Anda di halaman 1dari 6

KAJIAN MEDIA BARU

Bagaimana kita memahami fenomena Media Baru dengan Kajian Media?


- Kajian Media (media studies):  lingkup, intensitas perubahan, konotasi
ideologis,  perubahan dalam/dan oleh media
- Karakteristik Media Baru (new media): digital, interaktif, hipertekstual, virtual,
berjaringan (networked), simulasi.
- Media komunikasi sebagai institusi perantara: media cetak dan pers, fotografi,
periklanan, sinema, penyiaran (radio dan televisi), penerbitan.
-  Produk dan materi budaya berdasarkan genre: berita, karangan khas, road
movies, opera sabun, sastra koran, talk show, dsb. Berdasarkan bentuk : koran,
majalah, buku, film, tapes, disc, dsb.
- Kehidupan bermedia : bagaimana representasi (isi, content) diproduksi,
disebarkan, dikonsumsi, diregulasi.
- Budaya media : bagaimana media memengaruhi cara kita memandang
kehidupan; bagaimana media menjadi bagian dari sebuah budaya konsumsi dan
gaya hidup.
-  Intensitas perubahan:
-  Dari moderen menjadi post-modern
-  Intensitas globalisasi
-  Era industrial menjadi post-industrial
-  Decentering
-  Konotasi ideologis: ‘baru’ diartikan sebagai ‘lebih baik’, the avant garde,
kemajuan dalam berpikir.
-  Determinisme teknologi à perubahan (dan perbaikan hidup) melalui kemajuan
teknologi.
-  Karakteristik neo-liberal dalam penggunaan media dan teknologi informasi &
komunikasi (ICT) oleh berbagai sektor (swasta maupun pemerintah), industri
perangkat keras, aktivis budaya, dan akademisi.

Perubahan dalam/dan oleh Media

    Perubahan dalam pengalaman tekstual : munculnya genre dan bentuk (format)
teks baru, bersamaan dengan bentuk baru dalam hiburan, kesenangan, dan
konsumsi media (computer games, simulasi, special effects).
   Cara baru dalam menggunakan media untuk memandang kehidupan, misalnya
dalam bentuk virtual environment, cyberworld, multimedia interaktif.
    Hubungan baru antara konsumen (pengguna) dan teknologi media : perubahan
dalam cara kita menggunakan media dalam kehidupan sehari-hari.
    Perubahan dalam cara kita memandang persoalan tubuh, identitas, dan
komunitas: perubahan dalam pengalaman personal maupun sosial sehingga
mengubah makna ruang, waktu, dan lokasi.
    Perubahan dalam pola organisasi dan produksi informasi baik dalam arti luas
maupun dalam hubungan antara produsen dan konsumen media.

Karakteristik Media Baru: Digital


- Dalam proses digital semua input baik yang ‘kejadian alamiah’ berupa suara dan
gambar, maupun yang ‘kultural’ (bahasa lisan dan tulisan, karya manusia)
dikonversi menjadi angka (digit).
- Input ini kemudian diubah menjadi output yang juga berupa angka (digit) untuk
disimpan (storage) maupun ditampilkan di layar (monitor), atau disebarkan lewat
jaringan telekomunikasi (network) maupun lewat salinan (hard copy).
- Berbeda dari proses analog yang mengubah semua input menjadi bentuk fisik
yang dapat dipegang (tangible) dan berfungsi menyimpan (kertas, pita film, pita
kaset) maupun bentuk fisik yang tak dapat dipegang (gelombang radio) dan
berfungsi menyebarkan (broadcast)
- Dalam teknologi digital proses konversi terjadi di alam elektronik dan simbolik,
khususnya matematika dan algoritme. Implikasi dari hal ini adalah Isi atau teks
media mengalami ‘dematerialisasi’ atau terpisah dari bentuk fisiknya. Sebagai
data, isi tersebut dapat dipadatkan menjadi amat kecil. Transportasi data menjadi
amat cepat dan non-linear. Data menjadi sangat lebih mudah dimanipulasi
daripada kalau berbentuk analog.
- Fixity and flux – media analog cenderung tetap (fixed) dan ‘selesai’ (final),
media digital pada dasarnya selalu berpotensi mengalami perubahan (fluktuasi)
dan karena itu lebih memungkinkan inter-aktivitas.

Karakteristik Media Baru: Interaktif

-          Dalam pengertian teknis, interaktivitas merujuk pada kemampuan individu


(anggota khalayak ) dalam intervensi atau bahkan mengubah apa yang ia terima.
Individu adalah user (pengguna) , bukan lagi hanya pembaca atau pemirsa.

- Sebagian dari aspek interaktivitas ini mengandung pula aspek navigasional 


sebab pengguna menjadi pihak yang aktif mencari dan mengambil isi atau teks
media: Extractive navigation, untuk tujuan menemukan dan mengaitkan (finding
and connecting) dan Immersive navigation, permainan (games) dan film 3D,
untuk tujuan kesenangan  visual dan eksplorasi ruang (walaupun virtual).
- Registrational interactivity, khususnya dalam komunikasi tekstual, yaitu peluang
bagi pengguna untuk ‘balas menulis’ (write back into)  ke dalam teks yang ia
terima. Bentuk awalnya adalah bulletin board atau mailing list, yang kemudian
berkembang menjadi virtual collaboration dan tak hanya menyangkut teks,
melainkan juga bentuk lain.

- Sejak dulu interpretasi diserahkan kepada penerima. Media Baru melanjutkan


mode ini dan menjadikannya lebih kompleks karena interpretasi menjadi dinamis
karena  keikutsertaan pengguna (pembaca). Maka muncul fenomena baru: User,
generated content  dan crowd sourcing. Sekarang tak lagi cukup menjadi penulis
(author) tetapi juga perancang (designer). Khalayak akan semakin menuntut
transmedial production  (program TV dengan berbagai platform, situs media yang
dilangkapi ruang chat, DVD yang dilengkapi material tambahan, computer games
sebagai bagian dari situs sosial).
Karakteristik Media Baru: Hipertekstual

- Dari kata ‘hyper’ (lebih, di luar, di balik) à hypertext adalah “nonsequential


writing - text that branches and allows choice to the reader, best read at an
interactive screen” (penulisan secara tidak berurutan –teks yang bercabang-
cabang dan mengijinkan pembacanya memilih percabangan itu, cocok untuk
ditampilkan di layar interaktif) - Ted Holm Nelson.
- Sebuah butir teks disaling-kaitkan dengan teks lain, sedemikian rupa sehingga
sebenarnya tidak sungguh-sungguh ada awal dan akhir yang mengikuti garis
lurus. Pembaca boleh “melompat” dari satu teks ke teks lainnya. Hypertext berisi
noktah atau titik-tolak (node) yang berfungsi sebagai pengait (link) ke teks lain. 
Ini sebenarnya merupakan ‘model of the mind’.
- Hypertext à hypermedia – paradigma tentang sistem informasi non-linear dan
berjaringan (networked) untuk menimbulkan kesan-kesan ruang dan waktu
(spacial, visual space). Memperluas model of the mind menjadi extension of the
human body (Marshall McLuhan).

Karakteristik Media Baru: Jaringan (Network)

    Jika ada dua komputer dapat berkomunikasi satu sama lainnya, maka itu adalah
network. Dari sini berkembang 'peer-to-peer' networks, lalu  Local Area Network
(LAN) dan Wide Area Network. Setelah orang menemukan  TCP/IP
(Transmission Control Protocol/Internet Protocol) maka tercipta ‘bahasa’ yang
memungkinkan komunikasi secara amat meluas. Maka lahirlah Internet.
    Teknologi jaringan adalah bagian dari upaya desentralisasi untuk keluar dari
krisis negara industri dan kapitalisme yang terbebat oleh sistem sentralisasi. Sejak
1980-an sudah pula muncul arus perubahan dari media massa  (mengutamakan
penyebaran)  ke segementasi media (mengutamakan ragam). Sebelum Internet
merebak, televisi sudah berupaya menggunakan kabel untuk siaran yang ‘on
demand’. Segmentasi majalah dan ‘produk sampingan’ sudah marak dilakukan
sebelum  ada ide untuk multi platform.
    Jaringan komputer memperkenalkan teknologi server yang amat berbeda
karakternya dari pemancar (transmitter). Sebuah server bekerja dalam prinsip
many-to-many, bukan one-to-many. Teknologi server memungkinkan network of
networks dan desentralisasi besar-besaran. Tetapi harus diingat pula bahwa
teknologi Internet tetap berjalan di atas infrastruktur ‘lama’ (khususnya jaringan
telekomunikasi).
    Perkembangan teknologi jaringan juga memungkinkan proses produksi media
semakin tersebar dan semakin melibatkan orang awam à mengaburkan pembedaan
antara produsen dan konsumen à procumers.

Karakteristik Media Baru: Virtual

    Dua pengertian virtual :


ú  Virtual reality – seolah-olah mengalami realita dengan bantuan teknologi
informasi. Ini sebenarnya adalah immersion di sebuah lingkungan audio-visual
yang diciptakan lewat komputer.
ú   Online reality – sebuah ruang di antara dua pihak  yang berkomunikasi,
khususnya yang menggunakan sarana jaringan telekomunikasi.

    Di masa kini, virtual sudah dianggap bukan lagi keseolah-olahan (mirip dengan
realita), melainkan realita alternatif atau bahkan ‘better than the real’. Di sini
virtual sudah disamakan dengan simulation.
    Teknologi informasi dan Media Baru melahirkan pemikiran bahwa “virtual is
not the opposite of the real but is itself a kind of reality and is properly opposed to
what is ‘actually’ real”.

Karakteristik Media Baru: Simulasi

    Simulasi menggunakan teknologi informasi merupakan upaya fabrikasi,


menghasilkan sesuatu yang sitentis dan artifisial, tetapi tidak ‘palsu’ atau hanya
ilusi (illusory). Simulasi seringkali bukan imitasi atau representasi dari sesuatu,
melainkan ‘sesuatu’ itu sendiri. Walau ‘isi’ (content) dari simulasi itu adalah
representasi dari realita, tetapi keseluruhan mekanisme atau kejadian yang
ditimbulkan oleh simulasi itu adalah nyata dan bukan imitasi.
    Jean Baudrillard: simulacra adalah tanda yang tak dapat ditukar dengan sesuatu
yang ‘nyata’ di luar sebuah sistem tanda tertentu, melainkan hanya dengan tanda
lain di dalam sistem tersebut à Jika representasi (misalnya berita) merujuk ke
sebuah realita tertentu, maka simulasi merupakan ‘suplemen’ bagi representasi itu
(misalnya talk show) dan bahkan kemudian menggantinya dengan makna yang
hanya dapat diartikan dengan simulasi juga à muncul gejala hyperreal yang
perlahan-lahan memudarkan realita.
    Simulasi komputer juga dapat diartikan sebagai upaya memahami kehidupan
melalui pembuatan model (modeling). Di sini simulasi mungkin saja tak berkaitan
sama sekali dengan realita. Di beberapa bidang, simulasi juga digunakan untuk
menduga masa depan sehingga muncul pameo “the model really does precede the
reality”.

Media Baru dan Jurnalistik Baru

Bagaimana perkembangan Media Baru memengaruhi dan dipengaruhi oleh


Jurnalistik?

    Kemunculan online jurnalism (yang radikal), terutama karena perubahan dalam
hubungan antara konsumen dan produsen berita. Pertumbuhan open publishing
sebagaimana yang nampak pada proliferasi pusat-pusat media independen
(independent media centers, IMC, indymedia). Popularitas "individualized
storytelling online" misalnya dalam bentuk weblogs dan podcasts.

Perubahan dalam hal: individualisasi, postnationalism, globalisasi


    Partisipasi  - semakin banyak orang berpotensi ikut dalam proses pembuatan
makna.
    Cara memahami realita - kita mengadopsi tetapi pada saat sama  mereformasi
konsensus tentang cara-cara memahami realitas  ( terlibat remediasi).
    Variasi realita -  semakin banyak orang secara refleksif menyusun versi realita
menurut mereka sendiri (menjadi "bricoleurs"). 

Fenomena the Long Tail

    Chris Anderson (2006) mengatakan “Our culture and economy are increasingly
shifting away from a focus on a relatively small number of hits (mainstream
products and markets) at the head of the demand curve, and moving toward a
huge number of niches in the tail”.
    Ekonomi/bisnis media sampai saat ini memiliki dua ciri khas:
ú  Hit driven – digerakan oleh keberhasilan satu ‘master piece’ agar tetap bisa
laku dan menyajikan puluhan produk ‘biasa’.
ú  First copy cost - ongkos produksi awal selalu besar, ongkos distribusi akan
menentukan tingkat profit.

    Perkembangan long tail ditentukan oleh:


ú  Semakin murahnya biaya produksi, terutama karena teknologi media digital
semakin menyebar dan murah.
ú  Semakin berkembangnya kemampuan search engine dan teknologi hypertext
untuk memfasilitasi sistem rekomendasi.

    Potensi untuk berhasil dalam berdagang kini semakin besar karena ‘barriers to
entry’-nya semakin sedikit. Kreativitas semakin menentukan, katimbang
penguasaan jaringan distribusi.
    Konsumen sekarang semakin search-engine oriented. Kemampuan online
shopping menjadi  ukuran dari smart consumer  (kemampuan search, sign up,
register, recommend, rating).
    Selagi bisnis long tail ini berkembang, demikian pula viral marketing muncul
mengimbanginya.

Isu Etika

    Kredibilitas di tengah kecepatan ‘open publishing' - persoalan dalam hal


akurasi  dan kelengkapan, selain juga ketidak-pastian latarbelakang 'penerbit' atau
penulis beritanya.
ú  Jika berita adalah informasi dan informasi adalah pengetahuan, maka tentu 
kondisi epistemologis harus terpenuhi, yaitu "kebenaran" (truth).
ú  Jika  diseminasi informasi didasarkan pada hak  untuk memperoleh kebenaran,
maka si penyebar seharusnya punya komitmen pada kriteria objektivitas,
independensi,  reliabilitas, akurasi, dan kedapat-dipercayaan dari si penyebar
informasi. Untuk dapat bertindak demikian, maka si penyebar memiliki prinsip
dan nilai  etika tertentu, seperti jujur, sungguh-sungguh, dan adil.

    Informasi dan Hak Universal


ú  Si penyebar informasi tak hanya berkomitment pada nilai di atas, tetapi juga 
pada hak-hak azasi universal. Informasi tak boleh disebarkan jika melanggar hak 
dasar manusia atas kebebasan dan kesejahteraan, atau mengurangi kapasitasnya
untuk memperoleh informasi yang dibutuhkannya.

    Kredibilitas jurnalistik itu sendiri:


ú  Fungsi watch dog kini dapat dilakukan oleh komunitas dan individu, dilindungi
oleh UU Kebebasan Informasi.
ú  Objektivitas, netralitas, fairness tak lagi soal “berdiri di antara” dua pihak yang
bertentangan, tetapi berdiri di tengah-tengah berbagai pihak yang bertentangan.
ú  Otonomi menjadi tidak lagi tunggal, melainkan kolaboratif.
ú  Kecepatan penyampaian tak perlu mengorbankan refleksi à informasi dapat
terus diperbaiki sambil disiarkan.[Putu Laxman Pendit, Ph.D] 

Disversifikasi Konten Media (Media Massa)

Media Group untuk bisa bertahan di pasar media, maka logikanya harus melakukan
ekspansi. Strategi yang paling logis digunakan adalah strategi diversifikasi, karena
Media Group tergolong korporasi yang kecil, sehingga tidak memungkinkan untuk
memilih akuisisi. Diversifikasi ini kemudian oleh pemiliknya digunakan sebagai
instrumen politik, karena paham bahwa media mempunyai kekuatan politik untuk
memengaruhi publik. Pengaruh pemilik media ini memang tidak bisa dielakkan oleh
para pekerja di dalam media itu sendiri, meskipun secara tidak langsung

Anda mungkin juga menyukai