Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : RAFLI ABDUL ROFIK

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 858921798

Tanggal Lahir : 25 NOVEMBER 2000

Kode/Nama Mata Kuliah : MKDU4111/Pendidikan Kewarganegaraan

Kode/Nama Program Studi : 118 / S-1 PGSD

Kode/Nama UPBJJ : 76 / Jember

Hari/Tanggal UAS THE : Kamis/30 Desember 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa :RAFLI ABDUL ROFIK

NIM :858921798

Kode/Nama Mata Kuliah :MKDU4111/Pendidikan Kewarganegaraan

Fakultas : FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan)

Program Studi : S -1 PGSD

UPBJJ-UT : JEMBER

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Probolinggo, 30-12-2021

Yang Membuat Pernyataan

RAFLI ABDUL ROFIK


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Jawaban no 1
Menurut pendapat saya sebagai mahasiswa untuk menguraikan bagaimana cara
memperkuat ketahanan nasional Indonesia di era globalisasi ini iyalah penjelasannya.
Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang meliputi seluruh aspek kehidupan nasional
yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan seluruh masyarakat bangsa tertentu serta memiliki
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan,
serta gangguan dari luar maupun dari dalam, langsung maupun tidak langsung yang membahayakan
integrasi, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Di Era Globalisasi saat ini kita harus bisa Beradaptasi dan tidak Terpengaruh dengan hal-hal Buruk yang
Muncul di berbagai Media Cetak dan Elektronik.

Berikut ini adalah cara untuk Memperkuat Ketahanan Nasional Indonesia di Era Globalisasi dan ada
beberapa aspek:

1. Aspek Ekonomi

- Usaha untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang adil dan merata di seluruh wilayah
Indonesia dengan sistem ekonomi kerakyatan.

- Pemerataan pembangunan di seluruh daerah dengan memperhatikan keseimbangan dan keserasian


pembangunan antarwilayah dan antar sektor.

- Menghindari terjadinya monopoli ekonomi

2. Aspek Sosial Budaya

Mewujudkan kehidupan sosial budaya bangsa dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung persatuan dan kesatuan, cinta tanah air, serta mampu
menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.

3. Aspek Pertahanan dan Keamanan

Memiliki semangat perjuangan bangsa disertai keuletan dan ketangguhan dalam menghadapi segala
tantangan dan hambatan yang datang dari luar maupun dari dalam yang mengancam identitas dan integritas
nasional.

4. Aspek Ilmu Pengetahuan

- Penguatan sistem Pendidikan dan teknologi

- Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan

- Mewujudkan masyarakat yang mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

5. Aspek Ideologi

- Menggalakkan pengamalan pancasila secara obyektif dan subyektif.

- Mewujudkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia.

- Pendidikan moral Pancasila baik secara formal melalui sekolah maupun dari lingkungan sehari-hari.

6. Aspek Politik

Perwujudan usaha dalam mempertahankan ketahanan nasional melalui aspek politik dapat terbagi menjadi
politik dalam negeri dan politik luar negeri.

a. Politik Dalam Negeri

- Mewujudkan sistem pemerintahan yang berdasarkan hukum yang adil.


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

- Terjalin komunikasi politik dua arah antara pemerintah dan masyarakat.

b. Politik Luar Negeri

- Meningkatkan kerjasama internasional di berbagai bidang.

- Mengembangkan sistem politik luar negeri untuk meningkatkan persahabatan dan kerjasama antar negara.

Jawaban no 2
Menurut ananlisis saya upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh Indonesia dilihat dari aspek hukum
bahwa penegakan hak asasi manusia di Indonesia belum mengalami kemajuan
karena ada beberapa faktor yang menjadi pendorong persoalan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia
yaitu:

1. Banyaknya peraturan yang tidak diimbangi dengan penguatan kebijakan perlindungan HAM dan sosial

2. Eksisnya regulasi yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia

3. Lemahnya kemampuan institusi negara dalam hal penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM

4. Rendahnya kepatuhan hukum dan budaya aparat dalam penghormatan dan perlindungan HAM

5. serta minimnya pemahaman aparat negara pada pendekatan dan prinsip hak asasi manusia

Jawaban no 3
Indonesia merupakan negara demokrasi. Hal ini terbukti dari sudut pandang normatif dan empirik yang
dimiliki bangsa Indonesia. Berdasarkan situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, bukti empirik bahwa Indonesia adalah negara demokrasi dilihat dari alur sejarahnya. Alur
sejarah yang menyatakan bahwa Indonesia negara demokrasi sebagai berikut: Pemerintahan masa revolusi
kemerdekaan Indonesia (1945-1949) Pemerintahan parlementer (1949-1959) Pemerintahan demokrasi
terpimpin (1959-1965) Pemerintahan Orde Baru (1965-1998) Pemerintahan Orde Reformasi (1998-
sekarang)

Jawaban no 4
A.PERBEDAAN KONSEP DAN PARADIGMA OTONOMI DAERAH

1. Perbedaan Konsep
Dalam perbincangan otonomi daerah ini, terdapat perbedaan persepsi di kalangan cendekiawan, dan para
pejabat birokrasi. Di antara mereka ada yang mempersepsikan otonomi daerah sebagai prinsip
penghormatan, terhadap kehidupan masyarakat sesuai riwayat adat-istiadat dan sifat-sifatnya dalam
konteks negara kesatuan (lihat Prof. Soepomo dalam Abdullah 2000: 11). Ada juga yang mempersepsikan
otonomi daerah sebagai upaya berperspektif Ekonomi-Politik, di mana daerah diberikan peluang untuk
berdemokrasi dan untuk berprakarsa memenuhi kepentingannya sehingga mereka dapat menghargai dan
menghormati kebersamaan dan persatuan dan kesatuan dalam konteks NKRI. aksi dari berbagai pihak
sangat beragam, sebagai akibat dari perbedaan interpretasi istilah otonomi. Terdapat kelompok yang
menafsirkan otonomi sebagai kemerdekaan atau kebebasan dalam segala urusan yang sekaligus menjadi
hak daerah. Mereka yang mempunyai persepsi ini biasanya mencurigai intervensi pemerintah pusat,
otonomi daerah dianggap sebagai kemerdekaan daerah dari belenggu Pemerintah Pusat. Ada kelompok lain
yang menginterpretasikan sebagai pemberian “otoritas kewenangan” dalam mengambil keputusan sesuai
dengan kepentingan dan aspirasi masyarakat lokal. Di sini otonomi diartikan atau dipersepsikan pembagian
otoritas semata (lihat UU No. 22/1999); memaknai otonomi sebagai kewenangan, daerah Otonomi
(Kabupaten/Kota) untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat lokal, menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat. Wujudnya adalah pembagian kewenangan kepada daerah dalam seluruh
bidang pemerintahan, kecuali dalam bidang pertahanan dan keamanan peradilan, moneter dan fiskal,
agama dan politik luar negeri serta kewenangan bidang lain, yakni perencanaan nasional pengendalian
pembangunan nasional; perubahan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga; perekonomian
negara, pembinaan, dan pemberdayaan sumber daya manusia; pendayagunaan sumber daya alam dan
teknologi tinggi strategis, serta konservasi dan standarisasi nasional.
2. Perbedaan Paradigma
Variasi makna tersebut berkaitan pula dengan paradigma utama dalam kaitannya dengan otonomi, yaitu
paradigma politik dan paradigma organisasi yang bernuansa pertentangan. Menurut paradigma politik,
otonomi birokrasi publik tidak mungkin ada dan tidak akan berkembang karena adanya kepentingan politik
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

dari rezim yang berkuasa. Rezim ini tentunya membatasi kebebasan birokrat level bawah dalam membuat
keputusan sendiri. Pemerintah daerah (kabupaten, kota) merupakan subordinasi pemerintah pusat, dan
secara teoretis subordinasi dan otonomi bertentangan. Karena itu menurut paradigma politik, otonomi tidak
dapat berjalan selama posisi suatu lembaga merupakan subordinasi dari lembaga yang lebih tinggi.
Berbeda dengan paradigma politik, paradigma organisasi justru mewujudkan betapa pentingnya “otonomi
tersebut untuk menjamin kualitas birokrasi yang diinginkan”. Untuk menjamin kualitas birokrasi maka
inisiatif, terobosan, inovasi, dan kreativitas harus dikembangkan dalam hal ini akan dapat diperoleh apabila
institusi birokrasi itu memiliki otonomi. Dengan kata lain, paradigma “organisasi” melihat bahwa harus
ada otonomi agar suatu birokrasi dapat tumbuh dan berkembang menjaga kualitasnya sehingga dapat
memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Kedua paradigma di atas benar adanya. Otonomi diperlukan
bagi suatu organisasi untuk dapat tumbuh dan berkembang mempertahankan eksistensi dan integritasnya,
akan tetapi “otonomi” juga sulit dilaksanakan karena birokrasi daerah merupakan subordinasi birokrasi
pusat (negara). Oleh karena itu kompromi harus ditemukan agar otonomi tersebut dapat berjalan. Respons
terhadap kedua paradigma tersebut dikemukakan oleh Terry (1995, 52) yang menyarankan agar otonomi
harus dilihat dalam paradigma “kontekstual”, yaitu mengaitkan otonomi dengan sistem politik yang
berlaku dan sekaligus kebutuhan masyarakat daerah. Oleh karena dalam konteks otonomi di Indonesia
harus dilihat juga sebagai upaya menjaga kesatuan dan persatuan di satu sisi dan di sisi lainnya sebagai
upaya birokrasi Indonesia untuk merespons kebhinnekaan Indonesia agar mampu memberikan layanan
terbaik bagi masyarakat.

B. KUATNYA PARADIGMA BIROKRASI

Sampai sekarang aparat pemerintah daerah belum berani melakukan terobosan yang dibutuhkan. Dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah dan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat karena
masih kuatnya pengaruh paradigma birokrasi. Paradigma ini ditandai dengan ciri organisasi yang
berstruktur sangat hierarkis dengan tingkat diferensiasi yang tinggi, dispersi otoritas yang sentrali dan
formalisasi yang tinggi (standarisasi, prosedur, dan aturan yang ketat).

C. LEMAHNYA KONTROL WAKIL RAKYAT DAN MASYARAKAT

Selama orde baru tidak kurang dari 32 tahun peranan wakil rakyat dalam mengontrol eksekutif sangat tidak
efektif karena terkooptasi oleh elit eksekutif. Birokrasi di daerah cenderung melayani kepentingan
pemerintah pusat, dari pada melayani kepentingan masyarakat lokal. Kontrol terhadap aparat birokrasi oleh
lembaga legislatif dan masyarakat tampak artifisial dan fesudo demokratik. Kelemahan ini kita sadari
bersama, perubahan telah dilakukan segera setelah pergantian rezim “orde baru” orde reformasi. UU.
Politik dan otonomi daerah diberlakukan, semangat dan proses demokrasi menjanjikan, dan kontrol
terhadap birokrasi dimulai walaupun terkadang kebablasan. Sayang, semangat demokrasi yang timbul dan
berkembang di era reformasi ini tidak diikuti oleh strategi peningkatan kemampuan dan kualitas wakil
rakyat. Wakil rakyat yang ada masih kurang mampu melaksanakan tugasnya melakukan kontrol terhadap
pemerintah. Ketidakmampuan ini memberikan peluang bagi eksekutif untuk bertindak leluasa dan
sebaliknya legislatif bertindak ngawur mengorbankan kepentingan publik yang justru dipercaya mewakili
kepentingannya.

D. KESALAHAN STRATEGI

UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah diberlakukan pada suatu pemerintah daerah sedang lemah.
Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melakukan sendiri apa yang mereka butuhkan, tetapi
dengan kemampuan yang sangat marjinal. Hal ini akibat dominasi pemerintah pusat di daerah yang terlalu
berlebihan, dan kurang memberikan peranan dan kesempatan belajar bagi daerah. Model pembangunan
yang dilakukan selama ini sangat sentralistik birokratis yang berakibat penumpulan kreativitas pemerintah
daerah dan aparatnya. Lebih dari itu, ketidaksiapan dan ketidakmampuan daerah yang dahulu dipakai
sebagai alasan menunda otonomi kurang diperhatikan. Padahal untuk mewujudkan otonomi daerah
merupakan masalah yang kompleksitasnya tinggi dan dapat menimbulkan berbagai masalah baru, seperti
munculnya konflik antara masyarakat lokal dengan pemerintah dan hal ini dapat berdampak sangat buruk
pada integritas lembaga pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Sekurang-kurangnya ada enam yang
perlu diperhatikan dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ini, yakni persiapan yang matang tidak
artifisial, memberi kepercayaan, kejelasan visi, kesiapan sumber daya, dan berbagai parameter tuntutan
terhadap kinerja.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai