmHg; RR : 16-20x/menit; N :
60-100x/menit; S : 36,5- 37,50 C), haluaran urin adekuat.

No data etiologi INTERVENSI RASIONAL


1. DS : Pasien Anestesi 1. Observasi TTV 1. Tanda yang
mengatakan haus 2. Observasi membantu
DO : Peristaltik usus membran mengidentifikasi
Ø Ada tanda-tanda berkurang mukosa, kaji fluktuasi volume
dehidreasi : turgor kulit dan intravaskuler
Membrane mukosa Distensi abdomen pengisian kapiler 2. Indikator
kering 3. Awasi intake keadekuatan intake
Turgor kulit Gangguan rasa dan output, catat cairan dan elektrolit
menurun >2detik nyaman warna 3. Penurunan
Ø Urin pekat (oliguri urine/konsentrasi, pengeluaran urine
<500 cc/hari) Mual & muntah berat jenis pekat dengan
Ø TTV tidak stabil: 4. Auskultasi peningkatan berat
TD  >120/80 Resiko kekurangan bising usus,  catat jenis diduga
mmHg volume cairan kelancaran flatus dehidrasi/kebutuhan
Nadi >80x/menit dan, gerakan usus cairan meningkat
RR : >20x/menit 5. Berikan 4. Indikator
Suhu : >37,50C sejumlah kecil kembalinya
minuman jernih peristaltik, kesiapan
bila pemasukan untuk pemasukan
peroral dimulai, per oral
dan lanjutkan 5. Menurunkan
dengan diet sesuai iritasi gaster/muntah
toleransi untuk meminimalkan
kehilangan cairan
4.    Dx kep. 4 : Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang
kebutuhan pengobatan/ perawatan pasca pebedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
pasien dan keluarga mampu memahami dan mengerti tentang proses penyakit dan
pengobatannya
KH : Berpartisipasi dalam program pengobatan

No data etiologi INTERVENSI RASIONAL


1. DS : Pasien dan tidak mengenal 1. Kaji ulang 1. Memberikan
keluarga mgatakan informasi tentang pembatasan informasi pada
tidak mengetahui kebutuhan aktifitas pasien untuk
tentang proses pengobatan/ pascaoperasi merencanakan
penyakit dan perawatan pasca 2. Anjurkan kembali rutinitas
pengobatannya pembedahan menggunakan biasa tanpa
DO : laksatif/ menimbulkan
Ø Bertanya mengenai pelembek feses masalah
informasi proses ringan bila perlu 2. Membantu
penyakit dan hindari kembali ke fungsi
Ø Bertanya tentang enema usus, mencegah
perawatan 3.Diskusikan mengejan saat
pascaoperasi perawatan insisi, defekasi
Ø Bertanya tentang termasuk 3. Pemahaman
pengobatan mengganti peningkatan kerja
balutan, sama dengan
pembatasan program terapi,
mandi, dan meningkatkan
kembali ke penyembuhan dan
dokter untuk proses perbaikan
mengangkat
jahitan/pengikat
HEPATITIS

A. PENGERTIAN
Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti;
kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak,
2002; 131)

Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap


virus, obat atau alkohol (Ptofisiologi untuk keperawatan, 2000;145)

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


1. Hepatitis A
a. Virus hepetitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak
berselubung berukuran 27 nm
b. Ditularkan melalui jalur fekal – oral, sanitasi yang jelek, kontak antara
manusia, dibawah oleh air dan makanan
c. Masa inkubasinya 15 – 49 hari dengan rata – rata 30 hari
d. Infeksi ini mudah terjadi didalam lingkungan dengan higiene dan
sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat.
2. Hepetitis B (HBV)
a. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang
memiliki ukuran 42 nm
b. Ditularkan melalui parenteral atau lewat dengan karier atau penderita
infeksi akut, kontak seksual dan fekal-oral. Penularan perinatal dari ibu
kepada bayinya.
c. Masa inkubasi 26 – 160 hari dengan rata- rata 70 – 80 hari.
d. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi,
perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis
serta onkologi laki-laki biseksual serta homoseksual yang aktif dalam
hubungan seksual dan para pemaki obat-obat IV juga beresiko.
3. Hepatitis C (HCV)
a. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak
yang diameternya 30 – 60 nm.
b. Ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan juga disebabkan
juga oleh kontak seksual.
c. Masa inkubasi virus ini 15 – 60 hari dengan rata – 50 hari
d. Faktor resiko hampir sama dengan hepetitis B
4. Hepatitis D (HDV)
a. Virus hepatitis B (HDP) merupakan virus RNA berukuran 35 nm
b. Penularannya terutama melalui serum dan menyerang orang yang
memiliki kebiasaan memakai obat terlarang dan penderita hemovilia
c. Masa inkubasi dari virus ini 21 – 140 hari dengan rata – rata 35 hari
d. Faktor resiko hepatitis D hampir sama dengan hepatitis B.
5. Hepattitis E (HEV)
a. Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya
+ 32 – 36 nm.
b. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral, kontak antara manusia
dimungkinkan meskipun resikonya rendah.
c. Masa inkubasi 15 – 65 hari dengan rata – rata 42 hari.
d. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan
makan makanan, minum minuman yang terkontaminasi.
C. INSIDEN
1. Hepetitis A
Penyakit endemik dibeberapa bagian dunia, khususnya area dengan sanitasi
yang buruk. Walaupun epidemik juga terjadi pada negara – negara dengan
sanitasi baik.

2. Hepatitis B
Ditemukan dibeberapa negara insidennya akan meningkat pada area dengan
populasi padat dengan tingkat kesehatan yang buruk.

3. Hepatitis C
90 % kasus terjadi akibat post transpusi dan banyak kasus sporadik, 4 % kasus
hepatitis disebabkan oleh hepatitis virus dan 50 % terjadi akibat penggunaan
obat secara intra vena

4. Hepatitis D
Selalu ditemukan dengan hepatitis B, delta agent adalah indemik pada
beberapa area seperti negara mediterania, dimana lebih dari 80 % karier
hepatitis B dapat menyebabkan infeksi

5. Hepatitis E
Adalah RNA virus yang berbeda dari hepatitis A dan eterovirus biasanya
terjadi di India, Birma, Afganistan, Alberia, dan Meksiko.

A. PATOFISIOLOGI
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrat
pada hepatocytes oleh sel mononukleous. Proses ini menyebabkan degrenerasi
dan nekrosis sel perenchyn hati.

Respon peradangan menyebabkan pembekakan dalam memblokir sistem


drainage hati, sehingga terjadi destruksi pada sel hati. Keadaan ini menjadi
statis empedu (biliary) dan empedu tidak dapat diekresikan kedalam kantong
empedu bahkan kedalam usus, sehingga meningkat dalam darah sebagai
hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobilinogen dan kulit hapatoceluler
jaundice.

Hepatitis terjadi dari yang asimptomatik samapi dengan timbunya sakit


dengan gejala ringan. Sel hati mengalami regenerasi secara komplit dalam 2
sampai 3 bulan lebih gawat bila dengan nekrosis hati dan bahkan kematian.
Hepattis dengan sub akut dan kronik dapat permanen dan terjadinya gangguan
pada fungsi hati. Individu yang dengan kronik akan sebagai karier penyakit
dan resiko berkembang biak menjadi penyakit kronik hati atau kanker hati
Pathway hepatitis

Faktor resiko higiene &


sanitasi buruk

Rentan terhadap infeksi


virus hepatitis

Invasi virus ke dalam tubuh

Masuk sirkulasi

Masuk dalam aliran


vena hepatikus

Virus berkembang biak


dalam sel hati

Kerusakan pada hepar Proses peradangan sel hati

Produksi garam empedu ↓ Kerusakan jaringan hepar Terjadi


imflamasi sel hati

Suasana duadenum menjadi Pelepasan zat proteolitik


Pembatasan aktivitas
asam

Merangsang ujung saraf


Perubahan aktivitas rutin
Mengiritasi duadenum

Ditransmisikan ke kortex Efek


gravitasi pada
Impuls iritatif ke otak serebri melalui talamus
gerakan feses

Gejala GI Nyeri
Feses menjadi keras

Rangsangan M.Oblongata
Konstipasi
Fungsi hepar terganggu

Mual muntah
Gangguan metabolisme
KH, Protein dan Lemak
Anoreksia
KH tidak dapat simpan
Intake kurang

Energi yang dihasilkan berkurang Kelemahan Defisit


perawatan diri
Nutrisi kurang

A. MANIFESTASI KLINIK
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama.
Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium. Adapun manifestasi
dari masing – amsing stadium adalah sebagai berikut.

1. Stadium praicterik berlangsung selama 4 – 7 hari. Pasien mengeluh sakit


kepala, lemah, anoreksia, muntah, demam, nyeri pada otot dan nyeri
diperut kanan atas urin menjadi lebih coklat.
2. Stadium icterik berlangsung selama 3 – 6 minggu. Icterus mula –mula
terlihat pada sklera, kemudian pada kulit seluruh tubuh. Keluhan – keluhan
berkurang, tetapi klien masih lemah, anoreksia dan muntah. Tinja mungkin
berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan
tinja menjadi normal lagi. Penyebuhan pada anak – anak menjadi lebih
cepat pada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan ke 2, karena penyebab
yang biasanya berbeda
F. TES DIAGNOSTIK
1. ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian
tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang
terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang
rusak, meningkat pada kerusakan sel hati

2. Darah Lengkap (DL)


SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim
hati) atau mengakibatkan perdarahan.

3. Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)

4. Diferensia Darah Lengkap


Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
5. Alkali phosfatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat)
6. Feses
Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
7. Albumin Serum
Menurn, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh
hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
8. Gula Darah
Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
9. Anti HAVIgM
Positif pada tipe A
10. HbsAG
Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
11. Masa Protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau berkurang.
Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
12. Bilirubin serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
13. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya
gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
14. Biopsi Hati
Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
15. Skan Hati
Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
16. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin.

Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.


Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin
menimbulkan bilirubinuria.
A. PENATALAKSANAAN MEDIK
Tidak ada terpi sfesifik untuk hepatitis virus. Tirah baring selama fase akut
dengan diet yang cukup bergizi merupakan anjuran yang lazim. Pemberian
makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasienterus menerus
muntah. Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda
dan tes fungsi hati kembali normal.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata.
 Identitas.
- Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No
register, dan dignosa medis.
- Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, agama,
alamat, pekerjaan, penghasilan, umur, dan pendidikan terakhir.
- Identitas saudara kandung meliputi : Nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Keluhan anak sehingga anak membutuhkan perawatan. Keluhan dapat
berupa nafsu makan menurun, muntah, lemah, sakit kepala, batuk,
sakit perut kanan atas, demam dan kuning

c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah,
demam, nyeri perut kanan atas

2. Riwayat Kesehatan Masa lalu


Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit yang
pernah diderita sebelumnya, kecelakaan yang pernah dialami
termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit
serta perkembangan anak dibanding dengan saudara-saudaranya

3. Riwayat kesehatan keluarga


Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit
menular khususnya berkaitan dengan penyakit pencernaan.

1. Diagnosa keperawatan yang lazim muncul .


a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare.
d. Isolasi sosial berhubungan dengan perawatan isolasi.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat.
f. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak pada anak
yang terinfeksi.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
akumulasi garam empedu dalam jaringan.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
dengan proses penyakit.
i. Hipertermi berhunbungan dengan proses infeksi.
j. Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.
k. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktifitas.
l. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.
m. Kehilangan kontrol berhubungan dengan perubahan aktifitas rutin.
3. Rencana keperawatan.
DX.I . Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Tujuan : Klien menunjukkan perbaikan terhadap aktifitas.


Kriteria hasil :
 Mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya perubahan tingkat
aktifitas.
 Meningkatkan aktifitas yang dilakukan sesuai dengan perkembangan
kekuatan otot.
Intervensi Rasional

1. Tingkatkan tirah Meningkatkan ketenangan istirahat


DX . II.
baring, ciptakan dan menyediakan energi yang
lingkunga yang tenang. digunakan untuk penyembuhan.
2. Tingkat aktifitas sesuai Tiarah baring lama dapat
toleransi menurunkan kemampuan. Ini dapat
terjadi karena keterbatasan aktifitas
yang mengganggu periode istirahat.

3. Awasi kadar enzim Membantu menurunkan kadar


hepar. aktifitas tepat, sebagai peningkatan
prematur pada potensial resiko
berulang.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/ muntah

Tujuan : Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil :

 Nafsu makan baik.


 Tidak ada keluhan mual/muntah.
 Mencapai BB , mengarah kepada BB normal .

Intervensi Rasional

1. Awasi keluhan Berguna dalam mendefinisikan


anoreksia, derajat luasnya masalah dan pilihan
mual/muntah. intervensi yang tepat.

Makan banyak sulit untuk mengatur


2. Awasi pemasukan bila klien anoreksia. Anoreksia juga
diet/jumlah kalori. paling buruk pada siang hari,
Berikan makanan membuat masukan makanan sulit
sedikit dalam pada sore hari.
frekwensi sering. Menghilangkan rasa tidak enak dan
3. Lakukan perawatan meningkatkan nafsu makan.
mulut sebelum makan. Penurunan BB menunjukkan tidak
4. Timbang berat badan. adekuatnya nutrisi klien.

Memperbaiki kekurangan dan


5. Berikan obat vit. B membantu proses penyembuhan.
kompleks, vit c dan
tambahan diet lain
sesuai indikasi.

DX. III. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan


dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.

Tujuan : Klien akan menunjukkan status cairan adekuat.

Kriteria hasil :

 Tanda – tanda vital stabil :


TD : 90/50 – 120/70 mmhg

N : 85 – 100 x/mnt

S : 36 – 37

P : 15 – 25 x/mnt

 Turgor kulit normal ( cepat kembali )


 Intake dan output seimbang.
Intervensi Rasional

1. Monitor intake dan Memberikan informasi tentang


output penggantian /efek terapi.

Indikator volume sirkulasi / perfusi .


2. Kaji tanda vital, nadi
perifer, pengisian
kapiler , turgor kulit
dan membran
mukosa .
3. Berikan cairan IV Mmmmemberikan cairan dan
(biasanya glukosa), penggatian elektrolit.
elektrolit.

DX. IV. Isolasi sosial berhubungan dengan perawatan isolasi.

Tujuan : Klien memperlihatkan prilaku yang menimbulkan


interaksi

sosial.

Kriteria hasil :

 Klien berpartsipasi dalam aktifitas.


 Klien dapat mengungkapkan perasaan / persepsi.
Intervensi Rasional

1. Tingkatkan hubungan Partisipasi orang lain dapat


sosial. meningkatkan rasa kebersamaan.
2. Jelaskan tentang tujuan Pemahaman alasan untuk
dari perawatan . perlindungan dari mereka sendiri
dan oranmg lain dapat mengurangi
3. Dorong klien / keluarga perasaan isolasi.
untuk mengeksperisikan Membantu mengidentiufikasi dan
perasaan dan memperjelas alasan kesulitan
permasalahan berinteraksi
DX. V. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat.

Tujuan : Klien akan menunjukkan tehnik melakukan perubahan


pola

hidup untuk menghindari infeksi ulang dan transmisi


ke orang

lain.

Kriteria hasil :

 Memperlihatkan pengertian tentang tindakan


kewaspadaan dengan mengikuti petunjuk.
 Mempertahankan suhu tubuh yang normal , pernapasan
jelas dengan tidak ada bukti lain terjadinya infeksi.
Intervensi Rasional

1. Lakukan tehnik isolasi Mencegah transmisi virus ke orang


untuk infeksi enterik lain. Melalui cuci tangan efektif
dan pernapasan sesuai dalam mencegah transmisi virus.
kebijakan rumah sakit
termasuk cuci tangan
efektif.
2. Awasi / batasi
pengunjung sesuai Klien terpajan terhadap proses infeksi
indikasi (khususnya respiratorius) dan
potensial resiko komplikasi sekunder.
3. jelaskan prosedur Pemahaman alasan untuk
isolasi pada perlindungan diri sendiri dan orang
klien/orang terdekat. lain.
4. Berikan antibiotik
Pengobatan hepatitis virus dan
untuk agen
bacterial untuk mencegah/membatasi
pencegahan.
infeksi sekunder
DX. VI. Resiko infeksi pada orang lain berhubungan dengan kontak pada
anak yang terinfeksi.

Tujuan : Keluarga dan orang lain tidak tertular infeksi.

Kriteria hasil :

 Keluarga mengerti tentang cara penularan.


 Orang tua menerapkan pola hidup yang sehat dan bersih.
Intervensi Rasional

1. Ajarkan tehnik Cuci tangan mencegah transmisi


mencuci tangan yang virus.
benar.
2. Ajarkan tentang
Infeksi hepatitis dapat terjadi
kebersihan perorangan.
didalam lingkungan dengan hygiene
dan sanitasi yang buruk.
3. Imunisasi bila indikasi
Karena terbatasnya pengobatan
ketularan
terhadap hepatitis maka penekanan
lebih diarahkan pada pencegahan
melalui imunisasi.

DX. VII. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan


akumulasi garam empedu dalam jaringan .

Tujuan : Klien menunjukkan jaringan kulit yang utuh.

Kriteria hasil :

 Melaporkan penurunan proritus atau menggaruk.


 Ikut serta dalam aktifitas untuk mempertahankan
integritas kulit.
Intervensi Rasional
1. Lakukan perawatan Mencegah kulit kering berlebihan.
kulit dengan sering, Memberikan penghilang gatal
hindari sabun alkali.
2. Pertahankan kuku klien
Untuk menurunkan resiko kerusakan
terpotong pendek.
kulit bila menggaruk.
Instruksikan klien
menggunakan ujung
jari atau menggunakan
ujung jari untuk
menekan pada kulit
bila sangat perlu
menggaruk.
3. Pertahankan liner dan
pakaian kering.
Pakaian basah dan berkeringat
adalah sumber ketidaknyamanan .

DX. VIII. Kurang pengetahuan berhubungan kurangnya informasi tentang


proses penyakit.

Tujuan : Klien dan keluarga mengetahui tentang proses


penyakitnya.

Kriteria hasil :

 Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit.


 Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada
pengobatan
Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat Mengidentifikasi area


pemahaman proses kekurangan/salah informasi dan
penyakit, harapan memberikan informasi tambahan
/prognosis,
kemungkinan pilihan sesuai keperluan.
pengobatan.
2. Berikan informasi
Kebutuhan atau rekomendasi akan
khusus tentang
bervariasi karena tipe hepatitis dan
penyakitnya.
situasi individu.

Aktifitas perlu dibatasi sampai hepar


3. jelaskan pentingnya
kembali normal.
istirahat dan latihan

DX. IX. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : Klien menujukkan suhu tubuh dalam batas normal

Kriteria hasil :

 Klien tidak mengeluh panas


 Badan tidak teraba hangat
 Suhu tubuh 36 – 37 0C
Intervensi Rasional

1. Kaji adanya keluahan Peningkatan suhu tubuh akan


tanda – tanda peningkatan menujukkan berbagai gejala seperti
suhu tubuh uka merah, badan teraba hangat.
2. Monitor tanda –
Demam disebabkan efek – efek dari
tanda vital terutama suhu
endotoksin pada hipotalamus dan
tubuh
efinefrin yang melepaskan pirogen

Akxila merupakan jaringan tipis


3. Berikan kompres
dan terdapat pembulu darah
hangat pada aksila/ dahi
sehingga akan mempercepat pross
konduksi dan dahi berada didekat
hipotalamus sehingga cepat
memberikan respon dalam
mengatur suhu tubuh.

DX. X. Diare berhubungan dengan peningkatan peristaltik usus.

Tujuan : Klien akan menujukkan pola eliminasikembali sperti biasa

Kriteria hasil :

 Klien tidak mengluh sering buang air besar


 Feses tidak encer
Intervensi Rasional

1. Observasi, catat frekwensi Membantu menentukan berat episode


defekasi, karakteritik dan (diare)
jumlah proses penyakit,
harapan / prognosis,
kemungkinanpilihan
pengobatan.
2. berikan diet yang tepat,
hindari makanan tinggi
lemak,makanan dengan Stimulan GI yang meningkatkan mobilitas/
kandunganserat tinggi frekensi defekasi.
3. Berikan anti diare yang
ditentukan dan evaluasi
keevektipan
Untuk mengontrol diare. Diare tidak
terkontrol dapat menyebabkan kekurangan
cairan

DX. XI. Konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas


Tujuan : Klien akan menujukkan pola eliminasikembali seperti
biasa

Kriteria hasil :

 Konsistensi feses lembek


 Buang air besar setiap hari

Intervensi Rasional

1. Monitor ferkuwensi, Mengidentifikasi derajat gangguan dan


karakteristik dan jumlah kemungkinan bantuan yang diperukan
feses
2. Tingakatkan diet pasien
dengan banyak makan Meningkakan konstintensi fekal untuk dapat
makanan berserat dan melewati usus dengan mudah dan
buah menurunkan konstipasi

3. Tingkatkan pemenuhan Dapat melembekkan feses dan mefasilitasi


cairan dengan minum eliminasi
banyak minimal
1.000ml/hari
4. Berikan pelunak feses,
supositoria sesuai
Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik
indikasi
dengan pelahan / evaluasi feses

DX. XII. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar

Tujuan : klien mengungkapkan nyeri berkurang / teratasi

Kriteria hasil ;

 Tidak ada keluhan nyeri


 Ekspresi wajah ceria
 Tanda – tanda vital dalam batas normal
TD : 90 / 50 - 120 / 70 mmHg

N : 85 – 100 / menit

P : 15 – 25 / menit

SB : 36 – 370 C

Intervensi Rasional

1. Kaji tingkat nyeri Mengetahui persepsi dan reaksi klien


terhadap nyeri serta sebagai dasar
keefektifan untuk intervensi selanjutnya

Perubahan frekuwensi jantungatau TD


2. Monitor tanda – tanda
menujukkan bahwa pasien mengalami
vital
nyeri, khususnya bila alasan lain untuk
perubahan tanda vital talah terlihat

Tindakan non analgetik diberikan dengan


3. Berikan tindakan sentuhan lembut dapat menghilangkan
kenyamanan misalnya ketidaknyamanan
perubahan posisi relaksasi

DX> XIII. Kehilangan kontrol berhubungan dengan perubahan aktivitas


rutin

Tujuan: Klien akan menujukkan reaksi positif ssuai dengan

tingkat perkembangan.

Kriteria hasil :

 Klien dapat bermain sesuai toleransi


 Klien aktif dalam melakukan aktifitas
Intervensi Rasional

1. Kaji ulang reaksi yang Akibat hopitalisasi pada anak usia sekolah
terjadiakibat akan menimbulkan reaksi regresi,
hospitalisasi negativisme, depresi, cemas dan deniel
2. Kaji aktif\vitas yang
Membantu dalam menentukan pilihan
disenangi oleh klien
intervensi
3. Ajak klien bermain ssuai
toleransi Bermain merupakan aspek yang penting
bagi kesehatan menal, emosional dan social

4. Libatkan keluarga dalam Membantu mengurangi dampak

merencanakan jadwal hospitalisasi akibat prubahan rutinitas


harian sesuai dengan
jadwal dirumah
SIROSIS HEPATIS
1. Sirosis Hepatitis
Sirosis Hepatitis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanaya pembentukkan jaringan ikat di sertai nodul. Biasanya di mulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentuan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahna sirkulasi mikro
dan makro menajdi tiak teratur.
2. Etiologi Sirosis Hepatitis
Secara morfologis, penyebab sirosis ada 2 :
1. Hepatitis Virus
Dengan penyakit hati kronis, maka diduga mempunyai peranan yang
besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi cirosisi. Secara
klinik telah di kenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukkkan perjalanan yang kronis, bila di bandingkan dengan hepatitis
virus A.
2. Zat hepatotoksik alkoholisme
Beberapa obat obatan dhan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis
akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering di sebut-sebut ialah
alcohol. Sirosis hepatitis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.
3. Patofisiologi Sirosis Hepatitis
Faktor utama penyebab sirosis adalah alcohol. Alcohol meneyebabkan
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian,
sorisis juga pernah terjadi pada individu yang ridak memiliki kebiasaan minum
minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi
alcohol yang tinggi. Termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu ( karbon
tetraklorida, naftalen, terklorinasi, asen atau fosfor ) atau infeksi skistosomiasis
yang menular. Jumlah lakilaki penderita sirosis adalah dua kali lebi banyak dari
pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun. Sirosis
alkoholik atau secara historis di sebut sirosis alennaec ditandai oleh
pembentukkan jaringn parut yang difus, kehilangan sel sel hati yang uniform,
dan sedikit nodul regenerative. Sehingga kadang kadang di sebut sirosis
mikronoduler. Sirosis mikronoduker dapat pula diakibatkan oleh cidera hati
lainnya. Tiga lesi ti alcohol utama akibat induksi alcohol adalah perlemakan
hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik.
4. Komplikasi Sirosis Hepatitis
Dampak komplikasi sirosis hati yang pelu di ketahui : gagal hati, sirtosis
hati, infeksi lanjutan, kanker hati, kolestasis, glumerulonefritis,
cryoglobulinemia, ensefalopati hati, hipertensi portal, porfiria.
5. Penatalaksanaan Sirosis Hepatitis
 Istirahat yang cukup
 Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang
 Pengobatan berdasarkan etiologi misalnya pada sirosis ha akibat infeksi
virus C dapat dicoba dengan interferon.
 Simtomasis
 Supportif
Pengobatan yang spesifik

6. Pathway Sirosis Hepatis

7. Askep sirosis hepatitis


Pengkajian
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : penurunan massa otot
b. Eliminasi
Gejala : flatus
Tanda : distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bisisng usus, fase
warna tanah liat, melena, urine gelap.
c. Makanan/ cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah
Tanda : penurunan berat badan atau peningkatan, penggunaan jaringan,
edema umum pada jaringan, kulit kering,ikterik.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadran kanana
atas, pruritus, neuritis perifer.
Tanda : perilaku berhati-hati, fokus pada diri sendiri
e. Keamanan :
Gejala : pruritus
Tanda : demam, ikterik ,ekimosisi, angioma spider
f. Pernafasan
Gejala : Dispnea

Tanda : pernafasan dangkal, ekspansi paru terbatas, hipoksia.

8. Diagnosa dan Intervensi sianosis hepatis

A. Pola nafas tidak efektif bd ekspansi paru terganggu


Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

1 Gejala dan sirosis hepatis Pola Observasi


tanda 1. Monitor pola nafas
nafas
mayor 2. Monitor bunyi nafas
kelainan tidak
Ds : tambahan
1. Dyspnea jaringan efektif 3. Monitor sputum
Do : parenkim Terapeutik :
1. Penggunaan 4. Penahanan kepatenan
obat bantu jalan nafas
kronis 5. Posisikan semi fowler
pernafasan
2. Fase ekspresi atau fowler
memanjang hipertensiportal 6. Berikan minum hangat
3. Pola nafas Edukasi :
abnormal 7. anjurkan asupan cairan
asietas 2000 ml/hr
( mis :
takipnea, Kolaborasi :
bradipnea, ekspansi paru 8. pemberian
hiperventilasi, bronkodilator,
kussmaul, terganggu ekspektoran, jika perlu.
checne-stokes  Kerusakan integritas
) kulit bd pruritus
pola nafas
Gejala dan Faktor risiko
tanda minor tidak efektif 1. Perubahan sirkulasi
Ds : 2. Perubahan status nutrisi
1. Ortopnea ( kelebihan dan
Do : kekurangan )
1. Pernafasan 3. Kekurangan/kelebihan
persulid-lip volume cairan
2. Pernafasan 4. Penurunan mobilitas
cuping 5. Bahan kimia iritatif
hidung 6. Suhu lingkungan yang
3. Diameter ekstrim
toraks 7. Faktor mekanis
anterior- 8. Terapi radiasi
posterior 9. Kelembapan
meningkat 10. Proses penuaan
4. Ventilasi 11. Neuropati perifer
semenit Kondisi klinis terkait
menurun 1. Imonilisasi
5. Kapasitas 2. Gagal jantung kongestif
vital menurun 3. Gagal ginjal
6. Tekanan 4. Diabetes mellitus
ekspirasi 5. Imunodefisiensi
menurun 6. Katerisasi jantung
7. Ekskursi dada
berubah

B. Intoleransi aktivitas bd kelemahan


Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

1 Gejala dan sirosis hepatis Intoleransi Observasi


tanda Mayor Observasi
aktivitas
Ds : 1. Intoleransi
fungsi hati bd
1. Mengeluh ganggguan fungsi
lelah terganggu kelemahan tubuh yang
mengakibatkan
Do : Gangguan kelelahan
1. Frekuensi metabolisme 2. Monitor fisik dan
jantung vitamin emosional
meningkat 3. Monitor lokais dan
kurang dari Sintesis ketidaknyamanan
20% dari vitamin A, B selama kecelakaan
complex
kondiis B12 melalui aktivitas
istirahat hati Terapeutik :
menurun
Gejala dan 4. Sediakan
tanda Minor lingkungan
Ds : Penurunan nyaman rendah
produksi
1. Dyspnea 5. Banyak aktivitas
sel darah
saat/setelah merah distraksi
aktivitas menyenangkan
2. Merasa tidak Edukasi :
nyaman Anemia 6. Anjurkan tirah
steelah baring
beraktivitas Kelemahan Kolaborasi :
3. Merasa 7. Kolaborasi dengan
lemah ahli gizi
Do : Intoleransi  Gangguan
1. Tekanna aktifitas keseimbangan
darah cairan dan
berubah elektrolit bd diare
kurang drai Gejala dan Tanda
20% dari Mayor
kondisi Ds : ( tidak
istirahat tersedia )
2. Gambarkan Do :
EKG 1. Defekasi leih dari
menunjukkan tiga kali dalam 24
aritmia jam
saat/setelah 2. Feses lembek atau
aktivitas cair
3. Gambarkan Gejala dan tanda
EKG Minor
menunjukkan Ds :
iskemia 1. Urgency
4. Sianosis 2. Nyeri/kram
abdomen
Do :
1. Frekuensi
peristaltic
meningkat
2. Bising usus
hiperaktif

C. Resiko pendarahan b.d gangguan sintesis vitamin K


Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

1 Faktor resiko sirosis hepatis Resiko Observasi


1. Gangguan Observasi
pendarahan
2. Gangguan 1. monitor tanda &
fungsi hati
fungsi hati gejala pendarahan
3. Kurang terganggu 2. monitor nilai
terpapar hematokrit / hb
informasi sebelum & sesudah
Gangguan kehilangan darah
tentang
metabolisme
pencegahan 3. monitor TTV
protein
pendarahan. Terapeutik :
4. Proses 4. pertahankan bed
Asam amino
keganasan rest
relatif
(albumin, 5. batasi tindakan
globulin) invasif ( jika perlu)
Edukasi :
6. Jelaskan tanda &
Gangguan
sintesis gejala pendarahan
vit. K 7. anjurkan
meningkatkan cairan
- Faktor 8. anjurkan segera
melapor jika terjadi
pembekuan
pendarahan.
darah Kolaborasi :
terganggu 9. kolaborasi
pemberian obat
- Sintesis
pengontrol
prosumber pendarahan
terganggu

Resti
perdarahan
SISTEM PERKEMIHAN

1. Review Anfis Sistem Perkemihan


Suatu system yang di dalamnya terjadi penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh.
Zat ini akan larut dalam air dan di keluarkan oleh urin. Zat yang di
butuhkan tubuh akan beredar kembali dalam tubuh melalui
pembuluh darah tubuh melalui pembuluh darah kapiler ginjal,
kmasuk ke dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh.
2. Pengkajian Data Dasar Keperawatan Sistem Perkemihan
A. Riwayat kesehatan sekarang
1. Keluhan utama pasien
2. Adanya rasa nyeri : kaji lokasi,karakter, durasi, dan
hubungannya dengan urinasi
3. Adanya gejala panas panas atau menggigil, sering lelah,
perubahan berat badan, perubahan nafsu makan, serius
haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan penglihatan
kabur
4. Pola eliminasi
a. Kaji frekuensi, urgenis, dan jumlah urine output
b. Kaji perubahan warna urin
c. Kaji adanya darah dalam urin
d. Dysuria, kapan keluhan ini terjadi
e. Hesitancy : nyeri selama atau sesudah urinasi.
f. Inkontinensia ( stress inkontinesia )
g. Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra,
menyebabkan tidak adekuatnya pengosongan kandung
kemih
5. Pola nutrisi – metabolic
a. Kaji jumlah dan jenis cairan cauiran yang biasa diminum
pasien : kopi, alcohol, minuman, berkarbonat.
b. Kaji adanya dehidrasi
c. Kaji jenis makanan yang sering di konsumsi pasien.
d. Kaji adanya anoreksia, mual, muntah.
e. Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral,
dan terapi verbal.
B. Riwayat kesehatan masa lalu
1. Riwayat oinfeksi traktur urinarius
a. Terapi atau perawatan rumah sakit
b. Adanya gejala panas atau menggigil.
c. Sistoskopi
2. Riwayat keadaan berikut ini :
a. Hematuria, perubahan warna, atau volume urin
b. Nokturia dan sejak kapan dimulainya.
c. Penyakit pada usia kanak-kanak
d. Batu ginjal ( kalkuli renal )
e. Kelainan yang memperngaruhi funghsi ginjal
3. Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan
( persalinan pervaginan, section caesarea )
4. Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular
seksual
5. Pernahkah mengalami pembedahan : pelvis atau saluran
perkemihan
6. Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi
7. Kaji riwayat merokok.
C. Riwayat kesehatan keluarga
1. Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih
2. Kaji adanya masalah eliminasi yang di kaitkan dengan
kebiasaan keluarga.
D. Riwayat kesehatan social
1. Kaji riwayat pekerjaan
2. Seseorang yang mengalami demineralisasi
3. Lakilaki cenderrung mengalami inflamasi
4. Perlu juga informasi tempat tingal pasien
E. Pengobatan
1. Diuretic dapat mengubah kuantitas dan karakter outpuit
urin
2. Phenazopyridine
3. Anticoagulant
F. Pola Persepsi :
1. Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasan
dan kehidupan normal pasien
2. Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter,
kantung urin.
3. Pengkajian Data Psikososial System Perkemihan
a. Psikologis
Klien mengatakan takut jika mau BAK, karena merasa nyeri
pada saat ingin BAK.
b. Sosial
Klien berkomunikasi dengan bahasa jawa dan bahasa
Indonesia, nada bicara klien sopan.
c. Budaya : tidak terkaji
d. Spiritual : tiodak terujii
4. Pemeriksaan Fisik Sistem Perkemihan
1. Inspeksi
Kulit dan membrane mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan
pengeluaran, keringat. Kulit dan membrane mukosa yang
pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebakan anemia.
Penurunan turgor kulit merupakan indikasi dehidrasi.
2. Palpasi
Posisi pasien supinasi, untuk melakukan palpasi ginjal kanan :
posisi di sebelah kanan pasien letakkan tangan kiri di bawah
abdomen diantara tulang iga dan lengkung
iliaka.
3. Perkusi
a. Ginjal
 Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
 Letakkan telapak tangan tidak dominan pada sudut
kostovertebral
 Ulangi pprosedur untuk ginjal kanna
b. Kandung kemih
1. Perkusi area diatas kandung kemih, di mulai 5cm diatas
simfisis
2. Untyuk mendeteksi perbedaan bunyi, perkusi
kearahkandung kemih
3. Jika berisi urin menghasilkan bunyi pekak.
4. Auskultasi
Gunakan diafragma / bel stetoskop untuk mengauskultasi
bagian atas sudut kostovetebral dan kuiadran atas
abdomen. Jika terdengar bunyi (bruit) pada aorta abdomen
dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran
darah ke ginjal ( stenosis arteri ginjal )
5. Pemeriksaan Penunjang System Perkemihan
 Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan urinalisis
 Pemeriksaan bakteriologi
 Pemeriksaan darah
Gagal Ginjal Akut
Pengertian gagal ginjal akut
GGA adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat
sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai
kenaikan ureum dan kreatinin darah ( imam parsoedi A dan Ag. Soewito : ilmu
penyakit dala jilid II;91 )
Klasifikasi :
1. gagal ginjal akut prerenal
2 gagal ginjal akut post renal
3. gagal ginjal akut renal

gagal ginjal akut prerenal;


gagal ginjal akut prerenal adalah keadaan yang palng ringan yang dengan cepat
dapat reversible, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. Gagal ginjal akut prerenal
merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik
pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan
menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Etiologi
1.Penurunan Volume vaskular ;
a. Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
b. Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.
2. Kenaikan kapasitas vaskular
a. sepsis
b. Blokade ganglion
c. Reaksi anafilaksis.
3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
a. renjatan kardiogenik
b. Payah jantung kongesti
c. Tamponade jantung
d. Distritmia
e. Emboli paru
f. Infark jantung.
Gagal Ginjal Akut Postrenal
GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi,
meskipun dapat juga karena ekstravasasi
Etiologi
1. Obstruksi
a. Saluran kencing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.
b. Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).
2. Ektravasasi.

Gagal Ginjal Akut Renal


1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
a. Glomerulonefritis
b. Nefrosklerosis
c. Penyakit kolagen
d. Angitis hipersensitif
e. Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.
2.Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan
GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat
dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol
akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat
reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal,
dan ratio urine/serum sering 1:1.
11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN
dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila
ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah
(1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya
ada proteinuria minimal.
16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal
terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.

Darah :
1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
2. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan
selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein
melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan
sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
11. CT.Skan
12. MRI
13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
Penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut

1. Pengobatan penyakit dasar


Terhadap inveksi sebagaipenyakit dasar harus di berikan penobatan yang
spesifik sesuai dnegan penyebabnya, jika obat obatan ini harus segera di
hentikan. Terhadapa GGA akibatnefrotoksin harus segera diberikan
antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dianalisis hahrus dilakukan
dialysis secepatnya.
2. Pengelolaan terhadap GGA
Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah
akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini peberian protein
dari luar harus di hindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet
paling sedikit harus mengandung100 gram kerbohidrat per hari. Seratus
gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen sebanyak kira-
kira 50%.

Pathway Gagal Ginjal Akut


Askep GGA

Pengkajian
a. Identitas pasien : biodata, umu, jenis kelamin, agama, sttaus
perkawinan,suku bangsa, pendidikan, alamat, oekerjaan,tg
masuk rumah sakit, dx medis
b. Keluhan pasien
Jumlah urine sedikit, pucat ( anemis ), mual, muntah, dan tidak
nafsu makan, nafas berat bila banyak minum, atau melakukan
keeja berat, merasa sangat lemah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan dahulu
e. Riwayat njkesehatan keluarga
f. Pemeriksaan fisik
- Kepala
- Muka
- Mata
- Telinga
- Hidung
- Mulut dan faring
- Leher

Diagnosa dan Intervensi Gagal Ginjal Akut

A. Kurang pengetahuan bd gagal ginjal


Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

1 Gagal ginjal Kurang


Gejala dan mayor Observasi
akut pengetahuan
minor 1. Identifikasi saat tingkat
Ds : ansietas berubah
1. Menanyakan Kurang 2. Identifikasi kemampuan
masalah yang pengetahua mengambil keputusan
dihadapi 3. Monitor tanda-tanda
n
Do : ansietas
1. Menunujukkan Terapeutik :
prilaku tidak 1. Ciptakan suasana
sesuai anjuran terapeutik untuk
2. Menunjukkan menumbuhkan
persepsi yang kepercayaan
keliru terhadap 2. Temani pasien untuk
masalah mengurangi kecemasan,
Gejala dan tanda jika memungkinkan
minor 3. Pahami situasi yang
Ds : ( tidak membuat ansietas
tersedia ) 4. Dengarkan dengan penuh
Do : perhatian
1. Menjalani 5. Gunakan pendekatan
pemeriksaan yang tenang dan
yang tidak meyakinkan
tepat 6. Tempatkan barang
2. Menunjukkhan pribadi yang memberikan
prilaku kenyamanan
berlebihan 7. Motivikasi
mengidentivikasi situasi
yang memicu
ksecemasan
8. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif
5. Anjurkan
mengungkapkan perasan
dan persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
8. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian
obat ansietas, jika perlu

B. Resiko kerusakan integritas kulit b.d kulit kering gatal


Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

1 Gagal ginjal Resiko


Faktor resiko Observasi
akut kerusakan
1. Perubahan 1. Identivikasi penyebab
sirkulasi integritas gangguan integritas
2. Perubahan status GFR kulit kulit
nutrisi menurun Terapeutik
3. Kekurangan atau 2. Ubah posisi tiap 2 jam
kelebihan tirah baring
volume cairan Kreatinin 3. Hindari produk
4. Penurunan serum berbahan dasar alcohol
mobilitas pada kulit kering
meningkat
5. Bahan kimia Edukasi
iritatif dan urenum 4. Anjurkan
6. Suhu lingkungan meningkat menggunakan
yang ekstrem pelembab
7. Faktor mekanis 5. Anjurkan minum air
Penumpukan
8. Terapi radiasi yang cukup
9. Kelembaban dikulit 6. Anjurkan
10. Proses penuaan meningkatkan asupan
11. Neuropati nutrisi
Kulit kering
perifer 7. Anjurkan
12. Perubahan gatal meningkatkan asupan
pigmentasi buah dan sayur
Resiko
13. Perubahan 8. Anjurkan menghindari
hormonal kerusakan terpapar suhu ekstrem
14. Penekanan pada integritas 9. Anjurkan mandi dan
tonjolan tulang kulit menggunakan sabun
Kurang terpapar secukupnya.
informasi
tentang upaya
mempertahan
integritas
jaringan.

C. Gangguan citra tubuh bd kulit kering gatal


N Masalah
Data Etiologi Intervensi Kep.
o Kep.

1 Gagal ginjal Ganggua


Gejala dan tanda mayor Observasi
akut n citra
Ds : 1. Identivikasi
1. Mengungkapkan tubuh harapan citra
kecacatan/kehilangan bagian GFR tubuh
tubuh menurun berdasarkan
Do : tahap
1. Kehilangan bagian tubuh perkembangan
2. Fungsi/struktir tubuh Kreatinin 2. Identivikasi
berubah/hilang serum perubahan citra
Gejala dan tanda minor : tubuh yang
meningkat
Ds : mengakibatkan
1. Tidak mau mengungkapkan dan urenum isolosi social
kecactan/kehilangan bagian tubuh meningkat 3. Monitor apakah
2. Mengunhkapkan perasaan pasien bisa
negative tentang perubahan tubuh melihat bagian
Penumpuka
3. Mengungkapkan kekhawatiran tubuh yang
pada penolakan/reaksi orang lain n dikulit berubah
4. Mengungkapkan perubahan Terapeutik
gaya hidup 4. Diskusikan
Kulit kering
perubahan
gatal
Do : tubuh dan
1. Menyembunyikan/ fungsinya
menunjukan bagian tubuh secara Gangguan 5. Diskusikan
berlebihan citra tubuh perbedaan
2. Menghindari melihat dan openampilan
menyentuh bagian tubuh fisik terhadap
3. Fokus berllebihan pada harga diri
perubahan 6. Diskusikan
4. Respon nonverbal pada kondisi stress
perubahan dan persepti tubuh yang
5. Fokus pada penampilan dan memperngaruhi
kekuatan masa lalu citra tubuh
Hubungan social berubah 7. Diskusikan cara
mengembangka
n harapan citra
tubuh secara
realistis
8. Diskusikan
persepsi pasien
dan keluarga
tentang
perubahan citra
tubuh
Edukasi
9. Jelaskan kepada
keluarga ttg
perawatan
perubahan citra
tubuh
Anjurkan
mengungkapkan
gambar diri
terhadap citra
tubuh.
Gagal Ginjal Kronik

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi
tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis
atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun.
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir ( ESRD ) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan inversible dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah ). Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal
yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun.
2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis umumnya terjadi saat suatu penyakit mengganggu
fungsi ginjal sehingga menyebabkan kerusakan yang terus memburuk dalam
beberapa bulan atau tahun. Penyakittersebut meliputi : diabetes, kadar gula
dalam darah yang terlalu tinggi dapat merusak penyaring ginjal dalam
ginjal. Hipertensi, atau tekanan darah tinggi. Kondisi ini seiring watu
menambah tekanan pada pembuluh darah kecil di ginjal, yang kemudian
menghambat dungsi ginjal bekerja secara normal. Glumerulonefritis, atau
peradangan pada glomerulus ginjal. Nefritis intersititial atau peradangan
pada tubulus ginkal dan jaringan sekitarnya. Infeksi ginjal, yang berulang
kali. Cedera akut ginjal yang tidak sembuh. Penyakit pembuluh darah ginjal,
seperti penyempitan pembuluh arteri ginjal ( stenosis arteri ginjal ) atau
gumpalan darah di pembuluh vena ginjal ( thrombosis vena ginjal ).
3. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronis
Kegagalan ginjal terjad akibat sebagian nefron ( termasuk glomerulus dan
tubulus ) di duga utuh sedangkan yang lain rusak ( hipotesa nefron utuh ).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat di sertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/
daya saring metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus di larut
menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorbsi berakibat diuresis
osmotic disertai poliuri dan halus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguria timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%.
Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk
akhir metabolism protein ( yang normalnya diekskresikan ke dalam urin )
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiapsistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat dialysis.
4. Komplikasi Gagal Ginjal Akut
Sejumlah komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit gagal ginjal akut
adalah :
 Asidosis metabolic. Asidosis metabolic menyebabkan pusng, mual,
muntah, serta sesak.
 Kerusakan ginjal permanen. Gagal ginjal akut yang berkomplikasi
menjadi gagal ginjal kronis membutuhkan cuci darah secara permanen
atau transplantasi ginjal.
 Hiperglikemia atau tingginya kadar kalium dalam darah bisa
menyebabkan otot melemah, kelumpuhan, dan aritmia.
 Edema paru terjadi ketika terjadi penumpukkan cairan di dalam paru-
paru.
 Pericarditis. Peradangan pada pericardium, yaitu selaput yang
membungkus jantung, akan menyebabkan keluhan nyeri dada.
 Kematian, kematian lebih berisiko terhadap pasieb yang tang sudah
memiliki penyakit ginjal sebelumnya.
5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut
Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya keruakan ginja,
mempetahankan homeostatis, melakukan resusitaso, mencegah komplikasi
metabolism dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai
faal ginjalnya sembuh secara spontan.
 Cari dan perbaiki faktor pre dan pasca renal
 Evaluasi obat-obatan yang telah di berikan
 optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal
 perbaiki atau tinkgkatan aliran urin
 monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timvang badan tiap hati
 cari dan obati komplikasi akut ( hyperkalemia, hypernatremia,
asidosis, hioperfosfatemia, edema paru )
 asupan nutrisi adekuat sejak dini
 cari fokus infeksi dan atasi infeksi secara agresif
 perawatan menyeluruh yang baik ( kateter, kulit, psikologis )
 segera memulai terapi dialysis sebelum timbul komplikasi
 berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal
6. Pathway gagal ginjal kronis
7. Askep gagal ginjal kronis
Pengkajian
1. Identitas klien
2. Identitas penanggungjawab
3. Riwayat kesehatan masa lalu
4. Riwayat kesehatan sekarang
5. Pemeriksaan fisik
6. Palpasi
a. Ginjal
b. Ginjla kiri
c. Kandung kemih
7. Perkusi
a. Ginjal
b. Kandung kemih
8. Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kontovertebral dan kuadran atau abdomen.

8. Diagnosa dan Intervensi Gagal Ginjal Akut

A. Gangguan integritas kulit bd pruritus


Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

1 Gagal ginjal Gangguan


Gejala dan kronik intergritas
Observasi
tanda mayor 1. Identivikasi penyebab
kulit gangguan integritas kulit
Ds : ( tidak
Sekresi protein Terapeutik :
tersedia ) 2. Ubah posisi tiap 2 jam
menurun
Do : tirah baring
1. Kerusakan 3. Lakukan pemijatan pada
jaringan dan Sindrome urine area penonjolan tulang
kerusakan 4. Bersihkan parenial dengan
air hangat, terutama selama
kulit Perpospatermia
periode diare
Gejala dan 5. Gunakan produk berbahan
tanda minor Pruritis petroleum atau minyak pada
Ds : ( tidak kulit kering
tersedia ) Gangguan 6. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
intergritas pada kulit sensitive
Do : kulit 7. Hindari produk berbahan
1. Nyeri dasar alcohol pada kulit
2. Perdarahan kering
3. Kemeraha
Edukasi :
n 8. Anjurkan meggunakan
4. Hematoma pelembab
9. Anjutkan minum air yang
cukup
10. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
12. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
13. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada di luar rumah
14. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

B. Intoleransi aktivitas bd hemoglobion turun


Masalah
No Data Etiologi Intervensi Kep.
Kep.

1 Gejala dan Gagal ginjal intoleransi Observasi


tanda mayor kronik aktifitas 1. Identivikasi gangguan fungsi
Ds : tubuh yang mengakibatkan
1. Mengeluh kelelahan
lelah Sekresi 2. Monitor kelelahan fisik dan
Do : eritropoitis emosional
1. Frekuensi 3. Monitor pola dan jam tidur
turun
jantung 4. Monitor lokasi dan
meningkat ketidaknyamannan selama
lebih dari Produksi Hb melakukan aktivitas
20% dari turun Terapeutik
kondisi 5. sediakan lingkungan nyaman
istirahat dan rendah stimulus
Gejala dan hemoglobin 6. berikan aktivitas distriksi
tanda minor yang menenangkan
turun
Ds :
1. Dispne Edukasi :
7. anjurkan tirah baring
saat/stelah intoleransi
8. anjurkan melakukan aktivitas
aktivitas aktifitas secara bertahap
2. Merasa tidak
kolaborasi
nyaman
9. kolaborasi dengan ahli gizi
setelah
ttg cara meningkatkan
beraktivitas
asupan makanan
3. Merasa lemah
Do :
1. Tekanna
darah
berubah lebih
dari 20 %
drai kondisi
istirahat
2. Gambaran
EKG
menunjukkan
aritria
saa/setelah
aktivitas
3. Gambarkan
EKG
menunjukkan
iskemia
4. Sianosis

Anda mungkin juga menyukai