TINJAUAN PUSTAKA
9 STIKes Faletehan
10
STIKes Faletehan
11
B. Ergonomi
1. Pengertian Ergonomi
Istilah ergonomi dikenal dalam bahasa Yunani, dari kata ergos dan nomos
yang memiliki arti “kerja” dan “aturan atau kaidah”, dari dua kata tersebut
secara pengertian bebas sesuai dengan perkembangannya, yakni suatu
aturan atau kaidah yang ditaati dalam lingkungan pekerjaan. Ditinjau dari
faktor historis, ergonomi telah menyatu dengan budaya manusia sejak
zaman megalitik, dalam proses perancangan dan pembuatan benda-benda
seperti alat kerja dan barang buatan sesuai dengan kebutuhan manusia
pada zamannya (Kuswana, 2016).
STIKes Faletehan
12
2. Tujuan Ergonomi
Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya
pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
kerja fisik dan mental, mengupayakan, promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas
kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna
dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia
produktif maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu
aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem
kerja yang dialakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas
hidup yang tinggi (Tarwaka, 2010).
STIKes Faletehan
13
STIKes Faletehan
14
4. Risiko Ergonomi
Risiko ergonomi merupakan suatu risiko yang menyebabkan cedera
akibat kerja, hal ini termasuk sebagai berikut:
a. Penggunaan tenaga atau kekuatan (mengangkat, mendorong,
menarik, dan lain-lain).
b. Pengulangan, melakukan jenis kegiatan yang sama dari suatu
pekerjaan dengan menggunakan otot atau anggota tubuh berulang
kali.
c. Kelenturan tubuh (lenturan, jangkauan atas).
d. Pekerjaan statis, diam didalam satu posisi pada suatu periode waktu
tertentu.
e. Getaran mesin-mesin.
f. Kontak tegangan, ketika memperoleh suatu permukaan benda tajam
dari suatu alat atau benda kerja terhadap bagian atau tubuh.
STIKes Faletehan
15
STIKes Faletehan
16
STIKes Faletehan
17
STIKes Faletehan
18
Untuk sakit yang lebih parah, mungkin perlu penghilang rasa sakit yang
lebih kuat yang akan memerlukan resep dari dokter. Untuk nyeri yang
berhubungan dengan pekerjaan, terapi fisik dapat membantu menghindari
kerusakan lebih lanjut dan mengontrol rasa sakit. Terapi manual, atau
mobilisasi, dapat digunakan untuk mengobati masalah dengan
keselarasan tulang belakang.
Pengobatan lain mungkin termasuk:
a) teknik relaksasi
b) suntikan dengan obat anestesi atau anti-inflamasi
c) penguatan otot dan latihan peregangan
d) perawatan chiropractic
e) terapi pijat
STIKes Faletehan
19
STIKes Faletehan
20
1. Faktor Pekerja
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila
dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor
resiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan
aktivitas angkat angkut dibawah tekanan panas matahari seperti yang
dilakukan oleh para pekerja bangunan.
STIKes Faletehan
21
b. Jenis kelamin
Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli tentang
pengaruh jenis kelamin terhadap resiko keluhan sistem
muskuloskeletal, namun beberapa hasil penelitian secara signifikan
menunjukan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat
resiko keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologi,
kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Astrand
& Rodahl (1996) menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya
sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot
pria pun lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan Bedu (2013) untuk jenis kelamin
diketahui bahwa dari 24 responden berjenis kelamin perempuan
terdapat 16 responden mengalami gangguan muskuloskeletal berat
atau 66,7% dan ringan dengan jumlah responden 8 (33,3%)
sedangkan kategori berjenis kelamin laki-lakidari 86 responden
terdapat 38 responden mengalami gangguan muskuloskeletal berat
(44,2%) dan ringan dengan jumlah responden 48(55,8%). Hasil
analisis statistik Uji Chi Square tentang hubungan antara jenis
kelamin dengan gangguan muskuloskeletal pada tingkat kemaknaan
0,05 (95%) diperoleh nilai P= 0,050 yang berarti nilai P<0,05. Secara
statistic ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
Musculoskeletal Disorders (MSDs).
c. Kebiasaan merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan
merokok terhadap resiko keluhan otot juga masih diperdebatkan
dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat
hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok, semakin
STIKes Faletehan
22
d. Kesegaran jasmani
Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada seseorang
yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk
istirahat. Sebaliknya, bagi yang dalam kesehariannya melakukan
pekerjaan yang memerlukan pengarahan tenaga yang besar, disisi lain
tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat
dipastikan akan terjadi keluhan otot. Tingkat keluhan otot juga sangat
dipengaruhi oleh tingkat kesegaran tubuh (Tarwaka, 2010). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Made (2016) diketahui dari uji
statistik dapat disimpulkan ada hubungan antara kesegaran jasmani
dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs), (Nilai P=0,026)
dan (OR =0,31).
e. Kekuatan fisik
Sama halnya dengan beberapa faktor lainnya, ada hubungan antara
kekuatan fisik dengan resiko keluhan sistem muskuloskeletal juga
masih diperdebatkan. Namun untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak
memerlukan pengerahan tenaga, maka faktor kekuatan fisik kurang
relevan terhadap resiko keluhan muskuloskeletal (Tarwaka, 2010).
Dalam studinya, Chaffin (1991) mengemukakan bahwa pekerja yang
memiliki kekuatan otot rendah beresiko tiga kali lipat lebih besar
STIKes Faletehan
23
STIKes Faletehan
24
Berat Badan(kg)
IMT =
Tinggi badan ( m ) ×Tinggi badan(m)
Atau
Berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)
Tabel 2.1
Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal >18,5-25,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: Supariasa, 2014
g. Masa kerja
h. Sikap kerja
Sikap kerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan dalam
melakukan suatu pekerjaan. Sikap kerja yang tidak sesuai dalam
bekerja dapat menyebabkan adanya peningkatan beban kerja
STIKes Faletehan
25
2. Faktor Pekerjaan
a. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan
oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengarahan tenaga
yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan
menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini
terjadi karena pengarahan tenaga yang diperlukan melampaui
kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka
dapat mempertinggi cedera otot skeletal.
a. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus
menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, angkat-
angkat dan lain sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima
tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh
kesempatan untuk relaksasi.
STIKes Faletehan
26
c. Beban berat
Beban berat menimbulkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot serta
kerusakan otot, tendon dan jaringan sekitarnya. Kekuatan berasal dari
peningkatan ketegangan otot, ligamen dan tendon. Pengerahan tenaga
paling berat terjadi saat mengangkat benda berat. Contoh dari beban
berat dengan dimensi waktu seperti berikut:
1) Mengangkat beban lebih dari 35 kg satu kali per hari atau lebih
dari 25 kg lebih dari 10 kali per hari.
2) Objek yang diangkat beratnya lebih dari 5 kg bila dikerjakan lebih
dari dua kali per menit., totalnya lebih dari 2 jam per hari.
3) Objek yang beratnya lebih dari 12,5 kg diangkat diatas bahu,
dibawah dengkul atau sepanjang pelukan lebih dari 25 kali per
hari.
d. Frekuensi
Frekuensi yang tinggi atau gerakan yang berulang dengan sedikit
variasi, dapat menimbulkan kelelahan dan ketegangan pada otot dan
tendon oleh karena kurang istirahat untuk pemulihan penggunaan
yang berlebihan pada otot, tendon dan sendi, akibat terjadinya
inflamasi atau radang sendi dan tendon. Radang ini meningkatkan
tekanan pada saraf.
e. Durasi
Durasi kerja yaitu lama waktu bekerja yang dihabiskan pekerja
dengan postur janggal, membawa atau mendorong beban, atau
melakukan pekerjaan repetitif tanpa istirahat yang dapat
mengakibatkan sakit otot. Dengan beban pekerjaan yang berat dan
STIKes Faletehan
27
ditambah durasi kerja yang panjang, hal ini dapat mengakibatkan sakit
pada otot.
3. Faktor Lingkungan
a. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai
contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot
tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan
alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri
otot yang menetap.
b. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa
nyeri otot.
c. Mikrolimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi
lamban, sulit bergerak yag disertai dengan menurunnya kekuatan otot.
Demikan juga dengan paparan udara panas. Beda suhu lingkungan
dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian
energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkunga tersebut. Apabila hal ini tidak
diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi
kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran
STIKes Faletehan
28
d. Temperatur ekstrem
Temperatur ekstrem dingin dapat mengahambat aliran darah dari
ekstremitas dalam upaya menjaga suhu tubuh, kondisi ini dapat
menambah berat kondisi dan dapat mengakibatkan keluhan pada otot
(Kurniawidjaja, 2011).
STIKes Faletehan
29
STIKes Faletehan
30
Tabel 2.2
Skor Posisi Badan dan Skoring
STIKes Faletehan
31
Skor Posisi
1 Posisi badan tegak lurus
2 Posisi badan fleksi: antara 0˚-20˚ dan ekstensi: antara 0˚-20˚
3 Posisi badan fleksi: antara 20˚-60˚ dan ekstensi: > 20˚
4 Posisi badan membungkuk fleksi> 60˚
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.3
Skor Posisi Badan yang dapat Mengubah Skor
Skor Posisi
+1 Posisi badan membngkuk dan atau memuntir secara lateral
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.4
Skoring posisi leher
STIKes Faletehan
32
Skor Posisi
1 Posisi leher fleksi: 0˚-20˚
2 Posisi leher fleksi atau ekstensi > 20˚
Sumber : Tarwaka, 2010
Tabel 2.5
Skor posisi leher yang berubah
Sko Posisi
r
+1 Posisis leher membungkuk dan atau memuntir secara lateral
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.6
Skoring posisi kaki
Skor Posisi
1 Posisi kedua kaki tertopang dengan baik di lantai dalam
keadaan berdiri maupun berjalan
STIKes Faletehan
33
Tabel 2.7
Skoring posisi kaki yang berubah
Skor Posisi
+1 Salah satu kaki ditekuk fleksi antara 30˚-˚60
+2 Salah satu atau kedua kaki ditekuk fleksi antara >60˚
Sumber: Tarwaka, 2010
STIKes Faletehan
34
Tabel 2.8
Skoring posisi lengan
Skor Posisi
1 Posisi lengan fleksi atau ekstensi antara 0˚-20˚
2 Posisi lengan fleksi antara 21˚-45˚ atau ekstensi > 20˚
3 Posisi lengan fleksi antara 46˚-90˚
4 Posisi lengan fleksi >90˚
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.9
Skoring posisi lengan yang berubah
Skor Posisi
+1 Jika bahu diangkat atu lengan diputar atau dirotasi
+1 Jika lengan diangkat menjauh dari badan
-1 Jika berat lengan ditopang untuk menahan gravitasi
Sumber : Tarwaka, 2010
STIKes Faletehan
35
Tabel 2.10
Skoring posisi dan kisaran sudut lengan bawah
Skor Posisi
1 Posisi lengan bawah fleksi antara 60˚-100˚
2 Posisi lengan bawah fleksi < 60˚ atau >100˚
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.11
Skoring posisi dan kisaran pergelangan tangan
Skor Posisi
1 Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi antara 0˚ - 15˚
2 Posisi pergelangan tangan fleksi atau ekstensi >15˚
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.12
Skoring posisi pergelangan yang berubah
Skor Posisi
+1 Pergelangan tangan pada saat bekerja mengalami torsi atau
deviasi baik ulnar maupun radial
Sumber: Tarwaka, 2010
STIKes Faletehan
36
Tabel 2.13
Skoring Awal Group A
Tabel A
Leher
1 2 3
Badan Kaki Kaki Kaki
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6
2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7
3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8
4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9
5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9
Sumber : Tarwaka, 2010
Tabel 2.14
Skoring Awal Group B
Tabel B
Lengan Bawah
Lengan 1 2
Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan
1 2 3 1 2 3
1 1 2 2 1 2 3
2 1 2 3 2 3 4
3 3 4 5 4 5 5
4 4 5 5 5 6 7
5 6 7 8 7 8 8
6 7 8 8 8 9 9
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.15
Skor untuk pembebanan
Skor Posisi
+0 Beban < 5 kg
+1 Beban antara 5-10 kg
+2 Beban > 10kg
Sumber: Tarwaka, 2010
STIKes Faletehan
37
Tabel 2.16
Skoring untuk jenis pegangan
Skor Posisi
Pegangan bagus. Pegangan kontainer baik dan kekuatan
+0 pegangan berada pada posisi tengah
Pegangan sedang. Pegangan tangan dapat diterima, tetapi tidak
+1 ideal atu pegangan optimum yang dapat diterima untuk
menggunakan bagian tubuh lainnya.
Pegangan kurang baik. Pegangan ini mungkit dapat digunakan
+2 tetapi tidak diterima
Pegangan jelek. Pegangan ini terlalu dipaksakan, atau tidak ada
+3 pegangan atau genggaman tangan, pegangan bahkan tidak
dapata diterima untuk menggunakan bagian tubuh lainnya
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.17
Skor tabel C terhadap skor A dan skor B
Tabel C
Skor Skor B
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7
2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8
3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8
4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9
5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9
6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10
7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11
8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11
9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12
10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Sumber: Tarwaka, 2010
STIKes Faletehan
38
Tabel 2.18
Skoring jenis aktivitas otot
Skor Aktivitas
Suatu atau lebih bagian tubuh dalam keadaan statis,
+1
misalnya ditopang untuk lebih dari 1 menit
Gerakan berulang-ulang terjadi, misalnya repetisi lebih dari
+1
4 kali per menit (tidak masuk berjalan)
Terjadi perubahan yang signifikan pada postur tubuh atu
+1
postur tubuh tidak stabil selama kerja
Sumber: Tarwaka, 2010
Tabel 2.19
Skor akhir penilaian
Skor Tingkat
Tingkat Aksi Tindakan
akhir Risiko
Tidak ada tindakan
1 0 Sangat rendah
yang diperlukan
Munkin diperlukan
2-3 1 Rendah
tindakan
4-7 2 Sedang Diperluka tindakan
Diperlukan tindakan
8-10 3 Tinggi
segera
Diperlukan tindakan
11-15 4 Sangat tinggi
segera mungkin
Sumber: Tarwaka, 2010
STIKes Faletehan
39
Nordic Body Map meliputi 28 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi
tubuh kanan dan kiri . yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu
otot leher sampai dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki.
Melalui kuesioner Nordic Body Map maka akan dapat diketahui bagian-
bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian atau keluhan
dari tingkat rendah (tidak ada keluhan/cidera) sampai dengan keluhan
tingkat tinggi (keluhan sangat sakit/cidera). (Tarwaka, 2010).
STIKes Faletehan
40
Tabel 2.20
Nordic Body Map
Skoring
Otot Skeletal
1 2 3 4
0. Leher atas
1. Tengkuk
2. Bahu kiri
3. Bahu kanan
4. Lengan atas kiri
5. Punggung
6. Lengan atas
kanan
7. Pinggang
8. Pinggul
9. Pantat
10. Siku kiri
11. Siku kanan
12. Lengan bawah
kiri
13. Lengan bawah
kanan
14. Pergelangan
tangan kiri
15. Pergelangan
tangan kanan
16. Tangan kiri
17. Tangan kanan
18. Paha kiri
19. Paha kanan Gambar 2.12 Body Map
20. Lutut kiri Sumber: Tarwaka, 2010
21. Lutut kanan
22. Betis kiri
23. Betis kanan
24. Pergelangan kaki
kiri
25. Pergelangan kaki
kanan
26. Kaki kiri
27. Kaki kanan
Sumber: Tarwaka, 2010
Langkah terakhir dari aplikasi metode Nordic Body Map ini, tentunya
adalah melakukan upaya perbaikan pada pekerja maupun posisi/sikap
STIKes Faletehan
41
kerja, jika diperoleh hasil yang menunjukan tingkat keparahan pada otot
skeletal yang tinggi. Tindakan perbaikan yang harus dilakukan tentunya
sangat tergantung dari risiko otot skeletal mana saja yang mengalami
adanya gangguan atau ketidak nyamanan. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya adalah dengan melihat presentase pada setiap
bagian otot skeletal dan dengan menggunakan kategori tingkat resiko otot
skeletal. Dibawah ini merupakan pedoman sederhana yang dapat
digunakan untuk menentukan klasifikasi subjektivitas tingkat resiko otot
skeletal.
Tabel 2.21
Tingkat risiko otot skeletal berdasarkan total skor individu
Tingkat Total Tingkat Tindakan perbaikan
aksi skor risiko
individu
Bulum diperlukan adanya tindakan
1 28-49 Rendah
pebaikan
Mungkin diperlukan tindakan
2 50-70 Sedang
dikemudian hari
3 71-91 Tinggi Diperlukan tindakan segera
Sangat Diperlukan tindakan menyekuruh
4 92-112
tinggi sesegera mungkin
Sumber: Tarwaka, 2010
3. Skala Nyeri
Untuk mengetahui tingkat kenyerian pada seseorang bisa diukur dengan
menggunakan skala nyeri, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.22
Skala Nyeri
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan : Secara obyektif responden dapat
berkomunikasi dengan baik
4-6 Nyeri sedang : Secara obyektif respnden mendesis,
menyeringai, dapat menunjukan lokasi
nyeri dan mendeskripsikannya
7-9 Nyeri berat : Secara obyektif responden terkadang
tidak dapat mengikuti perintah tetapi
masih merespon terhadap tindakan dan
dapat menunjukan lokasi nyeri tapi
tidak dapat mendeskripsikannya
STIKes Faletehan
42
F. Kerangka Teori
Kerangka teori ini merupakan gabungan dari beberapa teori yang telah
dikemukakan oleh para ahli, sehingga diperoleh kesimpulan terdapat beberapa
faktor risiko MSDs yang dapat dikategorikan menjadi tiga yakni faktor
pekerja, pekerjaan dan lingkungan.
Faktor pekerja :
Umur
Jenis kelamin
Kebiasaan merokok
Kesegaran jasmani
Kekuatan fisik
Indeks Massa Tubuh
(IMT)
Masa kerja
Faktor pekerjaan :
Peregangan otot yang
berlebihan
Aktivitas berulang
Keluhan
Sikap kerja tidak alamiah
Musculoskeletal
(postur kerja)
Disorders (MSDs)
Beban berat
Frekuensi
Durasi
Kontak dengan penekanan
Faktor lingkungan
Tekanan
Getaran
Mikrolimat
Temperature ekstrim
STIKes Faletehan
43
STIKes Faletehan