Anda di halaman 1dari 5

Terapan

Ni Luh Arjani

ABSTRACT
The Gender Equality and Justice is the problem that has been discussed globally since hundred years ago in order to
reduce the gender inequality and injustice among people. The commitment to reduce the gender inequality valid for all
aspects of human life including education, economy, politic, social, and culture. The importance of the discussion even
become one from eight point of the international commitment through The Millennium Development Goals (MDGs)
which is promote by United Nation (UN).
The emerge of attention in gender issue is being in accordance with the shift of development paradigm from the security
and stability (security) approach into the welfare and equality (prosperity) approach or from the production into the
humanity approach in more democratic and open atmosphere.
The strong relation to the construction of social and culture that rooted in society border the achievement of gender
equality and justice. But with the strong struggle and continuous effort the gender ideology that tends to bring the
detriment to one gender will be eliminated successfully. As the conclusion, if the motivation occurs among the people, it
shows that our society is able to fulll one of the agreements of Millennium Development Goals (MDGs) which is also
become the international commitment.
Keywords : Equality and Justice, Gender, MDGs

Perkembangan Permasalahan Gender dan keadilan gender dengan memperjuangkan nasib

P
ermasalahan gender di masyarakat sudah ada kaum perempuan yang dianggapnya berada dalam
sejak manusia itu mulai muncul dimuka bumi ini. posisi teropresi, tersubordinasi, termarjinalisasi, dan
Namun pada awalnya ketika ilmu pengetahuan terdiskriminasi. Gerakan feminis ini pada awalnya
dan teknologi belum maju seperti saat ini, isu gender berkembang di Negara Barat seperti di Inggris, Perancis,
belum mendapat perhatian dan tidak dipermasalahkan Amerika dan lain-lain, dan dalam perkembangannya
baik oleh masyarakat secara umum maupun oleh kaum gerakan ini berkembang dalam tiga gelombang besar
feminis. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya yakni feminisme gelombang pertama, kedua dan
yang berkembang terkait dengan peran atau pembagian ketiga.
kerja, tanggung jawab serta citra baku laki-laki dan Feminisme gelombang pertama berkaitan dengan
perempuan pada saat itu dianggap sebagai sesuatu yang terjadinya Revolusi Perancis (1789) dimana pada saat ini
wajar dan sah-sah saja. Seiring dengan perkembangan berkembang beberapa paham feminis seperti; feminis
jaman yang diikuti oleh kemajuan ilmu pengetahuan Liberal, feminisme Radikal dan feminisme Marxis/
dan teknologi informasi, perhatian masyarakat terutama Sosialis. Dalam memahami keteropresian perempuan,
kaum feminis terhadap fenomena sosial yang terkait masing-masing feminis ini mempunyai pandangan
dengan isu gender mulai menjadi fokus perhatian. yang berbeda. Feminisme Liberal memandang bahwa
Perhatian terhadap permasalahan gender mulai keterbelakangan perempuan disebabkan karena
muncul sekitar tahun 40-an yang digagas oleh kaum adanya tradisi dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat
feminis di Barat. Munculnya perhatian terhadap yang menjadikan perempuan sebagai mahluk yang
isu gender dan pemberdayaan perempuan diawali tersubordinasi bukan karena kondisi alamiah yang
oleh adanya kesadaran bahwa ternyata nasib kaum dimilikinya. Sementara itu, feminisme Radikal
perempuan di masyarakat tidak sebaik nasib lawan memandang ketertindasan perempuan karena seksualitas
jenisnya. Oleh karena itu, gerakan untuk memperbaiki dan sistem gender yang akhirnya memunculkan sistem
nasib perempuan mulai muncul yang dipelopori oleh patriarkhi, sedangkan feminisme Marxis memandang
tokoh feminis Mary Wollstonecraft dan John Stuart Mill keteropresian perempuan disebabkan karena struktur
(Amal, 1992). Dalam perkembangan berikutnya diikuti sosial, ekonomi dan politik yang erat kaitannya dengan
oleh tokoh-tokoh feminis lainnya yang mempunyai sistem kapitalisme (Arivia, 2005).
visi dan misi sejenis yakni mewujudkan kesetaraan Feminisme gelombang kedua dikembangkan oleh

| I N P U T | Jurnal Ekonomi dan Sosial | 113 |


Terapan
Simone de Beauvoir yang gerakannya dikenal dengan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
feminisme Eksistensialis. Faham ini melihat persoalan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial,
penindasan perempuan dimulai dengan adanya beban budaya, dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam
reproduksi di tubuh perempuan. Menurutnya beban menikmati hasil pembangunan tersebut. Sedangkan
reproduksi yang ditanggung perempuan dan tanggung keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi
jawab membesarkan anak membuat perempuan adil terhadap laki-laki dan perempuan (Angka I.3 dan
mempunyai posisi tawar yang lemah terhadap laki-laki. 4 Lampiran Inpres No.9 Tahun 2000). Agar proses yang
Sementara feminisme gelombang ketiga dikenal dengan adil bagi perempuan dan laki-laki terwujud, diperlukan
feminisme Postmoderen, feminisme Multikultural dan langkah-langkah untuk menghentikan berbagai hal yang
Ekofeminisme. Pada dasarnya semua paham feminisme secara sosial dan menurut sejarah telah menghambat
ini bertujuan untuk melihat dasar keterbelakangan perempuan dan laki-laki untuk bisa berperan dan
perempuan yang kemudian ingin memperbaiki atau menikmati hasil dari peran yang dimainkannya.
mencarikan solusinya sehingga nasib perempuan Dalam mengatasi persoalan gender, telah
menjadi lebih berdaya. Demikian juga di Indonesia, dilakukan berbagai upaya baik di tingkat internasional,
perjuangan untuk memperbaiki nasib perempuan sudah nasional maupun regional. Di tingkat internasional
muncul sejak jaman penjajahan Belanda yang dipelopori pada tahun 1950 dan 1960-an telah di deklarasikan suatu
oleh R.A Kartini yang gerakannya dikenal dengan resolusi melalui badan ekonomi sosial PBB (ECOSOC)
sebutan ”emansipasi”. Gerakan ini pada prinsipnya dan diakomodasi oleh pemerintah Indonesia pada
juga merupakan gerakan untuk memperjuangkan tahun 1968 melalui pembentukan Komite Nasional
nasib kaum perempuan Indonesia yang pada saat itu Kedudukan Wanita Indonesia (KNKWI). Selanjutnya,
eksistensinya sangat terpasung oleh budaya patriarki pada tahun 1967 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
sehingga perempuan tidak memperoleh akses terhadap mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Segala
pendidikan, pekerjaan dan lain-lain. Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Deklarasi
Meskipun gerakan untuk memperbaiki nasib tersebut memuat hak dan kewajiban berdasarkan
perempuan sudah berlangsung sejak lama, namun persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dan
sampai saat ini ketimpangan gender di berbagai aspek menyatakan agar diambil langkah-langkah seperlunya
kehidupan masyarakat seperti dalam hal pendidikan, untuk menjamin pelaksanaan deklarasi tersebut. Oleh
ekonomi, politik, sosial dan budaya masih cukup karena deklarasi tersebut sifatnya tidak mengikat, maka
menonjol. Oleh karena itu untuk mewujudkan komisi PBB tentang Kedudukan Wanita kemudian
kesetaraan dan keadilan gender di masyarakat seperti menyusun rancangan Konvensi tentang Penghapusan
yang sudah dicanangkan melalui komitmen Millenium Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
Development Goals (MDGs), maka perlu dilakukan Pada tahun 1975 di Mexico City, PBB
berbagai upaya penanganan yang serius. menyelenggarakan Konfrensi Wanita Internasional
yang menghasilkan antara lain deklarasi persamaan
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) antara perempuan dan laki-laki dalam hal: pendidikan
dan Tantangan Global dan pekerjaan. Tiga tahun kemudian yakni tahun 1978
Dewasa ini permasalahan gender sudah menjadi pemerintah Indonesia menindaklanjutinya dengan
isu global yang sangat menarik perhatian dunia. membentuk Menteri Muda Urusan Peranan Wanita
Munculnya perhatian terhadap isu gender ini sejalan (Men.UPW). Melalui lembaga negara ini Pemerintah
dengan pergeseran paradigma pembangunan dari Indonesia melaksanakan aksi penanggulangan
pendekatan keamanan dan kestabilan (security) menuju permasalahan perempuan dan gender yang terjadi di
pendekatan kesejahteraan dan keadilan (prosperity) atau masyarakat.
dari pendekatan produksi ke pendekatan kemanusiaan Pada tanggal 18 Desember 1979 Majelis
dalam suasana yang lebih demokratis dan terbuka. Umum PBB telah menyetujui konvensi tersebut.
Terjadinya perubahan paradigma pembangunan Karena ketentuan konvensi pada dasarnya tidak
seperti ini, menjadi dasar untuk mengatasi persoalan bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
ketidakadilan gender yang masih terjadi di masyarakat Dasar 1945, maka pemerintah RI dalam Konfrensi
menuju terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan gender Sedunia Dasawarsa Perserikatan Bangsa-Bangsa bagi
(KKG). Wanita di Kopenhagen pada tanggal 29 Juli 1980 telah
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) menantatangani konvensi tersebut. Penandatanganan
adalah suatu bentukan kata yang mengandung dua itu merupakan penegasan sikap Indonesia yang
konsep, yaitu kesetaraan gender dan keadilan gender. dinyatakan pada tanggal 18 Desember 1979 pada waktu
Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki- Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan
laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan pemungutan suara atas resolusi yang kemudian

| 114 | Jurnal Ekonomi dan Sosial | I N P U T |


Terapan
menyetujui konvensi tersebut. Dalam pemungutan suara
itu Indonesia menyatakan setuju sebagai perwujudan
untuk ikut berpartisipasi dalam usaha menghapus segala
bentuk diskriminasi terhadap wanita karena isi konvensi
itu sesuai dengan dasar negara Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang menetapkan bahwa semua
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan. Selanjutnya konvensi ini ditetapkan
dalam bentuk undang-undang yakni Undang-Undang
No. 7 tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan.
Berbagai pendekatan pembangunan terkait Sumber: BPS. Statistik Pendidikan, 2006.
dengan penanganan masalah gender dan pemberdayaan
perempuan pun dilaksanakan oleh pemerintah Dari data pada Grafik 1 nampak bahwa selama ini
mulai dari pendekatan Women in Development akses anak perempuan terhadap pendidikan terutama
(WID), dilanjutkan dengan pendekatan Women and ke jenjang pendidikan SMA ke atas masih lebih terbatas
Development (WAD). Kedua pendekatan ini ternyata dibandingkan laki-laki. Dari hasil kajian yang dilakukan
belum mampu mewujudkan kesetaraan gender dan oleh Pusat Studi Wanita Universitas Udayana (Arjani,
pemberdayaan perempuan sehingga pemerintah dkk; 2005) keterbatasan akses perempuan terhadap
melaksanakan pendekatan baru yakni Gender and pendidikan disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
Development (GAD). faktor geografis, ekonomi, dan faktor budaya. Faktor
Setelah perjalanan hampir setengah abad, budaya antara lain masih adanya pandangan orang tua
nampaknya upaya dunia termasuk Indonesia untuk yang menganggap pendidikan bagi anak perempuan
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) tidak penting karena anak perempuan nantinya akan
belum membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini menjadi milik orang lain dan hanya akan menjadi ibu
terbukti dengan masih terjadinya ketimpangan gender rumah tangga dengan tugas utama di ranah domestik.
diberbagai bidang kehidupan seperti bidang pendidikan, Peran domestik selama ini dianggap sebagai peran yang
politik dan ketenagakerjaan. Di bidang pendidikan tidak memerlukan pendidikan tinggi.
misalnya, ketimpangan gender nampak pada beberapa Selain itu, jika dilihat kesempatan perempuan
indikator seperti angka buta huruf, dimana menurut untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin juga masih
hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada menunjukkan kesenjangan, hal ini dapat dilihat dari
tahun 2006 jumlah perempuan yang buta huruf duakali data jumlah perempuan yang menjadi kepala sekolah
lipat lebih besar dibandingkan angka buta huruf laki- baik di SD, SMP dan SMA masih menunjukkan
laki ( 10,3% : 4,8%). Sementara itu pada tahun yang kesenjangan yang cukup menonjol. Secara umum posisi
sama ( 2006) data angka partisipasi sekolah (APS) laki- kepala sekolah dijabat oleh guru laki-laki meskipun
laki dan perempuan terutama pada jenjang pendidikan secara kuantitas guru laki-laki dan guru perempuan
SMP dan SMA. Persentase APS perempuan di SMP jumlahnya hampir sama di setiap jenjang pendidikan.
84,04% sedangkan APS laki-laki 89,68%, untuk Komposisi kepala sekolah di Provinsi Bali tahun 2006
jenjang pendidikan SMA perbandingan APS laki-laki seperti tergambar pada grafik 2.
dan perempuan 66,00% : 60,05%. Data pendidikan
tertinggi yang ditamatkan penduduk juga menunjukkan Grafik: 2. Kepala Sekolah SD, SMP dan SMA di Bali
bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan semakin Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006.
kecil persentase perempuan yang tamat. Tahun 2006
penduduk perempuan usia 10 tahun keatas 33, 35%
yang hanya tamat SD dan laki-laki 28,52%. Secara
lengkap Grafik 1 berikut ini menggambarkan komposisi
pendidikan tertinggi yang ditamatkan olen penduduk
laki-laki dan perempuan di Bali tahun 2006.

Grafik: 1. Tingkat Pendidikan Tertinggi yang


Ditamatkan Penduduk Provinsi Bali Usia 10 Tahun ke
Atas Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2006.

Sumber: Dinas Pendidikan, Statistik Persekolahan,

| I N P U T | Jurnal Ekonomi dan Sosial | 115 |


Terapan
2006 dan keadilan gender (KKG) yakni melalui strategi
Data pada Grafik 2 mengindikasikan Pengarusutamaan Gender (PUG) atau Gender
bahwa sampai saat ini akses perempuan ke dunia Mainstreaming (GM). Strategi ini dilaksanakan dengan
kepemimpinan atau pengambil keputusan nampaknya landasan hukum berupa Instruksi Presiden (Inpres)
masih terbatas karena nilai budaya yang berkembang No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
menganggap urusan pemimpin identik dengan dunia (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Melalui strategi
publik yang nota bene menjadi dunianya laki-laki. ini diharapkan semua kebijakan, program dan kegiatan
Disamping itu stereotip gender atau pelebelan terhadap pembangunan di Indonesia berpersfektif gender sehingga
perempuan bahwa perempuan lemah, emosional dan hasil pembangunan dapat memberikan manfaat bagi
perlu dilindungi masih menempel kuat di masyarakat. laki-laki maupun perempuan.
Di bidang politik, kesenjangan gender masih
nampak dengan jelas. Hal ini dapat dilihat dari Simpulan
keterlibatan perempuan dan laki-laki baik di bidang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan gender
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Di ketiga bidang (KKG) bukanlah merupakan suatu yang mudah, tetapi
ini partisipasi perempuan persentasenya jauh lebih kecil memerlukan perjuangan yang ekstra keras karena hal
dibandingkan laki-laki. Di eksekutif misalnya, jumlah ini berkaitan erat dengan perubahan nilai budaya atau
perempuan yang menduduki jabatan struktural di Pemda konstruksi sosial budaya yang telah berurat akar di
Bali tahun 2006 hanya 25,5%, selebihnya adalah laki- masyarakat. Namun demikian, karena semua nilai
laki. Demikian juga pemimpin wilayah seperti kepala budaya yang ada di masyarakat adalah bentukan
desa, lurah, camat dan bupati umumnya di dominasi manusia, maka pada prinsipnya hal ini bisa diubah
oleh laki-laki. Sementara itu kesenjangan gender di tetapi memerlukan proses yang panjang. Melalui upaya
legislatif nampak dari perbandingan jumlah perempuan yang serius dan berkesinambungan maka secara lambat
dan laki-laki anggota DPRD Bali yang hanya 4 : 55 laun ideologi gender yang bersifat merugikan salah
orang. Di bidang yudikatif, contohnya adalah kecilnya satu jenis kelamin akan dapat dikikis sehingga pada
keterlibatan perempuan di kepolisian, hakim dan jaksa gilirannya kesetaraan dan keadilan gender di masyarakat
(Arjani, 2006). Kondisi yang demikian ini tidak saja Indonesia pada umumnya dan di Bali khususnya akan
terjadi di Bali, tetapi juga terjadi di Indonesia dan di dapat terwujud. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan
beberapa belahan dunia. gender berarti masyarakat kita telah mampu memenuhi
Realitas ini mendorong dunia internasional salah satu kesepakatan Millenium Development Goals
melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun (MDGs) yang telah menjadi komitmen Internasional.
2000 kembali melaksanakan konfrensi tingkat tinggi
untuk mewujudkan komitmen terkait dengan Millenium
Development Goals (MDGs). Deklarasi MDGs ini telah
menelorkan delapan komitmen yakni: 1, menanggulangi Daftar Pustaka
kemiskinan dan kelaparan; 2, memenuhi pendidikan
dasar untuk semua; 3, mendorong kesetaraan gender Arjani (ed.), 2006. Statistik Gender dan Analisis
dan pemberdayaan perempuan; 4, menurunkan angka Provinsi Bali, Denpasar, Biro
kematian Balita; 5, meningkatkan kualitas kesehatan BKPP, PSW UNUD
ibu melahirkan; 6, memerangi HIV/AIDS, malaria dan
penyakit menular lain; 7, menjamin kelestarian fungsi Arjani, Dkk, 2007 . Profil Gender Bidang Pendidikan
lingkungan hidup; dan 8, mengembangkan kemitraan Provinsi Bali; Denpasar, PSW
global untuk pembangunan (Witoelar Erna; 2007). UNUD.
Dari 8 komitmen MDGs ini jelas terlihat bahwa secara
global masalah kesetaraan gender merupakan masalah Arivia, Gadis, 2003. Filsafat Berperspektif
prioritas untuk ditangani. Deklarasi MDGs ini Feminis; Jakarta. Yayasan Jurnal
mengharapkan kepada setiap negara agar pada tahun Perempuan.
2015 semua komitmen yang sudah disepakati dalam
konfrensi dapat terwujud. Biro Pusat Statistik, 2006. Statistik Pendidikan;
Oleh karena itu, Deklarasi MDGs ini merupakan Denpasar. BPS.
tantangan bagi Indonesia untuk bisa mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender pada tahun 2015. Budiman, Arief, 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual,
Menindaklanjuti komitmen MDGs ini, pemerintah Sebuah Pembahasan Sosiologis
Indonesia telah mengambil satu kebijakan dan Tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat.
strategi untuk mempercepat terwujudnya kesetaraan Jakarta. PT Gramedia.

| 116 | Jurnal Ekonomi dan Sosial | I N P U T |


Terapan
Fakih. M, 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Witoelar, Erna, 2007. Bahan Pelatihan Evaluasi
Transpormasi Sosial. Jogyakarta. Millenium Development Goals.
Pustaka Pelajar. Jakarta.

KPP, UNFPA, BKKBN, 2005. Bahan Pembelajaran Ni Luh Arjani, aktif sebagai pengajar di Fakultas Hukum
Pengarusutamaan Gender. Jakarta. Universitas Udayana, Ketua Pusat Kajian Wanita Lembaga
KPP. Penelitian sekaligus Pemimpin Redaksi Jurnal Studi Gender
Srikandi Universitas Udayana. Alumni Sering terlibat dalam
Radjab, B, 2002. “Pendidikan Sekolah dan Perubahan
seminar dan diskusi mengenai gender berskala nasional
Kedudukan Perempuan” Jurnal
Perempuan Untuk Pencerahan dan Kesetaraan, dan internasional. email : pswunud@gmail.com
Nomor 23. Halaman 19-23.

| I N P U T | Jurnal Ekonomi dan Sosial | 117 |

Anda mungkin juga menyukai