Anda di halaman 1dari 6

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pangan adalah kebutuhan hak azasi manusia dimana pemenuhan kebutuhannya
bagi setiap individu dijamin oleh Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang
Pangan. Tidak hanya sekedar memenuhi pangan tetapi bagaimana kualitas pangan
yang dikonsumsi oleh masyarakat untuk meningkatkan kualitas gizi juga menjadi
perhatian dalam undang-undang pangan tersebut. Dalam pasal 60 telah diamanatkan
bahwa Pemerintah dan Pemerintah daerah berkewajiban mewujudkan
penganekaragaman konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat
sesuai dengan potensi dan kearifan lokal untuk mewujudkan hidup sehat, aktif dan
produktif. Tindak lanjut dari Undang-undang Pangan tersebut telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomo 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi
dimana dalam Pasal 26 disebutkan bahwa upaya penganekaragaman pangan salah
satunya dilakukan melalui pemanfaatan lahan pekarangan
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian melalui Dinas Ketahanan
Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat kembali akan melaksanakan kegiatan
Pekarangan Pangan Lestari (P2L), dalam rangka mempercepat diversifikasi pangan
dan memperkuat ketahanan pangan masyarakat. Dengan adanya anjuran pemanfaatan
pekarangan sangatlah tepat untuk memenuhi pangan dan gizi keluarga, mengingat
selama ini pekarangan belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal pekarangan
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber pangan, dalam memperbaiki
gizi keluarga sekaligus meningkatkan pendapatan keluarga. Manfaatnya sangat besar,
terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah. Untuk itu Pemerintah telah
menganjurkan agar memanfaatkan setiap jengkal tanah termasuk lahan tidur, galengan
maupun tanah kosong yang tidak produktif. Kegiatan P2L juga dilaksanakan dalam
rangka mendukung program pemerintah untuk penanganan daerah stunting,
penanganan wilayah rentan rawan pangan dan pengembangan daerah perbatasan.
Badan Ketahanan Pangan (BKP) melalui Dinas Ketahanan Pangan dan
Peternakan Provinsi Jawa Barat sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2019 telah
melaksanakan Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Dalam upaya
memperluas penerima manfaat dan pemanfaatan lahan, sejak tahun 2020 kegiatan
KRPL berubah menjadi Pekarangan Pangan Lestari atau disingkat P2L.
Dengan adanya kegiatan Pekarangan Pangan Lestari (P2L) yang mana
kegiatannya berupa pemberian bantuan pemerintah melalui pemanfaatan lahan tidur
dan lahan kosong yang tidak produktif, sebagai penghasil pangan dalam memenuhi
pangan dan gizi rumah tangga, serta berorientasi pasar untuk meningkatkan
pendapatan rumah tangga.
Pola konsumsi pangan penduduk Indonesia saat ini masih belum beragam yang
ditunjukkan dengan masih tingginya konsumsi padi-padian terutama beras (sebesar
64,4% Angka Kecukupan Energi-AKE lebih besar dari skor ideal 50% AKE) serta
masih rendahnya konsumsi sayur dan buah (sebesar 5,5 % AKE lebih kecil dari skor
ideal 6,0% AKE), hal tersebut menyebabkan permasalahan gizi salah satunya
stunting. Berdasarkan hasil Survey Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019,
prevalensi stunting di Indonesia sebesar 27,67%. Meskipun terjadi penurunan sebesar
3.13% dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2018 sebesar 30,8%, namun angka stunting
di Indonesia masih tergolong buruk menurut standar WHO (20%).
Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh
minimnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan
gangguan pertumbuhan pada anak, yang ditandai dengan tinggi badan lebih rendah
atau kerdil dari standar usianya. Upaya untuk menanggulangi masalah gizi tersebut
dilakukan melalui peningkatan penyediaan pangan dan meningkatan kemampuan
masyarakat mengakses kebutuhan pangan.
Mengingat makin terbatasnya lahan pertanian, maka optimalisasi pemanfaatan
lahan pekarangan menjadi salah satu pilihan strategis untuk meningkatkan penyediaan
pangan rumah tangga. Indonesia memiliki potensi lahan pekarangan yang sangat
besar, hal ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu penyedia sumber pangan yang
bergizi dan memiliki nilai ekonomi tinggi.
Berdasarkan potensi tersebut, Kementerian Pertanian berkomitmen dalam
penyediaan pangan salah satunya dilakukan dengan pendekatan diversifikasi pangan
lokal melalui pemanfaatan lahan pekarangan dan marginal melalui program
Pekarangan Pangan Lestari (P2L). Kegiatan P2L merupakan upaya untuk
meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan untuk memenuhi
kebutuhan pangan yang beragam bergizi dan berimbang serta meningkatkan
pendapatan rumah tangga/kelompok melalui usaha budidaya tanaman yang
berorientasi pasar.
Kegiatan P2L merupakan kegiatan pemberdayaan kelompok masyarakat untuk
budidaya tanaman sayuran melalui kegiatan sarana pembibitan, pengembangan
demplot, pertanaman, dan penanganan pasca panen. Kegiatan P2L dapat dilakukan
pada lahan tidur dan/atau lahan kosong yang tidak produktif, dan/atau lahan di
sekitar rumah/bangunan tempat tinggal/fasilitas publik, serta lingkungan lainnya
dengan batas kepemilikan yang jelas seperti asrama, pondok pesantren, rusun, rumah
ibadah, dan lainnya. Upaya pencapaian kegiatan tersebut dilakukan melalui
pendekatan pengembangan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture),
pemanfaatan sumber daya local (local wisdom), pemberdayaan masyarakat
(community engagement) dan berorientasi pasar (go to market). Kegiatan P2L
dilaksanakan dalam tahapan Penumbuhan dan Pengembangan yang didanai dari
APBN melalui dana dekonsentrasi.

B. Tujuan :
1. Meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan pangan untuk rumah
tangga.
2. Meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui penyediaan pangan yang
berorientasi pasar.

C. Sasaran :
Terlaksananya kegiatan P2L di Kecamatan Jatiluhur dengan 1 kelompok
penumbuhan (baru).
II. PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan P2L tahun 2021 yang ada di Kecamatan Jatiluhur baru melalui
Tahap Penumbuhan Komponen kegiatan Tahap Penumbuhan terdiri atas (1)sarana
pembibitan, (2)pengembangan demplot, (3)pertanaman, dan (4)penanganan pasca
panen. Kelompok penerima manfaat kegiatan P2L mendapat pendampingan teknis
dan administrasi dari Tim Teknis Kabupaten/Kota baik dalam pelaksanaan
budidaya tanaman sayuran, pemanfaatan dana, dan pelaporan.
Kelompok Wanita Tani Rengganis mendapatkan anggaran sebesar Rp.
50.000.000,- adapun realisasi penggunaan anggaran, sebagai berikut :

Realisasi
Anggaran yang
No Penggunaan Anggaran Pemanfaatan
diterima (Rp)
Anggaran (Rp)
1. Sarana Pembibitan
- Bangunan Fisik Rumah Bibit 11.250.000,- 11.250.000,-
- Pembelian Aneka Benih untuk 5.300.000,- 5.300.000,-
Pembibitan
- Pengadaan Peralatan dan Media 3.450.000,- 3.450.000,-
tanam dan Sarana Pendukung lainnya
Jumlah Penerimaan Tahap 1 20.000.000,- 20.000.000,-
2. Pengembangan Demplot
- Peralatan pengolahan demplot 6.900.000,- 6.900.000,-
- Peralatan/pemeliharaan Pengairan 3.600.000,- 3.600.000,-
sederhana
- Pembelian Pupuk, Kompos, Mulsa 8.500.000,- 8.500.000,-
Jumlah Penerimaan Tahap 2 19.000.000,- 19.000.000,-
3. Pertanaman
- Pembelian Polybag 4.200.000,- 4.200.000,-
- Peralatan Pertanaman 2.550.000,- 2.550.000,-
- Pupuk dan Kompos 2.250.000,- 2.250.000,-
4. Pasca Panen 2.000.000,- 2.000.000,-
Jumlah Penerimaan Tahap 3 19.000.000,- 11.000.000,-
Jumlah Total Anggaran diterima 50.000.000,- 50.000.000,-

1.

a) Sarana Pembibitan
Sarana pembibitan terdiri dari rumah bibit dan sarana pendukung lainnya
untuk memproduksi bibit tanaman. Setiap kelompok harus membangun rumah bibit
untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan bibit kelompok, serta untuk menjaga
keberlanjutan kegiatan P2L.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun rumah bibit:
Lokasi Kebun Bibit
a. Terletak ditanah milik kelompok (bukan sewa) dan berada dalam
satu lokasi dengan demplot, yang dapat digunakan oleh kelompok P2L selama
lebih dari 5 (lima) tahun yang dibuktikan dengan kepemilikan yang sah, dan
tertuang dalam surat Perjanjian penggunaan Lahan;
b. Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau oleh anggota atau
masyarakat yang membutuhkan bibit;
c. Mempunyai sumber air yang cukup.

Rumah Bibit
d. Luas rumah bibit di perdesaan minimal 20 m2, sementara di
perkotaan luasnya minimal 10 m2;
e. Pondasi pasangan batu/batu bata;
f. Lantai dipadatkan;
g. Rangka diutamakan terbuat dari bahan baja ringan, kayu, atau bahan
setara lainnya yang bertahan lebih dari 3 (tiga) tahun;
h. Atap terbuat dari bahan tembus sinar matahari (plastik UV atau atap
transparan lainnya) dengan sirkulasi yang cukup;
i. Sisi bangunan ditutup dengan bahan yang dapat melindungi rumah
bibit dari hama/serangga;
j. Dilengkapi rak dan sarana persemaian untuk produksi bibit;
Pengelolaan dan pemeliharaan kebun bibit menjadi tanggung jawab
kelompok.

b) Pengembangan Demplot
Demplot berfungsi sebagai tempat usaha bersama untuk menghasilkan
produk sayuran yang berorientasi pasar. Setiap kelompok wajib membuat,
mengembangkan dan memelihara demplot sesuai dengan budidaya tanaman
sayuran yang dikembangkan oleh anggota kelompok dan masyarakat lainnya.
Pengembangan demplot memperhatikan produktivitas, rotasi tanaman, dan
keberlanjutan produksi tanaman. Persyaratan demplot, yaitu:
I. Diupayakan terletak pada lokasi yang sama dengan rumah bibit dan
berdekatan dengan lokasi pertanaman;
II. Luas total demplot di perdesaan 400-500 m2 dan di perkotaan 100-
200 m2;
III. Demplot ditanami jenis tanaman sayuran yang berorientasi pasar
sesuai dengan potensi wilayahnya. (sayuran, buah) dan tidak ditanami hanya satu
jenis tanaman saja maksimal 6 jenis tanaman dalam waktu yang bersamaan.

c) Pertanaman
Tanaman sayuran yang dibudidayakan merupakan komoditas pangan untuk
pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga yang memiliki nilai ekonomi dalam
peningkatan pendapatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pertanaman adalah:
i. Sistem budidaya tanaman sayuran dapat dilakukan menggunakan
media lahan dan polibag.
ii. Setiap anggota kelompok diwajibkan menanam minimal 75 polibag
atau setara dengan 25 m2 jika ditanam di lahan;
iii. Tanaman sayuran yang dibudidayakan untuk mendukung
ketersediaan, aksesibilitas dan pemanfaatan pangan serta permintaan pasar;
iv. Setiap anggota perlu menanam tanaman yang sesuai dengan
karakteristik wilayah, kebutuhan anggota keluarga, peluang pasar, dan potensi
lahan.
v. Penerima Manfaat lembaga masyarakat lainya seperti Pondok
Pasantren, Karang Taruna dan Lembaga sejenisnya, untuk kegiatan
Pertanaman dapat digabung dengan kegiatan Demplot menjadi 800-1000 m2.

d) Penanganan Pasca Panen


Hasil produksi dari kegiatan P2L pada Tahap Penumbuhan, baik dari
demplot maupun kelebihan produksi pertanaman anggota kelompok, dapat
dilakukan tindakan pasca panen produk pangan segar yang baik agar hasil
pertanian siap dan aman digunakan oleh konsumen.

Anda mungkin juga menyukai