Anda di halaman 1dari 13

Makalah Asuhan Keperawatan Klien

Dengan Gangguan Konsep Diri

Di Susun Oleh:
Julia Andini (201030100367)
03|KPP005
Dosen Pengajar: Ns. Tria Monja, M. Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA
TANGERANG
2021
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugrah -Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Konsep Diri
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para
mahasiswa khususnya bagi penulis.
Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini dengan baik, namun
penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai
manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan kesalahan baik dari segi teknik
penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik
Serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca sangat diharapkan oleh kami
untuk dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.

Depok, 20 Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI................................................................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
BAB III ...................................................................................................................................................... 9
KESIMPULAN ........................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Konsep diri bukan merupakan bawaan atau gen dari orang tua. Konsep diri terbentuk
melalui pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan lingkungan baik itu lingkungan
keluarga, maupun masayarakat. Konsep diri merupakan salah satu faktor yang membentuk
perilaku individu. Dimana perilaku tersebut yang ditampilkan dari hasil respon dan
pandangan orang lain mengenai individu tersebut.
Konsep diri adalah semua bentuk kepercayaan, perasaan, dan penilaian yang diyakini
individu tentang dirinya sendiri dan mempengaruhi proses interaksi sosial dengan lingkungan
sekitar (Pambudi, 2012). Konsep diri juga merupakan gambaran yang dimiliki individu
tentang dirinya sendiri.
Menurut Chaplin (dalam Pardede, 2008) mengemukakan bahwa konsep diri adalah
evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penafsiran mengenai diri sendiri oleh
individu yang bersangkutan. Konsep diri memberikan sebuah gambaran yang menentukan
bagaimana seseorang mengolah informasi yang didapatkan. Perilaku yang dilakukan oleh
seseorang sangat dipengaruhi oleh konsep diri yang dimiliki. Individu yang berperilaku
negatif maka biasanya konsep diri yang dimiliki juga negatif, begitu juga sebaliknya. Konsep
diri terbentuk karena adanya interaksi dengan orang-orang sekitarnya. Apa yang dipersepsian
individu lain mengenai dirinya, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang
dimiliki seorang individu tersebut (Papalia, 2004).
Konsep diri dimiliki oleh semua orang, mulai dari anak kecil, dewasa , lansia, orang
yang berpendidikan tinggi maupun orang yang memiliki pendidikan rendah, orang kaya,
sederhana atau orang miskin, dan tidak terkecuali anak jalanan. Anak jalanan adalah individu
yang berusia dibawah 18 tahun berdasarkan konfrensi PBB tentang Hak Anak Jalanan (Farid,
2015). Menurut Kementrian Sosial RI (2009) anak jalanan adalah anak yang melewatkan atau
memanfaatkan sebagian waktunya untuk melakukan kegiatan sehari-hari di jalanan termasuk
di lingkungan pasar, pertokoan dan pusat-pusat keramaian lainnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan fungsi konsep diri?


2. Apa saja komponen konsep diri?
3. Apa saja faktor prediposisi dan presipitasi konsep diri?

1|Page
4. Bagaimana mekanisme Koping?
5. Bagaimana proses keperawatan?

C. Tujuan Masalah

1. Mendeskripsikan pengertian dan fungsi konsep diri


2. Menjelaskan komponen-komponen konsep diri
3. Menjelaskan faktor prediposisi dan presipitasi konsep diri
4. Menjelaskan mekanisme koping
5. Menjelaskan proses keperawatan

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep diri

Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut
fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spritual. Termasuk di dalamnya adalah persepsi individu
tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu dengan orang lain maupun
lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, serta tujuan,
harapan, dan keinginanya.
Konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku individu dalam
memandang dirinya. Manfaat dari mengetahui konsep diri adalah individu bersikap optimis,
percaya diri, senantiasa berfikir dan persikap serta berperilaku positif.
Berikut hal-hal lain yang penting dalam konsep diri, yaitu:
a. Aspek utama dalam perkembangan identitas diri adalah nama dan panggilan anak
b. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu
mengartikan pandangan orang lain terhadap dirinya.
c. Suasana keluarga yang serasi atau harmonis dan berpandangan positif akan
mendorong kreativitas, menghasilkan perasaan yang positif dan berarti bagi anak.
d. Penerimaan keluarga akan kemampuan anak sesuai dengan perkembangannya sangat
mendorong aktualisasi diri dan kesadaran akan potensi dirinya. Kepada anak-anak
disarankan agar seminimal mungkin menggunakan kata-kata jangan, atidak boleh, dan
nakal tanpa penjeasan lebih lanjut.

B. Komponen konsep diri

Ada lima komponen konsep diri, yaitu gambaran diri (body image), ideal diri (self
ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identify).
Gambaran diri adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun
tidak sadar, meliputi: performance, potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan
tentang ukuran dan bentuk tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk
tubuh. Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri sebagai berkut.
a. Fokus individu tterhadap fisik lebih menonjol pada usia remaja.
b. Bentuk tubuh, TB dan BB serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin sekunder (mamae,
menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan bulu), menjadi gambaran diri.
c. Cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psiklogis

3|Page
d. Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan
memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri.
e. Individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat
mendorong sukses dalam kehidupan
Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standar
pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan, tipe orang yang diidam-
idamkan, dan nilai yang ingin dicapai. Hal-hal yang terkait dengan ideal diri:
a. Perkembangan awal terjadi pada masa kanak-kanak.
b. Terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru, dan
teman
c. Dipengaruhi oleh orang-orang yang dipandang penting dalam memberi tuntunan dan
harapan
d. Mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.
Dalam menetapkan ideal diri hendaknya tidak terlalu tinggi, masih tinggi dari
kemampuan individu, dan masih dapat dicapai.
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara
menganalisis seberapa jauh perilau individu tersebut sesuai dengan ideal diri. Harga diri
dapat dicintai, disayangi, dikasihi orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain.
Harga diri rendah apabila:
a. Kehilangan kasih sayang atau cinta-kasih dari orang lain.
b. Kehilangan penghargaan dari orang lain.
c. Hubungan interpersonal yang buruk.
Individu akan merasa berhasil atau hidupnya bermakna apabila diterima dan diakui
orang lain atau merasa mampu menghadapi kehidupan dan mampu mengontrol dirinya.
Individu yang sering berhasil dalam mencapai cita-cita akan menumbuhkan perasaan harga
diri yang tinggi atau sebaliknya. Akan tetapi, pada umumnya individu memiliki tendensi
negatif terhadap orang lain, walaupun isi hatinya memiliki tendensi negatif terhadap orang
lain, walaupun isi hatinya mengakui keungguan orang lain.
Peran diri adalah pola perilau, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan individu
berdasarkan posisinya di masyarakat. Setiap individu disibukkan oleh berbagai macam peran
yang terkait dengan posisinya pada setiap saat, selama ia masih hidup, misalnya peran
sebagai anak, istri, suami, ayah, mahasiswa, perawat, dokter, bidan, dosen, dan ketua Rt/Rw.

4|Page
Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan
penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Hal-hal penting yang terkait dengam identtas diri, yaitu:
a. Berkembang sejak masa kanak-kanak, bersamaan dengan berkembangnya konsep diri
b. Indiviidu yang memiliki perasaan identitas diri kuat akan memandang dirinya tidak
sama dengan orang lain, unik, dan tidak ada duanya
c. Identitas jenis kelamin berkembang secara bertahap sejak bayi.
d. Identitas jenis kelamin dimulai dengan konsep laki-laki dan perempuan serta banyak
dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarakat
e. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri, kemampuan, dan
penguasaan diri.
f. Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.

C. Faktor prediposisi dan presipitasi konsep diri

Ada berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang
menurut (Muhith, 2015)
1. Faktor predisposisi
Menurut Maramis (2010), faktor predisposisi adalah gejala utama atau gejala
yang paling menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi
penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik), di lingkungan sosial
(sosiogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis (psikogenik).
Ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan Harga Diri Rendah yaitu:
1) Perkembangan individu yang meliputi :
a) Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak dicintai
kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal
pula untuk mencintaui orang lain.
b) Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang-orang tuanya
atau orang tua yang penting/dekat individu yang bersangkutan.
c) Sikap orang tua protekting, anak merasa tidak berguna, orang tua atau
orang terdekat sering mengkritik sering merevidasikan individu.
d) Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa
rendah diri.
2) Ideal diri

5|Page
a) Individu selalu dituntut untuk berhasil.
b) Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.
c) Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya
diri.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah faktor pemungkin timbulnya gangguan jiwa timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Menurut Larasita (2015) bahwa faktor
presipitasi adalah suatu faktor yang memberikan pemungkin timbulnya gangguan jiwa
Faktor presipitasi atau stressor pencetus dari munculnya Harga Diri Rendah menurut
(Pardede, Keliat & Yulia, 2020), mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti:
1) Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga keluarga
merasa malu dan rendah diri.
2) Pengalaman traumatik berulang seperti penganiayaan seksual dan psikologis
atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan, aniaya fisik,
kecelakaan, bencana alam dalam perampokan. Respon terhadap trauma pada
umunya akan mengubah arti trauma tersebut dan kopingnya adalah represi
dan denial.

D. Mekanisme koping

Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk
mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber
individu (Lazarus, 1985 dalam Nasir dan Muhith, 2011). Mekanisme koping adalah cara yang
digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan
situasi yang mengancam, baik secara kognitif maupun perilaku.
Mekanisme berdasarkan strategi dibagi menjadi dua, Lazarus dan Folkman, (1984)
dalam Nasir dan Muhith (2010). Koping yang berfokus pada masalah (problem focused
coping). Problem focused coping yaitu usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur
atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan
terjadinya tekanan.
1) Problem focused coping ditujukan untuk mengurangi keinginan dari situasi yang
penuh dengan stres atau memperluas sumber untuk mengatasinya. Seseorang

6|Page
menggunakan metode problem focused coping apabila mereka percaya bahwa sumber
atau keinginan dari situasinya dapat diubah. Strategi yang dipakai dalam problem
focused coping antara lain sebagai berikut.
a) Confrontative Coping : usaha untuk mengubah keadaaan yang dianggap
menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan
pengambilan risiko.
b) Seeking Social Support : usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional
dan bantuan informasi dari orang lain
c) Planful problem solving : usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.
2) Emotion focused coping yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon
emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditumbulkan
oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotion focused coping
ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stres. Seseorang dapat
mengatur respon emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi
yang digunakan dalam emosional focus coping antara lain sebagai berikut.
a) Self control : usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang
menekan.
b) Distancing : usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti
menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan
pandangan-pandangan yang positif, seperti menganggapa masalah seperti
lelucon.
c) Positive reappraisal : usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan
berfokus dalam pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang
bersifat religius.
d) Accepting responsibility : usaha untuk menyadari tanggungjawab diri sendiri
dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk
membuat semuanya menjadi lebih baik.
e) Escape/avoigen : usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari
situasi tersebut dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum, merokok,
atau menggunakan obat-obatan.

7|Page
E. Proses keperawatan

1. Pengkajian
a) Keluarga dari klien sebelumnya pernah mengalami penyakit gangguan
kejiwaan, pola asuh yang kurang dari orang tuanya sejak dari kecil, jarang
diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan hubungan klien dengan
keluarga lainnya kurang harmonis
b) Identitas diri. Kaji bagaiman kepuasan klien terhadap jenis kelaminnya, status
sebelum dirawat dirumah sakit. Klien merasa tidak berdaya dan rendah diri
sehingga tidak mempunyai status yang dibanggakan atau diharapkan
dikeluarga maupun masyarakat.
c) Pasien mengalami penurunan produktifitas, ketegangan peran dan merasa
tidak mampu dalam melaksanakan tugas.
d) Tanyakan harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran. Harapan
(keluarga, sekola, lingkungan klien terhadap tempat kerja, masyarakat),
harapan klien terhadap penyakitnya.
e) Mengejek dan mengkritiki diri sendiri,menurunkan martabat, menolak
kemampuan yang dimiliki yang nyata dan perasaan dirinya lebih penting.
f) Hubungan sosial, Klien tidak mempunyai orang yang berarti untuk mengadu
atau meminta dukungan, Pasien merasa berada dilingkungan yang
mengancam, Keluarga kurang memberikan penghargaan kepada klien, Klien
sulit berinteraksi karena berprilaku kejam dan mengeksploitasi orang lain.
g) Spiritual, Falsafah hidup Pasien merasa perjalanan hidupnya penuh dengan
ancaman, tujuan hidup biasanya jelas, kepercayaannya terhadap sakit serta
dengan penyembuhannya. Konsep kebutuhan dan praktek keagamaan Pasien
mengakui adanya tuhan tetapi kurang yakin terhadap Tuhan, putus asa karena
tuhan tidak memberikan sesuatu yang diharapkan dan tidak mau menjalankan
kegiatan keagamaan.
2. Diagnosa
Gangguan konsep diri : harga diri rendah

8|Page
BAB III
KESIMPULAN
Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut
fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spritual. Konsep diri memiliki peranan penting dalam
menentukan perilaku individu dalam memandang dirinya. Manfaat dari mengetahui konsep
diri adalah individu bersikap optimis, percaya diri, senantiasa berfikir dan persikap serta
berperilaku positif.
Ada lima komponen konsep diri, yaitu gambaran diri (body image), ideal diri (self
ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan identitas diri (self identify). faktor
predisposisi adalah gejala utama atau gejala yang paling menonjol pada gangguan jiwa
terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik), di
lingkungan sosial (sosiogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik), ataupun psikis
(psikogenik). Faktor presipitasi adalah faktor pemungkin timbulnya gangguan jiwa timbul
gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Mekanisme koping adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan
masalah, mengatasi perubahan yang terjadi, dan situasi yang mengancam, baik secara
kognitif maupun perilaku.

9|Page
DAFTAR PUSTAKA

Anon., 2018. Isna Ovari, Muhammad Ikhwan. Jurnal Kesehatan Perintis, 1(2), p. 111.

Isna Ovari, M. I., 2018. Faktor Predisposisi dan Presipitasi Berhubungan Dengan
Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa di Puskesmas Pegang Panti Pasaman. Jurnal Kesehatan
Perintis, 5(2), p. 111.

Sunaryo, 2004. Psikologi untuk keperawatan. Pertama penyunt. Jakarta: EGC.

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai