Anda di halaman 1dari 5

Hukum Persekutuan

//ridwankhairandy.staff.uii.ac.id

III
PERSEKUTUAN DENGAN FIRMA

Page | 24
A. Pengertian Persekutuan dengan Firma
Menurut Pasal 16 KUHD, persekutuan dengan firma (Fa) adalah persekutuan
perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama.
Dengan demikian, persekutuan dengan firma adalah persekutuan perdata khusus.
Kekhususannya terletak pada tiga unsur mutlak sebagai tambahan persekutuan perdata,
yakni:41
1. menjalankan perusahaan (Pasal 16 KUHD);
2. dengan nama bersama atau firma (Pasal 16 KUHD); dan
3. tanggung jawab sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan (Pasal 18 KUHD).
Firma artinya nama bersama, yakni nama seorang sekutu yang dipergunakan
menjadi nama perusahaan (dalam hal ini Fa). Menurut putusan Raad van Justitie (RvJ)
Batavial 2 September 1921, nama bersama atau firma itu dapat diambil dari nama:
1. nama salah seorang sekutu, misalnya “Fa. Abdul Azis”;
2. nama salah seorang sekutu dengan tambahan, misalnya “Fa. Abdul Azis Bersaudara”
atau “Fa. Abdul Azis dan Kawan”;
3. kumpulan nama para sekutu atau sebagian sekutu, misalnya “Firma Hukum Issari”
(sebagai singkatan nama para sekutu, yaitu Irene, Sony, Santi, Anto, Ridwan, dan
Idot); atau
4. nama lain yang bukan nama sekutu atau keluarga, misalnya nama yang berkaitan
dengan tujuan perusahaan, misalnya “Fa. Perdagangan Hasil Bumi”.
Terhadap butir keempat di atas dapat diberikan beberapa catatan. Penyebutan
nama fiktif (blue sky name) sebagai nama perusahaan tidak sesuai dengan jiwa
persekutuan dengan firma. Firma artinya nama bersama yang berasal dari nama sekutu.
Jika persekutuan firma didirikan oleh Arman dan Armin, maka persekutuan dapat
menggunakan nama bersama Fa Arman dan Armin. Dapat pula digunakan nama bersama

41
Ibid., hlm. 43. Lihat juga M. Natzir Said, op.cit., hlm 21.
24
Hukum Persekutuan
//ridwankhairandy.staff.uii.ac.id

Fa Armin dan Rekan, Firma Arman & Partners, Firma Armin & Associates, atau Firma
Armin Bersaudara, atau Firma AA.
Salah satu kekhususan persekutuan firma adalah menjalankan perusahaan, maka
jika ada advokat atau pengacara yang menjalankan profesinya dengan firma, firma
Page | 25
tersebut harus dimaksudkan untuk mencari keuntungan. Jika kantor hukum tersebut
didirikan dengan tujuan utama untuk memberi advokasi kepada masyarakat miskin, tentu
tidak tepat dijalankan dalam persekutuan dengan firma.
Dalam praktik dewasa ini, persekutuan dengan firma lebih banyak digunakan
untuk kegiatan menjalankan profesi, seperti advokat, akuntan, dan arsitek daripada untuk
kegiatan komersial dalam bidang industri dan perdagangan. Pengusaha umumnya lebih
menyukai bentuk persekutuan komanditer dan perseroan terbatas.

B. Pendirian Firma
Pendirian firma sebenarnya tidak terikat pada bentuk tertentu.. Artinya, ia dapat
didirikan secara lisan atau tertulis baik dengan akta otentik ataupun akta di bawah tangan.
Di dalam praktek, masyarakat lebih suka menuangkan pendirian firma itu dengan akta
otentik, yakni akta notaris, karena erat kaitannya dengan masalah pembuktian.42
Menurut Pasal 22 KUHD, persekutuan dengan firma harus didirikan dengan
akta otentik, tetapi ketiadaan akta tersebut tidak boleh dikemukakan sebagai dalih yang
dapat merugikan pihak ketiga. Keharusan tersebut rupanya tidak mutlak. Bahkan,
menurut Rudhi Prasetya, pada dasarnya perjanjian untuk mendirikan firma bebas bentuk.
Artinya, tidak mutlak dengan suatu akta dengan ancaman ketidakabsahan manakala
bentuk itu tidak diikuti.43 Akta tersebut lebih merupakan bukti adanya persekutuan firma.
Dengan demikian, pada dasarnya firma itu sudah ada dengan adanya
kesepakatan diantara para pendirinya, terlepas dari bagaimana cara mendirikannya.
Menurut Pasal 23 KUHD, segera sesudah akta pendirian tersebut dibuat, maka akta itu
harus didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri di mana firma tersebut
berkedudukan.

42
R.T. Sutantya R. Handhikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan
Bentuk-Bentuk Perusahaan yang Berlaku di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 1991), hlm 23.
43
Rudhi Prasetya, op.cit., hlm 26.
25
Hukum Persekutuan
//ridwankhairandy.staff.uii.ac.id

Setelah akta pendirian tersebut didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri


tersebut, tahap berikutnya adalah mengumumkan ikhtisar akta pendirian dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia.
Kewajiban untuk mendaftarkan dan mengumumkan tersebut merupakan
Page | 26
keharusan yang bersanksi, karena selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum
dilaksanakan, maka pihak ketiga dapat menganggap firma itu sebagai persekutuan umum,
yakni persekutuan firma yang:44
1. menjalankan segala macam urusan;
2. didirikan untuk waktu yang tidak terbatas; dan
3. tidak ada seorang sekutu pun yang dikecualikan dari kewenangan bertindak dan
menandatangani surat bagi persekutuan firma tersebut.

C. Status Hukum Persekutuan dengan Firma


Pada umumnya dikatakan bahwa firma merupakan perusahaan yang tidak
berbadan hukum. Persyaratan agar suatu badan dapat dikatakan berstatus badan hukum
meliputi keharusan:45
1. adanya harta kekayaan (hak-hak) dengan tujuan tertentu yang terpisah dengan
kekayaan pribadi para sekutu atau pen diri badan itu. Tegasnya ada pemisahan
kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi para sekutu;
2. kepentingan yang menjadi tujuan adalah kepentingan bersama;
3. adanya beberapa orang sebagai pengurus badan tersebut.
Ketiga unsur di atas merupakan unsur material (substantif) bagi suatu badan
hukum. Di dalam praktiknya pendirian firma di Indonesia, walaupun firma tersebut telah
memenuhi ketiga unsur materiil tersebut, tetapi unsur formalnya berupa pengesahan atau
pengakuan dari negara atau peraturan perundang-undangan belum ada, firma itu bukan
persekutuan yang berbadan hukum.

D. Tanggung Jawab Sekutu


44
H.M.N. Purwosutjipto, op.cit., … Jilid 2, hlm. 46
45
Ibid., hlm. 63
26
Hukum Persekutuan
//ridwankhairandy.staff.uii.ac.id

Tanggung jawab seorang sekutu dalam persekutuan firma dapat dibedakan


antara tanggung jawab intern dan tanggung jawab ekstern.
Tanggung jawab intern sekutu seimbang dengan pemasukannya (inbreng).
Tanggung jawab ekstern para sekutu dalam firma menurut Pasal 18 KUHD adalah
Page | 27
tanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan. Artinya, setiap sekutu
bertanggungjawab atas semua perikatan persekutuan, meskipun dibuat sekutu lain,
termasuk perikatan-perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum.46

E. Pembubaran dan Pemberesan


Karena persekutuan firma sebenarnya adalah persekutuan perdata, maka
mengenai bubarnya persekutuan firma berlaku ketentuan yang sama dengan persekutuan
perdata, yakni Pasal 1646 sampai dengan 1652 KUHPerdata. Selain itu, berlaku juga
aturan khusus yang terdapat Pasal 31 sampai dengan 35 KUHD.
Apabila pembubaran tersebut berkaitan dengan pihak ketiga, Pasal 31 ayat (1)
KUHD menentukan:
“Pembubaran suatu persekutuan dengan firma yang terjadi sebelum waktu yang
ditentukan dalam perjanjian atau sebagai akibat pengunduran diri atau
pemberhentian, begitu juga perpanjangan waktu akibat lampaunya waktu yang
ditentukan, dan pengubahan-pengubahan dalam perjanjian semula yang penting
bagi pihak ketiga, semua itu harus dilakukan dengan akte otentik, didaftarkan
dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia”.

Ayat (2) Pasal 31 KUHD menentukan bahwa kelalaian dalam pendaftaran dan
pengumuman tersebut, berakibat tidak berlakunya pembubaran, pengunduran diri, atau
pemberhentian, atau pengubahan tersebut terhadap pihak ketiga.
Kemudian ayat (3) 31 KUHD menentukan pula bahwa apabila kelalaian itu
mengenai perpanjangan waktu, maka berlaku ketentuan pasal 29 KUHD. Pasal 29 KUHD
sendiri memuat ketentuan bahwa pihak ketiga dapat menganggap bahwa persekutuan
itu:47
1. berlaku untuk jangka waktu yang tidak ditentukan;
2. mengenai semua jenis usaha perniagaan; dan

46
Ibid., hlm. 59.
47
Ibid., hlm 65.
27
Hukum Persekutuan
//ridwankhairandy.staff.uii.ac.id

3. tidak ada sekutu yang dikeluarkan dari kewenangan untuk bertindak ke luar.
Di dalam Pasal 31 KUHD tidak disebutkan adanya persekutuan firma yang bubar
karena lampaunya waktu yang ditetapkan dalam perjanjian pendirian persekutuan. Ini
tidak berarti bahwa bubarnya persekutuan semacam itu tidak perlu diadakan pemberesan
Page | 28
atau likuidasi. Bila suatu persekutuan firma bubar karena lampaunya waktu yang
ditentukan dalam perjanjian pendirian persekutuan, maka hal itu harus memenuhi
kewajiban-kewajiban yang ditentukan Pasal 31 ayat (1) KUHD.
Langkah selanjutnya setelah pembubaran persekutuan firma tersebut adalah
pemberesan atau likuidasi. Mengenai persoalan siapa yang harus ditunjuk menjadi
likuidator persekutuan firma tersebut dapat dilihat dari Pasal 32 KUHD48 yang
menentukan: 49
1. pertama-tama harus dilihat dari ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pendirian
persekutuan;
2. jika tidak ketentuan dimaksud butir 1 di atas, sekutu-sekutu pengurus wajib
melakukan pemberesan;
3. dalam perjanjian pendirian dapat ditentukan satu atau beberapa orang bukan sekutu
bertindak sebagai likuidator;
4. para sekutu bersama-sama dengan suara terbanyak dapat menunjuk sekutu yang
bukan sekutu pengurus untuk melakukan pemberesan; dan
5. kalau suara terbanyak tidak didapat, maka sekutu-sekutu dapat meminta bantuan
pengadilan untuk menetapkan likuidator.

48
Ketentuan ini berlaku baik bagi persekutuan firma maupun persekutuan komanditer. Jika di
dalam ketentuan tersebut adanya kata-kata “bukan sekutu pengurus” , maka ketentuan itu berlaku untuk
persekutuan komanditer. Persekutuan komanditer mengenal dua macam sekutu, yakni sekutu pengurus dan
sekutu komanditer.
49
H.M,N. Purwosutjipto, op.cit., … Jilid II, hlm 66.
28

Anda mungkin juga menyukai