Anda di halaman 1dari 9

PERAN PEREMPUAN MENGHADAPI ERA MODERNISASI: KILAS BALIK

MENGHADAPI TANTANGAN BERBASIS NILAI-NILAI MORAL KEARIFAN


LOKAL DI BALI

OLEH: Ny. LUH HENY SUGIHARTA


IKATAN ADHYAKSA DHARMAKARINI DAERAH DENPASAR

HARI ULANG TAHUN


IKATAN ADHYAKSA DHARMAKARINI
TAHUN 2023
Peran Perempuan Menghadapi Era Modernisasi: Kilas Balik Menghadapi Tantangan
Berbasis Nilai-Nilai Moral Kearifan Lokal di Bali

Konsep Negara Kebahagiaan telah banyak diusung oleh beberapa Negara di dunia
untuk meningkatkan daya saing dikancah ekonomi global. Konsep membangun Negara
Kebahagiaan ini merupakan bentuk evolusi dari Negara Kesejahteraan. Pergeseran ini terjadi
sebagai akibat munculnya Revolusi Industri 4.01 dan Society 5.0, yang mana teknologi
dipusatkan untuk membahagiakan manusia. Revolusi Industri 4.0 dipersepsikan sebagai
bentuk optimalisasi yang dilakukan oleh kecerdasan buatan dalam bentuk algoritma komputer
guna meningkatkan keefektifan suatu proses. Begitu juga dengan Society 5.0 merupakan
konsep teknologi masyarakat yang berpusat pada manusia dan berkolaborasi dengan
teknologi Internet of Thinking (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) untuk menyelesaikan
masalah sosial yang terintegrasi pada ruang dunia maya dan nyata harus dimanfaatkan untuk
membahagiakan manusia.2
Seiring dengan Revolusi Industri 4.0, banyak terobosan-terobosan baru yang di bangun
dan mendukung satu sama lain dalam fusi teknologi yang melintasi dunia fisik, digital serta
biologis. Pada era ini, tidak hanya sekedar membuka interaksi secara luas, namun juga
mendisrupsi berbagai bidang kehidupan manusia. Disruptif pada awalnya merupakan
fenomena yang terjadi dalam dunia ekonomi, khususnya di bidang bisnis. Disruptif sendiri
merupakan kondisi ketika sebuah bisnis dituntut untuk terus berinovasi mengikuti
perkembangan, sehingga bisnis tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekarang,
namun juga kebutuhan di masa mendatang.3
Fenomena disrupsi tidak hanya terjadi pada dunia bisnis, namun juga telah menyentuh
berbagai bidang kehidupan. Termasuk di dalamnya bidang pendidikan, budaya, politik,

1
Revolusi Industri adalah periode industrialisasi besar-besaran yang terjadi selama akhir tahun 1700-an
hingga awal tahun 1800-an. Pada awalnya, Revolusi Industri ini terjadi di Britania Raya, kemudian menyebar
dengan cepat ke seluruh dunia. Revolusi Industri pertama berlangsung dari tahun 1760-an sampai 1840-an.
Dipicu oleh pembangunan jalur kereta api dan penemuan mesin uap, yang membawa pada era produksi
mekanis. Revolusi Industri kedua, yang dimulai pada akhir abad ke-19 hingga akhir abad ke-20, memungkinkan
dilakukannya produksi massal, yang berkembang dengan ditemukannya listrik dan sistem perakitan. Revolusi
Industri ketiga dimulai sekitar tahun 1960. Revolusi ini biasa disebut revolusi komputer atau digital karena
dorongan pengembangan semikonduktor, komputer bingkai utama (1960-an), komputer pribadi (1970-an dan
1980-an) serta internet (1990-an). Hingga saat ini telah terjadi Revolusi Industri keempat melalui rekayasa
intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.
Mengutip Schwab, Klaus, Revolusi Industri Keempat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2019), hlm.2-3.
2
Panjaitan, Marojahan JS, Politik Hukum Membangun Negara Kebahagiaan pada Era Revolusi Industri 4.0
dan Society 5.0, (Bandung: Penerbit Pustaka Reka Cipta, 2020), hlm.xi.
3
Prasetyo, Banu dan Umi Trisyanti, Revolusi 4.0 dan Tantangan Perubahan Sosial, Prosiding
SEMATEKSOS 3 “Strategi Pembangunan Nasional Mengahadapi Revolusi Industri 4.0”, http://mudipat.co/wp-
content/uploads/2019/05/arbaa50.pdf, diakses pada 12 Juli 2020.
hukum, pemerintahan maupun kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari salah
satunya perkembangan media sosial yang begitu pesat membawa berbagai implikasi dalam
bidang kehidupan. Kehidupan yang dahulunya masih bersifat konvensional kini menjadi
lebih moderen. Perkembangan media sosial pula yang membawa perkembangan pada
kehidupan perempuan khususnya di Indonesia.
Menilik kehidupan tradisional dari zaman dahulu, status perempuan seolah selalu
berada dalam konteks keluarga. Bahkan secara hukum adat kedudukan perempuan selalu
ditetapkan berada di bawah laki-laki. Kondisi demikian tidaklah asing lagi bila didengar di
kalangan masyarakat Indonesia. Namun, semenjak adanya Perang Dunia II kita sudah
menemukan perubahan pada status perempuan oleh adanya sistem pendidikan barat yang
diajarkan melalui sekolah. Dari adanya pendidikan di sekolah inilah memunculkan adanya
emansipasi yakni kesetaraan antara perempuan dan laki-laki pada seluruh aspek kehidupan.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada perempuan di berbagai bidang kehidupan inilah yang
disebut dengan adanya modernisasi.4
Seiring dengan perkembangan modernisasi yang mengarah pada era globalisasi masa
kini, maka perekembangan dalam masyarakat semakin tidak mengenal garis wilayah.
Fenomena ini memberikan berbagai implikasi dalam bidang kehidupan. Tidak luput pula ini
memberikan akibat bagi kehidupan perempuan dalam bersikap di masyarakat. Dengan
adanya berbagai fusi teknologi dalam satu garis waktu, menuntut perempuan untuk pandai
dalam bersikap. Tentunya pedoman untuk dapat bersikap secara elegan harus disertai dengan
pendidikan yang mumpuni bagi perempuan. Bukan hanya dari pendidikan formal namun juga
dari penerapan nilai-nilai moral maupuan kearifan lokal budaya setempat.
Dalam masyarakat adat Bali dikenal beberapa nilai moral yang diambil dari ajaran
agama Hindu. Salah satu dengan menjaga keselarasan hubungan baik dengan Tuhan, sesama
manusia dan juga alam lingkungan. Tiga hubungan yang harmonis ini dikenal dengan ajaran
Tri Hita Karana. Dari adanya nilai-nilai moral yang dapat diintisarikan dalam kehidupan dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari hendaknya ajaran-ajaran moral yang
terkandung di dalamnya dapat diaplikasikan baik oleh semua orang dengan tidak mengenal
suku maupun agama.

4
Modernisasi secara umum dapat dipahami sebagai suatu proses perubahan atau transformasi dari kehidupan
bersama yang bersifat tradisional ke arah pola-pola sosial, ekonomi dan politis yang telah berkembang di
negara-negara Barat. Konsep modernisasi ini seringkali dipertukarkan dengan konsep westernisasi yang
memiliki pengertian yang berbeda. Westernisasi merupakan sikap meniru dan menerapkan budaya barat tanpa
adanya upaya untuk menyeleksi atau menyesuaikannya dengan nilai-nilai yang dimiliki. Mengutip Thung Ju
Lan, Perempuan dan Modernisasi Women and Modernization, (Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1
Tahun 2015), hlm.17-18.
A. Peran Perempuan Menghadapi Perkembangan Zaman di Era Modernisasi
Adanya konstruksi sosial yang dibentuk kelompok masyarakat terhadap gender 5
memberikan implikasi terhadap peran perempuan dalam masyarakat. Adanya istilah gender
yang merujuk pada karakteristik yang diasosiasikan pada jenis kelamin tertentu
memunculkan beberapa stigma kurang baik untuk gender perempuan. Kesetaraan gender
adalah keinginan dari maisng-masing gender baik perempuan maupun laki-laki untuk
diperlakukan secara adil. Dalam hal ini tidak ada pemberlakuan peran, subordinasi,
marginalisasi maupun kekerasan terhadap perempuan ataupun laki-laki. Perempuan dan laki-
laki ini memiliki hak yang sama dalam berbagai bidang.
Kesamaan atau kesetaraan hak yang didapat oleh laki-laki maupun perempuan ini
bertonggak pada pemikiran feminisme yang merupakan suatu komitmen intelektual dan
gerakan politik yang mencari keadilan bagi perempuan. Pemikiran feminisme ini pula yang
mengakhiri seksisme dalam berbagai bentuk. Pada era globalisasi ini pemikiran feminisme
menyebar dengan cepat dan luas. Implikasi globalisasi 6 ini mengakibatkan meningkatnya
akses ke segala informasi terutama terhadap peran perempuan dalam tatanan masyarakat.
Perkembangan peran perempuan dalam era globalisasi yang identik dengan konsep
modernisasi telah dibahas dalam banyak teori pemahaman yang meggariskan bahwa peran
perempuan dan globalisasi sangat berhubungan erat. Globalisasi yang telah terjadi di dunia
dan tidak dapat dihindarkan sebagai akibat dari kemajuan dunia teknologi khususnya
teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi pula telah membawa perubahan
terhadap pandangan masyarakat terhadap gender. Sehingga, dapat dikatakan globalisasi
adalah suatu proses untuk menyatukan suatu pandangan di seluruh dunia.
Maraknya media pemberitaan menyebabkan gerakan feminisme berkembang dengan
pesat dalam era globalisasi. Surat kabar telah banyak membantu gerakan feminis untuk dapat
menyampaikan tujuannya dan membuka mata banyak perempuan untuk sadar akan hak-
haknya. Terdapat salah satu media populer yang mengangkat dan memberikan perhatian
kepada peran perempuan yakni pada buku The Feminine Mystique karya Betty Friedan.
Kepopuleran buku ini membawa dan membuka mata perempuan sebagai korban “mistik”
5
Terdapat perbedaan antara gender dan jenis kelamin. Jenis kelamin ditentukan secara biologis sementara
gender ditentukan secara budaya. Jenis kelamin meliputi sifat struktural, fungsional dan perilaku makhluk hidup
yang ditentukan oleh kromosom seks. Sementara gender dapat dianggap sebagai sifat perilaku, budaya atau
psikologis yang biasanya dikaitkan dengan satu jenis kelamin. Mengutip Elyzabeth B. Nasution,dkk, Evolusi
Peran Perempuan dalam Politik di Era Globalisasi, (Verity-UPH Jurnal of International Relations, Faculty of
Social and Political Science, Pelita Harapan University), hlm.1-2.
6
Globalisasi adalah sebuah proses yang meliputi keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sampai tak
terlihat batas nyatanya. Menurut L. Friedman globalisasi memiliki dua dimensi yaitu dimensi ideologi dan
dimensi teknologi. Dimensi ideologi memiliki arti sebuah kapitalisme dan pasar bebas. Sedangkan, dimensi
teknologi adalah teknologi informasi yang sudah mempersatukan dunia.
yang didefinisikan sebagai menemukan pemenuhan dalam kapasifan seksual, dominasi laki-
laki dan memelihara cinta sebagai ibu. Dapat disingkat bahwa para perempuan dapat
dikatakan menaruh fokus pada orang-orang yang berada di sekitarnya dan mengabaikan diri
sendiri. Dalam buku ini disuarakan bahwa peran perempuan lebih besar dan dapat
memberikan pengaruh perubahan terhadap dunia yang menginspirasi banyak perempuan agar
keluar ke masyarakat dan menciptakan suara bagi diri sendiri.7
Adanya pergerakan media sosial yang begitu pesat mulai dari televisi, radio, pesawat
terbang komersial bahkan internet telah memberikan pengaruh terhadap perkembangan
pergerakan feminisme dan pentingnya peran perempuan. Bahkan keberhasilan yang dibawa
oleh media sosial adalah berkembangnya isu hak asasi manusia yang gencar akibat dari
perkembangan globalisasi. Dari fenomena ini dapat dilihat bahwa globalisasi telah
memainkan peran dalam merubah kondisi dan sistem sosial yang ada akibat adanya informasi
yang diterima dengan lebih cepat dari banyak sumber. Dengan adanya internet, informasi dan
berita dapat tersampaikan dengan lebih cepat tanpa mengenal batas wilayah.
Gerakan feminisme yang memperjuangkan kesetaraan gender, salah satunya juga
memperjuangkan hak perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Ini meliputi antara lain
bidang pendidikan dan juga bidang politik. Begitu banyaknya perempuan yang muncul pada
posisi pemerintahan dan memegang jabatan dalam tonggak pemerintahan. Namun, apabila
melihat kembali pada zaman dahulu mayoritas kepemimpinan digenggam oleh kaum laki-laki
dan amatlah tabu bagi perempuan untuk terlibat. Dengan adanya gerakan feminisme maka
ranah ini pun mulai terusik oleh peran perempuan. Perempuan mulai untuk ingin dilibatkan
dan menuntut agar suaranya dapat didengar dan dipertimbangkan.
Kesadaran akan memiliki hak dan keterwakilan dalam berbagai bidang dalam
kehidupan seakan-akan menjadi isu yang krusial bagi perempuan dan baru tersadarkan.
Negara pun telah membuka diri dan memberikan ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi
dan mulai berkarir. Adanya keterlibatan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan seperti
pemerintahan, pendidikan maupun politik adalah sebuah tonggak keberhasilan perjuangan
kaum perempuan untuk eksis dan diakui hak-haknya setara dengan laki-laki. Inilah bentuk
kesetaraan terhadap hak-hak perempuan dalam memperjuangkan kaumnya yakni dengan
pelibatan di berbagai bidang kehidupan dalam era globalisasi.
B. Peran Nilai-Nilai Moral pada Kearifan Lokal di Bali sebagai Pedoman Perempuan
dalam Bersikap pada Kehidupan Sosial Masyarakat

7
Elyzabeth B. Nasution,dkk, Evolusi Peran Perempuan dalam Politik di Era Globalisasi, (Verity-UPH
Jurnal of International Relations, Faculty of Social and Political Science, Pelita Harapan University), hlm.31-32.
Melihat kondisi masyarakat Indonesia yang plural maka tidak heran jika masyarakat
Indonesia memiliki banyak suku dan budaya yang tersebar di setiap daerah. Masing-masing
daerah tentunya memiliki nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya. Nilai-nilai atau ajaran
inilah yang disebut sebagai kearifan lokal atau kearifan tradisional. Kearifan ini memiliki
dasar pada budaya sosial yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat. Tujuan dari kearifan
ini adalah untuk mempertahankan keharmonisan sosial, mencegah konflik, memelihara
persahabatan, menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan memajukan kehidupan
manusia.
Kearifan yang disebutkan diatas memiliki sejarah sendiri, yang kemudian digunakan
sebagai kesepakatan sosial diantara masyarakat. Adapun bentuk dari kearifan ini bermacam-
macam. Ada yang berwujud benda artefak, pesan dalam berbagai jenis kesenian atau pesan-
pesan moral yang ada dalam lingkungan masyarakat.8 Bentuk-bentuk dari kearifan lokal ini
memiliki tujuan untuk memengaruhi masyarakat baik dalan lingkungan internal maupun
eksternal. Pesan moral dari kearifan ini disampaikan juga kepada masyarakat agar masyarakat
luas paham akan makna yang terkandung di dalamnya.
Istilah kearifan lokal atau local genius, pertama kali dicetuskan oleh Quariteh Wales
untuk menjelaskan nilai yang khas lokal atau ciri-ciri daerah yang berevolusi secara khas. 9
Haryati Subadio berpendapat bahwa local genius secara keseluruhan meliputi bahkan
mungkin dapat dianggap sama dengan cultural identity yang dapat diartikan dengan identitas
atau kepribadian budaya suatu bangsa.10
Banyaknya permasalahan hidup yang timbul akibat globalisasi dan gejolak perubahan,
terdapat falsafah hidup masyarakat Bali yang disebut Tri Hita Karana. Falsafah hidup ini
merupakan wahana terbaik untuk melestarikan tradisi, adat istiadat, kebudayaan dan alam
Bali. Secara harfiah, Tri Hita Karana terdiri atas kata Tri berarti tiga, Hita artinya
kebahagiaan dan Karana yang berarti sumber. Jadi, Tri Hita Karana diartikan sebagai tiga
sumber kebahagiaan. Sebagai konsep Hindu Bali utama, Tri Hita Karana menjelaskan
pengertian dasar mengenai dunia manusia, alam dan spiritual serta keterkaitan antara mereka
dalam mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan ini, jagadhita adalah tujuan abadi manusia Bali

8
IGPB Suka Arjawa, “Perkembangan Terorisme dan Upaya Pencegahannya” dalam buku “Strategi
Penanggulangan Teroris di Bali Berbasis Kearifan Lokal dari Berbagai Sudut Pandang”, (Bali: Forum
Penanggulangan Terorisme Provinsi Bali, 2016), hlm.128.
9
Quariteh Wales, 2004 dalam I Gde Semadi Atra, “Revitalisasi Kearifan Lokal Dalam Upaya
Memperkokoh Jati Diri Bangsa”, Bahan Matrikulasi Program S2 Kajian Budaya Univeristas Udayana
sebagaimana dikutip dalam I Ketut Mertha, “Transformasi Pecalang dan Pergeseran Perpolisian di Indonesia”,
(Denpasar: Udayana University Press, 2013), hlm.92.
10
Haryati Subadio, “Kepribadian Budaya Bangsa”, 1986 dalam Ayatrohadi (ed.), “Kepribadian Budaya
Bangsa (Local Genius)”, (Jakarta: Bentang Budaya), hlm.18-19.
yang hanya bisa dicapai apabila ada keseimbangan dan keharmonisan antara tiga dunia
tersebut. Ini berarti, untuk mencapai kebahagiaan dalam semua aspek, manusia Bali harus
menjaga keharmonisan antara ketiga dunianya setiap waktu dan pada setiap tempat, dalam
segala aktivitas agama, sosial, kebudayaan, dalam semua cara hidupnya dan dalam
tindakannya terhadap alam.
Pada mulanya, konsep Tri Hita Karana terdapat dalam buku suci kuno Yayur Weda.
Namun, lebih jelas disebutkan dalam Pasal III ayat (10) Bhagawad Gita yang menunjuk
kepada Prajapati (Tuhan), praja (manusia) dan kamadalu (alam) sebagai unsur utama dalam
usaha manusia untuk mencapai keharmonisan dan kebahagiaan. Sebagai falsafah hidup yang
unik, Tri Hita Karana berakar pada agama Hindu di Bali yang mengajarkan nilai-nilai dan
praktik universal untuk mencapai kemakmuran, kedamaian dan kebahagiaan melalui
keseimbangan dan keharmonisan antara dunia-dunia spiritual, sosial dan natural. Setiap dunia
ini memiliki suatu rangkaian pengetahuan, kepercayaan dan tindak laku yang harus dipatuhi
untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan diantara dan di dalam dunia-dunia ini,
dengan dunia manusia berada di tengah-tengah keseimbangan ini. Keranjingan Bali terhadap
keseimbangan dan keharmonisan bukan saja merupakan konsep pasif, tetapi merupakan
falsafah yang menekankan keseimbangan yang dinamis (dynamic equilibrium). Dalam hal
terjadi kekuatan yang bertabrakan, dimana keseimbangan yang ada runtuh dan terjadi
ketidakseimbangan, maka kekacauan yang menyusul akan mewujudkan keseimbangan dan
keharmonisan baru yang bahkan lebih dinamis yang diharapkan mampu menunjang
pengganti sosial dari zaman yang berubah.11
Konsep Tri Hita Karana dikatakan sebagai konsep terbaik dan ideal untuk melestarikan
ajaran tradisi, kebudayaan dan alam Bali. Terpenting karena Tri Hita Karana berakar kuat
pada agama Hindu Bali yang membuatnya menyatu dengan kehidupan dan perilaku sehari-
hari orang Bali, juga konsep ini dengan sendirinya memperkuat dirinya (self-reinforcing)
melalui tindak laku keseharian. Lagipula, dalam menghadapi aneka ragam tantangan
globalisasi dan perubahan, Tri Hita Karana memiliki sifat multidimensional. Konsep ini
menguraikan secara rinci hubungan manusia terhadap semua dimensi dari kehidupannya,
terutama hubungan dengan Tuhannya (disebut Parahyangan), hubungannya dengan sesama
manusia (Pawongan) dan hubungannya dengan alam sekelilingnya (Palemahan). Setiap dari
hubungan ini berisi berbagai pengetahuan, kepercayaan dan panduan perilaku yang
menggariskan bagaimana seharusnya tindak tanduk manusia dalam hidupnya.12
11
Gde Made Swardhana, “Pengendalian Kenakalan Anak Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Bali”,
(Yogyakarta: Genta Publishing, 2016), hlm.276.
12
Ibid., hlm.277.
Melihat adanya penjabaran akan nilai-nilai moral pada konsep Tri Hita Karana, adapun
peran seorang perempuan hendaknya dapat pula berpedoman pada konsep ajaran ini. Seorang
perempuan baik sebagai seorang individu, istri maupun ibu hendaknya selalu mengabdikan
diri dalam bersikap tertuju pada sang pencipta yakni Tuhan Yang Maha Esa. Apabila melihat
lebih khusus hendaknya seorang istri selalu menanamkan doa atas kelancaran pekerjaan dan
kesuksesan suami sebagai penerapan ajaran parahyangan. Selain itu, dengan memandang
secara lebih luas kehidupan seorang perempuan di Bali tidak lepas dari napas ajaran agama
Hindu dan budaya pulau Bali sendiri. Sehingga, dalam bersikap terhadap sesama manusia
yakni dengan cara melayani adat setempat dan menjaga nama abaik suami dalam bertutur
kata adalah bentuk dari penjabaran ajaran pawongan. Sementara aplikasi dari ajaran
palemahan yakni dengan menjaga perilaku terhadap alam lingkungan sekitar dengan cara
merawat lingkungan misalnya dengan melakukan pembersihan lingkungan maupun kegiatan
positif lainnya seperti bercocok tanam.
Beberapa penjabaran dari ajaran Tri Hita Karana inilah yang dapat diterapkan oleh
seorang perempuan dalam bersikap di kehidupan sosial masyarakat. Bukan hanya bagi
perempuan dengan suku Bali melainkan dari berbagai suku dan agama ajaran moralnya dapat
diterapkan. Dengan menerapkan ajaran niscaya adanya hubungan yang damai dan harmonis
akan diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dan sosial masyarakat.
Dari penulisan ini dapat diberikan saran bahwa terdapat ajaran-ajaran nilai moral di
pulau Bali yang intisarinya dapat diterapkan oleh semua orang dengan tidak mengenal jenis
kelamin, suku maupun agama. Maka dari itu, hendaknya dikemudian hari dapat dibuatkan
semacam guideline dalam bentuk buku saku yang berisi intisari ajaran Tri Hita Karana yang
dapat diterapkan secara universal.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arjawa, IGPB Suka. 2016. Perkembangan Terorisme dan Upaya Pencegahannya dalam buku
Strategi Penanggulangan Teroris di Bali Berbasis Kearifan Lokal dari Berbagai Sudut
Pandang. Bali: Forum Penanggulangan Terorisme Provinsi Bali.

Mertha, I Ketut. 2013. Transformasi Pecalang dan Pergeseran Perpolisian di Indonesia.


Denpasar: Udayana University Press.
Panjaitan, Marojohan JS Panjaitan. 2020. Politik Hukum Membangun Negara Kebahagiaan
pada Era Revolusi Industi 4.0 dan Society 5.0. Bandung: Pustaka Reka Cipta.

Savitri, Astrid. 2019. Revolusi Industri 4.0 Mengubah Tantangan Menajadi Peluang di Era
Disrupsi 4.0. Yogyakarta: Penerbit Genesis.

Schwab, Klaus. 2019. Revolusi Industri Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Swardhana, Gde Made. 2016. Pengendalian Kenakalan Anak Berbasis Kearifan Lokal
Masyarakat Bali. Yogyakarta: Genta Publishing.

Ayatrohadi (ed.). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Bentang Budaya.

Jurnal

Prasetyo, Banu dan Umi Trisyanti. Revolusi 4.0 dan Tantangan Perubahan Sosial, Prosiding
SEMATEKSOS 3 “Strategi Pembangunan Nasional Mengahadapi Revolusi Industri 4.0”.
http://mudipat.co/wp-content/uploads/2019/05/arbaa50.pdf. Diakses pada 12 Juli 2020.

Lan, Thung Ju. Perempuan dan Modernisasi Women and Modernization. Jurnal Masyarakat
& Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015.

Elyzabeth B. Nasution,dkk. Evolusi Peran Perempuan dalam Politik di Era Globalisasi.


Verity-UPH Jurnal of International Relations, Faculty of Social and Political Science,
Pelita Harapan University.

Anda mungkin juga menyukai