Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang KKL


Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan kegiatan kurikuler yang
menekankan pada berbagai kegiatan dan pengalaman faktual yang ada pada
dunia kerja. Setiap orang telah menerima pendidikan sejak kecil bahkan sejak
dicanangkannya wajib belajar oleh pemerintah. Ilmu secara teori telah
diperoleh begitu banyak diterima sejak duduk dibangku sekolah sampai
bangku kuliah, tetapi seringkali masih ada sebagian orang yang binggung
untuk menerapkannya dalam dunia kerja. Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
merupakan mata kuliah pembulat studi yang sifatnya wajib yang harus
ditempuh oleh setiap mahasiswa Fakultas Hukum dengan memuat subtansi
kegiatan yang sifatnya praktik kerja di instansi/lembaga, yang bertujuan
untuk memberikan pengalaman kerja dalam bidang tertentu berkaitan dengan
rencana keahlian mahasiswa. Dengan memadupadankan ketiga aspek
pembelajaran, yakni: kognitif, afektif dan psikomotorik, eksistensi Kuliah
Kerja Lapangan diharapkan dapat melengkapi pengetahuan teoritis yang telah
diperoleh mahasiswa di bangku perkuliahan. Sehingga, para mahasiswa tidak
hanya memahami hukum pada tataran teori belaka, melainkan juga
memahami hukum dari sudut pandang yang lebih luas, yakni dari
implementasi hukum pada tataran praktis.
B. Rumusan Masalah (Isu Hukum)
1. Bagaimana kebijakan BNNP Kalimantan Tengah dalam upaya rehabilitasi
pecandu narkotika ?
2. Apa saja kendala yang dihadapi BNNP Kalimantan Tengah dalam upaya
rehabilitasi penyalahgunaan narkotika ?
C. Ruang Lingkup KKL

Ruang lingkup KKL di laksanakan di Kantor Badan Narkotika Nasional


Provinsi (BNNP) Kalimantan Tengah, di Jl. Tangkasiang , Palangka Raya.

1
D. Tujuan KKL
Adapun tujuan dari kegiatan KKL ini diantaranya adalah:
1. Tujuan Umum
Program KKL bertujuan untuk memberikan seperangkat kemampuan kepada
mahasiswa berkenaan dengan aktivitas nyata pada dunia kerja. Hal ini akan
memberikan gambaran sesungguhnya tentang dunia kerja yang didalamnya terjadi
akomodasi berbagai konsep dan teori dengan persoalan-persoalan prakstis yang
dihadapi serta upaya pemecahannya. Program KKL ini akan menjembatani dua
aktivitas belajar yakni antara teori dikelas dengan kondisi nyata yang ada
dilapangan sesungguhnya.

2. Tujuan Khusus
1) Menunjang kemampuan kognitif dan efektif mahasiswa, sehingga nantinya
mampu menjadi competitive students, yang tidak hanya memahami keilmuan
dari sudut teoritis saja, namun juga dari sudut praktik;
2) Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan psikomotorik
mahasiswa Fakultas Hukum dalam mengaplikasikan pengetahuan kognitif
yang telah diperoleh mereka dibangku perkuliahan;
3) Memperkenalkan dan mempersiapkan sejak dini kemampuan mahasiswa akan
realitas dunia kerja khususnya di instansi hukum, sehingga nantinya setelah
lulus mampu bersaing dengan lulusan dari Universitas lainnya.

2
BAB II

GAMBARAN UMUM

1. Gambaran Umum Kantor


1. Sejarah Umum Kantor
Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di
Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden
Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan
Koordinasi Intelligen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam)
permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu,
penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan,
penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan
orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak
Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah
menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan
koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen
Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung,
dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab
kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional
dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan
disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.
Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan
permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan
berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan
berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan
agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa
Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat
permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional
pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan

3
tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan
Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus
memerangi bahaya narkoba.
Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus
miningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah
(Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika
Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999.
BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang
beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait. BKNN diketuai oleh Kepala
Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun
2002 BKNN tidak mempunyai personil dan alokasi anggaran sendiri.
Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. BKNN sebagai badan
koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman
bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN
diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah
lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah
terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas
dan fungsi:
1. Mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan
pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan
2. Mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan
narkoba.
Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari
APBN. Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya
meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK. Namun

4
karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas
dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN
dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi
permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius.
Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika
Nasional, Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui
kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-
BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, propinsi
dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada
Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP
dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan
BNN. Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus
meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor
VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada
DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan
mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor
35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.Berdasarkan
undang-undang tersebut, status kelembagaan BNN menjadi Lembaga
Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertikal ke propinsi
dan kabupaten/kota. Di propinsi dibentuk BNN Propinsi, dan di
kabupaten/kota dibentuk BNN Kabupaten/Kota. BNN dipimpin oleh
seorang Kepala BNN yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. BNN
berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Kepala
BNN dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama, dan 5 (lima)

5
Deputi yaitu Deputi Pencegahan, Deputi Pemberdayaan Masyarakat, Deputi
Rehabilitasi, Deputi Pemberantasan, dan Deputi Hukum dan Kerja Sama.

2. Visi, Misi, Tujuan dan sasaran strategis BNNP Kalteng


Visi :
Mewujudkan masyarakat Kalimantan Tengah yang sehat, bebas dari
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Misi :
Menyatukan dan menggerakan segenap potensi masyarakat Kalteng
dalam upaya pencegahan, rehabilitasi dan pemberantasan penyalahgunaan
narkoba di wilayah Kalimantan Tengah.

Tujuan :
Sebagai penjabaran visi dan misi tersebut di atas, BNNP Kalteng
menetapkan tujuan :
Peningkatan penanganan pencegahan dan pemberatasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di wilayah Kalimantan
Tengah

Sasaran Strategis :
Sasaran strategis BNNP Kalteng dalam rangka mencapai tujuan di atas
adalah :
Terkendalinya laju peningkatan prevalensi penyalahgunaan narkoba
hingga 0,05% per tahun.

6
2. Strukur Organisasi
Struktur organisasi merupakan suatu kerangka yang menunjukan
seluruh kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi,
yang berhubungan dengan fungsi, wewenang dan tanggung jawab untuk
mencerminkan mekanisme-mekanisme formal pada pengelolaan organisasi.
Struktur organisasi yang diterapkan di instansi BNNP adalah bentuk
vertikal. Dalam bentuk ini, sistem organisasi pimpinan sampai organisasi
atau pejabat yang lebih rendah digariskan dari atas ke bawah secara vertikal.

7
8
3. Bidang-bidang Kerja / Job Description
Dalam sebuah manajeen di suatu instansi, struktur organisasi berguna
untuk menunjukan adanya beberapa pembagian kerja dan menunjukan
bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan-kegiatan yang berbeda-beda agar
bisa dikoordinasikan. Selain itu struktur organisasi juga menunjukan
spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian
laporan.
Berikut ini pembagian wewenang dan tanggung jawab masing-
masing jabatan berdasarkan uraian pekerjaan struktur organisasi diatas
menurut Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16 Tahun
2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional adalah
sebagai berikut :\
1. Kepala
Kepala adalah pemimpin BNN.
Tugas dan fungsi :
Kepala mempunyai tugas :
a. memimpin BNN dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang
BNN.
b. mewakili pemerintah dalam melaksanakan hubungan kerja sama
dengan Pemerintah Luar Negeri dan/atau organisasi internasional di
bidang P4GN.

2. Sekretariat Utama
Tugas dan fungsi :
a. Sekretariat Utama mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BNN.
b. Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi:
1. pengoordinasian kegiatan di lingkungan BNN;

9
2. pengoordinasian, penyinkronisasian, dan pengintegrasian dalam
penyusunan perencanaan program dan anggaran di lingkungan
BNN;
3. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi
ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan, arsip,
dan dokumentasi di lingkungan BNN;
4. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi dan tata laksana serta
hubungan masyarakat;
5. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara;
6. pengoordinasian, penyinkronisasian, dan pengintegrasian dalam
pelaksanaan
7. evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang
P4GN; dan
8. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala BNN.

3. Inspektorat Utama
Tugas dan fungsi :
a. Inspektorat Utama mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
intern di lingkungan BNN.
b. Inspektorat Utama menyelenggarakan fungsi:
1. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan
BNN;
2. pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan
melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya;
3. pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi
pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang P4GN;
4. pelaksanaan penegakkan disiplin, Kode Etik Pegawai BNN, dan
Kode Etik Profesi Penyidik BNN;
5. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan
Kepala BNN; dan

10
6. penyusunan laporan hasil pengawasan.

4. Deputi Bidang Pencegahan


Tugas dan fungsi :
a. Deputi Bidang Pencegahan mempunyai tugas melaksanakan P4GN
di bidang pencegahan.
b. Deputi Bidang Pencegahan menyelenggarakan fungsi :
1. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan
teknis P4GN di bidang pencegahan;
2. penyusunan dan perumusan norma, standar, kriteria, dan prosedur
P4GN di bidang pencegahan;
3. pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan
instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam
pelaksanaan P4GN di bidang pencegahan;
4. pembinaan teknis P4GN di bidang pencegahan kepada instansi
vertikal di lingkungan BNN; dan
5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan
nasional P4GN di bidang pencegahan.

5. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat


Tugas dan fungsi :
a. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas
melaksanakan P4GN di bidang pemberdayaan masyarakat.
b. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat menyelenggarakan
fungsi :
1. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan
teknis P4GN di bidang pemberdayaan masyarakat;
2. penyusunan dan perumusan norma, standar, kriteria, dan prosedur
P4GN di bidang pemberdayaan masyarakat;

11
3. pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan
instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat di bidang
pemberdayaan masyarakat;
4. pelaksanaan fasilitasi dan pengoordinasian wadah peran serta
masyarakat;
5. pelaksanaan pemantauan, pengarahan, dan peningkatan kegiatan
masyarakat di bidang P4GN;
6. pembinaan teknis P4GN di bidang pemberdayaan masyarakat
kepada instansi vertikal di lingkungan BNN; dan
7. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan
nasional P4GN di bidang pemberdayaan masyarakat.

6. Deputi Bidang Pemberantasan


Tugas dan fungsi :
a. Deputi Bidang Pemberantasan mempunyai tugas melaksanakan
P4GN di bidang pemberantasan.
b. Deputi Bidang Pemberantasan menyelenggarakan fungsi :
1. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan
teknis P4GN di bidang pemberantasan;
2. penyusunan dan perumusan norma, standar, kriteria, dan prosedur
kegiatan intelijen, penyelidikan dan penyidikan, interdiksi,
penindakan dan pengejaran, pengawasan tahanan, penyimpanan,
pengawasan dan pemusnahan barang bukti serta penyitaan aset;
3. pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan
instansi pemerintah terkait dalam pemberantasan dan pemutusan
jaringan kejahatan terorganisasi penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif
lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
4. pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor serta

12
bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan
alkohol;
5. pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang
narkotika, psikotropika, dan prekursor serta bahan adiktif lainnya,
kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
6. pembinaan teknis kegiatan intelijen, penyelidikan dan penyidikan,
interdiksi, penindakan dan pengejaran, pengawasan tahanan,
penyimpanan, pengawasan dan pemusnahan barang bukti serta
penyitaan aset kepada instansi vertikal di lingkungan BNN; dan
7. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan
nasional P4GN di bidang pemberantasan;

7. Deputi Bidang Rehabilitasi


Tugas dan fungsi :
a. Deputi Bidang Rehabilitasi mempunyai tugas melaksanakan P4GN
di bidang rehabilitasi.
b. Deputi Bidang Rehabilitasi menyelenggarakan fungsi :
1. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan
teknis P4GN di bidang rehabilitasi;
2. penyusunan dan perumusan norma, standar, kriteria, dan prosedur
di bidang rehabilitasi berbasis komunitas terapeutik atau metode
lain yang telah teruji keberhasilannya dan penyatuan kembali ke
dalam masyarakat serta perawatan lanjutan penyalahguna
dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif
lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol;
3. pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dengan
instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam
pelaksanaan P4GN di bidang rehabilitasi;
4. pelaksanaan rehabilitasi berbasis komunitas terapeutik atau
metode lain yang telah teruji keberhasilannya dan penyatuan
kembali ke dalam masyarakat serta perawatan lanjutan bagi

13
penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta
bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan
alkohol;
5. pelaksanaan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu
narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali
bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol, yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun masyarakat;
6. pembinaan teknis rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan
rehabilitasi berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang
telah teruji keberhasilannya dan penyatuan kembali ke dalam
masyarakat serta perawatan lanjutan bagi penyalahguna dan/atau
pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya,
kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol, kepada
instansi vertikal di lingkungan BNN;
7. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan
nasional P4GN di bidang rehabilitasi.

8. Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama


Tugas dan fungsi :
a. Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama mempunyai tugas
melaksanakan kegiatan urusan hukum dan kerja sama di bidang
P4GN .
b. Bidang Hukum dan Kerja Sama menyelenggarakan fungsi :
1. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakan
teknis P4GN di bidang hukum dan kerja sama;
2. penyusunan dan perumusan norma, standar, kriteria, dan prosedur
kerja sama nasional, regional dan internasional di bidang P4GN;
3. penyusunan pengkajian dan perumusan peraturan perundang-
undangan di bidang P4GN;

14
4. pelaksanaan koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di bidang
hukum dan kerja sama;
5. pelaksanaan bantuan hukum di bidang P4GN;
6. pelaksanaan pembinaan hukum di bidang P4GN;
7. pelaksanaan kerja sama nasional, regional, dan internasional di
bidang P4GN; dan
8. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan P4GN
di bidang hukum dan kerja sama.

9. Pusat Penelitian, Data, dan Informasi


Pusat Penelitian, Data, dan Informasi adalah unsur pendukung tugas,
fungsi, dan wewenang di bidang penelitian, data, dan informasi, berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNN melalui
Sekretaris Utama.
Tugas dan fungsi :
a. Pusat Penelitian, Data, dan Informasi mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembangan, dan pengelolaan data
dan informasi di bidang P4GN.
b. Pusat Penelitian, Data, dan Informasi menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang P4GN
2. pengelolaan data, dokumentasi, sistem informasi dan jaringan
komunikasi di bidang P4GN
3. pelaksanaan pembangunan dan pengembangan teknologi
informasi dan komunikasi
4. pelaksanaan pelayanan data dan informasi, dan
5. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat.

Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor


7 Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika
Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota adalah
sebagai berikut :

15
1. Kepala BNNP mempunyai tugas :
a. memimpin BNNP dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang
BNN dalam wilayah Provinsi; dan
b. mewakili Kepala BNN dalam melaksanakan hubungan kerja sama
P4GN dengan instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat
dalam wilayah Provinsi.

2. Bagian Umum
Tugas dan fungsi :
1. Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan koordinasi
penyusunan rencana strategis dan rencana kerja tahunan P4GN,
evaluasi dan pelaporan BNNP, dan administrasi serta sarana
prasarana BNNP.
2. Bagian Umum menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan penyusunan rencana program dan anggaran;
b. penyiapan pelaksanaan pengelolaan sarana prasarana, dan urusan
rumah tangga BNNP;
c. penyiapan pelaksanaan pengelolaan data informasi P4GN;
d. penyiapan pelaksanaan layanan hukum dan kerja sama dalam
wilayah Provinsi;
e. penyiapan pelaksanaan urusan tata persuratan, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, dokumentasi, dan hubungan masyarakat;
dan
f. penyiapan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan BNNP.

3. Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat


Tugas dan fungsi :
1. Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai
tugas melaksanakan kebijakan teknis P4GN di bidang pencegahan
dan pemberdayaan masyarakat dalam wilayah Provinsi.

16
2. Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat
menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis,
dan rencana kerja tahunan P4GN di bidang pencegahan dan
pemberdayaan masyarakat dalam wilayah Provinsi;
b. penyiapan pelaksanaan diseminasi informasi dan advokasi P4GN
di bidang pencegahan dalam wilayah Provinsi;
c. penyiapan pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberdayaan
alternatif P4GN di bidang pemberdayaan masyarakat dalam
wilayah Provinsi;
d. penyiapan pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN di
bidang pencegahan dan pemberdayaan masyarakat kepada
BNNK/Kota dalam wilayah Provinsi; dan
e. penyiapan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan P4GN di bidang
pencegahan dan pemberdayaan masyarakat dalam wilayah
Provinsi.

4. Bidang Rehabilitasi
Tugas dan fungsi :
1. Bidang Rehabilitasi mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
teknis P4GN di bidang rehabilitasi dalam wilayah Provinsi.
2. Bidang Rehabilitasi menyelenggarakan fungsi :
a. penyiapan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis,
dan rencana kerja tahunan P4GN di bidang rehabilitasi dalam
wilayah Provinsi;
b. penyiapan pelaksanaan asesmen penyalah guna dan/atau pecandu
narkotika dalam wilayah Provinsi;
c. penyiapan pelaksanaan peningkatan kemampuan lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial penyalah guna dan/atau
pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat dalam wilayah Provinsi;

17
d. penyiapan pelaksanaan peningkatan kemampuan layanan
pascarehabilitasi dan pendampingan bagi mantan penyalah guna
dan/atau pecandu narkotika dalam wilayah Provinsi;
e. penyiapan pelaksanaan penyatuan kembali ke dalam masyarakat
dan perawatan lanjut bagi mantan penyalah guna dan/atau
pecandu narkotika dalam wilayah Provinsi; dan
f. penyiapan pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN di
bidang rehabilitasi kepada BNNK/Kota dalam wilayah Provinsi;
dan
g. penyiapan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan P4GN di bidang
rehabilitasi dalam wilayah Provinsi.

18
B. Pelaksanaan Magang
1. Jenis dan Bentuk Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan
Mahasiswa Kuliah Kerja Lapngan diwajibkan untuk :
1. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan wajib mengikuti dan hadir
dipersidangan yang sedang ditangani,
2. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapagan setiap pagi melakukan
morning breaving,
3. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan mecatat kegiatan yang di
lakukan sehari-hari ,
4. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan belajar untuk teknik-teknik
berkomunikasi dengan klien maupun dengan pihak terkait.

2. Prosedur Kerja
Selama kegiatan Kuliah Kerja Lapangan mahasiswa diwajibkan
dan tugaskan untuk :
1. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan diwajibkan berpakaian rapi
dan sopan,
2. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan diwajibkan hadir tepat
waktu sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan mengisi daftar
hadir yang disediakan,
3. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan diwajibkan mengikuti
morning breaving setiap hari senin-kamis dan mengikuti senang
setiap hari jumat,
4. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan diwajibkan hadir berada di
dalam ruangan selama jam kerja,
5. Mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan diberikan Surat Keterangan
Magang.

19
3. Kendala Yang Dihadapi Dan Upaya Untuk Memecahkannya
Kesulitan yang dialami oleh Penulis selama Kuliah Kerja
Lapangan bisa dibilang tidak ada. Karena selama praktek Kuliah Kerja
Lapangan banyak sekali Staff BNNP yang turut membantu untuk
menerangkan segala hal yang menjadi pertanyaan bagi Penulis.
Penulis merasa bahwa Penulis masih harus banyak belajar. Karena itu
Penulis sangat mengucapkan terima kasih atas sikap kooperatif dan
komunikatif yang diberikan oleh berbagai pihak-pihak yang turut
membantu penulis.

20
BAB III

PEMBAHASAN

1. Bagaimana Kebijakan BNNP Kalimantan Tengah Dalam Upaya


Rehabilitasi Pecandu Narkotika
A. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi narkoba adalah proses layanan secara terpadu untuk
membebaskan palahgunaan narkoba atau pencandu nrkoba dari
ketergntungannya dan pemulihan baik fisik, mental maupun sosial agar
mantan pencandu narkoba dapat kembali melaksanakan fungsi sosial
dalam kehiduapan bermasyrakat. Penyalahgunaan narkotika dan obat-
obatan terlarang (narkoba) menunjukan tren yang semakin meningkat di
Indonesia. Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (narkoba) sudah menjadi masalah global yang harus di
tanggulangi. Penyalahgunaan narkoba sebagian besar diawali upaya
coba-coba dalam lingkungan sosial semakin lama pemakian semakin
tinggi resiko kecanduan. Jika terus dilanjutkan maka dosis narkoba yang
digunakan juga semakin besaruntuk mencapai kondisi yang diinginkan.
Hingga pada titik tidak mampu melewatkan satu haritanpa narkoba.
Beberapa tahap yang menandai seseorang sudah dalam tahap kecanduan
adalah keinginan mengonsumsi narkoba setiap hari atau berkali-kali
dalam sehari dosis yang diinginkan semakin meningkat keinginan
menggunakan narkoba tidak tertahan lagi pengguna juga memastikan
narkoba terus tersedia. Dari sisi sosial pecandu narkoba tampak menarik
diri dari keluarga maupun lingkungan. Bagi pengguna remaja
menurunnya prestasi ataupun sering tidak masuk sekolah dan tidak
tertarik kepada aktivitas lain di sekolah, pengguna remaja juga tampak
semakin sering mengurung diri dan terjadi perudahan dratis dalam
bersosialisai dengan teman-teman dan keluarga. United Nations Office
on drugs and Crime (UNODC) memperkirakan sekitar 149 sampai 272

21
juta orang atau 3,3 % sampai 6,1% dari penduduk usia 16-64 tahun di
dunia pernah menggunakan narkoba sekali selama hidupnya.
Berdasarkan survey nasional perkembangan penyalahgunaan narkoba di
Indonesia tahun 2011 julah penyalahgunaan narkoba meningkat, hasil
proyeksi memperkirakan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba
meningkat sekitar 2,6% di tahun 2013 (BNN 2011). Berdasarkan pasal
54 Undang-undang Nomor35 Tahun 2009 tentang Nrkotika yang
menyatakan “Penyalahguna narkoba dan korban penyalahgunaan
Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.

22

Anda mungkin juga menyukai