Anda di halaman 1dari 5

PERSEKUTUAN FIRMA (VENNOOTSCHAP ONDER FIRMA)

A. Pengertian
Firma adalah persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan
dengan nama bersama (Pasal 16 KUHD). Yang dimaksud dengan persekutuan perdata
adala perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikat diri untuk menyetor sesuatu
kepada persekutuan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan (pasal
1618 KUHPdt). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dinyatakan bahwa persekutuan itu
disebut Firma apabila mengandung unsur-unsur pokok berikut ini:
a. Menjalankan perusahaan (Pasal 16 KUHD)
Persekutuan Firma harus menjalankan perusahaan dalam rangka mencapai
keuntungan atau laba. Di samping itu, aktifitas menjalankan perusahaan haruslah
bersifat terus-menerus, tetap, dan harus memelihara pembukuan.
b. Dengan nama bersama atau firma (Pasal 16 KUHD)
Para sekutu bebas untuk menetapkan nama dari persekutuan firma. Tetapi kebebasan
itu tidak sedemikian rupa sehingga nama yang ditetapkan itu menyamai atau hampir
menyamai nama Firma lain yang sudah ada, dan menimbulkan kebingungan di pihak
ketiga.
c. Tanggung jawab sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan (Pasal 18 KUHD).1
Seorang sekutu yang melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, akan secara
serta merta mengikat sekutu lainnya. Hal ini merupakan wujud kebersamaan yang
berlaku dan menjadi ciri khas Firma, serta dalam rangka melindungi kepentingan
pihak ketiga.
B. Landasan Hukum

Bentuk Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16-35 Buku Kesatu, Bagian Kedua, Bab
III KUHD tentang Beberapa Jenis Perseroan.

C. Cara Pendirian
Menurut pasal 22 kitab Undang-Undang Hukum Dagang: Tiap-tiap perseroan firma
harus didirikan dengan akta autentik, akan tetapi ketiadaan akta yang demikian tidak
dapat dikemukaakan untuk merugikan pihak ketiga.

1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Aditya Bakti), 1999.
Fungsi akta dalam hal ini sebagai alat bukti untuk jika ada perselisihan antara pihak,
baik intern maupun ekstern firma. Akta pendirian tersebut memuat anggaran dasar firma
dengan rincian sebagai berikut (Pasal 26 KUHD):
a. Nama lengkap, pekerjaan, dan tempat tinggal para sekutu
b. Penetapan nama bersama atau firma
c. Firma bersifat umum atau terbatas pada menjalankan perusahaan bidang tertentu
d. Nama-nama sekutu yang tidak diberi kuasa untuk mendatangani perjanjian bagi firma
e. Saat mulai dan berakhirnya firma
f. Ketentuan-ketentuan lain mengenai hak pihak ketiga terhadap para sekutu.
D. Cara Pendaftaran
Dalam pasal 23 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang disebutkan:
Para perseroan firma diharuskan untuk mendaftarkan akta pendirian di kepaniteran
pengadilan negeri yang dalam daerah hukum firma bertempat kedudukan. Yang perlu
didaftarkan adalah ikhtisar perdiri firma. Dalam pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang menegaskan bahwa selama pendaftaran dan pengumuman belum dilaksanakan.
Perseroan firma dianggap sebagai:
1. Perseroan umum
2. Didirikan untuk waktu tidak terbatas
3. Seolah-olah tidak ada seorang persero pun yang kecuali dari hak bertindak melakukan
perbuatan hukum dan hak menandatangani untuk firma.
E. Firma Bernaung di Bawah Satu Nama

Firma biasa disebut persekutuan firma, secara umum, firma berarti teman, sekutu atau
kawan. Firma sebagai persekutuan (maatschap) adalah kerjasama diantara orang yang
bersifat pertemanan atau perkawanan ataupun persekutuan. Bisa teman sesama profesi
atau dalam perdagangan. Oleh karena itu, Faktor individu sangat memegang peranan
penting, namun yang menonjol kedepan adalah kesatuan kerjasamanya.2

2
Harahap M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika), 2011, hlm. 8.
F. Sistem Operasional

Kapasitas atau sifat kepribadian yang tebal juga menjadi ciri sebuah firma, hal ini juga
sesuai dengan ketentuan Pasal 16 KUHD yang menyebutkan firma sebagai persekutuan
perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama.

Persekutuan Perdata dan Persekutuan Firma sifat kepribadian para sekutunya masih
sangat diutamakan. Lingkungan sekutu-sekutu tidak luas, hanya terbatas pada keluarga,
teman, dan sahabat karib yang bekerja sama untuk mencari laba, “oleh kita untuk kita”.
Berbeda halnya dengan Perseroan Terbatas (PT), yang bertujuan mencari keuntungan
sebesar-besarnya, maka sifat kepribadian tidak terlihat lagi bahkan tidak diperdulikan.
Bagi PT yang paling penting adalah bagaimana meraup modal sebanyak mungkin dari
pemegang saham, tidak peduli siapa orangnya. Banyaknya jumlah pemegang saham
dalam PT menyebabkan mereka tidak saling mengenal satu sama lain.3

G. Pengurusan dan Tanggung Jawab

Pada prinsipnya setiap sekutu atau persero berwenang untuk berbuat dan bertindak
“keluar” atas nama firma:

 Tindakan atau perbuatan itu, mengikat kepada sekutu atau anggota firma yang
lainterhadap pemenuhan kewajiban yang timbul dari tindakan itu kepada pihak ketiga
 Untuk bertindak keluar anggota firma tidak memerlukan kuasa dari anggota yang
lain,namun demikian semua anggota firma bertanggung jawab sepenuhnya secara
“solider” atau tanggung renteng.4

Menurut Pasal 17 ayat (2) KUHD pembebanan tanggung jawab solider hanya
dibebaskan apabila tindakan yang dilakukan anggota firma itu melampaui batas
kewenangan dan kapasitas firma.tindakan yang demikian dikategorikan ultra virus yang
membebaskan anggota firma yang lain dari tanggung jawab soliderkepada pihak ketiga.
Tanggung jawabnya menjadi tanggung jawab pribadi dari anggota firma yang

3
Mulhadi, S.H., M.Hum., Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia),
2010, hlm. 47.
4
Harahap M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika), 2011, hlm. 9.
bersangkutan. Meskipun pada dasarnya firma mempunyai modal yang terpisah dari
kekayaan para anggotanya:

 Penerapan tanggung jawab tidak diterapkan berdasar prinsip tanggung jawab


terbatashanya kepada harta kekayaan firma, tetapi menjangkau kekayaan pribadi
anggotanya
 Dengan demikian kreditor tidak hanya berhak menuntut tanggung jawab pemenuhan
pembayaran utang dari kekayaan firma, tetapi menembus terhadap milik pribadi anggota
peserta firma. Tanggung jawab yang demikian ditegaskan pada Pasal 18 KUHD yang
berbunyi:
“Di dalam persekutuan dengan firma setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi
dan untuk seluruhnya bagi perikatan-perikatan persekutuan.”

Memang dalam praktik tanggung jawab setiap anggota sekutu, tidak dilakukan secara
langsung kepada harta pribadi mereka. Akan tetapi, penagihan lebih dulu dilakukan
terhadap kas atau harta kekayaan firma. Apabila harta firma tidak mencukupi, barulah
pemenuhan ditimpakan terhadap kekayaan pribadi para sekutu secara solider5.

H. Berakhirnya
Firma berakhir apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah
berakhir. Firma juga dapat bubar sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan
dalam anggaran dasar akibat pengunduran diri atau pemberhentian sekutu. Pembubaran
firma harus dilakukan dengan akta yang autentik yang dibuat di muka notaris, di
daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat dan pengumuman dalam
tambahan Berita Negara. Kelalaian pendaftaran dan pengumuman ini mengakibatkan
tidak berlakunya perubahan firma, dan pengunduran diri atau pemberhentian sekutu atau
perubahan anggaran dasar terhadap pihak ketiga (pasal 31 KUHD).6
Setiap pembubaran firma memerlukan pemberesan, untuk membereskan tersebut,
firma yang sudah bubar itu masih tetap ada (pasal 32-34 KUHD). Tugas pemberesan
tersebut adalah menyelesaikan semua utang firma dengan menggunakan uang kas. Jika

5
H.M.N Purwosutjipto. S.H., hlm.65
6
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika), 2016 hlm.143
masih ada saldo, maka saldo dibagi antara para sekutu. Jika ada kekurangan maka
kekurangan itu harus dipenuhi dari kekayaan pribadi para sekutu (pasal 1652 KUHDdt).7
Menurut logika hukum yang berlaku saat ini, Persekutuan Firma dapat berakhir karena
hal berikut.
a. Jangka waktunya sudah habis
b. Diputuskan oleh para anggotanya untuk dibubarkan
c. Firma dan anggotanya jatuh pailit
d. Salah seorang anggota meninggal dunia, keluar atau berada di bawah pengampuan
e. Tujuan dari Firma telah tercapai

7
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Aditya Bakti), 1999 hlm.54

Anda mungkin juga menyukai