Anda di halaman 1dari 8

UJIAN TENGAH SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2020/2021

MATA KULIAH GIZI DAN PENYAKIT

Dosen Pengampu:

Mustakim, S.K.M, M.K.M

Disusun oleh:

DWITA MEYLINA NUR AISYAH

(2018710066)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KASUS 1. Seorang anak berusia 12 tahun, BB 32 kg, TB 120 cm tinggal di daerah pegunungan
(daerah Endemis Gondok) mengalami pembesaran kelenjar gondok, dan mulai nampak dalam
kondisi normal (tanpa tengadah maksimal). Sekolah kelas 4 SD dan pernah tinggal kelas 2 kali.
Kondisi ekonomi keluarga kurang mampu. Anak tersebut sering mengeluh kesulitan dalam
mengikuti pelajaran di sekolah.
Pertanyaan:
1. Faktor apa saja yang menyebabkan kasus GAKY terjadi pada anak sekolah?
Jawab: Faktor utama kejadian GAKY yaitu ketika asupan yodium menurun atau tidak
sesuai dengan rekomendasi asupan harian (WHO, 2007), selanjutnya wilayah tempat
tinggal juga dapat menyebabkan GAKY karena erosi tanah secara terus-menerus dan
terjadinya pembakaran hutan yang mengakibatkan tidak tersedianya kandungan yodium
di dalam lapisan humus tanah (Chairunnisa, Efendi and Rayhan, 2010), dan kebiasaan
mengkonsumsi zat goitrogenik yaitu zat yang menghambat penyerapan yodium (Ningtyas
et al., 2014).

2. Apakah kategori pemeriksaan fisik yang dilakukan dalam kasus tersebut?


Jawab: Menurut (WHO, 2007) kategori pemeriksaan fisik atau palpasi di bedakan
menjadi 3 tingkatan pembesaran kelenjar tiroid yaitu, tingkat 0 berarti tidak ada
pembesaran, tingkat 1 berarti ada pembesaran tetapi tidak terlihat, dan tingkat 2 berarti
ada pembesaran dan terlihat pada posisi normal.

3. Bagaimana saran Saudara dalam terapi diet anak tersebut?


Jawab: Saran saya untuk terapi diet penderita GAKY yaitu konsumsi garam beryodium,
mengurangi zat goitrogenik dalam bahan makanan seperti daun singkong, buncis,
kembang kol, kacang tanah, dan lain sebagainya, mengkonsumsi makanan yang tinggi
akan yodium seperti telur, daging, ikan, cumi-cumi, kerang, bayam, daun papaya, apel,
jeruk, dsb, energi yang cukup, protein 10-15% total kebutuhan, lemak 15-35% total
kebutuhan, karbohidrat 50-60% total kebutuhan, vitamin dan mineral sesuai anjuran
AKG, mudah di cerna, serta dengan waktu makan 3 kali sehari dan selingan 2 kali sehari
(Suryani, Isdiany and Kusmayanti, 2018).
4. Susunlah penatalaksanaan diet yang menarik dengan menu kaya zat yodium!
Jawab:

Waktu Menu
Makan Pagi Roti panggang
Margarin
Omelet telur
Irisan ketimun + tomat
The tawar panas
Selingan Pagi Papaya
Air putih
Makan Siang Nasi
Pepes Ikan
Perkedel tahu
Urap sayuran
Selingan Sore Pisang
Teh tawar
Makan Malam Nasi
Ayam bakar (tanpa kulit)
Oseng tempe
Cah buncis
Lalapan tomat + daun selada
Sumber: (Suryani, Isdiany and Kusmayanti, 2018).

KASUS 2. Seorang balita mengalami gejala KVA yaitu buta senja. Hal ini disebabkan oleh
konsumsi vitamin A yang tidak adekuat sehingga simpanan dalam cadangan tubuh menipis dan
berujung pada asupan vitamin A pada retina mata untuk membentuk pigmen penglihatan
rodopsin.
Pertanyaan:
1. Apa saja faktor yang menyebabkan kasus KVA? Berikan penjelasan etiologinya!
Jawab: kurangnya konsumsi makanan sumber vitamin A dan karoten atau pro-vitamin A
akibat Gerakan Tutup Mulut (GTM) yaitu sulit menerima makanan baru, pada saat lahir
tidak menerima kolostrum dan tidak melakukan penyapihan lebih awal, bayi tidak
diberikan ASI eksklusif (Asmarani, 2017), terjadinya gangguan penyerapan vitamin A
pada penderita diare kronis, giardiasis, sirosis hati dan ganggaun penyerapan vitamin A
juga dialami oleh orang yang kecanduan alkohol (Tjin Willy, 2019).
2. Bagaimana kriteria terapi diet untuk penderita KVA?
Jawab: Penerapan terapi diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dengan kriteria kalori
tinggi (40-45 kkal/kg BB), protein tinggi (2,0-2,5 g/kg BB), lemak cukup (10-25% dari
kebutuhan kalori total), karbohidrat cukup dari kebutuhan kalori total, vitamin dan
mineral sesuai kebutuhan normal, mudah dicerna, menambahkan bahan makanan tinggi
sumber vitamin A seperti susu, telur dana tau kuning telur, ikan, hati, bayam, kangkung,
papaya, manga, pisang raja, jagung kuning, dsb. Menurut Almatsier dalam (Fardani,
2019) pada diet TKTP terdapat bahan makanan yang dianjurkan dan tidak di anjurkan,
berikut bahan makanan tersebut:
3. Susunlah penatalaksanaan diet yang menarik dengan menu tinggi vitamin A!
Jawab:

Waktu Menu
Makan Pagi Nasi
Dadar telur
Daging semur
Tumis jagung putren wortel
Susu
Selingan Pagi Bubur kacang ijo
Semangka
Makan Siang Nasi
Ikan goreng
Ayam panggang
Tempe bumbu kuning
Sayur asem
Papaya
Selingan Sore Jus jambu
Makan Malam Nasi
Daging empal
Tahu balado
Sayur sop
Pisang

KASUS 3. Seorang anak balita mengalami beberapa gangguan akibat kurangnya asupan energy
dan protein. Diantara beberapa tandanya yaitu wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, dan
disertai penyakit kronik.
Pertanyaan:
1. Bagaimana KEP bisa terjadi pada anak?
Jawab: KEP pada anak dapat terjadi karena asupan energi dan protein dalam makanan
rendah sehingga tidak dapat memenuhi angka kecukupan gizi, selain itu penurunan dan
peningkatan absorpsi dapat menyebabkan hilangnya energi maupun protein dari dalam
tubuh. Kemiskinan dan lingkungan dengan sanitasi yang kurang juga mempengaruhi
kejadian KEP (Nadila and Anggraini, 2016).

2. Bagaimana terapi diet untuk penderita KEP?


Jawab: Terapi diet yang dapat diterapkan oleh penderita KEP adalah diet Energi Tinggi
Protein Tinggi (ETPT) dengan syarat sebagai berikut:
a. Energi tinggi hingga mencapai BB normal (40-45 kkak/kg BB)
b. Protein tinggi 2,0-2,5 g/kg BB (75-100g)
c. Lemak cukup 25-25% dari total kebutuhan
d. Karbohidrat cukup dari total kebutuhan
e. Vitamin dan mineral sesuai anjuran AKG
3. Buatlah penatalaksanaan diet yang menarik untuk penderita KEP!
Jawab:

Waktu Menu
Makan Pagi Nasi
Dadar telur
Tahu bacem
Asem-asem buncis
Selingan Pagi Bubur kacang ijo
Makan Siang Nasi
Ikan saos tomat
Ayam goreng
Tempe kripik
Sup wortel + kembang kol
Pepaya
Selingan Sore Susu
Makan Malam Nasi
Perkedel daging
Pepes ikan
Sayur bening bayam jagung
Pisang
Sumber: (Setioso, 2017).

KASUS 4. Seorang remaja putri berusia 17 tahun mengeluhkan sering mengalami lemah, letih
dan lesu. Remaja tersebut diketahui memiliki aktivitas yang cukup padat dan lupa menjaga
asupan. Remaja tersebut memiliki BB 42 Kg dan tinggi badan 145 cm.
Pertanyaan:
1. Apa saja faktor penyebab terjadinya Anemia Gizi Besi (AGB) pada remaja putri?
Jawab: Faktor penyebab terjadinya AGB pada remaja putri adalah rendahnya konsumsi
makanan yang mengadung zat besi, terjadinya gangguan penyerapan zat besi dalam
tubuh, periode menstruasi yang dialami wanita dapat memicu risiko AGB karena pada
suatu penelitian menemukan bahwa normalnya jumlah darah yang hilang selama periode
menstruasi yaitu sekitar 20-25 cc yang berarti 12,5-15 mg/bulan tubuh kehilangan zat
besi, riwayat penyakit yang dapat menyebabkan kehilangan darah seperti malaria dan
beberapa infeksi parasite yaitu cacing tambang yang terjadi di dinding halus secara terus-
menerus akan berakibat pendarahan pada usus dan memicu hilangnya darah pada tubuh,
faktor lainnya yaitu pendarahan seperti kecelakaan, operasi serta melahirkan (Arumsari,
2008).
2. Bagaimana terapi diet untuk remaja putri tersebut?
Jawab: Dalam terapi dietnya dibutuhkan bahan makanan yang dapat membantu absorbs
penyediaan zat besi dalam tubuh seperti bahan makanan yang tinggi vitamin C untuk
membantu penyerapan zat besi, bahan makanan tinggi zat besi seperti daging, hati, ikan,
ayam, brokoli, bayam, alpukat, pisang, kacang hijau, dsb. Pola makan gizi seimbang juga
perlu diterapkan dengan cara mengkonsumsi energi sebesar 2000-2200 kkal/hari untuk
remaja putri, karbohidrat 50-60% total kebutuhan, protein untuk remaja putri 14-16%
total kebutuhan, lemak 15-35% total kebutuhan, vitamin (A, B1, B6, B12, C, D, E) dan
mineral (kalsium, Na, Air, Zat besi 26 mg/hari untuk remaja putri) sesuai anjuran AKG,
mudah di cerna, serta dengan waktu makan 3 kali sehari dan selingan 2 kali sehari
(Damayanti, Pritasari and L, 2017).

3. Susunlah penatalaksanaan diet yang menarik dengan menu tinggi zat besi pada remaja
putri!
Jawab:
Waktu Menu
Makan Pagi Bubur nasi
Ayam goreng
Sayur kuning (tahu, santan)
Selingan Pagi Jus Alpukat
Sosis daging ayam cincang
Makan Siang Nasi
Kepala ikan kuah asam (ikan mas)
Tahu goreng
Sawi rebus
Buncis rebus
Selingan Sore Teh
Pisang ijo
Makan Malam Nasi
Capcai (cumi-cumi, udang, telur ayam,
brokoli, sawi hijau)
Sumber: (Damayanti, Pritasari and L, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Arumsari, E. (2008) ‘Faktor Risiko Anemia Pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan Dan
Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) Di Kota Bekasi’, Jurnal Gizi dan Pangan, 6(1), pp.
74–83.
Asmarani, D. (2017) ‘“ Program Penanggulangan Kekurangan Vitamin A Pada Balita ”’, (April),
pp. 1–23.
Chairunnisa, Efendi, R. and Rayhan, M. (2010) ‘Pengaruh Penggunaan Garam Beryodium
Terhadap Status Gizi Balita Pendek Di Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai
Utara Tahun 2010’, pp. 113–117.
Damayanti, D., Pritasari and L, N. T. (2017) ‘GIZI DALAM DAUR KEHIDUPAN’, Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Fardani, M. (2019) PERBEDAAN ASUPAN ZAT GIZI DAN PERUBAHAN BERAT BADAN
PASIEN MALNUTRISI YANG MENDAPATKAN DIET TKTP DENGAN DAN TANPA
DUKUNGAN NUTRISI DI RSUD dr. DORIS SYLVANUS, Poltekkes Kemenkes Palangka Raya.
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA RAYA.
Nadila, F. and Anggraini, D. I. (2016) ‘Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB
Paru Management of Severe Wasting Children Type Marasmus with Pulmonary Tuberculosis’,
Jurnal Medula Unila, 6(1), pp. 36–43.
Ningtyas, F. W. et al. (2014) ‘Eksplorasi Kearifan Lokal Masyarakat dalam Mengonsumsi
Pangan Sumber Zat Goitrogenik terhadap Gangguan Akibat Kekurangan Yodium’, Kesmas:
National Public Health Journal, p. 306. doi: 10.21109/kesmas.v0i0.370.
Setioso, S. (2017) ‘MENU DIET TINGGI ENERGI TINGGI PROTEIN (TETP) BAGI
REMAJA DI “SMC RS TELOGOREJO, SEMARANG”’, pp. 1–46.
Suryani, I., Isdiany, N. and Kusmayanti, G. D. (2018) ‘DIETETIK PENYAKIT TIDAK
MENULAR’, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, p. 452.
Tjin Willy (2019) Xerophthalmia, ALODOKTER. Available at:
https://www.alodokter.com/xerophthalmia (Accessed: 5 November 2020).
WHO (2007) ‘Assessment of iodine deficiency disorders and monitoring their elimination’.

Anda mungkin juga menyukai