Anda di halaman 1dari 3

BAB III

PENUTUP

a. Rekomendasi Upaya Pencegahan


Berdasarkan pertimbangan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika,
Pemerintah memberikan wewenang sepenuhnya kepada BNN sebagai Lembaga Pemerintah Non
Kementrian untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang
merata materiel dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal
pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat
kesehatannya. Bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia perlu dilakukan
upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan
mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat, serta
melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika. Strategi yang dilaksanakan juga selaras dengan teori penanggulangan
kejahatan, dimana dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan mempunyai dua cara yaitu
preventif (mencegah sebelum terjadinya kejahatan) dan tindakan represif (usaha sesudah
terjadinya kejahatan)
1. Tindakan Preventif
Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga
kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Menurut A. Qirom Samsudin M, dalam kaitannya untuk
melakukan tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik daripada mendidik penjahat
menjadi baik kembali, sebab bukan saja diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan
akan mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan. Dalam kaitannya dengan
permasalahan narkoba, Badan Narkotika Nasional memiliki pedoman bahwa melakukan
pencegahan dan pemberdayaan adalah tindakan yang lebih baik daripada menghukum atau
merehabilitasi penyalahguna narkoba.
2. Tindakan Represif

Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum
sesudah terjadinya tindakan pidana. Tindakan respresif lebih dititikberatkan terhadap orang yang
melakukan tindak pidana, yaitu antara lain dengan memberikan hukum (pidana) yang setimpal atas
perbuatannya. Tindakan ini sebenarnya dapat juga dipandang sebagai pencegahan untuk masa
yang akan datang. Tindakan ini meliputi cara aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan,
penyidikan lanjutan, penuntutan pidana, pemeriksaan di pengadilan, eksekusi dan seterusnya
sampai pembinaan narapidana. Penangulangan kejahatan secara represif ini dilakukan juga dengan
tekhnik rehabilitasi.
b. Peran ASN dalam Upaya Pencegahan
1. Upaya Pencegahan dalam Tatanan Kebijakan
Untuk mewujudkan Indonesia Bersih Narkotika, Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) terdepan tidak dapat bekerja sendiri,
melainkan harus secara menyeluruh melibatkan seluruh komponen masyarakat, bangsa dan
Negara bersinergi memberantas penyalahgunaan narkotika. Dalam mengatasi kompleksitas
ancaman narkotika pendekatan holistik dilakukan dengan diterbitkannya Kebijakan Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika (P4GN) pada Tahun 2018-2019 yang dipayungi oleh Instruksi Presiden
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional P4GN Tahun 2018-2019 yang
menginstruksikan kepada seluruh Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, Kepala
LPNK, Kepala BIN, Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Para Gubernur, Bupati
& Walikota untuk lebih memfokuskan pencapaian “Indonesia Bersih Narkotika” dengan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan
masing-masing. Dalam rangka menekan angka prevalensi penyalahguna narkotika, kebijakan
nasional tersebut didukung dengan diterbitkannya Permendagri Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Fasilitasi Pencegahan Dan
Pemberantasan Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika Dan Prekursor Narkotika
yang ditujukan kepada Para Gubernur, Bupati dan Walikota di wilayah masing-masing.

2. Upaya Pencegahan dalam Tatanan Teknis


a. Peningkatan kampanye publik tentang bahaya penyalahgunaan narkotika dan
prekursor
Narkotika.
b. Penyediaan dan Penyebaran Informasi tentang pencegahan bahaya narkotika dan
prekursor narkotika kepada pejabat negara, Aparatur Sipil negara (ASN), prajurit
Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri), dan masyarakat.
c. Dalam pelaksanaan Pengembangan topik anti narkotika dan prekursor narkotika ke
dalam salah satu materi pada seluruh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan pegawai
ASN dan pendidikan kedinasan, diperlukan monitoring dan evaluasi, sebagai berikut:
a) Deputi Bidang Pencegahan BNN melaksanakan monitoring dan evaluasi secara
berkala dan berkesinambungan terhadap topik anti narkotika yang sudah masuk ke
salah satu materi pada seluruh Lembaga Pendidikan dan pelatihan pegawai ASN
dan pendidikan kedinasan;
b) Hasil monitoring dan evaluasi topik anti narkotika yang sudah masuk ke salah satu
materi pada seluruh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan pegawai ASN dan
pendidikan kedinasan di setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota dilaporkan kepada Kepala BNN.

Anda mungkin juga menyukai